tutorial pulmo2

54
BAB 1 Tinjauan Pustaka BRONKOPNEUMONIA 1. Pendahuluan Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) : 1. Pneumonia lobaris 2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis) 3. Bronkopneumonia Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek- praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak- anak dan balita hampir di seluruh dunia.Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak (Depkes, 2010). Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh

Upload: anispurwanti

Post on 08-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

bmmbm

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial Pulmo2

BAB 1

Tinjauan Pustaka

BRONKOPNEUMONIA

1. Pendahuluan

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai

parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :

1.      Pneumonia lobaris

2.      Pneumonia interstisial (bronkiolitis)

3.      Bronkopneumonia

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang

terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering

menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak

dan balita hampir di seluruh dunia.Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari

2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian

anak (Depkes, 2010).

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus

disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-

macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.Kebanyakan kasus pneumonia

disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu

dipertimbangkan.Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai

keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang

biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

2. Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus

atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete,

2013).Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi

Page 2: Tutorial Pulmo2

mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al.,

2011)

3. Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah

umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia

menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Pada

tahun 2006 daerah yang paling tinggi insidennya adalah provinsi Bangaka Belitung, NTB,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Maluku. Pada tahun 2007 provinsi

dengan insiden pneumonia tinggi semakin berkurang dan sebagian provinsinya berubah yaitu

Kalimantan Selatan, NTB, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara, pada tahun 2008 provinsi

dengan insiden pneumonia tinggi hanya tiga provinsi yaitu Jawa Barat, NTB dan Gorontalo

(Depkes, 2010)

4. Etologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (IDAI, 2012) :

1.      Faktor Infeksi

a.    Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

b.    Pada bayi :

1)   Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,Cytomegalovirus.

2)   Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

3)   Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium tuberculosa,

Bordetella pertusis.

c.    Pada anak-anak :

1)   Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

2)   Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

3)   Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d.   Pada anak besar – dewasa muda :

1)   Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

2)   Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

Page 3: Tutorial Pulmo2

2.      Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi

a.     Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon

seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

b.    Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli

petroleum.Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian

makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan

pada anak yang sedang menangis.Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang

terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak

contohnya seperti susu dan minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

bronkopneumonia.Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti

AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor

predisposisi terjadinya penyakit ini.

5. Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan

bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi

yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).

1.    Berdasarkan lokasi lesi di paru

a.     Pneumonia lobaris

b.    Pneumonia interstitialis

c.     Bronkopneumonia

2.    Berdasarkan asal infeksi

a.    Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)

b.    Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3.    Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Page 4: Tutorial Pulmo2

a.    Pneumonia bakteri

b.    Pneumonia virus

c.    Pneumonia mikoplasma

d.   Pneumonia jamur

4.    Berdasarkan karakteristik penyakit

a.    Pneumonia tipikal

b.    Pneumonia atipikal

5.    Berdasarkan lama penyakit

a.    Pneumonia akut

b.    Pneumonia persisten

6. Patogenesis

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.Paru-

paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan

faktor imun lokal dan sistemik.Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks

batuk dan mukosilier aparatus.Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan

respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag

alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi

organisme bertambah.Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau

aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.Virus dapat

meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.Diperkirakan sekitar 25-75 % anak

dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru

yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.Pneumonia bakteri dimulai dengan

terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,

penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi

merah.Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas

vital.Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya

Page 5: Tutorial Pulmo2

pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan

terjadinya hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi

progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu).Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi

terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi

dan dan dikeluarkan melalui batuk.Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,

supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.Resolusi dari reaksi pleura dapat

berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan

pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada

daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas

kapiler di tempat infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan

dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos

vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan

eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar

kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang

harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2.    Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat

dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus

yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara

alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini

berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Page 6: Tutorial Pulmo2

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang

cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,

lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan

kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan

kembali ke strukturnya semula.

7. Manifestasi Klinik

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas

bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan

cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.

Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa

hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif(Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan

hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1.    Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,

dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding

dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan

pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi

melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah

terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae

supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat

apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru

lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih

tua.

Page 7: Tutorial Pulmo2

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae

supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya

sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat

diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area

suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya

kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan

dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri

dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi

jalan napas atas dan keseluruhan.Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan

mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.    

2.    Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus

selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps

paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

3.    Pada perkusi tidak terdapat kelainan

4.    Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang

dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung

tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo

osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung

dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan

napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan

bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.Bayangan

bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

Page 8: Tutorial Pulmo2

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.Hitung leukosit

dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.Infeksi virus leukosit normal atau

meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit

meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit

terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia

dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Isolasi mikroorganisme

dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete,

2013).

9. Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):

1.    Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

2.    Panas badan

3.    Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4.    Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

5.    Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan

bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

10.Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga

thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan

hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari

penyebaran infeksi hematologi (IDAI, 2011).

11. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2

macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)

1.    Penatalaksaan Umum

a.    Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2pada analisis

gas darah ≥ 60 torr.

Page 9: Tutorial Pulmo2

b.    Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c.    Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2.    Penatalaksanaan Khusus

a.    Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam

pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.

b.    Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau

penderita kelainan jantung

c.    Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.

Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi 

penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2.    Berat ringan penyakit

3.    Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4.    Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan

berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik

awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.

o Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

a.    ampicillin (50-100 mg/kg/hr, 4x) + aminoglikosid

b.    amoksisillin + asam klavulanat (25-50 mg/kgBB 3x/hari)

c.    amoksisillin (25-50 mg/kgBB 3x/hari) + aminoglikosid

d.   sefalosporin generasi ke-3

cefixime : 1,5 – 3 mg/kgBB/dosis 2x/hari

ceefotaxim 50-180 mg/kgBB/hari terbagi 4-6 dosis

o Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

a. beta laktam amoksisillin

b.    amoksisillin-asam klavulanat

c.    golongan sefalosporin

Page 10: Tutorial Pulmo2

d.   kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB dan 20 SMZ/kgBB 2x/hari)

e.    eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis

o Anak usia sekolah (> 5 thn)

a. amoksisillin/makrolid

b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) 15-25 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam

              Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus

dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.Bila

penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam

ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga

(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang

menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

Wheezing Atopi

EPIDEMIOLOGI

Wheezing pada anak merupakan permasalahan kesehatan yang sering dihadapi oleh

dokter keluarga. Diperkirakan sekitar 25 sampai 30 persen bayi pernah mengalami minimal satu

kali episode wheezing. Dengan perjalan usia hingga 3 tahun, episode wheezing dapat kembali

berulang pada 40 persen anak. Dan pada hampir separuh anak hingga usia 6 tahun pernah

mengalaminya. Penyebab tersering dari wheezing pada anak yaitu astma, alergi, infeksi, refluks

gastroesophageal, dan obstruktif sleep apnea. Penyebab yang jarang seperti kelainan kongenital,

aspirasi benda asing, dan cystic fibrosis (Weiss, 2008).

Data yang lengkap mengenai riwayat pasien akan membantu dalam penegakan diagnose.

Data tersebut meliputi rwayat keluarga, onset munculnya wheezing, gambaran dari wheezing,

keterkaitan dengan musin, onset yang tiba-tiba, keterkaitan dengan makan, batuk, penyakit

saluran napas, serta perubahan posisi. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan fisik dan uji

diagnostic sebagai alat penegakan diagnose. Contohnya, pada anak dengan wheezing yang

berulang atau hanya dengan satu episode wheezing yang tidak memberikan respon terhadap

bronkodilator memelukan pemeriksaan roentgen thorax (Weiss, 2008).

Page 11: Tutorial Pulmo2

ETIOLOGI

Wheezing terjadi selama fase ekspirasi yang mengalami perpanjangan yang diakibatkan

dari penyempitan dari saluran napas. Anak-anak akan lebih rentan mengalami wheezing

dibandingkan dewasa dikarenakan perbedaan anatomis. Pada bayi dan anak usia muda, ukuran

bronkus lebih kecil, sehingga menyebabkan resistensi jalan napas yang lebih tinggi. Dan pada

akhirnya, dengan adanya tambahan penyakit pada saluran napas akan memberikan efek lebih

besar terhadap resistensi saluran pernapasan. Bayi juga memiliki sifat elastisitas jaringan /

kemampuan recoil yang lebih rendah dibandingkan dewasa. Sehingga akan lebih mudah terjadi

onstruksi dan atelectasis. Tulang kosta, trakea, dan bronkus pada bayi dan anak usia muda lebih

compliant, posisi diafragma juga lebih horizontal. Semua faktor tersebut meningkatkan risiko

wheezing dan distress pernapasan pada bayi dan anak usia muda (Weiss, 2008).

KLASIFIKASI

Transient wheezingmerupakan wheezingyang sudah muncul sejak satu tahun pertama

kehidupan. Umumnya wheezingini tidak berhubungan dengan riwayat astma dalam anggota

keluarga ataupun riwayat alergi. Faktor primer yang mempengaruhi munculnya gambaran

wheezingini adalah menurunnya fungsi paru pada bayi dan akan menetap hingga umur 16

tahun. Faktor risiko lainnya mencakup prematuritas, jenis kelamin laki-laki, paparan dengan

saudara atau anak lain ditempat penitipan anak, riwayat ibu yang merokok selama kehamilan,

dan paparan terhadap asap rokok setelah lahir. Transient wheezingini akan membaik dengan

sendirinya pada usia 3 tahun(Philip, 2008; Weiss, 2008; IDAI, 2010).

Pada wheezingnon atopi atau yang sering disebut viral wheezing, serangan muncul

diakibatkan oleh infeksi virus yang berulang. Fungsi paru pada pasien dengan wheezingtipe ini

umumnya normal namun akan terjadi obstruksi saluran pernapasan seknder akibat infeksi dari

virus. Penyebab utamanya masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor seperti

respon imun spesifik dan terganggunya fungsi saluran napas yang terlihat secara

histologis(Philip, 2008; Weiss, 2008; IDAI, 2010).

Page 12: Tutorial Pulmo2

Grafik Wheezing berdasarkan Onset dan Perjalanannya (Philip, 2008).

Anak dengan wheezingatopi umumnya dikaitkan dengan munculnya asma pada usia

selanjutnya, khususnya episode pertama wheezingmuncul setelah satu tahun kehidupan, dengan

gejala yang memburuk pada malam hari, sering kambuh, memiliki riwayat keluarga asma,

peningkatan serum IgE, serta terjadinya eosinophilia pada pemeriksan darah lengkap dan

hitung jenis. Sebelum muncul gejala, funsi paru pasien diketahui normal, namun obstruksi mulai

terjadi dalam satu tahun pertama(Philip, 2008; Weiss, 2008; IDAI, 2010).

