universitas indonesia aplikasi teori konservasi levine...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI TEORI KONSERVASI LEVINE PADA ASUHAN
KEPERAWATAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
NUTRISI ANAK SAKIT KRITIS DI PICU RSUPN
CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
RAHMADEVITA S A M
1 1 0 6 1 2 2 7 3 2
F A K U L T A S I L MU K E PE R A W A T A N
P R O G R A M N E R S S PE S I A L I S KE PE R A W A T A N A N A K
D E PO K
J U N I 2 0 1 4
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI TEORI KONSERVASI LEVINE PADA ASUHAN
KEPERAWATAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
NUTRISI ANAK SAKIT KRITIS DI PICU RSUPN
CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Anak
RAHMADEVITA S A M
1 1 0 6 1 2 2 7 3 2
F A K U L T A S I L MU K E PE R A W A T A N
P R O G R A M N E R S S PE S I A L I S KE PE R A W A T A N A N A K
D E PO K
J U N I 2 0 1 4
i
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
IIAL\MAN PERIITYATAAN ORISn{ALITAS
Karya Ihniah Akhir ini &loh hasil tfr!fia soya smdfui dan sonua sumber baik
yang dihnip mlprln dirujuk tch& saya nyatakan denean beaar
N@
NPM.
T@Trunn
Tmgg4l '
Rs{ft t*$At'I
t*ffit7273:2
uAplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh
NamaNPMProgram StudiJudulKarya Ilmiah
Rahmadevita S A M1106122732Ners Spesialis Keperawatan AnakAplikasi Teori Konservasi Myra E. Levine padaAsuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan KebutuhanNutisi Anak Sakit Kritis di PICU RSUPN CiptoMangunkusumo
Telah berhasil dipertahankan dihadapan l)ewan Penguji dan diterimasebagai bagian pensyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar NenSpesialis Keperawatan Anak pada Program Studi Ners SpesialisKeperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI &4Supervisor Utama
Supervisor
Penguji
Fengr{i
Yeni Rustina S.Kp., M.App.Sc., Ph.D
Ns. Fajar Tri Waluyanti, M.Kep",Sp.Kep.An
dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K)
Ns" Lina Dewi Anggraeni, M.Kql.,Sp.Kep.An
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 25 hm20l4
lll
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini dengan baik. Penulisan
Karya Ilmiah Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini, selesai dengan baik berkat bantuan, dukungan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Yeni Rustina, S.Kp, M.App.Sc, Ph.D selaku supervisor utama, yang
telah meluangkan waktu yang berharga untuk memberikan arahan,
masukan, dan bimbingan dengan penuh kesabaran dalam penyusunan
Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Ibu Ns. Fajar Tri waluyanti, M. Kep, Sp. Kep.An, selaku supervisor, yang
telah meluangkan waktu yang berharga untuk memberikan arahan,
masukan dan bimbingan dengan penuh kesabaran dalam penyusunan
Karya Ilmiah Akhir ini.
3. Direktur RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan
ijin tempat praktik dan kepala ruang rawat Perinatologi, Bedah Anak dan
Intensif Anak beserta staf perawat, atas kerja sama dan dukungannya
selama praktik Ners Spesialis Anak berlangsung
4. Suami dan anak-anakku yang tercinta, yang telah memberikan dukungan
moril dan materil selama proses penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
5. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, beserta semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun Karya Ilmiah Akhir
ini.
Semoga Allah, SWT memberikan balasan atas segala bantuan yang telah
diberikan. Amin.
Depok, Juni 2014
Penulis
iv
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
HALAMAN PER}TYATAATI PERSETUJUAI\I PT]BLIKASITUGAS AKIIIR T]NTUK KEPENTINGAI\I AKADEMIS
Sebagai sitivitas akadernik Universitas Indonesiq saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
NPM
Program Sfudi
Departemen
Fakultas
Jenis Karya
Rahmadevita S A M
t106122732
Program Ners Spesialis Keperawatan Anak
Keperawatan Anak
Ilmu Keperawatan
Karya Ilmiah Akhir
Denf pngenrbangan ilmu pengetahuarg menyetujui, untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia l{ak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-Exclusive
RoyalQt-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Aplikasi Teori Konseruasi Levine pada Asuhan Keperawatan Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Anak Sakit Kritis di PICU RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta
beserta perangkat yang ada (iika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkar5 mengelola dalam bentuk pangkalan data (dntabase), merawat
dan memubtikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenanrya
Dibuat di : DepokPada tanggal :25 lvrn20l4
Yang Menyatakan
fu9,1{1;d, /.\./vr
RaLadevita s A M
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Nama
Program Studi
Judul
: Rahmadevita S A M
: Program Ners Spesialis Keperawatan Anak
: Aplikasi Teori Konservasi Levine pada Asuhan
Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Anak
Sakit Kritis Di PICU RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
Abstrak
Teori Konservasi Levine merupakan model keperawatan praktis dengan
menggunakan prinsip konservasi yang berfokus pada keseimbangan energi anak
sakit kritis untuk kesehatan dan penyembuhan. Keseimbangan energi ini dapat
diperoleh dari asupan nutrisi yang adekuat. Hal ini ditemui pada lima kasus
kelolaan yang dibahas dalam karya ilmiah akhir ini, dan ditemukan masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Menurut teori Konservasi,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat diatasi dengan
menggunakan prinsip konservasi energi, integritas sruktural, personal dan sosial,
yakni pemberian nutrisi secara adekuat, sehingga dapat mengimbangi kebutuhan
energi yang didapat dengan yang diperlukan tubuh. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa kemajuan kesehatan setiap kasus berbeda, tergantung pada kondisi
penyakit anak, yang ditandai dengan pindah ke ruang rawat lain atau meninggal
dunia.
Kata kunci :
Anak sakit kritis, Ketidakseimbangan nutrisi, Perawatan intensif, Teori
Konservasi
vi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Name
Program of Study
Tittle
: Rahmadevita S A M
: Pediatric Nurse Specialist Program
: Application Levine’s Conservation Theory in Nursing
Care to Fulfill Critical Ill Child Nutrition Need at Cipto
Mangunkusumo National Hospital Jakarta.
Abstract
Levine Conservation Theory is a practice nursing model with conservation
principles that focused in critical ill child energy balancing for health and healing.
Energy balancing is got from the adequate intake nutrition. It was found in five
cases that discused in this Final Assignment, with the problem was nutrition
imbalance less than body requirement. According to Conservation theory,
nutrition imbalance less than body requirement could be solved by implementing
principles of energy conservation, structural conservation, personal conservation
dan social conservation, that gave adequate nutrition so could make the balance of
energy supply and demand. Result of the evaluation showed that the health
progress in the cases was different, depend on child disease condition, that marked
with moved to the other ward and death.
Keywords:
Critical ill child, Conservation Theory, Intensive Care, Nutrition imbalance
vii
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................................
ABSTRAK ..........................................................................................................
ABSTRACT ........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
1. PENDAHULUAN .........................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1.2 Tujuan .....................................................................................................
1.3 Sistematika Penulisan ..............................................................................
2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN
KEPERAWATAN ........................................................................................
2.1 Gambaran Kasus .....................................................................................
2.1.1 Kasus 1 ........................................................................................
2.1.2 Kasus 2 ........................................................................................
2.1.3 Kasus 3 ........................................................................................
2.1.4 Kasus 4 ........................................................................................
2.1.5 Kasus 5 ........................................................................................
2.2 Tinjauan Teoritis .....................................................................................
2.2.1 Kriteria Anak Sakit Kritis yang Dirawat Di PICU .....................
2.2.2 Kriteria Anak sakit Kritis Pindah Ruang Rawat dari PICU ........
2.2.3 Respon Tubuh Akibat Trauma atau Cedera yang Terjadi pada
Anak Sakit Kritis .........................................................................
2.2.4 Proses Perubahan Nutrisi pada Anak Sakit Kritis .....................
2.2.5 Peranan Dukungan Nutrisi pada Anak sakit kritis ......................
2.2.6 Tahapan Pemberian Dukungan Nutrisi pada Anak Sakit Kritis .
2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan ..
2.3.1 Konsep Utama Teori Konservasi Levine ....................................
2.3.2 Konsep Proses Keperawatan Dalam Konservasi Levine ............
2.4 Aplikasi Teori Konservasi Dalam Asuhan Keperawatan Pada Kasus
yang Terpilih ...........................................................................................
2.4.1 Assessment atau Pengkajian ........................................................
2.4.2 Trophicognosis ............................................................................
2.4.3 Hypotheses ..................................................................................
2.4.4 Intervention dan Evaluation ........................................................
3. PENCAPAIAN KOMPETENSI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN
ANAK ............................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
1
1
6
7
8
8
8
9
10
10
11
12
12
16
17
18
19
20
28
28
30
32
32
34
34
38
49
viii
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
4. PEMBAHASAN ............................................................................................
4.1 Aplikasi Teori Konservasi Myra E. Levine Pada Asuhan Keperawatan
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi pada Anak sakit Kritis ...............
4.1.1 Pengkajian ...................................................................................
4.1.2 Trophicognosis ............................................................................
4.1.3 Hipotesis ......................................................................................
4.1.4 Intervensi ....................................................................................
4.1.5 Evaluasi ......................................................................................
4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian Target....
5. SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
5.1 Simpulan .................................................................................................
5.2 Saran ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
55
55
55
57
58
59
63
65
66
66
67
ix
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak sakit kritis adalah anak yang mengalami gangguan kesehatan secara akut
maupun kronis yang dapat mengancam kehidupan, membutuhkan pemantauan
dan perawatan intensif, guna mendapatkan diagnosis dan tindakan terapeutik
yang tepat dalam mengatasi kegagalan fungsi organ serta memulihkan
stabilitas fisiologis tubuh (De Castro, Horwitz, Lopez, Klunder, Quijada, &
Hernandez, 2013). Gangguan kesehatan yang terjadi berupa: gangguan
sirkulasi, gangguan pernafasan, infeksi berat, trauma atau cedera,
pembedahan, gangguan fungsi organ dan gangguan metabolik. Kondisi ini
dapat menjadikan suatu tantangan metabolik dan fisiologik bagi anak sakit
kritis, karena anak memiliki kemampuan metabolisme yang terbatas dalam
menghadapi respon metabolik, akibat trauma, pembedahan, infeksi dan sepsis
selama fase akut berlangsung dan berdampak pada status nutrisi (Mehta et al,
2012).
Permasalahan status nutrisi pada anak sakit kritis adalah risiko kekurangan
gizi. Hal ini disebabkan karena penggunaan cadangan nutrisi yang lebih lanjut,
sebagai akibat peningkatan metabolisme dan katabolisme protein dari
penyakit akut yang dialami (Zamberlan, Delgado, Leone, Feferbaum, & Okay,
2011). Penyebab lain adalah asupan nutrisi yang tidak adekuat karena tidak
sebandingnya perhitungan kebutuhan energi dengan nutrisi yang diberikan
(Marshall & West, 2006; Mehta et al., 2012) atau penundaan pemberian
nutrisi karena pembatasan cairan, intoleransi pencernaan, pengosongan
lambung yang terlambat dan puasa untuk prosedur diagnostik yang harus
dilakukan, guna menegakkan suatu diagnosis penyakit pada anak sakit kritis
(Kyle, Jaimon, & Coss, 2012).
1
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Kyle, Jaimon dan Coss (2012) menemukan sebanyak 15-30% pasien anak
rawat inap mengalami kekurangan gizi dan sebesar 20-50% mengalami
kekurangan nutrisi yang semakin buruk selama perawatan. Bahkan selama
perawatan di Paediatric Intensive Care Unit (PICU), angka kematian hampir
mencapai 9-38% akibat kekurangan gizi yang berlanjut (Da Silva et al.,
2013). Menurut Mehta dan Duggan (2009) kekurangan gizi pada anak sakit
kritis dikaitkan dengan terjadinya perubahan fisiologis, ketidakseimbangan
nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal dan penurunan nilai imunitas seluler.
Kekurangan gizi selama perawatan akibat hipermetabolisme, terlihat adanya
penurunan massa otot yang berpengaruh pada sistem pernafasan dan
berkontribusi terhadap lamanya pemakaian ventilasi mekanik. Selain itu,
mempengaruhi proses penyembuhan luka yang berisiko terjadinya infeksi,
sehingga mengakibatkan hari rawat, mortalitas dan morbiditas menjadi
meningkat (Raju, Choudhary & Harjai, 2005; Marshall & West, 2006) dan
terjadinya gangguan perkembangan neurologi dan kognitif pada bayi (Joffe et
al., 2009). Oleh karena itu, diperlukan dukungan nutrisi yang optimal dan
adekuat selama perawatan, guna kelangsungan hidup anak dan sebagai energi
tambahan pada proses akut dan pemulihan serta mempertahankan sistem
kekebalan tubuh (Prieto & Cid, 2011; Da Silva et al., 2013).
Pemberian dukungan nutrisi yang optimal selama sakit kritis merupakan
tujuan dasar dari perawatan kritis yang memerlukan perhatian yang berfokus
pada penilaian kebutuhan energi dan penyediaan asupan nutrisi terkait dengan
waktu dan cara pemberian nutrisi. Tujuan pemberian dukungan nutrisi pada
anak sakit kritis adalah menjamin proses metabolisme tubuh secara optimal,
mencegah kekurangan nutrisi dan memberikan dukungan nutrisi yang adekuat
dalam proses penyembuhan penyakit. Pemberian nutrisi yang optimal pada
anak sakit kritis yang dirawat, mempunyai peranan penting dalam
mempertahankan fungsi organ, mencegah terjadinya gangguan fungsi sistem
kardiovaskuler, respirasi dan kekebalan tubuh sampai teratasinya fase akut
dari respon inflamasi (Tume, Carter, & Latten, 2013).
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Dukungan nutrisi dapat optimal pada anak sakit kritis, bila penyediaan energi
yang diberikan seimbang dengan kebutuhan dan mendapatkan perhatian yang
lebih, karena anak sakit kritis memiliki pengeluaran energi yang rendah
dibandingkan dengan anak sehat, akibat pengurangan aktifitas sebagai efek
dari penggunaan sedasi, namun membutuhkan kebutuhan energi basal yang
lebih tinggi daripada orang dewasa (Flaring & Finkel, 2009; Prieto & Cid,
2011). Disamping itu, ketika fase akut berlangsung tidak terjadi pertumbuhan,
sehingga tubuh memanfaatkan nutrisi untuk pertahanan terhadap penyakit.
Bila fase akut sudah terlewati, maka akan beralih ke tahap pemulihan. Pada
tahap pemulihan ini akan terjadi proses pertumbuhan kembali, sehingga
penyediaan energi harus ditingkatkan (Flaring & Finkel, 2009).
Penyediaan energi yang kurang dapat menyebabkan penipisan lemak dan
cadangan protein, sehingga mengganggu respon kekebalan tubuh. Hal ini
mengakibatkan terjadinya peningkatan kerentanan tubuh terhadap infeksi;
sebaliknya, kelebihan penyediaan energi dapat menyebabkan lipogenesis.
Lipogenesis menyebabkan terjadinya peningkatan produksi CO2, yang dapat
meningkatkan kerja pernafasan, sehingga mengakibatkan penggunaan
ventilasi mekanik menjadi lama pada anak yang mendapatkan bantuan
pernafasan (Flaring & Finkel, 2009; Botran et al., 2011). Prinsipnya
kebutuhan energi pada anak sakit harus seimbang antara penyediaan energi
dengan energi yang digunakan, apalagi anak dalam masa pertumbuhan.
Kebutuhan energi yang seimbang dapat diperoleh dari diit yang seimbang
dengan memberikan campuran komposisi nutrisi yang berasal dari
karbohidrat, lemak dan protein yakni 15-20% protein, 30% lemak, 50-60%
karbohidrat dari kebutuhan kalori (Raju, Choudhary & Harjai, 2005). Namun,
pada fase penyembuhan perhitungan pemberian kalori harus ditinjau kembali,
karena pada fase ini terjadi proses anabolik, pertumbuhan dan aktifitas fisik
dimulai kembali (Flaring & Finkel, 2009).
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Penyediaan energi yang diperoleh dari asupan nutrisi berupa: glukosa, protein
dan lemak yang diperlukan untuk metabolisme tubuh (Joffe et al., 2009).
Selanjutnya penyediaan energi yang diberikan pada anak sakit kritis dapat
memperbaiki hipermetabolisme yang terjadi dengan cara pemberian nutrisi
yang tepat atau rencana terapi nutrisi yang cermat dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori yang dibutuhkan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan
untuk memulai pemberian nutrisi secara dini (Da Silva, et al, 2013). Cara
pemberian nutrisi pada anak sakit kritis dapat dilakukan dengan cara enteral,
parenteral, atau enteral dan parenteral secara bersamaan. Tiap-tiap cara
pemberian nutrisi ini memiliki dasar pertimbangan tersendiri, baik mengenai
indikasi, manfaat dan jangka waktu pemberian, serta komplikasi yang timbul
sebagai akibat pemilihan cara pemberian nutrisi (Raju, Choudhary, & Harjai,
2005; Chowdary & Reddy, 2010).
Perawat yang merupakan salah satu anggota tim kesehatan memiliki peranan
penting dalam pemberian asuhan kritis di PICU, khususnya penatalaksanaan
pemberian nutrisi pada anak sakit kritis (French & England, 2004). Dengan
kata lain, perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan, memantau
dan mengevaluasi pemberian nutrisi, sehingga dukungan nutrisi dapat
diperoleh secara optimal yang dibuktikan dengan peningkatan stabilitas
fisiologis pada anak sakit kritis. Oleh karena itu perawat perlu memberikan
dukungan nutrisi dalam penyediaan energi yang dibutuhkan anak, sehingga
anak mampu mempertahankan fungsi organ secara fisiologis, pertumbuhan
dan perkembangannya secara optimal. Hal ini sesuai dengan prinsip
konservasi yang dikemukan oleh Levine bahwa konservasi adalah sesuatu
pencapaian keseimbangan antara penyediaaan energi dengan kebutuhan pada
individu (Schaefer, 2010).
