daftar isi -...

14

Upload: vuongtruc

Post on 12-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

Editorial

Peran C-Reactive Protein untuk Menimbulkan Risiko Penyakit

Hoirun Nisa ........................................................................................................................

1

Analisa Kandungan Kimia Mudah Menguap Dari Lumut Hati Mastigophora Diclados

Dengan Menggunakan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (Kg-Sm)

Ismiarni Komala, Askal Maimulyanti, Iwan Safrudin ..................................................

9

Berbagai Upaya Mereduksi Efek Formalin Saat Praktikum Anatomi

Ahmad Azwar Habibi, Lucky Briliantina, Nurmilasari ...............................................

21

Aplikasi Model Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Anak Pasca Bedah

Dengan Masalah Nutrisi di Ruang Pediatric Intensive Care Unit Rsupn Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta

Kustati Budi Lestari ..............................................................................................................

33

Infeksi Oportunistik Protozoa Usus Pada Penderita Hiv/Aids di UPT Puskesmas Ciputat

dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (Rsko Jakarta), Tahun 2014

Din Fitri Rochmawati dan Silvia F. Nasution ...................................................................

54

Pengaruh Puasa Ramadan Terhadap Profil Lipid Darah Endah Wulandari dan Alfiahm .............................................................................................

61

Pengaruh Latihan Abdominal Stretching Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dismenore)

Pada Remaja Putri di Smk Al Furqon Bantarkawung Kabupaten Brebes

Mia Nur Fauziah1, Ratna Pelawati, Waras Budi Utomo ..............................................

69

Gambaran Status Pernafasan Bayi Dengan Ispa yang Mendapatkan Fisioterapi Dada di

RSPAD Gatot Subroto Jakarta

Ns. Mardiyanti, M.Kep, MDS ..........................................................................................

79

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Tuberculosis pada Balita di Desa Karang

Mulya Kecamatan Blanakan, Subang 2014

Jamaludin, S.Kp, M.Kep ......................................................................................................

95

Rehabilitation of Attention Deficits Following Acquired Brain Injury

Mardiyanti .........................................................................................................................

109

Perbandingan Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat yang dibuat

dengan Metode Penguapan Pelarut pada Suhu Pengeringan 50°C Dan 60°C

Yuni Anggraeni, Sabrina, Dina Haryanti1 .....................................................................

118

Resistensi Nyamuk Vektor Filariasis Culex Quenquefasciatus Terhadap Insektisida

Cypermetrin 100 Ec (Golongan Piretroid Sintetik)

Evi Indahwati dan Silvia F. Nasution ..............................................................................

129

Pengaruh Terapi Mendengarkan Murottal Al-Qur’an Terhadap Tingkat Kecemasan

Anak Presirkumsisi Di Rumah Sunatan Bintaro

Nadhia Elsa Silviani, Maulina Handayani, Gusrina Komara Putri .............................

137

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

21

BERBAGAI UPAYA MEREDUKSI EFEK FORMALIN SAAT

PRAKTIKUM ANATOMI

Ahmad Azwar Habibi*, Lucky Briliantina*, Nurmilasari*

Dosen Anatomi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keseatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pendahuluan

Penggunaan kadaver saat praktikum adalah hal yang penting dan mendasar dalam

rangka mempelajari anatomi tubuh manusia. Kadaver yang digunakan selama ini

selalu menggunakan formaldehid untuk pengawetan. Formaldehid telah digunakan secara

luas diseluruh dunia untuk pengawetan selama bertahun-tahun. Zat ini dipilih

karena:

1. kemampuannya sebagai agen fiksasi yang kuat dan bagus

2. harganya yang terjangkau.

Akan tetapi terlepas dari efek kemanfaatannya, formaldehid tergolong sebagai salah satu

zat berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi mahasiswa, instruktur praktikum dan petugas

laboratorium. Paparan terhadap larutan formalin dapat menyebabkan rasa terbakar pada

Abstrak

Penggunaan kadaver saat praktikum adalah hal yang penting dan mendasar dalam rangka

mempelajari anatomi tubuh manusia. Penggunaan formaldehid dalam praktikum anatomi seperti

pisau bermata dua, disatu sisi efektivitasnya sebagai pengawet jaringan tubuh manusia dan

disisi lainnya memiliki efek toksisitas formalin yang membahayakan bagi kesehatan manusia.

