tugas pk wito

Upload: lituhayu-fitzkitoby

Post on 20-Jul-2015

181 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

POLA PENGASUHAN ANAK DI PANTI ASUHAN ISKANDARIYAH KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar IPS Dosen Pembimbing : Dr. Suwito Eko Pramono, M.Pd

Oleh : Fitri Rezeki NIM. 0301511018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011 / 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anak merupakan bagian yang terpenting dalam kelangsungan hidup manusia, karena anak sebagai generasi penerus dalam suatu keluarga. Sejak lahir anak telah diperkenalkan dengan pranata, aturan, norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku melalui pengasuhan yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Dengan demikian agar anak dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dibutuhkan suatu proses sosialisasi. Sosialisasi merupakan suatu proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisispasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakatnya (Goslin dalam Ihromi, 1999:30). Melalui proses sosialisasi individu yang tadinya hanya sebagai makhluk biologis belajar tentang nilai, norma, bahasa, simbol dan ketrampilan untuk dapat diterima dalam masyarakat di mana ia berada. Seseorang yang telah mengalami proses sosialisasi akan berbuat sesuai dengan harapan masyarakat terhadapnya. Syarat penting untuk

berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial, karena tanpa interaksi sosial proses sosialisasi tidak mungkin berlangsung. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, 2

maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 1990:67). Sosialisasi pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga melalui

pengasuhan anak yang diberikan oleh orang tuanya. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam perkembangan seorang anak serta memperkenalkan nilai-nalai kebudayaan pada anak. Keluarga berperan dalam membentuk kepribadian anak melalui interaksi dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cinta-cita dan nilai-nilai

dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya (Khairuddin, 2002:49). Dalam sebuah keluarga anak diwariskan norma-norma atau aturanaturan serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Anak dilatih tidak hanya mengenal tetapi juga menghargai dan mengikuti norma hidup masyarakat melalui kehidupan dalam keluarga. Di sini keutuhan keluarga sangat diperlukan dan penting dalam proses sosialisasi. Kehadiran orang tua memungkinkan adanya rasa kebersamaan sehingga memudahkan orang tua untuk mewariskan nilai-nilai moral berperilaku. Keadaan tersebut di atas, akan berbeda bagi anak yang tidak mempunyai keluarga secara utuh. Disorganosasi keluarga seperti perceraian kedua orang tua, krisis ekonomi keluarga dan meninggalnya salah satu atau kedua orang tua menyebabkan terputusnya interaksi sosial antara orang tua dan anak. Akibatnya, anak menjadi kurang mendapat perhatian dan 3 yang dipatuhi dan ditaati dalam

pendidikan terabaikan. Maka salah satu cara yang dilakukan agar anak tetap dalam pengasuhan adalah dengan menampung anak-anak tersebut ke dalam suatu wadah yaitu panti asuhan, guna membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mendidik, merawat, membimbing, mengarahkan dan memberikan ketrampilan-ketrampilan seperti yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Dengan demikian panti asuhan sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya seorang anak membutuhkan pengasuh yang mempunyai jiwa sosial tinggi dan mengerti tentang bagaimana pengasuhan yang seharusya diterapkan terhadap anak asuhnya. Panti Asuhan iskandariyahkecamatan ngaliyan kabupaten Semarang berdiri sebagai wujud usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial anak yatim piatu dan anak dari keluarga miskin bagi masyarakat. Anak-anak yang ditampung dalam panti asuhan tersebut adalah anak-anak yang tidak mempunyai ayah, ibu atau keduanya dan anak-anak dari keluarga miskin sehingga orang tua tidak mampu memberikan kehidupan yang layak bagi anak. Panti asuhan ini berfungsi sebagai lembaga sosial di mana dalam

kehidupan sehari-hari, anak kasih sayang, dicukupi

diasuh, dididik, dibimbing, diarahkan, diberi

kebutuhan sehari-hari dan diberi ketrampilan-

ketrampilan. Agar anak tidak kehilangan suasana seperti dalam keluarga, panti asuhan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik pada mereka dan menggantikan peran mamberikan pelayanan miskin dengan memenuhi keluarga bagi anak. Panti asuhan tersebut bertujuan kesejahteraan kepada anak-anak yatim piatu dan kebutuhan fisik, mental dan sosial agar kelak

mereka mampu hidup layak dan hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat. Pelayanan dan pemenuhan kebutuhan anak di panti asuhan dimaksudkan agar anak dapat belajar dan berusaha mandiri serta tidak hanya menggantungkan diri tehadap orang lain setelah keluar dari panti asuhan. Terkait dengan hal tersebut di pengasuhan anak yang dilakukan di atas, lahir pertanyaan apakah

Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah

cabang Blambangan, kecamatan Bawang, kabupaten Banjarnegara sudah mempersiapkan seorang anak yang kelak dapat mandiri setelah terjun dan hidup dalam kelompok masyarakat. Dengan pertimbangan-pertimbangan

tersebut maka kemudian dipilih permasalahan dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul POLA PENGASUHAN ANAK DI PANTI ASUHAN YATIM PKU AISYIYAH CABANG BLAMBANGAN, KECAMATAN BAWANG, KABUPATEN BANJARNEGARA.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pernyataan seperti tersebut di atas, maka ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi: 1. Apa saja aktivitas sehari-hari anak di panti asuhan? 2. Bagaimana pembagian waktu dalam melaksankan aktivitasnya? 3. Apa saja kegiatan yang dilaksanakan guna membina anak-anak di panti asuhan? 4. Apa saja pendidikan yang diberikan pada anak di panti asuhan? 5. Apa saja ketrampilan yang diberikan pada anak di panti asuhan? 6. Siapa saja yang memberikan pendidikan dan ketrampilan di panti asuhan?

7. Bagaimana pelaksanaan latihan-latihan ketrampilan yang diberikan pada anak? 8. Bagaimana cara pengasuh menanamkan nilai-nilai dan aturan-aturan yang ada di panti asuhan? 9. Siapa yang membuat aturan dan tata tertib di panti asuhan? 10. Bagaimana hubungan sosial yang terjalin antara pengasuh dan anak asuh selama pengasuahan? 11. Bagaimana hubungan sosial yang terjalin antara anak-anak di asuhan? 12. Bagaimana hubungan sosial yang terjalin antara anak-anak di panti asuhan dan keluarganya? 13. Bagaimana hubungan sosial yang terjalin antara anak-anak di panti asuhan dan masyarakat sekitarnya? 14. Apa saja yang menjadi hambatan dalam pengasuhan anak di panti asuhan? 15. Apa saja yang menjadi hambatan dalam latihan ketrampilan? panti

C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah? 2. Bagaimana pendidikan dan ketrampilan yang diberikan pada anak di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah?

D. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang ingin yang dicapai adalah: 1. Mengetahui pola pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah. 2. Mengetahui pendidikan dan ketrampilan yang diberikan pada anak di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah.

E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1. Secara Teoritis Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan sosial,

khususnya mengenai pola pengasuhan anak. 2. Secara Praktis a. Bagi pihak panti asuhan Dapat memberikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak panti asuhan dalam mengambil kebijakan, serta bagi para pengasuh dalam mengasuh anak-anak asuhnya. b. Bagi Pemerintah Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak Pemerintah

untuk mengambil kebijakan guna meningkatkan pendidikan, kelayakan dan kesejahteraan anak-anak, khususnya anak-anak yatim piatu yang hidup di panti asuhan.

F. Penegasan Istilah Untuk mempertegas ruang lingkup permasalahan serta penelitian lebih terarah maka istilah-istilah dalam judul penelitian ini perlu diberi batasan: 1. Pola Pengasuhan Anak Istilah ini dapat diartikan sebagai sistem, cara atau pola yang digunakan atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terhadap anak, meliputi cara mengasuh, membina, mengarahkan, membimbing dan memimpin anak (Sulaiman, 1997: 15). Pola asuh ada tiga yaitu otoriter, demokratis dan permisif. Anak yang menjadi peserta di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah yaitu anak usia sekolah (umur 6 sampai 18 tahun) yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).

2. Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah Panti asuhan diartikan sebagai rumah, tempat atau kediaman yang digunakan untuk memelihara (mengasuh) anak yatim, piatu dan yatim piatu (Poerwadarminta, 2002:710). Yatim berarti anak yang tidak memiliki ayah. Akan tetapi disini tidak hanya dalam pengertian yatim saja tetapi juga anak yang sudah tidak memiliki ibu (piatu) atau yang tidak memiliki keduanya (yatim piatu) dan dari keluarga miskin. PKU (Pembinaan Kesejahteraan Umat) Aisyiyah adalah organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah yang bergerak dikalangan wanita dan merupakan gerakan Islam amar maruf nahi mungkar, beraqidahkan Islam dan bersumber Al-Qur'an dan sunnah. Sebagai salah satu programnya yaitu dibidang kesejahteraan sosial dengan penyantunan anak yatim piatu dan miskin melalui panti asuhan. Dengan demikian dapat diambil suatu definisi Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah merupakan tempat atau rumah yang diusahakan oleh organisasi PKU Aisyiyah untuk mengasuh (merawat) anak yatim, piatu, yatim piatu dan miskin. Berdasarkan batasan tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa pola pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah adalah merupakan suatu cara dan perbuatan dalam menjaga, merawat, melatih dan mendidik anak dalam kaitannya dengan proses sosialisasi agar anak dapat mandiri dalam lembaga atau tempat yang berfungsi untuk menampung, memelihara, mengasuh dan memberikan ketrampilan kepada anak yatim, piatu, yatim piatu dan miskin.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pola Pengasuhan Anak Pola pengasuhan merupakan sistem, cara atau pola yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terhadap anak, meliputi cara mengasuh, membina, mengarahkan, membimbing dan memimpin anak. Sedangkan pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi-potensi pribadi yang dimiliki, yaitu rohani (pikir, cipta, rasa dan budi nurani), serta jasmani (panca indera dan ketrampilan-ketrampilan) (Hadikusumo, 2000: 23). Elizabeth B. Hurlock mengatakan (dalam Ihromi, 1999:51-52) bahwa ada beberapa pola sosialisasi yang digunakan orang tua dalam menanamkan disiplin pada anak-anaknya, yaitu: 1. Otoriter Dalam pola asuhan otoriter ini orang tua memiliki kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anaknya. Setiap pelanggaran dikenakan hukuman. Sedikit sekali atau tidak pernah ada pujian atau tanda-tanda yang membenarkan tingkah laku anak apabila mereka melaksanakan aturan tersebut. Tingkah laku anak dikekang secara kaku dan tidak ada kebebesan berbuat kecuali perbuatan yang sudah ditetapkan oleh peraturan. Dengan demikian anak tidak memperoleh kesempatan untuk mengendalikan perbuatan-perbuatannya. Dengan pola pengasuhan ini semua tingkah laku anak ditentukan oleh orang tua. Dengan kata lain pola pengasuhan otoriter lebih cenderung memaksakan kehendak kepada anak. Anak dituntut untuk mematuhi

kehendak orang tua, meskipun anak tidak ingin melakukan kegiatan itu. Sebagai akibat dari pola pengasuhan otoriter ini biasanya anak akan

memiliki pribadi yang suka menyendiri, ragu dalam menentukan keputusan, cenderung akan berontak ketika berada di luar lingkungan keluarga.

