tutorial 2 stroke

36
TUTORIAL “STROKE” STASE SARAF RUMAH SAKIT ISLAM PONDOK KOPI PERIODE 3 AGUSTUS – 6 SEPTEMBER 2015 Disusun oleh : Eka Widia 2010730030 Rachmania Mayangsari. M 2011730082 Reny Susanti Purwitasari 2011730087 Pembimbing : dr. Gea Pandhita S. M.Kes, SpS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

Upload: farah-sonya-anastasya

Post on 09-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tutorial

TRANSCRIPT

TUTORIAL

“STROKE”

STASE SARAF RUMAH SAKIT ISLAM PONDOK KOPI

PERIODE 3 AGUSTUS – 6 SEPTEMBER 2015

Disusun oleh :

Eka Widia 2010730030

Rachmania Mayangsari. M 2011730082

Reny Susanti Purwitasari 2011730087

Pembimbing :

dr. Gea Pandhita S. M.Kes, SpS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH JAKARTA

2015

STROKE

A. DEFINISI

Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan

gejala neurologis klinis fokal dan/atau global yang berkembang dengan cepat, adanya

gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau

menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular. Transient

Ischemic Attack (TIA) adalah defisit neurologis akut yang didasari kelainan vaskular serta

pulih dalam waktu singkat (umumnya < 30 menit). WHO mendefinisikan stroke sebagai

gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan

gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah di otak, yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih.

B. KLASIFIKASI STROKE

Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik (70 - 80%) dan hemoragik (20 - 30%).

Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Sutrisno klasifikasi

tersebut antara lain :

1. Stroke iskemik

a. Trombosis serebri

b. Emboli serebri

2. Stroke hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarakhnoid

3. Transient Ischemic Attack (TIA)

Secara keseluruhan, stroke iskemik terjadi tiga sampai empat kali lebih banyak

daripada stroke hemoragik dan mencakup sekitar 70 - 80% dari seluruh penderita stroke.

C. EPIDEMIOLOGI

Kasus stroke di Indonesia menunjukkan peningkatan, baik dalam kejadian,

kecacatan, maupun kematian. Insidens stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk. Sekitar 4,3%

penderita stroke mengalami kecacatan yang memberat. Angka kematian berkisar antara 15 -

27% pada semua kelompok usia. Stroke lebih banyak dialami laki - laki dibanding

perempuan. Jumlah penderita stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

D. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko terjadinya stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Ras

d. Riwayat keluarga

e. Riwayat stroke/ TIA

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a. Hipertensi

b. Kolesterol

c. Merokok

d. Diabetes

e. Penyakit Jantung

f. Obesitas

g. Konsumsi alkohol

h. Stress

.

E. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah

dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi

serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari

sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi arteri basilaris

Kedua arteri utama ini disebut dengan sistem karotis interna dan sistem vertebrobasiler.

Kedua sistem ini beranastomosis membentuk sirkuit arteriousus wilisi. Sirkulus ini

merupakan lingkaran tertutup dan berada didasar hipotalamus dan kiasma optikum..

Sirkulus ini mempunyai salah satu cabang yang menjadi arteri perforata.

Trunkus brakiosefalik muncul dari arkus aorta dibelakang manubrium sternum

dan bercabang menjadi arteri subklavia kanan dan arteri karotis komununis kanan

seringgi sendi sternoklavikula. Sedangkan arteri karotis komunis kiri dan arteri subklavia

kiri muncul langsung dari arkus aorta. Arteri karotis komunis kemudian bercabang

menjadi arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna kanan dan kiri setinggi kartilago

tiroid dengan posisi arteri karotis eksterna di sisi medial.

Arteri karotis eksterna bercabang –cabang menjadi arteri tiroid superior, arteri

lingual, arteri fasial, arteri maksilaris anterior. Sedangkan arteri karotis interna berjalan

sepanjang leher bagian dalam tanpa percabangan. Selama perjalanannya menuju kanalis

karotikus dari tulang petrosus dan sinus kavernosus , memberi percabangan kecil ke

telinga tengah , klivus duramater, ganglion semilunar dari saraf trigeminus dan kelenjar

pituitari. Dibawah kanalis optikus, arteri karotis interna masuk kedalam ruang

subarakhnoid dan memberi percabangan arteri oftalmika. Akhir percabangan ini akan

beranastomosis dengan arteri fasial dan arteri maksilaris interna yang merupakan cabang

arteri karotis eksterna. Pada level setinggi kiasma optikum , ia berputar membentuk sudut

dan masuk fisura silvii, mempercabangkan arteri komunikan posterior yang kemudian

menghubungkan arteri serebri media dengan arteri serebri posterior dalam lingkaran

sirkulus wilisi. Arteri karotis interna ini selanjutnya bercabang menjadi arteri serebri

anterior dan arteri serebri media.

