tugas analisis resep obat kardiovaskular
DESCRIPTION
sok manggaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksudakn untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa
sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. Pemberian
obat pada pasien, dokter terlebih dahulu melakukan diagnosa, selanjutnya dalam pemberian
obat membutuhkan penulisan resep. Menurut SK Menkes.No. 922/Menkes/Per/X/1993
disebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan,
kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter
hewan sedangkan yang berhak menerima resep adalah apoteker. Resep harus ditulis jelas dan
lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus
menanyakan kepada dokter penulis resep. Beberapa jenis kesalahan penulisan resep yang
sering terjadi diantaranya kelalaian pencantuman informasi dan penulisan resep yang buruk.
Dalam penulisan resep terdapat titik-titik rawan yang harus dipahami baik oleh dokter
maupun apoteker. Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap untuk menghindari adanya
salah persepsi diantara keduanya dalam mengartikan sebuah resep. Kegagalan komunikasi
dan salah interpretasi antara dokter dengan apoteker merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya kesalahan medikasi (medication error) yang bisa berakibat fatal bagi penderita.
Hasil analisa dari sebuah resep menunjukkan adanya berbagai penyimpangan dalam
hal penulisan resep, misalnya penulisan resep yang tidak lengkap (resep tanpa no sip
dokter,tidak mencantumkan bentuk sediaan dll) serta penulisan resep yang tidak jelas maupun
sukar dibaca baik menyangkut nama, kekuatan dan jumlah obat, bentuk sediaan maupun
aturan pakai.
Dalam rangka menjamin tercapainya tujuan terapi pada pasien, dan mengingat pentingnya
kelengkapan resep maka analisa ini berfokus pada identifikasi kesalahan-kesalahan yang
sering terjadi pada peresepan obat secara umum dan apakah ada interaksi antar setiap obat
yang di resepkan. Analisa ini dilakukan pada resep dari dr. A kepada seorang pasien yang
bernama B yang di asumsikan mengalami penyakit kardiovaskular angina pektoris.
1
1.2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam analisa resep ini adalah:
1) Apakah resep yang ditulis dokter telah memenuhi persyaratan kelengkapan resep
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Apakah resep-resep yang ditulis dokter terdapat variasi penulisan resep yang dapat
berpotensi menimbulkan kesalahan pengobatan (medication error).
3) Apakah terdapat interaksi antar obat yang diresepkan oleh dokter.
1.3. Tujuan Analisis
1) Mengetahui apakah resep yang ditulis dokter telah memenuhi persyaratan
kelengkapan resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Mengetahui Apakah resep-resep yang ditulis dokter terdapat variasi penulisan
resep yang dapat berpotensi menimbulkan kesalahan pengobatan (medication
error).
3) Mengetahui Apakah terdapat interaksi antar obat yang diresepkan oleh dokter.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resep
2.1.1. Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis seorang dokter, dokter gigi atau dokter hewan yang
di beri izin berdasarkan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi penderita.
Resep di sebut juga formulae medicae :
1) formulae officinalis (yaitu resep yang tercantum dalam buku farmakope atau buku
lainya dan merupakan standar)
2) formulae magistralis (yaitu resep yang ditulis oleh dokter).
Satu resep umumnya hanya diperuntukkan untuk satu penderita. Pada kenyataannya
resep lebih besar maknanya dari yang disebutkan di atas, karena resep merupakan perwujudan
akhir dari kompetensi pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuan dalam
bidang farmakologi dan terapi. Selain sifat-sifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan
variable dari penderita, maka dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui
penyerapan dan nasib obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis
regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan
hubungan profesi antara dokter, apoteker dan penderita.
Resep ditulis di atas kertas resep. Ukuran yang ideal adalah lebar 10 – 12 cm dan
panjang 15-18cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita memang seharusnya
dengan resep, permintaan obat melalui telepon hendaknya dihindarkan. Blangko kertas resep
hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman untuk menghindarkan dicuri untuk
disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan
resep palsu meminta obat bius.
