tugas metlit case control 2

23
STUDI KASUS-KONTROL Penelitian kasus kontrol (case control study), sering juga disebut case-comparison study, case compeer study, case referent study, atau retrospective study, merupakan penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah hubungan efek (penyakit atau kondisi kesehatan tertent)u dengan faktor resiko tertentu. Desain kasus- kontrol dapat digunakan untuk menilai berapa besarkan peranan faktor resiko dalam kejadian penyakit (cause- effect relationship) misalnya hubungan kanker serviks perilaku seksual, hubungan antara tuberkulosis anak dengan peberian vaksin BCG, atau hubungan antara status gizi bayi usia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu. Kekuatan hubungan sebab-akibat dari studi kasus-kontrol berada di bawah desain eksperimental dan studi kohort, namun lebih kuat daripada studi belah-lintang atau cross sectional study karena pada studi kasus-kontrol terdapat dimensi waktu, sedangkan cross sectional tidak. Adapun kelemahan dari studi kasus kontrol adalah terdapatnya recall bias, namun kelebihannya juga banyak, sehingga sering digunakan dalam penelitian klinis. Pada keadaan tertentu, dimana terdapat kasus yang jarang ditemukan, desain kasus kontrol merupakan satu-

Upload: atikah-attamimi

Post on 29-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Metlit Case Contro

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Metlit Case Control 2

STUDI KASUS-KONTROL

Penelitian kasus kontrol (case control study), sering juga disebut case-comparison

study, case compeer study, case referent study, atau retrospective study,

merupakan penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah

hubungan efek (penyakit atau kondisi kesehatan tertent)u dengan faktor resiko

tertentu. Desain kasus-kontrol dapat digunakan untuk menilai berapa besarkan

peranan faktor resiko dalam kejadian penyakit (cause-effect relationship)

misalnya hubungan kanker serviks perilaku seksual, hubungan antara tuberkulosis

anak dengan peberian vaksin BCG, atau hubungan antara status gizi bayi usia 1

tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu.

Kekuatan hubungan sebab-akibat dari studi kasus-kontrol berada di bawah desain

eksperimental dan studi kohort, namun lebih kuat daripada studi belah-lintang

atau cross sectional study karena pada studi kasus-kontrol terdapat dimensi waktu,

sedangkan cross sectional tidak. Adapun kelemahan dari studi kasus kontrol

adalah terdapatnya recall bias, namun kelebihannya juga banyak, sehingga sering

digunakan dalam penelitian klinis.

Pada keadaan tertentu, dimana terdapat kasus yang jarang ditemukan, desain

kasus kontrol merupakan satu-satunya yang mungkin digunakan untuk mencari

hubungan sebab akibat.

PENGERTIAN DASAR STUDI KASUS-KONTROL

Pada penelitian kasus-kontrol, penelitian dimulai dengan identifikasi pasien

dengan efek atau penyakit tertentu (yang disebut sebagai kasus) dan kelompok

tanpa efek (disebut kontrol) kemudian secara retrospektif ditelusuri faktor resiko

yang dapat menerangkan mengapa kasus dapat terkena efek, sedangkan kontrol

tidak.

Pada studi kasus kontrol, seefek yang diteliti dengan membandingkan kekerapan

pajanan kelompok kasus yakni pasien yang menderita efek atau penyakit yang

sedang diteliti, dibandingkan dengan kelompok kontrol (mereka yang tidak

menderita penyakit atau efek). Studi bermaksud mengetahui apakaha suatu faktor

resiko tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan

membandingkan kekerapan pajanan pada kelompok kontrol. Hipotesis yang

Page 2: Tugas Metlit Case Control 2

diajukan adalah : Pasien penyakit X lebih sering mendapat pajanan faktor resiko

Y dibandingkan mereka yang tidak berpenyakit X.

