tugas obat dhf.docx

17
Tugas mandiri PARASETAMOL (ASETAMINOFEN) Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Farmasi Kedokteran Oleh Ida Bagus Deny Prayudi I1A008029 Pembimbing BAGIAN FARMAKOLOGI & TERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: ida-bagus-deny-prayudi

Post on 07-Aug-2015

61 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Obat DHF.docx

Tugas mandiri

PARASETAMOL (ASETAMINOFEN)

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Ujian Farmasi Kedokteran

OlehIda Bagus Deny Prayudi

I1A008029

Pembimbing

BAGIAN FARMAKOLOGI & TERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2012

Page 2: Tugas Obat DHF.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Parasetamol atau asetaminiofen adalah salah satu obat yang terpenting

untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang, bila efek anti-inflamasi tidak

diperlukan.1

Sebelum penemuan asetaminofen, kulit sinkona digunakan sebagai agen

antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria, kina. Karena

pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber alternatif mulai dicari.

Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an; asetanilida pada 1886

dan fenasetin pada 1887. Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon

Northrop Morse melalui pengurangan p-nitrofenol bersama timah dalam asam

asetat gletser. Biarpun proses ini telah dijumpai pada tahun 1873, paraetamol tidak

digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade setelahnya.2

Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing seseorang yang

mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih dan

berasa pahit. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit

asetanilida. Namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu.2

Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah

memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji

masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius

Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan

dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di

Page 3: Tugas Obat DHF.docx

dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan

asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik

asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela

penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan

racun asetanilida. 2

Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia

bahan tersebut, terdapat dua versi nama kimianya versi Amerika yaitu N-asetil-

para-aminofenol asetominofen. Sedangkan versi Inggris yaitu para-asetil-amino-

fenol parasetamol. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama

parasetamol, dan tersedia dalam bentuk obat bebas (obat yang dapat dibeli tanpa

resep dokter).2

Page 4: Tugas Obat DHF.docx

BAB II

ISI

A. Struktur Kimia

Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia

bahan tersebut, terdapat dua versi nama kimianya versi Amerika yaitu N-asetil-

para-aminofenol asetominofen. Sedangkan versi Inggris yaitu para-asetil-amino-

fenol parasetamol. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama

parasetamol, dan tersedia dalam bentuk obat bebas (obat yang dapat dibeli tanpa

resep dokter).2

Parasetamol adalah derivat para-amino-fenol. Parasetamol merupakan

metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak

tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Parasetamol

memilki sebuah cincin benzena, tersubsitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom

nitrogen dari gugus amida pada posisi para. Senyawa ini dapat disintesis dari

senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat.

Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan

dengan senyawa asetat anhidrat. Berat molekul parasetamol adalah 151.17

dengan rumus kimianya C8H9NO2. Struktur kimia parasetamol dapat dilihat dari

Gambar 1 dan 2.

Page 5: Tugas Obat DHF.docx

Gambar 1. Struktur kimia parasetamol

Gambar 2. Struktur kimia parasetamol 3dimensi

B. Indikasi

Di Indonesia, penggunaan parasetamol yaitu sebagai analgesik dan

antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik,

parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan

menimbulkan nefropati analgesik (kerusakan pada ginjal). Jika dosis terapi tidak

memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Penggunaannya

untuk meredakan demam tidak seluas penggunaannya sebagai analgesik.

C. Farmakodinamika

Meskipun mekanisme kerja parasetamol masih menjadi perdebatan, tetapi

telah diketahui secara garis besar bahwa parasetamol bekerja dengan cara

memblokade sintesis prostaglandin di hipotalamus melalui inhibisi

Page 6: Tugas Obat DHF.docx

siklooksigenase-3 (COX-3), yang merupakan varian dari COX-1 yang terutama

ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Reaksi sentral ini menghasilkan

suatu efek antipiretik dan analgetik.