Paparan terhadap larutan formaldehid dapat menyebabkan rasa pedih dan terbakar pada mata,

hiperlakrimasi, iritasi jalan nafas dan dermatitis. Penggunaan formaldehid sebagai pengawet tidak

dapat dihindari karena belum tergantikannya kemampuan formaldehid sebagai pengawet jaringan

yang baik dan murah. Beberapa teknik dan cara digunakan untuk menurunkan efek toksik

formaldehid. Upaya tersebut berupa cara sederhana dengan : (1) memperbaiki ventilasi ruangan,

(2) penggunaan karbon aktif, (3) penggunaan infus formalin dengan metode intra cardial dan (4)

memodifikasi campuran larutan bahan pengawet. Masing-masing teknik tersebut memiliki

kelebihan dan kekurangan. Aplikasi dan penerapannya sangat tergantung dengan kemampuan

tiap-tiap laboratorium.

Kata Kunci : Formaldehide, pengawet kadaver, mereduksi efek toksisitas

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

22

mata, hiperlakrimasi, iritasi jalan nafas dan dermatitis.1 Bahkan menghirup kadar formalin

dalam jumlah yang besar dan terus-menerus dapat menyebabkan kanker nasofaring dan

cavum nasal.2

Penggunaan formaldehid dalam praktikum anatomi seperti pisau bermata dua,

disatu sisi efektivitasnya sebagai pengawet jaringan tubuh manusia dan disisi lainnya

memiliki efek toksisitas yang membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia. Beberapa

penelitian dilakukan untuk mengurangi efek toksisitas formaldehid, karena

penggunaannya sebagai bahan pengawet kadaver tidak dapat dihilangkan sepenuhnya.

Hal ini disebabkan fiksasi kadaver tanpa menggunakan formaldehid akan merusak

jaringan sehingga tidak dapat mewakili bentuk fisik manusia hidup dengan baik.3

Oleh

karena itu, tanpa mengurangi efek kemanfaatannya, sudah seharusnya mulai dikembangkan

dan disosialisasikan teknik dan cara penggunaan kadaver sebagai bahan

praktikum yang memiliki efek toksik minimal.

Pada makalah ini akan disajikan beberapa teknik dari berbagai penelitian ilmiah yang

telah terbukti dapat mengurangi efek toksik dari penggunaan formaldehid.

Formaldehid Sebagai Bahan Pengawet Kadaver

Kadaver adalah jenazah dari orang yang mengikhlaskan jasadnya untuk

digunakan sebagai keperluan ilmu pengetahuan, dalam hal ini sebagai media belajar

praktikum anatomi. Untuk mendapatkan gambaran organ dan jaringan tubuh manusia

sebagaimana saat mereka hidup, maka kadaver yang digunakan harus mampu mewakili

keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, kondisi kadaver harus tetap terjaga dengan

baik, tanpa banyak penyusutan dan kerusakan secara makroskopik.

Untuk menghasilkan kadaver yang awet sehingga dapat digunakan secara maksimal

dalam praktikum anatomi, diperlukan persyaratan sebagai berikut,4

1. Pemilihan kadaver yang tepat. Jenazah yang digunakan adalah jenazah yang masih

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

23

baru dan belum mengalami pembusukan, idealnya adalah 24 jam setelah kematian

atau 1-3 hari dari refrigator bersuhu 4°C.

2. Pencegahan terhadap terjadinya kekakuan berlebihan (over hardening)

agar fleksibilitas organ yang ada di dalam tubuh tetap baik.

3. Pencegahan terjadinya kekeringan pada tubuh kadaver bagian luar

4. Pencegahan terjadinya infeksi jamur dan pertumbuhan bakteri di tubuh kadaver

5. Meminimalisir efek oksidasi pada kulit kadaver agar kulitnya tidak terlihat lebih

coklat dan gelap.

Untuk memperoleh lima hal tersebut, maka diperlukan larutan pengawet yang tepat.