2. Demokratis Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan-alasan yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu aturan. Orang tua menekankan aspek pendidikan dari pada aspek hukuman. Hukuman tidak pernah kasar dan hanya diberikan apabila anak dengan sengaja menolak perbuatan yang harus ia lakukan. Apabila

perbuatan anak sesuai dengan apa yang patut ia lakukan, orang tua memberikan pujian. Orang tua yang demokratis adalah orang tua yang berusaha untuk menumbuhkan kontrol dari dalam diri anak sendiri. Pola pengasuhan demokratis ini dapat menumbuhkan sikap pribadi anak yang dapat menyesuaikan diri deengan lingkungan, mau menghargai orang lain, menerima kritikan dengan terbuka, keadaan emosi yang stabil serta memiliki rasa tanggung jawab yang besar. 3. Permisif Orang tua bersikap memberikan, mengizinkan setiap tingkah laku anak, dan tidak memberikan hukuman kepada anak. Pola ini ditandai oleh sikap orang tua yang membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberikan batasan-batasan dari tingkah lakunya. Pada saat terjadi hal yang berlebihan barulah orang tua bertindak. Pada pola ini pengawasan menjadi sangat longgar. Beberapa prinsip yang digunakan orang tua yang mampu membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (Shochib, 2000: 124 134): a. Keteladanan Diri Orang tua atau pendidik yang menjadi teladan bagi anak adalah yang pada saat bertemu atau tidak dengan anak senantiasa berperilaku yang taat terhadap nilai-nilai moral. Dengan demikian, mereka senantiasa patut dicontoh karena tidak sekedar memberi contoh.

Orang tua atau pendidik dituntut untuk menaati terlebih dahulu nilainilai yang akan diupayakan kepada anak. Deangan demikian, bantuan mereka ditangkap oleh anak secara utuh sehingga memudahkan untuk menangkap dan mengikutinya. Semua upaya yang diteladankan orang

tua atau pendidik

adalah nilai-nilai moral yang dikemas dan

disandarkan pada nilai-nilai agama. b. Kebersamaan Orang Tua atau Pendidik dengan Anak-anak dalam Merealisasikan Nilai-nilai Moral. Upaya yang dapat dilkukan orang tua dalam menciptakan kebersamaan dengan anak-anak dalam merealisasikan nilai-nilai moral secara esensial adalah dengan menciptakan aturan-aturan bersama oleh anggota keluarga untuk ditaati bersama. Dalam pembuatan aturan ini juga dapat diciptakan bantuan diri, khususnya bagi anak maupun

anggota yang lain. Tujuannya adalah terciptanya aturan-aturan umum yang ditaati bersama dan aturan-aturan khusus yang dapat dijadikan pedoman diri bagi masing-masing anggota keluarga. Dengan upaya tersebut, berarti orang tua atau pendidik menciptakan situasi dan merangsang anak untuk senantiasa

kondisi yang mendorong serta

berperilaku sesuai dengan aturan-aturan (nilai-nilai moral). Anak yang telah terbiasa dan terbudaya berperilaku taat moral, secara substansial telah memiliki perilaku yang berdisiplin diri. c. Demokratisasi dan Keterbukaan dalam Suasana Kehidupan Keluarga. Demokratisasi dan keterbukaan dalam suasana kehidupan keluarga adalah syarat esensial terjadinya pengakuan dunia oleh anak dan dunia keanakan anak oleh yang dihayati bersama. Dengan

keorangtuaan orang tua

orang tua, dan situasi kehidupan

keterbukaan, kehidupan keluarga mereka harus siap untuk menerima saran atau berindentifikasi diri dari perilaku anggota keluarga

lainnya, jika disarankan bermakna untuk meningkatkan kepemilikan terhadap niali-nilai moral. Keterbukaan adalah wahana untuk menyadarkan anak bahwa orang tuanya senantiasa berusaha untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap nilai-nilai moral sehingga dapat menggugah anak untuk melakukan identifikasi dalam belajar dan

meningkatkan niali-nilai moral. Dengan demikian, diantara mereka dapat membentuk metakognisi dan metaafeksi.

Dengan kemampuan membangun metakognisi dan metaafeksi mereka dapat merenungkan apa yang telah dilakukan dan nilai-nilai moral yang telah dimiliki untuk meningkatkan kepemilikannya.

Karena telah membentuk pengertian diri (self understanding), akan memudahkan mereka untuk mengadakan koreksi diri dalam

meningkatkan perilaku yang patuh terhadap niali-nilai moral. d. Kemampuan Orang Tua atau Pendidik untuk Menghayati Dunia Anak. Anak dapat memahami bahwa bantuan orang tua akan bermakna bagi dirinya untuk memiliki dan mengembangkan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku jika orang tua berangkat dari dunianya.

Artinya orang tua atau pendidik perlu menyadari bahwa anaknya tidak bisa dipandang sama dengan dirinya. Orang tua atau pendidik dunia anak mengerti bahwa dunia yang

yang mampu menghayati

dihayatinya tidak semua dapat dihayati oleh anak. Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menghayati dunia anaknya sehingga

memudahkan terciptanya dunia yang relatif sama. Orang tua yang mampu menghayati dunia anak dipersyaratkan untuk memiliki tiga kemampuan, yaitu kepakaran, keterpercayaan, dan kedekatan yang dirasakan oleh anaknya. Makna kepakaran dalam

perspektif nilai-nilai moral yang diupayakan kepada anaknya adalah diperlukannya kemampuan orang tua untuk mengerti secara subtansial tentang nilai-nilai moral untuk kehidupan. Sedangkan keterpercayaan, secara esensial adalah apa yang telah dimengerti (nilai-nilai moral) oleh orang tua dipolakan menjadi napas kehidupan sehingga di mata anaknya mereka tidak sekedar berbicara tetapi telah menghayatinya dalam kehidupan. Selanjutnya, perlu membanguun keterdekatan

dengan anak dengan cara melakukan komunikasi yang dialogis. e. Konsekuensi Logis. Orang tua atau pendidik perlu menyusun konsekuensi logis, baik kehidupan di rumah, maupun di luar rumah, yang dibuat dan ditaati oleh semua anggota keluarga. Aturan-aturan ini dibuat agar mereka

sejak semula menyadari konsekuensi yang harus diterima jika melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap niali-nilai moral.

Konsekuensi ini berbeda dengan hukuman karena mereka sendiri yang telah menetapkan sesuatu yang harus diambil jika melanggar aturan yang dibuat sendiri pula. Artinya, aturan-aturan yang dibuat dan ditetapkan disadari sebagai wahana untuk tetap dan meningkatkan kepemilikannya

terhadap nilai-nilai moral. Dengan demikian, masing-masing anggota keluarga secara bersama-sama dapat saling membantu untuk dapat membuat pedoman diri dalam mengarahkan dirinya agar senantiasa untuk memiliki dan meningkatkan nilai-nilai moral untuk dipolakan dalam kehidupannya. f. Kontrol Orang Tua atau Pendidik terhadap Perilaku Anak. Dalam melaksanakan kontrol terhadap perilaku anaknya orang tua atau pendidik haruslah senantiasa berperilaku yang taat moral dengan didasari bahwa perilaku yang dikontrolkan kepada anaknya telah terpolakan dalam kehidupan dan sebuah asumsi. Asumsinya bahwa kelompok sebaya dan figur publik yang senantiasa menjadikan lahan dialektika oleh anak, secara tidak disadari oleh anak dapat nilai-nilai moral yang telah dimiliki dan atau

menggantikan

memperkukuhnya. Oleh sebab itu, antara orang tua atau pendidik dengan anak perlu adanya konfirmitas atau transaksional melalui dialog bahwa dirinya (orang tua atau pendidik) berhak dan mereka (anak-anak).

berkewajiban untuk mengontrol perilaku

Disamping itu, tujuan kontrol perlu dikomunikasikan kepada anaknya sehingga kontrolnya dirasakan sebagai bantuan. g. Nilai-nilai Moral Didasarkan pada Nilai-nilai Agama. Dalam era globalisasi orang tua atau pendidik dituntut untuk menyadari bahwa sumber nilai-nilai moral yang diupayakan kepada anaknya perlu didasarkan kepada sumber nilai yang memiliki ebenaran mutlak. Hal ini dapat memberikan motivasi kepada anak

untuk

mengarungi dunia dengan perubahan

yang sangat cepat

sehingga tidak larut di dalamnya. Di samping itu, untuk memberikan kepastian kepada anak agar berperilaku yang jelas arahnya untuk

waktu yang tidak terhingga.

B. Sosialisasi 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakat (Goslin dalam Ihromi, 1999:30). Individu dari yang tadinya hanya sebagai makhluk biologis melalui proses sosialisasi belajar tentang nilai, norma, bahasa, simbol dan ketrmpilan dan sebagainya untuk dapat diterima dalam masyarakat dimana ia berada. Oleh karena itu penting bagi individu untuk bersosialisasi. Bagi individu sosialisasi memiliki fungsi sebagai dkk,

pangalihan warisan sosial dan penciptaan kepribadian (Rohendi,

994: 2). Kepribadian pada manusia tidak dibawa dari kelahiran sebagai bakat-bakat kodrati, melainkanm terbentuk melalui proses sosialisasi. sosial

Vander Zande menyatakan, sosialisasi adalah proses interaksi melalui mana kita mengenal

cara-cara berfikir, berperasaan dan

berperilaku, sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat (dalam Ihromi, 1999:30). Melalui sosialisasi warga masyarakat akan saling mengetahui peranan masing-masing dalam masyarakat, dan karenanya kemudian dapat bertingkah laku sesuai dengan peranan sosial masingmasing itu, tepat sebagaimana diharapkan oleh norma-norma sosial yang ada, dan selanjutnya mereka akan dapat saling menyerasikan serta menyesuaikan tingkah laku masing-masing sewaktu melakukan interaksiinteraksi sosial. Hanya lewat proses sosialisasi sajalah norma- norma sosial yang oleh masyarakat telah dinilai sebagai norma-norma yang benar dapat ditanamkan ke dalam keyakinan tiap-tiap individu warga masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu masyarakat harus

secara terus menerus melaksanakan proses sosialisasi terhadap individuindividu warganya. 2. Tahap-tahap Sosialisasi Sosialisasi dialami oleh individu sebagai makhluk sosial sepanjang kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Berger dan Lukman mengatakan (dalam Ihromi, 1999:32) bahwa sosialisasi dibedakan menjadi 2 tahap yaitu: a. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil, melelui mana ia menjadi anggota masyarakat; dalam tahap ini proses sosialisasi primer membentuk kepribadian anak ke dalam dunia umum, dan keluargalah yang berperan sebagai agen sosialisasi. b. Sosialisasi sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya; dalam tahap ini proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus); dan dalam hal ini yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga pekerjaan dan lingkungan dari keluarga. c. Media Sosialisasi Media sosialisasi merupakan tempat di mana sosialisasi itu terjadi atau disebut agen sosialisasi, agen sosialisasi merupakan pihak-pihak yang membantu seorang individu belajar terhadap segala sesuatu yang

kemudian menjadikannya dewasa (Narwoko, 2004: 72). Media osialisasi yang utama adalah : 1) Keluarga Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka di antara

anggotanya, sehingga dapat mengikuti perkembangan anggotaanggotanya. Kedua, orang tua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional

dimana hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap maka dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap

proses sosialisasi anak. Segi penting dari proses sosialisasi dalam keluarga ialah bagaimana orang tua dapat memberikan motivasi kepada anak agar mau mempelajari pola perilaku yang diajarkan kepadanya. 2) Kelompok bermain atau kelompok sebaya Di dalam kelompok bermain individu mempelajari norma nilai, kultural peran dan persyaratan lainnya yang dibutuhkan individu untuk memungkinkan partisipasinya yang efektif di dalam kelompok permainannya. Kelompok bermain ikut menentukan Robbins (dalam Ahmadi, 2002: 196 198) jenis kelompok sebaya yang mempunyai

dalam pembentukan sikap untuk berperilaku yang sesuai perilaku kelompoknya.

