perubahan tayangan berita akibat ... - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20368928-mk-nadia...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PERUBAHAN TAYANGAN BERITA AKIBAT INDUSTRIALISASI MEDIA
MAKALAH NON-SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Nadia Septika Nurzanna
1006711164
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
BIDANG STUDI KOMUNIKASI
PEMINATAN PERIKLANAN
Depok
Januari 2014
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Perubahan Tayangan Berita Akibat Industrialisasi Media
Nadia Septika Nurzanna, Sasa Djuarsa Sendjaja
1. Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
2. Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Email: { HYPERLINK "mailto:[email protected]" }
Abstrak
Akibat stasiun TV swasta tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah, stasiun TV swasta harus mencari sendiri sumber dana pemasukannya untuk menutupi biaya produksi acaranya. Salah satu sumber pemasukan stasiun TV swasta adalah melalui iklan. Hal ini lah yang melatarbelakangi stasiun TV swasta untuk membuat program acara semenarik mungkin agar penontonnya banyak, tidak terkecuali stasiun TV berita swasta. Jika dibandingkan dengan stasiun TV lain yang menyajikan beragam program acara, tentu saja stasiun TV berita swasta kalah saing hal dalam banyaknya penonton. Ini dikarenakan konten yang disajikan oleh staisun TV berita swasta tidak semenarik stasiun TV swasta lain. Padahal, stasiun TV berita swasta juga membutuhkan dana yang besar untuk biaya produksi acaranya. Hal ini lah yang membuat stasiun TV berita swasta mulai keluar dari koridor dan fungsinya untuk menyajikan berita yang penting untuk diketahui masyarakat luas, media menjadi sebuah industri. Demi untuk mendapatkan rating dan share yang tinggi, terjadi komodifikasi isi dan khalayak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat industrialisasi media, stasiun TV berita swasta jadi melupakan idealismenya untuk menyajikan berita yang penting dan bermanfaat untuk masyarakat luas. Metode yang digunakan adalah analisis isi pemberitaan dan studi literatur. Hasilnya adalah tidak semua program acara TV berita swasta meninggalkan idealismenya, ini terjadi karena mereka masih percaya bahwa ada segmen penonton tertentu yang melihat berita berdasarkan manfaat dan kualitas.
News Program Changes due to Media Industrialization
Abstract
Because of private tv station doesn’t get subsidy from government, they should look for their own revenue to cover their production cost. One of the biggest revenue for private tv station is from advertising. It becomes the background why private tv station makes program as interesting as they can in order to attract audience, include news channel. If compare to other tv station which provides variety program, news channel got lower number of audience. It is because of the content that provided by news channel not as interesting as other tv station which provides variety program. Whereas, news channel needs huge fund to cover their production cost. That’s why nowadays news channels start to out of their basic function to tell what is important for audience, and media (especially news) becomes an industry. Commodification occurs in order to get the high number of rating and share. The objective of this research is to know whether media industrialization becomes the reason why news channels start to out of their basic functions. This research using news content analysis and literature study method. The result of this research is not all of news program influenced by media indutrialization, several programs still on the right track to tell what’s important for audience. It happens because they believe there are some segments who still want hard news instead of controversial issues.
Keywords: Commodification, Industrialization, Media, News, Rating
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui, terdapat tiga besar stasiun TV Berita di Indonesia, yaitu TVRI,
Metro TV dan TV One. Berbeda dengan TVRI yang dimiliki oleh Negara, Metro TV dan TV
One dimiliki oleh pihak swasta, yaitu dua konglomerat yang juga merupakan Ketua Partai
Politik. Stasiun TV swasta yang notabenenya free to air tidak mendapatkan subsidi dari
pemerintah seperti yang terjadi pada TVRI. Oleh karena itu para pemilik stasiun TV swasta
dipaksa untuk mencari sendiri dana pemasukan untuk dapat membiayai produksi acara TV
nya. Salah satu sumber pemasukan terbesar bagi stasiun TV swasta adalah melalui iklan.
Semua stasiun TV swasta berlomba-lomba membuat program acara semenarik mungkin agar
ditonton oleh banyak orang sehingga mendapatkan rating dan share yang tinggi dengan
tujuan agar para pengiklan tertarik untuk memasarkan produknya di acara tersebut. Tentu saja
stasiun TV berita juga berkompetisi dengan stasiun TV lainnya yang tidak hanya
menayangkan program acara berita. Jika disandingkan dengan TV umum lainnya yang juga
menanyangkan acara variety show, sinetron, talk show, dan lain-lain tentu saja stasiun TV
berita kalah saing dan mempunyai lebih sedikit penonton. Ini terjadi karena TV berita yang
cenderung menyajikan hard news tidak semenarik TV umum lainnya yang menyajkan acara
beragam.
