tugas makalah hukum ketenagakerjan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Asal Mula Hukum Ketenagakerjaan
Asal muala adanaya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri
dari beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 sm . ketika bangsa
Indonesia ini mulai ada sudah dikenal adanya system gotong royong ,
antara anggota masyarakat . dimana gotong royong merupakan suatu
system pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga
yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk
dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi . sifat gotong
royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena
berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua orang gotong
royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum ketanaga kerjaan
adat . dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hukum
ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan
kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa
bantgsa Indonesia dari abad ke abad
Setelah memasuki abad masehi , ketika sudah mulai berdiri suatu
kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi
saat jaman kerajaan hindia belanda pada zaman ini terdapat suatu system
pengkastaan . antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria ,
dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria
ini menjadi budakdari kasta brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya
menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya dengan islam walaupun tidak secara tegas adanya
system pengangkatan namun sebenarnya sama saja . pada masa ini kaum
bangsawan (raden ) memiliki hak penuh atas para tukang nya . nilai-nilai
keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh
didnding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad –abad sebelumnya
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus
perbudakan semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji &
1
tidak berprikemanusiaan . satu-satunya penyelsaiannya adalah
mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik
sosiologis maupun yuridis dan ekonomis.
Tindakan belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini dengan
mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan larangan untuk
memasukan budak-budak ke pulau jawa . kemudian thn. 1818 di tetapkan
pada suatu UUD HB (regeling reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR
menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 1-06-1960 perbudakan
dihapuskan
Selain kasus hindia belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal
juga istilah rodi yang pada dasarnya sama saja . rodi adalah kerja paksa
mula-mula merupakan gotong royong oleh semua penduduk suatu desa-
desa suku tertentu . namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah
menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah hindia belanda
dan pembesar-pembesarnya.
Pada awal pemerintahan RI, waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia menetapkan jumlah kementerian pada tanggal 19 Agustus 1945,
kementerian yang bertugas mengurus masalah ketenagakerjaan belum ada
tugas dan fungsi yang menangani masalah-masalah perburuhan diletakkan
pada Kementerian Sosial baru mulai tanggal 3 Juli 1947 ditetapkan adanya
kementerian Perburuhan dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 1947 tanggal 25 Juli 1947 ditetapkan tugas pokok Kementerian
Perburuhan Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan (PMP)
Nomor 1 Tahun 1948 tanggal 29 Juli 1947 ditetapkan tugas pokok
Kementerian Perburuhan yang mencakup tugas urusan-urusan sosial
menjadi Kementerian Perburuhan dan Sosial, pada saat pemerintahan
darurat di Sumatera Menteri Perburuhan dan Sosial diberi jabatan rangkap
meliputi urusan-urusan pembangunan, Pemuda dan Keamanan.
Pada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) organisasi
Kementerian Perburuhan tidak lagi mencakup urusan sosial dan struktur
organisasinya didasarkan pada Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1
2
Tahun 1950 setelah Republik Indonesia Serikat bubar, struktur organisasi
Kementerian Perburuhan disempurnakan lagi dengan Peraturan
Kementerian Perburuhan Nomor 1 tahun 1951. Berdasarkan peraturan
tersebut mulai tampak kelengkapan struktur organisasi Kementerian
Perburuhan yang mencakup struktur organisasi Kementerian Perburuhan
yang mencakup struktur organisasi sampai tingkat daerah dan resort
dengan uraian tugas yang jelas. Struktur organisasi ini tidak mengalami
perubahan sampai dengan kwartal pertama tahun 1954. Melalui Peraturan
Menteri Perburuhan Nomor 70 mulai te4rjadi perubahan yang kemudian
disempurnakan melalui Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 77 junto
Peraturan Menteri Perburuhan Nomor : 79 Tahun 1954. Berdasarkan
Peraturan tersebut Kementerian Perburuhan tidak mengalami perubahan
sampai dengan tahun 1964, kecuali untuk tingkat daerah. Sedangkan
struktur organisasinya terdiri dari Direktorat Hubungan dan Pengawasan
Perburuhan dan Direktorat Tenaga Kerja.