Wheezing tipikal Wheezing atipikal

Transient early wheezing

Non atopi wheeze/ viral

wheeze

Wheezing atopi

GERD

Kelainan kongenital

Cystic fibrosis

Kelainan jantung

Aspirasi benda asing

Tuberculosis

Tabel Klasifikasi Wheezing(Anemmie, 2006)

Page 13: Tutorial Pulmo2

MEKANISME

Wheezingadalah suara bernada tinggi, menyerupai siulan yang terjadi ketika saluran

pernapasan yang lebih kecil menyempit akibat terjadinya bronkospasme, edema mukosa,

produksi mucus dalam jumlah berlebih, atau akibat dari inhalasi benda asing. Suara ini

terdengar paling sering pada fase ekspirasi sebagai akibat dari adanya obstruksi.

Wheezingpolifonik terjadi akibat terjadinya sumbatan luas pada saluran napas sehingga

menimbulkan suara dengan nada beragam dengan level obstruksi yang berbeda seperti pada

astma. Sedangkan Wheezingmonofonik merupaka suara dengan nada tunggal akibat obstruksi

pada saluran napas atas selama ekpirasi, seperti pada kasus trakeomalasia distal atau

bronkomalasia. Apabila obstruksi terjadi pada saluran napas ekstratorakal selama inspirasi,

maka suara yang ditimbulkan adalah stridor (Yehia, 2011).

DIAGNOSA BANDING

Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir

ekspirasi. Hal ini disebabkan penyempitan saluran respiratorik distal. Untuk

mendengarkan wheezing, bahkan pada kasus ringan, letakkan telinga di dekat mulut anak dan

dengarkan suara napas sewaktu anak tenang, atau menggunakan stetoskop untuk

mendengarkan wheezing atau crackles/ ronki (Weiss, 2008).

Pada umur dua tahun pertama, wheezing pada umumnya disebabkan oleh infeksi saluran

respiratorik akut akibat virus, seperti bronkiolitis atau batuk dan pilek. Setelah umur dua tahun,

hampir semua wheezing disebabkan oleh asma. Kadang-kadang anak dengan pneumonia disertai

dengan wheezing. Diagnosis pneumonia harus selalu dipertimbangkan terutama pada umur dua

tahun pertama (WHO,2013).

Berikut ini daftar diagnose banding pada pasien dengan wheezing.

PENYEBAB WHEEZING PADA ANAK DAN BAYI

Tersering

Page 14: Tutorial Pulmo2

Alergi

Astma

Refluks Gastroesophageal

Infeksi :

1. Bronkiolitis

2. Bronchitis

3. Pneumonia

4. Infeksi saluran napas atas

Obstruktif Sleep apnea

Lebih Jarang

Dysplasia Bronkopulmonal

Aspirasi Benda Asing

Jarang

Gagal jantung kongestif

Cystic Fibrosis

Masa Mediastinal

Primary ciliary dyskinesia

Anomali Trakeobronkial

Disfungsi Pita Suara

Tabel Penyebab Wheezing(Weiss, 2008)

Riwayat Keluarga

Apabila dari anamnesa didapatkan riwayat keluarga yang baru terkena infeksi saluran

pernapasan maka dapat dicurigai hal tersebut sebagai penyebab dari wheezing pada anak.

Page 15: Tutorial Pulmo2

Misalnya pertussis, tuberculosis, infeksi virus pada saluran pernapasan. Sedangkan bila dari

anamnesa didapatkan adanya riwayat keluarga dengan penyakit astma, alergi, eksema maka

kecurigaan kearah astma maupun wheezing atopi semakin kuat (Weiss, 2008).

Onset wheezing

Onset wheezing menentukan apakah hal tersebut disebabkan oleh kelainan kongenital

atau nonkongenital. Pada bayi, wheezing lebih sering disebabkan oleh kelainan kongenital

dibandingkan pada anak yang lebih besar (Weiss, 2008).

GambaranWheezing

Gambaran dari wheezing sendiri juga dapat mengarahkan kita ke penyebabnya. Episode

wheezing yang bersifat musiman atau yang berkaitan dengan paparan terhadap lingkungan

mungkin disebabkan oleh astma ataupun atopi. Wheezing yang bersifat persisten sejak lahir lebih

mungkin disebabkan oleh kelainan kongenital. Anak dengan gangguan saluran napas menetap

sejak lahir perlu dievaluasi lebih lanjut mengenai kemungkinan cystic fibrosis, dysplasia

bronkopulmonal, laringomalasia, maupun primary ciliary dyskinesia(Weiss, 2008).

Seasonal

Beberapa kasus wheezing bersifat seasonal. Infeksi saluran napas atas dan bawah juga

dapat menyebabkan wheezing. Respiratory syncytial virus (RSV) merupakan menyebab

wheezing tersering pada anak usia muda. Di Amerika, infeksi RSV banyak terjadi pada bulan

November sampai Mei, dengan puncak pada bulan Januari dan Februari. RSV merupakan

penyebab bronkiolotis tersering pada anak, mencakup 80 persen kasus terjadi pada anak kurang

dari satu tahun. Virus lain yang dapat menyebabkan wheezing seperti Metapneumovirus,

menyerang bayi pad abulan Desember hingga April. Wheezing yang disebabkan oleh croup

sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin. Sedangkan wheezing yang berkaitan dengan

allergen dari lingkungan sekitar lebih sering terjadi pada musim semi dan gugur; allergen dalam

rumah seperti tungau dan binatang peliharan akan menyebabkan wheezing berulang dengan

intensitas yang sama sepanjang tahun. Wheezing yang disebabkan astma juga dapat dipicu oleh

perubaha iklim (Weiss, 2008).

Page 16: Tutorial Pulmo2

Wheezing Setelah Pemberian Makan

Wheezing dapat disebabkan oleh refluks gastroesophageal. Meskipun hingga saat ini

maih banyak perbedaan pendapat. Sebuah penelitian pada pasien GERD yang diberikan obat

golongan inhibitor pompa proton tidak mengurangi gejala dari asma (Weiss, 2008).