Padahal, stasiun TV berita swasta juga membutuhkan suntikan dana agar program-program
acaranya tetap berjalan. Hal ini lah yang kemudian menjadikan stasiun TV berita mulai keluar
dari koridor yang semestinya menyajikan hard news. Seringkali TV berita menyajikan berita
yang tidak berbobot, tidak mendidik, dan hanya berpikir bahwa isu itu disenangi masyarakat
sehingga akan banyak pengiklan yang tertarik untuk beriklan. Masyarakat pun tidak sadar
kalau akhir-akhir ini berita yang ditayangkan lebih bersifat komoditas yang laku dijual
daripada berita yang mengedukasi dan memberi informasi. Berita yang ada sekarang
cenderung topiknya itu-itu saja karena isu tersebut disenangi masyarakat, tidak peduli
sebenarnya ada berita yang lebih penting dari isu tersebut atau tidak. Bagi stasiun TV yang
terpenting adalah beritanya ditonton oleh masyarakat sehingga banyak pengiklan yang tertarik
untuk beriklan. Demi mendapatkan perhatian penonton, stasiun TV berita mulai menyajikan
berita-berita populer, dan bahkan cenderung mengandung unsur gosip. Hal ini lah yang
membuat Penulis tertarik untuk membahas topik ini.
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Penulis ingin mengetahui apakah kareana adanya industrialisasi media, stasiun TV berita
menjadi kehilangan idealisme dan fungsinya untuk menyajikan berita yang berbobot dan
penting untuk diketahui masyarakat. Menjadi timbul pertanyaan apakah benar jika stasiun TV
berita menyajikan berita yang tidak penting dan bahkan sampai melanggar etika demi
mendapatkan rating dan share yang tinggi. Contohnya saja sekarang dapat dengan mudah kita
menemukan pemberitaan yang lebih bersifat sensasional dan dikemas secara dramatis
dibandingkan berita yang mendidik. Bisa jadi hal ini terjadi akibat dampak industrialisasi
media yang perumusan kontennya berorientasi pada pasar dan perolehan keuntungan
maksimal.
Tinjauan Teoritis
1. Komodifikasi Media
Dalam tesis industri budaya Adorno, disebutkan bahwa sebagai salah satu produk budaya,
media menjadi suatu objek yang diperjual belikan atau dianggap sebagai komoditas.
Komodifikasi media tersebut diatur dalam prinsip nilai tukar, bukan nilai gunanya, sehingga
apa yang paling bernilai untuk ditampilkan di media adalah yang paling mampu menarik
masyarakat, bukan berdasarkan muatan apa yang paling berguna (Adorno, 1954). Sedangkan
Vincent Mosco, dalam bukunya The Political Economy of Communication (2009: 132),
mendefinisikan komodifikasi sebagai proses mengubah nilai pada suatu produk yang tadinya
hanya memiliki nilai guna kemudian menjadi nilai tukar (nilai jual) dimana nilai kebutuhan
atas produk ini ditentukan lewat harga yang sudah dirancang oleh produsen.
Dalam industri komunikasi sendiri, dikenal tiga jenis komodifikasi, yaitu komodifikasi
konten, komodifikasi khalayak, dan komodifikasi buruh (Mosco, 2009: 135-139), dan ketiga
jenis komodifikasi ini dapat ditemukan dalam pemberitaan yang disajikan oleh stasiun TV
berita sebagai komoditas dalam industri komunikasi.
Pertama, komodifikasi konten. Menurut Mosco (2009), komodifikasi konten merujuk pada
proses transformasi pesan dari hanya sekedar informasi menjadi sistem pemikiran penuh
makna dalam bentuk produk yang dapat dipasarkan. Artinya, terjadi pengolahan konten media
agar disukai oleh publik meski pada dasarnya konten tersebut tidak dibutuhkan oleh publik.
Kedua, komodifikasi khalayak yang berarti menempatkan khalayak atau penonton sebagai
salah satu komoditas utama industri media (Mosco, 2009: 136). Komodifikasi khalayak
mengandung proses pengolahan isi media untuk dijual melalui pengiklan baru ke penonton.
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Di tengah industrialisasi media, proses komodifikasi khalayak mendorong segala produk
televisi disetir oleh rating sehingga segala tayangan televisi dipenuhi oleh aneka ragam
hiburan karena mereka percaya bahwa yang paling disukai masyarakat dan paling laku dijual
di pasaran adalah sesuatu yang menghibur. Salah satu prinsip dimensi komodifikasi media
massa menurut Gamham dalam buku yang ditulis Mosco menyebutkan bahwa penggunaan
periklanan merupakan penyempurnaan dalam proses komodifikasi media secara ekonomi.
Khalayak merupakan komoditas penting untuk media media massa dalam mendapatkan iklan
dan pemasukan. Media dapat menciptakan khalayaknya sendiri dengan membuat program
semenarik mungkin dan kemudian khalayak yang tertarik tersebut dikirmkan kepada para
pengiklan.
Konkretnya media biasanya menjual khalayak dalam bentuk rating atau share kepada
advertiser untuk dapat menggunakan air time mereka. Cara yang paling jitu adalah dengan
membuat program yang dapat mencapai angka tertinggi daripada program di stasiun TV lain.
Program tersebut biasanya menjawab kebutuhan khalayaknya, programmer media massa akan
menggabungkan beragam kebutuhan khalayak dalam satu program atau beberapa program.