Berdasarkan teori Konservasi, maka peran perawat adalah mempertahankan
konservasi dan integritas pada semua situasi. Dukungan nutrisi yang
diberikan merupakan salah satu upaya dalam mencegah terjadinya
ketidakseimbangan nutrisi yang kurang dari kebutuhan. Pemenuhan
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
kebutuhan nutrisi dapat memberikan suatu konservasi energi bagi anak sakit
kritis dan intervensi ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi
dan mempertahankan kesehatan secara menyeluruh, yakni pencapaian
pertumbuhan yang optimal dan mempercepat proses penyembuhan pada anak
sakit kritis (Schaefer, 2010). Hal ini sejalan dengan salah satu teori
keperawatan yang dikenal dengan teori Konservasi Levine. Tujuan dari teori
Konservasi adalah untuk mempromosikan adaptasi dan mempertahankan
keutuhan dengan menggunakan prinsip-prinsip konservasi (Schaefer, 2005).
Konservasi adalah hasil dari adaptasi. Hal ini terlihat dari kemampuan
individu dalam menghadapi hambatan atau masalah yang terjadi dan
beradaptasi sesuai dengan kebutuhan. Keberhasilan individu beradaptasi
menunjukkan keutuhan (wholeness) dalam diri individu tercapai dan dapat
dipertahankan (Schaefer, 2010).
Konservasi dapat diartikan sebagai mempertahankan keseimbangan antara
intervensi keperawatan yang diberikan dengan partisipasi klien yang sesuai
dengan kemampuannya, guna mempertahankan kelangsungan sistem
kehidupan klien. Levine meyakini bahwa seorang individu akan terus
menerus berusaha mempertahankan keutuhannya secara menyeluruh. Seorang
individu mempertahankan sistem dalam interaksi yang konstan dengan
lingkungan dan melakukan penghematan energi untuk menjaga integritas,
sehingga konservasi dapat dijadikan suatu usaha mencapai keseimbangan
antara asupan dan kebutuhan energi di dalam realitas yang unik dari individu
(Schaefer, 2010).
Model Konservasi Levine merupakan keperawatan praktis dengan konservasi
model dan prinsip yang berfokus pada kesinambungan energi klien untuk
kesehatan dan penyembuhan. Konservasi energi didasarkan pada keyakinan
bahwa aktivitas klien tergantung dari keseimbangan energi dan saat kondisi
sakit kebutuhan energi menjadi meningkat (Flaring & Finkel, 2009). Setiap
orang membutuhkan keseimbangan energi, namun dari dalam tubuh maupun
lingkungan, ada faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkurangnya energi.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Kekurangan energi merupakan dampak dari kekurangan nutrisi dengan
terjadinya ketidakseimbangan energi antara energi yang diperoleh dengan
energi yang dibutuhkan. Dengan demikian, pencapaian keseimbangan energi
akan diperoleh melalui pemenuhan kebutuhan nutrisi yang optimal. Hal inilah
yang menjadikan teori Konservasi sebagai latar belakang dari penyusunan
karya ilmiah akhir ini dengan mengaplikasikan pendekatan pada teori
Konservasi Levine pada asuhan keperawatan beberapa anak sakit kritis dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi di PICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
1.1 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran mengenai aplikasi teori konservasi dalam asuhan
keperawatan anak sakit kritis dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi di PICU
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari Karya Ilmiah Akhir ini adalah:
1. Memberikan gambaran analisis kasus pada beberapa anak sakit kritis
dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
2. Memberikan gambaran teori konservasi dalam pendekatan asuhan
keperawatan anak sakit kritis dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
3. Pembahasan kesenjangan antara teori dan praktik pada kasus,
kompetensi dan penerapan teori keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada anak sakit kritis dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
1.3 Sistematika Penulisan
Bab satu menguraikan latar belakang penulisan, tujuan dan sistematika
penulisan; bab dua menjelaskan gambaran aplikasi teori keperawatan pada
asuhan keperawatan dalam lima kasus kelolan pada anak sakit kritis, tinjauan
teoritis dan integrasi teori konservasi dalam proses keperawatan. Pada bab
tiga penjelasan mengenai pencapaian kompetensi dalam praktik spesialis
keperawatan anak; bab empat memuat tentang pembahasan mengenai aplikasi
teori konservasi pada kasus kelolaan dan praktik spesialis keperawatan anak
dalam pencapaian target. Bab lima menguraikan tentang simpulan dan saran.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
BAB 2
APLIKASI TEORI KPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Gambaran Kasus
2.1.1 Kasus 1
By H, laki-laki, usia 30 hari dirawat di PICU dengan post operasi laparatomi
eksplorasi atas indikasi obstruksi usus suspek Morbus Hansen long segmen,
NEC stadium III. Saat pengkajian (tanggal 6 Januari 2014), Berat Badan
(BB) 3,2 kg (BB waktu masuk 3,1 kg), Panjang Badan (PB) 48 cm. Post op
hari ke-13, residu lambung berwarna hitam kecoklatan, masih puasa,
distensi abdomen, albumin 3,3 gr/dl, Hb 6,2 g/dl, Gula Darah Sewaktu-
waktu (GDS) 48 gr/dl, terdapat ileostomi, turgor kulit tidak elastis, diuresis
4,1 cc/kg/jam. Na 128 mEq/L, K 5,8 mEq/L, Cl 92 mEq/L, frekuensi
pernafasan 44 x/menit, pernafasan dibantu dengan ventilator, ada retraksi
dada dan ronkhi, akral teraba hangat, S 39,60C, lekosit 20.280/uL, trombosit
12.000/uL, frekuensi nadi 190 x/menit, tekanan darah 85/41 mmHg, waktu
pengisian kapiler >2‟‟. Kesadaran anak dengan four score E2M1B4R1. Hasil
kultur darah: candida albicans. Terapi Midazolam 10 mg dalam Dextrose
5% 25 cc dengan pemberian 3 cc/jam.
Trophicognosis yang muncul antara lain ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan, ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit, pola nafas
tidak efektif, hipertermia, gangguan perfusi jaringan perifer dan perubahan
proses keluarga. Intervensi yang dilakukan: memantau tanda-tanda vital
setiap satu jam, volume residu lambung dan asupan nutrisi serta cairan,
melanjutkan dan memantau pemberian nutrisi secara parenteral yakni:
Amino Steril (AS) 6% dan D10(46) + D40(4) + KCl(8). Mengobservasi
asupan dan haluran setiap 1 jam, memantau nilai GDS setiap hari dan nilai
albumin serta elektrolit. Kolaborasi pemberian terapi Farmadol 30 mg (IV).
Pada hari perawatan ke-35 (tanggal 17 Januari 2014) jam 10.10 WIB, By H
dinyatakan meninggal dunia oleh dokter dihadapan kedua orang tuanya.
8
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
2.1.2 Kasus 2
By R, 3 bulan, perempuan dengan hernia diafragma repair, post op MESH,
gizi kurang dan PDA kecil, dirawat di PICU. Saat dilakukan pengkajian
(tanggal 20 Februari 2014) didapatkan BB 3,4 kg (BB masuk RS 3,5 kg),
PB 57 cm, post operasi hari ke-4, albumin 3,49 gr/dl, GDS 82 gr/dl.
Frekuensi pernafasan 52 x/menit, frekuensi nadi 132 x/menit, pernafasan
dibantu dengan ventilator, ada ronkhi. Hasil foto thorak: terlihat atelektasis
paru kanan. Hb 8 g/dl, waktu pengisian kapiler> 2‟‟, akral teraba dingin.
Kesadaran anak dengan four score E4M4B4R1. Terapi Midazolam 10 mg
dalam dextrose 5% 25 cc dengan pemberian 1 cc/jam dan Morphin 1,7 mg
dalam 25 cc Dextrose 5% dengan pemberian 0,5 cc/jam.
Trophicognosis yang muncul antara lain ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan nafas tidak efektif,
gangguan perfusi jaringan perifer, risiko perkembangan terlambat dan
proses keluarga yang terganggu. Intervensi yang dilakukan memantau
tanda-tanda vital setiap satu jam, mengevaluasi volume residu lambung tiap
4 jam, pada hari berikutnya menjadi tiap 8 jam, memantau kebutuhan
nutrisi dan cairan, melanjutkan dan memantau pemberian ASI secara
kontinu dengan menggunakan syringe pump melalui OGT dan nutrisi
parenteral yakni: Amino Steril (AS) 6% dan D10(46) + D40(4) + KCl(10).
Hari berikutnya diganti dengan N5 + KCl(10), mengobservasi asupan dan
haluran setiap 1 jam, memantau nilai GDS setiap hari serta nilai albumin
dan elektrolit dan melakukan minimal handling.
Pada hari perawatan ke-7 di PICU (tanggal 27 Februari 2014) jam 14.00
WIB, by R dipindahkan ke ruangan BCH dengan kondisi OGT masih
terpasang, cairan N5 + KCl (10) dengan pemberian 1 cc/jam, diit
Pregestimil 6x60cc. BB 3,5 kg.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.1.3 Kasus 3
Anak D, usia 1 tahun 7 bulan, laki-laki dengan Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL), syok sepsis dan pneumonia. Saat dilakukan pengkajian
(tanggal 4 Maret 2014) didapatkan BB 10 kg (BB saat masuk RS 10kg), PB
68 cm, albumin 2,6 gr/dl, Na 133 mEq/L, K 3,4 mEq/L, Cl 105 mEq/L,
GDS 159 gr/dl, Hb 9,52 g/dl, trombosit 50.800/uL, lekosit 21.000 /uL.
Frekuensi pernafasan 52 x/menit, pernafasan dibantu dengan ventilator, ada
ronkhi, frekuensi nadi 152 x/menit, S 36,60C, procalsitonin 6,27 mg/mL.
Kesadaran anak dengan four score E2M3B4R1. Terapi: Midazolam 30 mg
dalam Dextrose 5% 25 cc dengan pemberian 2 cc/jam, Morphin 5 mg dalam
NaCl 0,9 % 25 cc dengan pemberian 0,8 cc/jam.
Trophicognosis yang muncul antara lain ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan nafas tidak efektif,
infeksi. Intervensi yang dilakukan: memantau tanda-tanda vital setiap satu
jam, mengevaluasi volume residu lambung dan distensi abdomen tiap 4 jam,
memantau kebutuhan nutrisi dan cairan, melanjutkan dan memantau
pemberian nutrisi parenteral yakni: Amino Steril (AS) 6%, N5(46) + D40(4)
+ KCl(10), Lipofundin 20%. Pada hari berikutnya mendapatkan nutrisi
enteral berupa Peptamen sebanyak 15 cc yang diberikan secara bolus
melalui OGT. Namun pada hari perawatan kelima, Anak D dipuasakan
karena residu lambung berwarna kecoklatan, pernafasan tidak stabil dan
mendapatkan terapi Propofol 30 mg dalam 40 cc NaCl 0,9%, mengobservasi
asupan dan haluran tiap 1 jam, memantau nilai GDS setiap hari serta nilai
albumin dan elektrolit. Pada hari perawatan ke-9 di PICU (tanggal 11 Maret
2014) jam 19.45 WIB Anak D dinyatakan meninggal dunia oleh dokter
dihadapan kedua orang tuanya.
2.1.4 Kasus 4
An N, 8 tahun 3 bulan, perempuan, dirawat dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 2 hari yang lalu, kejang, muntah dan didiagnosis encefalitis
atas indikasi morbili, pneumonia dan sepsis, diintubasi dan masuk PICU
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
setelah 3 hari dilakukan ventilasi tekanan positif dengan menggunakan
ambu bag di IGD. Saat dilakukan pengkajian (tanggal 24 Maret 2014)
didapatkan BB 35 kg (BB masuk RS 35 kg), PB 141 cm, Hb 10,4 g/dl,
albumin 3,2 gr/dl, Na 142 mEq/L, K 3,2 mEq/L, Cl 107 mEq/L, GDS 122
gr/dl, lekosit 12.700 /uL. Frekuensi nadi 152 x/menit, frekuensi pernafasan
52 x/menit, S 36,60C, procalsitonin 14,6, diit MC 8x45cc, pernafasan
dibantu dengan ventilator, nafas cuping hidung, ada ronkhi, ada sekret di
OTT dan mulut. Kesadaran anak dengan four score E2M3B4R1. Terapi
Midazolam 15 mg dalam dextrose 5% 25 cc dengan pemberian 1 cc/jam.
Trophicognosis yang muncul antara lain ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan nafas tidak efektif,
gangguan perfusi jaringan serebral. Intervensi yang dilakukan: memantau
tanda-tanda vital setiap satu jam, mengevaluasi residu lambung dan distensi
abdomen tiap 4 jam, memantau kebutuhan nutrisi dan cairan, melanjutkan
dan memantau pemberian nutrisi parenteral yakni: Amino Steril (AS) 6%,
N5(259) + D40(250) + KCl(10), Lipofundin 20%, dan memberikan nutrisi
enteral berupa MC 8x45 cc yang diberikan secara bolus melalui NGT. Hari
perawatan keempat, terapi Midazolam dihentikan, maka diet MC naik
secara bertahap, hari keenam diet MC menjadi 8x225 cc, mengobservasi
asupan dan haluran setiap 1 jam, memantau nilai GDS setiap hari serta nilai
albumin dan elektrolit. Pada hari perawatan ke-11 (tanggal 1 April 2014)
jam 11.00 WIB, Anak N pindah ruang rawat ke ruangan infeksi dengan
kondisi NGT terpasang, diet MC 6x300cc dan kesadaran apatis.
2.1.5 Kasus 5
By A, 8 bulan, laki-laki, dirawat dengan sesak nafas dan demam. Diagnosis
pneumonia dan gizi buruk. Setelah 3 hari dilakukan ventilasi tekanan positif
dengan ambu bag dalam kondisi terintubasi, By A pindah rawat dari IGD ke
PICU. Saat dilakukan pengkajian (tanggal 18 April 2014) didapatkan BB
2,9 kg (BB saat masuk RS 3 kg), PB 51 cm, albumin 2,8 gr/dl, GDS 139
gr/dl, lekosit 13.000 /uL, puasa. Frekuensi nadi 184 x/menit, frekuensi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
pernafasan 68 x/menit, pernafasan dibantu dengan ventilator, ada ronkhi,
ada sekret di OTT dan mulut, ada retraksi dinding dada, nafas cuping
hidung. Hasil foto thorak: terdapat infiltrat pada kedua lapang paru.
Kesadaran anak dengan four score E3M3B4R1. S 36,60C, waktu pengisian
kapiler >2‟‟,akral teraba dingin, procalsitonin 0,16. Terapi Midazolam 9 mg
dalam Dextrose 5% 25 cc dengan pemberian 2 cc/jam, Morphin 3 mg dalam
NaCl 0,9 % 25 cc dengan pemberian 1 cc/jam dan Dobutamin 90 mg dalam
Dextrose 5% 25 cc dengan pemberian 0,5 cc/jam.
Trophicognosis yang muncul antara lain ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan nafas tidak efektif,
gangguan pertukaran gas, gangguan perfusi jaringan perifer, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, perubahan proses keluarga. Intervensi
yang dilakukan: memonitoring tanda-tanda vital setiap satu jam,
mengevaluasi volume residu lambung dan distensi abdomen, memantau
kebutuhan nutrisi dan cairan, melanjutkan dan memantau pemberian nutrisi
parenteral yakni; Amino Steril (AS) 6%, N5(400) + D40(100) + KCl(15),
Lipofundin 20%, dan mengobservasi asupan dan haluran setiap 1 jam,
menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan membran mukosa, menempatkan
By A dalam nesting, memantau nilai GDS setiap hari serta nilai albumin dan
elektrolit. Pada hari perawatan ke-8 di PICU (tanggal 5 Mei 2014) jam
11.45 WIB, By A dinyatakan tidak dilakukan resusitasi oleh kedua orang
tua dan jam 18.15 WIB dinyatakan meninggal dunia oleh dokter dihadapan
kedua orang tua.