Onset Mendadak

Aspirasi benda asing dapat terjadi setiap saat. Namun hal ini paling sering terjadi pada

usia 8 bulan hingga 4 tahun. Obstruksi saluran napas atas akan menyebabkan batuk, tersedak,dan

bahkan wheezing. Benda asing yang masuk didalam laringotrakeal umumnya akan ditemukan

dalam 24 jam pada 90 persen anak, dan terdiagnosa segera dalam 1 minggu pertama. Anak

dengan gejala berulang atau tidak ada perbaikan kemungkinan telah terjadi pneumonia akibat

infeksi sekunder pada atelectasis obstruktif (Weiss, 2008).

Batuk

Munculnya keluhan batuk setelah makan mungkin berkaitan dengan GERD. Batuk kering

yang tidak produktif dan memburuk pada malam hari mungkin berhubungan dengan GERD,

alergi, atau astma. Obstruktif sleep apnea mungkin ditandai dengan anak yang terbatuk atau

wheezing lalu terbangun pada malam hari serta sering dijumpai snoring. Sleep apnea pada bayi

sering dikaitkan dengan anomaly kranifasial, dan pada anak yang lebih besar bisanya

berhubungan dengan hipertrofi adenotonsilar (Weiss, 2008).

Perubahan Posisi

Kelainan kongenital seperti trakeomalasia dan anomaly pembuluh darah besar sering

menyebabkan wheezing yang berkaitan dengan perubahan posisi pada bayi (Weiss, 2008).

Page 17: Tutorial Pulmo2

Gambar Alur Diagnosa Pasien Anak dengan Keluhan Wheezing(Weiss, 2008).

PEMERIKSAAN FISIK

Anak yang datang dengan wheezing yang terdengar tanpa stetoskop dan tidak ditemukan

tanda distress pernapasan biasanya wheezing yang terjadi disebabkan oleh kelainan kongenital.

Pemeriksaan yang dilakukan melihat apakah ada retraksi, pernapasan cuping hidung, dan

dengkuran yang merupakan tanda dari distress pernapasan. Dengan auskultasi litas dapat

menemukan lokasi wheezing, stridor maupun rhonki. Namun kebanyakan suara ini tidak akan

terdengar apabila anak tidak bisa menarik napas dalam. Pemeriksaan juga dilakukan secara

menyeluruh dari kulit, telinga, hidung, tenggorokan. Tanda dan gejala seperti dermatitis atopi,

lymphadenopati, murmur jantung, dan rhinorea dapat membantu penegakan diagnosa. Jari tabuh

dan warna kuku yang mengalami perubahan menggambarkan suatu perjalanan penyakit saluran

pernapasan yang kronik (Weiss, 2008).

Geajala dan Tanda Kemungkinan Diagnosa

Berkaitan dengan pemberian makan, batuk, dan muntah

GERD

Berkaitan dengan perubahan posisi Trakeomalasi

Page 18: Tutorial Pulmo2

Demam disertai ronki Pneumonia

Gejala episodic, batuk, respon terhadap bronkodilator

Asma

Murmur, kardiomegali dan sianosis tanpa distress pernapasan

Kelainan jantung

Riwayat penyakit saluran pernapasan dan gagal tumbuh

Cystic fibrosis

Seasonal patern, napas cuping hidung, retraksi interkosta

Bronkiolitis, croup, alergi

Stridor dengan drooling Epiglotitis

Mendadak dan tersedak Aspirasi benda asing

Gambar Hasil Pemeriksaan Fisik dengan Diagnosis Banding (Weiss, 2008)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan yang dilakukan menbyesuaikan dari usia dan etiologi yang dicurigai.

Pemasangan alat pengukur saturasi oksigen sangatlah berguna pada bayi dan anak usia muda.

Apabila terdapat kecurigaan mengenai infeksi bakteri atau virus, maka dapat dilakukan swab,

kultur sputum dan darah, uji tuberculosis. Uji chloride dapat digunakan untuk mendiagnosis

cystic fibrosis. Untuk menyingkirkan kemungkinan GERD dapat dilakukan pemeriksaan pH,

barium enema, atau endoskopi. Uji allergen dapat dilakukan pada anak dengan usia lebih dari 2

tahun (Weiss, 2008).

Pemeriksaan foto roentgen thorak diindikasikan untuk anak dengan wheezing yang tidak

berespon terhadap bronkodilator atau wheezing yang sifatnya berulang. Foto polos dapat

mengidentifikasi kelainan kongenital, kelainan parenkim, jenis benda asing yang radioopaq, dan

kelainan jantung. Apabila hasil dari pemeriksaan foto thorak normal, namun pasien tetap

mengalami wheezing, maka disarankan untuk dilakukakn pemeriksaan bronkoskopi (Weiss,

2008).