Dengan demikian khalayak dapat menikmati beragam kebutuhan hiburan dan berita
(misalnya) dalam satu program saja.
Ketiga, komodifikasi buruh yang menurut Mosco (2009: 139) dapat dilakukan melalui dua
cara: mengatur fleksibilitas dan kontrol atas pekerja dan "menjual" pekerja media untuk
meningkatkan nilai tukar dari isi pesan media. Komodifikasi pekerja mengandung adanya
eksploitasi keahlian dan jam kerja para pekerja dengan menjadikannya sebagai komoditas dan
menukarnya dengan upah dan gaji.
2. Reduksi Substansi
Menurut McQuail, sebagaimana media lain, televisi memiliki empat fungsi utama, yaitu:
pendidikan, sosial kontrol, informasi, dan hiburan (McQuail, 2005). Akan tetapi, dalam
bukunya Amusing Ourselves to Death (1985), Neil Postman menyebutkan bahwa bagi
masyarakat modern, televisi hanya melayani fungsi hiburan secara dominan dan cenderung
mengabaikan fungsi-fungsi lainnya. Jika suatu tayangan televisi pun memiliki fungsi sosial,
pendidikan, atau informasional, acara yang ditayangkan di televisi itu pun pasti disisipi oleh
unsur-unsur yang menghibur. Argumen Postman ini beranjak dari logika industrialisasi yang
menitikberatkan pada komodifikasi yaitu yang terpenting dari suatu komoditas ialah seberapa
besar produk tersebut disukai (nilai tukar), bukan seberapa besar manfaat produk tersebut
(nilai guna). Oleh karena itulah, hiburan menjadi alat utama untuk menarik publik. Menurut
Postman (1985), hiburan merupakan supra-ideologi dari seluruh diskursus publik ditelevisi.
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Karenanya, unsur hiburan yang menyisipi segala tayangan televisi tersebut mempengaruhi
hampir seluruh aspek kehidupan manusia, sebagai konsumen tayangan televisi tersebut.
Tayangan televisi yang dipenuhi segala unsur hiburan tersebut mempengaruhi cara pandang,
cara berpikir, cara bicara, hingga cara orang memilih sikap (Jurnal “Menjual Gosip Lewat
Infotainment”, oleh Aulia Dwi Nastiti).
3. Industri Budaya
Sebagaimana dikemukakan Adorno dan Horkheimer, industri budaya dapat didefinisikan
sebagai budaya yang sudah mengalami komodifikasi serta industrialisasi, dimanufaktur oleh
pihak elite, dan secara esensial memang diproduksi semata-mata untuk memperoleh
keuntungan (making profits). Dengan kata lain, industri budaya ditandai oleh proses
industrialisasi dari budaya yang diproduksi secara massal serta memiliki imperatif komersial,
sehingga proses yang berlangsung dalam industri budaya ini adalah komodifikasi,
standardisasi, serta masifikasi. Komodifikasi, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
berarti memperlakukan produk-produk budaya sebagai komoditas yang tujuan akhirnya
adalah untuk diperdagangkan. Standardisasi merupakan upaya penyeragaman berdasarkan
suatu formulasi spesifik untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini ialah mengkonstruksi
respon konsumen budaya (Adorno, dalam Strinati, 2007). Adapun masifikasi berarti
memproduksi berbagai hasil budaya dalam jumlah massal agar dapat meraih pangsa pasar
seluas-luasnya.
4. Agenda Setting Theory
Menurut teori agenda setting, media massa memiliki kegiatan menyusun, memunculkan isu,
dan menempatkan isu tersebut dengan tujuan untuk mempengaruhi apa yang dianggap
penting oleh khalayak. Asumsinya adalah bahwa media menyaring berita, artikel, atau tulisan
yang akan disiarkannya. Secara selektif, gatekeepers seperti bagain penyuntingan, redaksi,
bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus
disembunyikan. Dengan kata lain media massa merupakan isi dari segala jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Hal ini sesuai dengan teori agenda
setting bahwa setiap peristiwa atau isu diberi bobot tertentu dalam penyajiannya (ruang dalam
surat kabar, waktu pada televisi dan radio) dengan menonjolkan (ukuran judul, letak pada
surat kabar, frekuensi pemuatan, posisi dalam surat kabar) suatu permasalahan dan
mengesampingkan yang lain (Rakhmat, 2000: 299).
Wener J. dan James W. mengutip pendapat Kurt dan Gladys Engel tentang agenda setting
bahwa media massa mengarahkan perhatian khalayak kepada isu-isu tertentu. Media massa
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
secara teratur dan berkesinambungan mengarahkan dan mempengaruhi setiap individu
pengonsumsi media untuk berpikir, mengetahui, dan mempunyai perasaan tertentu terhadap
suatu objek (should think about; know about; have feeling about) (Tankard, 1998: 266).
Asumsi-asumsi ini menunjukkan bahwa ketika media memberikan penonjolan dan teknik-
teknik tertentu terhadap pemberitaan tentang sesuatu objek, berarti media hendak membentuk
persepsi khalayak bahwa isu tersebut merupakan hal yang penting (Seto, 2006:39).