2.2 Tinjauan Teoritis
2.2.1 Kriteria Anak Sakit Kritis yang Dirawat di PICU
Menurut SCHN (2014) kriteria anak sakit yang mendapatkan perawatan
intensif adalah:
1. Anak sakit berat pada sistem pernafasan yang mengancam
kehidupannya dalam kondisi :
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
a. Terintubasi endotrakheal atau berisiko untuk diintubasi dan
membutuhkan ventilasi mekanik
b. Penyakit paru progresif yang berisiko terjadinya kegagalan nafas
atau penyumbatan jalan nafas
c. Pembuatan trakeostomi dengan membutuhkan atau tanpa ventilasi
mekanik
d. Trauma akut pada saluran pernafasan atas maupun bawah
e. Mendapatkan terapi inhalasi secara terus menerus dan membutuhkan
pemantauan yang tidak dapat dilaksanakan di ruang rawat biasa
2. Anak sakit berat pada sistem kardiovaskuler yang mengancam
kehidupannya dengan kondisi:
a. Syok
b. Pasca dilakukan resusitasi jantung paru
c. Ganggungan irama jantung yang dapat mengancam kehidupan
d. Gagal jantung kongestif yang tidak stabil dengan dan tanpa ventilasi
mekanik
e. Melakukan tindakan pada intrathorak yang berisiko terhadap
kardiovaskular
f. Membutuhkan pemantauan dengan menggunakan arteri line, vena
sentral cateter dan tekanan arteri pulmonal
g. Terpasang alat pacu jantung
3. Anak sakit berat pada sistem persyarafan yang mengancam
kehidupannya dengan kondisi:
a. Kejang yang membutuhkan terapi anti kejang secara terus menerus
b. Penurunan tingkat kesadaran atau koma yang berisiko terjadinya
gangguan pernafasan
c. Pasca tindakan neurologi yamg membutuhkan pemantauan secara
invasif
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
d. Infeksi akut pada medulla spinalis, otak dan selaput otak dengan
depresi neurologis, gangguan hormonal dan metabolik, serta
pernafasan yang berisiko terjadinya peningkatan intra kranial
e. Cedera kepala dengan peningkatan tekanan intra kranial
f. Preoperatif neurosurgical dengan gangguan neurologik
g. Gangguan fungsi neuromuscular yang progresif dengan atau tanpa
perubahan sensasi dan membutuhkan pemantauan kardiovaskular
dan dukungan pernafasan
h. Penekanan pada tulang belakang
i. Pemasangan drainase ventrikel
4. Anak sakit berat dengan penyakit onkologi dan ketidakstabilan
hematologi yang mengancam kehidupannya dengan kondisi:
a. Pertukaran transfusi
b. Plasmapheresis dan leukopheresis dengan kondisi klinik yang tidak
stabil
c. Coagulopathy berat
d. Anemia yang berisiko terjadinya gangguan hemodinamik dan
pernafasan
e. Terjadinya komplikasi dari penyakit sickle cell crisis berupa
perubahan kesadaran, anemia plastik dengan hemodinamik yang
tidak stabil
f. Awal kemoterapi dari sindroma tumor lisis
g. Adanya penekanan tumor atau massa pada pembuluh darah, organ
atau saluran pernafasan
5. Anak sakit berat dengan penyakit metabolik dan ketidakstabilan
endokrin yang mengancam kehidupannya dengan kondisi:
a. Ketoasidosis diabetikum berat
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
b. Gangguan elektrolit berat yang membutuhkan pemantauan yang
intensif atau tindakan yang komplek, guna mempertahankan
keseimbangan cairan (hiperkalemia, hipo atau hipernatremia, hipo
atau hiperglisemia, asidosis metabolik berat)
6. Anak post operatif yang memerlukan pemantauan dan tindakan yang
intensif, dengan kondisi:
a. Pembedahan kardiovaskular, thorak, neurosurgical, otolaryngologic,
craniofacial, tulang atau tulang belakang dan bedah umum dengan
hemodinamik dan pernafasan yang tidak stabil.
b. Transplantasi organ
c. Pendarahan hebat selama operasi atau post operatif
7. Anak dengan penyakit gastrointestinal yang mengancam kehidupannya
dengan kondisi:
a. Perdarahan gastrointestinal akut yang dapat menyebabkan tidak
stabilnya hemodimaik dan pernafasan
b. Koma karena gagal hepar akut yang dapat menyebabkan tidak
stabilnya hemodinamik dan pernafasan
c. Post operatif transplantasi hepar
8. Anak dengan penyakit ginjal yang mengancam kehidupannya dengan
kondisi:
a. Gagal ginjal
b. Memerlukan hemodialisis, peritoneal dialisis atau Continuous Renal
Replacement Therapy (CRRT) pada saat kondisi tidak stabil
c. Acute rhabdomyolysis dengan insufisiensi ginjal
d. Gangguan elektrolit berat
e. Hipertensi dengan kejang atau encefalopati
f. Post transplantasi ginjal
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
9. Anak dengan penyakit multi sistem yang mengancam kehidupannya
dengan kondisi:
a. Keracunan atau overdosis dengan risiko gangguan sistem organ
penting
b. Sindroma gangguan fungsi multi organ
c. Suspek maligna hipertermia
d. Luka bakar lebih dari 20%
10. Kondisi yang memerlukan penerapan teknologi khusus, pemantauan dan
intervensi yang komplek atau pengobatan yang berhubungan dengan
penyakit yang melebihi keterbatasan kebijakan dari unit perawatan
pasien anak
2.2.2 Kriteria Anak Sakit Kritis Pindah Ruang Rawat dari PICU
Menurut SCHN (2014) kriteria pasien anak sakit kritis pindah ruang rawat
dari PICU:
1. Hemodinamik stabil
2. Terekstubasi dengan nilai Analisa Gas Darah stabil dan tidak ada
penyumbatan di jalan nafas
3. Memerlukan oksigen yang minimal atau telah bernafas dengan spontan
4. Pemberian dukungan terapi inotropik, vasodilator dan anti aritmia tidak
diperlukan atau diberikan dalam dosis rendah dan pasien anak dalam
kondisi stabil
5. Gangguan irama jantung yang terkontrol
6. Tidak memerlukan alat pemantauan tekanan intra kranial
7. Tingkat kesadaran stabil dengan kejang yang terkontrol
8. Tidak menggunakan peralatan pemantauan hemodinamik
9. Pasien anak dinyatakan stabil dengan menggunakan ventilasi mekanik
yang kronis
10. Peritonial dan hemodialisis yang rutin dengan tidak melebihi pedoman
perawatan umum
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
11. Pasien anak dengan trakeostomi tidak membutuhkan suction yang
secara berlebihan
12. Tim kesehatan dan keluarga menerima keputusan bahwa perawatan di
PICU tidak dibutuhkan atau tidak memberikan manfaat yang bearti bagi
kesehatan pasien anak
2.2.3 Respon Tubuh Akibat Trauma atau Cedera yang Terjadi pada Anak
Sakit Kritis
Anak sakit kritis mengalami perubahan metabolik yang sebanding dengan
kondisi penyakit yang dialaminya. Akibat dari perubahan metabolik ini akan
terjadi suatu serangkaian respon tubuh yang kompleks dengan melibatkan
peningkatan produksi hormon counter regulatory (katekolamin, kortisol,
glukagon dan hormon pertumbuhan) dan sitokin yang secara bersama-sama
meningkatkan kebutuhan metabolisme secara signifikan. Respon tubuh
terhadap trauma atau cedera yang terjadi meliputi 3 (tiga) fase, yakni:
1. The ebb phase
Ebb phase berlangsung segera atau beberapa jam setelah trauma atau
cedera terjadi dan ditandai dengan aktivasi saraf simpatik dan faktor
humoral (French & Marie England, 2004). Pada fase ini didominasi oleh
perubahan sirkulasi yang memerlukan resusitasi berupa cairan atau
produk darah. Fase ini berlangsung selama 8-24 jam (Afifi, Elazzazy,
Abdulrahman & Latifi, 2013).
2. The catabolic flow phase
The catabolic flow phase didominasi oleh katabolisme, biasanya
berlangsung selama 3-10 hari, atau dapat berlangsung lebih dari 10 hari
(Dogjani, Zatriqi, Uranues & Latifi, 2011; Afifi, Elazzazy, Abdulrahman
& Latifi, 2013). Pada fase ini terjadi peningkatan pengeluaran hormon
stres seperti glukokortikoid, hormon pertumbuhan, glukagon, dan
katekolamine, sehingga terjadi peningkatan metabolisme (French &
England, 2004) dan peningkatan pelepasan mediator inflamasi atau
sitokin yakni Interleukin 1 dan 6 (IL-1, IL-6) serta Tumor Necrosis
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Faktor (TNF) dari limfosit serta makrofag pada reaksi imun seluler.
Pelepasan mediator ini sebanding dengan intensitas cedera atau trauma
yang terjadi (Afifi, Elazzazy, Abdulrahman & Latifi, 2013).
3. Anabolic phase
Pada fase ini terjadi proses peralihan dari metabolisme ke kegiatan
sintesis dan membangun kembali massa otot yang hilang, sehingga
keseimbangan nitrogen yang positif dapat tercapai (French & England,
2004; Dogjani, Zatriqi, Uranues & Latifi, 2011).
2.2.4 Proses Perubahan Nutrisi pada Anak Sakit Kritis
Peningkatan proses metabolisme sebagai akibat dari respon metabolik yang
terjadi pada anak sakit kritis, menjadikan cadangan glikogen di hati dipecah
menjadi glukosa dan diedarkan ke dalam pembuluh darah, sehingga
meningkatkan kadar glukosa di dalam darah. Apabila cadangan glikogen
berkurang, maka tubuh akan memecah protein yang ada di otot, agar asam
amino dapat dipergunakan dalam proses glukoneogenesis. Di samping itu
trigliserida dari jaringan adiposa akan dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol, sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber energi dalam bentuk
glukosa. Hiperglisemia dan peningkatan glikoneogenesis merupakan respon
terhadap kebutuhan glukosa yang tinggi pada jaringan yang terluka. Selain
itu, hiperglikemia yang terjadi mengakibatkan peningkatan insulin yang
akan mempengaruhi mobilisasi lemak dari cadangan lemak yang ada dalam
tubuh, sehingga tubuh akan mengalami kekurangan lemak (De Carvalho &
Leite, 2008; Nurnaningsih, 2013).
Pada saat bersamaan tubuh melepaskan glukagon dan mediator lain yang
menghambat kerja insulin dan membatasi penyediaan glukosa untuk
jaringan, sehingga otot dan sel lainnya harus menggunakan asam amino
sebagai alternatif sumber energi. Pengeluaran katekolamin menyebabkan
peningkatan kebutuhan protein, karena terjadinya peningkatan sintesa
protein di hepar, sehingga terjadi hiperkatabolisme (Nurnaningsih, 2013).
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Hiperkatabolisme mengakibatkan kehilangan cadangan protein di otot.
Hiperkatabolisme protein yang terjadi di otot skeletal diperlukan untuk
kebutuhan fungsi imun dan proses penyembuhan jaringan atau inflamasi.
Selain itu sitokin (IL-1 dan TNF) yang dilepaskan dari jaringan yang cedera
dan glukokortikoid akan merangsang proteolisis otot. Akibat proteolisis otot
akan terjadi peningkatan ureagenesis, sintesis protein, pengeluaran nitrogen
urin dan pemakaian asam amino sebagai substrat oksidatif dalam
pembentukan energi. Peningkatan sintesis protein di hepar dan katabolisme
protein mengakibatkan terjadi defisit protein di dalam tubuh (French &
England, 2004; Dogjani, Zatriqi, Uranues & Latifi, 2011; Nurnaningsih,
2013).
2.2.5 Peranan Dukungan Nutrisi pada Anak Sakit Kritis
Dukungan nutrisi memiliki peranan penting pada perawatan anak sakit
kritis, karena sering dijumpai terjadinya gangguan nutrisi sehubungan
dengan meningkatnya metabolisme dan katabolisme sebagai akibat dari
perubahan hormonal dan metabolisme yang berhubungan dengan respon
inflamasi sistemik yang dipicu dari kondisi trauma atau cedera (De
Carvalho & Leite, 2008). Hipermetabolisme dan hiperkatabolisme memicu
terjadinya penghancuran cadangan karbohidrat, protein, dan lemak yang
berlangsung cepat untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang meningkat
(French & England, 2004). Akibat hipermetabolisme yang berlanjut akan
mempercepat terjadinya proses kekurangan nutrisi dan gangguan fungsi
imunologis, bahkan dalam beberapa kasus menimbulkan kegagalan multi
organ sebagai akibat tubuh kehabisan cadangan energi, sementara anak
memiliki kemampuan metabolisme yang terbatas dan kebutuhan energi
yang besar untuk pertumbuhan (De Carvalho & Leite, 2008). Oleh sebab
itu anak sakit kritis memerlukan dukungan nutrisi guna kelangsungan
hidupnya. Menurut French dan England (2004); De Carvalho dan Leite
(2008); Challigan dan Huang (2009) peranan dukungan nutrisi pada anak
sakit kritis adalah:
1. Mempertahankan keseimbangan kalori
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
2. Meminimalkan kehilangan massa tubuh
3. Meminimalkan dampak katabolisme dan hiperbolisme yang terjadi
selama proses inflamasi sistemik berlangsung
4. Mempertahankan fungsi organ dan mendukung sistem kekebalan tubuh
5. Meningkatkan proses penyembuhan luka
6. Mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
7. Mengurangi morbiditas dan mortalitas
2.2.6 Tahapan Pemberian Dukungan Nutrisi pada Anak Sakit Kritis
2.2.6.1 Pemantaun Status Nutrisi dan Metabolik
Pemantauan status nutrisi dan metabolik bertujuan untuk
mengidentifikasi perubahan nutrisi, berupa kelebihan atau kekurangan
zat nutrisi, menentukan kebutuhan nutrisi dan tehnik pemberian nutrisi.
Pemantauan status nutrisi dan metabolik meliputi:
a. Pengukuran antrometri
Pengukuran antrometri pada anak sakit kritis merupakan pengukuran
objektif yang penting dalam mendeteksi malnutrisi, membantu
perencanaan dan pemantauan dukungan nutrisi selama perawatan.
Pengukuran antrometri harus mengacu pada standar referensi yang
telah ditetapkan misalnya berdasarkan National Center for Health
Statistics of The Centers for Disease Control and Prevention atau
WHO. Namun yang diperhatikan, pengukuran berat badan dilakukan
pada kondisi anak dalam terhidrasi dengan baik, karena berat badan
anak dapat meningkat, ketika terjadi retensi cairan pada fase akut
infeksi berat berlangsung (Mehta & Compher, 2009; Prieto & Cid,
2011).
b. Pengukuran pengeluaran energi
Penentuan pengeluaran kalori dengan menilai Resting Energy
Expenditure (REE). REE adalah jumlah kalori yang dikeluarkan oleh
tubuh selama 24 jam disaat istirahat atau 70% sampai 80% kalori yang
digunakan oleh tubuh. REE berguna untuk mengoptimalkan dukungan
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
nutrisi, sehingga mencegah terjadinya underfeeding dan overfeeding
(Gathinji & Harris, 2008; Sarid, Cohen, Houri & Singer, 2013).
Pengukuran pengeluaran energi yang tepat pada perawatan kritis
adalah menggunakan kalorimetri indirek. Kalorimetri indirek adalah
metode terbaik untuk melakukan pengukuran pengeluaran energi dan
keseimbangan nitrogen secara bersamaan dan memungkinkan untuk
menentukan katabolisme protein, serta analisis nutrisi yang akan
diberikan atau keseimbangan antara pemberian dan penggunaan
energi dapat dihitung secara langsung (De Carvalho & Leite, 2008;
Prieto & Cid, 2011). Menurut Botran, et al. (2011) penggunaan
kalorimetri indirek belum meluas digunakan di PICU, sehingga ada
cara lain untuk memperkirakan pengeluaran energi dengan
menggunakan persamaan standar, seperti yang yang dikemukakan
oleh Ganthinji dan Harris (2008), diantaranya:
1) FAO/WHO/UNU
a) Laki-laki (3-10th): [22,7x BB (kg)]+495
b) Perempuan (3-10th): [22,5xBB (kg)]+499
c) Laki-laki (10-18th): [12,2x BB (kg)]+746
d) Perempuan (10-18th): [17,5xBB (kg)]+651
2) Schofield-HW
a) Laki-laki (0-3th):[ 0,167 x BB(kg)]+[15,174x TB(cm)]-617,6
b) Perempuan (0-3th): [16,525x BB (kg)]+[10,232xTB(cm)]-413,5
c) Laki-laki (3-10th): [19,6x BB (kg)]+[1,033XTB(cm)]+414,9
d) Perempuan (3-10th): [16,97x BB (kg)]+[1,618xTB(cm)]+371,2
e) Laki-laki (10-18th): [16,25x BB (kg)]+[1,372xTB(cm)]+515,5
f) Perempuan (10-18th): 8,365x BB (kg)]+[4,65xTB(cm)]+200
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
c. Pengukuran serum biokimia
Pengukuran serum biokimia yang dapat dilakukan berupa pengukuran
nilai elektrolit, urea, laktat, amonia, protein, analisa gas darah,
glukosa, trigliserida dan keseimbangan nitrogen (De Carvalho &
Leite, 2008) dan albumin, kalsium, magnesium dan transferrin (Ong,
Han, Ming Wong & Lee, 2014).
2.2.6.2 Menentukan Kebutuhan Cairan dan Kalori
a. Kebutuhan cairan
Kebutuhan cairan tergantung pada umur, berat badan, luas permukaan
tubuh, status hidrasi, lingkungan dan kondisi klinis, seperti, gagal
ginjal, gagal jantung kongestif dan sebagainya. Jumlah cairan dalam
mililiter harus disetarakan dengan kebutuhan kalori yang telah
diperhitungkan. Umumnya pada pemberian total parenteral nutrisi
(TPN) harus dimonitoring dua kali sehari setiap 12 jam, sehingga
perubahan elektrolit atau keseimbangan asam-basa dapat diatasi
segera. Total jumlah cairan dapat dibatasi dengan membuat cairan
nutrisi lebih hipertonik pada pasien dengan gagal ginjal, gagal jantung
kongestif dan sebagainya, sebagai salah satu usaha dalam membatasi
jumlah cairan (Chowdary & Reddy, 2010).
Tabel: Kebutuhan cairan rumatan berdasarkan berat badan
Berat Badan Kebutuhan cairan perhari
0-10 kg
11-20 kg
>20 kg
100 ml/kg
100 ml/kg untuk 10 kg pertama + 50 ml/kg untuk 10 kg berikutnya
100 ml/kg untuk 10 kg pertama + 50 ml/kg untuk 10 kg berikutnya + 20
ml/kg untuk setiap kg diatas 20 kg
Sumber: Hazinski (2013)
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
b. Kebutuhaan kalori
Cara menentukan kebutuhan kalori pada anak sakit kritis adalah nilai
kebutuhan kalori basal dikalikan dengan faktor resiko (REE x faktor
resiko). Faktor resiko bervariasi tergantung keadaan penyakit yang
dialami anak (Nurnaningsih, 2013). Namun berdasarkan Formula
White untuk menentukan kebutuhan kalori anak sakit kritis adalah:
[( 17x umur (bulan)) + (48x BB (kg)) + (292 x suhu tubuh (0C)) -
9677 ] x 0,239 (Sarid, Cohen, Houri & Singer, 2013; Nurnaningsih,
2013).
2.2.6.3 Menentukan Cara Pemberian Nutrisi
Cara pemberian nutrisi terbagi atas:
a. Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral merupakan bagian integral dalam pengelolaan anak
sakit kritis dalam mencapai dukungan nutrisi secara lengkap dan
optimal. Nutrisi enteral merupakan pemberian asupan nutrisi melalui
mulut (Lee, Koh, Kim, Sohn, Kim, & Kim, 2013) atau membutuhkan
dukungan dalam mempertahankan nutrisi yang cukup melalui
pemasangan selang ke lambung (Nijs & Cahill, 2010).
Keuntungan nutrisi enteral dibandingkan dengan nutrisi parenteral
adalah biayanya lebih murah, mudah, aman dan tingkat komplikasi
yang terjadi lebih rendah. Selain itu, nutrisi enteral dapat memperbaiki
integritas mukosa usus, merangsang sekresi usus, hormon dan aliran
darah. Walaupun pemberiannya minimal (trophic feeding) sebesar 10-
15ml/kgBB/hari, dapat mempertahankan beberapa hormon penting
pada saluran pencernaan (Da Silva, et al, 2013; Ming, Ong, Han &
Lee, 2013).