Page 19: Tutorial Pulmo2

Diagnosa Cara Diagnosa

Terapi

Benda Asing Pemeriksaan Fisik

Foto Thorax

Bronkoskopi

Bedah

Obstruksi

-Tumor

-Pembesaran KGB

-Displasia Bronkopulmoner

Foto Thorax

Pemeriksaan Fisik

CT Scan, Biopsi

Terapi sesuai penyebab

Terapi sesuai penyebab

Terapi sesuai penyebab

Herediter

-Laringotrakeobronkomalasia

-Cystic Fibrosis

Laringoskop, fluoroskopi

Pemeriksaan Fisik, analisa Sweat eleckrolit

Trakeostomi

Terapi inhalasi, fisioterapi

GERD pH, Endoskopi

Medikasi

Gambar Diagnosa Banding Pasien Anak dengan Keluhan Wheezing(Weiss, 2008)

PENATALAKSANAAN

Alur Penatalaksanaan di Pusat Layanan Primer (WHO, 2013)

Anamnesis

1. Sebelumnya pernah terdapat wheezing

2. Memberi respons terhadap bronkodilator

3. Diagnosis asma atau terapi asma jangka panjang.

Page 20: Tutorial Pulmo2

Pemeriksaan

1. wheezing pada saat ekspirasi

2. ekspirasi memanjang

3. hipersonor pada perkusi

4. hiperinflasi dada

5. crackles/ronki pada auskultasi.

Respons terhadap bronkodilator kerja cepat

Jika penyebab wheezing tidak jelas, atau jika anak bernapas cepat atau terdapat tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam selain wheezing, beri bronkodilator kerja cepat dan lakukan

penilaian setelah 20 menit. Respons terhadap bronkodilator kerja cepat dapat membantu

menentukan diagnosis dan terapi.

Berikan bronkodilator kerja-cepat dengan salah satu cara berikut:

1. Salbutamol nebulisasi

Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan aliran udara minimal 6-10 L/ menit. Alat yang

direkomendasikan adalah jet-nebulizer (kompresor udara) atau silinder oksigen. Dosis

salbutamol adalah 2.5 mg/kali nebulisasi; bisa diberikan setiap 4 jam, kemudian

dikurangi sampai setiap 6-8 jam bila kondisi anak membaik. Bila diperlukan, yaitu pada

kasus yang berat, bisa diberikan setiap jam untuk waktu singkat.

2. Salbutamol dengan MDI (metered dose inhaler) dengan spacer

Alat spacer dengan berbagai volume tersedia secara komersial. Penggunaannya mohon

lihat buku Pedoman Nasional Asma Anak. Pada anak dan bayi biasanya lebih baik jika

memakai masker wajah yang menempel pada spacer dibandingkan memakai mouthpiece.

Jika spacertidak tersedia, spacer bisa dibuat menggunakan gelas plastik atau botol plastik

1 liter. Dengan alat ini diperlukan 3-4 puff salbutamol dan anak harus bernapas dari alat

selama 30 detik.

3. Jika kedua cara tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) secara subkutan

Jika kedua cara untuk pemberian salbutamol tidak tersedia, beri suntikan epinefrin

(adrenalin) subkutan dosis 0.01 ml/kg dalam larutan 1:1 000 (dosis maksimum: 0.3 ml),

menggunakan semprit 1 ml. Jika tidak ada perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua

Page 21: Tutorial Pulmo2

kali lagi dengan interval dan dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat

dan diberikan steroid dan aminofilin.

Lihat respons setelah 20 menit. Tanda adanya perbaikan:

1. distres pernapasan berkurang (bernapas lebih mudah)

2. tarikan dinding dada bagian bawah berkurang.

Anak yang masih menunjukkan tanda hipoksia (misalnya: sianosis sentral, tidak bisa

minum karena distres pernapasan, tarikan dinding dada bagian bawah sangat dalam) atau

bernapas cepat, harus dirawat di rumah sakit.

Page 22: Tutorial Pulmo2

BAB 2

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Anamnesa dilakukan di ruang Melati RSUD.A.W.Sjahranie pada hari Selasa tanggal 30

Maret 2015.

Sumber : Alloanamnesa (ibu dan ayah kandung)

Identitas pasien :

• Ruang perawatan : Melati

• Nama : An. ND

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Umur : 1 tahun 17 hari

• Alamat : Muara Rawa

• Anak ke : 2 (1 Saudara tiri)

• MRS : 27 Maret 2015

Identitas Orang Tua

• Nama Ayah : Tn.H

• Umur : 34 tahun

• Alamat : Muara Rawa

• Pekerjaan : Swasta

• Pendidikan Terakhir : SD

• Ayah perkawinan ke : 2

• Nama Ibu : Ny.N

• Umur : 27 tahun

• Alamat : Muara Rawa

• Pekerjaan : IRT

Page 23: Tutorial Pulmo2

• Pendidikan Terakhir : Swasta

• Ibu perkawinan ke : 2

Keluhan Utama

Sesak napas

R i wayat Penyakit Sekarang

Orang tua pasien mengatakan keluhan ini dialami sejak 1 hari SMRS dan dirasakan

semakin memberat. Keluhan ini membuat bibir pasien sempat pucat. 3 minggu sebelum keluhan

ini muncul pasien mengeluhkan batuk tapi tidak berdahak, bisa sampai muntah jika batuk, dan

ada pilek. BAB cair tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memang sering batuk dan pilek

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak tahu dan menyangkal jika ada keluhan serupa.

Bapak pasien merokok 1 bungkus per hari dan bersin-bersin jika terkena debu.

Dirumah pasien memelihara kucing.