Metode Penelitian
Penelitian mengenai perubahanan tayangan berita akibat insdutrialisasi media ini
menggunakan metode analisis isi kualitatif yang bersifat ex post facto, data dikumpulkan dari
kejadian-kejadian yang telah berlangsung atau sudah terjadi. Dalam hal ini yang diteliti
adalah berita-berita yang telah ditayangkan dan berkaitan dengan isu-isu atau kasus
kontroversial yang ditayangkan di stasiun TV berita swasta seperti TV One dan Metro TV.
Contohnya seperti pemberitaan mengenai perseteruan Eyang Subur dengan Adi Bing Slamet
dan kasus suap yang melibatkan Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq.
Alasan memilih pemberitaan yang disajikan dua stasiun TV berita swasta (TV One dan Metro
TV) sebagai salah satu obyek penelitian adalah karena dua stasiun TV berita tersebut dapat
menjadi cerminan berita apa yang sedang terjadi saat itu yang dianggap penting oleh
masyarakat mengingat intensitas dan frekuensi pembahasan berita mengenai kasus tertentu
akan lebih banyak dibahas oleh kedua stasiun TV tersebut dibandingkan dengan stasiun TV
swasta lain yang menyediakan beragam program.
Menurut Fluornoy (1989), analisis isi adalah suatu metode untuk mengamati dan mengukur
isi komunikasi. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui karakteristik isi surat kabar
mengenai frekuensi, volume berdasarkan bidang masalah, penggunaan sumber informasi dan
kecenderungan isi. Sementara itu menurut (Rakhmat,1991), analisis isi berguna untuk
memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang.
Penelitian ini berusaha memahami hal yang melatarbelakangi terjadinya perubahan terhadap
tayangan berita akibat industrialisasi media. Berdasarkan tujuan tersebut, peneliti memilih
untuk menggunkaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini yang memungkinkan peneliti
untuk melakukan interpretasi atas suatu tayangan berita secara mendalam dan subjektif dalam
program acara berita yang ditayangkan oleh TV One dan Metro TV sebagai subjek penelitian
ini.
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Menurut Bogdan dan Taylor (Meolong, 2007), metodologi penelitian kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan
dari subjek penelitian yang telah diamati. Hal-hal yang diteliti dalam penelitian kualitatif
meliputi isi atau konten pemberitaan, format tayangan, pengemasan acara, ikon atau
narasumber yang diwawancara, hingga jam tayang dan durasi acara dari subjek penelitian.
Selain itu studi literatur yang bersumber dari skripsi, penelitian, dan jurnal ilmiah yang pernah
dilakukan akan membantu Penulis dalam membahas topik ini.
Pembahasan
Pada dasarnya berita berfungsi sebagai gambaran nyata yang sedang terjadi saat ini dibelahan
dunia manapun. Menurut Stuart Allan, berita adalah pengetahuan umum, orang mungkin
berpikir bahwa berita dapat berbagi informasi dan pemahan tentang dunia. Tidaklah cukup
jika Lembaga Penyiaran, dalam hal ini stasiun TV, hanya sekedar menyajikan berita saja
tanpa tahu tujuan dan dampak dari setiap materi yang ditayangkan. Lembaga penyiaran dalam
menyampaikan berita tidak semata-mata hanya menyampaikan informasi apa adanya, tetapi
juga harus layak dan benar. Pasalnya, tidak semua informasi yang menurut lembaga penyiaran
layak itu boleh ditayangkan ke publik.
Produk media termasuk diantaranya berita adalah produk konstruksi makna, yang melibatkan
proses kerja terorganisir, sistemik dan terstruktur dan boleh jadi sarat kepentingan. Saat ini
konsumen dikepung beragam konten media yang membuat masyarakat Indonesia pasif, lemah,
tak berdaya dan pasrah serta menganggap semua yang dilihatnya adalah kebenaran yang hakiki.
Terkooptasinya konsumen media ini adalah bentuk ketidakmampuan saat berhadapan dengan
serbuan informasi. Kurangnya cara berfikir yang kritis dan skeptis dalam memahami produk
media adalah sebuah kerja konstruksi media menjadikan konsumen rentan menjadi ‘korban’
media. Tipologi masyarakat korban media ini bisa ditanggulangi dengan membentuk karakter
masyarakat yang melek media literasi. Berita tampak mempunyai pedoman dalam
menyampaikan kebenaran umum dan memilah apa yang harus mereka beritahu, pada faktanya
bahwa di berbagai surat kabar dan saluran, di setiap bangsa, sebenarnya tidak ada kesepakatan
tentang apa hal penting yang sedang terjadi. Tidak ada kesepakatan yang nyata diantara para
lembaga penyiaran berita mengenai isu apa yang sedang berkembang dan penting untuk
diberikan pada masyarakat luas.
Dalam buku Media and Society, Graeme Burton menyatakan bahwa menurutnya belakangan
ini tayangan berita seperti “hilang” pemahaman bahwa mereka harus menyampaikan whole
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
truth tetapi pihak mereka malah menambahkan unsur hiburan dan menyediakan gossip,
bahkan lebih banyak daripada usur berita utama. Berita diposisikan sebagai sesuatu yang
netral dan ahli, namun pada kenyataanya saat ini berita merupakan bisnis global yang semua
pihak didalamnya dapat mempengaruhi isi konten.