Parasetamol juga mengurangi hiperalgesia melalui mediasi substansi P dan

mengurangi generasi nitrit oksida di sumsum tulang belakang yang disebabkan

oleh substansi P atau N-nitrosodimetilamin. Parasetamol secara tidak langsung

juga mengaktifasi reseptor dari cannabinoid-1.

Terlepas dari bagaimana mekanismenya, hasil klinis primer yang

dihasilkan dari penggunaan parasetamol adalah peningkatan dari toleransi nyeri

melalui suatu efek dari sistem saraf pusat. Parasetamol tidak efek sebagai suatu

anti inflamasi karena tidak menghambat sintesis prostaglandin di luar dari sistem

saraf pusat.

D. Farmakokinetika

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 30-90 menit dan massa

paruh plasma antara 1-3 jam. Aktifitas puncak sebagai efek antipiretik terjadi pada

sekitar menit ke 133. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25%

parasetamol terikat protein plasma. Metabolisme parasetamol terjadi di hati,

dimana obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen

(80%) dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan

dengan asam sulfat, selain itu kedua obat ini dapat mengalami hidroksilasi.

(PITCH)

Page 7: Tugas Obat DHF.docx

Gambar 3. Mekanisme Kerja Paracetamol

Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia

dan hemolisis eritrosit. Metabolit utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak

aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Hanya sedikit

jumlah parasetamol yang bertanggungjawab terhadap efek toksik yang

diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p-benzo-kuinon imina). Bila pasien

mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera

didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui

ginjal. Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi,

konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan

kerusakan hati. Metabolisme parasetamol data dilihat di Gambar 3. Obat ini

diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian

besar dalam bentuk terkonjugasi.

Page 8: Tugas Obat DHF.docx

Rata-rata dari konsentrasi plasma maksimum parasetamol telah

diperkirakan menyebabkan efek analgesia. Ini mungkin dapat menunjukan bahwa

pemberian secara intravena lebih menguntungkan daripada pemberian secara oral

(konsentrasi maksimal masing-masing yaitu 28mg/L dan 18mg/L). Namun dari 1

jam hingga 24 jam pasca pemberian, konsentrasi plasma untuk oral dan intravena

adalah sama. (004-11)

Gambar 4. Farmakokinetik Paracetamol

E. Efek samping

Efek samping parasetamol yang jarang terjadi seperti reaksi alergi berupa

eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada

mukosa. Sedangkan efek samping yang sering terjadi antara lain reaksi

hipersensitivitas dan kelainan darah.

Pada penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati,.

Akibat dosis toksis yang paling serius adalah nekrosis hati, nekrosis tubuli renalis

serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Nekrosis hati ini dapat terjadi pada

dosis di atas 6 gram. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal

10-15 gram (200-250 mg /kgBB) parasetamol.

Page 9: Tugas Obat DHF.docx

Gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum

mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksi, mual dan muntah serta sakit

perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau

lebih. Gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan

serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta

pemanjangan masa protombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum

tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan

kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai

beberapa bulan.

Masa paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk

beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan

terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan

terjadinya koma hepatik. Penentuan kadar parasetamol sesaat kurang peka untuk

meramalkan terjadinya kerusakan hati.kerusakan ini tidak hanya disebabkan oleh

parasetamol, tetapi juga oleh radikal bebas., metabolit yang sangat reaktif yang

berkaitan dengan konvalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu

hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada penderita yang juga mendapatkan

barbiturate, antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis.Kerusakan yang

timbul berupa nekrosis sentriobularis.

Keracunan akut ini biasanya diobati secara simptomatik dan suprotif,

tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat bermanfaat, yaitu dengan

memperbaiki cadangan glutation hati. Cuci lambung dan pemberian zat-zat

penawar seperti asam amino N-asetilsistein atau metionin cukup efektif bila

Page 10: Tugas Obat DHF.docx

diberikan per oral 24 jam setelah minum dosis toksik parasetamol (sebaiknya 8-10

jam setelah intoksikasi).