Selama ini larutan yang digunakan adalah formalin. Formalin adalah formaldehid

yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi akhir 4%. Formaldehide adalah gas tidak

berwarna yang mudah larut dalam air. Di pasaran, dijual dalam larutan tersaturasi dengan

konsentrasi sebesar 37% (by mass) atau 40% (by volume), yang secara konvensional

disebut sebagai formalin 100%. Larutan yang digunakan untuk pengawetan umumnya

diberi buffer sodium tetraborate (borax), hexamethylene tetramine atau fosfat

dalam rangka pencegahan terhadap terbentuknya asam formic yang secara

substansial dapat merusak kualitas jaringan.5

Dibandingkan dengan ethanol, harga

formalin jauh lebih murah sehingga secara luas dipakai sebagai bahan pengawet kadaver.

Menurut rumus kimianya formaldehide atau metanal adalah merupakan suatu

golongan aldehide dari organik alifatis dengan rumus molekul CH20. Ketika dilarutkan

dalam air formaldehid akan berubah menjadi H2C(OH)2 . Sifat dari formaldehid mudah

menguap. P ada temperatur kamar berbentuk gas dengan bau merangsang yang tidak

enak. Zat ini dapat dioksidasi, direduksi, mengadisi dan dapat membentuk alkohol

sekunder. Pada pengawetan jenazah dia bersifat mengubah protein menjadi zat yang kenyal

dan padat sehingga cocok untuk bahan diseksi.

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

24

Efek Toksik Formaldehid Bagi Tubuh Manusia

Formaldehide secara normal terkandung dalam udara yang kita hirup dengan jumlah

yang sangat rendah yaitu kurang dari 0.03 ppm (parts per million), baik di dalam mapun

di luar ruangan. Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, diketahui bahwa formaldehid dapat

menyebabkan kanker nasal pada tikus percobaan dalam kadar yang tinggi sebesar 6-15

ppm. Selain itu angka kejadian kanker meningkat pada individu yang terekspose

formalin dalam jangka waktu lama dengan kadar 0,6-1 ppm secara terus- menerus.6

Sedangkan, kadar formaldehid yang rendah (≤ 2 ppm) terbukti tidak

menyebabkan kanker pada binatang percobaan.7

Selain dicurigai dapat mencetuskan kanker saluran nafas, menghirup uap formalin

dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung dan

tenggorokan. Namun iritasi ini umumnya reversible. Dosis pencetus terjadinya iritasi pada

tiap orang berbeda-beda, karena sifat keluhan yang subjektif. Mata adalah bagian

tubuh yang paling sensitive terhadap ekpose formalin.8

Level terendah formaldehid dapat tercium oleh saluran nafas manusia adalah ketika

zat ini mencapai kadar 0.03 ppm di udara. Pada percobaan di ruangan tertutup dengan

kadar formalin yang terkontrol, iritasi mata dapat terjadi pada kadar 0.5 ppm. 5 sampai

20% individu mengatakan iritasi mata terjadi pada level 0.5 sampai 1 ppm. Sedangkan

iritasi sensorik dapat terjadi pada dosis yang lebih tinggi dimulai pada 1 ppm.7 Iritasi ringan

pada mata dan saluran nafas umumnya akan muncul pada kadar formaldehid sekitar 1 ppm,

dan iritasi berat dapat terjadi pada kadar 2 sampai 3 ppm.8

Formaldehid yang

ditelan peroral dapat menyebabkan penurunan plasma protein dan albumin,

hyperkeratosis di lambung dan gastitis. Formaldehid dapat menyebabkan mutasi genetik

pada semua tipe dan mampu merusak kromosom.9

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

25

Berbagai Teknik Pengurangan Toksiksitas Formaldehid Selama Praktikum Anatomi

Terdapat berbagai macam teknik atau metode untuk mengurangi toksisitas

formaldehid, mulai dari tehnik yang sederhana hingga tehnik yang membutuhkan keahlian

dan peralatan khusus. Namun yang terpenting p a r a l a b o r an , i n s t r u k t u r

m a u p u n m a h a s i s w a tetap memakai proteksi diri selama melakukan praktikum

anatomi, seperti memakai masker dan sarung tangan. Berikut ini akan diuraikan beberapa

tehnik tersebut.