Terkait dengan komodifikasi yang terjadi di media, Mosco memformulasikan tiga bentuk
komodifikasi, yakni komodifikasi isi, komodifikasi khalayak, dan komodifikasi pekerja.
Komodifikasi isi menjelaskan bagaimana konten atau isi media yang diproduksi merupakan
komoditas yang ditawarkan. Proses komodifikasi ini berawal dengan mengubah data-data
menjadi sistem makna oleh pelaku media menjadi sebuah produk yang akan dijual kepada
konsumen, khalayak maupun perusahaan pengiklan. Artinya, media tidak hanya berhenti pada
proses pembentukan kultur semata melalui konten yang didistribusikan, melainkan juga
menjadikan budaya itu sebagai sebuah komoditas yang bisa dijual.
Dalam tayangan berita, komodifikasi isi dilakukan dengan cara menyajikan informasi
yang sebenarnya tidak memiliki signifikansi bagi masyarakat namun dapat menarik minat
publik untuk menyaksikan karena timbul rasa ingin tahu terhadap segala informasi mengenai
kasus tersebut, terutama ketika sifatnya sensasional dan terus-menerus digali dan ditayangkan,
contohnya seperti kasus perseturuan Eyang Subur. Komodifikasi isi melibatkan transformasi
pesan agar pesan lebih diterima oleh pasar (marketable). Misalnya, surat kabar, berita lebih
memperhitungkan nilai berita agar bisa diterima oleh pasar.
Sedangkan komodifikasi khalayak, penonton dijadikan komoditas oleh stasiun TV sebagai
alat tukar kepada para pengiklan. Awalnya para stasiun TV membuat program acara yang
menarik dan sesuai keinginan penonton agar mendapatkan rating yang tinggi. Setelah itu,
rating tersebut dijual kepada pengiklan. Semakin tinggi rating suatu program acara maka
semakin tinggi pula harga spot iklan yang dipatok oleh stasiun TV. Tidak heran jika isi dari
program acara TV, bahkan TV berita sekalipun mengangkat isu yang hanya mengandung
unsur sensasi dan kontroversi jika konsep ekonomi dan nilai tukar ini lah yang dipakai.
Contoh komodifikasi dalam tayangan berita adalah kasus perseteruan Eyang Subur dengan
Adi Bing Slamet yang beberapa bulan lalu ramai diberitakan di hampir seluruh stasiun TV
Indonesia. Tidak hanya stasiun TV yang mempunyai program acara infotainment saja yang
menayangkan kasus ini, sampai-sampai di staiun TV khusus berita juga mengangkat kasus ini
dan beberapa kali menjadi headline dalam pemberitaannya. Bahkan TV One secara khusus
mengangkat kasus ini dalam program acara Debat dengan mengundang pengacara dari Eyang
Subur dan Farhat Abbas sebagai pihak yang berada di sisi Adi Bing Slamet. Tentu sudah
dapat diperkirakan acara tersebut akan berlangsung seru. Dalam satu jam durasi acara tersebut
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
hanya berisikan saling bantah dan saling menyalahkan antar pihak, sorak penonton yang ada
didalam studio pun turut menambah keriuhan dan dramatisasi dari acara tersebut. Sampai
pada akhir acara, juga tidak terdapat titik temu atau solusi yang terbaik untuk kedua belah
pihak. Ekspos media terhadap kasus ini pun semakin hari semakin meningkat. Frekuensi
penayangan semakin intens bahkan pada jam disaat anak menonton. Hal ini pun menuai kritik
dari masyarakat yang berakibat pada keluarnya teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia
kepada beberapa stasiun TV. Seperti yang dilansir dalam portal BISNIS.COM:
BISNIS.COM, JAKARTA – Stasiun televisi bisa jadi diganjar sanksi oleh Komisi Penyiaran
Indonesia bila terus-menerus menayangkan berita soal Eyang Subur di jam menonton anak-
anak.
Sejauh ini berita-berita tentang Eyang Subur ditayangkan pada pagi, siang, hingga sore hari.
Padahal, saat-saat itu merupakan waktu anak menonton televisi. Komisioner Bidang Isi Siaran
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Nina Mutmainnah Armando meminta stasiun televisi
berhati-hati dalam menayangkan berita tersebut. Sebisa mungkin ditayangkan di malam hari.
“Pertama, tayangan tersebut telah melanggar hak privasi seseorang. Stasiun televisi pun
mengobarkan konflik. Kedua, karena ditayangkan di jam menonton anak, bisa saja
mempengaruhi anak-anak. Stasiun televisi pun mengobarkan konflik,” kata Nina, Kamis
(25/4/2013).
Dia berharap stasiun televisi mempertimbangkan aspek perlindungan anak ketika
menayangkan berita Eyang Subur. Bila dinilai sudah berlebihan, tidak tertutup kemungkinan
KPI melayangkan sanksi kepada stasiun televisi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pernah dihubungi kuasa hukum Eyang Subur
untuk menanyakan dampak berita ke anak-anak.