menyebutkan ada 4

peranan penting dalam proses sosialisasi yaitu: (a) Kelompok bermain Kelompok sebaya ini terbentuk secara spontan dan merupakan kegiatan khas anak-anak. Pola kegiatannya dari pararel sampai kepada khayal yang lebih teratur. Meskipun kegiatan anak-anak pada kelompok permainan itu bersifat khas anak-anak, namun struktur dan masyarakat luas. (b) Gang Gang dibedakan menjadi: (1) delinquent gang remaja yang tujuannya melakukan yaitu gang untuk di dalam tercermin pula permainan

kenakalan

mendapatkan keuntungan material; (2) retreatist gang, yaitu

gang yang anggota-anggotanya mempunyai kecenderungan mengasingkan diri, misalnya: mabuk-mabukan, menghisap

ganja, kecanduan narkotika; (3) social gang yaitu gang remaja yang tujuan kegiatannya bersifat sosial;(4) violent gang yaitu gang remaja yang tujuan kegiatannya melakukan kekerasan demi kekerasan itu sendiri. (c) Klub Klub adalah kelompok sebaya yang bersifat formal dalam arti mempunyai organisasi sosial yang teratur serta dalam bimbingan orang dewasa. Yang termasuk kategori klub ini misalnya: perkumpulan, kepramukaan, perkumpulan olahraga, kesenian remaja dan lain-lain. (d) Klik Apabila dua orang atau lebih bergabung dalam hubungan yang sangat akrab terbentuklah klik. Ciri yang penting ialah para anggotanya mengerjakan bersama pula. 3) Sekolah Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap perilaku seorang anak, serta selalu merencanakan berada bersama,

sesuatu bersama, dan pergi ke suatu tempat

mempersiapkannya untuk penguasaan peranan-peranan baru dikemudian hari dikala anak atau orang tidak lagi

menggantungkan hidupnya pada orang tua atau keluarga. Di sekolah anak dituntut untuk bisa bersikap mandiri dan senantiasa memperoleh perlakuan yang tidak berbeda dengan temantemannya. Di sekolah juga anak akan belajar bahwa untuk mencapai prestasi yang baik, yang diperlukan adalah kerja keras. 21

d. Lingkungan Kerja Pada umumnya individu yang ada dalam lingkungan kerja sudah memasuki masa hampir dewasa bahkan sebagian besar adalah mereka sudah dewasa, maka sistem nilai dan norma lebih jelas dan tegas. Di dalam lingkungan kerja inilah individu saling berinteraksi dan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di dalamnya. e. Media Massa Dalam kehidupan masyarakat modern, komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting terutama untuk menerima dan menyampaikan informasi dari satu pihak ke pihak lain. Akibat pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam waktu yang sangat singkat, informasi-informasi tentang peristiwa-peristiwa, pesan, pendapat berita, dan sebagainya dengan mudah diterima oleh masyarakat sehingga media massa, majalah dan lain-lain mempunyai surat kabar, TV, film, radio, peranan penting dalam proses

transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru kepada masyarakat. Media massa merupakan media membentuk keyakinan-keyakinan sosialisasi yang kuat dalam baru atau mempertahankan

keyakinan yang ada. 4. Metode-metode dalam sosialisasi Metode-metode yang dipergunakan orang dewasa atau masyarakat dalam mempengaruhi proses sosialisasi anak dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu(Ahmadi, 2002:162-163): a. Metode ganjaran dan hukuman. Tingah laku anak yang salah, tidak baik, tercela, kurang pantas, tidak diterima oleh masyarakat mendapat hukuman, sedangkan tingkah laku yang sebaliknya mendapat ganjaran. Hukuman dapat berupa hukuman badan (pukulan), dapat pula berupa hukuman sosial (diasingkan, dikurangi hak-haknya, dikucilkan,dan sebagainya). Ganjaran dapat pula bersifat material (gula, sepeda, uang, dan sebagainya). Ganjaran

dapat berupa non material (pujian, ciuman, hak-hak khusus dan sebagainya). Dengan hukuman anak menjadi sadar, bahwa tingkah lakunya yang salah, tidak baik atau ditolak masyarakat. Sebaliknya, dengan ganjaran anak menjadi sadar, bahwa tingkah

lakunya yang baik, terpuji dan diterima oleh orang lain. Melalui proses ganjaran dan hukuman ini secara perlahan-lahan dalam diri anak berkembang kesadaran akan norma-norma sosial. b. Metode didactic teaching. Metode ini mengajarkan kepada anak berbagai macam pengetahuan dan ketrampilan melalui pemberian informasi, ceramah, penjelasan. Metode ini digunakan dalam pendidikan di sekolah, pendidikan agama, pendidikan ketrampilan dan sebagainya. c. Metode pemberian contoh. Metode ini terjadi proses imitasi (peniruan) tingkah laku dan sifat-sifat orang dewasa oleh anak. Proses imitasi dapat terjadi secara sadar, dapat pula tidak disadari. Tertanamnya nilai-nilai, sikap, keyakinan, dan cita-cita dalam diri anak terutama malalui proses imitasi tidak sadar itu. Proses imitasi berhubungan erat dengan proses identifikasi. Dengan identifikasi itu anak menyatukan diri (secara psikis) dengan orang lain, anak berusaha menjadi seperti orang lain. C. Interaksi Sosial Interaksi sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem dan bentuk-bentuk hubungan tersebut (Soekanto, 1990: 66). Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang peroangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial adalah kunci semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses-proses interaksi yang pokok adalah: 1. Proses-proses yang asosiasif

a. Kerja sama (cooperation) Kerja sama adalah sebagai usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Charles H mengatakan yang dikutip Soekanto: kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka

mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan faktor-faktor yang penting dalam kerja sama yang berguna (Soekanto,1994: 66). b. Akomodasi (Accomodation) Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan atau

kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan fisik lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. 2. Proses Disosiasif (Oppositional Processes) Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang untuk melawan seseoarang atau sekelompok manusia, untuk mencapai tujuan tertentu. Oposisi atau proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu: a. Persaingan (competition) Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari

keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa

mempergunakan ancaman atau kekerasan. b. Kontravensi (contravention) Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada pada persaingan dan pertentangan. Kontravensi terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan kebencian atau keraguan terhadap kepribadian seseoarang. D. Pembentukan Kepribadian Kepribadian adalah integrasi dari keseluruhan kecenderungan seseorang untuk berperasaan, berkehendak, berfikir, bersikap dan berbuat menurut pola tingkah pekerti tertentu (Narwoko, 2004:64). Pembentukan kepribadian seseorang bermula sejak hari pertama orang ini dilahirkan dari kandungan ibunya. Dalam pembentukan kepribadian, kelompok atau orang-orang di dalam masyarakatlah yang perlu melakukannya melalui proses sosialisasi. Proses sosialisasi yang relevan bagi pembentukan kepribadian dibedakan atas: 1. Proses sosialisasi yang dikerjakan (tanpa sengaja) lewat proses interaksi sosial. Proses sosialisasi tanpa sengaja terjadi jika seorang individu (yang di atau terisolasi) menyaksikan apa-apa yang ditingkah pekertikan orang-orang di sekitarnya di dalam interaksi-interaksi antara mereka dengan dirinya; dan kemudian dengan menyaksikan tingkah pekerti di dalam interaksiinteraksi tersebut, individu menginternalisasikan pola-pola tingkah pekerti dan pola-pola interaksi itu berikut norma yang mendasari mentalnya. 2. Proses sosialisasi yang dikerjakan (secara sengaja) lewat proses pendidikan dan pengajaran. ke dalam

Proses sosialisasi yang disengaja terjadi apa bila seorang individu (yang disosialisasi) mengikuti pengajaran-pengajaran dan pendidikan yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang mewakili masyarakat, dengan tujuan yang disadari agar norma-norma serta nilai-nilai kultural lainnya bisa dipahami oleh individu yang disosilisasi tersebut, dan tertanam baik-baik dalam batinnya. E. Kecakapan Hidup (Life Skill) Kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Dikmenum, 2005). Kecakapan hidup (life skill) dapat dibagi menjadi dua jenis utama yaitu (Dikmenum, 2005:http://forum/dikmenum.html): 1. Kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skill/GLS), yang mencakup kecakapan-kecakapan sebagai berikut: a. Kecakapan mengenal diri/kecakapan personal (Personal Skill). 1) Penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, serta sebagai bagian dari lingkungan. 2) Menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. b. Kecakapan berfikir (thinking skill), kecakapan berfikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran atau rasio secara optimal. 1) Kecakapan menggali dan menggunakan informasi (information searching). Kecakapan menggali informasi memerlukan

kecakapan dasar yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. 2) Kecakapan mengolah informasi dan mengambil

keputusan/informasi (processing and decision making skill).