Pemberian nutrisi secara enteral, sedapat mungkin segera diberikan
pada anak sakit kritis, bila tidak ada kontraindikasi. Secara fisiologis
lebih menguntungkan, terutama mencegah gangguan fungsi sistem
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
kardiovaskular, pernapasan, dan sistem kekebalan tubuh (Brown,
Forbes, Vitale, Tirodker, & Zeller, 2012). European Society of
Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN) merekomendasikan
pemberian nutrisi enteral dimulai dalam 24 jam pertama di rawat dan
menurut Canadian Society for Nutritional Sciences (CSCN) dimulai
dalam 24-48 jam pertama. Selanjutnya dapat diteruskan sampai
kebutuhan nutrisi anak terpenuhi. Jika pemberian nutrisi enteral tidak
toleransi maka pemberian nutrisi dilakukan secara parenteral (Afifi,
Elazzazy, Abdulrahman & Latifi, 2013).
Metode pemberian nutrisi enteral menurut Jacobson dan Calligan,
(2009); Nurnaningsih (2013) terbagi atas:
1) Pemberian secara bolus
Cara pemberian nutrisi enteral dalam waktu yang singkat antara
15-60 menit setiap 3-6 jam dengan menggunakan gaya gravitasi
untuk mendorong nutrisi ke lambung. Metode ini tidak boleh
digunakan pada pasien yang memiliki usus yang pendek atau
terpasang slang jejunum atau duodenum.
2) Pemberian secara intermitten
Cara pemberian nutrisi enteral sebanyak 2 ml/kg dalam waktu
20-45 menit setiap 4-6 jam dengan menggunakan pompa infus
untuk mendorong nutrisi ke lambung.
3) Pemberian secara kontinu
Cara pemberian nutrisi enteral yang dimulai dengan volume yang
kecil yakni setengah dari kebutuhan kalori dengan kecepatan
1 ml/kg/jam. Bila toleransi makanan baik dalam 24 jam, maka
dapat ditingkatkan menjadi 0,5 ml/kg/j sampai tercapainya volume
yang ditentukan. Pemberiannya dilakukan secara terus menerus
dengan menggunakan pompa infus.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Menurut Nurnaningsih (2013), hal-hal yang harus diperhatikan pada
pasien yang mendapatkan nutrisi enteral:
1) Intoleransi makanan
Adanya muntah, diare, konstipasi, distensi abdomen, perdarahan
lambung, peningkatan lingkar perut dan volume residu lambung
2) Status nutrisi dan metabolik
Penurunan berat badan, nilai Na, K, Mg, Ca, PO4, glukosa darah,
ureum, fungsi hepar dan nitrogen
3) Penempatan selang nasogastrik, jejunum atau duodenum
b. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral merupakan pemberian nutrisi melalui pembuluh
darah sebagai dukungan nutirisi bagi pasien yang tidak mampu
menyerap cairan dan nutrisi secara adekuat pada saluran
gastrointestinal dan dapat diberikan melalui vena perifer dan sentral
(Chowdary & Reddy, 2010).
Metode pemberian nutrisi parenteral terbagi atas:
1) Vena perifer
Pada vena perifer batasan konsentrasi cairan atau osmolitas cairan
adalah kecil dari 700 mOsm/L. Konsentrasi dekstrosa yang
ditoleransi hanya antara 5-10% dengan osmolalitas sebesar 250-
500 mOsm/L. Beberapa penelitian menunjukkan konsentrasi
dekstrosa sampai 12,5% masih dapat ditoleransi (Callan &
Salvestrini, 2013).
2) Vena sentral
Pada vena sentral ini dapat diberikan cairan yang memiliki
osmolaritas dan konsentrasi yang tinggi seperti dekstrosa 25-30%
yang merupakan larutan hipersomoler dengan memiliki osmolalitas
sebesar 1200-1500 mOsm/L (Callan & Salvestrini, 2013).
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Menurut Nurnaningsih (2013) bahwa pemberian nutrisi parenteral pada
anak sakit kritis dapat diberikan dalam 24-48 jam pertama perawatan
dengan menentukan kebutuhan karbohidrat, lemak, protein dan elektrolit.
Selanjutnya nutrisi parenteral secara bertahap dapat dihentikan dalam 24
jam, bila asupan nutrisi enteral sudah adekuat yang diiringi dengan
bertambahnya jumlah nutrisi enteral yang diberikan, minimal sudah
mencapai 2/3 dari kebutuhan (Raju, Choudhary & Harjai, 2005).
Komposisi campuran karbohidrat, protein, lemak dan elektrolit pada
nutrisi parenteral:
1) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang utama pada anak sakit
kritis, karena 50-60 % dari total kalori yang dibutuhkan berasal dari
karbohidrat. Selain itu karbohidrat merupakan penyediaan energi yang
penting bagi otak, ginjal dan eritrosit (Raju, Choudhary & Harjai,
2005; Flaring & Finkel, 2009). Kekurangan asupan glukosa
mengakibatkan terjadinya hipoglikemia dan kelebihan glukosa
menimbulkan hiperglikemia (Flaring & Finkel, 2009).
Kebutuhan karbohidrat dimulai 5-7 gr/kg/hari dapat dinaikkan secara
bertahap sebesar 2-4 gr/kg/hari sampai target maksimal 25 g/kg/hari.
Glukosa dalam bentuk cairan memberikan kalori sebesar 3,4 kkal/gr
dan dalam bentuk pemberian enteral mengandung kalori sebesar
4 kkal/gr. Selama fase awal dari sakit kritis Glucose Infusion Rate
(GIR) sebesar 4-6 mg/kg/menit dan harus dilakukan titrasi sesuai
dengan kadar glukosa darah (Raju, Choudhary & Harjai, 2005;
Nurnaningsih, 2013).
2) Protein
The American Society for Parenteral merekomendasikan kebutuhan
protein untuk anak-anak sakit kritis adalah 2 sampai 3 g/kg/hari untuk
anak usia <2 tahun, 1,5 sampai 2 g/kg/hari untuk anak berusia 2-13
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
tahun, dan 1,5 g/kg /hari untuk anak berusia 13 sampai 18 tahun
(Botran, Herce, Mencia, Urbano, Solana, & Garcia, 2011).
Kekurangan dari asupan asam amino dapat mengakibatkan, terjadinya
hipoalbuminemia dan kelebihan dari asam amino dapat menimbulkan
peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) (Flaring & Finkel, 2009).
Pemberian protein dimulai dari jumlah yang kecil sebesar 1 gr/kg/hari
dan dapat dinaikkan secara bertahap pada hari kedua sebesar 0,5 -1
g/kg/hari sampai target maksimal sebesar 3 gr/kg/hari. 1 (satu) gram
protein akan memberikan kalori sebesar 4 kkal (Raju, Choudhary &
Harjai, 2005; Nurnaningsih, 2013).
3) Lemak
Pemberian lemak sebesar 15-30 % dari total kalori yang dibutuhkan
dalam bentuk emulsi lemak. Tiap 1 ml emulsi lemak 20 %
memberikan kalori sebesar 2 kkal. Pemberian emulsi lemak dimulai
0,5 gr/kg/hari dan dapat ditingkatkan secara bertahap pada hari ketiga
sebesar 0,5-1 gr/kg/hr `sampai target maksimal 4 gr/kg/hari, 1 (satu)
gram lemak akan memberikan kalori sebesar 9 kkal (Raju, Choudhary
& Harjai, 2005; Nurnaningsih, 2013). Kekurangan asupan lemak
mengakibatkan terjadinya defisiensi asam lemak essensial dan
kelebihan lemak menimbulkan hipertrigliseridemia (Flaring & Finkel,
2009).
4) Elektrolit
Pada anak sakit kritis membutuhkan kebutuhan elektrolit minimal per
hari yakni sebesar: Na: 2-4 meq/kg/hari, K: 2-3 meq/kg/hari, Cl: 2-4
meq/kg/hari, Ca: 1-3 meq/kg/hari, Mg: 30-60 meq/kg/hari, PO4: 1-2
mmol/kg/hari (Nurnaningsih, 2013).
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan
2.3.1 Konsep Utama Teori Konservasi Levine
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
berdasarkan pada ilmu pengetahuan keperawatan. Pengembangan ilmu
keperawatan selalu diikuti oleh perkembangan model teori keperawatan
yang memberikan pedoman bagi perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Salah satunya adalah Model Konservasi yang dikembangkan
oleh Myra Estrin Levine.
Model Konservasi Levine berfokus pada keutuhan (wholeness), adaptasi
(adaption) dan konservasi (conservation). Suatu keutuhan akan dapat
dipertahankan jika terjadi interaksi atau adaptasi yang konstan dengan
lingkungan yang menggunakan prinsip-prinsip konservasi (Schaefer,
2010b). Levine menyakini bahwa manusia berespon dalam satu keutuhan
pribadi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan dinamis yang
terus menerus dan terbuka antara lingkungan internal dan eksternal
(Schaefer, 2005).
Adaptasi adalah proses perubahan, dimana individu mampu
mempertahankan integritas dalam lingkungan yang nyata, yakni
lingkungan internal maupun eksternal yang merupakan respon terhadap
perubahan lingkungan (Schaefer, 2010b). Respon setiap individu terhadap
perubahan lingkungan berbeda-beda antara satu dengan yang lain, baik
secara fisiologis maupun psikologis dan adaptasi tercapai dengan sukses
sangat bergantung pada koping adaptasi individu, berupa adaptasi
historicity, specifity dan redundancy (Schaefer, 2010a)
Keberhasilan individu dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan dari
lingkungan akan mendukung terjadinya konservasi (Schaefer, 2010a).
Konservasi menggambarkan suatu cara yang komplek, guna melakukan
fungsi pada saat tantangan berat dihadapi. Selama konservasi, individu
dapat melawan rintangan dan melakukan adaptasi yang sesuai dan
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
mempertahankan keunikannya. Artinya, konservasi adalah menjaga
keutuhan individu (Schaefer, 2010b). Demikian halnya pada anak sakit
kritis, ketika terjadi trauma atau cedera, anak dihadapkan pada suatu
tantangan kondisi metabolik dan fisiolologik yang membahayakan pada
status nutrisinya. Ketika anak mampu beradaptasi dengan kondisinya,
maka akan menghasilkan suatu konservasi, yakni adanya keseimbangan
energi antara energi yang didapat dengan energi yang digunakan oleh
tubuh, sehingga dapat mendukung proses penyembuhan dan mampu
mencapai keutuhan diri sebagai seorang anak yang dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal.
Pencapaian keutuhan diri pada anak sakit kritis dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip-prinsip konservasi pada intervensi keperawatan.
Adapun prinsip-prinsip konservasi menurut Levine yaitu konservasi
energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan
konservasi integritas sosial.
1. Konservasi energi
Konservasi energi merupakan keseimbangan dan perbaikan energi yang
dibutuhkan individu untuk melakukan aktivitas. Tujuan konservasi
energi untuk menjaga keseimbangan antara pengeluaran energi dengan
penyediaan energi, sehingga terhindar dari kelelahan yang berlebihan
(Schaefer, 2010b). Pada anak sakit kritis, kekurangan asupan nutrisi
dapat mengganggu keseimbangan energi, sehingga anak tidak dapat
melakukan konservasi energi dalam menjaga kelangsungan hidupnya,
maka intervensi yang dapat dilakukan dengan memberikan asupan
nutrisi yang adekuat, sebagai upaya dalam penyediaan energi bagi anak
sakit kritis.
2. Konservasi integritas struktural
Konservasi integritas struktural bertujuan untuk mempertahankan atau
memulihkan struktur tubuh, sehingga mencegah terjadinya kerusakan
fisik dan meningkatkan proses penyembuhan (Schaefer, 2010b). Pada
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
anak sakit kritis dalam kondisi hipermetabolik dan hiperkatabolik akan
terjadi respon tubuh berupa peningkatan frekuensi nadi, frekuensi
pernafasan dan kebutuhan oksigen. Hal ini tentunya akan mengganggu
fungsi pernafasan dalam mengimbangi kebutuhan oksigen dan
kebutuhan energi dalam tubuh, maka untuk mengimbangi kebutuhan
oksigen dan energi dibutuhkan intervensi pemberian dukungan
pernafasan pada anak sakit kritis.
3. Konservasi integritas personal
Konservasi integritas personal adalah mengenali dan menyadari
pentingnya harga diri dan identitas diri klien serta penghormatan
terhadap privasi klien (Schaefer, 2010b). Konservasi ini dapat
dilakukan pada anak sakit kritis karena anak juga merupakan suatu
individu yang mempunyai kebutuhan dan hak yang sama dengan orang
dewasa, yakni mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan
perlakuan sebagai manusia yang seutuhnya.
4. Konservasi integritas sosial
Konservasi integritas sosial yaitu diakuinya seorang individu yang
tinggal dan dapat berinteraksi dalam keluarga dan masyarakat atau
individu terlibat dalam hubungan interpersonal (Schaefer, 2010b).
Konservasi integritas sosial ini dapat dilakukan pada anak sakit kritis
dengan memfasilitasi hubungan interaksi antara anak dan orang tua,
atau keluarga dan menciptakan hubungan interpersonal.
2.3.2 Konsep Proses Keperawatan Dalam Konservasi Levine
Implikasi teori Konservasi Levine dalam proses keperawatan adalah
sebagai berikut:
1. Asssesment atau Pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan dengan mengobservasi dan mewawancarai
klien dari respon organismic terhadap penyakit yang dialami, melihat
catatan medis, melihat hasil evaluasi diagnostik dan menanyakan pada
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
klien atau keluarga mengenai keluhan yang dirasakan. Pengkajian
berfokus pada klien, keluarga dan anggota lainnya atau hanya
mempertimbangkan penjelasan dari mereka dalam membantu
memecahkan permasalahan kesehatan klien. Pengkajian dilakukan
menyeluruh dengan menggunakan empat prinsip teori Levine dengan
menitikberatkan pada keseimbangan energi dan pemeliharaan integritas
klien (Schaefer, 2010a)
2. Trophicognosis
Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai suatu alternatif
diagnosa keperawatan yang memberikan fakta-fakta provokatif yang
berarti. Perawat mengatur fakta provokatif dengan cara memberikan
makna terhadap keadaan pasien (Schaefer, 2005).
3. Hypotheses atau Hipotesis
Hipotesis merupakan intervensi keperawatan langsung dengan tujuan
akhir untuk mempertahankan wholeness dan mempromosikan adaptasi.
Hipotesis didasarkan pada rumusan masalah yang sudah ditentukan
sebelumnya dan perawat berusaha mencari kebenarannya bersama
dengan klien dan keluarga tentang masalah yang dihadapi klien.
Perawat melakukan hipotesis terhadap masalah dan mencari solusi
untuk mengatasi masalah tersebut (Schaefer, 2005).
4. Interventions atau Tindakan.
Perawat mengimplementasikan rencana keperawatan disesuaikan
dengan hipotesis yang telah disusun. Intervensi yang dilakukan
berdasarkan prinsip konservasi yaitu konservasi energi, konservasi
integritas struktural, konservasi integritas personal dan konservasi
integritas sosial. Pendekatan tersebut diharapkan dapat
mempertahankan wholeness atau keutuhan dan mempromosikan
adaptasi (Schaefer, 2005; Schaefer, 2010a).
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
5. Evaluations atau evaluasi
Perawat mengevaluasi pengaruh atau dampak dari tindakan yang telah
dilakukan dengan menilai respon organismic dari klien, berupa
peningkatan kesejahteraan atau peningkatan kenyamanan ketika
perjalanan penyakitnya tidak lagi mempengaruhi kesejahteraan klien.
Hal ini merupakan indikator keberhasilan dari intervensi yang telah
dilakukan. Jika hipotesis tidak mendukung dalam intervensi maka
hipotesis dapat diperbaharui atau diubah (Schaefer, 2010a).
2.4 Aplikasi Teori Konservasi dalam Asuhan Keperawatan pada Kasus
yang Terpilih
2.4.1 Assessment atau Pengkajian
Bayi R, laki-laki, 3 bulan, dibawa ke IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo
tanggal 24 Januari 2014 dengan keluhan sesak nafas, wajah dan bibir
kelihatan membiru serta muntah. Hasil foto thorak terlihat gambaran udara
di usus pada thorak kanan dan jantung mendesak ke arah kiri. Bayi R
dirawat di IGD selama 3 hari, lalu dipindahkan ke ruang perawatan bedah
anak (BCH). Pada tanggal 17 Februari 2014, bayi R dilakukan operasi
hernia diafragma repair dan pasang SMESH. Ketika usia 40 hari, bayi R
sudah didiagnosis dengan hernia diafragma, namun orang tua menolak
untuk dilakukan tindakkan operasi dan memilih pengobatan alternatif.
Perubahan lingkungan internal yang dialami bayi R ketika pengkajian
adalah pasca operasi hari ke-4, berat badan 3,42 kg, panjang badan 57 cm,
nilai hemoglobin 8 gr/dL, bernafas dengan bantuan ventilator, suhu tubuh
36,50C, akral teraba dingin, waktu pengisian kapiler melebihi dua detik,
frekuensi nadi 132x/menit, frekuensi nafas 50x/menit dan kesadaran dengan
menggunakan four score E4M4B4R1. Perubahan lingkungan ekternal adalah
terpasang OGT, infus terpasang di vena femoralis kanan dengan cairan N5
(450) + D40 (40) + KCl (10) dengan pemberian 4,5 cc/jam, Amino Steril 6%
dengan pemberian 4,7 cc/jam.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
33
Universitas Indonesia
1. Pengkajian konservasi energi
Berat badan 3,4 kg, berat badan ketika masuk rumah sakit 3,5 kg,
panjang badan 57 cm, pasca operasi hernia diafragma hari ke-4, bayi R
mendapatkan diit ASI 2,8 cc/jam dengan pemberian secara kontinu
melalui syringe pump dan cairan N5 (450)+D40 (40)+ KCl (10) dengan
pemberian 4,5 cc/jam, Amino Steril 6% dengan pemberian 4,7 cc/jam.
Albumin 3,49 gr/dl, Na 138 mEq/L, K 3,95 mEq/L, Cl96,5 mEq/L, GDS
82 gr/dl, Hb 8 g/dl.
2. Pengkajian konservasi integritas struktural
Pernafasan bayi R dibantu dengan ventilator, frekuensi nadi 132x/menit,
frekuensi nafas 50 x/menit, tekanan darah 80/52 mmHg, SaO2 92 %,
terdapat sekret di OTT dan mulut, ada retraksi dinding dada, akral teraba
dingin. Hasil foto thorak terlihat atelektasis paru kanan, Hb 8 g/dl, waktu
pengisian kapiler lebih dari 2 detik, bayi R mendapatkan terapi Morphin
1,7 mg dalam dextrose 5% 25 cc dengan pemberian 0,5 cc/jam dan
Midazolam 10,3 mg dalam dextrose 5% 25 cc dengan pemberian 0,5
cc/jam.