Studi kasus kontrol sering digunakan karena lebih murah, lebih cepat memberi

hasil, dan tidak memerlukan subyek yang banyak dibandingkan dengan studi

kohort. Seperti telah disebutkan, pada keadaan dimana terdapat kasus yang jarang

ditemukan, desain kasus kontrol merupakan satu-satunya yang mungkin

digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko. Misalnya penelitian ingin

menetukan apakah pemberian estrogen pada ibu di sekitar masa konsepsi dapat

mempertinggi resiko terjadinya Penyakit Jantung bawaan (PJB) pada bayinya.

Sehubungan dengan insidensi PJB pada bayi lahir hidup dari ibu yang tidak

mendapat estrogen adalahper 1000, pada studi kohort diperlukan 4000 ibu

terpajan dan 4000 ibu tidak terpajan faktor resiko untuk dapat mendeteksi

peninggian resiko sebanyak 2 kali, sedangkan dengan studi kasus- kontrol

diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol. Bila yang diteliti adalah PJB khusus,

misalnya malformasi konotrunkus yang kekerapannya hanya 2 per 1000 kelahiran

hidup, maka untuk studi kohort diperlukan masing-masing 15.700 subyek yang

terpapar dan tidak terpapar; sedangkan untuk studi kasus kontrol tetap hanya 188

kasus dan 188 kontrol.

Dengan efek ()

Adakah faktor resiko

Penelitian mulai di sini

faktor resiko (+)

faktor resiko (-)

faktor resiko (+)

faktor resiko (-)

Kasus (kelompok subyek dengan efek)

Kasus (kelompok subyek tanpa efek)

Page 3: Tugas Metlit Case Control 2

Gambar skema dasar studi kasus- kontrol. Penelitian dimulai denga

mengidentifikasikan subyek dengan efek (kelompok kasus), dan mencari subyek

yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol). Faktor resiko yang diteliti

ditelusuri secara retrospektif pada kedua kelompok, kemudian dibandingkan.

LANGKAH-LANGKAH PADA STUDI KASUS KONTROL

Tahapan-tahapan yang diperlukan pada studi kasus kontrol adalah :

1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai

2. Mendeskripsikan variabel penelitian; faktor resiko, efek

3. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus kontrol), dan cara

untuk pemilihan subyek penelitian

4. Melakukan pengukuran variabel efek dan faktor resiko

5. Menganalisis data

1. Merumuskan pertanyaan penelitian

Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitian, kemudian

disususn hipotesis yang akan diuji validitasnya. Misalnya pertanyaannya adalah :

Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur pada kehamilan muda

dengan kejadia penyakit jantung bawaan pada bayi yang dilahirkan?

Hipotesis yang ingin diuji adalah :

Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada ibu yang anaknya menak

menderita PJB dibanding yang anaknya tidak menderita PJB

2. Mendefinisikan variabel penelitian

a. Faktor resiko

Intensitas pajanan faktor resiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis,

frekuensi, lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor resiko yang

berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat :

Dikotom : yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya pernah minum

jamu peluntur atau tidak

Polikotom : pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat; misal, tidak pernah,

kadang-kadang atau sering terpajan.

Page 4: Tugas Metlit Case Control 2

Kontinu : pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik. Misalnya,

umur dalam tahun, paritas, berat lahir.

Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :

Laanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan apakah

pajanan itu berlangsung terus-menerus.

Saat mendapat pajanan

Bilakah terjadi pajanan terakhir

Diantara berbagai ukuran tersebut, yang paling sering digunakan variabel

independen (faktor resiko) berskala nominal dikotom (ya atau tidak) dan variabel

dependen (efek, penyakit) berskala nominal dikotom (ya atau tidak ) pula.

Untuk masalah kesehatan terutama kesehatan reproduksi, apakah pajanan terjadi

sebelum, selama atau sesudah keadaam tertentu sangatlah penting. Misalnya

pemakain kontrasepsi oral oleh perempuan yang belum mengalami kehamilan

sampai cukup bulan juga meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Kita

juga tahu pajanan beberapa obat atau bahan aktif tertentu elama kehamilan muda

mungkin berkaitan dengan kejadian kelainan bawaan pada janin.