1. Infus formalin intra cardial

Salah satu teknik (metoda) yang terbaik adalah infus formalin intra cardinal

dengan tekanan pompa pada pengawetan jenazah menjadi cadaver. Bahan yang digunakan

adalah formalin 10% dalam bentuk formoglycerin. Tekniknya intra cardial dilakukan

sebagai berikut :10

Jarum yang dipergunakan adalah jarum punksi untuk orang dewasa.

Tempat injeksi dilakukan pada sela iga ke-IV kiri, dan lebih kurang 1 cm dari

medial garis medio clavicularis kiri.

Cairan yang digunakan adalah larutan formalin 10% atau formol glycerol

sebanyak 5 liter.

Tekanan yang digunakan adalah tekanan hydrostatik dengan ketinggian 2 meter

atau tekanan pompa sebesar 10-20 kg/cm2.

Waktu yang dibutuhkan cukup 30-60 menit saja.

Metode ini memerlukan suatu keterampilan, untuk menetapkan apakah jarum

telah mengenai ruangan ventrikel kiri atau tidak. Ketepatan posisi jarum dapat

diketahui dengan memaju-mundurkan jarum punksi semabri memperhatikan arus cairan

formalin yang kita masukkan dari tabung atau dari pompa. Dibandingkan cara

konvensional dengan memasukkan formalin ke arteri femoralis, teknik ini dapat

menjadi alternatif karena waktu penyiapannya hanya sebentar, ekpose formalin kepada

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

26

petugas atau mahasiswa berkurang. Berikut disajikan tabel perbandingan tehnik infus intra

cardial dengan infus ke arteri femoralis (konvensional) berdasarkan penelitian yang

dilakukan di laboratorium anatomi FK USU.9

Kriteria Intra Cardial Konvensional (a.femoralis)

Waktu 1/2 -1 jam 2-3 jam

Tenaga 1-2 orang 3-5 orang

Polusi hampir tidak ada Banyak

Estetika baik Kurang

2. Mengurangi perendaman dalam bak formalin

Tehnik ini umumnya hampir sama dengan tehnik yang lama, dimana formalin

dimasukkan dalam pembuluh darah. Perbedaannya formalin dimasukkan kedalam

tuluh cadaver melalui vena saphena magna, bukan a. femoralis. Vena saphena magna

letaknya lebih superfisial dari pada a.femoralis sehingga lebih mudah ditemukan.

Cairan bahan pengawet dimasukkan dalam tubuh dengan metode kompresi

menggunakan alat khusus. Perbedaan selanjutnya, cadaver di simpan di dalam

kantong plastik tebal dan tidak direndam didalam formalin.

Keuntungan tehnik ini adalah daya pemisahan antara struktur-struktur lebih balk,

kelenjar pembuluh darah dan syaraf cukup baik, otot-otot lebih keras, serabut lebih jelas

dan berwarna coklat sedangkan kulit berwarna lebih gelap. Pada umumnya kondisi

otak, jantung, alat pencernaan dan paru-paru pada keadaan masih baik dan bau

formaldehid menjadi berkurang.9

3. Modifikasi campuran cairan pengawetan

Coleman dan Kogan (1998) mengenalkan cairan pengawetan kadaver dengan

prinsip mengurangi kadar formalin dan menambahkan garam (NaCl). Komposisi cairannya

tersusun dari 37-40% formaldehid (0.5L), fenol (0.2L), glycerine (0.5 L), isoprophyl

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

27

alcohol (4L) dan sodium klorida (20kg) ditambah air keran dengan larutan akhir sebanyak

35 L. Konsentrasi akhir dari formalin adalah sebesar 0.5-0.75%.4

Cairan yang telah terbentuk, di masukkan kedalam A. femoralis dengan

menggunakan pompa tekanan sebesar 750-1000 mmHg. Kadaver kemudian dimasukkan

dalam kantong polyethylene tebal dan disimpan dalam cairan bahan pengawet dengan

suhu 18°C minimal 3 bulan. Sebelum kadaver dibuka untuk praktikum, sisa cairan

pembalseman dibuang dan kadaver dibiarkan kering dengan sendirinya. Kadar garam

tinggi yang tertinggal di jaringan akan membantu mencegah pembusukan.