2.1.2. Bagian-Bagian Resep
Resep harus ditulis dengan lengkap, Resep yang lengkap terdiri atas:
1) Inscriptio
3
a) Nama dan alamat dokter serta nomor surat ijin praktek, dan dapat pula dilengkapi
dengan nomor telepon, jam dan hari praktek.
b) Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
c) Tanda R/, singkatan dari recipie berarti harap diambil (subcriptio).
2) Praescriptio
a) Nama setiap jenis atau bahkan obat yang diberikan serta jumlahnya.
b) Cara Pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a. pulv (fac
lege artis pulveres): buatlah sesuai aturan, obat berupa puyer.
3) Signatura
a) Aturan pemakaian obat umumnya ditulis dengan singkatan bahasa latin. Aturan
pakai ditandai denga signa, biasa disingkat “S”.
b) Nama penderita dibelakang kata Pro: merupakan identifikasi penderita, dan
sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila
terjadi sesuatu dengan obat pada penderita. Jika penderita seorang anak,maka
harus dituliskan umurnya, sehingga apoteker dapat mencek apakah dosis yang
diberikan sudah cocok untuk anak umur sekian. Penulisan nama penderita tanpa
umur pada resep, dapat dianggap resep itu diperuntukkan bagi orang dewasa,
dicantumkan dibelakang Pro: Tuan/Nyonya atau Bapak/Ibu diikuti nama penderita.
4) Subscriptio
Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan resep
tersebut yang menjadikan suatu resep itu otentik. Resep obat suntik dari golongan narkotika
harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep
dan tidak cukup dengan paraf saja
Masing-masing bagian dari resep tersebut mempunyai fungsi penting, sehingga jika resep
tidak lengkap akan mengganggu kelancaran penyediaan obat.
Menurut bidang kedokteran isi dari suatu resep dapat berupa:
1) Basis : adalah obat-obat yang prisipal yang mempunyai efek kerja utama
2) Adjuvant : adalah obat-obat yang diberikan bersamaan dan bekerja sebagai membantu
atau menambah kerja obat utama.
3) Corrective : adalah obat yang ditambahkan untuk mengurangi atau menghilangkan
efek yang tidak di inginkan ( efek samping) baik dari obat utama atau adjuvant
4) Vehicle : bahan dasar, larutan atau pelarut dari obat.
2.1.3. Penulisan Resep
4
Resep harus ditulis jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas
atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep . Tulisan yang
jelek dalam resep dapat menimbulkan kesalahan dan secara hukum dokter wajib menulis
resep yang jelas terbaca. Untuk obat yang peresepannya diawasi atau obat yang cenderung
disalahgunakan, lebih aman untuk menuliskan kekuatan obat dan jumlah totalnya dalam
huruf untuk mencegah penyalahgunaan. Kekuatan obat adalah jumlah obat yang terkandung
dalam setiap tablet dan suppositoria (mg) atau dalam larutan (ml). Sebaiknya penulisan resep
menggunakan alat tulis yang hasil tulisannya tidak luntur dan tidak dapat dihapus. Penulisan
resep sebaiknya juga menggunakan singkatan baku yang akan dikenal oleh apoteker.
Beberapa hal lain yang juga harus mendapatkan perhatian dokter dalam penulisan resep
adalah:
1) Resep harus ditulis dengan tinta
2) Penulisan nama obat, jumlah obat, serta cara pemakaian hendaknya dapat dibaca oleh
apoteker atau asisten apoteker
3) Hindarkan rumus kimia dari obat
4) Boleh menuliskan lebih dari satu resep di atas satu kertas resep
5) Hindari penulisan singkatan-singkatan yang meragukan
6) dokter menyimpan turunan dari setiap resep yang ditulisnya
7) dokter menuliskan resep di hadapan penderita
8) sebelum resep diberikan kepada penderita, dokter membaca kembali apa yang telah
ditulisnya
9) dokter yang bijak akan memperhatikan juga keadaan ekonomi dari penderitanya
10) Mengetahui kebutuhan terapi pasien, alergi obat, potensial terapi obat
11) Menuliskan berat badan pasien
12) Menggunakan nama generic
13) Menghindari penggunaan nama singkatan obat
14) Menyesuaikan dosis dengan referensi yang terkini
15) Pembulatan dosis dilakukan terhadap angka terdekat
16) Untuk pecahan menggunakan angka nol di depan koma dan menghindari angka
dibelakang koma
17) Memeriksa semua hitungan dan satuannya
18) Menggunakan instruksi dosis yang spesifik dan menghindari order secara verbal.
