final tugas kelompok pk psak 46.doc

15
Pendahuluan Entitas memiliki kewajiban pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku di mana entitas beroperasi. Atas laba yang diperoleh entitas memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya. PSAK 46 (2015) : Pajak Penghasilan mengatur bagaimana entitas menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak penghasilan entitas. Peraturan pajak dan standar akuntansi memiliki perbedaan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban yang dapat memunculkan aset atau liabilitas paja k tangguhan yang harus diungkapkan dan disajikan dalam laporan keuangan. Untuk entitas, penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba. Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya dibagi dua belas atau dengan cara perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28). Pajak kurang bayar akan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai utang pajak penghasilan (kurang bayar) atau piutang restitusi pajak (lebih bayar). Dalam standar disebut sebagai utang pajak kini. PSAK 46: Pajak Penghasilan mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak penghasilan entitas. Sebagai salah satu beban entitas, pajak penghasilan dikenakan dan dihitung berdasarkan penghasilan yang telah diakui entitas. Konsep matching principles, tetap dipertahankan dalam pengakuan ini, sehingga jika penghasilan tersebut diterima pada suatu periode maka konsekuensi pajaknya harus diperhitungkan pada periode tersebut. Walaupun menurut peraturan, pajaknya akan dibayarkan pada periode yang lain.

Upload: maria-diajeng

Post on 17-Sep-2015

257 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Entitas memiliki kewajiban pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku di mana entitas beroperasi. Atas laba yang diperoleh entitas memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya. PSAK 46 (2015) : Pajak Penghasilan mengatur bagaimana entitas menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak penghasilan entitas. Peraturan pajak dan standar akuntansi memiliki perbedaan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban yang dapat memunculkan aset atau liabilitas pajak tangguhan yang harus diungkapkan dan disajikan dalam laporan keuangan.

Untuk entitas, penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba.

Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya dibagi dua belas atau dengan cara perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28). Pajak kurang bayar akan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai utang pajak penghasilan (kurang bayar) atau piutang restitusi pajak (lebih bayar). Dalam standar disebut sebagai utang pajak kini.

PSAK 46: Pajak Penghasilan mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak penghasilan entitas. Sebagai salah satu beban entitas, pajak penghasilan dikenakan dan dihitung berdasarkan penghasilan yang telah diakui entitas. Konsep matching principles, tetap dipertahankan dalam pengakuan ini, sehingga jika penghasilan tersebut diterima pada suatu periode maka konsekuensi pajaknya harus diperhitungkan pada periode tersebut. Walaupun menurut peraturan, pajaknya akan dibayarkan pada periode yang lain.

Perbedaan permanen adalah perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa mendatang. Contohnya biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan dengan kriteria tertentu tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait dengan mendapatkan, menagih dan memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat juga terjadi karena penghasilan yang dikenakan pajak final seperti pendapatan bunga, sewa tanah, sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan, transaksi di pasar modal. Penghasilan yang dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima oleh entitas program purna karya. Atas perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan konsekuensi pajak yang terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan kewajiban atau aset pajak tangguhan. Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam perhitungan pajak terutang, perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam menghitung pajak terutang. Pajak final dilaporkan dalam laporan pajak terpisah dari penghasilan yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak umum.

Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi karena waktu pengakuan sehingga secara total nilai beban atau pendapatan sama namun waktu pengakuannya berbeda. Perbedaan temporer akan menyebabkan jumlah tercatat aset atau liabilitas dalam laporan posisi keuangan berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa manfaat aset tetap antara ketentuan perpajakan dan kebijakan entitas dalam melakukan penyusutan. Akibat perbedaan masa manfaat, nilai penyusutan berbeda, sehingga akan menyebabkan perbedaan nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer juga dapat muncul karena perbedaan waktu pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi mengakui penurunan piutang saat terdapat bukti obyektif sesuai dengan PSAK 55, sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika telah memenuhi ketentuan spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan. Untuk entitas dalam industri keuangan ada peraturan khusus untuk menghitung nilai cadangan penurunan nilai piutang. Akuntansi mengakui penurunan nilai (impairment) aset tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan pajak tidak memperkenankan kerugian penurunan nilai sebagai pengurang penghasilan.

Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut pajak, maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan sehingga akan diakui liabilitas pajak tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan melakukan pembayaran pajak terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum dikompensasikan dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit pajak, ketentuan regulasi di Indonesia belum mengatur.