Kecakapan

mengolah

informasi

merupakan

kemampuan

memproses informasi tersebut menjadi simpulan. 3) Kecakapan menyelesaikan masalah secara kreatif (creative problem solving skill). Pemecahan masalah memerlukan

kreatifitas dan kearifan. c. Kecakapan sosial/kecakapan antar personal (interpersonal skill) 1) Kecakapan komunikasi dengan empati (communication skill), empati merupakan sikap penuh pengertian dalam komunikasi dua arah yang penuh kesan dan hubungan harmonis. 2) Kecakapan kerjasama (collaboration skill). Kecakapan kerjasama sangat diperlukan karena sebagai mahluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasama dengan manusia lain. 2. Kecakapan Spesifik (Spesifik Life Skill/SLS) a. Kecakapan akademik (academik skill). Kecakapan akademik disebut juga kecakapan intelektual atau kemampuan berfikir ilmiah yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir pada kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skill/GLS). b. Kecakapan vokasional (vocasional skill), kecakapan vokasional adalah kecakapan kejuruan yang mana kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat dalam masyarakat. F. Konsep Islam Dalam Pendidikan dan Pengasuhan Anak Dalam Islam mendidik anak, pertama-tama, merupakan tanggung jawab orang tua. Nabi Muhammad SAW sangat menekankan tanggung jawab orang tua dalam memberikan pendidikan bagi anak, sebagaimana tersebut dalam beberapa sabda beliau: Artinya: Dari Abi RaafiR.A telah berkata: telah bersabda Rasulullah: Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah: mengajarinya tulis baca, mengajarinya

berenang dan memanah, tidak memberinya rezeki kecuali rezeki yang baik. (H.R. Al-Hakim) Artinya: Dari Amr bin Said bin Ash R.A.: Tiada pemberian seorang ayah terhadap anaknya yang lebih utama daripada (memberikan pendidikan) adap sopan santun yang baik. (H.R. Tirmidzi) . Artinya: Mengapa tidak diajarkan padanya menenun sebagaimana dia telah diajarkan tulis baca?. (H.R. Al-Nasai) 30 Berdasarkan sabda-sabda Nabi tersebut maka pendidikan yang perlu diajarkan kepada anak mencakup: 1. Pendidikan akhlak yang sangat menentukan nilai kemanusiaan seseorang; 2. Kemampuan tulis baca yang merupakan dasar untuk memperoleh ilmu pengetahuan; \ 3. Olah raga yang sangat penting untuk pertumbuhan badan, pemeliharaan kesehatan dan kesegaran jasmani; 4. Bela diri yang sangat penting kepercayaan pada diri sendiri; dan 5. Keterampilan yang sangat diperlukan untuk mendapatkan penghasilan. untuk menumbuhkan rasa aman dan

Upaya yang dilakukan orang tua dalam mengasuh anak pada masa usia sekolah adalah sebagai berikut: 1. Memberikan kebebasan yang terbatas dalam arti, memberikan tuntunan, bimbingan nasihat (teguran) dan pengendalian. 2. Mengadakan komunikasi secara timbal balik dalam arti menyediakan waktu untuk berbincang-bincang, bercanda, dan berdialog dalam hal-hal positif. 3. Memberikan kesempatan untuk berfikir dan berbuat sesuatu serta berpendapat agar mereka tidak merasa dianggap anak kecil. 4. Mengisi kekosongan wktu mereka dengan kegiatan-kegiatan yang positif.

5. Mengikut sertakan mereka dalam (musyawarah keluarga).

membicarakan masalah keluarga

6. Memberikan kepercayaan dan tanggung jawab dalam penyelesaian suatu pekerjaan. 7. Mengadakan kegiatan bersama seperti solat berjamaah, rekreasi keluarga dan lain-lain. 8. Jangan terlalu memanjakan atau mengekangnya dan memberikan materi yang berlebih-lebihan. 9. Memberikan perhatian, pendidikan kedisiplinan dan akhlakul karimah, serta pendidikan untuk hidup mandiri.

G. Kerangka Berfikir Anak merupakan bagian yang terpenting dalam kelangsungan hidup manusia, karena anak sebagai generasi penerus keturunan dalam suatu keluarga. Sejak lahir anak telah diperkenalkan dengan pranata, aturan, norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku melalui pengasuahan yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Agar anak dapat hidup dan bertingkah laku sesuai denga nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dibutuhkan sosialisasi Sosialisasi pertama kali terjadi di lingkungan keluarga melalui pengasuhan anak yang diberikan oleh orang tuanya. Dalam keluarga anak diwariskan norma atau aturan serta nilai yang berlaku dalam masyarakat. Anak tidak hanya mengenal tetapi juga menghargai dan mengikuti norma hidup masyarakat melalui kehidupan dalam keluarga. Keutuhan keluarga

sangat diperlukan dan penting dalam proses sosialisasi. Akan tetapi tidak semua anak mempunyai keluarga secara utuh. Disorganisasi keluarga seperti perceraian kedua orang tua, krisis ekonomi keluarga dan meninggalnya salah satu atau kedua orang tua menyebabkan hubungan sosial antara orang tua dan anak terputus. Akibatnya anaka menjadi kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan pendidikan terabaikan. Salah satu cara yang dilakukan agar anak tetap dalam pengasuhan adalah dengan menampung anak-anak tersebut kedalam suatu wadah yaitu panti

asuhan, guna membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mendidik, merawat, mengarahkan, memberikan ketrampilan-ketrampilan dan kasih sayang seperti yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga.

Bagan Kerangka BerfikirPola Pengasuhan (cara Pemeliharaan) bentuk bentuk pemberian: nafkah: pendidikan:keterampil an: dan tempat tinggal Pembentukan kepribadian dan life skill (kecakapan hidup)

Pengaruh Agen Sosialisasi

Interaksi Sosial

Sosialisasi

Pendidikan dan keterampilan Nilai dan Norma

Anak Asuh

BAB III METODE PENELITIAN

A. Dasar Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor, metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari (Moleong, 2004:3). Data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi data yang terkumpul berbentuk kata-kata lisan yang mencakup catatan laporan dan foto-foto. orang-orang dan perilaku yang diamati

B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah yang terletak di desa Blambangan, kecamatan Bawang, kabupaten Banjarnegara, dengan pertimbangan: Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah cabang Blambangan merupakan satu-satunya panti asuhan yang berada di kecamatan Bawang, kabupaten Banjarnegara.

C. Fokus Penelitian Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan yang menjadi pusat

perhatian dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah: 1. Pola pengasuhan anak di Panti Asuhan yatim PKU Aisyiyah cabang Blambangan, kecamatan Bawang, kabupaten Banjarnegara. 2. Pendidikan dan keterampilan yang diberikan pada anak di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah cabang Blambangan, kecamatan Bawang, kabupaten Banjarnegara.

D. Sumber Data Data penelitian ini diperoleh dari: 1. Data Primer Ada dua data primer yang digunakan: a. Informan Informan adalah orang yang memberikan informasi guna dapat memecahkan masalah yang diajukan. informan dalam penelitian ini adalah: 1) Pimpinan panti asuhan. 2) Para pengasuh dan pengurus panti asuhan. 3) Ketua organisasi Aisiyah desa Blambangan b. Responden Responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan yaitu ketika mengisi angket, atau lisan ketika menjawab pertanyaan (Arikunto, 2002:122). Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah anak asuh yang ada di panti asuhan. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu sumber data yang didapat atau diperoleh dengan cara tidak langsung. Sumber data sekunder dapat diperoleh dari: a. Sumber Tertulis Sumber tertulis yang dipakai dalam penelitian ini meliputi arsip, dokumen-dokumen, catatan dan laporan rutin panti asuhan. b. Foto Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan dan Biklen dalam Moleong, 2004:160). Dalam penelitian ini menggunakan dua kategori foto yaitu foto yang dihasilkan orang dan yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.

E. Teknik Pengumpulan Data Adapun pengumpulan data yang adalah: 1. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2004: 186). Wawancara digunakan untuk mengungkap data tentang pola pengasuhan anak di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengumpulan data yang berupa: a. Pengembangan pedoman wawancara b. Pedoman wawancara, yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada pimpinan , pengurus, pengasuh panti asuhan dan anak asuh yang ada di panti asuhan serta ketua organisasi Aisyiyah desa Blambangan, kecamatan Bawang, kabupaten Banjarnegara. Wawancara kepada pimpinan, pengurus dan pengasuh panti asuhan digunakan dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengungkap cara mendidik, merawat dan mengasuh anak asuh serta untuk mengetahui pendidikan dan ketrampilan yang diberikan kepada anak asuh. Sedangkan wawancara dengan anak-anak asuh bertujuan untuk mengetahui pandangan dan tanggapan anak-anak asuh mengenai keadaan dan kehidupan mereka selama berada di panti asuhan. 2. Observasi Observasi atau pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatau obyek yang menggunakan alat indera (Arikunto, 2002:133). Dengan demikian observasi merupakan pengamatan langsung terhadap fenomena yang dikaji. Observasi dapat dilakukan dengan rekaman gambar maupun rekaman suara. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengumpulan data yang berupa pedoman pengamatan dan observasi partisipasi dengan tujuan

untuk mengetahui bagaimana pola pengasuahan anak di Panti Asuhan

Yatim PKU Aisyiyah. Adapun cara yang digunakan adalah mengadakan pengamatan langsung di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah dengan cara melihat, mendengar dan penginderaan lainnya. Observasi secara langsung mempunyai maksud untuk mengamati dan melihat langsung kegiatan-kegiatan pengasuhan yang dilakukan. Dalam penelitian ini yang diobservasi antara lain aktifitas sehari-hari yang dilakukan oleh anak-anak asuh. Secara khusus mengamati kegiatankegiatan pendidikan dan ketrampilan yang diikuti anak-anak asuh. 3. Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2002:148). Dokumentasi diperlukan untuk memperkuat data-data yang diperoleh melalui sumber-sumber tersebut diatas. Dokumentasi dalam penelitian ini diperlukan untuk memperkuat data-data yang diperoleh dari lapangan yaitu dengan cara mengumpulkan data yang berupa catatan tertulis dari panti asuhan yaitu dokumen resmi yang ada di Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah. Peneliti juga merekam hasil penelitian dalam bentuk foto-foto mengenai kegiatan-kegiatan dan kondisi Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah.

F. Validitas Data Validitas data merupakan faktor yang penting dalam sebuah penelitian karena sebelum data dianalisis terlebih dahulu harus mengalami pemeriksaan. Validitas membuktikan hasil yang diamati sudah sesuai dengan kenyataan dan memang sesuai dengan yang sebenarnya atau kejadiannya (Nasution, 2003:105). Dalam penelitian kualitatif, validitas data biasanya dilakukan berbeda dengan penelitian non kualitatif karena paradigma alamiah penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian non kualitatif (Moleong, 2004:175). Demikian pula kriteria-kriteria yang dipakai jelas jauh berbeda sehingga hasil keabsahannya atau validitasnya pun berbeda.