5
2.1.4. Bahasa Dalam Resep
Bahasa yang digunakan dalam penulisan resep umumnya ditulis dalam bahasa latin.
Bahasa latin sampai saat ini masih digunakan dalam menulis resep khususnya pada bagian
signatura, karena bahasa latin mempuyai beberapa keuntungan, antara lain:
1) Bahasa latin merupakan bahasa yang statis atau mati, dimana tidak mengalami
perkembangan atau perubahan. Hal ini menjamin tidak akan ada salah tafsir sepanjang
zaman
2) Bahasa latin merupakan bahasa dunia untuk ilmu kesehatan sehingga apabila resep
ditulis dengan bahasa latin siapapun dan dimanapun akan selalu dilayani secara tepat
atau dimengerti oleh yang terkait Apoteker Pengelola Apotek (APA)
3) Nama obat yang ditulis dengan bahasa latin tidak akan terjadi salah tafsir (salah obat)
4) Bahasa latin dapat merahasiakan sesuatu untuk kepentingan penderita.
2.1.5. Skrining resep
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 bahwa skrining resep terdiri dari:
1) Persyaratan administrasi
Nama, SIP, dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter
penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat,
potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas.
2) Kesesuaian Farmasetis
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian.
3) Pertimbangan Klinis
Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat).
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2.1.6. Kelengkapan Resep
6
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
280/MENKES/SK/V/1981 bahwa resep harus memuat:
a) nama, alamat dan nomor surat ijin praktek dokter;
b) tanggal penulisan resep; nama setiap obat atau komposisi obat;
c) tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;
d) tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
2.2 Medication Error
Medicaton error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada
dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan
seharusnya dapat dicegah. Dalam surat keputusan Menteri kesehatan RI Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian
yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan,
yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi menjadi empat fase :
1) Fase prescribing adalah error yangterjadi pada saat penulisan resep.
2) Pada fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing.
3) Fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas
apotek.
4) Fase administrasion adalah error yang terjadi pada proses penggunaanobat
Dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor penyebabnya dapat
berupa :
1) Komunikasi yang buruk, baik secara tulis maupun secara lisan antara apoteker, dokter,
pasien
2) Sistem distribusi obat yang kurang mendukung
3) Sumber daya manusia
4) Edukasi kepada pasien kurang
5) Peran pasien dan keluarganya kurang.
2.3 Interaksi Obat
Interaksi obat ialah reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain,
makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja
obat. Dapat terjadi peningkatan kerja obat, pengurangan kerja obat atau obat sama sekali tidak
7
menimbullkan efek. Interaksi obat yang terjadi di dalam tubuh yaitu interaksi farmakokinetik
dan farmakodinamik sering kali lolos dari pengamatan dokter karena kurangnya pengetahuan
dari mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat, selain itu kurangnya pengetahuan
dokter mengenai farmakologi (farmakodinamik dan farmakokinetik) suatu obat dapat
mengakibatkan tidak rasionalnya penulisan resep jika ditinjau dari interaksi obat yang terjadi.
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Kelengkapan resep
Nama Dokter : √
Sip Dokter : -
Alamat dokter : √
Tanggal penulisan resep : √
Tanda tangan/ paraf dokter : √
Nama pasien : √
9
Alamat pasien : -
Umur pasien : -
Jenis kelamin pasien : -
Berat badan pasien : -
Nama obat : √
Dosis : √
Jumlah yang diminta : √
Cara pemakaian : -
Dari data analasis pengkajian resep, diketahui adanya ketidak lengkapan meliputi
kelengkapan resep. Resep tersebut tidak mencantumkan adanya nomor sip dokter.