(Sumber: {HYPERLINK "http://news.bisnis.com/read/20130426/79/10934/berita-eyang-subur-stasiun-televisi-bisa-kena-
sanksi-kpi"})
Selain itu contoh lainnya adalah pemberitaan kasus suap yang melibatkan Ahmad Fathanah
yang juga menyeret nama mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Ahmad Fathanah
tertangkap tangan membawa uang suap ketika sedang bersama dengan seorang gadis remaja
di kamar salah satu hotel di Jakarta. Alih-alih memberitakan dari mana sumber uang suap itu
berasal, stasiun TV malah lebih banyak meng-highlight perihal keberadaan Ahmad Fathanah
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
bersama gadis remaja tersebut. Sampai-sampai ditelusuri siapa remaja tersebut hingga
mendatangi kampus dimana remaja tersebut mengemban pendidikan. Bahkan, Ahmad
Fathanah juga dicurigai sering mengalirkan dana haramnya ke wanita-wanita cantik lainnya.
Media pun dengan gencar memberitakan ke wanita mana saja aliran dana Ahmad Fathanah
bermuara.
Tidak jauh berbeda dengan nasib Ahmad Fathanah (AF), Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) turut
terseret dalam kasus yang melibatkan orang terdekatnya itu. LHI dicurigai menerima uang
suap yang berasal dari kuota impor daging sapi. Lagi-lagi, media cenderung meng-highlight
kehidupan pribadi Luthfi. Pada saat kasus suap kuota impor daging sapi yang melibatkan AF
dan LHI ramai diberitakan di media-media, terkuak kabar jika LHI beberapa saat sebelumnya
baru saja menikahi gadis dibawah umur. Media pun sangat intensif memberitakan kehidupan
pribadi LHI, dimulai dengan mencari keberadaan isteri muda LHI tersebut, hingga
mendatangi rumah keluarga dan sekolah isteri muda nya itu.
Disini dapat terlihat bahwa media seringkali lebih mengangkat sisi yang lebih kontroversial
dari suatu isu agar “laku dijual”. Berkaca dari kasus-kasus yang sudah dijabarkan
sebelumnya, sebenarnya media dapat mengangkat sisi yang lebih penting untuk diketahui
publik dibandingkan kehidupan pribadi, tapi jika dilihat dari sisi marketing, tentu saja
pemberitaan mengenai korupsi sangat membosankan dan lebih menarik dan “seksi” jika
mengangkat isu mengenai wanita-wanita yang ada disekitar tersangka koruptor tersebut. Hal
tersebut kerap tetap dilakukan oleh stasiun TV meski kadang sampai melanggar etika
penyiaran.
Hal ini pun seolah menegaskan pernyataan McQuail yang menyatakan bahwa sebagaimana
media lain, televisi memiliki empat fungsi utama, yaitu: pendidikan, sosial kontrol, informasi,
dan hiburan (McQuail, 2005). Akan tetapi Neil Postman menyebutkan bahwa bagi
masyarakat modern, televisi hanya melayani fungsi hiburan secara dominan dan cenderung
mengabaikan fungsi-fungsi lainnya. Jika suatu tayangan televisi pun memiliki fungsi sosial,
pendidikan, atau informasional, acara yang ditayangkan di televisi itu pun pasti disisipi oleh
unsur-unsur yang menghibur. Argumen Postman ini beranjak dari logika industrialisasi yang
menitikberatkan pada komodifikasi yaitu yang terpenting dari suatu komoditas ialah seberapa
besar produk tersebut disukai (nilai tukar), bukan seberapa besar manfaat produk tersebut
(nilai guna). Akibatnya adalah pemberitaan yang disajikan kepada publik cenderung minim
manfaat dan hanya berisikan kontroversi saja.
Selain komodifikasi dan reduksi substansi, hal menarik yang terjadi pada tayangan berita
akibat industrialisasi media adalah standardisasi format. Menurut Adorno, standardisasi
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
merupakan upaya penyeragaman berdasarkan suatu formulasi spesifik untuk mencapai tujuan
tertentu, dalam hal ini ialah mengkonstruksi respon konsumen budaya (Adorno, dalam
Strinati, 2007). Keseragaman ini berangkat dari logika industrialisasi budaya yang percaya
bahwa sebagai salah satu komoditas industri media, program acara berita juga harus
berevolusi dan berkembang untuk menemukan format terbaik untuk dapat menjaring pasar
sebesar-besarnya. Formulasi terbaik yang berhasil di pasar tersebut selanjutnya akan menjadi
acuan bagi para produsen agar lebih mudah memproduksi suatu tayangan secara masif sesuai
dengan rumusan yang telah terukur keberhasilannya.
Dalam produksi program acara berita, dapat diidentifikasi adanya standardisasi tertentu, mulai
dari segmentasi penonton, format tayangan, pengemasan acara, ikon atau narasumber yang
diwawancara, konten informasi yang dimuat, hingga jam dan durasi tayang. Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan program acara berita yang awalnya hanya menyajikan berita hard
news dengan gesture pembawa berita yang kaku dan datar, bergeser menjadi penyajian berita
yang bersifat sensaional dan disukai oleh masyarakat luas, belum lagi dikemas dengan lebih
menarik dan santai seperti memasukkan acara masak-masak dalam program acara berita.