3. Pengkajian konservasi integritas personal
Bayi R berusia 3 bulan, kebutuhan dasar bayi R dipenuhi oleh perawat
dan orang tua.
4. Pengkajian konservasi integritas sosial
Selama perawatan, bayi R selalu dikunjungi oleh ayah dan ibu ketika jam
berkunjung. Setiap berkunjung selalu ada interaksi antara orang tua
dengan bayi R.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
2.4.2 Trophicognosis
Trophicognosis merujuk pada diagnosis NANDA (Gulanick & Myers,
2014)
a. Ketidakseimbangan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Pola nafas tidak efektif
c. Bersihan jalan tidak efektif
d. Gangguan perfusi jaringan perifer
e. Proses keluarga yang terganggu
2.4.3. Hypotheses
2.4.3.1 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil asupan
dan kebutuhan kalori terpenuhi secara adekuat dengan pemberian secara
enteral, terjadi peningkatan berat badan, nilai glukosa darah dalam batas
normal (60-100 mg/dl) dan nilai albumin dalam batas normal (Anak 4,0 -
5,8 gr/dl, Bayi 4,4 - 5,4 gr/dl).
Rencana tindakan keperawatan:
(Gulanick & Myers, 2014)
a. Memantau intoleransi minum berupa residu lambung, muntah, distensi
abdomen.
b. Memantau kebutuhan nutrisi dan kalori.
c. Memantau nilai glukosa darah.
d. Memantau nilai albumin dan elektrolit.
e. Memantau nilai hemoglobin dan lekosit.
f. Memantau penempatan OGT dan batas pemasangan OGT.
g. Kolaborasi pemberian TPN.
h. Memantau kebutuhan cairan.
i. Minimal handling untuk konservasi energi.
j. Memantau BB setiap hari.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
2.4.3.2 Pola Nafas Tidak Efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas kembali
efektif dengan kriteria hasil bayi dapat bernafas spontan, frekuensi nafas
dalam batas normal (30-40x/menit), frekuensi nadi dalam batas normal
(100-160x/menit), tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Rencana tindakan keperawatan:
(Gulanick & Myers, 2014)
a. Memantau frekuensi nafas, dan frekuensi nadi. Perubahan frekuensi
nafas dan nadi menunjukkan adanya tanda kegagalan pernafasan.
b. Memantau tanda-tanda distres pernafasan: suara dan irama pernafasan,
kecepatan pernafasan, pergerakan dinding dada dan penggunaan otot
bantu pernafasan.
c. Memantau warna mukosa mulut dan kulit. Sianosis menunjukkan
terjadinya peningkatan konsentrasi deoksigenasi darah dan pernafasan
tidak dapat mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat,
d. Berikan posisi kepala dan dada lebih tinggi dari abdomen (semi fowler
atau fowler) dalam mempermudah pengembangan paru-paru dan
mengurangi penekanan pada diafragma.
e. Memantau saturasi oksigen dan nilai Analisa Gas Darah (AGD).
Peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 menunjukkan terjadinya
kegagalan penafasan.
f. Kolaborasi dalam pemberian dukungan ventilator dan pengaturan
setting ventilator.
g. Kolaborasi pemberian terapi sedasi dan analgetik dalam
memaksimalkan istiharat klien dan mengurangi rasa nyeri
h. Kolaborasi dalam pemeriksaan foto thorak (Beevi, 2012).
2.4.3.3 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, bersihan jalan nafas kembali
efektif dengan kriteria hasil frekuensi nafas dalam batas normal (30-
40x/menit), frekuensi nadi dalam batas normal (100-160x/menit), irama
pernafasan teratur, suara nafas vesikuler, saturasi oksigen diatas 90%.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Rencana tindakan keperawatan:
(Gulanick & Myers, 2014)
a. Memantau frekuensi nafas, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu
tubuh. Peningkatan frekuensi nafas kemungkinan terjadinya respon
kompensasi tubuh terhadap penyumbatan jalan nafas. Takhikardi dan
hipertensi kemungkinan berhubungan dengan peningkatan usaha
nafas. Peningkatan suhu tubuh menunjukkan adanya proses inflamasi.
b. Memantau suara pernafasan. Suara pernafasan menunjukkan adanya
perubahan pada paru-paru atau obstruksi pada jalan nafas.
c. Memantau status hidrasi: turgor kulit dan membran mukosa.
Gangguan bersihan jalan nafas menunjukkan adanya hidrasi yang
tidak adekuat dan pengentalan sekret yang berlanjut.
d. Memantau saturasi oksigen dalam mempertahankan konsentrasi
oksigen di perifer.
e. Lakukan fisioterapi dada, guna mempermudah drainase sekret
f. Lakukan penghisapan lendir. Penghisapan lendir mempermudah
mengevakuasi sekret yang ada di jalan nafas.
g. Memantau nilai Analisa Gas Darah.
h. Kolaborasi pemberian antibiotik
i. Kolaborasi pemberian terapi inhalasi dengan menggunakan obat
bronchodilator dan mucolitik
2.4.3.4 Gangguan Perfusi Jaringan Perifer
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan perifer adekuat
dengan kriteria hasil palpasi nadi teraba kuat, frekuensi nadi dalam batas
normal (100-160x/menit), akral teraba hangat dan tidak ada sianosis,
waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik.
Rencana tindakan keperawatan:
(Gulanick & Myers, 2014)
a. Memantau frekuensi nadi dan tekanan darah. Tekanan darah yang
stabil dapat mempertahan perfusi jaringan yang adekuat
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
b. Memantau nilai hemoglobin. Hemoglobin yang rendah mengurangi
pengikatan oksigen di membran kapiler alveolar dan pengiriman
oksigen ke jaringan.
c. Memantau saturasi oksigen dalam mempertahankan konsentrasi
oksigen perifer.
d. Memantau waktu pengisian kapiler, warna kulit (pucat atau sianosis)
(Ladwig & Ackley, 2008)
e. Kolaborasi pemberian cairan guna meningkatkan keseimbangan cairan
akibat perubahan kadar cairan dalam jaringan perifer
f. Kolaborasi pemberian oksigen sebagai tambahan kebutuhan oksigen
g. Kolaborasi pemberian sel darah merah (PRC) dan trombosit.
2.4.3.5 Perubahan Proses Keluarga
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, proses keluarga kembali
berfungsi dengan normal dengan kriteria hasil: orang tua menyatakan
pemahaman terhadap kondisi kesehatan anak yang sakit dan memberikan
dukungan selama perawatan
Rencana tindakan keperawatan:
(Gulanick & Myers, 2014)
a. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perasaan,
ketakutan, harapan dan persepsi
b. Berikan informasi kepada keluarga mengenai kondisi kesehatan anak
dan tindakan terapeutik yang dilakukan
c. Anjurkan keluarga memilih strategi koping yang positif
d. Berikan kesempatan pada keluarga untuk berpartisipasi dalam
merawat anak dengan memberikan sentuhan pada anak
e. Berikan informasi mengenai perawatan lanjutan setelah anak
dipulangkan dari rumah sakit
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
2.4.4 Intervention dan Evaluation
Hari/Tanggal: Kamis, 20-02-2014
Intervensi Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
10.
11.
Konservasi energi
Melanjutkan pemberian Amino Steril 6% dengan
pemberian 4,7 cc/j, NS (460) + D40 (40) + KCL (10)
dengan pemberian 4,5 cc/jam
Memantau frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah
dan suhu tubuh
Memantau lingkar perut dan kebutuhan cairan dan
nutrisi
Memantau nilai glukosa darah sewaktu-waktu (GDS)
dan berat badan
Memantau residu lambung, distensi abdomen dan
penempatan OGT serta batas pemasangan OGT.
Melanjutkan pemberian ASI 3cc/jam secara kontinu
dengan menggunakan syringe pump.
Memantau berat badan
Konservasi Integritas Struktural
Memantau saturasi oksigen
Mengobservasi suara dan irama pernafasan serta
pergerakan dinding dada
Memantau nilai Analisa Gas Darah
Memberikan posisi kepala 150 lebih tinggi dari tempat
tidur
Memantau waktu pengisian kapiler dan warna kulit
Memantau setting ventilator
Memantau dan melanjutkan pemberian obat Morphin
1,7 mg dalam 25 cc Dextrose 5% dengan pemberian
0,5 cc/jam dan Midazolam 10 mg dalam 25 cc
Dextrose 5% dengan pemberian 1 cc/jam
Memberikan obat Cefotaxim 100 mg melalui infus
Memantau haluran urin
Melakukan penghisapan lendir pada ETT dan mulut.
S:-
O: By R mendapatkan ASI 3 cc/jam
secara kontinu dengan menggunakan
syringe pump melalui OGT,
Pemberian nutrisi parenteral tetap
dilanjutkan yakni Asam Amino 6 %
dengan pemberikan 4,7 cc/jam, NS
(460) + D40 (40) + KCl (10) dengan
pemberian 4,5 cc/jam. Terapi
Morphin 1,7 mg dalam 25 cc
Dextrose 5% pemberiannya distop
dan Midazolam 10 mg dalam 25 cc
Dextrose 5% tetap lanjut diberikan
dengan pemberian 1 cc/jam. Berat
badan 3,4 kg, asupan cairan dalam 7
jam 95,5 cc, Diuresis 3,6 cc/jam.
Jumlah kalori yang didapat 235
kkal/hari.Terpasang ventilator dengan
mode PC, PEEP +5, RR setting
50x/menit, FiO2 50% P: 12, PIP17,
I:E:1:2, Tekanan Darah 96/58 mmHg,
frekuensi nadi 118x/menit, frekuensi
nafas 50x/menit, Suhu tubuh 37,30
C,
akral agak dingin.GDS 82 mg/dL
A:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh belum teratasi
2. Pola nafas tidak efektif belum
teratasi
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
belum teratasi
4. Gangguan perfusi jaringan
perifer belum teratasi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Intervensi Evaluasi
1.
2.
3.
Konservasi Integritas Sosial
Memperkenalkan diri dengan dan membina hubungan
yang baik ibu bayi R
Memberikan kesempatan pada keluarga untuk
mengekspresikan perasaan, harapan dan persepsi
mengenai kondisi bayi R
Memberikan kesempatan pada kedua orang tua untuk
menyentuh dan berkomunikasi dengan anaknya
5. Proses keluarga yang terganggu
belum teratasi
P: Intervensi tetap dilanjutkan dan
rencana tranfusi darah PRC 30 cc.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Hari/Tanggal : Jumat, 21-02-2014
Intervensi Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Konservasi energi
Melanjutkan pemberian Amino Steril 6% dengan
pemberian 4,7 cc/j, NS (460) + D40 (40) + KCL (10)
dengan pemberian 13 cc/jam
Memantau frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah
dan suhu tubuh
Memantau lingkar perut dan kebutuhan cairan dan
nutrisi
Memantau nilai glukosa darah sewaktu-waktu (GDS)
dan berat badan
Memantau residu lambung, distensi abdomen dan
penempatan OGT serta batas pemasangan OGT.
Melanjutkan pemberian ASI 4,5 cc/jam secara kontinu
dengan menggunakan syringe pump.
Memantau berat badan
Konservasi Integritas Struktural
Memantau saturasi oksigen
Mengobservasi suara dan irama pernafasan serta
pergerakan dinding dada
Memantau nilai Analisa Gas Darah
Memberikan posisi kepala 150 lebih tinggi dari tempat
tidur
Memantau waktu pengisian kapiler dan warna kulit
Memantau setting ventilator
Memantau dan melanjutkan pemberian terapi
Midazolam 10 mg dalam 25 cc Dextrose 5% dengan
pemberian 1 cc/jam
Memberikan obat Cefotaxim 100 mg melalui infus
Memantau haluran urin
Kolaborasi dengan petugas fisioterapi melakukan
tindakan fisioterapi dada
Menurunkan nilai FiO2 dari 50% menjadi 45%, dalam
proses weaning
S:-
O: By R mendapatkan ASI 4,5 cc/jam
secara kontinu dengan
menggunakan syringe pump melalui
OGT, Pemberian nutrisi parenteral
tetap dilanjutkan yakni Asam
Amino 6 % dengan pemberikan 4,7
cc/jam, NS + KCl (20) dengan
pemberian 13 cc/jam. BB 3,42 kg.
Terapi Midazolam 10 mg dalam 25
cc Dextrose 5% tetap lanjut
diberikan dengan pemberian 1
cc/jam. BB 3,4 kg. Intake cairan
dalam 7 jam 161,7 cc. Jumlah kalori
yang didapat 380 kkal/hari. Diuresis
2,1 cc/jam. Terpasang ventilator
dengan mode PC, PEEP +5, RR
setting 50x/menit, FiO2 45% P 12,
PIP 17, I:E:1:2, Tekanan Darah
75/49 mmHg, frekuensi nadi
124x/menit, frekuensi nafas
50x/menit, Suhu tubuh 37,40
C,
akral agak hangat, GDS 93 mg/dL,
ada sekret kental di OTT dan mulut,
SaO2 97%, Na 138 mEq/L, K 3,3
mEq/L, Cl 97,9 mEq/L, GDS 93
gr/dl, Hb 11,6 g/dl, trombosit
209.000/uL, lekosit 9780 /uL,
waktu pengisian kapiler kurang dari
2 detik.
A:
1. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Intervensi Evaluasi
12.
13.
14.
15.
Memberikan terapi inhalasi dengan menggunakan obat
iloprost 2,5mcg
Melakukan penghisapan lendir pada ETT dan mulut
Konservasi Integritas Sosial
Memberikan informasi kepada keluarga mengenai
kondisi kesehatan anak dan tindakan terapeutik yang
dilakukan
Memberikan kesempatan pada kedua orang tua untuk
menyentuh dan berkomunikasi dengan anaknya
2. Pola nafas tidak efektif belum
teratasi
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
belum teratasi
4. Gangguan perfusi jaringan perifer
teratasi
5. Proses keluarga yang terganggu
belum teratasi
P: Intervensi lain tetap dilanjutkan dan
intervensi untuk gangguan perfusi
jaringan perifer point a,c,d tetap
dipertahankan. Jam 15.00 WIB
pemberian NS + KCl (20)
diturunkan menjadi 6 cc/jam
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Hari/Tanggal: Senin, 24-02-2014
Intervensi Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Konservasi energi
Melanjutkan pemberian Amino Steril 6% dengan
pemberian 2,5 cc/j, NS + KCL (20) dengan pemberian
2 cc/jam
Memantau frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah dan
suhu tubuh
Memantau lingkar perut dan kebutuhan cairan dan nutrisi
Memantau nilai glukosa darah sewaktu-waktu (GDS)
dan berat badan
Memantau residu lambung, distensi abdomen dan
penempatan OGT serta batas pemasangan OGT.
Melanjutkan pemberian ASI 12 cc/jam secara kontinu
dengan menggunakan syringe pump.
Konservasi Integritas Struktural
Memantau saturasi oksigen
Mengobservasi suara dan irama pernafasan serta
pergerakan dinding dada
Memantau nilai Analisa Gas Darah
Memberikan posisi kepala 150 lebih tinggi dari tempat
tidur
Memantau waktu pengisian kapiler dan warna kulit
Memantau setting ventilator dan merubah mode PC
menjadi SIMV
Mengambil darah arteri brachialis untuk pemeriksaan
Analisa gas darah preductal dan post ductal
Memantau dan murunkan pemberian terapi Midazolam
10 mg dalam 25 cc Dextrose 5% dari pemberian 1
cc/jam menjadi 0,5 cc/jam
Memberikan obat Cefotaxim 100 mg melalui infus
Memantau haluran urin
Kolaborasi dengan petugas fisioterapi melakukan
tindakan fisioterapi dada
Menurunkan nilai FiO2 dari 45% menjadi 35%, dalam
proses weaning
S: -
O: By R mendapatkan ASI 12 cc/jam
secara kontinu dengan
menggunakan syringe pump
melalui OGT, Pemberian nutrisi
parenteral tetap dilanjutkan yakni
Asam Amino 6 % dengan
pemberikan 2,5cc/jam, NS + KCl
(20) dengan pemberian 2 cc/jam,
berat badan 3,45 kg Terapi
Midazolam 10 mg dalam 25 cc
Dextrose 5% tetap lanjut diberikan
dengan pemberian 0,5 cc/j. Intake
cairan dalam 7 jam 118,5 cc,
Jumlah kalori yang didapat 243
kkal/hari. Diuresis 2,8 cc/jam.
Terpasang ventilator dengan mode
SIMV, PEEP +5, RR setting
40x/menit, FiO2 35% P: 12, P 12.
PIP 17, I:E:1:1,5, Tekanan Darah
91/47 mmHg, frekuensi nadi
120x/menit, frekuensi nafas
40x/menit, Suhu tubuh 37,0 C, akral
agak hangat, GDS: 76 mg/dL, ada
sekret kental di OTT dan mulut,
SaO2 97%, waktu pengisian kapiler
kurang dari 2 detik.
A:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh teratasi
sebagian
2. Pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Intervensi Evaluasi
13.
14.
1.
2.
Memberikan terapi inhalasi dengan menggunakan terapi
iloprost 2.5mcg
Melakukan penghisapan lendir pada ETT dan mulut.
Konservasi Integritas Sosial
Memberikan informasi kepada keluarga mengenai
kondisi kesehatan anak dan tindakan terapeutik yang
dilakukan
Memberikan kesempatan pada kedua orang tua untuk
menyentuh dan berkomunikasi dengan anaknya
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
teratasi sebagian
4. Resiko perkembangan terlambat
belum terjadi
5. Proses keluarga yang terganggu
belum teratasi
P: Intervensi lain tetap dilanjutkan
dan besok pagi, jam 06.00 WIB
obat Midazolam dihentikan
pemberiannya
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
Hari/Tanggal: Selasa, 25-02- 2014
Intervensi Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Konservasi energi
Melanjutkan pemberian NS + KCL (20) dengan
pemberian 1 cc/jam
Memantau frekuensi nadi, pernafasan, tekanan
darah dan suhu tubuh
Memantau lingkar perut dan kebutuhan cairan dan
nutrisi
Memantau nilai glukosa darah sewaktu-waktu
(GDS) dan berat badan
Memantau residu lambung, distensi abdomen dan
penempatan OGT serta batas pemasangan OGT.
