usu pasteurisasi_andika putri_13.70.0167_a3_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Susu pasteurisasi adalah susu yang dipanaskan dengan metode pasteurisasi pada suhu dan waktu tertentu untuk membunuh mikroorganisme patogen dan menginaktivasi enzim. Suhu pasteurisasi yang digunakan adalah 72oC selama 15 detik dan 62oC selama 3 menit.TRANSCRIPT
Acara I
SUSU PASTEURISASI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Nama : Andika Putri
NIM : 13.70.0167
Kelompok A3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2016
1. TOPIK DAN TUJUAN
Pada tanggal 16 Mei 2016 dilakukan praktikum dengan topik “Susu Pasteurisasi”. Susu
pasteurisasi adalah susu yang dipanaskan dengan metode pasteurisasi pada suhu dan
waktu tertentu untuk membunuh mikroorganisme patogen dan menginaktivasi enzim.
Suhu pasteurisasi yang digunakan adalah 72oC selama 15 detik dan 62oC selama 3
menit, kemudian dibandingkan efektivitasnya menggunakan parameter jumlah total
bakteri (CFU/mL) baik sebelum dipasteurisasi maupun setelah dipasteurisasi. Tujuan
dari praktikum ini adalah mengetahui efektivitas pemanasan dengan metode pasteurisasi
pada susu untuk mengontrol jumlah bakteri.
1
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dari uji susu pasteurisasi secara mikrobiologis dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Susu Pasteurisasi Secara Mikrobiologis
Kel Perlakuan Jumlah Total Bakteri (CFU/ml)
A1Susu sebelum pasteurisasiSusu setelah pasteurisasi suhu 720C selama 15 detikSusu setelah pasteurisasi suhu 620C selama 3 menit
<3,0 x 106 1,1 x 106
<3,0 x 102 8,0 x 10<3,0 x 103 5,0 x 102
A2Susu sebelum pasteurisasiSusu setelah pasteurisasi suhu 720C selama 15 detikSusu setelah pasteurisasi suhu 620C selama 3 menit
<3,0 x 106 1,1 x 106
<3,0 x 102 1,8 x 102
<3,0 x 102 2,0 x 10
A3Susu sebelum pasteurisasiSusu setelah pasteurisasi suhu 720C selama 15 detikSusu setelah pasteurisasi suhu 620C selama 3 menit
<3,0 x 106 1,1 x 106
<3,0 x 102 3,0 x 10<3,0 x 102 5,0 x 10
A4Susu sebelum pasteurisasiSusu setelah pasteurisasi suhu 720C selama 15 detikSusu setelah pasteurisasi suhu 620C selama 3 menit
<3,0 x 106 1,1 x 106
5,7 x 102
<3,0 x 102 3,0 x 10
A5Susu sebelum pasteurisasiSusu setelah pasteurisasi suhu 720C selama 15 detikSusu setelah pasteurisasi suhu 620C selama 3 menit
<3,0 x 106 1,1 x 106
3,3 x 102
<3,0 x 102 1,5 x 102
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa terdapat 2 perlakuan metode pasteurisasi susu yaitu
suhu 72oC selama 15 detik dan 62oC selama 3 menit. Jumlah total bakteri yang terdapat
pada susu sebelum dipasteurisasi adalah 1,1x106. Pada kelompok A1 dan A3, jumlah
total bakteri yang ada di suhu 62oC selama 3 menit lebih banyak daripada suhu 72oC
selama 15 detik. Sedangkan kelompok A2, A4, dan A5, jumlah total bakteri pada susu
pasteurisasi suhu 72oC selama 15 detik lebih banyak daripada suhu 62oC selama 3
menit. Namun secara keseluruhan, jumlah bakteri yang ada di susu sebelum pasteurisasi
lebih banyak daripada setelah perlakuan pasteurisasi.