Dalam mencari info mengenai pajanan suatu faktor resiko yang diteliti, maka

perlu diupayakan sumber informasi yang akurat yang diperoleh antara lain dari :

Catatam medis rumah sakit, laboratorium patologi anatomi

Data dari kantor wilayah kesehatan

Kontak dengan subyek penelitian baik secara langsung, telepon atau surat

Cara apapun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada kelompok kasus dan

kelompok kontrol ditanyakan hal yang sama dengan cara yang sama pula, dan

pewawancara sebisa mungkin tidak mengetahui apakah subyek termasuk ke dalam

kelompok kontrol atau keompok kasus. Pengambilan data dari catatan medis juga

sebaiknya secara buta atau tersamar, untuk mencegah peneliti mencari data lebih

teliti pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol. Informasi yang ingin

diperoleh juga harus dicatat sama baiknya pada kedua kelompok. Misalnya

informasi mengenai KB hormonal dicatat lebih lengkap pada perempuan yang

datang berobat untuk penyakit kanker payudara bila dibandingkan dengan pada

perempuan yang berobat utuk fraktur tulang. Apabila informasi rekam medis

Page 5: Tugas Metlit Case Control 2

kurang lengkap, maka data perlu dilengkapi dengan menghubungi subyek (tatap

muka secara langsung, hubungan telepon, surat atau cara komunikasi yang lain).

b. Efek atau outcome

Karena efek atau outcome merupakan hal yang sentral, maka diagnosis atau

penentuan efek haru mendapat perhatian yang utama. Untuk penyakit atau

kelainan dasar yang diagnosisnya mudah, misalnya anensefali, penentuan subyek

yang telah mengalami atau tidak mengalami efek tidaklah sukar. Namun banyak

penyakit yang sering sulit diperoleh kriteria klinis yang obyektif untuk diagnosis

yang tepat sehingga diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium,

pencitraan, pemeriksaan patologi-anatomik, dan sebagainya. Meskipun demikian

kadang diagnosis masih sulit ditegakkan terutama pada penyakit yang

manifestasinya tergantung pada stadiumnya. Sebagai contoh, Rheumatoid arthritis

dapat mempunyai manifestasi klinis dan dan hasil laboratorium yang bervariasi,

sehingga perlu dijelaskan lebih jauh kriteria diagnosis mana yang diperlukan

untuk memasukkan seseorag kedalam kelompok kasus. Untuk beberapa penyakit

tertentu telah tersedia kriteria baku untuk diagnosis, namun tidak jarang kriteria

diagnosis yang telah baku pun perlu dimodifikasi agar ssesuai pertanyaan

penelitian.

3. Menentukan subyek penelitian

Kasus

Cara terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secraa acak subyek

dari populasi yang menderita efek. Namun dalam prakteknya, hal ini hampir tidak

mungkin dilaksanakan, karena penelitian kasus-kontrol lebih seringdilakukan

pada kasus yang jarang, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan di rumah sakit.

Mereka ini dengan sendirinya bukan subyek yang representatif karena tidak

menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien yang tidak datang ke rumah

sakit, yang salah diagnosis, atau yang meninggal sebelum terdiagnosis menjadi

tidak terwakili pada sampel yang diambil dari rumah sakit. Beberapa hal berikut

perlu diperhatikan dalam mengambil sampel studi kasus-kontrol agar sampel yang

dipergunakan mendekati keadaan dalam populasi.

a. Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru + lama)

Page 6: Tugas Metlit Case Control 2

Dalam pemilihan kasus, sebaiknya kita memilih kasus insidens (kasus baru).