Melanjutkan pemberian ASI 16 cc/jam secara
kontinu dengan menggunakan syringe pump.
Konservasi Integritas Struktural
Memantau saturasi oksigen
Mengobservasi suara dan irama pernafasan serta
pergerakan dinding dada
Memantau nilai Analisa Gas Darah
Memberikan posisi kepala 150
lebih tinggi dari
tempat tidur
Memantau waktu pengisian kapiler dan warna kulit
Memantau setting ventilator dan menurunkan
setting frekuensi nafas dari 33x menjadi 31x
Memberikan terapi Cefotaxim 100 mg melalui
infus
Memantau haluran urin
Kolaborasi dengan petugas fisioterapi melakukan
tindakan fisioterapi dada
Memberikan terapi inhalasi dengan menggunakan
terapi iloprost 2.5mcg
Melakukan penghisapan lendir pada ETT dan mulut
S:-
O: By R mendapatkan ASI 16 cc/jam secara
kontinui dengan menggunakan syringe
pump melalui OGT, infus yang
terpasang NS + KCl (10) dengan
pemberian 1 cc/jam. Asupan cairan
dalam 7 jam 119 cc, jumlah kalori yang
didapat 280 kkal/hari. Berat badan 3,46
kg, Diuresis 2,7 cc/jam. Terpasang
ventilator dengan mode SIMV, PEEP
+5, RR setting 31x/menit, FiO2 30% P
12, P 12, PIP 17, I:E 1:1,5, Tekanan
Darah 78/45 mmHg, frekuensi nadi
113x/menit, frekuensi nafas 31x/menit,
Suhu tubuh 36,70
C, akral agak hangat,
GDS: 76 mg/dL, ada sekret kental di
OTT dan mulut, SaO2 97%, waktu
pengisian kapiler kurang dari dua detik.
A:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi sebagian
2. Pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
3. Bersihan jalan tidak efektif
teratasi sebagian
4. Proses keluarga yang terganggu
belum teratasi
P: Intervensi lain tetap dilanjutkan dan
besok rencana ekstubasi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Intervensi Evaluasi
1.
2.
. Konservasi Integritas Sosial
Memberikan informasi kepada keluarga mengenai
kondisi kesehatan anak dan tindakan terapeutik
yang dilakukan
Memberikan kesempatan pada kedua orang tua
untuk menyentuh dan berkomunikasi dengan
anaknya
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
46
Universitas Indonesia
Hari/Tanggal: Rabu, 26-02-2014
Intervensi Evaluasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Konservasi energi
Melanjutkan pemberian NS + KCL (10) dengan
pemberian 1 cc/jam
Memantau frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah
dan suhu tubuh
Memantau kebutuhan cairan dan nutrisi
Memantau nilai glukosa darah sewaktu-waktu
(GDS) dan berat badan
Memantau residu lambung, distensi abdomen dan
penempatan OGT serta batas pemasangan OGT.
Melanjutkan pemberian Pregestimil 15 cc/jam
secara kontinu dengan menggunakan syringe pump.
Konservasi Integritas Struktural
Memantau saturasi oksigen
Mengobservasi suara dan irama pernafasan serta
pergerakan dinding dada
Memberikan posisi kepala 150 lebih tinggi dari
tempat tidur
Memantau pemberian oksigen kanul nasal 0,5
l/menit
Memberikan terapi Cefotaxim 100 mg melalui
infus
Memantau haluran urin
Kolaborasi dengan petugas fisioterapi melakukan
tindakan fisioterapi dada
Memberikan terapi inhalasi dengan menggunakan
terapi pulmicort
Konservasi Integritas Sosial
Memberikan informasi kepada keluarga mengenai
kondisi kesehatan anak dan tindakan terapeutik
yang dilakukan serta memberikan kesempatan pada
keluarga untuk memberikan sentuhan pada anak dan
memotivasi orang tua untuk memberikan stimulasi
terhadap perkembangan by R
S: Ibu by R menyatakan „‟Senang hati
saya melihat kemajuan kondisi
kesehatan anak saya” dan “ saya
berjanji akan optimal merawat anak
saya”.
O: By R mendapatkan pregestimil 15
cc/jam secara kontinu dengan
menggunakan syringe pump melalui
OGT, infus yang terpasang NS +
KCl (10) dengan pemberian 1
cc/jam. Berat badan 3,48 kg, Asupan
cairan dalam 6 jam 96 cc, jumlah
kalori yang didapat 292 kkal/hari.
Diuresis 1,9 cc/jam. Pernafasan
dibantu dengan O2 kanul 0,5 cc/j.
Tekanan Darah 87/54 mmHg,
frekuensi nadi 130x/menit, frekuensi
nafas 28x/menit, Suhu tubuh 36,60
C,
akral agak hangat, GDS: 81 mg/dL,
SaO2 97%. Residu lambung tidak
ada, distensi abdomen tidak ada.
A:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh teratasi
sebagian
2. Pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
3. Bersihan jalan tidak efektif
teratasi
4. Proses keluarga yang terganggu
teratasi sebagian
P: Intervensi lain tetap dilanjutkan,
kecuali monitoring ventilator dan
monitoring AGD
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Hari/Tanggal: Kamis, 27-02-2014
Jam 14.00 WIB by R dipindahkan ke ruang perawatan BCH dalam kondisi
bernafas spontan, OGT masih terpasang, cairan yang terpasang N5+ KCl (10)
dengan pemberian 1 cc/jam, diit Pregestimil 6x60cc, berat badan 3,5 kg.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Skema: Integrasi Teori Konservasi dan Konsep Keperawatan dalam Asuhan
Keperawatan pada Anak Sakit Kritis dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Peningkatan metabolisme dan
katabolisme Anak sakit kritis
Pengkajian
Konservasi energi: pengurangan massa otot,
penurunan berat badan, peningkatan kebutuhan
energi
Konservasi integritas struktural: peningkatan
frekuensi nafas, nadi, tekanan darah, suhu,
penurunan hemoglobin dan albumin
Konservasi integritas personal: bantuan dalam
pemenuhan kebutuhan dasar
Konservasi integritas sosial: perpisahan dengan
keluarga
A
D
A
P
T
A
S
I
Intervensi
Konservasi energi: asupan nutrisi secara enteral maupun parenteral
Konservasi integritas struktural: pemberian bantuan pernafasan
Konservasi integritas personal: memenuhi kebutuhan dasar
Konservasi integritas sosial: memfasilitasi interaksi antara anak
dengan keluarga
Trophicognosis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan
Pola nafas tidak efektif
Pertumbuhan yang terlambat
Gangguan proses keluarga
Hipotesis
Tidak terdapat
pemulihan
kesehatan
Evaluasi Terdapat
pemulihan
kesehatan
Wholeness
Peningkatan asupan nutrisi
Hemodinamik stabil
Pindah ruang rawat
Sumber: Schaefer, 2010a; Mehta et al., 2012; Gulanick dan Myers, 2014
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI
NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang berorientasi
pada pelayanan kesehatan yang didasari pada ilmu keperawatan yang ditujukan
pada individu, keluarga, masyarakat dan kelompok dalam kondisi sehat dan sakit
yang mencakup seluruh proses kehidupana manusia (PPNI, 2012). Seseorang
yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dapat disebut sebagai perawat.
Seorang perawat memiliki kemampuan dan kewenangan dalam melakukan asuhan
keperawatan secara langsung maupun tidak langsung melalui praktik
keperawatan.
Praktik keperawatan adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat profesional
yang telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan secara
mandiri dan bekerja sama berbentuk kolaborasi dengan profesi atau tenaga
kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan
lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu dalam
melaksanakan praktik keperawatan harus ada suatu ketetapan standar profesi
perawat guna menjamin asuhan keperawatan yang diberikan kompeten dan aman
untuk diterima bagi masyarakat yakni asuhan keperawatan yang berbasis
kompetensi. Asuhan keperawatan yang berbasis kompetensi dapat dicapai melalui
serangkaian kegiatan praktik profesional keperawatan diantaranya praktik ners
spesialis (PPNI, 2012).
Pada praktik ners spesialis ini akan melahirkan ners spesialis yang mempunyai
kompetensi. Kompotensi seorang perawat spesialis keperawatan anak merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh seorang perawat spesialis keperawatan anak yang
dapat terobservasi melalui pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam
menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan dengan standar kinerja (performance)
yang ditetapkan dalam pelayanan keperawatan anak (PPNI, 2012). Selain itu
mempunyai kemampuan untuk berperan secara mandiri sebagai pemberi asuhan
49
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
50
Universitas Indonesia
keperawatan, pendidik, konsultan, advokat, pengelola asuhan keperawatan dan
peneliti di dalam bidang keperawatan anak.
Seorang ners spesialis keperawatan anak harus memiliki kompetensi dalam
menjalankan perannya secara mandiri. Adapun peran yang dapat dilakukan
dengan kompetensi yang dimiliki sebagai Ners Spesialis menurut PPNI (2012)
sebagai berikut:
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Kompetensi yang termasuk dalam peran ini berada dalam ranah pemberian
asuhan dan manajemen, yakni: menerapkan keterampilan berfikir kritis untuk
penyelesaian masalah dan membuat keputusan keperawatan dalam konteks
pemberian asuhan keperawatan serta meningkatkan promosi kesehatan melalui
kerja sama dengan sesama perawat atau profesional lain, melakukan asuhan
keperawatan melalui tahapan pengkajian dengan mengumpulkan data objektif
dan subyektif yang akurat terhadap kondisi kesehatan anak, menganalisis data
yang didapatkan dari pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
menetapkan perencanaan tindakan keperawatan yang komprehensif sesuai
dengan prioritas dan melibatkan anak dan keluarga dalam rencana asuhan
sebagai dasar persetujuan asuhan yang diberikan, mengimplementasikan
tindakan yang direncanakan dan melakukan evaluasi terhadap tindakan yang
telah dilakukan dengan mendokumentasikan kemajuan yang didapatkan sesuai
target yang diharapkan atau memodifikasi rencana asuhan. Dalam memberikan
asuhan keperawatan pada anak harus menerapkan konsep keperawatan anak
yaitu konsep pertumbuhan dan perkembangan, konsep keperawatan berpusat
pada keluarga (family centered care dan pencegahan trauma (atraumatic care)
dan melakukan komunikasi terapeutik serta hubungan interpersonal.
Selama praktik ners spesialis, residen mencapai kompetensi pada ranah
pemberian asuhan dan manajemen untuk ruang perawatan perinatologi selama
4 minggu, yakni: memberikan asuhan keperawatan pada neonatus yang
mengalami berbagai masalah kesehatan seperti prematuritas, berat badan lahir
rendah, hyaline membrane disease grade I dan II, hiperbilirubinemia, sepsis
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
51
Universitas Indonesia
awitan dini dan penyakit jantung bawaan yakni Patent Ductus Arteriosus
(PDA). Selain itu keterampilan yang dilakukan dalam memberikan asuhan
keperawatan adalah menerapkan asuhan perkembangan, melakukan penilaian
usia gestasi dengan menggunakan ballard score, melakukan ventilasi tekanan
positif, memantau status kardio-respirasi, penggunaan pulse oxymetri dan
continuous positive airway pressure (CPAP), kolaborasi pemberian obat-
obatan, penggunaan syringe pump dan infuse pump, perawatan metode
kanguru, pemberian terapi sinar, asistensi pemasangan PICC, pemasangan intra
vena perifer, interpretasi hasil pemeriksaan diagnostik seperti analisa gas darah
(AGD) dan kadar bilirubin.
Ruang praktik berikutnya adalah ruang perawatan bedah anak yang dijalani
selama 6 minggu. Selama menjalani praktik di ruangan perawatan bedah anak
kompetensi yang didapatkan adalah memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan morbus hirschprung (MH) dan post tindakan transanal pull
through, hipospadia penoscrotal dan post op uretroplasty, atresia ani dengan
fistel retrovestikuler dan colostomi, post operasi laparatomi atas indikasi
appendixitis perforasi dan atresia colon sigmoid dengan ileostomi.
Keterampilan yang dilakukan sebagai kompotensi adalah melakukan perawatan
luka, perawatan colostomi, persiapan sebelum operasi, irigasi colostomi,
memantau stabilisasi hemodinamik anak setelah dilakukan tindakan operasi
dan melakukan edukasi pada anak yang akan dan setelah dilakukan tindakan
operasi, mengambil sampel darah untuk pemeriksaan hematologi lengkap.
Terakhir berpraktik di ruang perawatan intensif anak selama 17 minggu.
Adapun kompetensi yang dilakukan, yakni: memberikan asuhan keperawatan
pada anak dengan ensefalophaty sepsis, riwayat diare akut dan syok
hipovolemik; decompensasi cordis tingkat IV menurut New York Heart
Association (NYHA), moderat Pulmonal Hipertensi (PH), moderate secundum
ASD, down syndrome, syok kardiogenik e.i sepsis; sepsis, laparatomi
eksplorasi e.i obstruksi usus, MH long segmen, necrotizing enterocolitis (NEC)
stadium III; hernia diafragma repair, SMESH, gizi kurang, PDA small, Akut
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
52
Universitas Indonesia
Leukemia Limfositik (ALL), syok sepsis dan pneumonia; syok sepsis,
pneumonia, pneumothorak sinistra dan gizi buruk; encefalitis atas indikasi
morbili, pneumonia dan sepsis; laringomalacia dan gizi buruk. Kompotensi
yang dicapai di ruang perawatan intensif ini seperti melakukan pemantauan
status hemodinamik, pemberian nutrisi parenteral, penilaian tingkat kesadaran
menggunakan Glasgow Comma Scale (GCS) dan Four score, persiapan
intubasi dan ekstubasi, pemantauan pasca ekstubasi, penilaian kebutuhan cairan
dan nutrisi pada anak sakit kritis, pembersihan jalan nafas, memberikan
transfusi darah, menghitung balans cairan, memberikan asupan nutrisi melalui
OGT/NGT, mengevaluasi status nutrisi, memasang intravena line perifer,
kolaburasi pemberian obat sedasi, inotropik dan analgetik, penggunaan syringe
dan infuse pump dalam pemberian obat-obatan dan cairan secara intravena,
penggunaan ventilator, proses weaning, pemberian nafas bantuan melalui
bagging manual, menginterpretasikan hasil analisa gas darah dan melakukan
resusitasi jantung paru.
2. Peran sebagai pendidik dan konsultan
Peran sebagai pendidik, seorang perawat harus dapat menyampaikan dan
mengajarkan mengenai pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga, guna
meningkatkan pengetahuan kesehatan, sehingga terjadi perubahan perilaku pada
anak dan keluarga. Kompotensi yang dicapai dalam menjalankan peran sebagai
pendidik selama berpraktik ners spesialis yang berada dalam ranah pemberian
asuhan dan manajemen dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai
metode perawatan kanguru, perawatan colostomi, penyakit MH dan perawatan
sebelum dan setelah operasi dan penyakit hipospadia serta perawatan sebelum
dan setelah operasi. Berdiskusi dengan perawat diploma mengenai perawatan
penyakit malformasi colon. Membuat video mengenai perawatan colostomi
sebagai media discharge planning bagi keluarga dalam merawat anaknya yang
terpasang colostomi di rumah.
Peran sebagai konsultan dapat dijalani perawat dengan melakukan interaksi
dan bekerjasama dengan anak dan keluarga, sesama perawat atau profesi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
53
Universitas Indonesia
kesehatan lain dalam memecahkan permasalahan yang terjadi pada anak.
Selain itu, perawat harus mampu menciptakan hubungan interpersonal dan
berkomunikasi secara terapeutik seperti mendengar, menyentuh dan
memperlihatkan sikap empati sehingga dapat memberikan dukungan emosional
pada keluarga dalam mengambil keputusan secara mandiri (Wong,
Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein & Schawrtz, 2009). Kompotensi
yang dicapai pada peran ini berada dalam ranah pemberian asuhan dan
manajemen yakni: membina hubungan interpersonal yang baik dengan anak
dan keluarga, mendengarkan ungkapan perasaan orang tua mengenai kondisi
kesehatan anaknya, memberikan dukungan emosional, memberikan sentuhan
dan memberikan kesempatan pada anak dan keluarga untuk mengambil
keputusan secara mandiri.
3. Peran sebagai advokat
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu anak dan keluarga dalam
menginterpretasikan informasi yang diberikan oleh tim kesehatan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan (informed consent)
atas tindakan yang dilakukan berdasarkan informasi yang disampaikan kepada
anak dan kelurga, juga dapat berperan sebagai penghubung antara anak dan
keluarga dengan tim kesehatan lainnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
anak dan keluarga dan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien, maka
kompotensi untuk peran sebagai advokat berada dalam ranah praktik
profesional, legal dan etis dan pemberian asuhan dan manajemen.
Pelaksanaannya dalam praktik ners spesialis yaitu: mendampingi dokter dalam
memberikan penjelasan pada anak atau keluarga dan menjelaskan kembali
mengenai penjelasan yang telah disampaikan oleh dokter sebelumnya
mengenai prosedur operasi, resusitasi dan pemberian transfusi darah.
4. Peran sebagai pengelola
Peran sebagai pengelola adalah memantau dan mengelola pelayanan
keperawatan. Kompentensi yang dicapai pada peran ini berada pada ranah
praktik profesional, legal dan etis dan pemberian asuhan dan manajemen.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Pelaksanaan peran ini selama praktik ners spesialis adalah menjadi bagian tim
pelaksana perawatan pada shif pagi, sore atau malam.
5. Peran sebagai peneliti
Ilmu keperawatan dapat berkembangan dengan adanya penelitian yang
dilakukan dalam bidang keperawatan, guna mengevaluasi, mengukur
kemampuan, menilai dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan
yang telah dilakukan sehingga menghasilkan suatu evidence based practice
(EBP) dalam praktek keperawatan. Peran sebagai peneliti berada dalam ranah
pengembangan profesional, personal dan kualitas, yakni: kemampuan
mengidentifikasi masalah yang terjadi, menerapkan prinsip dan metode
penelitian serta hasil penelitian dapat digunakan dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan dan perawat juga dituntut untuk mampu
mengaplikasikan temuan-temuan atau hasil penelitian dalam tatanan pelayanan
klinis (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein & Schawrtz, 2009).