2
3. PEMBAHASAN
Pada umumnya, metode pemanasan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu
pengeringan, pasteurisasi, dan sterilisasi. Perbedaannya adalah pada metode
pengeringan dan sterilisasi, bakteri dan spora bakteri akan ikut mati. Sedangkan pada
metode pasteurisasi, hanya bakteri pathogen saja yang dibunuh tetapi spora bakteri dan
bakteri tertentu belum mati. Hal tersebut menyebabkan daya simpan bahan yang
dipasteurisasi relatif singkat (Sunarlim dan Widaningrum, 2005 dalam Wanniatie dan
Hanum 2015). Menurut Abubakar (2001), metode pasteurisasi susu dilakukan dengan
memanaskan susu pada suhu dan waktu tertentu. Tujuan proses pasteurisasi adalah
untuk membunuh mikroorganisme pathogen dan mencegah kerusakan susu, namun
mikroorganisme penghasil spora tidak dapat dihilangkan. Susu yang telah melewati
tahap proses pasteurisasi disebut dengan susu pasteurisasi. Proses pasteurisasi dapat
menyebabkan lapisan krim menjadi berkurang dan membran globula lemak
terdenaturasi. Namun proses pasteurisasi tidak mengurangi kandungan lemak pada susu
sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh pasteurisasi terhadap nilai gizi dari susu
tidak signifikan. Menurut Chirlaque (2011), proses pasteurisasi hendaknya tidak
dilakukan di dalam microwave, karena panas yang dihasilkan tidak dapat terdistribusi
secara merata sehingga pasteurisasi menjadi kurang efektif. Maka dari itu, proses
pasteurisasi pada praktikum ini dilakukan dalam skala laboratorium dengan
menggunakan waterbath untuk memanaskan susu.
Berdasarkan pustaka dari Kurniawan dan Putri (2013), metode pasteurisasi susu yang
umum digunakan terbagi menjadi 3 metode, yakni:
1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short
Time/HTST). Pemanasan dilakukan dengan suhu 80oC selama 1 menit
menggunakan alat Plate Heat Exchanger
2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long
Time/LTLT). Pemanasan dilakukan dengan suhu sekitar 60oC selama 30 menit.
3. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature). Susu dipanaskan
pada suhu 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan UHT dilakukan dengan tekanan
tinggi dan semua mikroba akan mati sehingga biasanya disebut sebagai susu steril.
3
4
Menurut Saleh (2004), pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang
berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia (Mycobacterium tubercolosis). Selain
itu, pasteurisasi juga bertujuan untuk membunuh bakteri tertentu dengan mengatur
tingginya suhu dan lamanya waktu pasteurisasi, mengurangi populasi bakteri dalam
bahan susu, meningkatkan daya simpan bahan, memberikan atau menimbulkan cita rasa
yang lebih menarik konsumen. Proses ini juga dapat menginaktifkan enzim-enzim yang
membuat susu cepat rusak seperti fosfatase dan katalase.
Pada praktikum ini, bahan utama yang digunakan adalah susu sapi segar. Susu segar
merupakan produk hasil sekresi kelenjar mamae hewan yang menyusui anaknya, dan
diperoleh dari hasil pemerahan sapi yang sehat. Susu segar masih belum mengalami
berbagai tahap pengolahan (Arpah, 1993). Menurut Winarno (2003), kandungan nutrisi
pada susu sangat tinggi dan lengkap, diantaranya adalah laktosa yaitu gula susu, lemak,
mineral, dan vitamin. Buckle et al (1987) menjelaskan bahwa beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kandungan gizi pada susu adalah jenis ternak, musim, umur sapi,
waktu, urutan pemerahan, makanan, dan penyakit pada hewan tersebut.
Langkah awal yang dilakukan untuk membuat susu pasteurisasi adalah menyiapkan dua
botol kaca baru yang bersih dan sudah disterilkan terlebih dahulu. Kemudian pada
masing-masing botol diisi susu segar sebanyak 200 ml dan dan diukur suhunya dengan
menggunakan thermometer. Susu segar diambil lagi sebanyak 2 ml untuk diuji jumlah
mikroba awal. Selanjutnya, masing-masing botol dipanaskan dengan perlakuan yang
berbeda, yaitu botol A dipanaskan pada suhu 72oC selama 15 detik, sedangkan botol B
dipanaskan pada suhu 62oC selama 3 menit. Setelah proses pasteurisasi selesai,
dilakukan analisa untuk mengetahui jumlah mikroba akhir.