Kalau kita mengambil kasus prevalens (baru + lama) maka untuk penyakit yang

masa sakitnya singkat atau angka kematiannya tinggipok kasus tidak

menggambarkan keadaan dalam populasi (bias Neymann). Misalnya, pada

penelitian kasus-kontrol untuk mencari faktor resiko penyakit jantung bawaan,

apabila digunakan kasus prevalensi, maka hal ini tidak menggambarkan keadaan

sebenarnya, mengingat sebagian besar penyakit jantung bawaan mempunyai

angka kematian tinggi pada masa neonatus atau masa bayi. Dengan demikian

pasien yang meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian.

b. Tempat pengumpulan kasus

Bila di suatu daerah terdapat pencatatan kesehatan masyarakat yang baik dan

lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber di masyarakat

(populational based), karena kasus yang ingin diteliti telah tercatat dengan baik.

Sayangnya di indonesia belum ada daerah yang benar-benar mempunyai registrasi

yang baik sehingga terpaksa diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah

sakit (hospital based). Hal ini menyebabkan terjadi bias yang cukup penting (bias

Berkson) karena karakteristik pasien yang berobat ke rumah sakit mungkin

berbeda dari yang tidak berobat ke rumah sakit.

c. Saat diagnosis

Untuk penyakit yang memerlukan pertolongan segera (misalnya patah tulang)

maka saat ditegakkannya diagnosis boleh dikatakan sama dengan ulai timbulnya

penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit yang onsetnya perlahan dan sulit

dipastikan dengan tepat (contohnya keganasan dan berbagai penyakit kronis).

Dalam keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor resiko perlu

diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum terjadinya efek,

bukan terjadi setelah timbulnya efek atau penyakit yang dipelajari.

Contoh :

Ingin diketahui hubungan antara diet dengan kejadian kanker kolon.

Pertanyaan harus ditujukan kepada diet sebelum timbulnya gejala, sebab

mungkin saja subyek telah mengubah dietnya karena terdapat gejala

penyakit. Penelitian terhadap penyakit yang manifestasi memerlukan waktu

Page 7: Tugas Metlit Case Control 2

yang lama, misalnya multipel sklerosis, perlu perhatian ekstra untuk

menentukan gejala yang pertama timbul. Bila gejala sudah lama terjadi,

sebaiknya kasus jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan

terjadinya pajanan setelah timbul gejala penyakit.

Kontrol

Pemilihan kontrol memberikan masalah lebih besar daripada pemilihan kasus,

oleh karena kontrol semata-mata ditentukan oleh peneliti, sehingga sangat

terancam bias. Perlu diketahui bahwa kontrol harus berasl dari populasi yang

sama dari kasus, agar mempunyai kesempatan yang sama untuk terpajan faktor

rsiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker payudara

berhubungan dengan penggunaan pil KB maka kriteria inklusi untuk kontrol

adalah subyek yang memiliki peluang untuk minum pil KB yaitu wanita yang

menikah, dalam usia subur,(wanita yang tidak menikah atau belum mempunyai

anak dianggap tiak minum pil kontrasepsi).

Ada beberapa cara umtuk memilih kontrol yang baik.

1. Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama. Misalnya kasus

adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedangkan kontrol diambil

secara acak dari populsi sisanya. Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh

dari populasi yang telah ditentukan sebelumnya yang biasanya lebih kecil

(misalnya dari studi kohort).

2. Matching. Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik adalah

dengan memilih kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus

ddalam semua variabel yang mungkin berperan sebagai faktor rsiko

kecuali variabel yang diteliti. Bila matching dilakukan dengan baik, maka

berbagai variabel yang mungkin berperan terhadap kejadian penyakit

(kecuali yang sedang diteliti) dapat disamakan, sehingga diperoleh

asosisasi yang lebih kuat antara variabel yang diteliti dengan penyakit.