Riwayat Kehamilan

• Pemeliharaan Prenatal

• Periksa di : bidan, 4x selama kehamilan

• Penyakit kehamilan : tidak ada penyakit selama kehamilan

• Obat-obatan yang sering diminum : vitamin

Riwayat Kelahiran :

• Lahir di : rumah

• di tolong oleh : bidan

• Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

• Jenis partus : spontan

Page 24: Tutorial Pulmo2

Pemeliharaan postnatal

• Periksa di : posyandu

• Keluarga berencana : tidak

• Memakai sistem : -

Pertumbuhan dan perkembangan anak :

• Berat badan lahir : 3500 gr

• Panjang badan lahir : 49 cm

• Tersenyum : 3 bulan

• Miring : 4 bulan

• Tengkurap : 6 bulan

• Duduk : 7 bulan

• Merangkak : 7 bulan

• Gigi keluar : 8 bulan

• Berdiri : 9 bulan

• Berjalan : 1 tahun

• Berbicara dua suku kata : 6 bulan

• Masuk TK : -

• Masuk SD : -

Riwayat Makan Minum anak :

• ASI : 0 bulan

• Dihentikan : -

• Alasan : -

• Susu sapi/buatan : -

• Buah : -

• Bubur susu : 10 bulan

• Tim saring : -

• Makanan padat dan lauknya serta buah : 7 bulan, bubur nasi sampai sekarang.

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi Usia Saat Imunisasi

Page 25: Tutorial Pulmo2

I II III IV

BCG + //////// /////// ///////

Polio + + + +

Campak + ///////// //////// ///////

DPT + + + ///////

Hepatitis B + + + ///////

Pemeriksaan FisikDilakukan pada tanggal : 30 Maret 2015

Antropometri

• Berat badan : 10 kg

• Panjang Badan : 75 cm

Tanda Vital

• Nadi :128 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)

• Frekuensi napas :35 x/menit

• Suhu aksiler :36,6⁰C

Keadaan Umum

• Kesan sakit : Sakit ringan

• Kesadaran : compos mentis

• Status Gizi : gizi baik

Rumus Behrman

BB ideal = (umur dalam bulan + 9) : 2 = kg

Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100% =

= 100 % (gizi baik/sedang/buruk)

(12+9):2= 10,5 kg

10/10,5 x 100%= 95,24% (gizi baik)

Kepala

• Rambut : hitam

Page 26: Tutorial Pulmo2

• Mata : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-), pupil 3 mm / 3 mm,

Reflek cahaya +/+, napas cuping hidung (-)

• Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)

• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)

• Mulut : lidah kotor, tonsil dan faring hiperemi(+)

Leher

• pembesaran kelenjar : (-)

• kaku kuduk : (-)

Kulit

Turgor kulit baik

Dada

• Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi (-/-)

• Palpasi : gerak simetris

• Perkusi : sonor

• Auskultasi : ronkhi (+/+), wheezing (+/+)

Jantung

• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra

• Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra

Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra

• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)

Abdomen

• Inspeksi : cembung

• Palpasi : soefl, organomegali (-)

• Perkusi : redup

• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Page 27: Tutorial Pulmo2

Ekstremitas

• Akral Hangat, sianosis (-), edema

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 27 Maret 2015

Hasil Nilai Normal

Darah lengkap

Leukosit 27.900 4000-10.000

Hemoglobin 10,2 11-16

Hematokrit 31,1 37-54

Trombosit 428.000 150.000-450.000

GDS 88 50-150

Na 135 135-155

K 4,1 3,6-5,5

Ch 105 95-108

Pemeriksaan Radiologi tanggal 27 Maret 2015

Page 28: Tutorial Pulmo2

Diagnosis Kerja : BronkopneumoniaTerapi :

IGD

Konsul dr. Sp.A :

- IVFD RL 14 tpm- Ampicilin inj 2 x 250 mg- Gentamicin inj 1 x 50 mg

Prognosis : Dubia

Lembar Follow-Up

Page 29: Tutorial Pulmo2

Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan

27/03/15

BB: 10 kg

S: sesak (+) batuk berdahak (+)

demam (-) pilek (+)

O : CM, nadi 102 kali/menit,

RR 50 kali/menit, T: 36,30C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/+),

wh (+/+), Retraksi intercostal

(-)

Infuse D5 ¼ NS 1000 cc/24

jam

Inj. Cefotaxim 2x350 mg

Paracetamol 3x1 cth

Salbutamol 1 mg

Ambroxol 2 mg

CTM 1 mg

Efedrin 5 mg nebulizer

ventolin pagi dan malam

28/03/15

BB: 10 kg

S: Batuk berdahak (+), pilek

(+), demam (-), sesak (↓),

muntah (-), BAB (+)

O : CM, nadi 100 kali/menit,

RR 48 kali/menit, T: 36,50C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/+),

wh (-/-), Retraksi intercostal (+)

Terapi lanjut

Paracetamol syr 3x1 cth jika

demam

29/03/15

BB: 10 kg

S: Batuk berdahak (+), pilek

(+), demam (-), sesak (↓),

muntah (-), BAB (+)

O : CM, nadi 100 kali/menit,

RR 45 kali/menit, T: 36,60C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/+),

wh (-/-), Retraksi intercostal (+)

Terapi lanjut

30/3/15

BB: 10 kg

S: batuk (+) ↓, pilek (+), sesak

(-), muntah jika batuk, demam

(-), BAB cair (-)

O: CM, nadi 100 kali/menit,

RR 33 kali/menit, T: 36,00C,

Terapi lanjut

Page 30: Tutorial Pulmo2

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/-),

wh (-/-), Retraksi intercostal (-)

31/3/15

BB: 10 kg

S: batuk (+) ↓, pilek (+), sesak

(-), muntah (-), demam (-),

BAB cair (-)

O: CM, nadi 102 kali/menit,

RR 35 kali/menit, T: 36,50C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/-),

wh (-/-), Retraksi intercostal (-)

Terapi lanjut

- Nebulizer 3x/hari

ventolin ½

amp+Nacl 0.9% 2 cc

01/04/15

BB: 10 kg

S: batuk (+) ↓, pilek (+), sesak

(-), muntah (-), demam (-),

BAB cair (-)

O: CM, nadi 100 kali/menit,

RR 35 kali/menit, T: 36,80C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/-),

wh (-/-), Retraksi intercostal (-)

Terapi lanjut

Aff O2

02/04/15

BB: 10 kg

S: batuk (-) ↓, pilek (-), sesak

(-), muntah (-), demam (-),

BAB cair (-)

O: CM, nadi 103 kali/menit,

RR 35 kali/menit, T: 36,20C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/-),

wh (-/-), Retraksi intercostal (-)

Terapi lanjut

Aff infuse

Cefixim 2x25 mg

Nebulizer 4x/hari ½

ventolin + 2 ml Nacl 0.9%

BAB 3

Page 31: Tutorial Pulmo2

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien An.ND usia 1 tahun 17 hari.