Teknik pengujian yang dipergunakan dalam penentuan validitas data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain dari data tersebut sebagai bahan pembanding atau pengecekan dari data itu sendiri (Moleong, 2004:330). Dalam penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan yaitu pemeriksaan melalui sumber lain. Triangulasi dengan sumber berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melaui waktu dan alat yang berbeda yaitu dengan cara: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Sumber data yang di peroleh dari pimpinan, pengurus, pengasuh panti asuhan dan anak-anak asuh panti asuhan serta ketua organisasi Aisyiyah desa Blambangan dibandingkan dengan data hasil pengamatan yang diperoleh dari pengamatan terhadap aktifitas sehari-hari dan kegiatan

pendidikan serta ketrampilan yang diikuti oleh anak-anak asuh. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. Hal ini berkisar pada kondisi, aktifitas dan kegiatan sehari-hari anak-anak asuh, yang menyangkut didalamnya pola pengasuhan yang dilakukan, kegiatan pendidikan dan ketrampilan serta sikap dan perilaku anak-anak asuh. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. Hal ini berkaitan dengan pola pengasuhan anak dan pendidikan yang diberikan kepada anak. 4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi atau dokumen yang berkaitan Hasil wawancara yang diperoleh dari pimpinan, pengurus, pengasuh panti asuhan dan anak-anak asuh serta ketua organisasi Aisyiyah desa Blambangan dibandingkan dengan isi dokumen terkait yang berkaitan dengan panti asuhan. Pada dasarnya kepekaan sangatlah penting dalam pengamatan, untuk menguji objektifitas data dengan mencocokkan antara data yang diperoleh dari sudut pandang peneliti dengan sumber data di lapangan, apakah

sudah relevan atau belum. Sedangkan untuk mengetahui keabsahan data dapat dilakukan dengan perpanjangan kehadiran pengamatan ke lokasi penelitian dan referensi yang cukup kuat untuk mendukung validitas yang diperoleh

G. Metode Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen (Djoyomartono, 1995:17) menganalisis data mencakup di dalamnya kegiatan-kegiatan mengerjakan data, menatanya, membaginya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensinteseskannya, mencari pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang akan dilaporkan. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasinya sehingga memudahkan penarikan simpulan atau verifikasi. Cara mereduksi data ialah dengan melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian singkat dan menggolonggolongkan ke dalam suatu pola yang luas. Dalam penelitian ini data yang direduksi adalah pada temuan di lapangan yaitu yang berasal dari hasil wawancara, hasil observasi langsung, dan hasil dokumentasi mengenai pola pengasuhan yang dilakukan. Penyajian data berwujud kesimpulan informasi yang tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penyajian data ini dilakukan setelah melakukan reduksi data yang akan dipergunakan sebagai bahan laporan. Proses penyajian data dalam penelitian ini meliputi berbagai jenis bagan, tabel dan gambar yang dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga akan didapatkan pemahaman apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Penarikan simpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna atau arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar

memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Dalam penarikan kesimpulan ini didasarkan pada reduksi data dan oenyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.

H. Sistematika Skripsi Agar terdapat kejelasan secara garis besar dan dapat dimengerti

dengan mudah, maka dalam pembahasannya secara berurutan penulis membagi dalam lima bab, yaitu Bab I tentang Pendahuluan, Bab II tentang Landasan Teori, Bab III tentang Metode Penelitian, Bab IV tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan dan Bab V tentang Penutup. BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah. BAB II : Landasan teori dan kerangka berfikir. BAB III : Metode penelitian, berisi dasar peneliltian, lokasi penilitian, fokus penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, metode analisis data, dan sistematika penelitian skripsi. BAB IV : pembahasan. BAB V : Penutup, berisi simpulan dan saran. Bagian akhir dari skripsi ini adalah daftar pustaka dan lampiran-lampiran. 42 Hasil penelitian dan pembahasan, berisi hasil penelitian dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Panti Asuhan Yatim PKU Aisyiyah 1. Sejarah berdirinya Panti Asuhan Panti asuhan merupakan suatu lembaga sosial yang bertanggung jawab memberi pelayanan pengganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan ketentuan ajaran Islam. Panti asuhan Yatim PKU Aisyiyah cabang

Blambangan berdiri dilatar belakangi oleh masih banyaknya anak-anak yatim yang kurang mendapatkan perawatan dari keluarga, banyak anakanak yatim yang tidak mampu melanjautkan sekolah karena tidak mampu atau tidak mempunyai biaya dan dan kehidupan anak yatim yang terlantar. Diharapkan dengan adanya panti asuhan, anank-anak yatim dapat hidup layak. Selain itu juga sebagai umat muslim menjalankan perintah Alloh Swt. Dalam surat Al-maun yaitu perintah untuk menyanyuni anak-anak yatim. Panti asuhan yatim PKU Aisyiyah cabang Blambangan berdiri pada tanggal 18 April 1980, mendapat surat pengesahan dari pimpinan cabang Muhammadiyah tanggal 21 April 1982, surat ketetapan kepala dinas sosial daerah tingkat II kabupaten Banjarnegara No.:Bps.1044/M/177 dan surat tanda pendaftaran dari Departemen sosial RI propinsi Jawa Tengah

No.54.1/BOS/174/1.93/I. Dari tahun 1989 sampai dengan tahun 1990 panti asuhan memberikan santunan kepada anak asuh hanya berupa santunan materi untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak asuh, belum memberikan kebutuhan yang lain (tempat tinggal dan makanan) karena panti asuhan belum mempunyai asrama untuk menampung anak-anak asuh tersebut. Mereka masih tinggal dan dibimbing oleh keluarganya.Pada tahun 1990 panti asuhan mendapat bantuan dana dari dinas sosial untuk

membangun gedung asrama panti asuhan untuk putra dan putri. Sejak adanya gedung asrama panti asuhan tersebut maka anak-anak asuh dipenuhi segala kebutuhan sehari-harinya serta

bertempat tinggal dan

dibina di asrama panti asuhan. Panti asuhan berdiri sebagai yayasan pada tanggal 17 Agustus 1994 disyahkan oleh notaris Indra Tjahya, SH.

Dengan saksi-saksi sebagai berikut: Ny. Siti Rochmah Suwardjo, Ny. Surmini Taufiq Zuhri, Ny. Sayidati Musyarofah, Ny. Siti Zulaichah

dengan akta notaris No.33/P/1994. Pada tahun 1999 diadakan pemisahan asrama putra dan asrama putri dengan membangun satu unit gedung asrama panti asuhan putri sampai sekarang. 2. Maksud dan Tujuan a. Panti asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan proyeksi pekerja sosial pada anak-anak yatim, terlantar dengan cara membantu dan membimbing kearah perkembangan pribadi yang wajar sesuai dengan ajaran agama Islam, serta kemampuan-kemampuan

ketrampilan kerja, sehingga menjadi anak yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat. b. Dengan adanya pelayanan sosial yang bertujuan untuk meratakan

kesejahteraan bagi kelompok sosial yang kurang mampu, diharapkan dapat hidup mandiri. c. Berpartisipasi aktif membantu dan menunjang program pemerintah di dalam meningkatkan pendidikan, kesejahteraan bersama dan

pengembangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya serta masyarakat Indonesia seluruhnya. d. Berperan serta dalam mengatasi dan mengurangi pengangguran. e. Berpartisipasi aktif membantu dan menunujang program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. 3. Visi dan Misi a. Visi Berahlak mulia, berprestasi, berbudaya, dan memiliki kecakapan hidup (life skill)

b. Misi 1) Memberikan pelayanan yang berdasarkan proyeksi pekerja sosial pada khalayak 2) Membantu dan membimbing kearah perkembanghan pribadi yang wajar sesuai dengan agama Islam 3) 4) Memberi ketrampilan kerja kepada khalayak Meratakan kesejahteraan bagi kelompok sosial yang kurang mampu 5) Pembinaan lebih lanjut setelah anak kembali ke masyarakat.

4. Usaha Panti Asuhan Untuk mencapai maksud dan tujuan, maka panti asuhan melakukan usahusaha sebagai berikut: a. Menghimpun dan menyalurkan dana bantuan kepada anak-anak yatim, piatu, yatim piatu dan fakir miskin baik yang berada dalam maupun yang berada di luar panti asuhan b. Mengupayakan dan memberikan santunan/bantuan kepada anak-anak yatim, piatu yatim piatu dan fakir miskin agar dapat melanjutkan sekolah, meningkatkan ketrampilan/keahliannya agar nantinya dapat hidup mandiri c. Mengusahakan dan memberikan pembinaan mental spiritual d. Melengkapi sarana dan prasarana serta termpat pelayanan e. Mengadakan dan menjalankan usaha-usaha lain yang bermanfaat dan halal yang berhubungan dengan maksud dab tujuan panti asuhan f. Mengadakan kerja sama dengan lembaga-lembaga sosila lainnya, yang menpunyai kegiatan dan usaha yang sama atau hampir sama dengan kegiatan dan usaha panti asuhan 5. Pengurus dan Pengasuh Panti asuhan Yatim PKU Aisyiyah diurus dan dipimpin oleh suatu badan pengurus. Badan pengurus dan pengasuh dipilih serta ditetapkan dengan musyawarah atau rapat pimpinan cabang Aisyiyah. Masa jabata pengurus adalah lima tahun dan anggota/badan pengurus yang telah habis

masa jabatannya dapat diangkat lagi sebagai pengurus. Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi pengurus dan pengasuh adalah sebagai berikut: a. Warga negara Indonesia (WNI) b. Beragama Islam c. Berpendidikan minimal SLTA d. Berasal dari kalangan oaganisasi Aisyiyah dan organisasi

Muhammadiyah e. Mempunyai kecakapan dan mampu melaksanakan maksud adan tujuan panti asuhan f. Mempunyai kemampuan/Skill sebagai pendidik g. Memiliki jiwa pejuan dan kesabaran serta keihlasan untuk membina anak asuh dan berjuang untuk panti asuhan. Susunan pengurus panti asuhan terdiri dari penasehat, ketua, bendahara, sekretaris, unit pembina, unit usaha, unit penyaluran, unit identivikasi dan ibu asrama. Susunan pengurus panti asuhan periode 2006/2007 dapat dilihat pada lampiran 11. Pengurus dalam panti asuhan memilki hak dan kewajiban sebagai berikut: a. Pengurus berkewajiban aktif melakukan tindakan pengurusan dan tindakan pemilikan, menjalankan segala daya dan upaya,

mempertahankan, memelihara, mengelola serta mengembangkan panti asuhan dibidang material maupun non material b. Menyelenggarakan administrasi panti asuhan sebaik-baiknya c. Mengawasi, mendidik dan membina anak-anak asuh dalam panti asuhan d. Membuat laporan secara tertulis dan terperinci setiap akhir tahun e. Mentaati dan melaksanakan keputusan musyawarah. 6. Sumber Dana Dana yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan panti asuhan berasal dari berbagai sumber. Sumber dana panti asuhan adalah sebagai berikut:

a. Donatur tetap, yaitu: 1) Sumbangan tetap tiap bulan dari yayasan Dharmais yang

berkedudukan di Jakarta 2) Sumbangan dari masyarakat yang menjadi donatur tetap 3) Sumbangan dan bantuan dari Departemen Sosial pusat 4) Sumbangan dan bantuan dari Dinas Kesejahteraan Soaial propinsi Jawa Tengah 5) Sumbangan dan bantuan dari Banjarnegara (APBD). b. Sumbangan dan bantuan dari lembaga-lembaga, organisasi-organisasi, dan/atau badan-badan serta perorangan yang dengan sukarela dan tidak mengikat, baik berupa uang, barang-barang, perlengkapananggaran pengeluaran daerah

perlengkapan maupun fasilitas-fasilitas dan makanan c. Penerimaan harta wakaf, hibah, sodaqoh, zakat, infaq dan wasiat d. Penghasilan dari usaha-usaha panti asuhan yaitu usaha ekonomi produktif (UEP) meliputi perikanan dan pertanian serta usaha rental komputer e. Mengajukan proposal ke instansi-instansi menjelang ulang tahun panti asuhan, akhir tahun atau akan mengadakan kegiatan untuk meminta sumbangan. 7. Anggota Binaan Panti Asuhan Anggota binaan panti asuhan adalah anak-anak yatim, anak-anak piatu, anak-anak yatim piatu dan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu serta anak-anak terlantar. Selain itu panti asuhan juga memberikan santunan dan bantuan kepada lanjut usia yang ekonominya sangat lemah. Santunan yang diberikan kepada anak-anak asuh adalah berupa: Kebutuhab sehari-hari (sandang, pangan dan papan), alat-alat sekolah, seragam sekolah, biaya pendidikan dan uang saku. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar anak asuhan yaitu sebagai berikut: dapat masuk menjadi anggota binaan panti