Pencantuman nomor sip dokter sangat penting karena itu merupakan syarat seorang dokter
dalam melakukan pekerjaan kedokterannya. Dalam resep tersebut tidak dicantumkannya umur
pasien, jenis kelamin pasien dan berat badan pasien. Hal ini dapat berakibat fatal pada
kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien jika seorang farmasis tidak mampu
mengkomunikasikannya dengan pasien penerima resep dokter.
Dalam resep yang diberikan, tampak penulisan sudah tepat, berada di sisi kiri atas. Karena
obat yang diberikan lebih dari satu sehingga dituliskan R/ lagi. Namun dalam resep tersebut
tampak penulisan nama obat yang tidak jelas. Serta tidak terdapat Cara pemakaian yang
tepat, apakah obat tersebut dimakan sebelum makan atau sesudah makan. Obat adalah suatu
senyawa kimia yang memiliki aneka sifat dan efek. Ketika obat diminum, tentu akan melewati
lambung dan masuk ke dalam usus. Sebagian kecil obat diserap di lambung, dan sebagian
besar adalah di usus halus yang permukaannya sangat luas. Pada dasarnya obat-obat dapat
diserap dengan baik dan cepat jika tidak ada gangguan di lambung maupun usus, misalnya
berupa makanan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan. Uniknya, ada obat-obat yang
penyerapannya terganggu dengan adanya makanan, ada yang justru terbantu dengan adanya
makanan, dan ada yang tidak terpengaruh dengan ada/tidaknya makanan. Hal ini akan
menentukan kapan sebaiknya obat diminum, sebelum atau sesudah makan. Tapi jangan salah,
yang dimaksud dengan sebelum makan adalah ketika perut dalam keadaan kosong.
Sedangkan sesudah makan adalah sesaat seusdah makan. Jadi pencantuman dan pemberian
informasi tetang cara pemakain sangat penting. Istilah sebelum makan di singkat dengan ac
(ante cuenam) sedangkan pc (post coenam) adalah sesudah makan. Semua Hal ini dapat
mengakibatkan medication error yang dapat berakibat merugikan pada penderita penerima
resep. Namun hal ini dapat dicegah, apabila seorang farmasis melakukan komunikasi dengan
10
dokter penulis resep. Medication error dapat terjadi pada saat penulisan resep, pembacaan
resep, penyerahan obat oleh petugas apotek dan pada saat penggunaan obat. Oleh karena itu
resep harus benar-benar di mengerti dan seorang dokter harus memiliki cukup pengetahuan
dasar mengenai ilmu-ilmu farmakologi yaitu tentang farmakodinamik, farmakokinetik, dan
sifat-sifat fisiko kimia obat yang diberikan. Oleh karena itu dokter memainkan peranan
penting dalam proses pelayanan kesehatan khususnya dalam melaksanakan pengobatan
melalui pemberian obat kepada pasien.
3.2. Dokter penulis resep
Seorang dokter baik dokter umum maupun dokter spesialis adalah bagian dari tenaga
medis dan merupakan unsur yang menentukan kualitas dan pelayanan kesehatan dengan
fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan menggunakan
tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan kode etik yang berlaku serta dapat
dipertanggungjawabkan. Resep ditulis oleh seorang dokter yang diperuntukan bagi pasien.
3.3. Pertimbangan klinis
3.3.1. Deskripsi Obat
PASORBID 10 mg
Komposisi : isosorbid dinitrat
Isosorbid dinitrat adalah suatu obat golongan nitrat yang digunakan secara farmakologis
sebagai vasodilator (pelebaran pembuluh darah), khususnya pada kondisi angina pectoris,
juga pada CHF (congestive heart failure), yakni kondisi ketika jantung tidak mampu
memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuha tubuh. Isosorbid dinitrat lebih
bermanfaat untuk tujuan pencegahan serangan angina, untuk tujuan ini isosorbid dinitrat
dalam bentuk “long acting” atau kerja diperpanjang lebih disukai.
Indikasi : terapi dan profilaksis angina pectoris
Dosis: tablet dewasa 10 mg 4x atau sebelum tidur 10 mg sebagai terapi profilaksis. Tab
sublingual dewasa 1-2 tablet letakan dibawah lidah setiap 2-3 jam selama di perlukan.