Sejak awal periode Demokrasi Terpimpin, terdapat organisasi buruh
dan gabungan serikat buruh baik yang berafiliasi dengan partai politik
maupun yang bebas, pertentangan-pertentangan mulai muncul dimana-
mana, pada saat itu kegiatan Kementerian . Perburuhan dipusatkan pada
usaha penyelesaian perselisihan perburuhan, sementara itu masalah
pengangguran terabaikan, sehingga melalui PMP Nomor :12 Tahun 1959
dibentuk kantor Panitia Perselisihan Perburuhan Tingkat Pusat (P4P) dan
Tingkat Daerah (P4D).
Struktur Organisasi Kementerian Perburuhan sejak Kabinet Kerja I
sampai dengan Kabinet Kerja IV (empat) tidak mengalami perubahan.
Struktur Organisasi mulai berubah melalui Peraturan Menteri Perburuhan
Nomor : 8 Tahun 1964 yaitu dengan ditetapkannya empat jabatan.
Pembantu menteri untuk urusan-urusan administrasi, penelitian,
perencanaan dan penilaian hubungan dan pengawasan perburuhan, dan
tenaga kerja.
Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi Kementerian
Perburuhan yang berdasarkan Peraturan tersebut disempurnakan dengan
3
Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 27 November
1964, yang pada pokoknya menambah satu jabatan Pembantu Menteri
Urusan Khusus.
Dalam periode Orde Baru (masa transisi 1966-1969), Kementerian
Perburuhan berubah nama menjadi Departemen Tenaga Kerja (Depnaker)
berdasarkan Keputusan tersebut jabatan Pembantu Menteri dilingkungan
Depnaker dihapuskan dan sebagai penggantinya dibentuk satu jabatan
Sekretaris Jenderal. Masa transisi berakhir tahun 1969 yang ditandai
dengan dimulainya tahap pembangunan Repelita I, serta merupakan awal
pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I).
Pada pembentukan Kabinet Pembangunan II, Depnaker diperluas
menjadi Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, sehingga
ruang lingkup tugas dan fungsinya tidak hanya mencakup permasalahan
ketenagakerjaan tetapi juga mencakup permasalahan ketransmigrasian dan
pengkoperasian. Susunan organisasi dan tata kerja Departemen Tenaga
Kerja Transmigrasi dan Koperasi diatur melalui Kepmen Nakertranskop
Nomor Kep 1000/Men/1975 yang mengacu kepada KEPPRES No 44
Tahun 1974.
Dalam Kabinet Pembangunan III, unsur koperasi dipisahkan dan
Departemen Tenaga kerja , Transmigrasi dan Koperasi, sehingga menjadi
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Dalam masa
bakti Kabinet Pembangunan IV dibentuk Departemen Transmigrasi,
sehingga unsur transmigrasi dipisah dari Depnaker Susunan organisasi dan
tata kerja Depnakerditetapkan dengan Kepmennaker No. Kep
199/Men/1984 sedangkan susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Transmigrasi Nomor : Kep-55A/Men/1983.
Pada masa reformasi Departemen Tenaga Kerja dan Departemen
Transmigrasi kemudian bergabung kembali pada tanggal 22 Februari 2001.
Usaha penataan organisasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
terus dilakukan dengan mengacu kepada Keputusan Presiden RI Nomor 47
4
Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja.
B. Rumusan Masalah
Sekian banyak persoalan tentang ketengakerjan menjaikan
ketenagakerjaan ini mekajadi sebuah polemik didalam kehidupan sehari-
hari kita. Tidak jarang banyak terjadi perselisihan antara pengusaha dan
buruh, atau yang lebih dikenal dengan perselisihan hubungan industrial
Masalah yang saya angkat dalam makalah ini adalah “pekerja harian
lepas” memang sangat ironis dengan kehidupan sehari-hari kita perkerja
harian lepas ini menjadi fenomena menarik. Dimana pekerja hanya bekerja
separuh waktu dan digaji sesuai pekerjaannya tersebut.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ketentuan Pekerja Harian atau Lepas
Pekerja harian atau lepas adalah pekerja yang diupah sesuai dengan
kehadirannya dalam melakukan pekerjaannya, sisitem upah disesuaikan
dengan cara absensial. Yang menjadi permasalhan disini adalah, bolekah
mengadakan pekerja harian dalam suatu perusahaan, dan jawabannya
dapat kita temukan di KEPMEN Nakertrans No 100 Tahun 2004 Pasal 10.