a. Beragama Islam b. Anak berasal dari keluarga tidak mampu, dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang c. Usia sekolah (TK, SD, SMP dan SMA) d. Bersedia mentaati tata tertib dan peraturan panti asuhan. Santunan yang diberikan kepada lanjut usia berupa santunan beras dan uang setiap bulan sertan pemberian pakaian satu tahun sekali. Anggota binaan panti asuhan periode tahun 2006/2007 sebanyak 104 jiwa, terdiri dari 73 anak (36 putri dan 37 putra) dan 40 jiwa lanjut usia. Dari 73 anak asuh, hanya 60 anak asuh yang berda di dalam panti asuhan selebihnya berada diluar panti asuhan atau hidup bersama keluarga. Hal ini

dikarenkan daya tampung panti asuhan hanya untuk 60 anak asuh yaitu 30 anak asuh di asrama panti asuhan putra dan 30 anak asuh di asrama panti asuhan putri. Untuk lanjut usia tidak disediakan tempat tinggal akan tetapi hanya diberikan santunan setiap bulan. Anak asuh panti asuhan tidak hanya berasal dari desa Blambangan saja tetapi juga berasal dari berbagai daerah di banjarnegara serta berasal dari luar kota. Khusus untuk lanjut usia hanya berasal dari desa Blambangan. Daftar anggota binaan panti asuhan periode 2006/2007 dapat dilihat pada lampiran 12. 8. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan hal yang penting guna menunjang terpenuhinya kebutuhan anak-anak asuh dalam panti asuhan. Panti asuhan membangun gedung asrama sebagai sarana tempat tinggal bagi anak-anak asuh. Panti asuhan membangun dua asrama yaitu gedung asrama panti asuhan putra dan gedung panti asuhan putra. Gedung asrama putra dan putri di bangun ditempat yang terpisah, gedung asrama putra terletak di jalan Tawangsari, dusun Tawangsari desa blambangan sedangkan gedung asrama putri terletak di jalan Pramuka dusun Pejaten desa Blambangan. Kedua gedung asrama tersebut, dibangun ditempat yang strategis guna menunjang kegiatan anak-anak asuh khususnya kegiatan keagamaan,

yaitu dibangun di sebelah masjid. Tanah/lahan yang digunakan untuk membangun gedung asrama putra barasal dari penerimaan wakaf dari masyarakat, sedangkan lahan untuk gedung asrama putri merupakan tanah desa yang dibeli oleh pihak panti asuhan. Gedung asrama putri dibangun pada bulan April 1999 di atas tanah seluas 1000 meter, bangunan terdiri dari: ruang aula, ruang kantor,

asrama, gudang, kolam dapur, taman. Jemuran, joglo, 2 buah kamar mandi dan 3 buah WC. Gedung asrama putra dibangun pada bulan April 1994 dan mengalami renovasi pada bulan Februari 2002, di bangun di atas tanah seluas 2000 meter. Bangunan terdiri dari: ruang aula, asrama, ruang makan, dapur, kamar mandi 2 buah dan 4 buah WC. Sebelum dibangun gedung asrama putri, anak asuh dijadikan satu di gedung asrama putra.

B. Pola Pengasuhan Anak Berdasarkan hasil penelitian, bahwa dalam panti asuhan Yatim PKU Aisyiyah cabang Blambangan pola pengasuhan yang diterapkan oleh pengasuh yaitu manggunakan pola pengasuhan demokratis. Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan-alasan yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu aturan (Elizabeth B. Hurlock, dalam Ihromi 1999:52). Pengasuh dalam membuat aturan atau tata tertib panti asuhan mengadakan diskusi atau musyawarah. Diskusi atau musyawarah yang diadakan oleh pengurus dan pengasuh mengikutsertakan anak asuh melalui perwakilan dengan maksud agar anak asuh memahami tujuan dan manfaat adanya tata tertib dalam panti asuhan. Selain itu, anak asuh juga bisa memberikan masukan terhadap pengasuh dan pengurus tentang aturan-aturan yang kiranya sesuai dengan kondisi mereka (anak asuh),

sehingga aturan tersebut dapat dilaksanakan oleh anak-anak asuh dengan sebaik-baiknya. Oleh karena anak asuh sudah dilibatkan dalam pembuatan aturan tersebut sehingga anak-anak asuh sejak semula sudah menyadari

dengan konsekuensi dari aturan tersebut, baik dengan sanksinya jika

melanggar aturan maupun dengan imbalan yang akan diterima jika mereka (anak asuh) mentaati peraturan. Pada dasarnya secara garis besar aturan yang ada dalam asrama putra dan asrama putri sama, tetapi ada sedikit aturan yang berbeda antara peraturan di asrama putra dan di asrama putri disesuaikan dengan kondisi antara anak-anak asuh putra dan anak-anak asuh putri. Misalnya, diasrama putri sehabis magrib anak-anak asuh sudah tidak diperbolehkan untuk menerima tamu pria, sedangkan untuk putra masih diperbolehkan menerima tamu pria diasrama sampai jam sembilan malam. Aturan atau tata tertab panti asuhan dibuat dengan tujuan agar kegiatan yang ada dalam panti asuhan berjalan tertib dan teratur serta melatih anak untuk disiplin dan bertanggung jawab. Seperti yang dituturkan oleh Siti Nafsiyah (salah satu anak asuh, wawancara pada tanggal 21 Mei 2007) sebagai berikut: Saya senang dengan aturan dan tata tertib yang ada di panti asuhan, karena egiatan di panti asuhan jadi berjalan tertib, selain itu saya jadi bisa disiplin dan lebih bisa menghargai waktu, karena semua kegiatan-kegiatan sudah ditentukan aturannya mbak......

Pribadi

atau

individu

yang memiliki

dasar-dasar

dan

mampu

mengembangkan disiplin diri, berarti memiliki keteraturan diri berdasarkan acuan nilai moral (Shochib, 2000:2). Sikap disiplin yang tertanam pada diri anak-anak asuh membuat mereka memiliki kontrol diri untuk berperilaku yang senantiasa taat terhadap aturan dan nilai-nilai serta norma-norma yang ada di panti asuhan maupun yang ada di masyarakat. Misalnya, anak-anak asuh yang membolos sekolah prosentasenya sangat kecil karena mereka memiliki kontrol diri, bahwa perbuatan tersebut selain melanggar aturan juga merupakan perbuatan yang tidak baik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan normanorma. Pengasuh sangat menekankan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh anak-anak asuh. Setiap kegiatan dan aktivitas anak-anak asuh sudah disusun dan dibuat jadwal harian. Jadwal harian yang dibuat yaitu sejak kegiatan pagi hari, kegiatan siang hari dan kegiatan malam hari.

Kegiatan pagi hari dimulai dengan ibadah sholat subuh berjamaah di masjid, dilanjutkan tugas membersihkan asrama panti asuhan serta membantu memasak juru masak yang ada di panti asuhan, khusus untuk anak-anak asuh putra hanya bertugas untuk membersihkan asrama. Tugas yang dilaksanakan anak-anak asuh yaitu menyapu, mengepel, mencuci piring, membuang sampah, mencuci peralatan masak-memasak dan lain-lain. Kegiatan membersihkan asrama panti asuhan dibuat jadwal harian, setiap hari ada lima anak asuh yang bertugas mengerjakan tugas harian, dari lima anak asuh tersebut dalam melaksanakan tugasnya menggunakan sistem pembagian kerja, ada yang ditugasnya menyapu, mengepel, membuang sampah, membantu memasak dan lain-lain. Selain menggunakan sistem tersebut, menggunakan sistem juga

rolling, misalnya anak yang minggu lalu mengepel

bergantian membuang sampah atau yang minggu lalu sudah membantu memasak untuk minggu depan bertugas untuk mengepel. Hal ini agar anak asuh bisa merasakan semua tugas yang dibebankan, selain itu juga agar anak asuh tidak bosan hanya mengerjakan tugas yang sama setiap minggu. Pengasuh membuat jadwal piket harian bertujuan agar anak asuh dapat bekerja sama sehingga tugas yang dilaksanakan menjadi ringan dan menumbuhkan kebersamaan serta jiwa tolong menolong diantara anak asuh. Menu makanan sehari-hari anak asuh disusun dan dibuat bervariasi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (empat sehat lima sempurna) sehingga kesehatan anak asuh tetap terjamin. Menu makanan dimasak oleh satu orang juru masak yang sudah ditunjuk oleh pihak panti asuhan dan anak asuh berkewajiban untuk mmembantu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Peralatan dan perlengkapan pribadi aanak asuh dibersihkan sendiri oleh masing-masing individu, misalnya mencuci baju, sprai, mencuci piring sehabis makan dan lain-lain. Sehingga anak asuh dilatih agar dapat hidup mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Setelah anak asuh selesai mengerjakan tugas harian, selanjutnya mereka menempuh pendidikan formal yaitu sekolah. Setalah melaksanakan kegiatan sekolah anak diberi waktu untuk istirahat dan makan siang. Sebelum melaksanakan kegiatan sore hari anak

diwajibkan untuk menjalankan solat ashar berjama;ah di masjid. Kegiatan sore hari yang dilaksanakan yaitu anak mendapatkan pelatihan ketrampilan