Mekanisme kerja: Mekanisme kerja obat golongan nitrat dimulai ketika metabolisme
obat pertama kali melepaskan ion nitit (NO2-), suatu proses yang membutuhkan tiol
jaringan. Di dalam sel, NO2- diubah menjadi nitrat oksida (NO), yang kemudian
mengaktivasi guanilat siklase, yang menyebabkan peningkatan konsentrasi guanosin
monofosfat siklik (cGMP) intraseluler pada sel otot polos vaskular. Bagaimana cGMP
menyebabkan relaksasi, belum diketahui secara jelas, tetapi hal tersebut akhirnya
11
menyebabkan defosforisasi miosin rantai pendek (MCL), kemungkinan dengan
menurunkan konsentrasi ion Ca2+ bebas dalam sitosol. Hal tersebut akan menimbulkan
relaksasi otot polos, termasuk arteri dan vena. Nitrat organik menurunkan kerja jantung
melalui efek dilatasi pembuluh darah sistemik. Venodilatasi menyebabkan penurunan
aliran darah balik ke jantung, sehingga tekanan akhir diastolik ventrikel (beban hulu) dan
volume ventrikel menurun. Beban hulu yang menurun juga memperbaiki perfusi sub
endokard. Vasodilatasi menyebabkan penurunan resistensi perifer sehingga tegangan
dinding ventrikel sewaktu sistole (beban hilir) berkurang. Akibatnya, kerja jantung dan
konsumsi oksigen menjadi berkurang. Ini merupakan mekanisme antiangina yang utama
dari nitrat organik.
Efek samping : Secara umum efek samping yang timbul akibat penggunaan obat
golongan nitrat untuk antiangina, antara lain: dilatasi arteri akibat nitrat menyebabkan
sakit kepala (30-60% dari pasien yang menerima terapi nitrat), sehingga seringkali
dosisnya dibatasi. Efek samping yang lebih serius adalah hipotensi dan pingsan. Refleks
takikardia seringkali terjadi. Dosis tinggi yang diberikan jangka panjang bisa
menyebabkan methemoglobinemia sebagai akibat oksidasi hemoglobin. Sesekali juga
dapat menyebabkan rash. Penggunaan nitrat yang berkelanjutan dapat menyebabkan
terjadinya toleransi, bukan saja pada efek samping, tapi juga pada efek antiangina dari
nitrat kerja lama. Ketergantungan pada nitrat terjadi pada pemberian nitrat kerja lama
(oral maupun topikal). Penghentian terapi kronik harus dilakukan secara bertahap untuk
menghindari timbulnya fenomena rebound berupa vasospasme yang berlebihan dengan
akibat memburuknya angina sampai terjadinya infark miokard dan kematian mendadak.
Udem perifer juga kadang-kadang terjadi pada pemberian nitrat kerja lama (oral maupun
topikal). Nitrat yang diberikan secara oral dapat menimbulkan terjadinya dermatitis
kontak.
Interaksi obat : alkohol meningkatkan efek hipotensi ortostatik secara intensif.
Simpatomimetik meurunkan efek antiangina.s
Kontra indikasi : glaukoma, anemia, hipertiroid, peningkatan TIK, infark miokardium.
CEDOCARD 5 mg
Komposisi: isosorbid dinitrat
Indikasi: angina pektoris, propilaksis serangan angina pada penyakit koroner kronik,
kelainan angina setelah infark miokardium, gagal jantung.
Dosis: serangan angina akut 1 tablet. Profilaksis 1-2 tablet 3-4x/ hari.
12
Mekanismekerja : lihat pada pasorbid
Efek samping : lihat pada pasorbid
Interaksi obat : meningkatkan efek hipotensi dengan antihipertensi
Kontra indikasi : anemia berat, hipotensi, syok kardionergik.
CLOPISAN
Komposisi : clopidrogel bisulfate
Indikasi : penurunan kejadian aterotrombotik pada stroke iskemik atau penyakit artei
perifer; tetapi kombinasi dengan asam asetil salisilat untuk mengatasi peningkatan
segmen non ST pada sindrom koroner akut (angina tak stabil atau infark miokard non
gelombang Q.