Keberhasilan tehnik ini dibuktikan dengan masih baiknya keadaan jaringan secara

mikroanatomi. Secara makros, jaringan dan organ mengalami kerusakan struktur

yang minimal dan jaringan masih teraba lunak dan elastic sehingga mudah untuk

dilakukan diseksi. Kekeringan pada kulit sangat minimal. Warna asli jaringan dan

organ masih tetap terjaga dengan baik dan tidak adanya indikasi terjadi ‘browning’

oxidation effect.

Ide penggunaan garam dapur sebagai cairan pengawet berawal dari penggunaan

yang luas selama berabad-abad sebagai pengawet makanan, khususnya daging.

Sebagaimana diketahui, tubuh manusia tersusun atas 40-50% otot (daging) dari total berat

tubuh. Daging yang diasinkan tetap terjaga kelenturannya dan terhindar dari invasi

mikroba. Meskipun demikian, mekanisme bagaimana garam turut berperan dalam

campuran cairan pengawet kadaver masih belum diketahui dengan pasti.

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

28

Gambar 1. Gambal sampel jaringan yang menggunakan campuran larutan pengawet garam dan

formalin.4

(a) Jaringan lemak tidak menunjukkan adanya pengerutan (H&E) (b) Tulang rawan

trakea dengan pewarnaan metakromatik (c) Tulang dari m. tibialis anterior menunjukkan sarkomer yang

baik dan tidak rusak (H&E) (d) Otot bergaris di (C) menunjukkan masih terjaganya

anisotropic banding. (e) spinal cord, substansia grisea menunjukkan bahwa sel-sel neuron

masih terjaga dengan baik. (f) Liver, hepatosit dan sinusoid terlihat baik (H&E)

4. Penggunaan karbon aktif

Penelitian yang dilakukan oleh Coleman membuktikan bahwa karbon aktif dapat

mengurangi efek toksik gas formaldehid. Di beberapa laboratorium negara maju,

digunakan meja diseksi yang dirancang khusus dengan motor elektrik sehingga gas

formaldehid bergerak ke bawah dan diserap karbon aktif yang dapat diisi ulang. Tehnik

ini mengurangi banyak gas formaldehid yang terekspose oleh individu di sekitarnya

sehingga dapat meminimalisir iritasi pada mata, saluran nafas dan kulit.11

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

29

5. Memperbaiki sirkulasi udara di dalam ruangan praktikum anatomi.

Sirkulasi udara yang lebar dengan kipas angin yang memadai adalah salah satu

upaya menurunkan efek toksik dari formaldehid agar tidak terhirup oleh individu yang

terekspos dalam ruangan. Metode ini dapat menjadi pilihan bagi laboratorium yang

belum cukup canggih menggunakan karbon aktif untuk menurunkan kadar formaldehid.

Meskipun belum ada angka pasti berapa persen kaadar formaldehid dapat diturunkan

dengan ventilasi yang terbuka. Hendaknya ruang praktikum mempunyai ventilasi yang

cukup (ruangan lebar, jendela dan pintu cukup lebar, mempunyai kipas angin yang cukup

memenuhi syarat) dan disertai dengan alat penerangan yang baik dengan cukup

persediaan air dan sabun.

6. Pengurangan kadar formaldehid di kadaver dan ruangan dengan ammonium

bicarbonate.

Teknik ini menekankan penggunaan ammonium bicarbonate untuk mengurangi

efek toksik formaldehid yang dilepaskan dalam udara di ruang praktikum, tanpa

mengganggu peran formaldehid sebagai pengawet jaringan. Amonium bicarbonate

dimasukkan setelah kadaver diinfus dengan formaldehid melalui arteri femoralis.