Pajak Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4 Thn 5

Pendapatan 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000

Penyusutan untuk tujuan pajak 3.000 3.000 3.000 3.000 -

Penghasilan kena pajak 2.000 2.000 2.000 2.000 5.000

Pajak terutang menurut fiskal 500 500 500 500 1.250

Akuntansi

Pendapatan 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000

Penyusutan untuk tujuan akuntansi 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000

Laba (rugi) pajak 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000

Beban pajak akuntansi 25% 750 750 750 750 750

Perbedaan laba1.0001.0001.0001.000 2.000

Beban (manfaat) pajak tangguhan 250 250 250 250 -500

Kewajiban pajak tangguhan 250 500 750 1.000 500

Total beban pajak penghasilan

Beban pajak kini 25% 500 500 500 500 1.250

Beban (manfaat) pajak tangguhan 250 250 250 250 -500

Beban pajak penghasilan750750750750750

Menurut akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga beban pajak sebesar 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan ke kas Negara sebesar 500 dan beban pajak tangguhan sebesar 250. Dampaknya timbul kewajiban pajak tangguhan. Menurut akuntansi, penyusutanya lebih kecil sehingga laba akuntansi lebih besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak tangguhan selama 4 tahun pertama. Pada tahun kelima, entitas membayar pajak lebih besar karena tidak ada lagi penyusutan. Namun secara akuntansi masih terdapat penyusutan sehingga penghasilannya lebih kecil sebesar 3.000. Pada tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar 1.250 namun beban pajak yang diakui sebesar 750. Selisihnya 500 merupakan manfaat pajak tangguhan dan mengurangi kewajiban pajak tangguhan.

Sampai akhir tahun kelima masih ada nilai sisa 2.000 dan saldo kewajiban pajak tangguhan 500. Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut. Jika tahun ke 7 peralatan dijual seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba penjualan aset sebesar 3.000 sedangkan menurut akuntansi laba penjualan aset 1.000 karena masih ada nilai sisa 2.000. Pajak atas penjualan tersebut akan dibayarkan sebesar 750, namun secara akuntansi beban pajak 250, yang 500 manfaat pajak tangguhan. Kewajiban pajak tangguhan akan habis dikurangkan dan diakui sebagai manfaat pajak tangguhan, karena asetnya sudah terjual.

Untuk penghasilan yang dikenakan pajak final, standar menjelaskan secara khusus walaupun tidak ada dalam IAS 21. Atas aset dan liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset dan liabilitas pajak tangguhan. Alasannya karena pajak final tidak dilaporkan dalam menentukan pajak penghasilan. Karena tidak terdapat perbedaan temporer maka tidak diakui adanya aset dan liabilitas pajak tangguhan. Atas penghasilan yang dikenakan pajak final beban pajak diakui proporsional dengan pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Ketentuan standar mengharuskan penghasilan yang dikenakan pajak final diakui sebesar nilai bruto, kemudian beban pajak (kini) akan diakui pada periode yang sama. Atas pengakuan penghasilan yang dikenakan pajak final menurut akuntansi dan belum dibayarkan pajak finalnya, maka akan diakui beban pajak final pada periode tersebut dan pajak yang masih harus dibayar. Untuk kondisi sebaliknya, atas pendapatan yang dikenakan pajak final diterima dimuka, akan diakui pajak final dibayar dimuka, karena pembebanan pajak hanya sebesar beban yang diakui menurut akuntansi. Pajak penghasilan final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari pajak penghasilan final yang masih harus dibayar.

Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 2009 yang diundangkan pada tanggal 4 Juni 2009 yang merupakan Perubahan atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2008 yang telah diundangkan tanggal 23 Juli 2008 tentang Pajak atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi sebagai pengganti Peraturan Pemerintah RI Nomor 140 Tahun 2000, Perusahaan Konstruksi dikenakan tarif 3% final untuk kontrak yang diperoleh mulai 1 Agustus 2008.

Pajak final atas kontrak konstruksi sebelum diatur dalam PSAK 46 (2010): Pajak Penghasilan yang dikeluarkan 18 Desember 2010. Dalam PSAK 46 (2010) tersebut, pajak final merupakan bagian dari pajak penghasilan.

Namun, dalam PSAK 46 (2014) yang berlaku efektif pada 1 Januari 2015, tidak ada lagi pengaturan mengenai pajak final. Hal ini mempertimbangkan tidak adanya pengaturan pajak final dalam IAS 12 Income Taxes yang menjadi rujukan PSAK 46 (2014).