Dosisi: 75mg 1x/hari. Peningkatan segmen non ST pada sindrom koloner akut ( angina
tak stabil atau infark miokard non gelombang Q) dosis muatan: 300 mg sebagai dosis
tunggal. Pemeliharaan: 75mg 1x/hr (dengan ASA 75-325 mg/hari). Dosis anjuran untuk
ASA tidak boleh melebihi 100mg.
Efek samping : purpura, memar, hematoma, epistaksis, hematuria, pendarahan okular,
intrakranial atau saluran napas; pendarahan gastrointestinal dan retroperitoneal,
neurotopenia, anemia aplastik, trombositopenia, pansitopenia, dan agranulositosis,
dispepsia, nyeri abdomen, dan diare. Eksim, ulserasi pada kulit. Granulositopenia dan
leukimian.
Mekanisme kerja: sebagai antagonis ADP menghambat pengikatan ADP pada reseptor
trombositnya secara selektif dan juga aktivasi kompleks reseptor GP-IIb/IIIa yang
diperantai oleh ADP pencegahan adhesi lempeng-lempeng darah.
Interaksi obat : warfarin penghambat glikoprotein II b/III a, asam asetil salisilat,
heparin, tromboliti, AINS.
Kontra indikasi: ganguan hati berat, tukak peptik atau pendarahan intrakranial. Hamil,
laktasi.
ZANTAK
Komposisi: ranitidine HCL
Indikasi: lihat pada dosis
Dosisi : Dosis terstandar: 150 mg 2x/hr atau 300 mg sblm tidur. Meredakan gejala
akibat peningkatan asam lambung& rasa panas pd ulu hati 1-2 tab/hr. maks 4 tab/hr.
tukak duodenum& tukak lambung jinak 150 mg 2x/hr. pemeliharaan:150mg sblm
13
tdr. Refluks esofagitis 150mg 2x/hr atau 300mg sblm tdr. sindroma zollinger-ellison
awal 150 mg 3x/hr & dpt ditingkatkan s/d 6 gr/hr. dispepsia episodik kronik 150 mg
2x/hr. profilaksis perdarahan dr tukak akibat stress atau tukak peptik 50 mg 3x/hr.
sindrom mendelson 50mg, diberikan 60 mnt sblm induksi anestesi umum. tukak peptik
ank 2-4 mg/kg 2x/hr. Maks 300 mg/hari. Dewasa Amp 50 mg scr IV/IM/IV intermitten
tiap 6-8 jam
Efek samping : Kadang : hepatitis yang reversible. jarang :
agranulositosis ;hipersensitivitas;ruam kulit;leucopenia dan trombositopenia reversible;
sakit kepala dan pusing.
3.3.2. Kombinasi obat kardiovaskular
Dari hasil analisis terhadap sampel resep tenyata dokter menulis resep menggunakan
kombinasi obat kardiovaskular antiangina dari golongan nitrat yaitu parsorbid 10mg dan
cedocard 5mg . komposisi kedua obat tersebut yaitu isosorbid dinitrat. Penggunaan kombinasi
obat ini di mungkinkan untuk membantu kerja obat utama yaitu pasorbid. Pemberian terapi
antiangina bertujuan untuk mengatasi atau mencegah serangan akut angina pektoris,
pencegahan jangka panjang serangan angina. Dimana dosis untuk pasorbid dalam sampel
resep adalah signa 1 0 1 artinya tandai obat pasorbid 2 kali sehari dimakan pada pagi hari dan
malam hari. Namun sebenarnya dosis obat tersebut 4-6 jam sehingga dosis seharusnya 4x/hari
dengan lamanya kerja 4-6 jam. Obat ini mempunyai kerja lambat (long acting) dimana waktu
saat pemberian obat sampai terjadinya efek (onset) lama, durasi nya lambat dan intensitas
efeknya rendah.
Cedocard merupakan obat yang membantu efek kerja obat utama yaitu pasorbid.