Diagnosis masuk dan diagnosis kerja pasien ini adalah bronkopneumonia. Diruangan diagnosis

ditambah karena ada dugaan wheezing atopi, menjadi Bronkhopneumonia + wheezing atopi.

Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium.

TEORI KASUS

ANAMNESIS

Wheezing atopi

Sesak napas

Napas mengi

Batuk

Pilek

Gejala muncul dipicu:

- Aktivitas

- Emosi

- Debu

- Bulu binatang

- Perubahan suhu lingkungan/cuaca

- Aerosol/aroma yang tajam

- Asap rokok

- Asap perapian

- Infeksi saluran pernapasan

- Makanan

Faktor risiko: riwayat keluarga, tingkat

sosial ekonomi rendah, etnis, daerah

perkotaan, letak geografi tempat tinggal,

memelihara anjing atau kucing dalam

rumah, terpapar asap rokok

Sesak napas, mulut pasien sempat membiru

Napas mengi

Batuk

Gejala muncul biasanya setelah pasien

bermain dengan kucingnya

Faktor risiko: Bapak pasien mempunyai

kebiasaan merokok dirumah 1 hari bisa

menghabiskan 1 bungkus rokok dan sering

bersin-bersin jika terkena debu. Kebiasaan

tidur satu kelambu dengan 2 ekor

kucingnya.

Page 32: Tutorial Pulmo2

Bronkopneumonia

Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-

400C dan mungkin disertai kejang karena

demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,

dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai

pernafasan cuping hidung dan sianosis di

sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya

tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan

mendapat batuk setelah beberapa hari, di

mana pada awalnya berupa batuk kering

kemudian menjadi produktif

PEMERIKSAAN FISIK

Wheezing atopi

oKesadaran normal atau menurun

oTakipneu atau bradipneu (pada kasus

yang mengancam nyawa)

oTakikardi atau bradikardia (pada kasus

yang mengancam nyawa)

oPenggunaan otot-otot bantu napas

oRetraksi dinding dada

oWheezing

Bronkhopneumonia :

Gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan

dangkal disertai pernafasan cuping

hidung dan sianosis di sekitar hidung dan

oPasien nampak kesadarannya penuh.

oRetraksi intercosta dangkal

oPada auskultasi thorax didapat kan

wheezing ekspirasi, rhonki, dan lama

ekspirasi normal.

oDispnue (RR 54x/menit)

Page 33: Tutorial Pulmo2

mulut.

Batuk tidak dijumpai pada awal penyakit,

anak akan batuk setelah beberapa hari,

pada awalnya kering kemudian berubah

menjadi produktif

Pada inspeksi terlihat retraksi otot

epigastrik, intercostal, suprasternal, dan

pernafasan cuping hidung.Pada auskultasi

ditemukan crackles

PEMERIKSAAN PENUNJANG

oPemeriksaan laboratorium: leukositosis

yang ditandai dengan peningkatan

eosinophil >4%

oFoto thoraks: biasanya normal, kecuali

wheezing disebabkan oleh kelainan

kongenital, bronkiolitis, obstruksi benda

asing.

oApabila terdapat kecurigaan infeksi

bakteri/viral dapat dilakukan pemeriksaan

swab RSV, sputum, dan uji tuberculin.

o Laboratorium: leukositosis

o Pemeriksaan hitung jenis leukosit tidak

dilakukan

o Tidak dilakukakn pemeriksaan swab,

sputum, maupun uji tuberculin dikarenakan

tidak ada indikasi.

DIAGNOSIS

Wheezing Atopi

Umur kurang dari 2 tahun, apabila lebih dari

2 tahun dapat didiagnosa asma bronkiale.

Memiliki riwayat atopi keluarga.

Terbagi menjadi dua berdasarkan onsetnya,

yaitu :

Pasien berumur 1 tahun 17 hari dengan

riwayat wheezing muncul pertama kali pada

umur 1 tahun tahun (early).

Pasien memiliki riwayat batuk dan pilek

sehabis bermain-main dengan 2 ekor

Page 34: Tutorial Pulmo2

Early (sebelum 3 tahun) dan late

onset(sesudah 3 tahun)

Penegakan diagnosis menggunakan

pemeriksaan penunjang seperti spirometry

tidak dianjurkan karena sulit dilakukan pada

anak dibawah 5 tahun dan hasilnya dinilai

tidak akurat sebelum anak mencapai usia 8

tahun.

Bronkopneumonia:

Ditemukan 3 dari 5 gejala :

1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan

cuping hidung dan tarikan dinding dada

2. Panas badan

3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring

(cranckles)

4. Foto thoraks menunjukkan gambaran

infiltrate gambaran infiltrate difus

5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak

melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

predominan dan bakteri 15.000-

40.000/mm3 neutrofil yang

predominan)

kucingnya.