Arteri serebri anterior berjalan melalui bagian medial atau dari kiasma

optikum dan selanjutnya terletak di fisura longitudianalis lobus frontalis, baik untuk

korteks sensorik maupun korteks motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan

dengan arteri serebri anterior kanan melalui arteri komunikan anterior yang merupakan

bagian sirkulus arteriosus wilisi.

Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang

untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lateral lobus frontalis, parietalis

dan temporalis termasuk korteks motorik, korteks sensorik, insula dan korteks auditorik.

Arteri vertebralis merupakan percabangan dari arteri subklavia dan masuk

kedalam rongga tengkorak melalui foramen magnum. Kedua arteri vertebralis kemudian

bersatu menjadi arteri basilaris yang berjalan sepanjang pon varoli. Sebelum bersatu

menjadi arteri basilaris arteri vertebralis ini mempercabangkan arteri spinalis posterior

dan arteri spinalis anterior yang memperdarahi medulla spinalis. Cabang lainnya dan

yang besar adalah ateri serebelaris posterior intferior (PICA) yang mensuplai bagian

inferior serebelum.

Cabang-cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri

serebelaris anterior posterior yang memperdarahi bagian inferior dan anterior serebelum.

Selain itu juga arteri basilaris mempercabangkan arteri labirin yang memperdarahi

meatus akustikus internus utnuk mensuplai telinga dalam. Cabang akhir dan merupakan

cabang utama arteri basilaris adalah arteri serebri posterior yang memperdarahi lobuk

oksipitalis terutama visual dan cabang arteri serebelaris superior yang memperdarahi

bagian superior serebelum.

Fisiologi Otak.

Jumlah aliran darah ke otak biasanya dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak.

Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (cerebral perfusion pressure/ CPP) dan

resistensi srebrovaskuler (cerebrovaskular resistance/ CVR).

CBF = CPP/ CVR = MABP – ICP/ CVR

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik (mean arterial blood pressure.

MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial (TIK) sedangkan komponen CVR

ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Tonus pembuluh darah otak

2. Struktur dinding pembuluh darah

3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak.

F. PATOFISOLOGI STROKE

Iskemik otak dapat bersifat global maupun fokal . Pada iskemik global aliran otak

secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi, misalnya karena syok irreversible

seperti henti jantung, perdarahan sitemik yang masif, fibrilasi atrial yang berat dan

lainnya. Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak

regional.

Perubahan fisiologi pada aliran darah oak atau pengurangan aliran darah yang

disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain akan menyebabkan iskemia di suatu daerah

otak. Terdapatnya kolateral disekitarnya disertai mekanisme kompensasi berupa

vasodilatasi fokal memungkinkan terjadiya keadaan berikut :

1. Pada sumbatan yang kecil terjadi terjadi iskemia yang dalam waktu singkat di

kompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara kliis gejala

yang timbul adalah TIA, yang timbul dapat berupa hemiparese yang menghilang

sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas.

2. Bila sumbatan agak besar, berarti daerah iskemia agak luas. Tapi dengan mekanisme

kompensasi masih dapat memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari

sampai 2 minggu. Mungkin ada beberapa sediki ganguan. Keadaan ini disebut

dengan RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)

3. Sumbatan yang besar menyebabka daerah iskemik yang luas sehingga mekanisme

kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit neurologis

yang berlanjut.

Pada iskemia yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat

iskemia yang terdiri dari 3 lapisan yang berbeda :

1. Lapisan inti yang sangat iskemik (Ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBF

nya rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa aliran

darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi dengan PO2 rendah. Daerah ini akan

mengalami nekrosis.

2. Daerah disekitar ischemik core CBF nya juga rendah tetapi masih lebih tinggi

dibandingkan ischemic core. Walaupun sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel

terhenti, dan mejadi functional paralisis, pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi

bersama dengan asam laktat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai

tingkatan, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan

jaringan berwarna pucat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah

ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.