Gambar 5. Metabolisme Parasetamol

F. Interaksi Obat

Apabila digunakan bersama rifampin dapat mengurangi efek analgetik

asetaminofen, sedangkan apabila digunakan bersama-sama dengan salah satu obat

seperti barbiturat, karbamazepin, hidantoin, dan isoniazid dapat meningkatkan

hepatotoksik asetaminofen.

G. Bentuk sedian dan dosis obat

Sediaan generik dalam bentuk tablet adalah 100mg dan 500mg. Dalam

bentuk larutan adalah 120mg/5ml, supposituria adalah 125mg dan 240mg, dan

untuk tetes adalah 60mg/0,6ml.

Page 11: Tugas Obat DHF.docx

Dosis parasetamol oral untuk dewasa adalah 2-3 x 0,5-1 gram perhari

(dosis maksimal 4 gram), untuk anak-anak dosisnya adalah 4-6 x 10-15mg/kgBB

perhari. Sedangkan dosis parasetamol rektal adalah 20mg/kgBB/kali, untuk

dewasa 4 x 0,5-1 gram. Anak-anak usia 3-12 bulan: 2-3 x 120mg, usia 1-4 tahun:

2-3 x 240mg, usia 4-6:4 x 240mg dan usia 7-12 tahun 2-3 x 0,5mg.

Gambar 6. Dosis Parasetamol Pada Anak-anak (pitch)

Page 12: Tugas Obat DHF.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswarna SG. Farmakologi dan terapi edisi 4. Jakarta: FKUI, 2003.

2. Daly FF, Fountain JS, Murray L, et al. Guidelines for the management of paracetamol poisoning in Australia and New Zealand—explanation and elaboration. A consensus statement from clinical toxicologists consulting to the Australasian poisons information centres. Med. J. Aust, 2008; 188(5): 296–301.

3. Khashab M, Tector AJ and Kwo PY. Epidemiology of acute liver failure. Curr Gastroenterol Rep, 2007; 9(1): 66–73.

4. Hawkins LC, Edwards JN, and Dargan PI. Impact of restricting paracetamol pack sizes on paracetamol poisoning in the united kingdom: a review of the literature. Nasional Institute for Health Research, 2009; 30(6): 465–79.

5. Larson AM, Polson J, Fontana RJ, et al. Acetaminophen-induced acute liver failure: results of a united states multicenter, prospective study. Hepatology, 2005; 42(6): 1364–72.

6. Bertolini A, Ferrari A, Ottani A, et al. Paracetamol: new vistas of an old drug. CNS drug reviews, 2006; 12 (3–4): 250–75.

7. Anonymous. Paracetamol – oral or intravenous (iv)?. Clinical Pharmacology Bulletin Christchurch Hospital, 2011; 004(11)

8. Hay AD, Redmond NM, Costelloe C, et al. Paracetamol and ibuprofen for the treatment of fever in children : the pitch randomized controlled trial. Health Technology Assessment, 2009; 13(27):15

9. Heard KJ. Acetylcysteine for acetaminophen poisoning. N Engl J Med, 2008; 359:286

10. Anonymous. Daftar Obat Esensial Nasional 2011. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011.

11. Anderson BJ. Comparing the efficacy of nsaids and paracetamol in children. Pediatric Anesthesia, 2004; 14:203-206

12. Russell MF, Shann F, Curtis N, et al. Evidence on the use of paracetamol in febril children. Bulletin of the World Health Organization, 2003; 81(5): 367 – 369

Page 13: Tugas Obat DHF.docx

13. Katzung BG. Farmakologi Klinis Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998.

14. Tucci J, Bandiera E, Darwiche R, et al. Paracetamol and ibuprofen for pediatric pain and fever. Journal of Pharmacy Practice and Research, 2009; 39(3): 222-225