Yakni
Pasal 10
1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal
waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran,
dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21
hari dalam 1 bulan.
3) alam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah
menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/kontrak
kerja)
Pasal 11
1). Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari
ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya (dengan kata lain tidak
ada ketentuan mengenai jangka waktu)
Pasal 12
1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian
kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh
2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan
6
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-kurangnya
memuat:
a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.
b. nama/alamat pekerja/buruh.
c. jenis pekerjaan yang dilakukan.
d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
Jika melihat konteks sosial yang terjadi sangat disesali jika adaya
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja dengan sistem kerja
harian ataulepas, namun kondsi bangsa dan perekonomian yang carut-
marut ini menyebabkan dibolehkannya sistem pekerja semacam ini.
Sedangkan menurut tinjauan dilapangan, dengan mengunakan
sistem ini, antara pekerja dan dan majikan tidak terjadi ikatan kerja yang
kuat, karena sistem jaminan kerja yang diterapka tidak menjamin hak-
hak pekerja. Coba seandainya terjadi perselisihan hubungan industrial,
maka pihak yang sangat dirugiakan disini adalah pekerja itu sendiri.
Dikarenakan sisten kerja lepas / harian ini bertitik berat kepada
kepentingan si majikan itu sendiri.
Pekerjaan hariaan lepas semacam ini banyak kita temui di
perusahaan-perusahaan Tambang minyak dan perusahaan-perusahaan
yang mengunakan sistem tender, dalam merekrut pekerjannya, sehingga
membutuhkan tenaga kerja tambahan. Jika skala kecil kita dapat
melihatnya pada proyek-proyek pekrjaan umum, disitu rata-rata pekerja
yang direkrut mengunakan sistem kerja harian / lepas, yang diupah
sehari sekali sesuai dengan intensitas kehadiran masing-masing pekerja.
Jika melihat dari kondisi pekerja, berepa lamakah waktu maksimal
untuk mempekerjakan tenaga kerja harian / lepas.adalah.Bila merujuk
pada PerMen 06/1985 (yang sudah obsolete), maksimalnya adalah 3
bulan. Sedangkan sesuai KepMen 100/2004 tidak diatur secara jelas
waktu maksimalnya. Jadi hal ini mengesankan pemerintah tidak
membatasi waktu masimal untuk pekerja harian lepas, atau dengan
7
sengaja memberikan kelonggaran kepada perusahaan yang
menerapkan sistem kerja harian / lepas.
B. Dasar Hukum Ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaan Indonesia diatur dalam Undang-undang No
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan itu
sendiri dibuat untuk menjadikan tenaga kerja mendapatkan kedudukan atas
hak yang sama di dalam perusahaan/lapangan kerja tersebut.
Selain diautur dalam undang-undang hukum ketenagakerjaan pun
diatur dalma Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi No.100
Tahun 2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian waktu tertentu.
Dengan adanya undang-undang ini maka diharapkan adanya
jaminan hukum antara pekerja dan majikan, seperti kita ketahui bersama,
sebelum adanya undang-undnag ini ketenagakerjaan di Indonesia sangat
merisaukan, betapa tidak, hampir disetiap perusahaan melakukan
pelanggaran terhadap hak-hak pekerja.
Seperti kita ketahui bersama Undang-undang ini lahir pada fase
reformasi, sehingga menjadikan Undang-undang ini menjadi prodak hukum
yang sangat mengakomodir seluruh kepentingan dari masyarkat,
khususnya pekerja.
C. Landasan, Asas-Asas dan Tujuan
Landasan, asas-asas dan tujuan hukum ketenagakerjaan diatur
dalam Pasal 2-4 Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yakni berbunyi :Pasal 2 “Pembangunan ketenagakerjaan
berlandasan Pancasila dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Sedangkan untuk tujuan hukum ketenagakerjaan diaturdalam pasal
4 Undang-undang No 13 Tahun 2003 Teentang ketenagakerjaan yang
berbunyi : Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
8
1. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara
optimal dan manusiawi;
2. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah;
3. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejahteraan; dan
4. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pembangunan ketanagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah artinya asas pembangunan ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai
dengan asas pembangunan nasional khususnya asas demokrasi pancasila
serta asas adil dan merata.