Pengujian susu secara mikrobiologis dilakukan secara aseptis dengan menyemprot
alkohol terlebih dahulu dan dilakukan di dekat api bunsen. Perlakuan aseptis tersebut
bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi (Hadioetomo, 1993). Pertama-tama,
ambil sebanyak 2 ml susu, baik sebelum dan sesudah dipasteurisasi. Kemudian
dilakukan pengenceran menggunakan aquades dimana untuk susu sebelum
dipasteurisasi dilakukan pengenceran 10-5 dan 10-6. Sedangkan untuk susu setelah
5
pasteurisasi, dilakukan pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3. Pengenceran tersebut dilakukan
dengan tujuan supaya larutan tidak terlalu pekat (Hadioetomo, 1993). Metode yang
dilakukan pada uji mikrobiologis ini adalah metode spread plate, dimana pembuatan
media agar NA dalam cawan petri dilakukan terlebih dahulu. Setelah media agar
memadat, sampel susu yang telah diencerkan dipipetkan ke dalam cawan petri yang
berisi media padat tersebut secara aseptis (Volk & Wheeler, 1993). Setelah itu hasilnya
dihitung dengan hand counter. Metode perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan
rumus:
CFU /ml= 1faktor pengenceran
× jumlahkoloni
Cawan yang dapat digunakan dalam perhitungan koloni merupakan cawan yang
mengandung antara 30-300 koloni. Pengenceran dan pencawanan harus dilakukan untuk
memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah
yang memenuhi syarat tersebut. Maka dari itu, pada praktikum ini dilakukan
pengenceran terlebih dahulu sesuai kebutuhan sehingga diperoleh hasil yang valid. Hal
tersebut diungkapkan oleh Hadioetomo (1993).
Media Nutrient Agar (NA) merupakan medium padat yang dapat digunakan untuk
mengkultivasi mikroorganisme. Mikroorganisme yang mudah tumbuh pada media NA
adalah jenis bakteri (heterotrof) dan khamir yang tumbuh lebih subur pada bahan yang
tinggi kadar lemak dan proteinnya. Kandungan nutrisi pada media Nutrient Agar (NA)
dapat mendukung pertumbuhan bakteri karena terdiri dari C, H, O, N, S, P, dan
sejumlah kecil Fe, Mg, K, dan Ca karena terbuat dari polipepton (pepton) dengan pH 5,
beef extract dengan pH 3, dan agar dengan pH 15, dan pH akhirnya adalah 6,8 (Pelczar
& Reid, 1958 dan Hayes, 1992).
Syarief & Halid (1991) mengungkapkan bahwa susu segar sangat berpotensi untuk
mengandung bakteri dengan jumlah yang tinggi karena aroma spesifik susu yang khas
dan nilai biologis yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena kandungan nutrisi serta
kondisi lingkungan yang sesuai merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
mikroorganisme tumbuh subur. Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah total bakteri
pada susu sebelum pasteurisasi adalah sebesar 1,1 x 106. Hasil tersebut kurang sesuai
6
dengan teori dari Chirlaque (2011) yang mengatakan bahwa jumlah total bakteri pada
susu sapi segar atau mentah di suhu ruang (30oC) adalah kurang dari atau sama dengan
1 x 105 pada susu sapi yang baru diperah, dan pada susu yang telah diperah dalam waktu
agak lama sebelum masuk ke dalam pengolahan selanjutnya yaitu kurang dari 3,0 x 105
per ml. Hal ini menunjukkan bahwa susu sebelum dipasteurisasi telah mengalami
kontaminasi karena jumlah total mikroba awalnya melewati batas yang ada. Beberapa
bakteri seperti Listeria monocytogenes, Camphylobacter jejuni, E.coli, dan Salmonella
sp. diketahui dapat mengontaminasi susu dengan prevalensi kecil (Jayarao et al., 2006).
Jenis mikroorganisme yang tumbuh pada susu ada dua macam yaitu bakteri patogen dan
bakteri pembusuk. Jenis bakteri patogen seperti E. coli menghasilkan enterotoksin yang
menyebakan penyakit diare pada manusia. Bakteri patogen jenis Salmonella sp. dapat
menimbulkan infeksi bersifat invasif dengan cara menembus sel-sel epitel usus dan
merangsang terbentuknya sel-sel radang. Bakteri pathogen jenis S.aureus menghasilkan
toksin yang bersifat tahan panas. Toksin tersebut menyebabkan mual, muntah, dan diare
(intoksikasi). Sedangkan jenis bakteri pembusuk pada susu adalah Micrococcus sp.,
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan susu
menjadi asam dan berlendir akibat terjadinya penguraian protein menjadi asam amino
dan perombakan lemak oleh enzim lipase. Beberapa Bacillus sp. yang mencemari susu
antara lain adalah B. cereus, B. subtilis, dan B. licheniformis (Suwito, W., 2010).
Proses cemaran mikroba pada susu segar dimulai ketika susu diperah karena pada
ambing hewan terdapat bakteri yang tumbuh sehingga dapat terbawa saat pemerahan.
Selain itu, keadaan lingkungan yang kurang bersih juga mempermudah terjadinya
pencemaran yang berasal dari kulit sapi, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara
(Rombaut, 2005 dalam Cahyono et al 2013). Menurut Chirlaque (2011), beberapa
faktor yang mempengaruhi jumlah bakteri pada susu sebelum dipasteurisasi (susu segar)
diantaranya adalah:
1. Higienitas dari peralatan yang digunakan dalam proses pemerahan susu sapi.
2. Kondisi kesehatan sapi yang akan diperah. Kesehatan sapi perah harus diperiksa
secara rutin.
3. Lingkungan pemerahan sapi.
7
4. Suhu penyimpanan setelah pemerahan susu sapi. Suhu yang baik untuk
penyimpanan susu adalah 6oC.
5. Higienitas alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut susu sapi.
6. Suhu selama proses transportasi susu sapi, sebaiknya tidak boleh lebih dari 10oC.
7. Lamanya waktu antara pemerahan susu dengan pengolahan susu tersebut (sebaiknya
tidak boleh lebih dari 2 jam)
Setelah susu mengalami proses pasteurisasi, terjadi penurunan jumlah total bakteri
dibandingkan dengan susu sebelum pasteurisasi. Hal tersebut sesuai dengan teori dari
Chirlaque (2011) bahwa proses pasteurisasi dapat membunuh mikroorganisme patogen
melalui proses pemanasan. Proses pasteurisasi dapat mengurangi jumlah bakteri
sebanyak 95-99% dari bakteri yang ada. Pada kelompok A1 dan A3, jumlah total
bakteri yang ada di suhu 62oC selama 3 menit lebih banyak daripada suhu 72oC selama
15 detik. Sedangkan pada kelompok A2, A4, dan A5, jumlah total bakteri pada susu
pasteurisasi suhu 72oC selama 15 detik lebih banyak daripada suhu 62oC selama 3
menit.
Menurut pustaka dari Abubakar (2001), pada umumnya jumlah total bakteri pada susu
yang dipasteurisasi dengan suhu 72oC selama 15 detik lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah total bakteri pada susu yang dipasteurisasi dengan suhu 62oC selama 3
menit. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh, yaitu lebih banyak kelompok
yang memperoleh jumlah total mikroba yang lebih banyak pada susu pasteurisasi suhu
72oC selama 15 detik. Namun perbedaan perlakuan pasteurisasi terhadap jumlah total
mikroba akhir seharusnya tidak berbeda secara signifikan. Suhu pasteurisasi tidak
berbeda nyata terhadap jumlah bakteri (Abubakar, 2001).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 2011 tentang Susu Sapi Segar, batas
cemaran mikroba maksimum adalah sebesar 1x106 CFU/ml. Hasil uji yang diperoleh
pada praktikum ini belum memenuhi standar tersebut karena pada susu segar sebelum
dipasteurisasi mengandung mikroba sebesar 1,1x x106. Sedangkan pada Standar
Nasional Indonesia tahun 1995 tentang Susu Pasteurisasi, batas cemaran mikroba
maksimum adalah sebesar 3x104 CFU/ml. Hasil uji mikrobiologis pada susu pasteurisasi
8
sudah sesuai dengan standar tersebut karena hasil yang diperoleh berkisar antara 20-570
CFU/ml. Meskipun sudah mengalami perlakuan pasteurisasi, cemaran mikroba pada
susu masih tetap ada. Menurut Winarno dan Srilaksmi (1982) di dalam Maitimu et al
(2013), perlakuan dan tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan mutu produk
hanya bersifat menunda kerusakan saja karena pada akhirnya kerusakan akan tetap
terjadi.
4. KESIMPULAN
Pasteurisasi pada susu dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu dan waktu
tertentu dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme pathogen dan mencegah
kerusakan susu, namun mikroorganisme penghasil spora tidak dapat dihilangkan.
Tujuan dari pasteurisasi adalah mengurangi populasi bakteri, meningkatkan daya
simpan bahan, memberikan cita rasa yang lebih menarik konsumen, menginaktifkan
enzim fosfatase dan katalase.
Metode pasteurisasi yang digunakan pada praktikum ini adalah suhu tinggi dengan
waktu singkat (HTST), serta pasteurisasi dengan suhu rendah dengan waktu lama
(LTST).
Pasteurisasi dapat mengurangi jumlah bakteri sebanyak 95-99% dari bakteri awal.
Jumlah total bakteri pada susu yang dipasteurisasi lebih rendah dibandingkan
dengan susu yang tidak dipasteurisasi.
Suhu pasteurisasi yang semakin tinggi memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan suhu yang rendah.
Faktor yang mempengaruhi jumlah bakteri pada susu sebelum dipasteurisasi adalah
peralatan yang digunakan, kondisi kesehatan sapi, lingkungan pemerahan, suhu
penyimpanan susu setelah pemerahan, higienitas alat transportasi, suhu ketika
ditransport, serta lamanya waktu pemerahan susu dengan pengolahannya.
Jumlah total mikroba pada susu segar yang digunakan dalam praktikum ini adalah
sebesar 1,1x106 CFU/ml sehingga belum memenuhi batas cemaran mikroba menurut
SNI tahun 2011.
Perlakuan pasteurisasi pada praktikum kali ini sudah efektif karena dapat
menurunkan jumlah total bakteri pada susu pasteurisasi dan sudah memenuhi batas
cemaran mikroba menurut SNI 1995.
Semarang, 25 Mei 2016
Praktikan, Asisten Dosen:-Graytta Intannia-Rr. Panulu P. M.
Andika Putri
13.70.0167
9
5. DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Triyantini, R. Sunarlim, H. Setiyanto, and Nurjannah. (2001). Effect Of Temperature And Time Of Pasteurization On The Milk Quality During Storage . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):45-50.
Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.
Buckle, K.A, R.A Edward, G. H Fleet and M. Wotton. (1987). Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Cahyono, D., Padaga, M.C.., & Sawitri, M. E. (2013). Kajian Kualitas Mikrobiologis (Total Plate Count (TPC), Enterobacteriaceae dan Staphylococcus Aureus) Susu Sapi Segar di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Hal 1-8 Vol. 8, No. 1. Universitas Brawijaya, Malang.
Chirlaque, Raul Alcazar. (2011). Factors Influencing Raw Milk Quality and Dairy Products.Universidad Politecnica de Valencia, Escuela Politecnica Superior de Gandia, Licenciado en Ciencias Ambientales.Gandia.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.
Jayarao, B.M., S.C. Donaldson, B.A. Straley, A.A. Sawant, N.V. Hegde, and J.L. Brown. (2006). A survey of foodborne pathogens in bulk tank milk and raw milk consumption among farm families in Pennsylvania . J . Dairy Sci. (89): 2451−2458.
Kurniawan, I. & Putri, R.D.M. (2013). Alat Pemantau Kestabilan Pasteurisasi Susu. Jurnal Teknik Elektro Vol. 5 No. 2. Universitas Negeri Semarang.
Maitimu, C.V., Legowo, A.M., & Al-Baarri, A.N. (2013). Karakteristik Mikrobiologis, Kimia, Fisik dan Organoleptik Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Ekstrak Daun Aileru (Wrightia Calycina) Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 2 No.1. Universitas Diponegoro, Semarang.