Formaldehid yang dimasukkan ke dalam arteri sebanyak 5 L dengan konsentrasi 10%

kemudian disimpan dalam bak berisi cairan dengan komposisi 39.6% ethanol dan 6.6%

ethanol. Ketika akan digunakan untuk praktikum, dilakukan reperfusi dengan

ammonium bicarbonat sebanyak 1-2 L ammonium bicarbonate tersaturasi dengan bantuan

tekanan gravitasi menggunakan alat khusus. Tehnik ini dapat menurunkan konsentrasi

formaldehid di udara antara 0.5-1.0 ppm dan cairan di berbagai jaringan berkisar 0.012-

0.3%.3

Penutup

Efek kesehatan terkait penggunaan formaldehid dalam praktikum anatomi

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

30

merupakan hal yang harus diperhatikan, karena melibatkan banyak individu, seperti

mahasiswa, dosen dan tenaga laboratorium. Telah banyak penelitian yang membuktikan

bahwa penggunaan formaldehid dalam pengawetan kadaver dapat menyebabkan efek

iritasi yang ringan dan reversibel hingga hilangnya kemampuan sensorik. Beberapa

penelitian membuktikan bahwa formaldehid dapat menyebabkan kanker saluran pernafasan

pada binatang percobaan.

Beberapa tehnik dan cara digunakan untuk menurunkan efek toksik formaldehid.

Dalam hal ini penggunaan formaldehid sebagai pengawet tidak dapat dihindari karena

belum tergantikannya kemampuan formaldehid sebagai pengawet jaringan yang baik dan

murah. Upaya pengurangan efek toksik formaldehid dapat berupa cara sederhana

dengan memperbaiki ventilasi ruangan, penggunaan karbon aktif, penggunaan infuse

formaldehid dengan metode intra cardial hingga memodifikasi laruran pembalsaman.

Semua upaya tersebut pada prinsipnya berupa mengurangi efek toksik bagi individu di

sekitarnya, dan dari setiap tehnik selalu terdapat kelebihan dan kekurangan, tergantung

dengan kemampuan tiap-tiap laboratorium dalam implementasinya.

Daftar Pustaka

1. Akbar-Khanzadeh F, Vaquerano MU. 1994. Formaldehid exposure, acute

pulmonary response, and exposure control options in a gross anatomy laboratory.

Am J Ind Med 26 : 61-75

2. Tanaka et al. 2003. Formaldehyde exposure levels and exposure control measures

during an anatomy dissecting course. Kaibogaku Zasshi Jun; 78 (2) : 43-51

3. Kawamata Seiichi, Haruto Kodera.2004. Reduction of formaldehyde

concentration in the air and cadaveric tissues by ammonium carbonate.

Anatomical Science International 76: 152-57

4. Coleman Raymond, Kogan Igor. 1998. An Improved low-formaldehyde

embalming fluid to preserve cadavers for anatomy teaching. J. Anat (192): 443-46

5. Wetzel Markus, Leuchs Heiko, Koop H.E. 2005. Preservation effect on wet

JMI. Vol.13 No.1, Mei 2016

31

weight, dry weight, and ash free dry weight biomass estimates of four common

estuarine macro-invertebrates: no difference between ethanol and formalin.

Helgol Mar Res (59): 206-13

6. CIIT Centers for Health Research. 1999. Formaldehyde: Hazard characterization

and dose-response assessment for carcinogenicity by the route of inhalation

(diunduh dari http://www.ciit.org/newsrs/formaldehydesummary, 13 Mei 2010)

7. Joel Bender. 2002. The Use of Noncancer Endpoints as a Basis for Establishing a

Reference Concentration for Formaldehyde. Reg. Toxicology and Pharmacology

35:23, 30

8. Dennis Paustenbach et al. 1997. A Recommended Occupational Exposure Limit

for Formaldehyde Based on Irritation, J. Toxicology and Envtl. Health 50:217,

220

9. Auerbach C, Moutschen-Dahmen M, Moutschen J. 1977. Genetic and

cytogenetical effects of formaldehyde and related compounds. Mutat Res;39(3-

4):317- 61

10. Djakobus Tarigan. 2004. Efek toxicosis formalin terhadap tenaga kerja pada

laboratorium anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Digital

Library USU

11. Coleman R. 1995. Reducing the levels of formaldehyde exposure in gross

anatomy laboratories. Anatomical r cords (243): 531-3