Selain itu untuk membuat acara berita menjadi lebih santai, sekarang ini setting tempatnya
dibuat menjadi senyaman mungkin dengan menempatkan para narasumber di sofa panjang
agar lebih terkesan hangat dan dekat, kemudian mewawancarai narasumber sambil meminum
kopi, dan tidak jarang proses diskusi atau wawancara dilakukan di ruang terbuka. Revolusi ini
terus dilakukan demi mendapatkan format acara berita terbaik yang disukai dan bisa dinikmati
oleh seluruh penonton dari berbagai latar belakang dan usia yang berbeda. Awalnya formulasi
acara yang tergolong berbeda dari acara berita semacam ini dipelopori oleh acara Eight
Eleven Show di Metro TV, kemudian format acara yang dikemas secara berbeda tersebut
ternayata disukai oleh masyarakat yang berimbas pada stasiun TV lainnya mengikuti
membuat program acara berita dengan format serupa. Contohnya adalah acara Coffee Break di
TV One dan Indonesia Morning Show di NET TV.
Selain dalam format acara, perubahan signifikan juga terjadi pada news anchor atau pembawa
acara berita. Jika dahulu kita melihat acara berita di TVRI, pembawa acaranya cenderung
sudah berusia matang, menggunakan baju formal seperti jas dan kebaya, dan membaca berita
dengan intonasi sangat datar dan kaku. Pada zaman itu, menjadi pembawa acara berita seolah
menjadi profesi yang eksklusif dan tidak mudah dicapai. Berbeda jika sekarang kita melihat
pembawa acara berita dalam program acara yang ditayangkan di Metro TV, TV One, dan
NET TV. Sebut saja nama news anchor yang sudah dikenal masyarakt luas seperti seperti
Najwa Shihab, Prabu Revolusi, Rory Asrory, Michael Tjandra, Aiman Wicaksono, dan lain-
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
lain, semuanya berparas tampan dan cantik dengan tubuh proporsional. Pakaian yang
dikenakan juga sangat stylish, menggunakan setelan jas untuk laki-laki dan menggunakan
blouse serta rok mini untuk pembawa acara wanita. Seolah berparas menarik dan tubuh
proporsional menjadi salah satu faktor terpenting jika ingin menjadi pembawa acara berita.
Kemudian menjadi timbul pertanyaan, apakah akibat industrialisasi media, program acara
berita berubah menjadi acara yang mengedepankan profit dan kehilangan idealisme dan
fungsinya untuk menyampaikan informasi yang berguna dan penting untuk masyarakat luas.
Selain perubahan dalam hal format acara dan konten yang disajikan, perubahan juga terjadi
pada jam tayang dan durasi acara berita. Sekarang acara berita durasinya semakin pendek dan
jam tayang menjadi sangat pagi atau sangat malam. Jika dulu kita mulai menonton berita
dimulai dari jam 06.30 pagi, sekarang berita pagi mulai ditayangkan sesaat setelah azan
subuh. Terjadi pergeseran jam tayang berita dengan program acara lain. Jam tayang yang
dulunya adalah spot acara berita diganti menjadi tayangan infotainment atau acara
keagamaan. Hal ini terjadi akibat acara berita tergusur oleh acara-acara yang lebih menarik
dan lebih banyak penontonnya.
Akan tetapi perubahan yang terjadi dalam tayangan acara berita akibat industrialisasi media
tidak selamanya negatif, juga terdapat hal positif, salah satunya adanya interaktivitas. Maksud
interaktvitas disini adalah mengajak penonton untuk ikut terlibat dalam isu atau kasus yang
sedang dibahas dengan memberikan pendapat dan komentarnya. Salah satu program yang
mempelopori penggunaan format interaktivitas dalam acaranya adalah program Suara Anda
dan Redaksi Media Indonesia di Metro TV. Di program tersebut, penonton diajak untuk
memberikan komentar dan pendapat terhadap isu tertentu melelui telepon. Format ini pun
disambut baik oleh penonton, ini terbukti dengan banyaknya jumlah penelpon. Acara berita
lain pun ikut menduplikasi format ini, salah satunya program Berita Malam di TV One.
Meskipun akibat adanya industrialisasi media terjadi banyak perubahan negatif dan positif
dalam tayangan program acara berita di stasun TV swasta, namun masih ada stasiun TV, atau
program yang tetap menjaga idealismenya untuk menyajikan berita yang penting untuk
diketahui masyarakat. Meskipun berita atau isu yang diangkat tidak populer dan
kontroversial, namun acara-acara tersebut tetap mengedepankan manfaat dan pendidikan yang
akan diterima penonton. Contoh acaranya adalah Mata Najwa, Kick Andy, Metro Highlight,
Sudut Pandang, dan lain-lain yang semuanya ditayangkan di Metro TV. Meskipun acara-acara
yang bersifat mendidik dan hard news penontonnya tidak akan sebanyak acara yang
menayangkan berita yang menuai kontroversi, akan tetapi masih ada penonton yang setia
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
menonton program acara tersebut. Ini menandakan bahwa terdapat segmen tertentu yang
masih menonton berita yang berkualitas dan bermanfaat.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Industrialisasi media sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap tayangan program acara
berita di Indonesia. Orientasi industri yang lebih mengutamakan profit seolah mengubah
fungsi tayangan berita untuk menyampaikan hal yang penting dan bermanfaat untuk
masyarakat luas menjadi tayangan yang mengedepankan unsur sensasi agar dapat menarik
perhatian dan meningkatkan rasa ingin tahu penonton. Belakangan ini tayangan berita seperti
keluar dari koridor bahwa mereka harus menyampaikan whole truth tetapi pihak mereka
malah menambahkan unsur hiburan dan menyediakan gossip, bahkan lebih banyak daripada
usur berita utama. Selain dari segi konten, perubahan juga terjadi dalam format tayangan,
pengemasan acara, ikon atau narasumber yang diwawancara, hingga jam tayang dan durasi
acara.
Lembaga Penyiaran yang dalam hal ini adalah stasiun TV berita harus secara bijak dalam
menyajikan berita. Media mempunyai efek yang sangat besar pada masayarakat. Suatu
tayangan yang meskipun bukan suatu fakta yang dapat dipertanggungjawabkan namun jika
ditayangkan secara terus menerus akan dianggap fakta oleh masyarakat. Oleh karena itu tidak
sepatutnya jika stasiun TV berita menyajikan berita yang tidak layak tayang hanya demi
mendapatkan rating dan share yang tinggi.
Akan tetapi, masih ada beberapa program acara yang masih menjaga idealismenya untuk
menyajikan berita yang penting untuk masyarakat ketahui. Mereka tidak terpengaruh oleh
kepentingan industri yang menyajikan berita berdasarkan keinginan dan bukan kebutuhan
pasar. Mereka percaya bahwa masih ada segmen penonton tertentu yang menyukai berita hard
news dibandingkan berita yang hanya berisikan kontroversi. Selain itu media sekarang
memungkinkan untuk terjadinya interaktivitas yang mengajak penonton untuk turut terlibat
dalam isu atau kasus yang sedang diangkat.
Ini membuktikan bahwa apa yang dikatakan Adorno tidak sepenuhnya benar. Memang akibat
adanya industrialisasi, konten dan cara pengemasan tayangan berita seolah menjadi seragam
karena dimanufaktur oleh para elite untuk mengikuti keinginan dan selera pasar. Namun disisi
lain masih ada program acara berita yang tetap menjaga idealismenya untuk menyajikan
berita yang penting untuk diketahui masyarakat.
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Agar penonton tidak menjadi korban media, Media Literacy menjadi penting untuk dimiliki
oleh masyarakat Indonesia. Media Literacy penting karena media seringkali dianggap sumber
kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media memiliki kekuasaan
secara intelektual di tengah publik dan menjadi medium untuk pihak yang berkepentingan
untuk memonopoli makna yang akan dilempar ke publik. Karena pekerja media bebas untuk
merekonstruksikan fakta keras dalam konteks untuk kepentingan publik.
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi
Books
Burton, Graeme (2005). Media and Society Critical Prespectives. England: McGraw-Hill
House
Gordon, A. David dan John Michael Kitross. (1999). Controversies in Media Ethics. United
States: Wesley Longman Educational Publishers Inc.
Mosco, Vincent. (2009). The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal.
Second Edition. London: Sage Publications, Inc.
Postman, Neil. (1985). Amusing Ourselves to Death: Public Discourse in the Age of
Show Business. New York: Penguin Books.
Strinati, Dominic. (2007). Budaya Populer: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer.
Yogyakarta: Jejak.
Storey, John. (2008). Cultural Studies and the Study of Popular Culture: Theories and
Methods, terj. Layli Rahmawati. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
Strinati, Dominic. (2004). An Introduction to Theories of Popular Culture 2nd Edition. Oxon:
Routledge.
Thwaites, Tony., Llyod Davis, dan Warwick Mules. 2009. Introducing Cultural and Media
Studies: Sebuah Pendekatan Semiotik, terj. Saleh Rahmana. Yogyakarta & Bandung:
Jalasutra.
West, Richard dan Lynn H. Turner. (2007). Introducing Communication Theory: Analysis
and Aplication. Third Edition. New York: McGraw-Hill.
Journal
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014
Dwi Nastiti, Aulia. Menjual Gosip Lewat Infotainment.
Accessed on December 14th, 2013 from { HYPERLINK
"http://id.scribd.com/doc/91799496/Mengupas-Tayangan-Infotainment-dari-Kerangka-
Industri-Media" }
Online news
{HYPERLINK "http://news.bisnis.com/read/20130426/79/10934/berita-eyang-subur-stasiun-
televisi-bisa-kena-sanksi-kpi"})
Perubahan tayangan ..., Nadia Septika Nurzanna, FISIP UI, 2014