Teknik ini mempunyai keuntungan lain yakni jumlah subyek yang

diperlukan lebih sedikit. Namun jangan sampai terjadi overmatching yaitu

matching pada variabel yang tidak mempengaruhi faktor resiko, sehingga

diperoleh nilai resiko relatif yang terlalu rendah. Apabila terdapat telalu

Page 8: Tugas Metlit Case Control 2

banyak faktor yang disamakan juga akan menyebabkan peneliti kesulitan

mencari kelompok kontrol. Disisi lain juga harus dihindari undermatching

yakni tidak dilakukan penyetaraan terhadap variabel-variabel yang

potensial menjadi perancu (confounder) penting.

3. Memilih lebih dari satu kelompok kontrol. Karena kontrol yang benar-

benar sebanding, maka dapat dipilih lebih dari satu kelompok kontrol.

Misalnya bila kelompok kass diambil dari rumah sakit, maka satu kontrol

diambil dari pasien lain di rumah sakit yang sama, kontrol lainnya berasal

dari daerah tempat tinggal kasus. Apabila odds ratio yang didapatkan

dengan menggunakan kedua kelompok kontrol tersebut tidak banyak

berbeda, maka asosiasi yang ditemukan akan makin kuat. Apabila odds

ratio sangat berbeda antara kedua kelompok kontrol, maka dapat diartikan

salah satu atau kedua hasil tersebut tidak shahih, atau terdapat bias, dan

perlu diteliti dimana letak bias tersebut.

Contoh :

Suatu penelitian kasus- kontrol ingin mencari hubungan antara

penyakit AIDS pada pria dengan homoseksualitas. Sebagai kasus,

diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS di rumah sakit A.

Untuk kelompok kontrol pertama dipilih secara acak dari pasien

dengan penyakit lain yang dirawat di rumah sakit tersebut dan tidak

menderita AIDS (diperoleh odds ratio 6,3) sedangkan kelompok

kontrol kedua dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal

berdekatan dengan setiap pasien dalam kelompok kasus (odds ratio

9,0). Walaupun pada kelompok kontrol pertama terdapat lebih

banyak penyakit lain dibandingkan padkontrol kedua, ternyata pada

kedua kelompok kkontrol praktek homoseksualitas lebih rendah

dibanding dengan kelompok kasus, sehingga odds ratio kedua

kelompok kontrol hampir sama. Hal ini jelas memperkuat simpulan

terdapatnya hubungan antara homoseksualitas dengan AIDS.

Menetapkan besar sampel

Page 9: Tugas Metlit Case Control 2

Pada dasarnya untuk penelitian kasus-kontrol jumlah subyek yang akan

diteliti bergantung kepada :

a. Berapa besar densitas pajanan faktor risiko pada populasi.

Bila densitas pajanan faktor risiko terlalu kecil atau terlalu besar, maka

kemungkinan pajanan risiko pada kasus dan control hampir sama dan

diperlukan sampel yang cukup besar untuk mengetahui perbedaannya.

b. Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R).

c. Derajat kemaknaan (kesalahan tipe I,a) dan kekuatan (power=1-b) yang

dipilih.

Biasanya dipilih a=5%, b=10% atau 20% (power=90% atau 80%).

d. Rasio (perbandingan) antara jumlah kasus dan kontrol. Dengan memilih

kontrol lebih banyak,maka jumlah kasus dapat dikurangi. Bila jumlah

kontrol diambil c kali, maka jumlah kasus dapat dikurangi dari n

menjadi (c+1)n/2c.

e. Apakah pemilihan kontrol dilakukan dengan matching atau tidak.

Dengan melakukan matching, jumlah subyek yang diperlukan menjadi

lebih sedikit.

4. Melakukan Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel yang dipelajari (efek dan faktor risiko)

merupakan hal yang sentral pada studi kasus kontrol. Penentuan efek harus

sudah didefinisikan dalam usulan penelitian. Pengukuran faktor risiko atau

pajanan yang terjadi di waktu lampau melalui anamnesis (recall) semata-

mata mengandalkan daya ingat responden. Bias yang dapat mengancam

dalam konteks ini adalah recall bias

5. Menganalisis Hasil Penelitian

Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat bersifat sederhana yaitu penentuan

rasio odds, sampai yang bersifat kompleks yaitu menggunakan analisis

multivariat. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti, bagaimana cara

Page 10: Tugas Metlit Case Control 2

memilih

kontrol

(matched

atau tidak), dan

terdapatnya

variabel

yang mengganggu atau tidak.

Penentuan Rasio Odds (RO)

A. Studi kasus-kontrol tanpa matching

Rasio odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama dengan

risiko relatif (RR) pada studi kohort. Pada penelitian kasus-kontrol

terdapat kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol (b+d). Dalam hal

ini, yang dapat dinilai adalah berapa sering terdapat pajanan pada

kasus dibandingkan pada kontrol, disebut dengan rasio odds (RO).

RO = odds pada kelompok kasus : odds pada kelompok kontrol

= (proporsi kasus dengan faktor risiko)/(proporsi kasus tanpa faktor

risiko)

(proporsi kontroldengan faktor risiko) / (proporsi kontrol tanpa

faktor risiko)

B.     Studi kasus-kontrol dengan matching

Pada studi kasus-kontrol dengan matching individual, harus dilakukan

analisis dengan menjadikan kasus dan kontrol sebagai pasangan-

pasangan. Hasil pengamatan studi kasus-kontrol biasanya disusun

dalam tabel 2 x 2 dengan keterangan sebagai berikut:

Sel a : kasus mengalami pajanan, kontrol mengalami pajanan

Kontrol

Kasus

Risiko + Risiko -

Risiko + a b

Risiko - c d

Page 11: Tugas Metlit Case Control 2

Sel b : kasus mengalami pajanan, kontrol tidak mengalami pajanan

Sel c : kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami pajanan

Sel d : kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan

Rasio odds pada studi kasus-kontrol dengan matching ini dihitung

dengan mengabaikan sel a karena baik kelompok kasus maupun

kontrolnya terpajan, dan sel d karena baik kelompok kasus maupun

kontrolnya tidak terpajan. Rasio odds dihitung dengan formula :

RO = b / c

RO dapat dianggap mendekati risiko relatif apabila :

1. Insidens penyakit yang diteliti kecil, tidak lebih dari 20% populasi

terpajan

2. Kelompok kontrol merupakan kelompok representatif dari populasi

dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko

3. Kelompok kasus harus representatif

RO > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang

merupakan faktor risiko, bila RO = 1 atau mencakup angka 1 berarti

bukan merupakan faktor risiko, dan bila RO < par =" p(r-1)+1" p ="

proporsi" r =" rasio"> 1

Perhitungan population attribute risk

Bias dalam Studi Kasus-Kontrol

Bias merupakan kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak

sesuai dengan

kenyataan. Pada penelitian kasus-kontrol terdapat tiga kelompok bias yang dapat

mempengaruhi hasil,yaitu :

Page 12: Tugas Metlit Case Control 2

a. Bias seleksi

Bias yang terjadi karena kesalahan sistematis dalam pemilihan subyek.

Contoh:

Dalam penelitian kasus-kontrol mengenai pengaruh penggunaan estrogen

pasca menopause terhadap resiko Ca endometrium. Dalam kelompok

kasus (Ca endometrium) cenderung dipilih diantara wanita yang

mengalami perdarahan per vaginam, kemudian kelompok kontrol

cenderung dipilih diantara wanita yang tidak mengalami perdarahan per

vaginam. Padahal perdarahan merupakan tanda yang sering dijumpai pada

wanita pemakai estrogen. Sehingga mengakibatkan jumlah kasus terpapar

lebih banyak dari yang sebenarnya

b. Bias informasi

Bias informasi dapat terjadi ketika sarana untuk memperoleh informasi

tentang subyek dalam penelitian ini adalah tidak memadai sehingga

sebagai akibatnya beberapa informasi yang dikumpulkan mengenai

eksposur dan / atau hasil penyakit tidak benar. Bias informasi dapat

menyebabkan kesalahan sistematis dalam mengamati, memilih instrumen,

mengukur, membuat klasifikasi,mencatat informasi, dan membuat

interpretasi tentang paparan maupun penyakit dari suatu kasus, sehingga

mengakibatkan distorsi penaksiran pengaruh paparan terhadap penyakit.