Selama pelaksanaan praktik ners spesialis ini, residen tidak melakukan
penelitian tetapi melakukan analisis hasil penelitian sebelumnya yang terkait
dengan masalah yang ditemukan dalam praktik. Penerapannya tergambar
dalam praktik reflektif dan pelaksanaan proyek inovasi. Proyek inovasi berupa
kegiatan yang menerapkan suatu EBP. Pelaksanaan EBP dilakukan di ruang
perawatan intensif anak tentang evaluasi pemberian nutrisi enteral pada anak
sakit kritis dengan menggunakan Alder Hey Children’s PICU nasogastric
feeding guidelines.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Aplikasi Teori Konservasi Myra E. Levine pada Asuhan Keperawatan
dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi pada Anak Sakit Kritis
4.1.1 Pengkajian
Menurut teori konservasi Myra E. Levine bahwa pengkajian dilihat dari data
yang dapat mengganggu keseimbangan suplai energi dengan energi yang
dibutuhkan, sistem pertahanan tubuh, harga diri dan kemampuan
berpartisipasi dalam sistem sosial. Pengkajian yang menyeluruh dengan
menggunakan prinsip konservasi (Schaefer, 2010a). Pengkajian yang
dilakukan pada kelima kasus yang terpilih merupakan anak dalam kondisi
sakit kritis, yakni anak yang mempunyai masalah kesehatan berupa trauma
atau cedera, sepsis dan pembedahan yang dapat mengancam kehidupan dan
memerlukan perawatan intensif dalam pemulihan stabilitas fisiologis tubuh
dan mengatasi kegagalan fungsi organ yang lebih lanjut.
Hasil pengkajian pada kelima kasus tersebut, didapatkan data diantaranya
anak dengan menggunakan ventilasi mekanik, anak dengan penyakit infeksi,
anak dengan post operasi laparatomi, anak mendapatkan terapi sedasi dan
vasodilator, anak yang memiliki berat badan yang rendah dari berat badan
ideal. Selain itu ditemukan data dari pengkajian fisik berupa penurunan
berat badan, hipoalbuminemia, hipoglikemia atau hiperglikemia, distensi
abdomen dan perdarahan lambung. Semua data yang didapatkan
menunjukkan kondisi yang berisiko terjadinya masalah nutrisi, yakni
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Menurut Burn, Dunn, Brady, Starr dan Blosser (2013) dengan pengkajian
nutrisi dapat menentukan status nutrisi pada anak sakit kritis berdasarkan
pada penyakit dan hospitalisasi, suhu tubuh, berat dan tinggi badan, nilai
hemoglobin atau hematokrit, albumin dan nitrogen. Walaupun tidak ada
penilaian yang spesifik dalam penentuan status nutrisi anak sakit, namun
biasanya, pengukuran berat badan yang digunakan, karena lebih dapat
55
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
56
Universitas Indonesia
dipercaya dari semua pengukuran yang dipakai (Saharan, Lodha & Kabra,
2011).
Pada anak sakit kritis sering dijumpai terjadinya gangguan nutrisi
sehubungan dengan meningkatnya metabolisme dan katabolisme akibat
respon inflamasi sistemik yang dipicu dari kondisi trauma atau sepsis dari
penyakit yang dialami (De Carvalho & Leite, 2008). Hipermetabolisme dan
hiperkatabolisme memicu terjadinya penghancuran cadangan karbohidrat,
protein, dan lemak yang berlangsung cepat, guna memenuhi kebutuhan
metabolik yang meningkat, bila berlanjut akan menimbulkan kekurangan
nutrisi (French & England, 2004; De Carvalho & Leite, 2008). Selain itu
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan curah jantung dan
volume plasma, ditandai dengan takhikardi, takhipneu, hipotermia atau
hipertermia dan hiperglisemia (De Carvalho & Leite, 2008).
Menurut Botran, et al. (2011) antara 40-70% dari anak sakit kritis yang
dirawat di rumah sakit menunjukkan terjadinya kekurangan nutrisi.
Kekurangan nutrisi yang terjadi pada anak sakit kritis disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya, penentuan kebutuhan kalori dengan asupan
nutrisi yang tidak seimbang. Hal ini terjadi ketika tubuh membutuhkan
energi yang lebih pada saat keadaan hipermetabolik dan perubahan
metabolisme dari protein, karbohidrat dan lemak sebagai respon dari injuri
atau trauma yang dialami. Faktor lainnya adalah pemberian tindakan
terapeutik yang khas dilakukan di PICU, seperti pemasangan ventilasi
mekanik, pemberian terapi vasoaktif dan penenang yang dapat
mempengaruhi metabolik yang berhubungan dengan penyakit, akibatnya
terjadi peningkatan REE dan pengeluaran energi total yang lebih rendah dari
perkiraan atau pengurangan pemberian cairan yang dilakukan yang dapat
menghambat pemberian nutrisi secara enteral dan parenteral (De Neef,
Geukers, Dral, Lindeboom, Sauerwein & Bos, 2008). Selain itu anak sakit
kritis memiliki keseimbangan energi yang negatif dalam 96 jam pertama
dirawat dan kekurangan energi ini dapat berlanjut selama dirawat di rumah
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
57
Universitas Indonesia
sakit dan memberikan prognosis yang jelek. Suatu penelitian menunjukkan
bahwa selama dirawat di rumah sakit, 90-110% pengiriman energi dari
tingkat metabolisme basal (BMR) tidak tercapai pada 41% pasien yang
sedang dirawat (De Menezes, Leite, & Nogueira, 2013).
4.1.2 Trophicognosis
Berdasarkan teori Konservasi Levine, maka trophicognosis disusun menurut
urutan tingkat konservasi, yakni: konservasi energi, konservasi integritas
struktural, konservasi integritas personal dan konservasi integritas sosial dan
bukan berdasarkan prinsip A,B,C,D yang ada pada konsep emergensi.
Trophicognosis merupakan suatu pernyataan yang memberikan makna pada
kondisi anak dan kebutuhan anak memerlukan bantuan dapat diketahui
(Schaefer, 2010a). Trophicognosis yang ditemukan pada kelima kasus yang
terpilih adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Menurut Nanda dalam Gulanick dan Myers (2014) bahwa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan
nutrisi yang tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan metabolik yang
ditandai dengan penurunan berat badan dengan atau tanpa asupan kalori
yang adekuat, penurunan berat badan 20%, atau dibawah berat badan ideal,
asupan nutrisi kurang dari kebutuhan metabolik atau asupan nutrisi yang
tidak adekuat dan kurang dari Recommended Daily Allowance (RDA).
Disamping itu masih ada trophicognosis yang lain yang muncul dan
bervariasi pada setiap kasus, tergantung pada data yang ditemukan dan
kondisi penyakit yang diderita anak.
Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh harus
diatasi segera, karena menimbulkan dampak terhadap proses penyembuhan
luka atau trauma jaringan yang lama, berkurangnya kekuatan dan massa
otot, fungsi sistem imun menurun yang rentan terhadap infeksi, serta
mempengaruhi fungsi dan struktur dari sistem pencernaan (French &
England, 2004). Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian dukungan
nutrisi yang adekuat dan dapat membantu proses penyembuhan serta
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
58
Universitas Indonesia
pertumbuhan pada anak sakit kritis, sebagai salah satu upaya dalam
penyediaan energi dalam mengimbangi energi yang dikeluarkan oleh tubuh.
Penyediaan energi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan energi yang
dibutuhkan dengan memperhatikan asupan nutrisi yang adekuat, karena
dalam kondisi sakit berat dan masa pertumbuhan, tubuh akan membutuhkan
energi yang banyak (De Neef, Geukers, Dral, Lindeboom, Sauerwein, &
Bos, 2008). Dengan demikian keseimbangan energi dapat diperoleh dari
pemberian nutrisi yang optimal, sehingga konservasi energi dapat terlaksana
sesuai tujuan yang diharapkan (Schaefer, 2010a).
4.1.3 Hipotesis
Hipotesis dibuat berdasarkan pada rumusan masalah yang sudah ditentukan
sebelumnya dan perawat berusaha mencari kebenarannya bersama dengan
klien dan keluarga tentang masalah yang dihadapi anak dan tetap
memperhatikan prinsip konservasi (Schaefer, 2010a). Pada kasus ditemui
penyusunan hipotesis berdasarkan pada trophicognosis yang telah
ditetapkan sebelumnya, yakni tentang ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan nafas tidak
efektif, gangguan perfusi jaringan perifer, infeksi, resiko perkembangan
terlambat dan proses keluarga terganggu. Namun, hal yang terpenting dan
harus diperhatikan dalam penyusunan hipotesis sebagai rencana tindakan
keperawatan dalam mengimbangi kebutuhan energi pada anak sakit kritis
adalah pemahaman mengenai proses metabolisme yang terjadi pada anak
sakit kritis yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun perencanaan pemberian dukungan nutrisi yang tepat pada anak
sakit kritis yang sesuai dengan konsep konservasi, sehingga pemenuhan
kebutuhan nutrisi dapat bermanfaat bagi anak sakit kritis dalam
mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya kekurangan
nutrisi (Saharan, Lodha & Kabra, 2011).
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
59
Universitas Indonesia
4.1.4 Intervensi
Tujuan perawatan kritis adalah menyelamatkan anak sakit kritis dengan
intervensi yang cepat, guna mencegah kegagalan fungsi organ. Berdasarkan
teori Konservasi, intervensi merupakan tindakan keperawatan yang
langsung diberikan pada pasien anak dalam rangka meningkatkan adaptasi
dan mempertahankan kesehatan secara menyeluruh yang berdasarkan pada
prinsip konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi
integritas personal dan konservasi integritas sosial (Schaefer, 2010a).
Adapun intervensi pada kelima kasus yang terpilih pada prinsipnya sama,
yakni intervensi yang tetap mengacu pada konservasi energi, konservasi
integritas struktural, konservasi integritas personal dan integritas sosial.
1. Intervensi konservasi energi
Intervensi konservasi energi berfokus pada peningkatan kemampuan
tubuh dalam menghasilkan energi yang cukup dan penghematan
pengeluaran energi, guna terciptanya keseimbangan antara energi yang
diperoleh dengan energi yang dikeluarkan (Schaefer, 2010b). Pada anak
sakit kritis, energi dapat diperoleh melalui pemberian nutrisi yang
adekuat secara enteral maupun parenteral dengan komposisi nutrisi yang
diberikan berdasarkan usia, berat badan dan penyakit yang dialami anak.
Dari kelima kasus yang terpilih, terdapat 1 (satu) kasus hanya
mendapatkan nutrisi parenteral saja, 2 (dua) kasus awalnya mendapatkan
nutrisi parenteral dan enteral, selanjutnya pemberian nutrisi enteral
ditingkatkan volume pemberiannya sampai kebutuhannya sesuai dengan
kebutuhan yang diperkirakan terpenuhi dan nutrisi parenteral dikurangi
secara bertahap dan pada 2 (dua) kasus berikutnya, awalnya
mendapatkan nutrisi parenteral dan enteral, namun beberapa hari
kemudian pemberian nutrisi enteral ditunda pemberiannya. Bayi H
selama perawatan tidak pernah mendapatkan nutrisi enteral, dengan
alasan intoleransi makanan, berupa perdarahan lambung dan post operatif
laparatomi. Pada bayi R dan anak N selama dirawat terjadi peningkatan
volume pada pemberian nutrisi enteral dengan tetap melakukan evaluasi
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
60
Universitas Indonesia
terhadap volume residu lambung sebelum pemberian nutrisi enteral
dilakukan dan pengurangan volume cairan nutrisi parenteral. Sementara
pada anak D dan bayi A sampai pada hari ketiga perawatan mendapatkan
nutrisi enteral secara bertahap, namun pada hari perawatan berikutnya,
terjadi penundaan pemberian nutrisi enteral, karena intoleransi makanan,
berupa volume residu lambung yang melebihi dari 5 cc/kgBB dan
kondisi hemodinamik maupun pernafasan tidak stabil.
Menurut Afifi, Elazzazy, Abdulrahman dan Latifi (2013) penundaan
pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan ketika anak sedang
mendapatkan dukungan hemodinamik dengan memperoleh dosis terapi
katekolamin yang tinggi, atau resusitasi cairan dalam volume yang besar.
Pemberian nutrisi enteral dapat diberikan lagi, bila kondisi anak kembali
stabil. Selain itu masalah intoleransi terhadap nutrisi enteral sering terjadi
sekitar 3-5 hari rawat, namun pada beberapa pasien anak, intoleransi
terhadap nutrisi enteral dapat berlangsung lebih lama, sehingga hal ini
menjadikan indikasi mutlak untuk pemberian total parenteral nutrisi.
Menurut penelitian Lee, Koh, Kim, Sohn, Kim, dan Kim (2013) alasan
tertundanya pemberian nutrisi enteral pada anak sakit kritis atau
memulainya lebih dari 72 jam setelah masuk PICU karena adanya
perdarahan gastrointestinal, gangguan motilitas usus berupa distensi
abdomen, volume residu lambung yang banyak dan muntah,
hemodinamik yang tidak stabil dan kegagalan dalam memasukkan
nasogastic tube. Disamping itu penggunaan obat sedasi dan blokade
neuromuskular, tindakan intubasi dan ekstubasi dapat juga
mempengaruhi terjadinya penundaan atau dihentikannya sementara
pemberian nutrisi enteral (Wong, Ong, Han & Lee, 2013).
Hasil penelitian lainnya, yang dilakukan Tume, Carter dan Latten (2013)
kontra indikasi pemberian nutrisi enteral adalah sepsis berat, Necrotizing
enterocolitis, post operatif abdominal dan tidak waktu yang ditentukan
untuk memulai pemberian nutrisi enteral pada anak sakit kritis atau dapat
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
61
Universitas Indonesia
diberikan jika kondisi anak dalam keadaan stabil dan penyakit kronis
yang dialami anak dapat juga menjadi suatu tantangan yang berpengaruh
terhadap pemberian dukungan nutrisi, karena anak selalu menghadapi
stress metabolik selama proses akut berlangsung, sehingga akan
mempengaruhi pada status nutrisinya (De Castro, Horwitz, Lopez,
Klunder, Quijada & Hernandez, 2013). Di samping itu pemberian nutrisi
enteral pada anak dengan penyakit paru-paru dianjurkan menggunakan
formula nutrisi yang tinggi lemak, karena penggunaan karbohidrat yang
tinggi dapat meningkatkan produksi CO2. Nutrisi enteral diawali
pemberiannya dengan 10-15 ml/kg/hari dan dapat ditingkatkan 10-15
ml/kg/hari sampai target kalori tercapai (Saharan, Lodha & Kabra, 2011).
Intervensi lain yang dilakukan yang berhubungan dengan konservasi
energi adalah memantau kebutuhan kalori yang dibutuhkan dengan
menggunakan standar persamaan White atau Schofield, memantau nilai
glukosa, albumin dan berat badan. Pada kasus kebutuhan kalori yang
diberikan umumnya berkisar 60-80% dari REE. Menurut Saharan, Lodha
dan Kabra (2011) bahwa penyediaan energi sesuai REE lebih fisiologis.
Dan setiap individu mempunyai perbedaan REE, tergantung pada kondisi
penyakit, penggunaan sedasi dan analgetik serta neuromuscular
blockade. Pada fase akut direkomendasikan pemberian asupan kalori
sekitar 20-30 kkal/kg/hari, guna mencegah pemberian kalori yang
berlebihan. Namun pada fase pemulihan penyediaan energi harus
ditingkatkan, guna meningkatkan proses penyembuhan dan pertumbuhan
jaringan. Penelitian yang dilakukan pada 57 orang anak sakit kritis
didapatkan nilai tengah dari pengukuran REE dengan menggunakan
kalorimetri indirek sebesar 37,2 kkal/kg/hari. Selama dirawat di PICU
hampir 50% pasien anak mengalami kekurangan energi kumulatif dalam
dua hari pertama dirawat. Oleh sebab itu awal pemberian nutrisi sangat
disarankan lebih agresif dalam beberapa hari pertama anak dirawat di
PICU (Prieto & Cid, 2011). Anak yang menggunakan TPN harus
dilakukan penilaian yang teratur terhadap glukosa darah dalam 3 (tiga)
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
62
Universitas Indonesia
kali sehari, elektrolit dan urea dalam 2 (dua) kali seminggu, trigliserida
dan pemeriksaan darah yang komplit seminggu sekali, pengukuran BB
tiap hari dan penilaian antrometri sekali seminggu (Saharan, Lodha &
Kabra, 2011).
2. Intervensi konservasi integritas struktural
Intervensi konservasi integritas struktural bertujuan untuk memelihara,
memulihkan struktur tubuh dan mempertahankan sistem ketahanan
tubuh dari kerusakan fisik serta meningkatkan proses penyembuhan
(Schaefer, 2010b). Pada kasus didapatkan kelima anak mendapatkan
bantuan pernafasan dengan menggunakan ventilasi mekanik dan terapi
sedasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak sakit kritis dalam keadaan
hipermetabolik dapat mempengaruhi sistem organ tubuh lainnya, yakni
pada sistem kardiovaskular terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung
dan curah jantung, sistem pernafasan terjadi peningkatan usaha nafas
dan ventilasi dengan meningkatkan frekuensi pernafasan dan volume
tidal dan respon metabolik menghasilkan peningkatan suhu tubuh
(Challigan & Huang, 2009). Pemberian bantuan pernafasan dengan
menggunakan ventilator dan pengaturan setting ventilator serta
pemantauan penggunaan terapi sedasi merupakan salah satu intervensi
konservasi integritas struktural yang dapat dilakukan pada anak sakit
kritis sebagai upaya dalam memberikan kebutuhan oksigen untuk proses
metabolisme tubuh (Gathinji & Harris, 2008).
3. Intervensi konservasi integritas personal
Tujuan dari intervensi integritas personal adalah memelihara identitas
diri dan menghargai pasien anak sebagai manusia yang utuh (Schaefer,
2010b). Pada kelima kasus yang terpilih, semuanya merupakan anak
sakit kritis yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, karena
kelemahan dan keterbatasan fisik, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
dasar tersebut, pasien anak membutuhkan bantuan. Perawat memberikan
bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien anak, merupakan salah
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
63
Universitas Indonesia
satu intervensi konservasi integritas personal yang dapat dilakukan pada
anak sakit kritis.