Bapak pasien sering mengalami bersin-bersin

dan batuk jika terkena debu.

RR pasien saat masuk 50x/menit, nafas cepat

usia 1-5 tahun > 40x/menit.

Foto thorax pasien menunjukan gambaran

infiltrate dan perseubungan di daerah

pericardial kanan.

Leukositosis

PENATALAKSANAAN

Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.

Oksigenasi bial berlu sesuai dengan hasil

saturasi dari pulse oksimetri.

Infuse D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam

Inj. Cefotaxim 2x350 mg

Page 35: Tutorial Pulmo2

Penanganan wheezing mengikuti etiologinya.

Berikan bronkodilator kerja-cepat dengan

salah satu cara berikut:

1. Salbutamol nebulisasi

Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan

aliran udara minimal 6-10 L/ menit. Alat

yang direkomendasikan adalah jet-

nebulizer (kompresor udara) atau silinder

oksigen. Dosis salbutamol adalah 2.5

mg/kali nebulisasi; bisa diberikan setiap 4

jam, kemudian dikurangi sampai setiap 6-

8 jam bila kondisi anak membaik. Bila

diperlukan, yaitu pada kasus yang berat,

bisa diberikan setiap jam untuk waktu

singkat.

2. Salbutamol dengan MDI (metered

dose inhaler) dengan spacer

Alat spacer dengan berbagai volume

tersedia secara komersial. Penggunaannya

mohon lihat buku Pedoman Nasional

Asma Anak. Pada anak dan bayi biasanya

lebih baik jika memakai masker wajah

yang menempel

pada spacer dibandingkan

memakai mouthpiece. Jika spacertidak

tersedia, spacer bisa dibuat menggunakan

gelas plastik atau botol plastik 1 liter.

Dengan alat ini diperlukan 3-4 puff

salbutamol dan anak harus bernapas dari

alat selama 30 detik.

3. Jika kedua cara tidak tersedia, beri

Paracetamol 3x1 cth

Salbutamol 1 mg

Ambroxol 2 mg

CTM 1 mg

Efedrin 5 mg nebulizer ventolin pagi dan

malam

Page 36: Tutorial Pulmo2

suntikan epinefrin (adrenalin) secara

subkutan

Jika kedua cara untuk pemberian

salbutamol tidak tersedia, beri suntikan

epinefrin (adrenalin) subkutan dosis 0.01

ml/kg dalam larutan 1:1 000 (dosis

maksimum: 0.3 ml), menggunakan

semprit 1 ml. Jika tidak ada perbaikan

setelah 20 menit, ulangi dosis dua kali

lagi dengan interval dan dosis yang sama.

Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat

dan diberikan steroid dan aminofilin.

Pemberian golongan steroid hanya apabila

wheezing tidak membaik setelah pemberian

nebulisasi bronkodilator. Dosis yang

diberikan 0,1-0,2 mg/ kg/ dosis, I.V.

Edukasi untuk menghindari pajanan dengan

faktor risiko yang dimiliki pasien.

Pemberian antibiotik hanya apabila terdapat

kecurigaan terjadinya infeksi sekunder.

Pemberian antikolinergik belum dapat

diketahui secara jelas manfaatnya.

Pemberian antagonis resptor leukotriene

menunjukkan perbaikan, namun masih

belum terdapat data yang cukup untuk

mendukung penggunaan obat ini sebagai

terapi pertama.

Bronkopneumonia :

1.    Penatalaksaan Umum

a.    Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit

Page 37: Tutorial Pulmo2

sampai sesak nafas hilang atau PaO2pada

analisis gas darah ≥ 60 torr.

b.    Pemasangan infus untuk rehidrasi dan

koreksi elektrolit.

c.    Asidosis diatasi dengan pemberian

bikarbonat intravena.

2.    Penatalaksanaan Khusus

a.    Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun

panas sebaiknya tidak diberikan pada 72

jam pertama karena akan mengaburkan

interpretasi reaksi antibiotik awal.

b.    Obat penurun panas diberikan hanya pada

penderita dengan suhu tinggi, takikardi,

atau penderita kelainan jantung

c.    Pemberian antibiotika berdasarkan

mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis. Pneumonia ringan

amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di

wilayah dengan angka resistensi 

penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan

menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

DAFTAR PUSTAKA

Annemie, B., Peter, M. (2006). Astma Therapy for Children Under 5 Years of Age. Medscape.

Dari http://www.medscape.com/viewarticle/520040.

Page 38: Tutorial Pulmo2

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-

overview.

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace

S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T.

2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children

Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious

Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7):

617-630

Eric, S. C., et al. (2014) Pediatric Reactive Airway Disease. Medscape. Dari

http://emedicine.medscape.com/article/800119-overview.

Erwin, W. G. (2009). Pediatric Asthma. ATS Journal, 6, 278-282.

Ikatan Dokter Anak Indoneisa. 2012. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta

Laurie, B. (2009). Diagnosis of Wheezing in Infants and Children Reviewed. Medscape Medical

News. Dari http://www.medscape.org/viewarticle/573491

National Asthma Council Australia. (2012). Astma & Wheezing in The First Years of Life.

Philip, P. (2008). Wheeze in Infants and Young Children. NZFP, 35(4), 264-269.

Siregar, S. P. (2000). Faktor Atopi dan Asma Bronkial pada Anak. Sari Pediatri, 2(1), 23-28.

Weiss, L. N. (2008). The Diagnosis of Wheezing in Children. American Family Physician, 77(8),

1109-1114.

WHO. 2008. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta. Depkes RI..