D. Ruang lingkup ketenagakerjaan
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan
kerja, masa purna kerja ( post employment) Jangkauan hukum
ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hukum perdata
sebagaimana di atur dalam buku III title 7A yang lebih menitik beratkan
pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja
E. pelaksanaan hubungan kerja di Indonesia
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :
“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau
buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure-unsur
pekerjaan , upah dan perintah” Hubungan kerja adalah suatu hubungan
pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan
untuk waktu tertentu namun waktu yangtidak tertentu
9
F. Perjanjian Kerja
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih lainnya.”
1. Pengertian luas dan lemah
“Sudikno Mertokusumo , “ :
“perjanjian adalah subjek hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum .”
* Definisi pejanjian klasik , “
perjanjian adalah perbuatan hukum bukan hubungan hukum (sesuai
dengan pasal 1313 perjanjian adalah perbuatan ).”
2. Pengertian perjanjian kerja
Dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A buku III tentang perjanjian
untuk melakuakn pekerjaan yang menyatakan bahwa : “selain
perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur
oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di
perjanjikan dan jika itu tidak ada , oleh karena kebiasaan , maka ada
dua macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan menerima
upah, perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.”
3. Unsur-unsur dalam perjanjian kerja :
KUHPerdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) ) menyatakan sahnya
perjanjian : Mereka sepakat untuk mengakibatkan diri
a. * Cakap untuk membuat suatu perikatan
b. * Suatu hal tertentu
c. * Suatu sebab yang hallal
4. Syarat subjektif : mengenai subjek perjanjian dan akibat hukum M.G
Rood (pakar hukum perburuhan dari belanda ), 4 unsur syarat perjanjian
kerja : * Adanya unsure work (pekerjaan ) Dalam suatau perjanjian kerja
haruslah ada pekerjaan yang jelas yang dilakukan oleh pekerja dan
sesuai denagan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati
10
dengan ketentuan –ketentuan yang tercantum dalam UU no.13 thn.
2003
a. Adanya unsure service (pelayanan)
b. Adanya unsure time (waktu )
c. Adanya unsure pay (upah )
5. Bentuk Perjanjian Kerja :
Dalam praktik di kenal 2 bentuk perjanjian
a. Tertulis
Di peruntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya
kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu
menginginkan dibuat secara tertulis , agar adanya kepastian hukum
b. Tidak tertulis
bahwa perjnjian yang oleh undang-undahng tidak disyaratkan dalam
bentuk tertulis Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dlam Perjanjian Kerja
Subjek dari perjanjian kerja adalah orang-orang yang terikat oleh
perjanjian yang di buatnya Hak dan kewajiban subjek kerja , diman
hak merupakan suatu tuntutan & keinginan yang di peroleh oleh
subjek kerja ( pengusaha dan pekerja ). sedangkan kewajiban
adalah para pihak , disebut prestasi
6. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Alasan berakhirnya perjanjian kerja adalah :
a. Pekerja meninggal dunia
b. Berakhir karena jangka waktu dalam perjanjian.
c. Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan
lembaga penyelsaian perselisihan hubungan industrial
d. Adanya keadaan atau kejadian yang di cantumkan dalam
perjanjian kerja
e. Pemutusan hubungan kerja
G. Istilah dan pengertian hubungan kerja
11
1. Deter mination , putusan hubungan kerja karena selesai atau
berakhirnya kontrak kerja
2. Dissmisal, putusan hubungan kerja karena tindakan indisipliner
3. Redudancy, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan
perkembangan tekhnologi
4. Retrechtment, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan
masalah ekonomi
5. F.X. Djumialdji Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah
pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu
hal tertentu.