4. Intervensi konservasi integritas sosial
Tujuan intervensi konservasi integritas sosial adalah memelihara
hubungan interpersonal antara pasien anak dengan anggota keluarga
(Schaefer, 2010b). Intervensi konservasi integritas sosial yang dilakukan
pada kelima kasus yang terpilih adalah menghadirkan anggota keluarga
pada saat jam kunjungan dan melibatkan keluarga dalam perawatan anak
mereka. Hal ini sesuai dengan konsep family centered care, yakni
memberikan kesempatan pada keluarga untuk melibatkan keluarga
dalam merawat anaknya (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson,
Winkelstein & Schawrtz, 2009).
4.1.5 Evaluasi
Menurut teori Konservasi Levine bahwa evaluasi dilakukan dengan
memperhatikan respon yang terlihat pada anak dari intervensi yang telah
dilakukan. Apabila ditemukan hipotesis yang tidak mendukung
menyelesaikan masalah, maka dilakukan modifikasi atau membuat
hipotesis yang baru. Dari kelima kasus yang terpilih, 3 (tiga) kasus yang
hasil evaluasi tidak ada pemulihan kesehatan yang ditandai dengan
meninggal dunia, yakni bayi H, anak D dan bayi A. Sementara 2 (dua)
kasus lainnya terdapat pemulihan kesehatan dengan dipindahkan ke
ruang rawat lain, yakni bayi R pindah ke BCH dan anak N pindah ke
ruang infeksi.
Hasil evaluasi pada hari terakhir pada bayi R yang berhubungan dengan
trophicognosis ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi dengan asupan nutrisi yang adekuat telah dicapai bayi R yang
ditandai dengan peningkatkan berat badan dan kebutuhan nutrisi
terpenuhi melalui nutrisi enteral, pola nafas tidak efektif dan bersihan
jalan nafas teratasi yang ditandai dengan bayi R dapat bernafas spontan,
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
64
Universitas Indonesia
tidak ada retraksi dinding dada, frekuensi nafas dalam batas normal dan
tidak ada penggunaan otot bantu nafas. Namun intervensi tetap dilanjut di
ruang perawatan BCH. Masalah perubahan proses keluarga teratasi
sebagian dan intervensi tetap dilanjutkan di ruang perawatan BCH.
Selanjutnya anak N, trophicognosis dari ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, pola nafas tidak efektif, bersihan jalan
nafas tidak efektif dan gangguan perfusi jaringan serebral teratasi. Hal ini
ditandai dengan anak N pindah ruang rawat dengan kondisi NGT
terpasang, diet MC 6x300cc bernafas spontan, tidak ada retraksi dinding
dada, kesadaran apatis, frekuensi nafas dan frekuensi nadi dalam batas
normal.
Berdasarkan hasil evaluasi dari kelima kasus terpilih, menunjukkan
bahwa trophicognosis yang muncul bervariasi dan tidak semua kasus
mengalami pemulihan kesehatan yang sama, tergantung pada kondisi
penyakit yang dialami anak. Teori Konservasi Levine menjelaskan
bahwa untuk mencapai keutuhan (wholeness), individu akan melakukan
adaptasi dari konservasi yang dilakukan, namun ada karakteristik
adaptasi yang mempengaruhi kemampuan seseorang. Salah satu
karakteristik adaptasi tersebut adalah specificity yang artinya adaptasi
juga bersifat spesifik. Hal ini menunjukkan proses penyembuhan dan
kemampuan adaptasi masing masing klien terhadap masalah yang
dialami akan berbeda. Selain itu adaptasi juga mempunyai karakteristik
yang disebut Redundancy yang artinya kegagalan dari individu untuk
beradaptasi. Kehilangan adaptasi redundancy melalui trauma, usia,
penyakit, atau kondisi lingkungan yang membuat individu sulit
mempertahankan kehidupan. Jadi ada berbagai faktor yang
mempengaruhi pencapaian hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan
pada pasien anak, sehingga antara pasien yang satu dengan pasien yang
lain tidak akan sama. Demikian juga waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai proses penyembuhan, tentunya akan sangat bervariasi.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
65
Universitas Indonesia
4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian Target
Praktik ners spesialis keperawatan anak yang biasanya disebut dengan
istilah prkatik residensi yang dilaksanakan dalam 2 (dua) semester di
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada semester 1 (satu) disebut
sebagi residensi satu dan semester 2 (dua) disebut dengan residensi dua.
Pada residensi satu, peminatan yang dipilih adalah perinatologi yang
merupakan ruangan dengan kompetensi yang wajib dicapai oleh seluruh
residen, ruangan bedah anak dan ruangan intensif anak. Pada residensi
dua, residen memilih peminatan ruangan intensif anak.
Selama pelaksanaan praktik, residen melakukan kegiatan-kegiatan sesuai
dengan target yang telah ditetapkan dalam kontrak belajar yang disusun
di awal praktik dan target kompetensi yang diberikan dari koordinator
residensi. Walaupun selama praktik di ruangan intensif anak, residen
tidak mendapatkan materi dan bimbingan dari dokter spesialis intensif
anak secara optimal. Namun residen berusaha menjadi tahu dengan
mengikuti ronde dokter dan mencari serta membaca literatur atau jurnal
yang berhubungan dengan critical ill pada anak. Selanjutnya residen
tidak mengalami hambatan atau rintangan yang bearti dalam pencapaian
kompetensi, karena semua perawat yang ada di tempat praktik pada
umumnya sangat mendukung dan memfasilitasi residen dalam
pencapaian kompetensi. Salah satu tantangan selama praktik yang
dirasakan residen adalah untuk menjadi seorang perawat spesialis anak
harus menunjukkan performance yang lebih baik dengan teman sejawat
lainnya yang hanya menjadi perawat pelaksana. Hal ini yang menjadi
pemberi semangat untuk lebih banyak belajar dan giat berlatih, serta
mencari tahu dari berbagai sumber hal-hal yang tidak diketahui.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan dari uraian karya ilmiah akhir ini adalah:
1. Analisis kasus dalam karya ilmiah akhir ini dilakukan pada lima anak sakit
kritis dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat terjadi pada anak
sakit kritis, karena proses hipermetabolik dan hiperkatabolisme yang
terjadi pada respon inflamasi sistemik. Adapun asupan nutrisi dapat
diberikan dengan pemberian nutrisi enteral dan parenteral yang adekuat
dan pemantauan yang ketat terhadap kemajuan kesehatan anak. Selain
hasil pemeriksaan laboratorium dan pemberian terapi lainnya, namun
setiap anak mempunyai kemajuan yang berbeda-beda, tergantung pada
trauma atau penyakit yang dialami anak.
2. Penerapan konsep dan teori Konservasi Levine dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak sakit kritis dapat diterapkan dalam praktik
keperawatan, karena merupakan teori keperawatan praktis dengan
konservasi model dan prinsip yang berfokus pada kesinambungan energi
terhadap kesehatan dan proses penyembuhan dengan menggunakan empat
konservasi, yakni: konservasi energi, konservasi integritas struktural,
konservasi personal dan konservasi sosial. Pada anak sakit kritis
berpotensi mengalami kekurangan energi karena proses metabolisme dan
katabolisme yang terjadi pada proses inflamsi sistemik. Tanpa asupan
nutrisi yang optimal dan adekuat pada anak sakit kritis, dapat
memperlambat proses penyembuhan, sehingga anak sakit kritis
membutuhkan dukungan nutrisi dalam mengimbangi energi yang
dikeluarkan dengan energi yang dibutuhkan.
66
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
67
Universitas Indonesia
3. Perawat sebagai bagian dari praktisi kesehatan profesional yang
bertanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan pada individu,
keluarga dan masyarakat melalui praktik keperawatan profesional harus
memiliki kompetensi yang telah ditetapkan. Adapun kompetensi sebagai
ners spesialis keperawatan anak harus terdapat pada tiga ranah
kompetensi, yakni ranah praktik profesional, legal dan etis, ranah
pemberian asuhan dan manajemen dan ranah pengembangan profesional,
personal dan kualitas. Pelaksanaan praktik ners spesialis keperawatan anak
ini memfasilitasi dalam upaya pencapaian kompetensi dan peran sebagai
seorang ners spesialis keperawatan anak.
5.2 Saran
5.2.1 Pelayanan Keperawatan
1. Model teori konservasi Levine dapat dipakai dalam pelayanan
keperawatan pada asuhan keperawatan anak sakit kritis dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi, sehingga diharapkan dapat menjadikan
pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan dan
mengembangkan ilmu keperawatan dalam pelayanan keperawatan
2. Dibutuhkannya keterbukaan dan kerja sama dari lahan praktik untuk
melakukan suatu perubahan dalam rangka meningkatkan pelayanan
keperawatan yang berkualitas
5.2.2 Institusi Pendidikan
Diharapkan adanya komunikasi yang baik dari semua pihak yang terkait
dalam praktik ners spesialis ini, misalnya dalam menentukan pembimbing
lapangan yang sesuai dengan standar yang diharapkan dan mempunyai
tanggung jawab jelas dalam pelaksanaan praktik klinik ini.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
68
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Afifi, I., Elazzazy, S., Abdulrahman, Y., & Latifi, R. (2013). Nutrition therapy for
critically ill and injured patients. European Journal Emergency Surgical, 39,
203-213.
Beevi. A. (2012). Pediatric nursing care plans.New Delhi: Jaypee Brother
Medical.
Burns, C.E., Dunn, A.M., Brady, M.A., Starr, N.B., & Blosser, C.G. (2013).
Pediatric primary care. 5th
. Philadelphia: Elsevier.
Botran, M., Cid, J.L., Mencia, S., Urbano, J., Solana, M.J., & Garcia, A., ...
Carrillo, A. (2011). Enteral nutrition in the critically ill, child: Comparison of
standar and protein-enriched diets. The Journal of Pediatrics, 159(1), 27-32.
Brown, A.M., Forbes, M.L., Vitale, V.S., Tirodker, U.H., & Zeller, R. (2012).
Effects of a gastric feeding protocol on effeciency of enteral nutrition in
critically ill infants and children. Infant, Child, & Adolescent Nutrition, 4(3),
175-180.
Callan, J.& Salvestrini, C. (2013). Parenteral nutrition in paediatrics. Paediatrics
And Child Health, 23(8),356-361.
Challigan, D. & Huang, L. (2009). Nutrition. In H. Kirpalani, L.H. Huang, M.
Duffet, & M. Michenko. Manual of pediatric intensive care (pp.510-
515).`Shelton: People‟s Medical Publishing House.
Chowdary, K.V.R. & Reddy, P.N. (2010). Parenteral nutrition: Revisited. Indian
Journal of Anaesthesia, 54(2), 95-103.
Da Silva, M. F., Bermudes, A.C., Maneschy, I.R., Zanatta, G., Feferbaum, R., &
Brunow de Carvalho, W., ... Delgado, A.F. (2013). Impact of early enteral
nutrition therapy on morbimortality reduction in a paediatric intensive care
unit: A systematic review. Revista da Associacao medica Brasileira, 59(6),
563-570
De Carvalho, B.W., & Leite, H.P. (2008). Nutritional support in the critically ill
child. In D.G. Nichols. Roger’s textbook of pediatric intensive care. (pp.
1500-1515). Philadelphia: Lippincott williams & Wilkins.
De Castro, G.T., Horwitz, M.K., Lopez, H.A., Klunder, M.K., Quijada, A.J., &
Hernandez, H.R. (2013). Nutritional status of children in critical condition at
admission to pediatric intensive care units. Bol Med Hosp Infant Mex, 70(3),
214-219.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
69
Universitas Indonesia
De Menezes, F.S., Leite, H.P., & Nogueira, P.C. (2013). What are the factor that
influence the attainment of satisfactory energy intake in pediatric intensive
care unit patients receiving enteral or parenteral nutrition? Nutrition, 29, 76-
80.
De Neef, M., Geukers, V.G.M., Dral, A., Lindeboom, R., Sauerwein, H.P & Bos,
A.P. (2008). Nutritional goals, prescription and delivery in a pediatric
intensive care unit. Clinical Nutrition,27,65-71
Dogjani, A., Zatriqi, S., Uranues, S., & Latifi, R. (2011). Biology-based
nutritional support of critically ill and injured patients. European surgery,
43(1), 7-12.
Flaring, U., & Finkel, Y. (2009). Nutritional support to patients within the
pediatric intensive setting. Pediatric Anesthesia, 19, 300-312.
French, A., & England, A.M. (2004). Nutritional needs of the critically ill child.
In. C. Williams & J. Asquith. Paediatric intensive care nursing (pp. 379-
394). Churchili Livingstone: Elsevier.
Gathinji, M. & Harris, Z.L.( 2008). Principles of nutrition and metabolism. In
D.G. Nichols. Roger’s textbook of pediatric intensive care. (pp. 1500-1515).
Philadelphia: Lippincott williams & Wilkins.
Geukers, V.G., De Neef, M., Dijsselhof, M.E., Sauerwein, H. P., & Bos, A.P.
(2012). Effect of a nurse-driven feeding algorithm and the institution of
nutritional support team on energy and macronutrient intake in critically ill
children. E-SPEN Journal, 7,e35-e40.
Gulanick, M. & Myers, J.L. (2014). Nursing care plans: Diagnoses, interventions,
and outcomes. 8th.
. Ed. St. Louis: Elsevier. Mosby.
Hazinski, M.F. (2013). Nursing care of the critically ill child. 3rd.
.Ed. St. Louis:
Elsevier. Mosby.
Jacobson, K. & Calligan, D. (2009). Enteral Nutrition. In H. Kirpalani, L.H.
Huang, M. Duffet, & M. Michenko. Manual of pediatric intensive care
(pp.516-5526).`Shelton: People‟s Medical Publishing House
Joffe, A., Anton, N., Lequier, L., Vandemeer, B., Tjosvold, L., Larsen, B., & ...
Hartling L. (2009). Nutritional support for critically ill children (review).
Cochrane Database of systematic reviews.
Kyle, U.G., Jaimon, N., & Coss, J.A. (2012). Nutrition support in critically ill
children: Underdelivery of energy and protein compared with current
recommendations. Journal of The Academy of Nutrition and
Dietetics,112(12), 1987-1992.
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
70
Universitas Indonesia
Ladwig, G.B & Ackley, B.J. (2008). Mosby’s guide to nursing diagnosis. 2nd
.Ed.
St. Louis: Mosby. Elsevier.
Lee, H., Koh, S.O., Kim, H., Sohn, M.H., Kim, E.K., & Kim, W.K. (2013).
Avoidable causes of delayed enteral nutrition in critically ill. J Korean Med
Sci, 28, 1055-1059.
Marshall, A.P. & West, S.H. (2006). Enteral feeding in the critically ill: Are
nursing practices contributing to hypocaloric feeding? Intensive and Critical
Care Nursing, 22, 95-105.
Metha, N.M., Bechard, L.J., Cahill, N., Miao, W., Day, A., & Christopher, P., ...
Heyland, D.K. (2012). Nutritional practices and their relationship to clinical
outcomes in critically ill children: An international multicenter cohort study.
Critical Care Med, 40(7), 2204-2211.
Mehta, N.M. & Duggan, C.P. (2009). Nutritional deficiencies during critical
illness. Pediatr Clin N, 56, 1143-1160.
Meyer, R., Harrison, S., Sargent, S., Ramnarayan, P., Habibi, P., & Labadarios, D.
(2009). The impact of enteral feeding protocols on nutritional support in
critically ill children. Journal of Human Nutrition and Dietetics, 22, 428-436.
Nijs, E.L.F. & Cahill, A.M. (2010). Pediatric enteric feeding technicques:
Insertion, maintenance, and management of problem. Cardiovascular
Intervention Radiology, 33, 1101-1110.
Nurnaningsih (2013). Nutrisi pada anak sakit kritis. In A.H. Pudjiadi, A. Latief, &
N. Budiwardhana. Buku ajar pediatri gawat darurat (pp. 173-185). Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ong, C., Han, W.M., Wong, J.J., & Lee, J.H. (2014). Nutrition biomarkers and
clinical outcomes in critically ill children: A critical appraisal of the literature.
Clinical Nutrition, 33, 191-197.
PPNI. (2012). Standar kompentensi perawat Indonesia. Jakarta: PPNI.
Prieto, M.B. & Herce Cid, J.L. (2011). Malnutrition in the critically ill child: The
importance of enteral nutrition. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 8,4353-4366.
Raju, C.U, Choudhary, S., & Harjai. (2005). Nutritional support in the critically ill
child. MJAFI, 61(1), 45- 50.
SCHN (2014), February 13). SCHN Admission to PICU: Guidelines for intensive
care and high dependency patients-CHW. June 30, 2014. http://www.schn.health.nsw.gov.au/_policies/pdf/2007-8114.pdf
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014
71
Universitas Indonesia
Saharan, S., Lodha, R. & Kabra, S.K. (2011). Supportive care of a critically ill
child. Indian Journal Pediatric, 78(5), 585-592.
Sarid, R.S., Cohen, J., Houri, Z., & Singer, P. (2013). Indirect calorimetry: A
guide for optimizing nutritional support in the critically ill children. Nutrition,
29, 1094-1099.
Schaefer, K. M. (2005). Myra Levine‟s conservation model and its applications.
In. M.E. Parker. Nursing theories and nursing practice. (pp.94-112).
Philadelphia. F.A. Davis Company.
Schaefer, K. M. (2010a). Levine‟s conservation model in nursing practice. In.
M.R. Alligood & A.M. Tomey (Ed.). Nursing theory utilization & application
(pp. 212-233). Missouri: Mosby Elsevier.
________, (2010b). The conservation model. In. A.M. Tomey & M.R. Alligood
(Ed.). Nursing theorists and their work (pp. 225-241). Missouri: Mosby
Elsevier.
Tume, L., Carter, B., & Latten. (2013). A UK and Irish survey of enteral nutrition
practices in paediatric intensive care units. British Journal of Nutrition, 109,
1304-1322
.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schowrtz, P.
(2009). Wong’s buku ajar keperawatan pediatrik. Vol.1. Jakarta: EGC.
Wong, J.J., Ong, C., Han, W.M., & Lee, J.H. (2013). Protocol-driven enteral
nutrition in critically ill children: A systematic review. Journal of Parenteral
and Enteral Nutrition, 38(1), 29-39.
Zamberlan, P., Delgado, A.F., Leone, C., Feferbaum, R., & Okay, T.S. (2011).
Nutrition therapy in a pediatric intensive care unit: Indications, monitoring,
and complications. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition, 35(4), 523-
529
Aplikasi teori..., Rahmadevita Septika A M, FIK UI, 2014