Bagi Perusahaan Konstruksi, tidak adanya pengaturan pajak final dalam PSAK 46 (2014) akan menimbulkan permasalahan apakah pajak final merupakan pajak penghasilan atau bukan pajak penghasilan. Jika pajak final merupakan pajak penghasilan, maka pajak final akan disajikan dalam pos pajak penghasilan. Jika bukan, maka pajak final tidak dapat disajikan dalam pos pajak penghasilan, dimana hal ini akan memberi dampak terhadap penilaian atas kinerja keuangan Perusahaan Konstruksi.IAS 12 : Income Tax

Esensi Penting IAS 12 : Income Taxes

Tujuan utama dari standar ini adalah untuk mendeskripsikan perlakuan akuntansi terhadap pajak penghasilan. Maka dari itu, Pajak Penghasilan termasuk pajak dalam negeri dan luar negeri yang didasarkan pada laba yang terkena pajak. Pajak penghasilan juga meliputi seluruh jenis pajak dipotong dan pajak dipungut yang berkaitan dengan perusahaan atau entitas terkait.

Isu terpenting dari akuntansi terhadap perpajakan adalah bagaimana akuntansi dalam menghitung kewajiban pajak kini dan yang akan datang dengan kondisi sebagai beriktu :

1. Pelunasan atau penyelesaian dari jumlah tercatat aset (kewajiban) yang diakui di dalam laporan neraca perusahaan;

2. Transaksi atau kejadian lain pada periode berjalan yang diakui di dalam laporan keuangan perusahaan.

Pengakuan IAS 12 : Income Taxes

Pajak sekarang untuk periode sekarang dan masa lalu, dalam kategori belum dibayar, akan diakui sebagai kewajiban. Apabila pajak tersebut telah dibayar untuk periode sekarang dan masa lalu dengan jumlah yang melebihi nilai tertunggaknya, maka kelebihan atau selisihnya akan diakui sebagai aset. Kewajiban pajak untuk periode sekarang dan masa lalu akan diukur dengan jumlah yang diharapkan dapat dibayarkan (melunasi) kewajiban pajak tersebut, dengan menggunakan tarif pajak (dan peraturan pajak) yang telah berlaku atau secara substansial berlaku bagi pelaporan keuangan perusahaan.

Sudah menjadi sifat dalam pengakuan aset atau kewajiban bahwa laporan keuangan perusahaan mengharapkan untuk melunasi atau menyelesaikan jumlah dari aset atau kewajiban. Apabila ada kemungkinan terjadi penyelesaian atau pelunasan jumlah kewajiban malah akan membuat kewajiban pajak untuk masa depan menjadi lebih besar (lebih kecil), maka standar akuntansi mensyaratkan entitas untuk mengakui kewajiban pajak tangguhan (aset pajak tangguhan).

Aset pajak tangguhan diakui untuk saldo rugi fiskal yang belum digunakan dan kredit pajak yang belum digunakan apabila besar kemungkinan bahwa jumlah laba fiskal pada masa mendatang akan memadai untuk dikompensasi dengan saldo rugi fiskal dan kredit pajak yang belum digunakan.

Pengukuran

Aktiva pajak dan kewajiban pajak tangguhan harus diukur dengan tarif pajak yang diharapkan akan digunakan pada periode ketika aktiva direalisasikan atau kewajiban tersebut diselesaikan, berdasarkan tarif pajak (dan peraturan pajak) yang sudah berlaku atau berlaku secara subtansi saat akhir periode pelaporan.

Pengukuran atas aktiva pajak dan kewajiban pajak tangguhan harus merefleksikan konsekuensi pajak yang akan mengikuti dari cara yang diharapkan oleh entitas, pada akhir periode pelaporan, untuk memulihkan atau menyelesaikan nilai tercatat dari aktiva atau kewajiban tersebut.

Aktiva pajak dan kewajiban pajak tangguhan tidak boleh didiskontokan.

Nilai tercatat atas aset pajak harus direview pada masing-masing akhir periode pelaporan. Entitas akan mengurangi nilai tercatat aktiva pajak tangguhan apabila kemungkinan besar bahwa laba fiskal akan tersedia untuk mengkompensasikan sebagian atau seluruh aktiva pajak tangguhan. Seluruh penurunan tersebut harus dipulihkan sampai dengan batas kemungkinan nilai laba fiskal memadai untuk tersedia.