Cedocard hanya dimakan pada saat diperlukan yaitu kalau adanya reaksinya nyeri dada akut.
Obat tersebut biasanya dimakan secara sublingual. Pemberian nitrat organik sublingual efektif
untuk mengobati serangan angina akut. Dengan cara ini absorpsi berlangsung cepat dan obat
terhindar dari metabolisme lintas pertama di hati, sehingga bioavailabilitasnya sangat
meningkat (isosorbid dinitrat 30%). Mula kerja obat tampak dalam 3 menit dan bertahan
sampai 2 jam.
Resorpsi obat golongan nitrat baik tetapi karena first pass effect nya besar,
bioavailability(kesetaraan biologis) hanya K.I 29 %, persentase pengikatan pada protein (PP)
sebanyak 30%. Waktu paruh yang dimiliki obat golongan nitrat adalah 30-40 menit. Didalam
hati zat ini di ubah menjadi 2 metabolite aktif yaitu isosorbid-5-mononitrat dan isosorbida-2-
14
mononitrat dalam perbandingan k.I. 4:1 dan waktu paruh masing-masing lebih kurang 4,5 dan
2 jam.
Pemberian kombinasi obat dapat memperkuat efek atau sama sekali efeknya hilang.
Namun pemberian kombinasi obat pada penderita kardiovaskular ini dimungkinkan untuk
membantu efek kerja utama dan hal ini tidak merugikan walaupun mekanisme kerjanya sama
tetapi pemberian obatnya tidak bersamaan, dengan begitu antar obat tersebut tidak saling
meniadakan efek. Dimana cedocard hanya dimakan pada waktu timbulnya nyeri dada akut.
Pemberian clopisan pada pasien bertujuan untuk Mencegah penumpukan platelet dan
timbunan lemak di pembuluh darah sehingga mencegah stroke. Dosis untuk klopisan
diberikan untuk sekali pemakaian yaitu seharinya hanya satu obat yang dimakan , obat yang
diresepkan dokter diberikan untuk 21 hari. obat ini biasanya dimakan sesudah makan. Obat ini
merupakan pro-drug yaitu obat ketika dimakan belum aktif tetapi setelah dimetabolisme barui
aktif. Obat ini diubah dalam hati menjadi metabolit thiolnya yang aktif. Zat ini setelah
diresorpsi mengikat dengan pesat dan irreversible pada reseptor trombosit dan menghambat
penggumpalannya, yang diinduksikan oleh adenosindifospat (ADP).
Zantak merupakan golongan obat antihistamin reseptor H2 dengan komposisi ranitidine.
Pada pemberian oral, ranitidine diabsorbsi dengan cepat dan lengkap, tetapi sedikit berkurang
bila ada makanan atau antasida. Pemberian dosis tunggal 150 mg ranitidine, kadar puncak
dalam darah akan tercapai 1 – 2 jam setelah pemberian, waktu paruh kira-kira 3 jam dan lama
kerja sampai 12 jam.Pemberian zantac oleh dokter penulis resep dimungkinkan untuk
mengurangi atau menghilangkan efek yang tidak di inginkan ( efek samping) dari obat
clopisan yang diresepkan, namun sebetulnya pemberian obat ini tidak perlu diresepkan karena
dapat menimbulkan polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada
seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan
diagnosis yang diperkirakan. Istilah ini mengandung konotasi yang berlebihan, tidak
diperlukan, dan sebagian besar dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi outcome penderita
dalam hasil pengobatannya. Jadi dapat diartikan pemberian obat zantac sanagat mubazir,
sehingga meninggikan biaya pengobatan.
3.3.3. Kerasionalan resep obat
Dari data analisis didapatkan bahwa resep yang di tulis dokter adalah rasional dengan
tidak ditemukannya interaksi antar obat. Ketidakrasional resep dapat terjadi jika ada nya
interaksi obat yang diberikan pada pasien dalam satu resep. interaksi obat dapat terjadi antara
lain karena kurangnya pengetahuan dokter penulis resep mengenai farmakologi.