Yang termasuk bias informasi adalah recall bias, reporting bias,

surveillance bias, bias in interviewing

c. Bias perancu (confounding bias)

Bias perancu disebabkan adanya sebuah confounder atau variabel perancu

yang mendistorsi hubungan antara dua variabel lainnya (exposure dan

outcome). Confounder atau perancu mempengaruhi resiko relatif (relative

risk). Untuk dapat disebut confounder atau perancu, sebuah variabel harus

memiliki 3 karakteristik : 1) harus berhubungan dengan pajanan

(exposure), baik secara sebab-akibat ataupun tidak; 2) harus merupakan

suatu penyebab, atau subsitusi dari penyebab suatu outcome; 3) tidak

Page 13: Tugas Metlit Case Control 2

berhubungan secara langsung dalam hierarki faktor resiko potensial dan

outcome.

Penyebab bias di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding factors)

mungkin terlupa oleh subyek penelitian atau tidak tercatat dalam catatan

medik kasus (recall bias)

2. Subyek yang terkena efek (kasus), karena ingin mengetahui penyebab

penyakitnya lebih sering melaporkan faktor risiko dibandingkan dengan

subyek yang tidak terkena efek (kontrol)

3. Peneliti kadang sukar menentukan dengan tepat apakah pajanan suatu

agen menyebabkan penyakit ataukah terdapatnya penyakit menyebabkan

subyek lebih terpajan oleh agen

4. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun kontrol yang representatif

seringkali sangat sukar.

Kelebihan dan kelemahan penelitian kasus-kontrol

Kelebihan Penelitian Case Control

1.        Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok

kontrol.

2.        Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian

lebih tajam dibanding hasil rancangan Cross Sectional.

3.        Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen (kohort)

4.        Tidak memerlukan waktu lama ( lebih ekonomis ) sehingga hasil dapat

diperoleh dengan cepat.

5.        Studi kasus kontrol kadang atau bahkan menjadi satu-satunya cara untuk

meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang, atau bila

penelitian prospektif tidak dapat dilakukan karena keterbatasan sumber atau

hasil diperlukan secepatnya.

6.        Biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien.

7.        Memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai faktor risiko sekaligus

dalam satu penelitian (bila faktor risiko tidak diketahui).

Page 14: Tugas Metlit Case Control 2

8.        Subyek penelitian lebih sedikit.

Kekurangan Penelitian Case Control

1.        Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya

kurang karena subjek penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor

resikonya.

2.        Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat

dikendalikan.

3.        Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan

kelompok kasus karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.

4.     Data mengenai pajanan faktor risiko diperoleh dengan mengandalkan daya

ingat atau catatan medik. Daya ingat responden menyebabkan terjadinya

recall bias, baik karena lupa atau responden yang mengalami efek cenderung

lebih mengingat pajanan faktor risiko daripada responden yang tidak

mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini catatan medik rutin yang

sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat (objektivitas dan

reliabilitas pengukuran variabel yang kurang).

5.        Validasi informasi terkadang sukar diperoleh.

6.        Sukarnya meyakinkan bahwa kelompok kasus dan kontrol sebanding karena

banyaknya faktor eksternal / faktor penyerta dan sumber bias lainnya yang

sukar dikendalikan.

7.      Tidak dapat memberikan incidence rates karena proporsi kasus dalam

penelitian tidak mewakili proporsi orang dengan penyakit tersebut dalam

populasi.

8.    Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen,

hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.

9.        Tidak dapat dilakukan untuk penelitian evaluasi hasil pengobatan.