Alokasi

IAS 12 mensyaratkan suatu perusahaan untuk menghitung konsekuensi pajak dari transaksi dan kejadian lain dengan cara yang sama ketika perusahaan menghitung transaksi atau kejadian kejadian lainnya. Oleh karena itu, bagi transaksi atau kejadian lain yang mengakui laba atu rugi dari transaksi tersebut, pajak juga mengakui laba atau rugi dari pajak itu sendiri. Sama halnya dengan pengakuan aset dan kewajiban pajak tangguhan dlaam kombinasi bisnis yang mempengaruhi jumlah kenaikan goodwill dalam kombinasi bisnis tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

Pasal 10 mengatakan, terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :

a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi ditentukan sebagai berikut :

1. Dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

2. Dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final bagi Wajib Pajak yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,- (1 milyar rupiah).

b. Atas penghasilan yang diterima atau diperolah Wajib Pajak yang dikenakan dikenakan Pajak Penghasilan sesuai UU No. 17 Tahun 2000, dikenakan pemotongan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23 oleh pengguna jasa yang ditunjuk oleh Ditjen Pajak sebagai pemotong, yang dilakukan pada saat pembayaran uang muka dan termin.

Dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 23 UU No. 17 Tahun 2000 jika pemberi penghasilan adalah pengguna jasa selain yang ditunjuk Ditjen Pajak sebagai pemotong.

c. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan Final, dikenakan pemotongan pada saat pembayaran uang muka atau termin oleh pengguna jasa yang ditunjuk oleh Ditjen Pajak sebagai pemotong.

Dikenakan Pajak Penghasilan Final jika pengguna jasa adalah selain yang ditunjuk Ditjen Pajak sebagai pemotong.

d. Besar Pajak Penghasilan Final yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh WP penyedia jasa ditetapkan sebagai berikut :

1. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima WP penyedia jasa perencanaan konstruksi.

2. 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima WP penyedia jasa pelaksanaan konstruksi.

3. 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima WP penyedia jasa pengawasan konstruksi.

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2008.

Dasar Kesimpulan Penghapusan Pajak Final (PSAK 46 (2015)DK01. : PSAK 46 : Pajak Penghasilan menghilangkan pengaturan tentang pajak final dan pengaturan untuk hal khusus. Hal ini dilakukan dalam rangka menyelaraskan pengaturan yang ada dalam PSAK 46 dengan IAS 12 : Income Taxes.

DK03. : Pajak Penghasilan final sesuai ketentuan perpajakan di Indonesia dikenakan atas nilai brutonya (yaitu atas jumlah uang yang diterima). Pajak ini tetap dikenakan walaupun atas transaksi tersebut entitas mengalami kerugian. Oleh karena itu, pajak penghasilan final sesuai dengan ketentuan perpajakan di Indonesia tidak termasuk dalam lingkup PSAK 46.

Pandangan dari Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Provinsi Kalimantan Barat

Sebagai konsekuensi atas konvergensi terhadap IFRS serta tidak sesuainya konsep pajak final dengan PSAK 46 (2015): Pajak Penghasilan maka pengaturan pajak final dan hal khusus dikeluarkan dari ruang lingkup PSAK 46 (2015). Penggunaan dalam revisi 2014 ini, mengeluarkan pajak final (final tax) dari komponen pajak penghasilan. Hal ini sejalan dengan konsep bahwa pajak final memang tidak dikenakan pada penghasilan (income), namun pada nilai pendapatan /penjualan (revenue/sales). Yang menjadi pertanyaan, untuk entitas yang atas pendapatannya dikenakan pajak final, pada bagian mana dari laporan laba rugi, pajak final tersebut harus dilaporkan, apakah sebagai pengurang pendapatan atau sebagai bagian dari beban.Pencabutan Pajak Final Dari PSAK 46 (2015) : Pajak Penghasilan

Alasan pajak final dikeluarkan dari PSAK 46 (2015) adalah sebagai berikut :

1. Pajak Final lebih mengacu kepada pendapatan/penjualan, bukan pada penghasilan

Berdasarkan PSAK 23 (2015), Pendapatan (revenue) adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Berdasarkan PSAK 23 (2015), Penghasilan (income) adalah peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain).

Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa penghasilan meliputi pendapatan/penjualan, sedangkan pendapatan/penjualan merupakan bagian dari penghasilan. Tentu saja hal tersebut membuat ruang lingkup penghasilan lebih besar daripada pendapatan, dan pengenaan tarif pajak untuk penghasilan juga lebih luas. Pajak final lebih mengacu atau mengarah terhadap pendapatan, karena pendapatan terdiri atas sekelompok transaksi tertentu, dimana objek pajak final juga hanya untuk transaksi yang terbatas. Transaksi tersebut diantaranya :

Beberapa kategori penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut:

Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek

Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan

Penghasilan Dari Hadiah Atas Undian

Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.

Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan.

Penghasilan Atas Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang Diperdagangkan Dibursa Efek

Penghasilan Atas Jasa Konstruksi

Penghasilan Atas Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

Penghasilan Atas Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri

Penghasilan BUT Perwakilan Dagang Asing Di Indonesia

Penghasilan Atas Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap

Penghasilan Atas Penjualan Hasil Produksi Pertamina

Penghasilan Atas Bunga Simpanan Anggota Koperasi

Penghasilan Perusahaan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham Atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan Usaha.

Penghasilan Atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara

Penghasilan Atas Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka Yang Diperdagangkan Di Bursa.

Penghasilan Atas Deviden Yang Diterima Oleh Orang Pribadi Dalam Negeri.

Oleh karena itu, pajak final lebih mengacu pada pendapatan daripada penghasilan dilihat dari sisi transaksi dan sisi tarif pajak (tarif pajak telah ditentukan sesuai dengan pasal 17 UU PPh Final).

2. Pemotongan Pajak Final tidak akan dihitung di SPT Tahunan (dikoreksi)

Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh finalyang dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.

Dari penjelasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut:

Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.

Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan.

Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan

3. Penetapan Tarif Pajak khusus untuk industri/jenis usaha tertentu (Konstruksi)

WajibPajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis (badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. Undang-Undang Pajak menyebutkan atas penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Secaraumum,penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkandengan beban yang diperbolehkan(biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan). Pajak akan dihitung atas laba entitas, bukan darinilai total penghasilan. Namun untuk industri tertentu (contoh: konstruksi), pajak dihitung dari nilai penghasilan. bukandarilabaentitas (pajak final). Atas dasar perbedaan tersebut, maka pajak final dikeluarkan dari PSAK 46.

4. Untuk kepentingan pemasukkan pajak pemerintah, pemotongan Pajak Final juga dikenakan pada entitas yang mengalami rugi operasional di dalam periode berjalan

Berdasarkan Dasar Kesimpulan PSAK 46 Nomor 3 menyebutkan bahwa : Pajak Penghasilan final sesuai ketentuan perpajakan di Indonesia dikenakan atas nilai brutonya (yaitu atas jumlah uang yang diterima). Pajak ini tetap dikenakan walaupun atas transaksi tersebut entitas mengalami kerugian. Oleh karena itu, pajak penghasilan final sesuai dengan ketentuan perpajakan di Indonesia tidak termasuk dalam lingkup PSAK 46. Karena alasan tersebut, pajak final bertentangan dengan pajak penghasilan, yang lebih fokus kepada laba operasional. Sehingga, pajak final dikeluarkan dari PSAK 46.

5. Terdapat perbedaan permanen antara Pajak Final dengan Pajak Penghasilan

Di dalam akuntansi Pajak Penghasilan, pelaporan laba dibedakan menjadi dua, yaitu labakomersil dan laba fiskal (pajak). Perbedaan pelaporan ini akan menyebabkan timbulnya pajak tangguhan. Dalam suatu transaksi bisnis, perlakuan akuntansi dan perpajakan dapat menimbulkan perbedaan dalam menentukan jumlah pajak yang terutang. Perbedaan yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu perbedaan permanen (tetap) dan perbedaan temporer (sementara).

Perbedaan permanen tidak berdampak pada laporan keuangan, karena perbedaan permanenterjadi akibat perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya berdasarkan peraturan perpajakan dengan standar akuntansi yang sifatnya permanen sehingga tidak ada konsekuensi terhadap pajak di masa yang akan datang. Sedangkan perbedaan temporer berdampak terhadap laporan keuangan, karena terjadi pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya, sehingga ada konsekuensi pajak di masa yang akan datang.

Atas dasar tersebut, PSAK 46 (2015) telah membuat pengaturan bahwa Pajak Final sudah tidak diatur lagi di dalam PSAK tersebut, dan telah dipisahkan dari pos pajak penghasilan. Sehingga, pajak final sudah tidak digabung lagi dengan pos pajak penghasilan.

