tugas makalah hukum organisasi internasional

34
TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL “PEINSIP-PRINSIP DASAR DAN FUNGSI ICRC BERDASARKAN KONVENSI JENEWA 1949 DAN PROTOKOL TAMBAHAN 1977” Disusun Oleh : CANDRA ULFATUN NISA NIM: E1A013036 Kelas A (GABUNGAN) KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM i

Upload: candra-ulfatun-nisa

Post on 21-Dec-2015

210 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Tugas Makalah Hukum Organisasi Internasional

TRANSCRIPT

TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM

ORGANISASI INTERNASIONAL

“PEINSIP-PRINSIP DASAR DAN FUNGSI ICRC BERDASARKAN

KONVENSI JENEWA 1949 DAN PROTOKOL TAMBAHAN 1977”

Disusun Oleh :

CANDRA ULFATUN NISA

NIM: E1A013036

Kelas A (GABUNGAN)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2015

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada

penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan dan dimudahkan dalam suatu hal

apapun. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Hukum

Organisasi Internasional. Makalah ini memuat tentang prinsip-prinsip dasar ICRC dalam

menjalankan tugasnya beserta fungsi ICRC yang sebagaimana diatur dalam Konvensi

Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977. Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. H.M. Isplancius Ismail, SH.,

M.Hum. yang telah memberikan tugas ini kepada kami agar kami lebih memahami materi

mengenai organisasi internasional dan semua pihak yang telah membantu sehingga

makalah ini dapat tersusun.

Penulis menyadari bahwa isi makalah ini tentu masih terdapat banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis berharap kepada dosen maupun mahasiswa untuk memberikan

saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini, agar menjadi acuan bagi penulis di

masa mendatang. Dan akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan

penulis.

Purwokerto, 23 Maret 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................... i

Kata Pengantar.......................................................................................................... ii

Daftar Isi.................................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Dasar ICRC................................................................................ 3

2.2 Fungsi ICRC Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol

Tambahan 1977..................................................................................... 7

BAB III : PENUTUP

3.1 Simpulan................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 19

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan

kepentingan dan tujuan diantara negara-negara yang ada. Perbedaan – perbedaan

ini memberikan dinamika dalam hubungan internasional. Dampak positif dari

dinamika hubungan internasional berupa kerjasama antar negara, tetapi terkadang

menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa perang. Perang terjadi akibat

tidak dicapainya suatu titik temu antara berbagai kepentingan dan tujuan yang

berbeda tersebut. Perang, sebagai jalan terakhir yang diambil akibat buntunya

upaya kerjasama antar negara memang sering kali tidak dapat dihindari.

Ada kalanya suatu perang dapat juga memunculkan kepentingan para

pihak yang terlibat didalamnya. Tetapi satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah

bahwa perang selalu akan meminta banyak korban, baik harta benda maupun jiwa

manusia, yang secara langsung atau tidak langsung terlibat didalamnya. Korban

perang, tanpa memandang apakah ia berstatus penduduk sipil atatu prajurit

angkatan bersenjata (peserta perang) jelas merupakan pihak yang paling menderita

sebagai akibat dari pecahnya suatu peperangan.

ICRC (International Committee of the Red Cross) merupakan salah satu

organisasi internasional yang dibentuk untuk melindungi dan membantu orang-

orang yang menjadi korban dalam konflik bersenjata. Tujuan awal pembentukan

ICRC ini yang mendorong organisasi non-pemerintahan untuk turut masuk dalam

upaya penegakan hukum humaniter internasional. Oleh karena itu, hampir

sebagian besar tugas dari ICRC berkaitan dengan hukum humaniter internasional.

Sementara itu, hukum humaniter internasional (International Humanitarian

Law/IHL), merupakan salah satu hukum yang dijunjung negara-negara di dunia

dalam berinteraksi dengan negara lain. IHL mengatur mengenai hal-hal yang

terjadi pra, pasca dan saat konflik sedang berlangsung. Sehingga dalam IHL juga

diatur mengenai penanganan terhadap korban konflik, baik yang masih hidup,

terluka, maupun sudah meninggal.1

1 Erlinda. ICRC Dalam Penegakan Hukum Humaniter Internasional Terkait Perlindungan Anak-Anak, http://erlindamatondang.blogspot.com/2012/01/icrc-dalam-penegakan-hukum-

1

Penyebarluasan hukum humaniter ini merupakan tugas yang sangat

penting bagi ICRC, karena melalui tugas ini ICRC bertujuan untuk2:

1. Mengurangi penderitaan manusia yang disebabkan oleh konflik bersenjata

dan ketegangan lain melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman

terhadap hukum humaniter.

2. Menjamin keamanan operasi kemanusiaan dan keselamatan personil Palang

Merah dan Bulan Sabit Merah dalam menolong para korban perang.

3. Memperkuat identitas dan eksistensi Gerakan dengan meninghkatkan

pengertian internasional terhadap prinsip-prinsip, sejarah, cara kerja, dan

kegiatan ICRC.

4. Mengobarkan semangat perdamaian

Dalam melaksanakan tugasnya serta untuk mencapai tujuan-tujuan

pembentukannya, ICRC harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang telah

ditetapkan sehingga fungsi ICRC dapat berjalan dengan baik dan semestinya yang

sebagaimana telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan

1977. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis bermaksud untuk membahas

mengenai prinsip-prinsip dasar dan fungsi-fungsi ICRC.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja prinsip-prinsip dasar ICRC dalam melaksanakan tugasnya?

2. Apa saja fungsi-fungsi dari ICRC berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan

Protokol Tambahan 1977?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar ICRC dalam melaksanakan tugasnya.

2. Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari ICRC berdasarkan Konvensi Jenewa 1949

dan Protokol Tambahan 1977.

humaniter.html, diakses tanggal 23 Maret 2015 pukul 13.11 WIB.2 ICRC, Annual Report 1995, Geneva 1996, hlm. 10.

2

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 PRINSIP DASAR ICRC

Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional hadir dan

aktif di hampir semua negara dan mencakup sekitar 100 juta anggota dan relawan.

Gerakan ini dipersatukan dan dipandu oleh tujuh prinsip dasar yang merupakan

standart rujukan internasional bagi semua anggotanya.3 Kegiatan-kegiatan Palang

Merah dan Bulan Sabit Merah mempunyai satu tujuan pokok yaitu mencegah dan

meringankan penderitaan manusia, tanpa diskriminasi, dan melindungi martabat

manusia.

Di dalam menjalankan tugasnya, ICRC berkewajiban menjunjung tinggi

Prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

yang secara resmi dinyatakan dalam Konferensi Internasional Palang Merah dan

Bulan Sabit Merah ke-20 di kota Wina tahun 1965.

Sebagai salah satu unsur Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah

Internasional maka prinsip-prinsip dasar ICRC sama dengan prinsip-prinsip dasar

Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu4 :

1. Kemanusiaan (Humanity)

Yang dimaksud dengan prinsip kemanusiaan adalah bahwa Gerakan

Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional ini dilahirkan dari keinginan

untuk membantu para korban yang cedera di medan perang tanpa diskriminasi,

mencegah dan meringankan penderitaan umat manusia yang terjadi dimana saja,

dengan memanfaatkan kemampuannya, baik di tingkat nasional maupun

internasional. Dengan prinsip ini, Gerakan bermaksud melindungi kehidupan dan

kesehatan dengan menjamin penghormatan terhadap manusia.

Yang dimaksud prinsip kemanusiaan (humanity) ini meliputi unsur-unsur

pencegahan, perlindungan, penghormatan, dan usaha meringankan penderitaan

korban. Salah satu ide yang penting dari prinsip ini adalah perlindungan, yang

berarti :

3 Shadrinaningrum S.” Status dan Perkembangan Peran ICRC Sebagai Subjek Hukum Internasional, UPT-PUSTAK, Universitas Sumatera Utara, 2011, hlm. 38.

4 Ibid.

3

1. membantu seseorang dengan melindunginya dari serangan, perlakuan kejam,

dan sebagainya

2. menggagalkan upaya membunuh atau menghilangkan diri seseorang

3. memenuhi kebutuhannya akan keamanan, membantunya bertahan hidup, dan

bertindak dalam upaya mempertahankan diri.

Karena itu, perlindungan diberikan dalam bentuk yang berbeda-beda

sesuai dengan situasi dan kondisi korban. Dalam masa damai, perlindungan

kehidupan dan kesehatan terutama ditujukan pada pencegahan penyakit, musibah,

dan kecelakaan.

2. Kesamaan (impartiality)

Yang dimaksud dengan prinsip kesamaan adalah Gerakan ini tidak

membedakan kebangsaan ras, agama, status, atau pandangan politik. Gerakan ini

hanya berusaha untuk meringankan penderitaan manusia, dan hanya membedakan

para korban menurut keadaan kesehatannya, sehingga prioritas diberikan kepada

korban yang keperluannya paling mendesak.

Konvensi Jenewa 1864 secara eksplisit telah melarang diskriminasi

berdasarkan kebangsaan, tetapi diperjelas dalam Konvensi-Konvensi Jenewa 1949

pasal 3 (1) yang menyatakan bahwa :

Orang-orang yang tidak turut serta aktif dalam sengketa itu, termasuk

anggota angkatan perangh yang telah meletakkan senjata-senjata mereka

serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit,

luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan

bagaimanapun harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan

merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama

atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap criteria

lainnya serupa itu.5

Secara teoritis, non diskriminasi adalah penolakan untuk menerapkan

pembedaan sifat-sifat alamiah manusia dengan melihat kategori tertentu. Dalam

konteks etika humaniter, non diskriminasi menuntut diabaikannya semua

perbedaan diantara individu, dan bantuan diprioritaskan kepada kaum yang

5 Pasal 3 (1) Konvensi-Konvensi Jenewa 1949

4

dianggap lemah, misalnya anak-anak dan para lanjut usia.

Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang per orang

sesuai dengan kebutuhannya, dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.

Dalam praktek, Gerakan secara ketat berusaha menghindari segala bentuk

diskriminasi pada saat memberikan bantuan materi atau perawatan medis.6

3. Kenetralan (netrality)

Agar tetap senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak. Gerakan

ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan atau pertikaian

yang bersifat politis, rasial, keagamaan, atau ideologis.

Ada dua jenis netralitas, yaitu :

1. Netralitas militer yaitu dimana dalam suatu konflik, netralitas bagi Gerakan

berarti tidak melakukan tindakan yang menyebabkan terjadinya atau

bertambahnya korban dari pihak-pihak yang terlibat.

2. Netralitas ideologis yaitu dimana netralitas berarti Gerakan berdiri di luar atau

terpisah dari politik, agama, bangsa, dan perbedaan lainnya yang dapat

menghambat Gerakan dalam menjalankan kewajibannya.

ICRC memiliki netralitas khusus untuk melaksanakan perannya sebagai

pelaksana mandat yang diberikan para peserta Konvensi Jenewa dan untuk

melaksanakan inisiatif kemanusiaan dan sebagai perantara yang netral. Hal ini

diatur dalam pasal 5 ayat 3 Statuta ICRC.

Hanya dengan menerapkan prinsip netralitas secara terus menerus, Gerakan

ini akan tetap mendapat kepercayaan masyarakat internasional.7

4. Kemandirian (Independence)

Yang dimaksud dengan prinsip kemandirian adalah bahwa walaupun

membantu pemerintah setempat dalam menyelenggarakan pelayanan medis dan

mengikuti peraturan di negara masing-masing. Perhimpunan Nasional harus selalu

menjaga kemandiriannya. Hal ini bertujuan agar Perhimpunan Nasional tetap

dapat bertindak sesuai prinsip-prinsip dasar yang disepakati oleh Gerakan.

6 Blondel, The Fundamental Principles of The Red Cross and Red Crescent. ICRC, Geneva, 1992, hlm. 8

7 Ibid., hlm. 12

5

Dalam arti yang paling umum, prinsip ini berarti lembaga-lembaga yang

merupakan unsur Gerakan harus tetap menolak campur tangan dari mana pun,

apakah itu bersifat politik, ideologi, atau ekonomi. Prinsip ini menuntut penerapan

khusus terhadap sifat Perhimpunan Nasional, dimana walaupun dalam masa

perang kapasitasnya adalah sebagai pembantu pemerintah dalam masalah

humaniter, tetapi tidak boleh menyimpang dari prinsip Gerakan yang netral.

Ada kemungkinan otonomi suatu Perhimpunan Nasional tidak dapat

diterapkan seragam dan mutlak bagi setiap negara, karena hal itu dipengaruhi oleh

kondisi politik, sosial, dan ekonomi suatu negara.8

5. Kesukarelaan (Voluntary Service)

Yang dimaksud dengan prinsip kesukarelaan adalah bahwa Gerakan ini

bersifat sukarela dan tidak bermaksud sama sekali untuk mencari keuntungan.

Walaupun kegiatannya dilakukan tanpa upah, yang terpenting adalah bahwa

kegiatan itu diilhami oleh komitmen individual dan tujuan-tujuan petunjuk yang

paling jelas bahwa yang dipentingkan oleh Gerakan adalah aspek kemanusiaan.9

6. Kesatuan (Unity)

Yang dimaksud dengan prinsip kesatuan adalah bahwa setiap negara

hanya dapat didirikan satu Perhimpunan Nasional. Perhimpunan tersebut harus

terbuka bagi semua orang dan harus menyelenggarakan pelayanan kemanusiaan di

seluruh wilayah negaranya.

Prinsip ini sama dengan prinsip sentralisasi yang dikemukakan oleh

Gustave Moynier. Prinsip ini secara khusus berhubungan dengan struktur

kelembagaan Perhimpunan Nasional. Untuk mencakup seluruh wilayah negara,

Perhimpunan Nasional dapat membentuk cabang-cabang lokal yang akan bekerja

sesuai dengan arahan dari pusat.10

Perhimpunan Palang Merah Nasional memiliki status sebagai lembaga

yang membantu pemerintah setempat dalam masalah humaniter. Umumnya

Perhimpunan Nasional ini bekerja dengan dukungan dana dari pemerintah

8 Ibid., hlm. 16.9 Ibid., hlm. 20.10 Ibid., hlm. 24.

6

melaksanakan fungsi yang penting antara lain transfusi darah, penyediaan

ambulans, dan pertolongan bagi korban bencana alam. Perhimpunan Nasional

juga berperan sebagai lembaga penasihat bagi pemerintah dalam masalah-masalah

humaniter.

7. Kesemestaan (Universality)

Yang dimaksud dengan prinsip kesemestaan adalah bahwa gerakan ini

adalah Gerakan yang diakui di seluruh dunia. Gerakan ini mencakup semua

Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional yang mempunyai

kedudukan, tanggung jawab, serta tugas yang sama untuk saling membantu.

Dengan prinsip ini, Gerakan mencoba memberi pelayanan terhadap

masyarakat yang memerlukan di seluruh dunia. Aspek lain dari kesemestaan

adalah hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa yang dibuat dengan

semangat kemanusiaan yang universal.

Prinsip ini juga menuntut tanggung jawab bersama dalam suatu gerakan

internasional. Tanggung Jawab bersama ini dipikul oleh semua unsur-unsur

Gerakan yaitu Federasi, ICRC dan Perhimpunan Nasional. Dengan prinsip ini

maka dituntut suatu kerjasama untuk mengembangkan Gerakan. Setiap

Perhimpunan Nasional memiliki hak suara yang sama dan kedudukan yang sejajar

dalam Majelis Umum Federasi, Dewan Delegasi, dan Konferensi Internasional

Palang Merah dan Bulan Sabit.

2.2 FUNGSI ICRC BERDASARKAN KONVENSI JENEWA 1949 DAN

PROTOKOL TAMBAHAN 1977

Dalam Konvensi-konvensi Jenewa 1949 dan Protokol-protokol

Tambahannya 1977, ICRC selain melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional

untuk melindungi dan membantu para korban konflik bersenjata, juga berperan

sebagai pelaksana dan pelindung prinsip-prinsip hukum humaniter internasional.

Fungsi ICRC sebagai lembaga humaniter yang tidak berpihak dan berhak

menawarkan bantuan kemanusiaannya ditegaskan dalam pasal 3 (2) keempat

Konvensi Jenewa yang berbunyi :

7

“Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan

humaniter tak berpihak, seperti Komite Internasional Palang Merah, dapat

menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian. Pihak-

pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk melaksanakan

dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari

ketentuan lainnya dari konvensi ini, Pelaksanaan ketentuan-ketentuan

tersebut di atas, tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak

dalam pertikaian.”11

Dasar hukum dari segala kegiatan ICR diatur dalam pasal 9 Konvensi

Jenewa I-III dan pasal 10 Konvensi IV yang menyatakan bahwa :

“Ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak merupakan penghalang bagi

kegiatan-kegiatan perikemanusiaan, yang mungkin diusahakan oleh

Komite Palang Merah Internasional atau tiap- tiap organisasi humaniter

lainnya yang tidak berpihak, untuk melindungi dan menolong yang luka

dan sakit, petugas dinas kesehatan dan rohaniawan, selama kegiatan-

kegiatan itu mendapat persetujuan Pihak-pihak dalam sengketa

bersangkutan.”12

Ada sejumlah fungsi yang dilakukan ICRC sebagai pelakasana dan

pengawal Hukum Humaniter Internasional, baik dalam situasi sengketa bersenjata

internasional, non-internasional, maupun pada masa damai, antara lain13:

1. Monitoring

Yaitu fungsi untuk secara terus menerus melakukan penilaian terhadap

ketentuan-ketentuan hukum humaniter yang berlaku apakah masih sesuai atau

relevan dengan kenyataan-kenyataan dan fenomena konflik bersenjata yang

terjadi dewasa ini serta menyiapkan upaya penyesuaian atau adaptasi serta

pengembangan terhadap ketentuan-ketentuan tersebut apabila dipandang perlu.

Penyempurnaan Konvensi tentang Tawanan Perang tahun 1939 menjadi Konvensi

Jenewa III tahun 1949 merupakan salah satu contoh dari hal ini. Begitu pula

11 Pasal 3 (2) Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949 12 Pasal 9 Konvensi Jenewa I-III dan pasal 10 Konvensi Jenewa IV tahun 1949 13 Arlina Permanasari, “Perlindungan Korban Konflik dan Proses menuju Perdamaian di Aceh

Perspektif Konvensi Jenewa 1949”, Pusat Studi Hukum Humaniter & HAM, Fakultas Hukum Universitas TRISAKTI, Jakarta, 2003, hlm. 14.

8

halnya dengan penyusunan protolol I dan II tahun 1977 juga merupakan contoh

bagaimana ketentuan-ketetentuan Hukum Humaniter perlu diselaraskan dengan

perkembangan-perkembangan konflik uang sesuai dengan jamannya.

2. Katalisator (Catalist)

Yaitu menstimulus diskusi-diskusi yang berkaitan dengan permasalahan-

permasalahan hukum humaniter dan mencari kemungkinan pemecahannya,

khususnya dalam hal ini dengan kelompok ahli dari pemerintah. Diskusi-diskusi

semacam ini dapat mengarah kepada suatu rekomendasi atas perubahan-

perubahan terhadap hukum yang berlaku ataupun tidak. Fungsi ini berkaitan

dengan fungsi pertama sebagaimana diuraikan diatas. Dalam hal ini, manakala

suatu ketentuan misalnya dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kenyataan

yang ada, maka tidak cukup jika hanya mengatakan bahwa ketentuan tersebut

perlu dirubah atau disesuaikan. Serangkaian tindakan perlu diambil termasuk

untuk mendapatkan masukan dari ahli-ahli yang relevan dan berkaitan dengan

permasalahan yang bersangkutan dan kemudian mendiskusikannya secara

mendalam serta mencoba merumuskan kemungkinan pemecahannya.14

3. Promosi (Promotion)

Yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman setiap orang akan

ketentuan-ketentuan hukum humaniter sehingga harapan akan penerapannya pun

akan menjadi lebih baik lagi. Tidak dapat dibayangkan bagaimana akan ada

tindakan pelaksanaan apabila pemahaman atas isi dan maksud dari Konvensi

Jenewa atau ketentuan hukum humaniter lainnya masih rendah. Karena itu disini

dipilih kata “promosi” dan bukan hanya sekedar “disseminasi” atau

penyebarluasan saja. Karena sasarannya tidak hanya agar ketentuan-ketentuannya

diketahui dan dipahami, tetapi juga dilaksanakan serangkaian tindakan lanjutan,

misalnya menerbitkan peraturan nasional sebagai pelaksanaan dari ketentuan

hukum humaniter yang dimaksud.

14 Ibid.

9

4. