universitas indonesia pengembangan …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181644-s29478-sri elsa...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN ELECTRICAL CAPACITANCE VOLUME
TOMOGRAPHY (ECVT) UNTUK DETEKTOR SINYAL DAN
REKONSTRUKSI CITRA OTAK MANUSIA
SRI ELSA FATMI
0606068726
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 FISIKA
DEPOK
JUNI 2010
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGEMBANGAN ELECTRICAL CAPACITANCE VOLUME TOMOGRAPHY (ECVT) UNTUK DETEKTOR SINYAL DAN
REKONSTRUKSI CITRA OTAK MANUSIA
SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Oleh
SRI ELSA FATMI 0606068726
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S1 FISIKA
PEMINATAN FISIKA MEDIS DAN BIOFISIKA DEPOK
JUNI 2010 HALAMAN JUDUL
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Sri Elsa Fatmi
NPM : 0606068726
Tanda Tangan :
Bulan : Juni 2010
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama : Sri Elsa Fatmi NPM : 0606068726 Program Studi : S1 Fisika Judul Skripsi : Pengembangan Electrical Capacitance Volume
Tomography (ECVT) untuk Detektor Sinyal dan Rekonstruksi Citra Otak Manusia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi S1 Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Warsito ( )
Pembimbing : Dwi Seno Kuncoro, M.Si ( )
Penguji : Prof. Dr. Djarwani S.S ( )
Penguji : Dr. Sastra Kusumawijaya ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 24 Juni 2010
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, nikmat
kesehatan dan kesempatan kepada kita semua sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi tugas akhir tepat waktu.
Shalawat dan salam tak henti-hentinya penulis kirimkan kepada Rasulullah
SAW, yang telah mengajarkan kebaikan kepada umat manusia, membawa kealam
yang penuh dengan cahaya ilmu.
Penelitian ini memberikan banyak pelajaran kepada penulis, memberikan
pengalaman baik suka maupun duka. Dalam pelaksanaannya, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik dorongan moril maupun bantuan
langsung, sehingga perkenankan rasa terimakasih penulis haturkan pada kepada:
1. Ayahanda tercinta Darmis “Apa” Soyata, Ibunda tersayang Rosmineti
“Etek”, Widya Lestari “Uni”, Refi Harisman “Uda” atas kasih sayang, doa
yang tak henti-hentinya, dukungan dan motivasi kepada penulis, mengajarkan
kepada penulis bagaimana untuk tidak mudah menyerah, kesabaran dan
keikhlasan. Penyemangat dikala penulis merasa pesimis.
2. Bapak Dr. Warsito selaku Pembimbing I dan Direktur Centre for
Tomography Research (CTECH Labs) yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk bergabung dengan penelitian beliau dan dengan penuh
kesabaran membimbing serta membina penulis untuk meyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dwi Seno K, M. Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan
arahan kepada penulis.
4. Prof. Dr. Djarwani S. S dan Dr. Sastra K. W sebagai Dosen Penguji.
5. Almushfi Saputra, S. Si, Mukhlisin, S. Si, Marlin Ramadhan Baidillah, S.
Si yang telah memberikan banyak bantuan, memberikan solusi ketika penulis
menemukan kesulitan.
6. Sahabat seperjuangan Edwar Junior 2006: Mursilatun, Puspita
Hudanyanti, Habib Syeh A, Rhyan Edwin yang telah menjadi tempat
berbagi keluh kesah dan suka duka selama penelitian.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
v
7. Semua jajaran pegawai PT. Edwar, Dr. Edi Syukur, Mas Yanto, Mas Cepi,
Mas Ari, Mas Rohmadi, Ka Tarto yang sangat banyak membantu penulis
dalam menyelasaikan skripsi.
8. Mba Habibah dan keluarga tempat ngekost selama mengerjakan skripsi, atas
kamar yang nyaman dan luas.
9. Dosen-Dosen Fisika UI yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat
kepada penulis.
10. Teman-teman Fisika 2006, Lia, Mursi, Heni, Pus2, Ricky, Atul, Dedew,
Faisal, Ketang, Dika yang selalu saling menyemangati, mendoakan, share
each other tentang skripsi, menemani malam-malam penulis ketika begadang.
11. Sahabat tercinta Intan, Lia, Heni, Dini, Mursi, Puspita, Yaya dan Dedew,
Nji yang telah memberikan waktu-waktu yang indah dan tak tergantian.
12. Teman-teman Fisika Medis 2006, Vivi, Tante, Emi, Fauzi, Agus, Lisday,
dan Lisrin, kuliah terasa lebih menyenangkan karena ada kalian.
13. Fisika 2006 yang selalu berbagi cerita suka dan duka selama kuliah, berjuang
bersama-sama.
14. Fisika 2005 & 2004 atas informasinya, dukungannya.
15. Serta semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Menyadari keterbatasan pengalaman dan kemampuan yang penulis miliki,
sudah tentu terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini serta kemungkinan
jauh dari sempurna, untuk itu penulis tidak menutup diri dari segala saran dan
kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini
membantu perkembangan dunia fisika medis dalam bidang imaging non
destruktif. Amin
Depok, Juni 2010
Penulis
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini :
Nama : Sri Elsa Fatmi
NPM : 0606068726
Program Studi : S1 Fisika
Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGEMBANGAN ELECTRICAL CAPACITANCE VOLUME
TOMOGRAPHY (ECVT) UNTUK DETEKTOR SINYAL DAN
REKONSTRUKSI CITRA OTAK MANUSIA
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Bulan : Juni 2010
Yang menyatakan
( Sri Elsa Fatmi )
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
vii
Nama : Sri Elsa Fatmi Program Studi : S1 Fisika Judul Skripsi : Pengembangan Electrical Capacitance Volume
Tomography (ECVT) untuk Detektor Sinyal dan Rekonstruksi Citra Otak Manusia
ABSTRAK
Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) untuk detektor sinyal dan rekonstruksi citra otak manusia menggunakan nilai kapasitansi yang dipengaruhi oleh rapat muatan. Perbedaan aktifitas otak menghasilkan distribusi rapat muatan yang berbeda, sehingga membentuk sinyal listrik otak yang berbeda. Penelitian dilakukan secara simulasi dan eksperimen. Simulasi dengan COMSOL Multiphysics 3.4 menggunakan variasi rapat muatan untuk mensimulasikan aktivitas otak manusia. Eksperimen menggunakan otak manusia dengan memberikan perlakuan yang berbeda. Hasil simulasi mampu merekonstruksi citra. Sedangkan hasil eksperimen mampu mendeteksi sinyal dan merekonstruksi otak manusia, tetapi perubahan aktifitas otak hanya bisa dibedakan oleh beberapa sensor ECVT. Kata kunci : ECVT, Otak manusia, rapat muatan, detektor sinyal, rekonstruksi citra.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
viii
Name : Sri Elsa Fatmi Study Program : Bachelor Degree of physics Title : Development of Electrical Capacitance Volume
Tomography (ECVT) for Signal Detector and Image Reconstruction of Human Brain
ABSTRACT
Electrical capacitance volume tomography (ECVT) is attempted to detect signal and reconstruct image of human brain using capacitance values which influenced by charge density. Differences in activity of human brain produces different distribution of charge density to form different electric signal of human brain. This research was conducted by simulation and experiment. Simulation with COMSOL Multiphysics 3.4 using variations of the charge density is used to simulate the activity of human brain. The experiment used real human head by providing different mental task. The simulation result were able to reconstruct image. Whereas, experiment result can detect signal of brain, but the change of activity only can be distinguished by some of ECVT sensor.
Keywords: ECVT, human brain, charge density, signal detector, reconstruct image
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................... vii ABSTRACT .................................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Pembatasa Masalah ........................................................................... 3 1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3 1.5 Metode Penelitian ............................................................................. 4
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 Otak Manusia ................................................................................... 6 2.2 Sel Saraf ............................................................................................ 8 2.3 Potensial Listrik Otak Manusia ......................................................... 10 2.4 Gelombang Otak Manusia ................................................................. 16 2.5 Perkembangan Detektor Sinyal dan Tomografi Otak Manusia ........... 19 2.5.1 Elektroencepalografi (EEG) ...................................................... 19 2.5.2 Functional Magnetik Resonance Imaging (fMRI) ...................... 19 2.5.3 CT-Scan .................................................................................... 20 2.5.4 Positron Emission Tomography (PET) ...................................... 20 2.5.5 Electrical Impedance Tomography (EIT) ................................... 20 2.5.6 Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) ............... 21 BAB III LANDASAN TEORI ....................................................................... 22
3.1 Kelistrikan Otak Manusia ................................................................ 22 3.2 Prinsip Electrical Capacitance Volume Tomography......................... 23
3.2.1 Teori Medan Elektromagnet ...................................................... 23 3.2.1.1 Teorema Gauss .............................................................. 23 3.2.1.2 Persamaan Poisson ........................................................ 26 3.2.1.3 Kapasitansi .................................................................... 27 3.3.2 Sensitivitas Matriks ................................................................... 29
3.3 Rekonstruksi Citra ECVT ................................................................. 29 3.3.1 Problema Maju .......................................................................... 30 3.3.2 Problema Inversi ....................................................................... 30
3.4 Metode Rekonstruksi Citra ECVT .................................................... 30 3.4.1 Linear Back Projection (LBP) ................................................... 30 3.4.2 Metode Iterasi (Landweber Equation)........................................ 32 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 34
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
x
4.1 Komputasi Sistem ECVT ................................................................. 35 4.1.1 Desain Sensor ........................................................................... 35 4.1.2 Parameter Fisika........................................................................ 36 4.1.2.1 Parameter Subdomain .................................................... 36 4.1.2.2 Parameter Boundary ...................................................... 36 4.1.2.3 Sensitivitas Matriks ....................................................... 37
4.2 Simulasi Sistem ECVT .................................................................... 39 4.3 Metode Eksperimen ......................................................................... 42
4.3.1 Alat dan Bahan .......................................................................... 42 4.3.2 Pengambilan Data Kapasitans ................................................... 43 4.3.3 Mental Task .............................................................................. 43
4.4 Rekonstruksi Citra ........................................................................... 44 4.4.1 Metode Landweber Equation ..................................................... 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 47
5.1 Distribusi Sensitivitas Matriks .......................................................... 47 5.2 Hasil Rekonstruksi Simulasi ............................................................ 49 5.3 Hasil Eksperimen .............................................................................. 53
BAB VI PENUTUP ...................................................................................... 77 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 77 6.2 Saran ................................................................................................ 77
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 78 LAMPIRAN A .............................................................................................. 80 LAMPIRAN B .............................................................................................. 82
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
xi
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 5.1 Pemberian Mental Task dan Tujuan .................................................... 54
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Pengelompokkan Sinyal Otak Manusia ............................................ 1 Gambar 2.1 Pembagian Otak Manusia ................................................................ 7 Gambar 2.2 Pembagian Lapisan Cortex .............................................................. 7 Gambar 2.3 Jenis – Jenis Neuron ........................................................................ 9 Gambar 2.4 Struktur Neuron .............................................................................. 10 Gambar 2.5 Resting Potential............................................................................. 11 Gambar 2.6 (a) Neurotransmisi .......................................................................... 12 Gambar 2.6 (b) Potensial Aksi ........................................................................... 12 Gambar 2.7 (a) RepolarisasiHyperpolarisasi....................................................... 13 Gambar 2.7 (b) Hyperpolarisasi ......................................................................... 13 Gambar 2.8 Electrical dan Chemical Neurotransmission ................................... 14 Gambar 2.9 Sinaps Listrik .................................................................................. 15 Gambar 2.10 Sinaps Kimia ................................................................................ 16 Gambar 2.11 Gelombang Alpha ......................................................................... 17 Gambar 2.12 Gelombang Beta ........................................................................... 18 Gambar 2.13 Gelombang Theta.......................................................................... 18 Gambar 2.14 Gelombang Delta .......................................................................... 19 Gambar 3.1 Sistem ECVT .................................................................................. 23 Gambar 3.2 Hukum Gauss pada Medium Dielektrik .......................................... 25 Gambar 3.3 Kapasitans ECVT ........................................................................... 28 Gambar 3.4 Metode LBP ................................................................................... 31 Gambar 3.5 Iterasi Landweber ........................................................................... 32 Gambar 4.1 Skema Penelitian ............................................................................ 34 Gambar 4.2 Model Desain Sensor ...................................................................... 35 Gambar 4.3 Menu Subdomain Setting ................................................................ 37 Gambar 4.4 Menu Boundary Setting .................................................................. 37 Gambar 4.5 Hasil ProsesMeshing ....................................................................... 38 Gambar 4.6 Distribusi Medan Listrik ................................................................. 38 Gambar 4.7 Model Sensor dan Bola ................................................................... 39 Gambar 4.8 Menu Subdomain Setting Objek Bola. ............................................. 40 Gambar 4.9 Hasil Mesh Bola ............................................................................. 41 Gambar 4.10 Solve Bola. ................................................................................... 41 Gambar 4.11 Menu Post Prossesing Objek Bola ................................................ 42 Gambar 4.12 Eksperimen Sistem ECVT ............................................................ 42 Gambar 4.13 Langkah Rekonstruksi Metode Landweber.................................... 45 Gambar 5.1 (a) Grafik Distribusi Sensitivitas Ternormalisasi pada Sumbu Z...... 47 Gambar 5.1 (b) Model Sensor Posisi xz ............................................................. 47 Gambar 5.1 (c) Plot Sensitifitas 3D untuk Pasangan Sensor 1 dan 2 ................... 48 Gambar 5.2 Model Geometri Simulasi Rekonstruksi Citra Sinyal Otak .............. 50 Gambar 5.3 Bola dengan jari-jari 7, permitivitas 30 dan ρ adalah 0 .................... 50 Gambar 5.3 (a) Sebelum Rekonstruksi ............................................................... 50 Gambar 5.3 (b) Setelah Rekonstruksi ................................................................. 50 Gambar 5.4 Bola dengan jari-jari 7, permitivitas 30 dan rapat muatan (ρ) adalah 5 C/m3 .................................................................................................................. 51 Gambar 5.4 (a) Hasil Rekonstruksi Full ............................................................. 51
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
xiii
Gambar 5.4 (b) Hasil Rekonstruksi Sebagian ..................................................... 51 Gambar 5.5 Bola dengan jari-jari 7, rapat muatan (ρ) adalah 0.1 C/m3 dan permitivitas 30 ................................................................................................... 53 Gambar 5.5 (a) Hasil Rekonstruksi Full ............................................................. 53 Gambar 5.5 (b) Hasil Rekonstruksi Sebagian ..................................................... 53 Gambar 5.6 Metode Eksperimen ........................................................................ 54 Gambar 5.7 Hasil Rekonstruksi Eksperimen Objek A ........................................ 56 Gambar 5.8 (a) Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 ................................ 57 Gambar 5.8 (b) Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 ................................ 57 Gambar 5.9 Grafik Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 dari Objek A ............................................................................................................. 58 Gambar 5.10 Grafik Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 dari Objek A ............................................................................................................. 58 Gambar 5.11 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek A .......................... 60 Gambar 5.12 Hasil Rekonstruksi Objek B .......................................................... 62 Gambar 5.13 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek B ............................................................................................................. 63 Gambar 5.14 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek B ............................................................................................................. 63 Gambar 5.15 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek B .......................... 64 Gambar 5.16 Hasil Rekonstruksi Objek C .......................................................... 65 Gambar 5.17 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek C ............................................................................................................. 65 Gambar 5.18 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek C ............................................................................................................. 67 Gambar 5.19 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek C .......................... 68 Gambar 5.20 Hasil Rekonstruksi Objek D .......................................................... 69 Gambar 5.21 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek D ............................................................................................................. 70 Gambar 5.22 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek D ............................................................................................................. 70 Gambar 5.23 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek D .......................... 72 Gambar 5.24 Hasil Rekonstruksi Objek E .......................................................... 72 Gambar 5.25 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek E.............................................................................................................. 74 Gambar 5.26 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek E.............................................................................................................. 74 Gambar 5.27 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek E........................... 75 Gambar 5.28 Sinyal Utama Setelah Dekomposisi Wavelet ................................. 76 Gambar 5.29 Sinyal Noise ................................................................................. 76
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A ............................................................................................... 80 LAMPIRAN B ................................................................................................ 82
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal
dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera. Ukuran otak hanya
sebesar 2% dari keseluruhan berat badan manusia, tapi seluruh kegiatan tubuh
dikontrol oleh organ yang bernama otak ini. Komunikasi antara sel dan jaringan
dikendalikan oleh otak. Oleh karena itu otak merupakan bagian terpenting pada
tubuh manusia. Jaringan otak manusia hidup menghasilkan gelombang listrik
yang berfluktuasi. Gelombang listrik ini disebut brainwave atau gelombang otak.
Berdasarkan riset selama bertahun-tahun di berbagai negara maju,
frekuensi gelombang otak manusia berbeda-beda untuk setiap fase sadar, rileks,
tidur ringan, tidur nyenyak, panik, dan sebagainya. Melalui penelitian yang
panjang, akhirnya para ahli syaraf (otak) sependapat bawah gelombang otak
berkaitan dengan kondisi pikiran. Dalam satu waktu, otak manusia menghasilkan
berbagai gelombang otak secara bersamaan. Akan tetapi selalu ada jenis
gelombang otak yang paling dominan, yang menandakan aktivitas otak saat itu.
Gelombang otak menandakan aktifitas pikiran seseorang.
Gambar 1.1 Pengelompokan Sinyal Otak Manusia [1].
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
2
Universitas Indonesia
Alat yang biasa digunakan dalam pendeteksian sinyal otak manusia adalah
electroenchepalogram (EEG). Electroenchepalogram merekam aktifitas listrik
otak manusia dengan meletakkan elektroda pada kulit kepala manusia sehingga
diperoleh sinyal lemah otak manusia yang telah diperkuat dengan suatu faktor
penguatan tertentu. Dengan menggunakan EEG, bisa diperoleh sinyal otak
manusia untuk berbagai aktifitas otak.
Karena kebutuhan di dunia medis semakin meningkat, berkembang
teknologi pencitraan otak manusia yang dapat melihat anatomi otak manusia.
Beberapa alat pencitraan tersebut adalah radiografi sinar-X konvensional, CT
Scan, MRI, SPECT-CT, PET. Modalitas yang digunakan adalah sinar-X untuk
sinar-X konvensional, CT Scan, SPECT-CT dan PET. Selain itu menggunakan
medan magnet untuk pesawat MRI. Modalitas yang digunakan ini ada yang
bersifat invasive (memasukkan) seperti SPECT-CT dan PET yang memasukkan
sumber radioaktif kedalam pembuluh darah manusia yang akan mengalir ke otak,
radiasi sumber radioaktif dari otak ini akan ditangkap oleh detektor, selanjutnya
direkonstruksi pada computer untuk menghasilkan citra dari otak tersebut.
Disamping itu beberapa alat pencitraan ini masih bersifat instrusive (merusak),
seperti penggunaan sinar-X yang sedikit banyaknya akan mempengaruhi otak
manusia, biasanya disebut dengan efek stokhastik.
Baik electroenchepalogram maupun alat pencitraan diagnostik untuk otak
manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Electroenchepalogaram hanya bisa melihat sinyal listrik otak sebagai fenomena
otak manusia pada kondisi tertentu tanpa mengetahui anatomi dari kondisi otak
pada saat itu, sedangkan alat pencitraan otak, hanya dapat melihat anatomi otak
manusia tanpa melihat adanya sinyal listrik dan mengetahui fenomena otak pada
kondisi tertentu. Kebutuhan untuk memperoleh informasi otak secara detil
semakin meningkat untuk mengetahui fenomena otak dan anatomi otak pada
kondisi tertentu. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk melihat fenomena
otak pada kondisi tertentu beserta anatominya dengan pengembangan teknik
pencitraan menggunakan modalitas kapasitansi listrik atau disebut dengan
Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) yang memberikan harapan
untuk memperoleh dua sekaligus yaitu sinyal dan citra otak pada kondisi tertentu.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
3
Universitas Indonesia
Disamping itu Electrical Capacitance Volume Tomography lebih murah
dibandingkan dengan alat pencitraan otak lainnya.
ECVT merupakan teknik pencitraan yang memanfaatkan nilai kapasitansi
dari objek berbentuk volum yang dikelilingi oleh multi sensor [2]. Sensor-sensor
yang mengelilingi objek tersebut mengukur nilai kapasitansi listrik yang
dipengaruhi oleh distribusi permitivitas yang terdapat di dalam objek yang
kemudian direkonstruksi dengan algoritma yang sesuai untuk mendapatkan citra
dan untuk mendeteksi sinyal lemah otak otak manusia. Algoritma tertentu
digunakan untuk memprediksi nilai distribusi permitivitas dari data kapasitansi
(invers problem) dan untuk menghitung kapasitansi dari nilai prediksi distribusi
permitivitas (forward problem) yang dihitung secara iterasi.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
pengembangan ECVT untuk detektor sinyal dan rekonstruksi otak manusia.
Pengembangan yang dilakukan berkaitan dengan penggunaan ECVT untuk
memperoleh rekonstruksi otak manusia pada berbagai macam kondisi aktifitas
sinyal otak, diharapkan dapat mendeteksi sinyal lemah otak manusia dan
memahami fenomena citra otak pada kondisi otak tertentu. Untuk memperoleh hal
ini dilakukan dengan menggunakan data kapasitansi yang diperoleh dari sensor
yang diletakkan disekitar kepala manusia, dari nilai kapasitansi itu dapat
dilakukan rekonstruksi citra otak manusia.
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai nilai kapasitansi
terhadap setiap nilai rapat muatan yang diberikan pada ECVT pada saat
menggunakan objek otak manusia. Dari kapasitansi ini diperoleh rekonstruksi
citra otak manusia. Hasil citra otak manusia yang diperoleh akan dibandingkan
dengan citra otak yang diperoleh pada kondisi otak lainnya.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk:
a. Mencari sensitifitas matriks untuk desain sensor yang digunakan.
b. Mengaplikasikan ECVT sebagai detektor sinyal lemah otak manusia.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
4
Universitas Indonesia
c. Mengembangkan system ECVT untuk rekonstruksi citra sinyal otak
manusia.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan dilakukan dibagi dalam tahap-tahap berikut:
1. Studi literatur
Pada tahap ini akan dipelajari mengenai prinsip dasar dari
ECVT dan konsep dasar dari sinyal otak manusia serta algoritma yang
diperlukan untuk memperoleh citra dan sinyal otak manusia.
2. Simulasi dan Eksperimen
Simulasi dilakukan dengan menggunakan software COMSOL
Multiphysics 3.4, dengan melakukan desain sensor untuk kepala
manusia dilakukan untuk memperoleh data sensitifitas sensor dan data
kapasitansi sebagai acuan untuk pencitraan otak manusia. Selanjunya
melakukan eksperimen dengan menggunakan sensor yang sudah
dibuat, nilai kapasitansi yang diperoleh diolah dengan algoritma ILBP
pada software Matlab R2007b untuk digunakan pada rekonstruksi citra
dan memperoleh sinyal otak manusia. Setelah itu dilakukan
perbandingan nilai kapasitansi antara kondisi otak tertentu dengan
kondisi otak lainnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika pada penulisan ini dibagi menjadi 6 bab, yang masing-masing
terdiri dari beberapa sub-bab untuk mempermudah penjelasan. Penulisan bab-bab
dilakukan sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang penjelasan secara umum latar belakang
permasalahan, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, dan sistematika.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan tentang anatomi dan potensial listrik
otak manusia.
BAB III. LANDASAN TEORI
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
5
Universitas Indonesia
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan teori-teori dasar yang digunakan pada
penulisan, simulasi dan analisa dalam skripsi ini.
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan-tahapan simulasi dan eksperimen untuk
memperoleh hasil yang diinginkan dengan menggunakan program
MATLAB R2007b dan COMSOL Multiphysics 3.4.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi dan eksperimen yang telah dilakukan memberikan hasil dan
dijelaskan dalam bab ini, serta penjelasan mengenai hasil yang telah
dicapai.
BAB VI. PENUTUP
Pada bab ini penulis menarik kesimpulan terhadap penelitian yang telah
dilakukan, ditambahkan saran-saran yang berguna untuk pengembangan
lebih lanjut.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
6 Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab II akan dibahas tentang otak manusia, bagian-bagiannya beserta
fungsi masing-masingnya. Selain juga dibahas tentang mekanisme timbulnya
potensial listrik pada otak manusia.
2.1 Otak Manusia
Otak adalah bagian terpenting dari tubuh manusia. Otak mengendalikan
seluruh aktifitas tubuh manusia dengan suatu sistem yang disebut sistem saraf.
Otak mengatur dan mengkoordinasikan sebagian besar fungsi tubuh manusia,
keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.
Otak terbentuk dari dua jenis sel yaitu sel glia dan neuron. Neuron adalah
sel yang menghantarkan dan mengolah informasi berupa rangsangan dalam
bentuk sinyal listrik. Neuron menerima input informasi dari neuron lain,
kemudian mengolah informasi tersebut dan mengeluarkan output untuk
dihantarkan ke neuron lainnya. Neuron memproses semua informasi yang datang
yaitu informasi motorik, sensory, dan kognitif [3]. Sel glia adalah sel penunjang,
melindungi dan menutrisi fungsi kerja dari neuron [4]. Jumlah neuron pada otak
manusia adalah sekitar 100 milyar, sedangkan sel glia adalah 50 kali lebih banyak
dari sel neuron. Berdasarkan fungsinya otak manusia dapat dibagi kedalam 3
bagian utama yaitu otak besar, otak tengah dan otak belakang.
a. Otak besar
Bagian paling besar dari otak manusia adalah otak besar. Otak besar dibagi
kepada dua belahan (hemisphere) yaitu kanan dan kiri. Belahan kiri mengatur
fungsi tubuh bagian kanan, dan begitu sebaliknya. Masing-masing belahan otak
ini terdiri dari 4 lobus yaitu frontal, pariental, temporal dan occipital. Setiap
bagian ini mempunyai fungsi tertentu :
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
7
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Pembagian Otak Manusia
a. Lobus Frontal : Tingkah laku, proses berfikir, perhatian, berfikir
kreatif, emosi, intelektual, inisiatif, mengkoordinasi pergerakan,
penciuman, pergerakan otot, keahlian motorik.
b. Lobus Occipetal : Penglihatan, Membaca.
c. Lobus Pariental : Sentuhan, respon terhadap rangsangan internal,
kombinasi sensori dan pemahaman, fungsi bahasa dan membaca.
d. Lobus Temporal : Memori pendengaran, musik, ketakutan, pengucapan,
beberapa tindakan dan emosi.
Otak besar terdiri dari 2 lapisan utama yaitu :
a. Lapisan luar (Cortex) adalah merupakan lapisan tipis bewarna abu-abu
(grey matter) yang berlipat-lipat merupakan tempat dimana sel neuron
berada. Pada lapisan ini juga terdapat pembagian fungsi, seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Pembagian Lapisan Cortex [5].
b. Lapisan dalam merupakan lapisan yang berwarna putih (white matter)
yang banyak mengandung sel glia.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
8
Universitas Indonesia
b. Otak Tengah
Otak tengah merupakan bagian yang cukup kecil dan terletak didepan otak
belakang. Otak ini berfungsi untuk membantu pergerakan mata, menyempit dan
melebarnya pupil mata, refleks pendengaran, dan juga mengandung pusat
pengendalian yang keseimbangan serta serabut saraf yang menghubungkan bagian
belakang otak dengan bagian depan otak.
c. Otak Belakang
Otak belakang terdiri dari tiga bagian utama yaitu :
a. Otak kecil (Cerebellum)
Otak kecil adalah bagian terbesar dari otak belakang yang berapa
dibawah lobus occipital. Otak kecil juga terdiri dari dua belahan (kiri dan
kanan) berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh. Sikap dan posisi
tubuh, serta koordinasi gerakan otot ketika sadar.
b. Jembatan Varol
Jembatan Varol merupakan saraf penghubung antara otak kecil
dengan otak besar, dan belahan kiri dan kanan dari otak kecil.
c. Sumsum Lanjutan (Medula Oblongata)
2.2 Sel Saraf
Sel saraf manusia dikenal dengan sebutan neuron. Neuron adalah sel yang
menghasilkan listrik yang memproses dan mentransmisikan informasi dengan
sinyal elektrokimia melalui saluran penghubung dengan neuron lainnya yang
disebut dengan sinaps. Ada sekitar 10.000 jenis neuron yang dalam otak manusia
[3], beberapa jenis neuron ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
9
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Jenis-Jenis Neuron [3].
Secara fungsional neuron diklasifikasikan menurut arah hantaran impuls
saraf terbagi kepada 3 golongan besar yaitu :
a. Neuron Sensory atau Neuron Bipolar membawa pesan dari penerima
rangsangan tubuh (mata, hidung dan lain-lain) ke sistem saraf pusat
untuk merespon sentuhan, suara, cahaya, dan lainnya yang merangsang
sel yang mempengaruhi organ sensory yang kemudian mengirim sinyal
ke spinal cord dan otak. Jumlah neuron sensory sekitar 0.9% dari
semua neuron.
b. Motoneurons atau Neuron Multipolar membawa sinyal dari CNS ke
otot dan kelenjar. Motoneurons terhitung sebanyak 9% dari semua
neuron.
c. Interneuron atau Pseudopolare (Spelling) menghubungkan neuron
dengan neuron lainnya. Interneuron memiliki dua axon (disamping
axon dan dendrit). Satu axon berkomunikasi dengan spinal cord,
satunya dengan kulit atau otot.
Sebuah neuron terdiri dari beberapa bagian penting yaitu pertama badan
sel (soma) yang berfungsi sebagai pusat kontrol dari neuron. Badan sel neuron
mengandung inti neuron (DNA dan organel inti). Kedua, dendrite yang
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
10
Universitas Indonesia
merupakan penerima informasi yang datang dari neuron lainnya, yang ketiga
adalah akson yang menghantarkan informasi ke neuron lainnya. Disamping itu
ada beberapa bagian lainnya yang ada pada beberapa neuron yaitu selubung
myelin terbuat dari sel Schwann yang mengandung 70-80% lipid (lemak) dan 20-
30% protein berfungsi mempertahankan atau melindungi aliran sinyal listrik
sepanjang neuron [6]. Nodus Ranvier merupakan bagian dari akson yang tidak
dibungkus oleh selubung myelin yang berfungsi untuk meningkatkan potensial
aksi yang berjalan sepanjang akson [4].
Gambar 2.4 Struktur Neuron [6].
Neuron menghantarkan sinyal listrik secara kimiawi melalui
neurotransmitter. Neurotransmitter adalah media kimia yang melewatkan sinyal
dari satu neuron ke neuron lainnya, melalui celah sinaps. Sebuah jenis neuron
sekitar 1000 sampai 10.000 sinaps yang mengkomunikasikan 1000-10.000
neuron lainnya, sel otot, kelenjar dan lain-lain [6]. Neuron tidak dapat tumbuh
kembali setelah rusak.
2.3 Potensial Listrik Otak Manusia
Neuron mengandung berbagai ion yang terdistribusi didalam sel saraf.
Pada neuron tercipta gradient ionik antara kedua sisi membran plasmanya melalui
proses pemompaan ion-ion tertentu. Pemompaan yang seringkali dilibatkan ialah
pemompaan (Na+-K+) yang terkait dengan enzim (Na+-K+)-ATPase [7]. Proses ini
memompa ion K kedalam sel namun memompa ion Na keluar sel sehingga
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
11
Universitas Indonesia
menghasilkan konsentrasi ionik intrasel maupun ekstrasel. Perubahan kerapatan
ion (muatan) pada membran menimbulkan arus ionik muncul pada neuron,
sehingga dihasilkan potensial listrik pada otak manusia dalam bentuk gelombang
listrik. Neuron secara listrik menghantarkan rangsangan dalam gelombang-
gelombang berjalan ini dalam rentang waktu tertentu sepanjang sel saraf.
Neuron mempunyai dua kemampuan yaitu intracellular signaling
(berkomunikasi didalam sel) dan interceluler signaling (berkomunikasi antar sel).
Untuk menempuh jarak yang panjang, komunikasi yang cepat, neuron akan
mengirim sinyal listrik (potensial aksi) sepanjang akson. Mekanisme ini disebut
dengan konduksi.
Konduksi dimulai dengan menghasilkan sebuah potensial aksi. Potensial
aksi merupakan sinyal listrik yang terjadi karena pergerakan ion melewati
membran neuron. Pergerakan ion melewati membrane menggunakan channel ion
yang membuka dan menutup bergantung kepada ada tidaknya neurotransmitter.
Channel ion adalah struktur protein yang mengizinkan ion mengalir kedalam dan
keluar sel. Ketika konsentrasi ion didalam neuron berubah, potensial listrik
membran juga berubah. Normalnya, potensial membrane neuron pada kondisi
istirahat adalah -70 mV disebut dengan “resting potential/membrane potensial”
[7]. Potensial membran adalah perbedaan tegangan didalam dan diluar membrane
sel. Perbedaan tegangan ini muncul karena ion. Ion adalah partikel yang
bermuatan listrik. Protein membrane dari sebuah sel mencegah sel masuk dan
keluar. Karena konsentrasi ion positif (bola merah) lebih besar diluar, sedangkan
konsentrasi ion negatif (bola biru) lebih besar didalam, maka kondisi ini disebut
dengan kondisi resting potential membrane yang bernilai sekitar -70 mV.
Gambar 2.5 Resting Potential [3].
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
12
Universitas Indonesia
Pada kondisi resting potential, neuron terpolarisasi, channel ion tertutup.
Keluar masuknya ion ke dalam membran sel saraf akan menyebabkannya
potensial menjadi lebih positif (depolarisasi) atau negatif (repolarisasi). Ketika
neuron dirangsang sebagai akibat dari neurotransmisi, potensial membrane
menjadi lebih positif, disebut dengan depolarisasi dimana sodium (Na+) channel
terbuka dan ion sodium (Na+) masuk kedalam sel. Sehingga didalam sel menjadi
lebih positif dari pada diluar sel. Jika depolarisasi mencapai batas ambang, yaitu
10 mV lebih positif dari kondisi resting, neuron akan menghasilkan potensial aksi
pada Gambar 2.6 (a) berikut.
Gambar 2.6 (a) Neurotransmisi, (b) Potensial Aksi [3].
Selanjutnya sodium (Na+) channel akan menutup, sementara itu potassium
(K+) channel terbuka, sehingga beberapa ion potassium mengalir keluar sel.
Aliran keluar masuk ion tujuannya untuk mencapai kondisi kesetimbangan. Proses
mengalirnya ion potassium keluar sel disebut dengan repolarisasi yang
menurunkan potensial aksi, sehingga mencapai posisi resting potential pada saat
channel potassium tertutup.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
13
Universitas Indonesia
(a)
(b)
Gambar 2.7(a) Repolarisasi, (b) Hyperpolarisasi [3].
Disini ada refractory period, dimana pada masa ini neuron tidak bisa
menghasilkan potensial aksi yang lain. Ketika potensial membrane kembali ke
resting potensial, maka neuron siap kembali untuk menghasilkan potensial aksi
lainnya. Sekali mucul potensial aksi, maka dia akan cepat menyebar ke sepanjang
membrane akson seperti sebuah gelombang sampai dia mencapai terminal akson.
Pada celah sinaps akan terjadi neurotransmisi kimia.
Potensial aksi yang merupakan sinyal listrik ini akan merambat sepanjang
akson sampai mencapai terminal akson. Konduksi berakhir pada terminal akson
dan neurotransmitter dimulai. Terminal akson adalah dimana neuron mengirimkan
outputnya ke neuron lainnya melalui celah sinaps. Pada sinaps listrik, output akan
menjadi sinyal listrik dan pada sinaps kimia output akan menjadi neurotransmitter
dikenal dengan sebutan Neurotransmisi.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
14
Universitas Indonesia
Neurotransmisi (transmisi sinaps) adalah komunikasi antar neuron yang
dilakukan oleh pergerakan sinyal kimia dan listrik melewati sinaps. Neuron
menerima informasi input dari neuron lainnya melewati sinaps, untuk memproses
informasi tersebut, kemudian mengirimkan informasi sebagai output ke neuron
lainnya melewati sinaps. Potensial aksi akan berjalan sepanjang akson sampai dia
mencapai sinaps, disana dia akan menghasilkan neurotransmitter yang
menyebabkan potensial sinaptik pada postsinaptik neuron yang baru.
Gambar 2.8 Electrical dan chemical neurotransmission [3].
Electrical Neurotransmission adalah proses dimana sebuah rangsangan
(potensial sinaptik) pada satu neuron akan menyebabkan sebuah synchronous
impulse (potensial sinaptik) pada lainnya. Pada sinaps listrik, dua neuron secara
fisik berhubungan satu sama lainnya dengan melewati gap junction. Gap junction
channel membrane yang menghubungkan dua neuron yang memberikan
perubahan potensial listrik dari satu neuron yang mempengaruhi neuron lainnya.
Electrical Neurotransmission mengkomunikasikan dua neuron pada sinaps listrik.
Electrical Neurotransmission terjadi pada sinaps antara dendrite. Sinaps listrik
antara dua neuron terjadi ketika sebuah gap junction menggabungkan sepasang
dendrite.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
15
Universitas Indonesia
Gambar 2.9 Sinaps Listrik [3].
Chemical Neurotrassmision terjadi pada sinaps kimia, presinaptik dan
postsinaptik neuron dipisahkan oleh sebuah gap kecil disebut celah sinaptik.
Celah sinaptik diisi dengan cairan ekstraseluler. Walaupun sangat kecil, dalam
orde nanometer, celah sinaps merupakan barrier fisika untuk sinyal listrik yang
dibawa oleh neuron untuk diberikan ke neuron lainnya. Fungsi dari
neurotransmitter adalah sebagai chemical messenger, yang menghubungkan
potensial aksi dari satu neuron dengan potensial sinaptik pada lainnya.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
16
Universitas Indonesia
Gambar 2.10 Sinaps Kimia [3].
2.4 Gelombang Otak Manusia
Pada tahun 1929, Hans Berger, berasal dari Jerman, membuat peralatan
untuk mencatat dan mengukur gelombang listrik yang terjadi diotak. Alat ini
disebut dengan Electroencephalograph (EEG). Gelombang otak manusia
dipengaruhi oleh perbedaan aksi dan pikiran. Reaksi kimia dengan milyaran
neuron pada cortex menghasilkan radiasi gelombang elektromagnetik dalam
bentuk pulsa yang lebih dikenal dengan sebutan gelombang otak manusia.
Gelombang otak dihasilkan oleh aktifitas neuron didalam otak manusia.
Aktifitas neuron ini menghasilkan sinyal listrik sebagai pembawa informasi
sensori, motorik, maupun kognitif. Otak tidak pernah berhenti bekerja sekalipun,
setiap detiknya ada aliran muatan yang terjadi pada otak. Gelombang otak
manusia adalah rambatan dari potensial aksi sepanjang wilayah tertentu pada otak
dan dalam waktu tertentu. Apabila dilakukan pengamatan dengan EEG selama
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
17
Universitas Indonesia
selang waktu tertentu, akan muncul bentuk gelombang otak pada monitor EEG,
yang dihasilkan oleh pengukuran beda potensial antara posisi peletakkan elektroda
EEG. Rangsangan yang lebih kuat, akan meningkatkan frekuensi dari gelombang
otak yang menunjukkan bahwa kecepatan pergerakan ion-ion pada membran sel
saraf meningkat.
Berdasarkan riset selama bertahun-tahun di berbagai negara maju
diperoleh bahwa frekuensi otak manusia berbeda-beda untuk setiap fase sadar,
tidur ringan, nyenyak, panik dan sebagainya. Melalui penelitian yang panjang,
akhirnya para ahli saraf mengelompokkan gelombang otak manusia berdasarkan
frekuensi mejadi 4 macam [8]: Alpha (8-13Hz), beta (14-50Hz), theta (4-7Hz) dan
Delta (3-5Hz). Gelombang alpha dan beta dikelompokkan pada gelombang cepat,
sedangkan gelombang theta dan delta dikelompokkan kedalam gelombang lambat
[1]. Dengan penjabaran sebagai berikut :
1. Gelombang Alpha
Gelombang yang terjadi pada frekuensi 8 sampai 13 Hz, ditemukan
pada EEG orang normal ketika mereka dalam keadaan diam, kondisi
beristirahat dan tidak berfikir, khusyu’, relaks, meditatif, nyaman dan
ikhlas. Gelombang ini sebagian besar dihasilkan oleh bagian occipetal,
terkadang pada bagian pariental dan frontal. Tegangan yang dihasilkan
oleh gelombang alpha ini adalah kira-kira 20-200 mV [8]. Beberapa
penelitiaan menunjukkan bahwa gelombang alpha berkaitan dengan
rangsangan visual [8]. Gelombang alpha diblok secara temporal, membuka
mata, aktifitas mental, dan yang paling efektif dalam membuka mata [9].
Gambar 2.11 Gelombang Alpha
2. Gelombang Beta
Gelombang Beta secara normal terjadi pada frekuensi 14 sampai 30
Hz, terkadang bisa lebih tinggi tergantung kepada aktifitas mental, bisa
mencapai 50 Hz. Gelombang beta paling periodik direkam di area frontal
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
18
Universitas Indonesia
dan pariental [8]. Gelombang beta memiliki amplitudo sebesar 30 mV [9].
Dalam frekuensi ini kita tengah berada pada kondisi aktif terjaga, sadar
penuh dan didominasi oleh logika. Inilah kondisi normal yang kita alami
sehari-hari ketika sedang terjaga (tidak tidur). Kita berada pada frekuensi
ini ketika kita bekerja, berkonsentrasi, berbicara, berpikir tentang masalah
yang kita hadapi, dll. Dalam frekuensi ini kerja otak cenderung memantik
munculnya rasa cemas, khawatir, stres, dan marah.
Gambar 2.12 Gelombang Beta
3. Gelombang Theta
Gelombang Theta memiliki frekuensi antara 4-7 Hz dan amplitudo
sekitar 10 mV . Terutama dihasilkan pada area temporal dan pariental pada
otak manusia [8]. Contohnya seseorang yang sedang kelelahan dan mulai
mengantuk. Hal ini terutama terjadi pada area pariental dan temporal pada
anak-anak, dan juga terjadi pada orang dewasa, ketika periode kekecewaan
dan frustasi [9].
Gambar 2.13 Gelombang Theta
4. Gelombang Delta
Gelombang Delta adalah gelombang EEG dibawah 3.5 Hz. Kadang-
kadang gelombang ini terjadi hanya setiap 2 atau 3 detik. Terjadi pada
tidur yang sangat lelap [8]. Amplitudo gelombang delta adalah sekitar 50-
100 mV [9]. Ada dua sumber untuk gelombang Delta yaitu berasal dari
thalamus dan lainnya berasal dari cortex ,
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
19
Universitas Indonesia
Gambar 2.14 Gelombang Delta
2.5 Perkembangan Detektor Sinyal dan Tomografi Otak Manusia
Elektroencepalografi (EEG)
EEG adalah alat untuk mendeteksi sinyal otak manusia dengan mengukur
perbedaan potensial antara dua titik elektroda yang diletakkan pada permukaan
kepala dengan cara tertentu. Metode lokalisasi sumber EEG menggunakan model
sumber arus dan volume konduktor dimana tempat arus menyebar [10]. Pada
EEG, rekaman dari 1 elektroda merupakan rata-rata dari aktifitas neuron dalam
wilayah tertentu.
Perekaman EEG menggunakan elektroda yang diletakkan dikepala dengan
aturan tertentu yaitu The 10-20 electroda system. Hasil rekaman EEG adalah
berupa sinyal listrik yang merambat sepanjang sel saraf. Sinyal listrik ini dikenal
dengan gelombang otak manusia yang berdasarkan frekuensinya dibagi menjadi 4
bagian besar yaitu gelombang alpha, betha, delta dan theta.
Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)
fMRI menggunakan dasar yang sama dengan MRI. MRI biasanya
menggambarkan struktur anatomik sedangkan fMRI menggambarkan fungsi
metabolik. Gambar yang dihasilkan oleh fMRI merupakan penggambaran dari
aktifitas metabolic dari struktur anatomi ini.
fMRI adalah jenis dari MRI yang mengukur respon hemodinamik
(perubahan pada aliran darah) berhubungan dengan aktifitas saraf pada otak atau
spinal cord dari manusia. Aliran darah dan oksigenasi darah pada otak sangat erat
hubungannya dengan aktifitas saraf. Sel saraf yang aktif akan meningkatkan
konsumsi darah. Darah menghasilkan oksigen dengan laju yang lebih besar
kepada neuron yang aktif dibandingkan dengan neuron yang tidak aktif.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
20
Universitas Indonesia
Perbedaan sinyal sangat kecil merepresentasikan sebuah pikiran, aksi,
metode statistik yang dapat digunakan untuk menentukan area dari otak yang
berkemungkinan menunjukkan area mana dari otak aktif selama berpikir atau
melakukan suatu aksi. Kekurangannya adalah biasanya pemeriksaan yang mahal
dan tidak bisa menampilkan gelombang sinyal otak manusia.
CT-Scan
CT-Scan menggunakan radiasi sinar X yang diberikan kepada otak manusia.
Radiasi sinar X yang melewati jaringan akan teratenuasi. Sinar X yang telah
diatenuasi ini akan ditangkap oleh detektor dan dilakukan rekonstruksi citra.
Atenuasi ini dipengaruhi oleh karakteristrik dari otak yang diamati. CT-Scan
melakukan rekonstruksi berdasarkan anatomi structural. Kekurangan CT-Scan
adalah sedikit banyaknya berbahaya menggunakan radiasi sinar X untuk kepala
manusia karena kepala mengandung organ-organ penting yang sensitive terhadap
radiasi sinar X.
Positron Emission Tomography (PET)
PET berfungsi untuk mengamati aliran darah atau metabolisme pada
beberapa bagian dari otak. Pada PET, subjek disuntikkan dengan glukosa
radioaktif dengan jumlah yang sangat kecil. PET kemudian menangkap radiasi
radioaktif dari luar tengkorak. Sel otak menggunakan glukosa sebagai bahan
bakar, dan PET bekerja pada teori yang jika sel otak menjadi lebih aktif, mereka
akan mengkonsumsi glukosa radioaktif, dan jika tidak aktif, mereka hanya
mengosumsi sedikit glukosa.
Kekurangan dari PET adalah pengaruh dari radioaktif terhadap organ
tubuh lainnya dan pemeriksaannya yang kurang nyaman bagi pasien yaitu dengan
menyuntikkan suatu bahan radioaktif, disamping itu juga membutuhkan biaya
yang mahal.
Electrical Impedance Tomography (EIT)
EIT adalah teknik perkembangan baru dimana pengukuran impedansi dari
permukaan sebuah objek yang kemudian direkonstruksi kedalam gambar
impedansi. Prinsip EIT adalah menggunakan aliran darah cerebral regional dan
volume darah berubah yang terjadi selama aktivitas otak manusia akan merubah
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
21
Universitas Indonesia
impedansi lokal dari area cortical, seperti aliran darah mempunyai impedansi yang
lebih rendah dari otak. Secara teoritis, perubahan impedansi dapat diukur dari
elektroscalp dan direkonstruksi ke dalam image dari impedansi internal didalam
otak.
2.5.6 Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT)
ECVT baru pertama kali dikembangkan sebagai detektor sinyal dan
rekonstruksi citra otak manusia. Sistem ECVT merekonstruksi citra volume yang
didapatkan dari sensor tiga dimensi atau secara volumetrik dan citra yang
dihasilkan langsung dari sensor tersebut tanpa melakukan proses penumpukan
citra 2D [2] sehingga citra yang dihasilkan berupa citra 3D secara real time.
ECVT adalah sistem yang berbasis perhitungan nilai kapasitansi dari
sensor multi elektroda yang mengelilingi sebuah ruangan sensor yang bentuknya
bisa sembarang yang didalamnya mengandung material yang berbeda
permitivitasnya.
ECVT didukung sebagai tomografi karena kecepatan data akuisisinya
yang cepat, biaya konstruksi yang rendah, aman dan mudah dipakai serta cocok
untuk berbagai bentuk sistem.
Pengembangan ECVT yang akan diaplikasikan untuk pencitraan otak
manusia diharapkan dapat mengatasi masalah radiasi karena ECVT menggunakan
besaran kapasitansi listrik. Ditambah lagi pencitraan pada ECVT dapat dilakukan
dalam bentuk 3D secara real time.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
22 Universitas Indonesia
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Kelistrikan Otak Manusia
Medan Elektromagnetik pada materi dikelompokkan oleh Maxwell
menjadi dua kelompok besar yaitu makroskopik dan mikroskopik [14].
Mikroskopik memberikan penjelasan hubungan muatan, arus, medan listrik dam
medan magnet secara detail, sedangkan pendekatan makroskopik menjelaskan
hubungan dalam skala rata-rata [14].
Pada jaringan biologi, ada 3 parameter yang dibutukan yaitu konstanta
dielekrik untuk insulator, konduktifitas (resistivitas) untuk konduktor, dan
permeabilitas untuk material magnetik. Sebuah dielektrik (insulator) adalah
sebuah material yang mana muatannya bebas untuk bergerak hanya melebihi jarak
atomik. Muatan disimpan oleh material pada skala mikroskopik. Lawannya,
muatan dalam sebuah konduktor mengalir dengan bebas dibawah pengaruh dari
medan listrik. Banyak material, khususnya jaringan biologi, memerankan kedua
properti yaitu dielektik dan konduktor [14]. Hal ini tidak mengejutkan karena
semua material mengandung jenis muatan yang berbeda dari muatan yang bisa
dibedakan oleh mobilitas mereka yang berbeda.
Efek dielektrik (capacitive) dalam semua material adalah berkaitan dengan
polarisasi yaitu pemisahan muatan internal [14]. Ketika sebuah medan listrik
eksternal diaplikasikan, inti akan ditarik pada satu arah dan elekton pada arah
lainnya. Atom yang terdistorsi adalah sebuah dipol muatan yang kecil, dimana
menghasilkan sebuah medan listrik yang sangat kecil ditunjukkan dalam arah
yang berlawanan dari medan yang diaplikasikan (atau eksternal).
Pendekatan makroskopik yang merupakan pendekatan quasi statis, otak
manusia diasumsikan sebuah volume konduktor yang mengandung sumber arus
didalamnya. Neuron aktif (yaitu neuron yang memperoleh potensial aksi)
bertindak sebagai sumber arus.
Penelitian yang dilakukan ini dengan menggunakan pendekatan
elektrostatis. Dimana tidak bergantung kepada waktu. Pendekatan elektrostatis
menggunakan pendekatan mikroskopik pada persamaan Maxwell. Otak terdiri
dari sel saraf yang disebut dengan neuron yang didalamnya terdapat rapat muatan.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
23
Universitas Indonesia
Distribusi muatan ρ terdapat divolume otak, menggunakan persamaan Maxwell
pada kondisi mikroskopik [15] :
∇ ∙ 퐸⃗ = 휌 (3.1)
∇ × 퐸⃗ = 0 (3.2)
퐸⃗ = −∇휙 (3.3)
Sehingga diperoleh persamaan Poisson untuk kondisi Elektrostatis
∇ ∙ ϵ(∇휙) = −휌 (3.4)
3.2 Prinsip Electrical Capacitance Volume Tomography
ECVT merupakan teknik tomografi yang memanfaatkan sifat kapasitansi
listrik dari benda yang bersifat nonkonduktif. Pada ECVT terdapat pasangan
sensor atau elektroda yang secara bergantian menghasilkan kapasitansi yang
terukur yang dipengaruhi oleh distribusi permitivitas yang berada didalamnya.
Untuk itu pada bab ini akan dibahas mengenai teori medan listrik yang
berhubungan dengan listrik statis untuk mendapatkan hubungan antara kapasitasi
listrik dengan distribusi permitivitas yang mendasari teknik tomografi ini.
Gambar 3.1 Sistem ECVT
3.2.1 Teori Medan Elektromagnet
3.2.1.1 Teorema Gauss
Medan listrik dapat dihitung di setiap titik dalam ruang di sekitar sistem
muatan atau sebaran muatan. Jadi 퐸⃗ = 퐸⃗(푟) adalah fungsi titik vektor, atau medan
vektor. Teknik lain untuk menghitung medan listrik adalah dengan menggunakan
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
24
Universitas Indonesia
hukum Gauss, dengan mendefinisikan sebuah besaran fisis yang digunakan, yaitu
fluks listrik. Fluks listrik adalah banyaknya garis medan listrik yang menembus
sebuah permukaan luas didefinisikan sebagai perkalian titik medan listrik E dan
luas yang dilewatinya.
Hukum Gauss menyatakan bahwa jumlah garis gaya yang keluar dari
suatu permukaan tertutup (atau fluks) sebanding dengan jumlah muatan listrik
yang dilingkui oleh permukaan tertutup itu.
Medan listrik di titik r yang ditimbulkan oleh muatan titik q yang terletak
di titik asal adalah
퐸⃗(푟) = ̂ (3.5)
Dengan 휖 merupakan permtivitas di ruang vakum (hampa).
Integral permukaan dari komponen normal medan listrik ini pada
permukaan tertutup yang melingkupi titik asal, yang juga melingkupi muatan q,
adalah
퐸⃗ ∙ 푛 푑푎 = 푞
4휋휖 푟̂ ∙ 푛푟 푑푎 (3.6)
Integral pada ruas kanan dapat ditulis sebagai berikut
푟̂ ∙ 푛푟 푑푎 = 4휋 (3.7)
Persamaan (3.6) dapat ditulis
퐸⃗ ∙ 푛 푑푎 = 푞
4휋휖 4휋 = 푞휖 (3.8)
Jika beberapa muatan titik q1 , q2 , ……, qN dilingkupi oleh permukaan
tertutup S. Untuk beberapa muatan titik yang terdapat di dalam permukaan
tertutup, Persamaan (3.8) menjadi
퐸⃗ ∙ 푛 푑푎 = 1휖 푞 (3.9)
Untuk kondisi sebuah volume yang terdapat sejumlah muatan, maka
muatan dalam volume tersebut dipandang sebagai dv dimana adalah rapat
muatan untuk suatu volume tertentu. Oleh karena itu integral permukaan totalnya
sama dengan jumlah semua unsur tambahan dalam bentuk itu yang disebabkan
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
25
Universitas Indonesia
muatan yang terletak di dalam permukaan tersebut. Jadi jika S merupakan
permukaan tertutup yang membatasi volum V, maka
퐸⃗ ∙ 푛 푑푎 = 1휖 휌 푑푣 (3.10)
Hukum gauss dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain yaitu dengan
menggunakan teorema divergensi yang menyatakan bahwa
퐹⃗ ∙ 푛 푑푎 = ∇ ∙ 퐹⃗ 푑푣 (3.11)
Jika teorema ini diterapkan pada integral permukaan dari komponen garis
normal medan listrik E, maka diperoleh
퐸⃗ ∙ 푛 푑푎 = ∇ ∙ 퐸⃗ 푑푣 (3.12)
Persamaan ini dimasukkan ke dalam persaman (3.10), diperoleh
∇ ∙ 퐸⃗ 푑푣 = 1휖 휌 푑푣 (3.13)
Persamaan (3.13) berlaku untuk semua jenis volum, yaitu untuk sebarang
pilihan volum V. Hasil ini dapat dituliskan dalam bentuk lain yaitu
∇ ∙ 퐸⃗ = 1휖 휌 (3.14)
Untuk kondisi medium dielektrik seperti dicontohkan pada Gambar 3.2
berikut.
Gambar 3. 2 Hukum Gauss pada Medium Dielektrik.
Medium dielektrik
q2
S3
S2 S1
q1
q3
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
26
Universitas Indonesia
Garis putus-putus pada Gambar 3.2 merupakan permukaan Gauss pada
medium dielektrik. Di dalam permukaan tersebut terdapat sejumlah muatan bebas
Q dalam volume yang dibatasi oleh S. Diasumsikan muatan bebas tersebut berada
pada permukaan 3 konduktor dalam jumlah q1, q2, dan q3, maka berdasarkan
hukum Gauss
퐸⃗ ∙ 푛 푑푎 = 1휖 (푄 + 푄 ) (3.15)
Q merupakan total muatan bebas, dengan Q = q1 + q2+ q3 dan QP merupakan
muatan polarisasi.
푄 = − 푃 ∙ 푛 푑푎 (3.16)
P merupakan polarisasi listrik. Dari Persamaan (3.16), maka Persamaan (3.15)
dapat ditulis
(휖 퐸 + 푃) ∙ 푛 푑푎 = 푄 (3.17)
Persamaan (3.17) menunjukkan bahwa flux dari vektor 휖 퐸 + 푃 yang
melewati suatu permukaan tertutup sama dengan total muatan pada permukaan.
Kita mendefinisikan vektor D sebagai electric displacement dimana
퐷 = 휖 퐸 + 푃 (3.18)
Pada kasus material sederhana, nilai polarisasi sebanding dengan medan
listrik dengan pendekatan
퐷 = 휖 휖 퐸 (3.19)
휖 merupakan permitivitas relatif statis (medium) dari material.
Permitivitas atau biasa disebut sebagai konstanta dielektrik merupakan
konstanta yang menunjukkan rapat fluks elektrostatik dalam suatu bahan ketika
diberi potensial listrik. Nilai permitivitas bergantung pada jenis material yang
berhubungan dengan susceptibility listriknya. Susceptibility yaitu kemampuan
suatu bahan mengalami polarisasi sebagai respon dari medan listrik.
3.2.1.2 Persamaan Poisson
Pada medan listrik statis, E dapat dituliskan sebagai minus gradien dari
potensial 휙
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
27
Universitas Indonesia
퐸 = −∇휙 (3.20)
dengan mensubtitusikan Persamaan (3.20) ke dalam Persamaan (3.14), maka
dihasilkan
∇ ∙ (∇휙) = − (3.21)
Persamaan (3.21) disebut sebagai persamaan Poisson, dengan ρ merupakan
kerapatan muatan listrik.
3.2.1.3 Kapasitansi
Hubungan linear antara potensial dan muatan dapat dituliskan sebagai
berikut
푉 = 푝 푄 (3.22)
dengan p merupakan koefisien potensial. Jika kita mempunyai dua konduktor
masing-masing memiliki muatan +푄 dan −푄 maka dapat dituliskan potensial dari
dua konduktor tersebut yaitu
푉 = 푝 푄 + 푝 (−푄)
푉 = 푝 푄 + 푝 (−푄) (3.23)
Jika Persamaan (3.23) dikurangkan maka
∆푉 = 푉 − 푉 = (푝 + 푝 − 2푝 )푄 (3.24)
Dari Persamaan (3.24) dapat disimpulkan bahwa beda potensial dari dua buah
konduktor sebanding dengan muatan yang tersimpan diantaranya. Sehingga
Persamaan (3.25) dapat ditulis sebagai berikut
푄 = 퐶∆푉 (3.25)
Dengan C = (p11+p22-2p12)-1 disebut sebagai kapasitansi dan Q merupakan muatan
total yang terdapat pada sistem tersebut, dimana, nilai Q dapat diturunkan dengan
persamaan Gauss, sehingga dihasilkan:
푄 = 휖(푥,푦)∇휙(푥,푦) 푛푑푙 (3.26)
Sehingga persamaan (3.26) dapat ditulis
퐶 = −1Δ푉 휖(푥, 푦)∇휙(푥, 푦) 푛푑푙 (3.27)
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
28
Universitas Indonesia
Dari Persamaan (3.27) kita dapat melihat hubungan antara kapasitansi dan
permitivitas. Dengan nilai distribusi pemitivitas yang berbeda-beda yang terdapat
di antara pasangan elektroda, akan mempengaruhi nilai kapasitansi yang terukur
pada elektroda tersebut. Hubungan ini menjadi prinsip dasar dari teknik tomografi
ECT pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Kapasitans ECVT [16]
Pada persamaan (3.27), nilai distribusi potensial 휙 (푥,푦, 푧) bergantung
pada distribusi permitivitas 휖(푥,푦, 푧). Bila nilai permitivitas berubah maka nilai
potensial akan berubah. Dalam kasus ini, persamaan (3.27) tidak bisa
disederhanakan/non-linear. Oleh karena itu dilakukan pendekatan dimana nilai
permitivitas adalah konstan, sehingga
퐶 = −1Δ푉 휖 ∇휙 푑퐴 (3.28)
dengan pendekatan nilai sensitivitas
푆 ≅퐸 (푥, 푦, 푧) ∙ 퐸 (푥, 푦, 푧)
푣 푣 (3.29)
maka nilai persamaan (3.29) menjadi
퐶 = ∑ 휀 푆 (3.30)
dalam bentuk matriks, persamaan (3.30) menjadi
퐶 = 푆퐺 (3.31)
dimana C adalah matriks distribusi kapasitans, S adalah sensitivitas matriks dan G
adalah matriks distribusi permitivitas.
Dengan pendekatan ini, masalah forward non-linier telah disederhanakan
kepada pendekatan linier.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
29
Universitas Indonesia
Permasalahan dari rekonstruksi citra ECVT adalah menyelesaikan
distribusi permitivitas 휖(푥,푦, 푧) dari vektor kapasistansi C yang diukur. Dalam
bentuk diskrit adalah mencari G yang tidak diketahui dari C menggunakan
persamaan diatas, dimana S adalah matriks konstan untuk sederhananya dan S
akan berubah sesuai dengan distribusi permitivitas.
3.2.2 Sensitivitas Matriks
Sensitivitas matriks diukur pada setiap sensor. Metode untuk menghitung
koefisien sensitivitas S dari pixel pada pasangan elektroda (푖, 푗) adalah
푆 = −∆ ∫ 퐸 ∙ 퐸 푑퐴 (3.32)
dimana 퐸 & 퐸 adalah medan listrik antara dua buah buah sensor dimana medan
퐸 dinyatakan sebagai elektroda sumber dan 퐸 dinyatakan sebagai elektroda
detektor. Dot produk dari kedua medan listrik diintegrasikan sepanjang daerah A
pada pixel.
Sensitivitas matriks merupakan gambaran intensitas medan listrik dari
ruang pengukuran yang memiliki daerah kapasitans tertentu. Sensitifitas adalah
seberapa besar pengaruh nilai kapasitansi jika pada suatu volume tertentu yang
didalamnya terdapat benda yang memiliki permitivitas tinggi. Sensitivitas dicari
untuk mengetahui letak distribusi posisi kapasitans terhadap daerah pengukuran
sensor.
3.3 Rekonstruksi Citra ECVT
Dalam pencitraan ECVT, tidak mudah untuk mendapatkan solusi agar
performa pixel pada citra akan baik (terbatasnya pada hubungan banyaknya
pengukuran sebanding dengan jumlah pixel yang didapat) karena umumnya
jumlah pixel pada citra akan melebihi jumlah pengukuran kapasitansi.
Selain itu, distorsi pada citra dapat terjadi karena ECVT merupakan
metode soft-field imaging (medan listrik didistorsikan oleh distribusi material
dalam sensor). Namun, karena nilai permitivitas dalam sensor kecil maka distorsi
yang terjadi cukup kecil. Hal ini membolehkan adanya algoritma pendekatan
linier yang digunakan untuk menghubungkan pengukuran kapasitansi C dengan
nilai pixel pada citra.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
30
Universitas Indonesia
3.3.1 Problema Maju
Problema Maju adalah persamaan yang menghubungkan seperangkat
pengukuran inter-elektroda kapasitansi C dengan set nilai pixel permitivitas G.
Transformasi ini mengasumsikan bahwa dengan diukurnya inter-elektroda C
maka dihasilkan distribusi permitivitas G dalam sensor yang identik dengan yang
didapat dari penjumlahan komponen C yang meningkat dan terjadi ketika setiap
pixel memiliki nilai permitivitasnya.
퐶 = 푆퐺 (3.33)
dimana C adalah matriks Mx1 (tipikal 496 untuk 32 sensor), G adalah
matriks Nx1 (bernilai 32768 untuk 32x32x32 grid). S adalah transformasi maju
atau lebih dikenal dengan sensitivitas matriks yang berupa matriks MxN, terdiri
dari seperangkat M (atau map) dari N (nilai tipikal 32768) koefisien (1 map untuk
setiap pasang M pencitraan), dimana koefisien merepresentasikan perubahan
relatif pada kapasitansi C di setiap pasang kapasitans ketika perubahan identik
terjadi pada setiap permitivitas dari N pixel.
3.3.2 Problema Inversi
Problema inversi adalah bagaimana mendapatkan hasil rekonstruksi citra
nilai G dari invers matriks S pada persamaan 3.33 sementara invers matriks S
tidak terdapat. Dari persamaan tersebut, sekali dari nilai inter-elektroda
kapasitansi C diukur, maka distribusi permitivitas G dapat diperoleh dari
pengukuran menggunakan transformasi invers Q, yaitu :
퐺 = 푄퐶 (3.34)
dimana Q adalah matriks NxM atau merupakan invers dari matriks S.
Namun, matriks invers hanya mungkin didapat dari matriks kuadrat (square
matrix) dimana nilai M=N. Dalam istilah fisika, hal ini menunjukkan
ketidakmungkinan untuk mendapatkan nilai individu dari pixel berjumlah besar
dari sejumlah pengukuran kecil kapasitansi.
3.4 Metode Rekonstruksi Citra ECVT
3.4.1 Linear Back Projection (LBP)
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
31
Universitas Indonesia
LBP merupakan algoritma yang pertama kali digunakan untuk
merekonstruksi gambar dari data kapasitans. Algoritma ini masih umum
digunakan sebagai teknik rekonstruksi tomografi berbasis kapasitans. Algoritma
ini didasarkan pada asumsi bahwa nilai sensitivitas konstan dalam daerah
sensitivitas. Selain itu, sensitivitas diasumsikan sama untuk berbagai daerah
sensitivitas.
LBP menggunakan hubungan antara kapasitans yang diukur dengan citra
untuk mencari vektor image berdasarkan vektor kapasitans yang diukur. Metode
ini merupakan metode pendekatan dimana dari persamaan
C = SG (3.35)
Persamaan ini memiliki solusi mendapatkan image G dengan
menginverskan nilai S menjadi
G = S-1C (3.36)
Karena pengukuran untuk invers pada Persamaan 3.36 tidak terdapat,
maka sebuah pendekatan matriks digunakan. Algoritma LBP (Linear Back
Projection) menggunakan nilai transpos dari sensitivitas matriks sebagai
inversnya, sehingga memiliki dimensi NxM. Skema metode LBP ditunjukkan
oleh Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Metode LBP
Elemen image diperoleh dari
퐺 = 푆 퐶 (3.37)
atau
퐺(푥, 푦, 푧) = 푆 (푥,푦, 푧)∑ ∑ , ,
, , (3.38)
dimana 퐶 , adalah kapasitans yang diukur antara elektroda i dan j,
퐶 , adalah kapasitans antara elektroda pasangan i dan j ketika diberikan
material dengan permitivitas rendah, daerah 퐶 , adalah kapasitans antara
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
32
Universitas Indonesia
elektroda i dan j ketika daerah pengukuran diberikan material dengan permitivitas
tinggi sedangkan Ne adalah jumlah elektroda.
3.4.2 Metode Iterasi (Landweber Equation)
Fungsi algoritma Landweber dilakukan menurut Gambar 3.5, dimana nilai
G/C adalah problema maju untuk mendapatkan vektor kapasitans 퐶 dari vektor
image 퐺 ke-k.
Gambar 3.5 Iterasi Landweber
Algoritma iterasi juga dapat diekspresikan dengan persamaan berikut :
퐺 = 푆 퐶 (3.39)
퐺 + 1 = 퐺 + 훼.푆 훥퐶 = 퐺 + 훼.푆 (퐶 − 푆퐺 ) (3.40)
Sangat dimungkinkan untuk meningkatkan resolusi dan akurasi citra ke
nilai pendekatan dengan menggunakan teknik iterasi ini. Prosesnya adalah
menggunakan persamaan (3.40). Secara terperinci, metode iterasi beroperasi
sebagai berikut :
1. Set dari kapasitansi 퐶 untuk satu frame citra diukur dan set dari nilai
inisial pixel 퐺 dihitung menggunakan persamaan (3.39).
2. Nilai pendekatan permitivitas 퐺 kemudian digunakan untuk
menghitung kembali set kapasitansi 퐶 menggunakan persamaan
(3.35). Maka sebuah set kapasitansi error (error capacitance) ∆퐶 =
(퐶 − 퐶 ) diukur dan digunakan untuk menghasilkan set permitivitas
error (error permitivity) ∆퐺 = 푆 ∆퐶 menggunakan persamaan (3.35)
memberikan
∆퐶 = 퐶∗ − 푆퐺 (3.41)
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
33
Universitas Indonesia
3. Permitivitas error kemudian digunakan untuk mengkoreksi set
permitivitas sebelumnya untu menghasilkan nilai set pixel 퐺 yang
baru, dimana 퐺 = 퐺 + ∆퐺. Nilai permitivitas 퐺 kemudian
digunakan untuk menghasilkan nilai set kapasitansi 퐶 yang baru dan
pengulangan ini dilakukan berulang hingga nilai permitivitas
konvergen menuju solusi yang sebenarnya.
4. Didapat persamaan iterative atau yang lebih dikenal dengan persamaan
Landweber, yaitu :
퐺 = 퐺 + 훼푆 (퐶 − 푆퐺 ) (3.42)
dimana 훼 adalah faktor penalti atau relaksasi [17]. Teknik
penambahan faktor 훼 digunakan oleh Reinecke dan Mewes yang
digunakan untuk meningkatkan akurasi serta kekonvergenan, namun
penggunaannya meningkatkan teknik penghitungan waktu.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
34 Universitas Indonesia
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai penelitian yang dilakukan meliputi proses
simulasi dan eksperimen. Gambar 4.1 merupakan skema penelitian yang
dilakukan.
Gambar 4.1 Skema Penelitian
Komputasi dan Simulasi sistem ECVT dilakukan dengan menggunakan
software COMSOL Multiphysics. Ver.3.4 dan MATLAB R2007b. Pada
proses komputasi dilakukan desain sensor, perhitungan sensitifitas matrik,
sedangkan simulasi melakukan pengukuran kapasitansi dengan variasi objek
dengan distribusi muatan tertentu dan rekonstruksi gambar. Proses simulasi ini
memanfaatkan metode elemen berhingga (Finite Element Methode/FEM) yang
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
35
Universitas Indonesia
ditandai dengan proses meshing pada software tersebut. FEM berguna untuk
menyelesaikan permasalahan kompleks diantaranya adalah Persamaan
Differensial Parsial, dengan melakukan diskretisasi dari suatu domain yang
kontinu menjadi kmpulan subdomain yang berbeda. Meshing yang dilakukan
disini adalah dalam kondisi objek 3D sehingga meshing berbentuk tetrahedral.
4.1 Komputasi Sistem ECVT
4.1.1 Desain Sensor
Desain sensor yang dibuat pada simulasi adalah berbentuk helm.
Pembuatan sensor dimulai dengan pembuatan bola yang ukurannya hampir
sama dengan ukuran kepala manusia pada bidang 3 dimensi. Untuk geometri
elektroda yang digunakan adalah geometri segienam dan segilima. Pembuatan
geometri elektroda sensor dilakukan pada bidang xy yang kemudian di extrude
ke bidang 3 dimensi, tepatnya ke geometri bola yang telah dibuat pada bidang
3 dimensi. Bola memiliki boundary sebanyak 32 sensor elektroda, yang terdiri
dari 26 sensor segienam dan 6 sensor segilima. Untuk membuat sensor
sejumlah 32 sensor, geometri elektroda yang sudah diextrude tadi diputar
dengan sudut 30o, 60o, 90o terhadap sumbu y dan kemudian diputar terhadap
sumbu z 60o. Selanjutnya dilakukan intersection seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.2 Model Desain Sensor
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
36
Universitas Indonesia
4.1.2 Parameter Fisika
Dalam melakukan simulasi ECVT, harus mengatur beberapa parameter
fisika yang berperan pada sistem ECVT ini.
4.1.2.1 Parameter Subdomain
Subdomain merupakan bagian interior dari model sensor yang kita
desain. Parameter fisika pada subdomain ini mengikuti persamaan Poisson
seperti yang telah diturunkan pada bab sebelumnya.
∇ 휖(푥, 푦)∇휙(푥, 푦) = −휌(푥,푦) (4.1)
Untuk melakukan simulasi dilakukan pengaturan pada parameter 휖
(permitivitas), 휌 (rapat muatan). Pengaturan parameter ini bergatung
kepada simulasi apa yang ingin dilakukan. Untuk perhitungan sensitifitas,
nilai rapat muatan pada subdomain di set sama dengan nol karena dalam
hal ini kita menggunakan media dielektrik, sedangkan untuk nilai
permitivitas relatif dimasukkan nilai 1 yang menunjukkan bahwa di dalam
sensor tersebut hanya terdapat udara (permitivitas relatif udara = 1).
Sedangkan untuk perhitungan kapasitansi, nilai rapat muatan dan 휖
diatur sesuai dengan kebutuhan. Simulasi untuk memperoleh nilai
kapasitansi pada penelitian ini menggunakan nilai bervariasi dari 0.1 dan
5 serta 휖 yang digunakan adalah 30, karena pada penelitian ini perhitungan
kapasitansi yang ingin diperoleh berdasarkan pengaruh rapat muatan ().
4.1.2.2 Parameter Boundary
Boundary merupakan bagian yang membatasi bagian luar dengan
bagian dalam sensor. Pengaturan boundary merupakan pengaturan
elektroda-elektroda yang dipasang pada sensor, sehingga elektroda
tersebut di-setting sebagai input ketika dianggap sebagai sumber tegangan.
Hal ini akan menimbulkan beda potensial antara elektroda satu dengan
elektroda yang lainnya sehingga terdapat kapasitansi diantara elektroda-
elektroda tersebut. Nilai kapasitansi ini dipengaruhi oleh distribusi
permitivitas dan rapat muatan objek yang terdapat di dalam sensor.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
37
Universitas Indonesia
4.1.2.3 Sensitivitas Matriks
Setelah mendapatkan desain sensor yang memiliki 32 elektroda,
melakukan proses perhitungan senstivitas matriks dengan memasukkan
data input kondisi sensor tersebut. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Memasukkan nilai 휌 pada nilai nol di seluruh daerah subdomain
karena simulasi dilakukan pada kondisi medium dielektrik.
Gambar 4.3. Menu Subdomain Setting
2. Memasukkan nilai permitivitas 휖 bernilai 1 karena sensitivitas dicari
dalam keadaan ruang kosong.
3. Memberikan kondisi port force voltage pada daerah boundary di setiap
sensor. Diberikan dengan nilai 1 untuk port dalam kondisi aktif.
Gambar 4.4 Menu Boundary Setting
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
38
Universitas Indonesia
4. Proses meshing yaitu membagi keadaan menjadi bagian-bagian kecil
(diskritisasi) dengan metode elemen berhingga sehingga memudahkan
dalam mengambil data simulasi distribusi matriks sensitivitas pada
komponen x, y dan z untuk masing-masing port aktif.
Gambar 4.5 Hasil Proses meshing
5. Setelah meshing selesai dilakukan, dilakukan solve untuk melihat
distribusi medan listrik ketika tiap portnya aktif.
Gambar 4.6 Distribusi medan listrik.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
39
Universitas Indonesia
6. Data pengukuran berupa distribusi medan listrik yang kemudian
dieksport kedalam MATLAB untuk diproses menjadi data matriks
sensitivitas.
4.2 Simulasi Sistem ECVT
Simulasi rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan sebuah bola yang
berukuran jari-jari 7 cm diletakkan sedikit keatas pada bagian subdomain.
Gambar 4.7 Model Sensor dan Bola
Selanjutnya dilakukan pengaturan subdomain dan boundary untuk memperoleh
nilai kapasitans.
1. Mengatur subdomain seting dengan memasukkan nilai 0 untuk 휌 dan 1
untuk 휖 pada poin 1 yang adalah merupakan bola subdomain dari sensor
yang digunakan. Sedangkan untuk poin 2 yang merupakan objek berupa
bola denga jari-jari 7 cm yang akan direkonstruksi menggunakan nilai 1
untuk 휌 dan 30 untuk 휖 yang bermaksud bahwa bola tersebut memiliki
rapat muatan yang nilainya adalah 1 C/m3.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
40
Universitas Indonesia
Gambar 4.8 Menu Subdomain Setting Objek Bola
2. Mengatur Boundary setting dengan menggunakan port force voltage,
dimana satu elektroda sebagai input dan elektroda lainnya floating
3. Melakukan proses meshing yang merupakan penyelesaian suatu kasus
(solve problem) dengan membagi domain kasus kedalam beberapa bagian
kecil. Semakin kecil ukuran mesh, maka semakin akurat solusi yang
diperoleh. Ukuran mesh yang digunakan pada simulasi yang dilakukan
adalah ukuran mesh 0.01 pada mapped mesh parameter sehingga meshing
merata diseluruh bagian model sensor dan objek.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
41
Universitas Indonesia
Gambar 4.9 Hasil Mesh Bola
4. Melakukan solve, sehingga diperoleh distrubusi medan listriknya. Pada
Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pada bagian bola terdapat bagian yang
bewarna merah yang menandakan nilainya lebih tinggi dibadingkan
dengan nilai sekelilingnya.
Gambar 4.10 Solve Bola
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
42
Universitas Indonesia
5. Untuk memperoleh nilai kapasitansinya, menggunakan option Point
Evaluation. Data kapasitansi yang terukur merupakan matriks kapasitansi
pasangan elektroda sebanyak jumlah pengukuran yaitu 496 pengukuran
untuk sensor 32 elektroda.
Gambar 4.11 Menu Post Prossesing Objek Bola
4.3. Metode Eksperimen
4.3.1 Alat dan Bahan
Eksperimen dilakukan dengan menggunakan tiga komponen penting
adalah sensor, Data Acquisition System (DAS), dan komputer seperti pada
Gambar 4.13 berikut:
Gambar 4.12 Eksperimen Sistem ECVT
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
43
Universitas Indonesia
4.3.2 Pengambilan Data Kapasitans
Pengambilan data kapasitans dilakukan dengan melakukan kalibrasi
terhadap dua keadaan, yaitu keadaan diisi udara (empty) dan keadaan diisi penuh
dengan air (full). Langkah-langkah proses pengambilan data kapasitans pada
sensor ECVT delapan elektroda yaitu :
1. Dalam keadaan kosong, diberikan beda potensial +5V pada salah satu
sensor dan kemudian sensor lain dibuat dalam keadaan floating.
2. Pemberian beda potensial pada salah satu sensor memberikan
distribusi medan listrik keluar terhadap seluruh sensor. Kemudian
pemberian potensial dilakukan bergantian untuk setiap sensor.
Sehingga didapat nilai keseluruhan untuk nilai kapasitans dalam
keadaan kosong (empty)
3. Dilakukan proses yang sama pada keadaan full, sehingga didapat nilai
kapasitans dalam keadaan terisi (full)
4. Selanjutnya, diberikan objek tertentu di dalam sensor dengan proses
seperti pada point (1) dan (2) sehingga didapat distribusi medan listrik
berbeda dan nilai kapasitans ketika terisi objek.
Dari proses pengambilan data pada sensor, didapat tiga data yaitu data
dalam keadaan kosong (Cempty), data dalam keadaan penuh (Cfull) dan data ketika
terisi objek (Cmeasurement). Semua data dibuat dalam kondisi matriks.
Kapasitans diukur dengan persamaan :
퐶 = ∑ ∑ , ,
, , (4.2)
Dimana 퐶 , adalah kapasitansi yang diukur antara elektroda i dan j,
퐶 , adalah kapasitansi antara elektorda padangan i dan j ketika diberikan
material dengan permitivitas rendah, daerah 퐶 , adalah kapasitansi antara
pasangan elektroda i dan j ketika daerah pengukuran diberikan material dengan
permitivitas tinggi. Sedangkan Ne adalah jumlah elektroda.
4.3.3 Mental Task
Prinsip dari pemilihan perbedaan mental task adalah untuk menghasilkan
gelombang otak yang dapat dideteksi dengan mudah dan berbeda. Aktifasi yang
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
44
Universitas Indonesia
dilakukan sebaiknya terjadi dekat dengan area cortex sehingga dapat dideteksi
oleh elektroda. Dengan tujuan untuk menghasilkan pola sinyal listrik otak yang
berbeda, mental task yang diberikan sebaiknya mengaktifkan bagian yang berbeda
pada otak. Karena itu pengetahuan dari area cortical dan fungsinya dapat
digunakan ketika memilih mental task. Sebagai contoh, pergerakan tangan kanan
seharusnya mengaktifkan cortex motor bagian kiri dan sebaliknya. Visual task
mengaktifkan area yang berhubungan dengan visual, kemudian arithmatic task
seharusnya mengaktifkan cortex prefrontal.
Beberapa mental task yang diberikan adalah:
1. Baseline task (Relax), subjek dalam keadaan mata tertutup dan mencoba
untuk relaks sebanyak mungkin.
2. Math Task untuk subjek yang diberikan masalah pekalian yang rumit seperti
59 kali 49, dan kemudian diminta untuk menyelesaikannya tanpa
mengatakan atau membuat perpindahan fisik.
3. Tes Motorik yaitu melangkah menggerakkan tangan kanan dan tangan kiri
secara bergantian
4. Mendengarkan musik untuk mengaktifkan bagian temporal
Pastikan bahwa mata terbuka pada semua mental tasks kecuali pada
baseline task. Masing-masing mental task dilakukan selama 4 menit.
4.4 Rekonstruksi Citra
Sensitifitas dan data kapasitansi yang diperoleh digunakan untuk
rekonstruksi citra objek yang telah dilakukan pada eksperimen. Proses
rekonstruksi ini dilakukan melalui dua metode yaitu Linear Back Projection dan
Landweber Equation script pada software MATLAB.
4.4.1 Metode Landweber Equation
Proses rekonstruksi metode Landweber Equation yaitu mencari nilai G
dari nilai kapasitans terukur C (dari pengukuran sensor yang diambil oleh sistem
akuisisi data berbentuk matriks) dan nilai sensitivitas matriks S yang didapat dari
simulasi. Kemudian dilakukan proses iterasi dan penambahan faktor penalti.
Flowchart metode Landweber Equation, ditunjukkan oleh Gambar 4.15
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
45
Universitas Indonesia
Gambar 4.13 Langkah rekonstruksi metode Landweber
Pada perintah matlab sebagai berikut :
1. Mendapatkan nilai C dari pengukuran :
dn : nilai kapasitans total yang diambil setelah objek masuk
Cmeans : nilai kapasitans ketika diisi objek tertentu
dn=(Cmeans-Cempty)./(Cfull-Cempty);
Load C pengukuran
Diperoleh nilai C1
Diperoleh ΔG
G0=ST.C
Diperoleh G0
C1=S.G0
Diperoleh ΔC
ΔC=C-C1
ΔG=ST. ΔC
Diperoleh nilai G1
G1=G0+ΔG
G1=G0+ST(C-S.G0)
Masukkan factor penalti (α)
Masukkan nilai iterasi (k)
Gk+1=Gk+α.ST(C-S.Gk) Rekontruksi
S dari metode
simulasi
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
46
Universitas Indonesia
Cempty : nilai kapasitans ketika diisi udara / tidak ada objek (empty)
Cfull : nilai kapasitans ketika diisi air / ada objek(full)
y1 : data kapasitans dn dalam bentuk tranpos
2. Mencari nilai ΔC
phi1 : mendapatkan nilai ΔC
y1 : nilai kapasitans dari point (1)
ant3d’ : nilai matriks
v0 : nilai permitivitas GK
3. Mencari nilai Gk+1
phi1 : nilai ΔC dari point (2)
alpha0 : nilai alpha
an3d : nilai matriks sensitivitas
v0 : nilai permitivitas Gk
v : nilai permitivitas Gk+1
Perintah (command) untuk metode Landweber Equation
selengkapnya terdapat di lampiran.
v=v0+alpha0*(an3d'*phi1);
y1 = dn';
phi1=y1-ant3d'*v0
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
47 Universitas Indonesia
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Distribusi Sensitivitas Matriks
5.1 Distribusi Sensitivitas Matriks
Sensitivitas matrik yang diperoleh untuk Sensor Helm ECVT 32 sensor
cukup baik dapat dilihat dengan banyaknya variasi medan listrik sepanjang smbu
z yang merupakan sensing area. Grafik distribusi medan listrik masing-masing
pasangan sensor yang dinormalisasi terhadap sumbu z menunjukkan variasi yang
mengambarkan daerah yang sensitive terhadap sensor ECVT (voksel 32x32x32)
ditunjukkan pada Gambar 5.1(a), (b) dan (c).
(a)
(b)
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
48
Universitas Indonesia
Gambar 5. 1(a) Grafik distribusi sensitivitas ternormalisasi pada sumbu z, (b) Model Sensor
posisi xz, (c) Plot Sensitivitas 3D untuk pasangan sensor 1 dan 2
Gambar 5.1(a) menunjukkan distribusi medan listrik dari 32 sensor dalam
bentuk garis yang berbeda warna. Total garis berjumlah 496 garis. Masing garis
mewakili distribusi pasangan sensor. Warna pada garis menunjukkan perbedaan
antara pasangan sensor. Sumbu horizontal adalah sumbu z yang merupakan
banyak pixel yang digunakan sebanyak 32 dimulai dari 0 sampai 32. Sedangkan
sumbu vertikal mewakili nilai medan listrik.
Pada Gambar 5.1(a) dapat dilihat bahwa banyak terdapat variasi pada
bagian tengah dari sensing area. Banyaknya variasi ini menandakan bahwa
senstivitas pada posisi tersebut semakin tinggi, artinya apabila objek dengan
permitivitas tertentu diletakkan pada area ini, maka akan dapat dideteksi dengan
baik oleh sensor. Sedangkan pada bagian pinggir sebelah kanan tidak terdapat
banyak variasi, daerah yang tidak memiliki banyak variasi ini disebut dengan
dead zone, yang mana pada daerah ini sensor tidak dapat mendeteksi perubahan
kapasitansi apabila diletakkan objek yang memiliki permitivitas lebih tinggi
dengan sekelilingnya. Munculnya dead zone ini disebabkan oleh pada bagian
bawah tersebut tidak terdapat sensor, dan pada pixel selanjutnya sensor hanya
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
49
Universitas Indonesia
terdapat pada bagian setengah lingkaran saja, sehingga sentivitas pada posisi ini
lebih rendah dapat dilihat pada Gambar 5.1(b).
Pada Gambar 5.1(a) sensitivitas tertinggi adalah sensitivitas pada pasangan
sensor yang berada satu tingkat sejajar (terutama posisi parallel). Sensor Helm 32
Sensor Heksagonal terdiri dari 8 tingkat sehingga diperoleh distribusi sensitivitas
seperti pada Gambar 5.1(a). Semakin banyak variasi distribusi sensitivitas akan
semakin baik sensitivitasnya. Sensitivitas yang diperoleh ini memiliki variasi yang
cukup banyak sehingga kemampuan untuk mendeteksi objek semakin baik.
Gambar 5.1(c) adalah merupakan plot sensitivitas 3D untuk pasangan
sensor 1 dan 2. Warna merah menunjukkan intensitas yang tinggi, sedangkan
warna merah menunjukkan intensitas yang rendah. Rendah tingginya intensitas
ditentukan oleh interaksi medan listrik. Makna dari warna merah adalah jika ada
suatu benda dengan permitivitas yang lebih besar dibandingkan permitivitas
sekitarnya yang diletakkan pada posisi warna merah maka akan sangat
mempengaruhi nilai kapasitansi yang diukur karena suatu nilai kapasitansi sangat
bergantung pada distribusi sensitivitas medan listrik Makna warna biru adalah jika
suatu benda dengan permitivitas yang lebih besar dibandingkan permitivitas
disekelilingnya, yang diletakkan pada posisi warna biru maka tidak akan
mempengaruhi nilai kapasitan yang di ukur karena pada posisi tersebut nilai dari
interaksi medan listriknya bernilai negatif. Ketentuan ini berlaku untuk semua
sensitivitas yang telah di normalisasi.
Pengukuran sensitivitas juga bergantung dengan efek disain sensor, bentuk
objek dan ukuran sensor. Pemetaan sensitivitas juga tergantung pada banyaknya
sensor yang dibuat dan voksel yang diinginkan [2].
5.2 Hasil Rekonstruksi Simulasi
Simulasi dilakukan dengan menggunakan bola yang diberi rapat muatan
yang bervariasi yang tujuannya adalah mensimulasikan aktifitas otak manusia.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan sebuah bola yang memiliki jari-jari
sebesar 7 cm dengan permitivitas 30. Bola ini dianalogikan sebagai otak manusia,
kemudian diberikan distribusi rapat muatan yang berbeda untuk mensimulasikan
aktivitas otak manusia yang berbeda.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
50
Universitas Indonesia
Gambar 5.2 Model Geometri Simulasi Rekonstruksi Citra Otak
(a) (b)
Gambar 5.3 Bola dengan jari-jari 7 cm, permitivitas 30, 휌 adalah 0 (a) Sebelum Rekonstruksi,
(b) Setelah Rekontruksi
Ketika dilakukan simulasi dengan menggunakan nilai permitivitas saja
yaitu bernilai 30 sedangkan nilai rapat muatan adalah 0 diperoleh hasil
Depan Depan
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
51
Universitas Indonesia
rekonstruksi seperti pada Gambar 5.3. Gambar 5.3(a) adalah gambar asli dimana
bola diletakkan didalam sensor. Gambar 5.3(b) adalah gambar hasil rekonstruksi
dari gambar asli Gambar 5.3(a). Hasil rekonstruksi yang diperoleh cukup bagus.
Sensor helm mampu merekonstruksi bola yang berada didalam sensor. Namun,
hasil rekonstruksi yang diperoleh belum merupakan bola penuh, ada beberapa
bagian bola yang tertarik beberapa sisi. Hal ini terjadi karena bagian depan adalah
merupakan deadzone sehingga tidak mampu mendeteksi perubahan permitivitas
didalam sensor. Ada beberapa bagian dari bola yang memiliki sensitivitas tinggi.
Dan juga sebagian dari objek dilingkupi oleh sensor penuh ada bagian dari objek
yang tidak dilingkupi oleh sensor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
5.2, bagian depan sensor, yaitu bagian wajah tidak ditutupi oleh elektroda.
Selanjutnya dilakukan simulasi dengan memberikan nilai rapat muatan
yang bervariasi pada bola untuk mensimulasikan aktivitas otak manusia yang
terjadi karena ada nilai rapat muatan.
(a) (b) Gambar 5.4 Bola jari-jari 7 cm, permitivitas 30 dan rapat muatan (휌) 5 C/m3 (a) Hasil
Rekonstruksi Full, (b) Hasil Rekonstruksi Sebagian
Simulasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan objek bola
merupakan analogi otak manusia yang diletakkan dibagian atas Sensor Helm
ECVT sama dengan simulasi sebelumnya yaitu pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
52
Universitas Indonesia
untuk kondisi posisi dari bola. Simulasi ini dilakukan dengan memberikan rapat
muatan pada bola dimana rapat muatan adalah analogi dari distribusi muatan
didalam otak manusia. Nilai rapat muatan yang diberikan adalah 5 C/m3 dan
permitivitas adalah 30.
Dilihat pada gambar, terdapat bagian yang bewarna merah, biru dan biru
muda, warna ini menandakan nilai permitivitas objek yang telah direkonstruksi,
warna merah menunjukkan nilai permitivitas yang lebih tinggi sedangkan warna
biru tua menunjukkan nilai permitivitas yang lebih rendah, sedangkan warna biru
muda adalah nilai permitivitas diantaranya. Dibandingkan dengan hasil
rekonstruksi Gambar 5.3(b) terlihat sangat berbeda sekali dengan hasil
rekonstruksi dari bola yang diberikan rapat muatan. Pada Gambar 5.3(b) bola hasil
rekonstruksi terkonsentrasi pada satu daerah saja, sedangkan daerah disekeliling
bola tetap bewarna biru tua, berbeda dengan Gambar 5.4, daerah disekeliling bola
mengalami perubahan warna menjadi biru muda yang menandakan bahwa nilai
permitivitasnya lebih tinggi dari kondisi berwarna biru tua. Hal ini terjadi karena
adanya pemberian nilai rapat muatan pada bola. Keberadaan rapat muatan akan
mempengaruhi distribusi medan listrik didalam sensor. Rapat muatan yang berasal
dari bola akan memberikan medan listrik ke segala arah. Medan listrik dari rapat
muatan akan dipengaruhi oleh medan listrik yang berasal dari elektroda sensor
yang diaktifkan. Sehingga peristiwa polarisasi muatan yang terjadi didalam objek
akan berubah, perubahan polarisasi ini akan mempengaruhi nilai kapasitansi yang
diukur yang nantinya nilai permitivitas daerah disekeliling bola yang diberikan
rapat muatan. Pemberian rapat muatan meningkatkan permitivitas daerah yang
berada disekeling bola bermuatan karena pengaruh dari medan listrik dari muatan
didalam objek. Hasil rekonstruksi bola yang diperoleh cukup jelas, dengan
memperlihatkan bola yang berpermitivitas dan bermuatan dengan jelas juga
terdapat perubahan nilai kapasitansi disekeliling bola. Hal ini dikarenakan
pengaruh rapat muatan terdistribusi kesemua arah pada bola dan mempengaruhi
kondisi subdomain yang tidak diberi objek. Sehingga diperoleh hasil rekonstruksi
Gambar 5.4.
Rekonstruksi yang diperoleh dengan kalibrasi rapat muatan 0.1 C/m3 dan
permitivitas 30 adalah Gambar 5.5 berikut :
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
53
Universitas Indonesia
(a) (b) Gambar 5.5 Bola dengan jari-jari 7 cm, rapat muatan (휌) 0.1 C/m3 dan permitivitas 30. (a) Hasil
Rekonstruksi Full, (b) Hasil Rekonstruksi Sebagian
Gambar 5.5 mampu menunjukkan hasil rekonstruksi untuk bola dengan
permitivitas 30 dan rapat muatan 0.1 C/m3. Hasil rekonstruksi berbeda dengan
hasil rekosntruksi pada Gambar 5.4. Pada Gambar 5.5 ini nilai rapat muatan yang
diberikan lebih kecil dari pada sebelumnya, dapat dilihat bahwa nilai permitivitas
daerah yang disekitar bola sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Gambar 5.4
sebelumnya menunjukkan bahwa rapat muatan lebih sedikit dibandingkan dengan
yang sebelumnya.
5.3 Hasil Eksperimen
Eksperimen dilakukan kepada 5 orang yang berumur sekitar 21-23 tahun
terdiri dari 2 orang kali-laki dan 3 orang perempuan dinamai dengan Orang A, B,
C, D, dan E. Setiap orang diberikan 5 mental task yang masing-masingnya selama
1 menit (60 detik). Pemberian mental task kepada orang adalah pada kondisi
duduk dan memakai sendal untuk mencegah kondisi ground dan orang tidak
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
54
Universitas Indonesia
memegang apapun. Gambar 5.6 menunjukkan kondisi saat melakukan
eksperimen.
Gambar 5.6 Metode Eksperimen
Hasil eksperimen adalah rekonstruksi otak manusia yang diberikan
aktifitas otak yang berbeda.
Tabel 5.1 Pemberian Mental Task dan Tujuan
No Mental Task Tujuan
1. Memejamkan mata dan rileks sebanyak
mungkin Mengaktifkan gelombang Alpha
2. Mendengarkan Musik Mengaktifkan Otak Bangian Temporal
3. Perkalian 59 x 49 Mengaktifkan otak dengan aktifitas
yang tinggi
4. Menggerakkan Tangan Kanan Mengaktifkan otak sebelah kiri
5. Menggerakkan Tangan Kiri Mengaktifkan otak sebelah kanan
Dari ekperimen yang dilakukan diperoleh hasil rekonstruksi seperti berikut
ini :
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
55
Universitas Indonesia
1. Objek A
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
56
Universitas Indonesia
Gambar 5.7 Hasil Rekonstruksi Eksperimen Objek A
Gambar 5.7 adalah hasil rekonstruksi eksperimen yang dilakukan kepada
objek A dengan 5 perlakuan. Hasil rekonstruksi tersebut diperoleh dari nilai
kapasitansi yang diukur oleh Sensor ECVT. Dari kelima gambar diatas, hasilnya
terlihat sama. Sensor ECVT baru bisa mendeteksi otak pada bagian atas dan
beberapa bagian disamping, sedangkan beberapa bagian lainnya belum bisa
diamati perubahannya pada gambar. Hal ini karena berdasarkan kurva sensitivitas
sensitivitas pada bagian atas lebih baik, dan daerah itu tercover dengan baik oleh
sensor. Disamping itu pada saat melakukan eksperimen, sensor berbentuk helm
yang dipasangkan kepada objek langsung menempel dengan bagian atas kepala
manusia. Sedangkan pada sisi-sisi lainnya tidak langsung menempel dengan
kepala manusia, oleh karena itu jarak antara sensor dengan kepala manusia pada
bagian atas akan semakin kecil sedangkan pada bagian lainnya cukup jauh.
Sehingga dengan jarak yang lebih pendek antara sensor dengan objek yang
diamati, maka aktifitas otakpun akan dideteksi dengan lebih baik yang
menyebabkan nilai permitivitas yang diperoleh lebih besar.
Ketika diamati lebih teliti ada sedikit perbedaan pada Gambar 5.7a dengan
keempat gambar lainnya. Pada Gambar 5.7a distribusi perubahan warna lebih
sedikit dibandingkan dengan gambar lainnya. Gambar 5.7a merupakan kondisi
objek memejamkan mata, dimana aktifitas otak lebih sedikit dibandingkan dengan
mental task lainnya. Jadi nilai kapasitansi yang diperoleh pun akan lebih rendah
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
57
Universitas Indonesia
dibanding dengan kondisi lainnya, akibatnya distribusi perubahan warna pada
hasil rekonstruksi semakin sedikit. Untuk Gambar 5.7b, 5.7c, 5.7d, dan 5.7e
semua gambar terlihat sama tetapi perlakuan yang diberikan berbeda.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya sensitivitas sensor untuk masing-
masing daerah berbeda.
Perubahan nilai kapasitansi yang paling bisa diamati adalah pada pasangan
sensor sumber 1 dan pasangan sensor detektor 6, serta pasangan sensor sumber 1
dengan detektor 8. Kedua pasangan ini berada pada sisi samping kanan agak ke
belakang. Untuk lebih jelasnya, posisi dari pasangan sensor ini dapat dilihat pada
Gambar 5.8 (a) dan (b).
(a) (b)
Gambar 5.8 (a) Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6, (b) Pasangan Sensor Sumber
2 dan Detektor 8
Plot nilai kapasitansi Objek A untuk pasangan sensor pada Gambar 5.8 (a)
dan (b) adalah pada Gambar 5.9 dan 5.10.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
58
Universitas Indonesia
Gambar 5.9 Grafik Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek A
Gambar 5.10 Grafik Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek A
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
59
Universitas Indonesia
Dua grafik diatas menunjukkan nilai kapasitansi dari Objek A ketika
diberikan 5 perlakuan untuk pasangan sensor sumber 1 detektor 6 dan pasangan
sensor sumber 1 detektor 8. Warna hijau menunjukkan nilai kapasitansi pada saat
objek diberikan perlakuan memejamkan mata, warna merah nilai kapasitansi
ketika objek mendengarkan musik, warna merah muda ketika diberikan perlakuan
menggerakkan tangan kanan, warna biru muda perlakuan menggerakkan tangan
kiri sedangkan yang terakhir warna biru adalah nilai kapasitansi ketika diberikan
perlakuan arimathic task yaitu perkalian 59 x 49. Sumbu horizontal pada grafik
adalah waktu dalam sekon sedangkan sumbu vertikal pada grafik adalah nilai
kapasitansi yang telah dinormalisasi.
Pada grafik dapat dilihat bahwa untuk masing-masing perlakuan
memberikan nilai kapasitansi yang berbeda. Masing-masing perlakuan akan
mengaktifkan otak manusia dengan aktivasi yang berbeda. Grafik yang nilainya
paling kecil adalah pada saat memejamkan mata, sedangkan grafik yang nilainya
paling tinggi adalah pada saat perlakuan perkalian 59 x 49. Berdasarkan teorinya
pada saat memejamkan mata dan kondisi tubuh dalam keadaan rileks, otak pun
akan rileks yang berarti bahwa tidak banyak aktifitas yang dilakukan. Sensor
ECVT mendeteksi aktifitas otak yang lemah ini akan menghasilkan nilai
kapasitansi yang rendah juga karena rapat muatan yang ditangkap oleh sensor
ECVT sedikit, oleh karena itu pada saat memejamkan mata, nilai kapasitansi yang
diperoleh kecil. Berdasarkan teori EEG kondisi memejamkan mata akan
menghasilkan gelombang alpha frekuensinya berada pada 8-13 Hz dan dideteksi
pada bagian visual dari otak yaitu bagian occipital.
Selanjutnya untuk kondisi mendengarkan musik dengan keadaan mata
terbuka, yang merupakan rangsangan dari luar. Diperoleh nilai kapasitansi pada
grafik dengan warna merah. Pada kondisi ini objek diinstruksikan untuk
menikmati dengan kondisi badan berada pada keadaan rileks. Diperoleh grafik
yang lebih tinggi dari kondisi pertama yaitu saat memejaman mata. Yang artinya
adalah otak melakukan aktifitas yang lebih tinggi dari kondisi memejamkan mata.
Saat mendengarakan musik, secara teorinya akan mengaktifkan bagian temporal
pada kedua sisi otak.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
60
Universitas Indonesia
Perlakuan berikutnya adalah pada saat menggerakkan tangan kanan selama
dan dilanjutkan dengan menggerakkan tangan kiri. Nilai kapasitansi yang
diperoleh lebih tinggi dari dua nilai sebelumnya, artinya aktifitas otak lebih tinggi
dari pada dua perlakuan sebelumnya. Pada saat memejamkan mata, tidak ada
rangsangan sehingga kondisi otak dalam keadaan istirahat, pada kondisi kedua
yaitu mendengarkan musik otak diberikan rangsangan dari luar, sehingga terdapat
perubahan aktifitas dari otak karena pengaruh dari rangsangan luar tersebut,
sedangkan kondisi menggerakkan tangan kanan dan kiri, rangsangan berasal dari
tubuh manusia itu sendiri, sehingga aktifitas yang dilakukan oleh otak akan lebih
tinggi daripada aktifitas yang dilakukan pada kondisi istirahat dan memperoleh
rangsangan dari luar. Sehingga aktiftas yang lebih tinggi ini akan menghasilkan
nilai kapasitansi yang lebih tinggi juga.
Grafik terakhir adalah berwarna biru, yang merupakan nilai kapasitansi
antara pasangan elektroda pada saat diberikan perlakuan perkalian 59 x 49. Pada
kondisi ini objek menghitung nilai perkalian tanpa melakukan pergerakan dan
mata terbuka. Pada kondisi ini otak akan bekerja lebih keras untuk menghitung
nilai tersebut. Sehingga aktifitas otak akan menjadi lebih tinggi dengan demikian
nilai kapasitansi akan lebih tinggi. Pada grafik dilihat bahwa nilai kapasitansi
yang diperoleh lebih tinggi dari perlakuan-perlakuan sebelumnya.
Hasil rekonstruksi untuk pasangan sensor sumber 1 dan detektor 6 serta
pasangan sensor sumber 1 dan detektor 8 adalah sebagai berikut:
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
61
Universitas Indonesia
Gambar 5.11 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek A
Gambar 5.11 menunjukkan hasil rekonstruksi untuk pasangan sensor 61
dan 81 saja. Dapat dilihat perbedaannya untuk masing-masing perlakuan. Saat
memejamkan mata tidak terdapat perubahan permitivitas, karena pada saat ini
otak berada dalam keadaan rileks dimana aktivitasnya sangat rendah. Sedangkan
pada kondisi lainnya terdapat perubahan permitivitas pada hasil rekonstruksi,
menunjukkan bahwa otak melakukan aktivitas, muatan yang didistribusikan lebih
besar, sehingga terdapat perubahan permitivitas pada hasil reknstruksi.
2. Objek B
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
62
Universitas Indonesia
Gambar 5.12 Hasil Rekonstruksi Objek B
Gambar 5.12 menunjukkan hasil rekonstruksi dari eksperimen yang
dilakukan pada objek B. Tidak jauh berbeda dengan hasil rekonstruksi yang
diperoleh pada Objek A. Hasil rekonstruksi untuk semua perlakuan terlihat sama,
tetapi ada sedikit perbedaan pada perlakuan memejamkan mata, distribusi warna
nilai permitivitas yang diperoleh lebih sedikit dari pada perlakuan lainnya. Sama
seperti objek A, pada kondisi memejamkan otak lebih rileks sehingga akitifitas
yang dilakukan tidak begitu banyak sehingga nilai permitivitas yang diperoleh
lebih sedikit.
Gambar 5.13 dan Gambar 5.14 berikut menunjukkan nilai kapasitansi
masing-masing perlakuan pada objek B untuk pasangan sensor sumber 1 dengan
detektor 6 dan pasangan sensor sumber 1 dan detektor 8.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
63
Universitas Indonesia
Gambar 5.13 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek B
Gambar 5.14 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek B
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
64
Universitas Indonesia
Nilai kapasitansi dari Objek B agak berbeda dengan Objek A. Pada
kondisi memejamkan mata nilai kapasitansinya pada awal lebih rendah sedangkan
pada waktu selanjutnya menjadi lebih tinggi dari perlakuan yang lainnya.
Selanjutnya diiringi dengan nilai kapasitansi pergerakan tangan kanan,
mendengarkan musik, menggerakkan tangan kiri dan terakhir adalah perkalian 59
x 49. Nilai kapasitansi ini menunjukkan bahwa aktifitas otak pada kondisi
memejamkan mata lebih tinggi dari perlakuan lainnya, artinya pada kondisi
memejamkan mata objek B mungkin tidak dalam keadaan rileks karena otak
adalah merupakan parameter yang tidak bisa dikontrol. Berbeda dengan grafik
sebelumnya kondisi mendengarkan musik, menggerakkan tangan kanan dan
mengerakkan tangan kiri memiliki urutan nilai kapasitansi yang berbeda. Tetapi
pada nilai kapasitansi pada saat melakukan perkalian adalah nilai yang paling
tinggi, yang menandakan aktifitas tinggi pada saat memikirkan perkalian 59 x 49.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
65
Universitas Indonesia
Gambar 5.15 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek B
Untuk Objek B, hasil rekonstruksi yang diperoleh untuk pasangan 61 dan
81 tidak begitu berbeda, terlihat sama untuk semua perlakuan. Hal ini terjadi
karena pada plot kapasitansi, perbedaan kapasitansi antara perlakuan 1 dengan
perlakuan lainnya tidak begitu signifikan sehingga pada hasil rekonstruksi terlihat
mirip satu sama lainnya.
3. Objek C
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
66
Universitas Indonesia
Gambar 5.16 Hasil Rekonstruksi Objek C
Hasil rekonstruksi yang diperoleh dari pengukuran nilai kapasitansi Objek
C adalah pada Gambar 5.16. Dilihat pada gambar untuk semua perlakuan nilai
distribusi warna nilai kapasitansi terlihat sama.
Gambar 5.17 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek C
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
67
Universitas Indonesia
Gambar 5.18 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek C
Dari hasil grafik pada Gambar 5.17 dan Gambar 5.18 untuk Objek C, tidak
terdapat perbedaan nilai kapasitansi untuk masing-masing perlakuan. Objek C
adalah objek yang ukuran kepalanya lebih kecil dibandingkan objek yang lainnya.
Ukuran kepala yang kecil akan menimbulkan ruang kosong yang banyak antara
sensor ECVT dengan kepala manusia. Sehingga ketika dipakaikan kepada objek,
sensor tidak bisa mendeteksi perubahan yang terjadi pada aktifitas otak manusia
apabila diberikan perlakuan.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
68
Universitas Indonesia
Gambar 5.19 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek C
Sama dengan Objek sebelumnya, untuk hasil rekonstruksi pasangan sensor
1 dengan 6 dan pasangan sensor 1 dengan 8 objek C belum terlihat perbedaan
antara perlakuan yang diberikan.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
69
Universitas Indonesia
4. Objek D
Gambar 5.20 Hasil Rekonstruksi Objek D
Gambar 5.20 adalah merupakan hasil rekonstruksi untuk objek D, sama
seperti objek sebelumnya, pada hasil rekonstruksi belum terlihat perubahan
kapasitansi walaupun diberikan perbedaan perlakuan. Selanjutnya dilihat nilai
kapasitansinya untuk mengetahui apakah terhadap perubahan kapasitansi yang
bisa dideteksi oleh sensor.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
70
Universitas Indonesia
Gambar 5.21 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek D
Gambar 5.22 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek D
Gambar 5.21 dan Gambar 5.22 merupakan grafik nilai kapasitansi untuk
objek D. Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai kapasitansi terendah adalah ketika
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
71
Universitas Indonesia
objek D memejamkan mata, kemudian diiikuti dengan mendengarkan music,
menggerakkan tangan kanan dan menggerakkan tangan kiri, terakhir adalah nilai
kapasitansi pada saat melakukan perkalian 59 x 49. Grafik nilai kapasitansi ini
mirip dengan grafik kapasitansi yang diperoleh oleh Objek A. Dimana kondisi
terendah adalah ketika memejamkan mata, diikuti dengan kondisi mendengarkan
musik, menggerakkan tangan kanan dan tangan kiri serta yang palng tinggi adalah
ketika menghitung perkalian 59 x 49. Gambar 5.22 dibawah adalah rekonstrksi
untuk pasangan sensor sumber 1 dan detektor serta pasangan sensor sumber 1 dan
detektor 8. Hasil rekosntruksi juga belum menunjukkan hasil yang baik, sama
seperti beberapa objek sebelumnya.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
72
Universitas Indonesia
Gambar 5.23 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek D
5. Objek E
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
73
Universitas Indonesia
Gambar 5.24 Hasil Rekonstruksi Objek E
Gambar 5.24 adalah hasil rekonstruksi untuk Objek E ketika diberikan 5
perlakuan. Hasil yang diperoleh untuk semua perlakuan terlihat sama. Sama
dengan hasil rekonstruksi sebelumnya. Selanjutnya dilakukan plot grafik untuk
melihat nilai kapasitansi pada Gambar 5.25 dan Gambar 5.26 untuk melihat
apakah ada perubahan aktifitas yang dapat dideteksi oleh sensor kapasitansi ketika
dilakukan perubahan perlakuan. Sama dengan objek sebelumnya nilai kapasitansi
yang diambil adalah nilai kapasitansi pada pasangan sensor sumber 1 detektor 6
dan sensor sumber 1 detektor 8.
Gambar 5.25 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 6 Objek E
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
74
Universitas Indonesia
Gambar 5.26 Grafik Nilai Kapasitansi Pasangan Sensor Sumber 1 dan Detektor 8 Objek E
Pada Gambar 5.25 dan 5.26 dapat dilihat bahwa nilai kapasitansi yang
diperoleh berbeda untuk masing masing perlakuan. Perbedaan nilai kapasitansi ini
lebih terlihat jelas pada pasangan sensor 1 dan 6, dimana aktifitas otak yang
paling rendah adalah pada kondisi memejamkan mata dan aktifitas paling tinggi
adalah ketika melakukan pekalian 59 x 49. Tetapi perubahan ini belum bisa
dideteksi oleh pasangan sensor sumber 1 dan detektor 8. Pada pasangan sensor
sumber 1 dan detektor 8 nilai kapasitansi untuk masing-masing perlakuan terlihat
sama.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
75
Universitas Indonesia
Gambar 5.27 Hasil Rekonstruksi Pasangan 61 dan 81 Objek E
Selanjutnya dilakukan dekomposisi wavelet untuk lihat membadingkan
antara sinyal pejam mata dengan perkalian 59 x 49 Objek A. Dekomposisi
wavelet digunakan untuk memisahkan sinyal utama dengan noisenya. Sinyal
utama yang telah dikurangi noisenya disebut dengan aproksimasi dan sinyal noise
yang dipisahkan dari sinyal utama disebut dengan detail. Dekomposisi wavelet
yang dilakukan disini adalah dekomposisi sebagian, dimana hanya bagian
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
76
Universitas Indonesia
aproksimasinya saja. Proses yang digunakan adalah Lowpass Filter dan Highpass
Filter. Proses Lowpass Filter menghasilkan aproksimasi dan Highpass Filter
menghasilkan detail. Gambar 5.28 menunjukkan perbandingan hasil dekomposisi
wavelet untuk kondisi memejamkan mata dan perkalian 59 x 49.
Gambar 5.28 Sinyal Utama Setelah Dekomposisi Wavelet
Gambar 5.29 Sinyal Noise
Gambar 5.28 merupakan sinyal utama dari kondisi memejamkan mata dan
kondisi perkalian 59 x 49 setelah dikurangi noisenya. Dimana sinyal ini hasil
Lowpass Filter yang merupakan frekuensi rendah. Gambar 5.28 sudah bisa
menunjukkan bahwa frekuensi ketika memejamkan mata lebih rendah dari
frekuensi ketika perkalian 59 x 49. Sedangkan 5.29 merupakan noise dari sinyal
utama yang frekuensinya tinggi.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
77 Universitas Indonesia
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Sudah dapat dikembangkan model sensor untuk kepala manusia yang
berbentuk helm dengan sensitivitas matriks yang baik karena banyaknya
variasi distribusi medan listrik.
2. Sistem ECVT sudah bisa melakukan rekonstruksi sinyal otak manusia tetapi
hanya ada bagian atas dan bagian samping saja.
3. Pada simulasi, ECVT sudah bisa mendeteksi rapat muatan dalam proses
rekonstruksi, rapat muatan akan mempengaruhi daerah disekitar objek yang
diberi nilai rapat muatan.
4. Pada eksperimen, beberapa sensor ECVT sudah bisa mendeteksi sinyal lemah
otak manusia dilihat dari nilai kapasitansi yang diperoleh. Perubahan
kapasitansi akibat perubahan aktifitas sinyal lemah otak manusia paling bisa
diamati pada pasangan sensor 1 dan 6, serta pasangan 1 dan 8.
5. 80% dari hasil eksperimen menunjukkan bahwa kondisi memejamkan mata
menghasilkan nilai kapasitansi paling rendah, dan kondisi perkalian 59 x 49
menghasilkan nilai kapasitansi paling tinggi.
6. Nilai kapasitansi ternormalisasi untuk kondisi memejamkan mata adalah
sekitar 0.3 sampai dengan 0.5, sedangkan untuk kondisi perkalian 59 x 49
adalah sekitar 0.6 sampai dengan 0.9.
6.2 Saran
Saran penulis berkaitan dengan penelitian ini adalah untuk mengambil data
lebih banyak lagi dengan variasi mental task yang lebih banyak. Disamping itu
mencari metode kalibrasi yang lebih tepat untuk memperoleh hasil rekonstruksi
yang lebih baik.
Sebaiknya parameter studi perlu ditambahkan agar dalam pengembangan
ECVT untuk detektor sinyal dan rekonstruksi otak menjadi lebih baik, seperti
parameter konduktivitas pada suatu materi. Jika kedua parameter bisa disatukan,
maka yang diharapkan bisa membedakan dua aktifitas otak yang berbeda.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
78 Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
[1] Firwany, Ahmad. (2009). Spektrum Frekuensi Gelombang Otak Manusia.
February 3, 2010. http://com19.indonesianforum.net/biologi-f51/biofisika-
spektrum-frekuensi-gelombang-otak-manusia-t44.htm.
[2] Warsito, Qussai M, & L.S Fan. (2007, April). Electrical Capacitance
Volume Tomography. IEEE Sensors Journal, Vol. 7.
[3] Stufflebeam, R. (2008). Neuron, Synaps, Action Potentials, and
Neurotransmitter. April 21, 2010.
http://www.mind.ilstu.edu/curriculum/neuron_intro/neuron_intro.php.
[4] The Science of Audio Based Brainwave Entrainment. (1995-
2010).Intelegen Inc. Februari 12, 2010. http://www.web-
us.com/thescience.htm#How It Works On The Brain.
[5] Allison, B. (1999). Brain Computer Interface System. Februari 14, 2010.
http://bci.ucsd.edu
[6] The Brain-Brain Cells. (n.d.). (2010). EnchantedLearning. February 30,
2010.http://www.enchantedlearnin.com/subjects/anatomy/brain/Neuron.sht
ml
[7] Adi, G. (26 Februari 2002). Mekanisme Penghantaran Dalam Neuron
(Neurotransmisi).
[8] Webster, John G. (1998). Medical Instrumentation 3rd edition. John Wiley
& Sons, Inc. Page 156-167.
[9] Lehtonen, J. (3 May 2002). EEG-based Brain Computer Interfaces.
[10] Ioannides, A. A. (2009). Basic concepts of MEG and EEG. Lab. for Human
Brain Dynamics. AAI Scientific Cultural Services Ltd., Nicosia, Cyprus .
[11] Maarten van de Velde. (2000). Signal Validation in
Electroencephalography Research. February 28, 2010. Eindhoven :
Technische Universiteit Eindhoven.
[12] fungtional Magnetic Resonance Imaging. Februari 26, 2010. Science
Museum. http://www.sciencemuseum.org.uk/on-line/brain/193.asp.
[13] Zulkarnien, Benny. Neuro Imaging.. Dept Radiologi (neuroimaging).
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
79
Universitas Indonesia
[14] Paul, L. Nunez. (2006). Electric Fields of The Brain The Neurophysics of
EEG Second Edition. Oxford University Press.
[15] Jackson JD. (1975). Classical Electrodynamics, 2nd Edition. New
York:Wiley
[16] Warsito, W. (2005). Review: Komputasi Tomografi dan Aplikasinya.
Prosiding Semiloka Teknologi dan Komputasi Serta Aplikasi.
[17] WQ Yang, DM Spink, TA York, and H McCann. (1999). An Image
Reconstruction Algorithm based on Landweber's Iteration Method for
Electrical Capacitance Tomography. s.l. : IOP Publishing Ltd, , Vols.
10(1999) 1065-1069.
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
80 Universitas Indonesia
Lampiran A A. Command Script untuk algoritma Sensitivitas
clear all close all clc format long % set jumlah pixel sebesar 32x32x32 nx=32; ny=32; nz=32; n=1; mm=2; load domain3d -mat; for l=1:31 clear a b c d e f S Ex1 Ey1 Ez1 Ex2 Ey2 Ez2 % ambil data "electric field" untuk komponen x pada elektroda pertama % yang dijadikan sensor a=load(['helm2besar' num2str(l) 'x.txt'],'-ascii'); b=load(['helm2besar' num2str(l) 'y.txt'],'-ascii'); c=load(['helm2besar' num2str(l) 'z.txt'],'-ascii'); % a=a(:,4);a=squeeze(a); % b=b(:,4);b=squeeze(b); % c=c(:,4);c=squeeze(c); for m = mm:32 d=load(['helm2besar' num2str(m) 'x.txt'],'-ascii'); e=load(['helm2besar' num2str(m) 'y.txt'],'-ascii'); f=load(['helm2besar' num2str(m) 'z.txt'],'-ascii'); % d=d(:,4);d=squeeze(d); % e=e(:,4);e=squeeze(e); % f=f(:,4);f=squeeze(f); countV1=0; Ex1(1:nx,1:ny,1:nz)=0; Ey1(1:nx,1:ny,1:nz)=0; Ez1(1:nx,1:ny,1:nz)=0; Ex2(1:nx,1:ny,1:nz)=0; Ey2(1:nx,1:ny,1:nz)=0; Ez2(1:nx,1:ny,1:nz)=0; for k=1:nz; for i=1:nx; for j=1:ny; countV1=countV1+1; Ex1(i,j,k)=a(countV1); Ey1(i,j,k)=b(countV1); Ez1(i,j,k)=c(countV1); Ex2(i,j,k)=d(countV1); Ey2(i,j,k)=e(countV1);
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
81
Universitas Indonesia
Ez2(i,j,k)=f(countV1); end; end; end Ex1=Ex1.*domain3d; Ey1=Ey1.*domain3d; Ez1=Ez1.*domain3d; Ex2=Ex2.*domain3d; Ey2=Ey2.*domain3d; Ez2=Ez2.*domain3d; % find sensitivity S=-1*(((Ex1.*Ex2)+(Ey1.*Ey2)+(Ez1.*Ez2))); % get S1 for next step save(['Scrop' num2str(n)], 'S','nx','ny','nz','-mat') l m n n=n+1; end mm=mm+1; end %sensitivityall % for k=1:32 % subplot(4,8,k) % mesh(S(:,:,k)) % title(['Level=' num2str(k)]) % end %---------------------------------------------------------------------done
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010
82 Universitas Indonesia
Lampiran B
B. Command Script untuk algoritma Landweber Equation
%--------------Rekonstruksi % Initiation dn=(d-VoutE)./(VoutF-VoutE); subplot(1,2,1),bar(dn),grid axis([0,30,0,1.1]) xlabel('Data') ylabel('Digital Value') y1 = dn'; normcap(1:496,i)=y1(1:496,1); ncp(i,1:496)=y1; iter=100; alpha0=10; t=0; v0=(an3d'*y1); eval=1; t1=1; serr=0; v=v0; while t1<=iter phi1=y1-ant3d'*v0; v=v0+alpha0*(an3d'*phi1); err=abs(v-v0); serr=serr+sum(err.^2); v(find(v>1))=1; v(find(v<0))=0; v0=v; t1=t1+1; end image1=reshape(v,nx,ny,nz); %figure(2) %imagesc(image1) plot3d %-------------------------------------------
Pengembangan electrical..., Sri Elsa Fatmi, FMIPA UI, 2010