(menjahit, membuat kerajinan tangan, komputer, kegiatan tapak suci dan lainlain) dan mengerjakan tugas usaha ekonomi produktif (UEP) panti asuhan. Seperti kegiatan pada pagi hari dan sore hari, kegiatan yang dilaksanakan pada malam haripun sudah disusun dalam jadwal kegiatan harian. Kegiatan malam hari diawali dengan kegiatan solat magrib berjamaah di masjid, kemudian anak asuh mengikuti kegiatan pengajian (pendidikan keagamaan) meliputi: kemuhammdiyah-an, aqidah (keyakinan) dan Ahklak (budi pekerti), pembacaan tilawatil Quran (PTQ) serta mempelajari kandungan Al-Quran dan hadist. Masing-masing pembimbing materi yang akan disampaikan sudah ditunjuk

sesuai dengan bidangnya. Kegiatan pengajian dilaksanakan melaksanakan solat isya berjamaah di masjid. Kegiatan bersama dengan ibu asrama, setelah itu anak asuh

sampai waktu solat isya atau sekitar jam setengah delapan malam, setelah itu anak asuh

dilanjutkan makan

ditugaskan untuk belajar bersama dengan bimbingan ibu asrama. Sehabis melaksanakan kegiatan belajar anak asuh biasanya menonton tv dan

mempersiapkan perlengkapan sekolah untuk besok pagi. Proses sosialisasi sangat dibutuhkan dalam pengsuhan anak asuh. Karena melalui proses sosialisasi individu belajar tentang nilai, norma, pengetahuan dan ketrampilan. Agar proses sosialisasi anak asuh dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan agen sosialisasi. Agen sosialisasi merupakan pihak-pihak yang membantu seorang individu belajar terhadap segala sesuatu yang kemudian menjadikannya dewasa (Narwoko, 2004:72). Agen sosialisasi yang utama meliputi: keluarga, kelompok sebaya, sekolah, lingkungan kerja dan media massa. Dalam panti asuhan pengasuh merupakan pengganti orang tua dan keluarga bagi anak-anak asuh. Oleh karena itu pengasuh merupakan agen sosialisasi yang paling utama dalam panti asuhan bagi anak-anak asuh. Metode-metode yang dipergunakan orang dewasa atau masyarakat dalam mempengaruhi proses sosialisasi anak, digolongkan menjadi tiga kategori yaitu: metode ganjaran atau hukuman, metode didacting teaching dan metode

pemberian contoh (Ahmadi, 2002:162-163). Pengasuh panti asuhan dalam pengasuhannya menggunakan ketiga metode tersebut. Aturan dan tata tertib panti asuhan menerapkan konsep adanya imbalan dari setiap perbuatan yang dilakukan anak asuh, imbalan berupa sanksi hukuman dan ganjaran. Aturanaturan dibuat agar mereka sejak semula menyadari konsekuensi yang harus diterima jika melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap nilai-nilai moral (Shochib, 2000:133). Aturan sanksi hukuman yang diberikan pengasuh kepada anak asuh ada tiga macam yaitu: sanksi ringan berupa teguran, sanksi sedang berupa pemberian santunan yang ditangguhkan, dan sanksi berat yaitu

dikeluarkan dari panti asuhan. Sanksi teguran diberikan kepada anak asuh yang melakukan pelanggaran ringan misalnya: anak asuh lupa mengerjakan tugas piket harian, pulang ke panti asuhan melebihi jam yang sudah ditentukan, tidak mengikuti kegiatan, tidak mengikuti kegiatan panti asuhan dan lain-lain. Sanksi sedang diberikan apabila anak asuh melakukan

pelanggaran misalnya: membolos sekolah, pulang ke rumah tanpa pamit kepada ibu asrama, tidak pulang ke panti tanpa alasan yang jelas dan lain-lain. Sanksi yang diberikan biasanya berupa uang saku anak asuh tidak diberikan. Biasanya anak asuh yang melakukan pelanggaran tersebut tidak hanya mendapat sanksi uang sakunya tidak diberikan tetapi anak asuh

biasanya dipanggil untuk menghadap pengasuh untuk ditegur, dinasehati dan diberi pengarahan. Jika anak asuh sudah tidak melanggar peraturan maka uang saku diberikan kepada anak asuh seperti biasanya. Seperti yang

diungkapkan oleh ibu Pudji (ibu asrama panti asuhan putra, wawancara pada tanggal 26 Mei 2007) sebagai berikut: Biasanya kalo ada anak asuh yang bolos sekolah, malam harinya saya

panggil datang ke rumah saya biar tidak malu sama teman- temannya, saya beri nasehat dan arahan supaya tidak mengulangi lagi untuk sementara waktu tidak saya berikan dulu, mbak.... terus uang sakunya

supaya mereka kapok

Sanksi berat yaitu anak dikeluarkan dari panti asuhan, misalnya anak asuh melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik panti asuhan, pergi dari panti asuhan dalam jangka waktu yang lama tanpa pamit dan lain-lain. Dengan adanya sanksi hukuman diharapkan anak asuh menjadi sadar dan mengerti serta memahami bahwa perbuatan dan tingkah lakunya salah karena melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang ada, sehingga nantinya dikemudian hari anak asuh tidak mengulangi lagi perbuatannya. Pengasuh memberikan ganjaran kepada anak asuh yang mematuhi dan melaksanakan peraturan panti asuhan berupa pujian atau memberikan uang kepada anak asuh yang mendapatkan prestasi di sekolah maupun prestasi pada kegiatan yang diikuti oleh panti asuhan (kegiatan perlombaan atau porseni panti asuhan). Dengan ganjaran diharapkan anak asuh menjadi tahu bahwa perbuatan dan tingkah lakunya baik terpuji dan positif serta berguna bagi dirinya dan orang lain. Adanya ganjaran dan hukuman yang diberikan kepada anak asuh bertujuan agar dalam diri anak atau individu anak asuh berkembang dan tumbuh kesadaran akan norma-norma dan nilai-nilai sosial. Metode pemberian contoh diterapkan oleh pengasuh yaitu dengan cara memberikan keteladanan diri kepada anak asuh. Misalnya, memberikan contoh untuk solat berjamaah di masjid, menjalankan ibadah solat tepat pada waktunya, bertingkah laku baik dan sopan, berbicara dengan sopan dan menggunakan bahasa yang halus dan lain-lain. Dengan demikian perbuatan-perbuatan dan tingkah laku yang dilakukan oleh pengasuh akan ditiru (imitasi) oleh anak asuh baik secara sengaja maupun tidak disengaja misalnya tanpa disuruh anak asuh langsung mengerjakan ibadah solat berjamaah di masjid, sopan jika berbicara dengan teman atau dengan orang lain dan lain-lain. Metode lain yang digunakan yaitu meggunakan metode didacting teaching meliputi memberikan kepada anak asuh berbagai macam ketrampilan (menjahit, komputer, kerajinan tangan, kegiatan tapak suci dan lain-lain) dan ilmu pengetahuan melalui pendidikan formal, pendidikan agama serta pendidikan moral. Usaha yang di lakukan pengasuh agar dalam kehidupan di panti asuhan terjalin hubungan yang baik, akrab dan harmonis baik diantara anak-anak asuh

maupun anak-anak asuh dengan pengasuh yaitu memanfaatkan waktu belajar bersama pada malam hari sebagai wahana untuk mengakrabkan anak asuh. Misalnya, anak asuh yang lebih dewasa memberikan bimbingan belajar kepada anak asuh yang umurnya lebih muda. Sedangkan anak asuh yang lebih dewasa biasanya diberi bimbingan belajar oleh ibu asrama putri yang juga merupakan seorang guru SMA. Jika terjadi pertengkaran atau ada masalah diantara anak asuh maka diusahakan mereka untuk mencari jalan keluar atau menyelesaikan masalah tersebut sendiri, sehingga anak asuh dituntut

kedewasaannya untuk dapat menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi. Apabila anak asuh tidaj bisa menyelesaikan masalahnya sendiri baru pengasuh ikut campur untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ibu Krispaliyana (ibu asrama panti asuhan putri, wawancara pada tanggal 20 Mei 2007) sebagai berikut: Kalau belajar biasanya anak-anak yang lebih besar mengajari anak- anak yang kecil, trus kalo anak yang besar biasanya minta dijari saya, terus kalo mereka punya masalah diselesaikan sendiri dulu, nanti kalau mereka tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri barulah kami selaku pengasuh ikut campur membantu menyelesaikan masalah tersebut Cara tersebut dapat untuk melatih anak agar mampu menghadapi masalah sehingga nantinya diharapkan anak asuh sudah dapat menghadapi masalah kehidupan setelah keluar dari panti asuhan atau tidak berada dalan panti asuhan. Selain itu juga akan terjadi interaksi antara anak-anak asuh sehingga tercipta hubungan yang akrab dan harmonis. Para pengasuh diwaktuwaktu senggang biasanya mengobrol santai atau menonyon tv bersama dengan anak asuh, agar tercipta suasana santai dan kekeluargaan. Hal ini seperti yang dituturkan oleh Nur Septiningsih (salah satu anak asuh, wawancara pada tanggal 21 Mei 2007 ) sebagai berikut: Saya senang berada di panti asuhan karena seperti dalam keluarga sendiri, akrab sama temen, akrab sama pengasuh panti asuhan juga. Apala lagi kalau sedang ngumpul-ngumpul atau nonton tv kami sering bercanda mbak....

Hubungan kekeluargaan serta keakraban yang terjalin dalam panti asuhan menciptakan keterbukaan dalam suasana kehidupan panti asuhan itu sendiri. Keterbukaan merupakan wahana untuk menyadarkan anak bahwa orang tua atau pendidik senantiasa berusaha untuk meningkatkan

kepatuhannya terhadap nilai-nilai

moral sehingga dapat menggugah anak

untuk melakukan identifikasi dalam belajar memiliki dan meningkatkan nilainilai moral (Shochib, 2000:131). Keterbukaan dalam panti asuhan tercermin dari sikap anak asuh yang berani memberikan kritik dan saran kepada pihak pengurus dan pengasuh panti asuhan. Misalnya, jika ada hal-hal yang dirasakan oleh anak asuh kurang baik atau ada kekurangan dalam kebutuhan sehari-hari atau ada sikap dan tindakan pengasuh yang tidak sesuai, maka anak asuh secara langsung mengungkapkannya kepada pengasuh atau pengurus panti asuhan dengan sopan. Anak asuh jugas biasnya memberikan saran dan masukan yang kiranya diperlukan demi kebaikan dan kemajuan Panti asuhan. Anak asuh juga terbuka dan tidak segan-segan untuk menceritakan asalah yang dihadapi kepada pengasuh jika mereka merasa perlu untuk

menseritakan masalah tersebut. Dengan adanya keterbukaan maka anak-anak asuh merasakan dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sebagai anggota keluarga besar panti asuhan dan bisa diterima di panti asuhan. Orang tua atau pendidik berhak dan berkewajiban untuk mengontrol perilaku anak-anak (Shochib, 2000:134). Kontrol terhadap perilaku anak-anak asuh dan pelaksanaan atuarn dan tata tertib panti asuhan di lakukan oleh pengasuh dan pengurus panti asuhan. Walaupun aturan dan tata tertib panti asuhan sudah berjalan namun, pengasuh merasa perlu untuk mengontrol perilaku dan pelaksanaan tata tertib dan aturan tersebut agar berjalan dengan baik. Jika ada perilaku-perilaku anak asuh yang sudah mulai menyimpang ataupun

menyimpang maka dengan adanya kontrol dan pengawasan secarakontinue oleh pengasuh maka sedini mungkin perilaku menyimpang anak asuh dapat segera diatasi. Pengawasan terhadap perilaku anak asuk tidak hanya dilakukan oleh pengasuh saja, akan tetapi juga dilakukan diantara anak-anak asuh itu sendiri. Misalnya jika ada salah satu anak asuh yang sudah mulai berperilaku

tidak baik, maka teman-teman sesama anak asuh mengingatkan, begitupun sebaliknya. Dengan kata lain diantara nak asuh saling mengawasi dan saling mengingatkan satu sama lain. Selain itu, masyarakat di sekitar panti asuhanpun secara tidak langsung ikut dalam mengontrol dan mengawasi perilaku dan tingkah laku anak asuh. Biasanya jika ada masyarakat yang tahu bahwa ada anak asuh yang berbuat tidak baik, mereka tidak langsung menegur kepada anak asuh tersebut, tetapi melaporkan kepada pengasuh atau kepada pengurus panti asuhan yang lebih berhak dan berkewajiban untuk menanganinya. Masyarakat ikut serta mengawasi dan mengontrol perilaku dan tingkah laku anak asuh karena masyarakat menganggap bahwa anak asuh yang ada dalam panti asuhan bukan semata-mata tanggung jawab pengasuh dan pengurus panti asuhan tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu masyarakat ikut aktif berperan dalam pengawasan dan kontrol terhadap perilaku dan tingkah laku anak sehari-hari. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama (Soekanto, 1990:67). Sosilisasi dan interaksi sosial sangat penting dilakukan oleh anakanak asuh dengan masyarakat sekitar agar nantinya anak asuh dapat hidup bermasyarakat (bersama) dengan baik dan mengetahui norma-norma, kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Sosialisasi anak asuh dengan masyarakat sekitar dilakukan pengasuh dengan

mengikutsertakan anak asuh dalam berbagai macam kegiatan yang diadakan oleh masyarakat sekitar. Misalnya: setiap hari minggu diadakan kegiatan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan, mengadakan perlombaan pada bulan agustus, bersama-sama mengadakan acara memperingati hari-hari besar (maulid Nabi, isra miraj, hari raya qurban dan lain-lain), mengikuti kegiatan pengajian remaja sehingga anak asuh dapat bergaul dengan remaja yang ada di lingkungan sekitar. Khusus untuk malam jumat biasanya anak asuh putra mengikuti pengajian tahlilan yang diadakan oleh bapak-bapak di lingkungan sekitar.