Pelczar, M.J. & R.D. Reid. (1958). Microbiology. McGraw-Hill Book Company. New York.
Saleh, E. (2004). Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. http://library.usu.ac.id./download/fp/ternak-eniza2.pdf. Diakses pada tanggal 23 Mei 2016
11
Standar Nasional Indonesia. (1995). No.01-3951-1995 Standar Mutu Produk Susu dan olahannya Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Buku I. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan. Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian.
Standar Nasional Indonesia. (2011). No.3141.1:2011 Standar Mutu Produk Susu Segar-Bagian 1: Sapi. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan. Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian.
Suwito, W. (2010). Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 29(3). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.
Syarief, R dan H. Halid.(1991). Teknologi Penyimpanan Pangan.PAU Pangan dan Gizi.IPB. Bogor.
Volk, W. A. & M. F. Wheeler. ( 1993 ). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Wanniatie, V. & Hanum, Z. (2015). Kualitas Susu Pasteurisasi Komersil. Agripet Vol 15, No. 2. Universitas Lampung
Winarno, F.G. (2003). Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
CFU /ml= 1faktor pengenceran
× jumlahkoloni
Sebelum Pasteurisasi
10−5 → 110−5 ×11=1,1× 106
10−2 → 110−2 × 0=0
Total mikroorganisme=¿3,0× 106 CFU /ml
1,1 ×106 CFU /ml
Kelompok 1
- Setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik
10−1 → 110−1 × 8=8 ,0× 10
10−2 → spreader
10−3 → 110−3 ×28=2,8 ×104
Total mikroorganisme=¿3,0× 102CFU /ml
8,0 ×10 CFU /ml
- Setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
10−1 → 110−1 × 0=0
10−2 → 110−2 × 5=5,0 ×102
10−3 → 110−3 ×5=5 ,0× 103
Total mikroorganisme=¿3,0× 103 CFU /ml
5,0 ×102 CFU /ml
12
13
Kelompok 2
- Setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik
10−1 → 110−1 × 18=1,8 ×102
10−2 → 110−2 × 0=0
10−3 → 110−3 ×0=0
Total mikroorganisme=¿3,0× 102CFU /ml
1,8 ×102 CFU /ml
- Setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
10−1 → 110−1 × 2=2,0 ×10
10−2 → 110−2 × 0=0
10−3 → 110−3 ×0=0
Total mikroorganisme=¿3,0× 102CFU /ml
2,0 ×10 CFU /ml
Kelompok 3
- Setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik
10−1 → 110−1 × 3=3 , 0×10
10−2 → 110−2 × 1=1,0 ×102
10−3 → 110−3 ×1=1,0 ×103
Total mikroorganisme=¿3,0× 102CFU /ml
3,0 ×10 CFU /ml
- Setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
10−1 → 110−1 × 5=5 , 0×10
10−2 → 110−2 × 1=1,0 ×102
14
10−3 → 110−3 ×1=1,0 ×103
Total mikroorganisme=¿3,0× 102CFU /ml
5,0 ×10 CFU /ml
Kelompok 4
- Setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik
10−1 → 110−1 × 57=5,7 × 102
10−2 → 110−2 × 0=0
10−3 → 110−3 ×1=1,0 ×103
Total mikroorganisme=5,7 ×102 CFU /ml
- Setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
10−1 → 110−1 × 3=3,0 ×10
10−2 → 110−2 × 0=0
10−3 → 110−3 ×1=1,0 ×103
Total mikroorganisme=¿3,0× 102CFU /ml
3,0 ×10 CFU /ml
Kelompok 5
- Setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik
10−1 → 110−1 × 33=3 ,3 ×102
10−2 → 110−2 × 1=1,0 ×102
10−3 → 110−3 ×11=5,0× 104
Total mikroorganisme=3,3× 102CFU /ml
- Setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
15
10−1 → 110−1 × 15=1,5 ×102
10−2 → 110−2 × 3=3,0 × 102
10−3 → 110−3 ×0=0
Total mikroorganisme=¿3,0× 102CFU /ml
1,5 ×102 CFU /ml
6.2. Abstrak Jurnal
6.3. Laporan Sementara