3. Daerah disekeliling penumbra tampak merah dan edema. Pembuluh darah

mengalami dilatasi maksimal PCO2 dan PO2 tinggi dengan kolateral maksimal.

Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebagai daerah dengan

perfusi berlebihan (luxury perfusion)

Konsep penumbra iskemia merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke.

Kerana merupakan manifestasi terdapatnya struktur seluler neuron yang masih hidup dan

mungkin masih reversible apabila dilakukan pengobatan yang cepat. Usaha pemulihan

daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus tepat waktunya supaya aliran

darah kedaerah iskemik tidak terlambat. Komponen waktu ini disebut dengan jendela

terapeutik (theurapeutic window)

Biomolekuler Stroke

Perubahan pada stadium sangat awal stroke masih penting untuk diketahui. Sudah

benyak penelitian yang menagarah ke arah ini. Untuk mengethaui faktor-faktor yang

berperan dalam kerusakan sel pada detik –detik pertama kejadian stroke. Perubahan yang

terjadi pada saat awal stroke tersebut terjadi ditingkat subseuler.

Terdapat perbedaan mendasar kerusakan kerusakan seluler pada stroke akibat

perdarahan dan sumbatan (iskemik). Pada kerusakan perdarahan intraserebral kerusakan

struktur neuron dan sel neuron disebabkan oleh ekstravasasi ke masa otak , yang

mengakibatkan nekrosis kimiawi oleh zat-zat proteolitik didalam darah. Sebaliknya pada

stroke iskemik , nekrosis pada neuron akibat disintegrasi struktur sitoskeleton karena

zat-zat neurotransmitter eksitotoksis yang bocor pada proses hipoksi akut. Selain itu pada

stroke iskemik kerusakan yang terjadi lebih lambat, energi yang berkurang secara

berkepanjangan pada sel-sel otak sehingga menyebabkan apopotosis. Yaitu kematian sel

sel perlahan karena kehabisan energi pendukungnya.

Baik iskemik mupun hermoragik menimbulkan gangguan sirkulasi aliran darah

ke otak terganggu. Akibatnya nutrisi sel berupa glukosa dan oksigen tidak terpenuhi.

Untuk menjamin kehidupan sel otak yang normal, maka otak mebutuhkan energi yang

cukup secara terus menerus berupa glukosa dan oksigen, Hal ini penting karena otak

tidak memiliki persediaan energi dan oksigen. Oleh sebab itu jika sirkulasi berhenti 8-10

detik saja maka akan mengakibtkan terjadinya disfungsi otak. Energi dibutuhkan untuk

mempertahalan keseimbangan ion-ion yang berada di intrasel. Keseimbangan ini

dipertahankan malalui pompa ion yang aktif , yang bergantung pada keberadaan energi

tinggi (ATP dan ADP).

Pada kondisi iskemik dibedakan menjadi dua daerah yaitu core (infark) dan

daerah disekitar adi disebut dengan penumbra. Pada penumbra beberapa residu perfusi

masih berfungsi melalui sirkulasi kolateral tetapi tidak dapat mempertahankan

meabolisme dengan penuh. Kerusakan awal pada stroke iskemik dimulai oleh deplesi

energi stempat pada inti daerah infark otak . Dalam keadaan iskemik pompa ion tidak

akan bekerja dengan baik, karena banyaknya metbolisme sel yang juga dibutuhkan.

Mekanisme edema akibat iskemik dapat diklasifikasikan atas edema sitotoksik

dan edema vasogenik . Keadaan ini bisa terjadi dalam waktu singkat sekitar 5 menit

setelah terjadinya iskemik. Jaringan edema yang sitotoksik ini bisa ditolong melalui

tindakan dini terhadap referpusi dan terapi sitoprotektif.Selain itu akibat terjadi iskemik

akan menyebabkan terjadinya metabolisme glukosa anaerob sehngga muncul asidosis

laktat . Kejadian ini akan memperburuk keadaan sel yang masih hidup.

Komunikasi interseluler secara normal bergantung kepada keberadaan

neurotransmitter serta energi di sinaps. Neurotransmitter ini akan berinteraksi secara

difus dengan reseptor di post sinaptik untuk selanjutnya memberika respon sel tersebut.