Perbedaan PSAK 46 Setelah Konvergensi IFRS dan Sebelum Konvergensi IFRS

Pengungkapan Pajak Final di Laporan KeuanganBerdasarkan PSAK 46 (2015) yang telah mengatur pencabutan atas Pajak Final di dalam laporan keuangan seperti laporan keuangan perusahaan konstruksi, maka pelaporan pajak final dilakukan secara terpisah dari pos pajak penghasilan. Oleh karena itu, terdapat akun baru di luar dari pos pajak penghasilan, yang khusus menjelaskan tentang beban pajak final yang harus dibayar oleh perusahaan.

Selain itu, pajak final juga tidak menciptakan atau menimbulkan adanya aset dan kewajiban tangguhan, karena aset dan kewajiban tangguhan hanya muncul dari pajak penghasilan. Karena tidak terdapat perbedaan temporer, maka tidak diakui adanya aset dam liabilitas pajak tangguhan.

Pada proses pengukurannya, masih menggunakan cara yang lama dengan PSAK sebelumnya yang mengatur bahwa beban pajak final diakui secara proporsional dengan pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Hal tersebut juga dijelaskan di dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan konstruksi, misalnya.

Standar juga tetap mengatur bahwa pajak final dikenakan atas jumlah penghasilan bruto yang diperoleh oleh perusahaan pada tahun berjalan, kemudian beban pajak kini akan diakui pada periode yang sama. Atas pengakuan penghasilan yang dikenakan pajak final menurut akuntansi dan belum dibayarkan pajak finalnya, maka akan diakui beban pajak final pada periode tersebut dan pajak yang masih harus dibayar.

Untuk kondisi tertentu, dimana terdapat pendapatan final yang dikenakan pajak final dibayar dimuka, maka pelaporannya di dalam laporan keuangan juga harus dipisah dari pajak dibayar dimuka (untuk pajak penghasilan). Seharusnya, terdapat akun baru yang muncul yang memisahkan pajak final dibayar dimuka dengan pajak dibayar dimuka (untuk pajak penghasilan). Dan pajak penghasilan final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari pajak penghasilan yang masih harus dibayar.Contoh Pelaporan Pajak Final (Sebelum menerapkan PSAK 46 (2015)Berikut disajikan contoh laporan keuangan yang menyajikan pajak final, dimana masih digabung dengan pos pajak penghasilan. Laporan keuangan yang disajikan berasal dari perusahaan konstruksi PT Adhi Karya untuk tahun pelaporan Desember 2014.

Terlihat bahwa, penempatan pajak final masih digabung dengan pos pajak penghasilan di dalam laporan keuangan tersebut.

Pelaporan untuk pajak dibayar di muka adalah sebagai berikut :

Terlihat bahwa, pajak dibayar dimuka untuk pajak final juga masih disajikan secara bersama dengan pajak penghasilan, dan disajikan di dalam pos akun Pajak dibayar dimuka.

Dan catatan atas laporan keuangan atas pajak final adalah Kesimpulan

Berdasarkan atas analisa tentang pajak final dan pajak penghasilan, didapat beberapa kesimpulan yang mendasar atas efek konvergensi IFRS terhadap PSAK 46 (2015) : Pajak Penghasilan. Kesimpulan yang diperoleh diantaranya :1. Pajak final telah dipisahkan secara sendiri dari PSAK : Pajak Penghasilan. Karena efek dari konvergensi IFRS atas IAS 12 : Income Taxes, maka pajak final sudah dilaporkan secara terpisah dari akun pos beban pajak penghasilan.

2. Terdapat perbedaan permanen yang menyebabkan pemisahan pajak final dengan pajak penghasilan yang menjadi titik tolak pencabutan pajak final dari PSAK 46. Selain itu, terdapat juga beberapa alasan lain : 1) Pajak Final lebih mengacu kepada pendapatan/penjualan, bukan pada penghasilan, 2) Pemotongan Pajak Final tidak akan dihitung di SPT Tahunan (dikoreksi), 3) Penetapan Tarif Pajak khusus untuk industri/jenis usaha tertentu (Konstruksi), 4) Untuk kepentingan pemasukkan pajak pemerintah, pemotongan Pajak Final juga dikenakan pada entitas yang mengalami rugi operasional di dalam periode berjalan, 5) Terdapat perbedaan permanen antara Pajak Final dengan Pajak Penghasilan3. Karena disajikan secara terpisah, maka pajak final akan membuat akun baru, yang khusus diperuntukkan oleh seluruh beban yang berkaitan dengan pajak final saja.