Keterlibatan anak asuh dalam kegiatan tersebut menjadikan anak asuh akan tahu bagaimana kebiasaan, norma-norma dan nilai-nilai yang ada dan berlaku di masyarakat, selain itu juga akan terciptalah hubungan yang akrab dan hubungan yang baik dengan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Syarif Hidayat (salah satu anak asuh, wawancara pada tanggal 23 Mei 2007) sebagai berikut: Dengan kami mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat sekitar, lingkungan saya gak canggung dan malu berhubungan dengan

masyarakat. Sayapun jadi lebih merasa dekat dan akrab dengan masyarakat, saya juga rutin mengikuti pengajian malam jumat mbak... Usaha yang dilakukan pengasuh untuk membantu sosialisasi anak asuh dengan masyarakat selain mengikutsertakan anak asuh dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat juga pengasuh memberikan tugas untuk menarik uang sumbangan bulanan kepada masyarakat yang sudah menjadi donatur tetap dalam panti asuhan. Anak asuh ditugaskan untuk menarik uang sumbangan tersebut langsung ke rumah donatur tetap panti asuhan sehingga anak asuh dapat langsung berinteraksi dan berkomunikasi dengan donatur tersebut. Donatur atau masyarakat juga berkesempatan untuk bertanya atau mengobrol dengan anak asuh tentang kondisi dan keadaan panti asuhan secara langsung. Penarikan langsung kepada donatur secara langsung juga bertujuan untuk melatih kejujuran dan rasa tanggung jawab (dalam menyampaikan amanat berupa uang hasil dari donatur) anak asuh. Kejujuran dan tanggung jawab anak asuh dapat diketahui dari laporan administrasi dan uang donatur yang disetorkan kepada pengasuh. Untuk melatih kedisiplinan dan tanggung jawab dalam hal keuangan, anak asuh biasanya diberi uang saku satu minggu sekali, tidak diberi uang saku setiap hari. Dengan pemberian uang saku satu minggu sekali anak asuh dilatih untuk dapat membagi-bagi sendiri bagaimana caranya agar uang saku tersebut harus cukup untuk satu minggu. Pemberian uang saku antara anak asuh yang satu dan yang lainnya tidak sama, disesuaikan dengan tingkatan sekolah dan kebutuhan masing-masing anak asuh. Begitupun uang

pembayaran SPP langsung diberikan

kepada anak-anak asuh, tidak

dibayarkan langsung kepada pihak sekolah di mana anak asuh menempuh pendidikan formal. Hal ini agar anak asuh dapat bertanggung jawab dengan amanat uang SPP tersebut untuk disetorkan kepada sekolah atau apakah nanti anak asuh tidak menyetorkan uang SPP tersebut. Untuk mengontrol hal ini biasany pengasuh atau pengurus panti asuhan mengecek kesekolah apakah uang SPP tersebut sudah atau belum dibayarkan kesekolah oleh anak asuh. Dengan begitu pengasuh mengetahui apakah anak asuh sudah dapat bertanggung jawab dan bersikap jujur dengan amanat yang diberikan oleh pengasuh. Selama ini hal tersebut sangat efektif dan berhasil untuk melatih kedisiplinan, tanggung jawab dan kejujuran terutama dalam hal keuangan. Hubungan anak-anak asuh dengan keluarganya harus tetap dijaga dengan baik, agar walaupun mereka (anak asuh) berada di panti asuhan akan tetapi anak asuh tidak kehilangan keakaraban dan keharmonisan dengan

keluarganya. Untuk itu maka anak asuh di panti asuhan diberi waktu tersendiri untuk pulang ke rumah bertemu dengan keluarganya. Waktu untuk pulang ke rumah sudah ditentukan harinya yaitu pada hari minggu dan pada hari-hari libur sekolah. Anak-anak asuh dijadwal pulang ke rumah yaitu satu bulan sekali, pada hari minggu dan di buat secara bergantian diantara anak-anak asuh. Khusus untuk hari-hari libur, selain hari minggu ( misalnya liburan sekolah atau libur hari- hari besar) anak asuh pulang ke rumah bersama-sama tidak bergantian. Setiap anak yang akan pulang ke rumah harus berpamitan dengan ibu asrama atau dengan pengasuh, sehingga anakanak asuh dalam asrama panti asuhan dapat terkontrol dengan baik. Dengan adanya hal tersebut aka hubungan anak asuh dengan keluarganya tidak terputus dan tetap terjaga dengan baik. Seperti yang dituturkan oleh Pipit (salah satu anak asuh,

wawancara pada tanggal 23 Mei 2007) sebagai berikut: Saya biasanya pulang ke rumah satu bulan sekali atau kalau gak ya pas hari libur. Kalau udah satu bulan kangen kepingin ketemu keluarga, jadi seneng kalau sedang dapat giliran buat pulang ke rumah. Jadi walaupun saya sudah di panti asuhan saya tetap bisa ketemu dengan keluarga saya.

Setiap akhir tahun panti asuhan megadakan upacara pelepasan dan penerimaan anggota anak asuh di panti asuhan . Dengan upacara tersebut maka secara resmi anak asuh yang akan masuk sudah menjadi anggota besar keluarga panti asuhan dan anak-anak asuh yang sudah selesai menempuh pendidikan sampai tingkat SLTA di kembalikan kepada pihak keluarga secara resmi. Selain upacara tersebut, biasanya juga akan diadakan khitanan masal (lima trahun sekali. Anak-anak yang di khitan tidak hanya anak-anak yang berada di panti asuhan akan tetapi juga anak-anak yang berasal dari luar panti asuhan yaitu anak-anak dari lingkungan sekitar. Anak asuh yang sudah keluar dari panti asuhan biasanya langsung bekerja, sebagian ada yang mencari pekerjaan sendiri dan ada pula yang disalurkan oleh panti asuhan ke Departemen tenaga kerja sesuai dengan ketrampilan dan bakat-bakatnya masing-masing. Selain itu juga ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi dengan di biayai oleh orang tua asuh.

C. Pendidikan dan Ketrampilan yang diberikan Kepada Anak Asuh Pendidikan dan ketrampilan yang diberikan kepada anak asuh dalam panti asuhan adalah sebagai usaha untuk menciptakan pribadi yang mandiri dan mempunyai kecakapan hidup (life skill) sesuai dengan visi panti asuhan. Sehingga nantinya diharapkan anak asuh setelah keluar dari panti asuhan sudah memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan guna untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan mampu melanjutkan hidup tanpa bergantung dengan orang lain (hidup mandiri). Pendidikan yang diberikan kepada anak asuh didasarkan pada pedoman pendidikan anak yang ada dalam ajaran agama Islam, karena panti asuhan yatim PKU Aisyiyah cabang Blambangan merupakan panti asuhan yang didirikan oleh organisasi keagamaan yaitu agama Islam ( organisasi Aisyiyah). Ketrampilan-ketrampilan yang diberikan kepada anak asuh bertujuan agar dapat mengembangkan bakat dan

kemampuan yang dimiliki anak asuh serta mendidik anak agar memiliki kecakapan hidup dan terampil. Pendidikan-pendidikan dan ketrampilan yang diberikan kepada anak-anak asuh adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama (Islam) Pendidikan agama harus diberikan dan diajarkan kepada anak sejak dini, karena agama merupakan pegangan dan pedoman hidup manusia. Oleh karena itu pengasuh berkewajiban untuk memberikan pendidikan agama Islam kepada anak asuh, agar anak asuh menjadi individu yang mempunyai dan memiliki kepribadian islami sebagai seorang muslim. Kewajiban pendidik adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan Isalam, baik aqidah maupun ibadah, disamping penerapan metode maupun peraturan sehingga anak hanya akan mengenal Islam sebagai din-nya Al-Quran sebagai imamnya dan

Rasulullah Saw. Sebagai pemimpin dan teladannya (Nashih, 1981:151). Pendidikan agama Islam yang diberikan meliputi aqidah dan ahlak, mengkaji kandungan Al-Quran dan hadist, pembacaan tilawatil Quran (PTQ) dan Ke Muhammadiyah-an. Pendidikan aqidah diberikan agar anak asuh keyakinan yang kuat atas ajaran Islam sehingga anak dapat mengingat dan terikat serta dapat menjalankan rukun Islam, rukun Iman dan syariat yang ada dalam agama Islam. Dengan pemahaman aqidah yang baik dan benar maka anak asuh akan mempunyai keyakinan yang kuat atas agama yang di peluknya. Dengan pendidikan ahlak, anak asuh akan memiliki budi pekerti dan tingkah laku uang baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Anak asuh juga mengkaji Al-Quran dan hadist agar anak asuh bisa menjalankan hidup sesuai Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup imat muslim dan bisa mencontoh teladannya yaitu Rasulullah Saw. Kegiatan pengajian (pendidikan agama) dilaksanakan setelah solat magrib sampai waktu solat isya. Kegiatan pendidikan agama Islam disusun dengan jadwal harian (waktu, hari dan pembimbing). Pembimbing yang menyampaikan materi kepada anak asuh setiap hari berganti-ganti atau tidak sama sesuai dengan materi yang akan disampaikan (disesuaikan dengan bidang kajiannya).

Disampaing pendidikan agama diberikan dalam bentuk pengajian bada magrib, juga diberikan dalam bentuk penanaman pelaksanaan ibadah yang harus dilakukan anak asuh setiap hari yaitu kewajiban menjalakan ibadah solat lima waktu, membaca ayat cuci Al-Quran, puasa dan lain-lain. Dengan pendidikan agama yang diberikan anak asuh sangat merasakan manfaatnya karena mereka