Neurotransmitter eksitorik seperti glutamat, dan aspartat akan menstimulasi sel di post

sinap, sementara GABA bekerja sebaliknya. Keadaan defisit energi lokal seperti pada

iskemik akan menyebabkan depolarisasi neuron dan glia yang kemudian memicu aktivasi

dari kanal Ca++ serta sekresi asam amino eksitatorik glutamat di ekstrasel.Selain itu sel

yang yang iskemik tidak mempunyai kesanggupan utuk memetabolisme atau memecah

neurotransmitter eksitatorik tersebut akibat terganggunya enzim pemecah oleh iskemik,

sehingga terjadi penumpukan glutamat di sinap.

Glutamat yang berlebih akan berikatan dengan reseptor glutamat yaitu N-methyl-

D-aspartate (NMDA), a-amino-3hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid (AMPA)

dan reseptor metabotropik. Ikatan reseptor dengan NMDA menyebabkan masuknya ion

Na dan Ca kedalam sel melalui kanal ion. Meningkatnya Na dan Ca diikuti dengan

masuknya H2O ke dalam intrasel yang berlebihan, karena dalam keadaan iskemik pompa

ion juga tidak berfungsi. Aktivasi reseptor AMPA yang berlebihan juga menyebabkan

gangguan homeostasis yang dibarengi masuknya cairan H2O kedalam sel merupakan

penyebab edema toksis serta merupakan faktor penyebab sel lisis (nekrosis). Kejadian ini

terutama ditemukan didaerah infark , berbeda dengan daerah di penumbra yang kematian

selnya sering disebabkan oleh proses apoptosis dan inflamasi. Selanjutnya reseptor

metabobtropik glutamat menjadi aktif dengan memblok induksi fospolipase C dan

inositol trifosfat serta diiringi oleh mobilisasi Ca++ yang tersimpan didalam sel.

Kalsium berperan mengaktivasi enzim perusak asam nukleus, protein, dan lipid

dengan target utama membran fospolipid yang sangat sensitif. Konsentrasi Ca++ ektrasel

lebih tinggi dibandingkan konsentrasi Ca++ di intrasel dan keadaan ini selalu konstan

dipertahankan melalui 4 mekanisme untuk menjaga agar tidak masuknya ion Ca++ ke

intrasel yaitu melalui pompa ATP yang aktif, intaknya pertukaran Ca dan Na di membran

oleh adanya pompa Na++-K+, pemisahan Ca intraseluler di retikulum endoplasma

melalui proses penggunaan ATP yang aktif serta akumulasi dari Ca++ intraseluler

melalui pemisahan Ca++ di mitokodria secara oksidatif. Dalam keadaan iskemik tidak

terdapat bahan energi, akan terjadi kehilangan keseimbangan gradien atara Na dan K

yang secara berurutan mengakibatkan gangguan keseimbangan Ca. Hal ini menyababkan

masuknya Ca kedalam sel secara masif, yang selanjutnya meningkatkan beban

mitokondria secara berlebihan. Ca++ akan mengaaktifkan fosforilasi membran dan

protein kinase. Akibatnya terbentuknya asam lemak bebas (FFA) yang berpotensi

menginduksi prostaglandin dan asam arakhidonat metabolisme asam arakhidonat ini

akan membentuk radikal bebas seperti toxic oxygen intermediet, eikosanoid, dan

leukotrien yang kesemuanya akan memacu agregasi platelet dan vasokontriksi vaskuler.

Selain itu keberadaan Ca++ dalam sel akan merusak beberapa jenis enzim termasuk,

protein kinase C, kalmodulin, protein kinase II, protease dan nitrit oksidase sintase. Ca++

juga mengaktivasi enzim sitosolik dan denukleasi yang mengakibatkan terjadinya

apoptosis.

Dapat dikatakan bahwa kematian sel secara umum dapat diakibatkan oleh tidak

terdapat energi berupa glukosa dan oksigen yang menyebabkan terganggunya

homeostasis sehingga terjadi kematian sel secara tidak langsung. Efek Nurotransmitter

ekstitatorik yang berlebihan didaerah iskemik secara biokimiwi akan menyebabkan

kerusakan sel yang lebih berat dibandingkan dengan efek iskemik secara langsung.oleh

sebab itu prinsip penanggulangan melalui inhibisi ikatan eksitatorik dengan resptor

NMDA juga merupakan bagian dari strategi dalam mencegah proses biokimiawi sebagai

perusak sel didaerh iskemik.

Patogenesis Perdarahan Otak

Perdarahan otak merupakan penyebab kedua stroke terbanyak setelah infark otak

yaitu 20-30% dari semua stroke di jepang dan cina. Pecahnya pembuluh darah di otak

dibedakan menjadi 2 menurut letak anatominya yaitu perdarahan intraserebral dan

perdarahan subarachnoid, Sedangkan berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi

perdarahan intraserebral primer dan sakunder. Perdarahan intraserebral primer

disebabkan oleh hipetensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan

akibtanya pecah pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sakunder bukan hipertesif

terjadi antara lain akibat anomali vaskuler kongenital, koagulapati, tumor otak,

vaskulopati non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis moya-moya, post stroke

iskemik, obat anti koagulan. Diperkirakan 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah

hipertenif kronik, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain. Pada

perdarahan intraserebral pembuluh darah yang pecah terdapat didalam otak atau pada

masa otak sedangkan pada perdarahan sub arachnoid, pembuluh darah yang pecah

terdapat diruang subarachnoid, disekitar sirkulus arteriosus wilisi.

Perdarahan intraserebral. Hipertensif kronik menyebabkan pembuluh arteriola

berdiamater 100-400 mikrometer mangalami perubahan patologi pada dinding pembuluh

darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid, serta timbulnya aneurisma tipe

bouchard. Kenaikan tekanan darah yang mendadak atau kenaikan dalam jumlah yang

sangat mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah

tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika

volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.

Jika perdarahan yang timbul ukurannya kecil maka masa darah hanya dapat

merasuk dan menyela diantara selaput akson masa putih tanpa merusaknya. Pada

keadaan ini absorbs darah akan diiukti oleh perbaikan fungsi –fungsi neurologi.

Sedangkan pada perdarahan luas akan terjadi destruksi masa otak. Peninggian tekanan

intrakranial dan lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks srebri atau lewat

foramen magnum.. Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer

otak dan perdarahan batang otak sakunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.

Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada kasus perdarahan otak di nukleus

kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan

yang relatif banyak akan mengakibtkan peninggian tekanan intrakranial yang

menyebabkan turunya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akbat

menurunnya tekanan perfusi , menyebabkan neuron-neuron yang terkena daerah darah

dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis..

Apabila volume darah lebih dari 60cc maka risiko kematian sebesar 93% pada

perdarahan dalam dan 71%pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan

serebellar dengan volume antara 30-60cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar

75%, tetapi volume darah 5cc dan terdapat dipons sudah berakibat fatal.

Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang

menyebakan nekrosis. Akhir-akhir ini para ahli bedah saraf di jepang berpendapat bahwa

pada fase awal perdarahan otak ekstravasasi tidak langsung menyebabkan nekrosis. Pada

saat pertama-tama mungkin darah hanya mendesak jaringan otak tanpa merusaknya,

karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi selama 3-4 minggu. Gejala klinik

perdarahan di korteks mirip dengan gejala infark otak, tetapi akan mungkin lebih gawat

apabila perdarahan sangat luas.

G. DIAGNOSA STROKE

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan Penunjang

Kriteria Stroke

1. Deficit neurologis

a. Focal

b. Global

2. Deficit neurologis terjadi mendadak

3. Menetap dalam 24 jam

4. Disebabkan oleh Vaskular

A. Anamnesis

1. ada penurunan kesadaran atau tidak ?

2. kejadian mendadak?

3. lemah sebagian atau seluruh badan ?

4. sudah berapa lama kejadianya( <24 jam atau >24 jam)?

5. sakit kepala ?

6. muntah proyektil?

7. riwayat trauma ?

8. ada panas badan/ demam ? sudah berapa lama?

9. sering nyeri kepala?

10. pandangan ngblru atay doble?

11. riwayat kelainan jantung ?

12. riwayat DM , kolesterol?

B. Pemeriksaan fisik

1. Kehilangan motorik

a. Hemiplegis,hemiparesis.

b. Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan tendon profunda

(gambaran lklinis awal ) .

2. Kehilangan komunikasi

a.Disartria

b.Difagia

c.Afagia

d.Afraksia

3. Gangguan konseptual

a. Hamonimus hemia hopia (kehilanhan sitengah dari lapang pandang)

b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat pada Pasien

hemiplagia kiri )

c. Kehilangan sensori : sedikit kerusakan pada sentuhan lebih buruk dengan piosepsi ,

kesulitan dalam mengatur stimulus visual , taktil dan auditori.

4. Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis :

a. Kerusakan lobus frontal :kapasitas belajar memori ,atau fungsi intelektual kortikal

yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan disfungsi tersebut. Mungkin

tercermin dalam rentang perhatian terbatas, kesulitan dalam komperhensi,cepat lupa

dan kurang komperhensi.

b. Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan emosional, bermusuhan,

frurtasi, menarik diri, dan kurang kerja sama.

5 . Disfungsi kandung kemih :

a. Inkontinansia urinarius transia

b. Inkontinensia urinarius persisten / retensi urin (mungkin simtomatik Dari kerusakan

otak bilateral)

c. Inkontinensia urin dan defekasi berkelanjutan (dapat menunjukkan Kerusakan

neurologisekstensif)

C. Pemeriksaan Penunjnag

1. Pemeriksaan radiologi

a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau

menyebar ke permukaan otak.

b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.

c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau

malformasi vaskuler.

d.Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

penderita stroke.

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan yang

masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

b. Pemeriksaan darah rutin

c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah

dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.

H. PENATALKASANAAN STROKE

Cara penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien stroke adalah :

1. Diagnostik seperti ingiografi serebral, yang berguna mencari lesi dan aneurisme.

2. Pengobatan, karena biasanya pasien dalam keadaan koma, maka pengobatan yang

diberikan yaitu :

a. Kortikosteroid , gliserol, valium manitol untuk mancegah terjadi Edema acak

dan timbulnya kejang

b. Asam traneksamat 1gr/4 jam iv pelan-pelan selama tiga minggu Serta berangsur-

angsur diturunkan untuk mencegah terjadinya Lisis bekuan darah atau perdarahan

ulang.

3. Operasi bedah syaraf. (kraniotomi)

4. Adapun tindakan medis pasien stroke yang lainnya adalah :

c. Deuretik : untuk menurunkan edema serebral

d. Antikoagulan : untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau

emboli dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler

e. Medikasi anti trombosit : Dapat disebabkan karena trombosit memainkan peran

yang sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi

Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan

resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada

stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian

cairan dekstrosa atau salin dalam H 2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektro-

kardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time /INR,

APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas

darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada

pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga

dilaku-kan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk

membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,

menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga sertata cara perawatan pasien yang

dapat dilaku-kan keluarga.

Stroke Iskemik

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 30’, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur

setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,

bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.

Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipire-tik, kemudian

dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter

intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elek-

trolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian

nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau

kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%

dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula

darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv

sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.

Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,

diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali

pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal

jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan

obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat

ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl

0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau

sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90

mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per

hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang

muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1

g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,

dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan peman-

tauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl

3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan,

atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).

Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

Stroke Hemoragik

Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan

intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan ke adaan klinis cenderung memburuk.

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan

sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma

bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan

labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)

maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per

oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30’, posisi

kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan

hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan

antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas

dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah

mempertim-bangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian

memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat

perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60

mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat diguna-kan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan

bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneu-

risma atau malformasi arteri-vena ( arteriove- nous malformation , AVM).

Stadium Subakut

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan

bladder training (termasuk terapi fisik). Meng-ingat perjalanan penyakit yang panjang, di-

butuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan

kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan

sekunder.

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

- Penatalaksanaan komplikasi,

- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi

kognitif, dan terapi okupasi,

- Prevensi sekunder

- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

I. Komplikasi

1.Kenaikan tekanan darah ( tinggi)

2. Kadar gula darah (tinggi)

3. Gangguan jantung

4. Infeksi / sepsis

( gangguan ginjal dan hati )

( cairan , elektrolit asam dan basa )

J. Prognosis

Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi

normalnya.

Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu

bergerak, berbicara atau makan secara normal.

Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit.

Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan

gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung.

Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap,

meskipun beberapa mengalami perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Frotscher,M, Baehr,M. 2014. Diagnosis Topik Neurologi Duus. Jakarta : EGC

2. George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. Panduan Praktis Diagnosis dan

Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009;h.120-123.

3. Goadsby, P.J., Lipton, R.B., Ferrari, M.D. Neurology of Disease. Elsevier Academic

Press. 2007

4. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 1 / Januari 2008.

5. Lumbatobing, S.M. 2014. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta :

FKUI

6. Mardjono, Mahar, Sidharta,Priguna. Neurologi Klinis Dasar. 2013. Jakarta : Dian

Rakyat

7. Tanto, Chris. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Ed 4. Jakarta : Media Aesculapius.

2014.

8. Misbach, Jusuf. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta :

PERDOSSI.