6. Pasal 1 angka 25 UU no.13 thn. 2003
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara perkara
(buruh dan pengusaha )
H. Dua macam –macam pemutusan hubungan kerja
1. pemutusan hubungan kerja demi hukum hubungan kerja antara
pengusaha dan pekerja berhenti dengan sendirinya yang mana
kedua belah pihak hanya pasif saja , tanpa suatu tindakan atau
perbuatan salah satu pihak pemutusan hubungan kerja ini terjadi
pada saat perjanjian kerja pada waktu tertentu, (pasal 1.1 Kep. Men
tenaga kerja & transmigrasi no: Kep.100/ Men/ V/ 2004 tentang
keterangan pelaksanaan perjanjian kerja , waktu tertentu )
2. Pekerja meninggal dunia
pasal 61 ayat 1 huruf a UU no.13 thn. 2003 ditegaskan bahwa
perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal dunia namun
hak-hak nya bisa di berikan pada ahli waris (61.a(5)
12
pemutusan hubungan kerja oleh pekerja dapat terjadi karena :
a. Masa percobaan
b. Meninggalnya pengusaha
c. perjanjian kerja untuk waktu tidak tentu
d. pekerja dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu
pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
a. pemutusan hubungan kerja dilakuakan oleh pengusaha dengan
membayarkan uang pesangon, sebagai upah akhir.
b. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
c. Keputusan yang di tetapkan oleh pengadilan tentang pemutusan
hubungan kerja dalam pengadilan perdata yang biasa
berdasarkan surat permohonan oleh pihak yang
bersangkutan.karena alas an – alas an penting.
I. Penyelsaian hubungan kerja
Dibedakan atas dan bagian :
1.menurut sifatnya
2.perselisihan kolektif
3.perselisihan perseorangan
4.menurut jenisnya
a. perselisihan kepentingan
b. system pengupahan
Di pandang dari sudut nilainya upah dibedakan antara upah nominal
dengan upah riil
13
a. upah nominal adalah jumlah yang berupa uang
b. upah riil adalah banyaknya barang yang dapat dibeli oleh jumlah
uang itu
menurut cara menetapkan upah dibagi kedalam system-sistem
pengupahan , sebagai berikut :
1. system upah jangka waktu
2. upah yang ditetapkan menurut jangka waktu pekerja . melakukan
pekerjaan
3. system upah potongan
BAB III
PENUTUP
A. Keseimpulan
Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
merupakan landasan yuridus bagi setiap pekerja di Indonesia, tidak
memandang bulu, baik yang bekerja diperusahaan besar atau
perusahaan kecil, sekalipun pekerjaan yang berskala rumahan.
Pekerja harian / lepas adalah sebuah komponen ekonomi
kemasyarakatan, yakni penggerak sebuah roda ekonomi bangsa, untuk
itu menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan
terhadap pekerja dengan sistem semacam ini.
14
Dengan diberlakukannya KepMen No 100 Tahun 2004 tentang
ketentuan pelaksanaan perjanjian waktu tertentu memberikan
kebebasan kepada pengusaha / perusahaan untuk memberlakukan
sistem kerja seperti ini. Disisi lain juga pekerja harian lepas harus
memiliki jaminan akan pekerjaannya kelak agar tidak terjadi
kesewenangan terhadap pekerja, karena italah fungsi dan tugas dari
pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan.
Tidak adanya perlindungan kerja yang tetap sehingga memberikan
keleluasaan kepada majikan / perusahaan melakukan sesuatu sesuka
hatinya kepada pekerja harian / lepas.
B. Saran
Sesuai dengan ketentuang perundang-undangan undang-undang
No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengingatkan kita akan
haknya pekerja, yang sesuia dituangkan di dalam undang-undnag
tersebut.
Mengingat hukum itu bersifat dinamis, sehingga mengharuskan kita
untuk selalu meperbaharui hukum tersebut, Undang-Undang No 13
tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan sudah tidak sesuai lagi dengan
dinamika masyarakat. Untuk itu diharapka diadakannya perubahan
terhadap undang-undang tersebut.
Hak dari pekerja mendapatkan hak yang semestinya didalam
undang-undang ini tidak diatur secara terperinci. Didalamnya, untuk itu
diharapkan kedepannya didalam memperbaiki sistem dari perangkat
hukum yang memadai khususnya untuk ketenagakerjaan
15