15
3.4. Asumsi penyakit.
Dilahat dari data beberapa obat yang di resepkan oleh dokter kepada penderita, ini di
asumsikan bahwa pasien menderita penyakit angina pectoris. Angina pektoris adalah nyeri
dada yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke bagian otot jantung (iskemia miokardium).
Nyeri ini pada umumnya terjadi perlahan-lahan dan bertambah buruk setiap menitnya, tetapi
pada akhirnya menghilang. Walau hanya bersifat sementara, angina pektoris menjadi tanda
awal ketidakberesan jantung. Bahkan, beberapa sumber medis mengatakan bahwa angina
pektoris adalah tiruan “serangan jantung”. Dalam resep terdapat obat golongan nitrat yaitu
pasorbid dan cedocard. Obat golongan nitrat merupakan (pilihan) pertama dalam pengobatan
angina pektoris.
3.5. Peran farmasis dalam memberi informasi obat kepada penderita
Pemberian informasi obat kembali kepada pasien sangatlah penting untuk menjaga
ketepatan dalam pengunaan obat oleh pasien, karena hal ini merupakan salah satu kunci
keberhasilan pengobatan. Selain farmasis harus berinteraksi dengan dokter apabila terdapat
hal- hal yang meragukan kita pun harus memberikan informasi tetang obat kepada pasein
yang bersangkutan mengenai aturan pemakainterutama khusus untuk obat yang cara
pemakaiannya sublingual dsb agar pasien benar-benar mengerti dan patuh terhadap
pemakaian obat. Selain apoteker, asisten apoteker berperan penting dalam melayani resep
dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat serta. Asisten apoteker juga harus memberikan informasi yang berkaitan dengan
penggunaan/ pemakaian obat yang akan diserahkan pada pasien dan juga memberikan
informasi mengenai penggunaan obat secara tepat, benar dan rasional serta mudah dimengerti
pasien/ masyarakat. Hubungan antara dokter, apoteker dan asisten apoteker terletak pada saat
adanya permintaan resep dari dokter kepada apoteker yang dibantu asisten apoteker agar
menyediakan obat yang ditujukan kepada pasien dan apabila ditemukan hal-hal yang
meragukan apoteker atau asisten apoteker dapat menghubungi dokter untuk berkonsultasi
mengenai obat-obatan yang akan diberikan kepada pasien sehingga pasien benar-benar
mendapatkan obat yang tepat dan aman tanpa khawatir adanya interaksi obat yang
membahayakan. Dengan memberikan informasi obat kepada pasien oleh apoteker
menunjukan bahwa telah terjadinya pelayanan farmasi klinik yang berorientasi pada pasien.
.
16
KESIMPULAN
Dari hasil analisi resep dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Resep yang dianalisis tidak memenuhi persyaratan kelengkapan resep sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti tidak mencantumkan
sip dokter, umur pasien, alamat pasien dan berat badan pasien. Sehingga bisa
menimbulkan terjadinya medication error.
2. Obat yang diresepkan terdapat kombinasi obat kardiovaskular yaitu pasorbid dan
cedocard namun tidak menimbulkan efek obat utama hilang atau tidak saling
meniadakan efek sehingga resep tersebut rasional.
3. Dari hasil analisis diasumsikan pasien menderita angina pectoris dengan melihat
obat golongan nitrat yang diresepkan oleh dokter. Obat golongan nitrat merupakan
golongan pilihan obat utama untuk menangani serangan angina pectoris.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moch. 1996. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Gajdah Mada Univercity
Press. Yogyakarta.
Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik (Ed 6). Jakarta: EGC
Djuanda, Prof Dr., Adhi, dkk. 2010. MIMS Indonesia (Petunjuk Konsultasi). Jakarta:
Bhuana Ilmu popular.
Cohen, M.R.,1991, Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),Me dicat ion
Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC
Sukandar, Prof Dr, Elin Yualiana, dkk. 2009. ISO Farmakoteurapi. Jakarta: ISFI
Tjay dan Kirana, Drs, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting (khasiat, penggunaan, dan
efek-efek sampingnya). Jakarta: Penerbit PT Elek Media Komputindo.
www.hukor.depkes.go.id
www.depkes.go.id
18
19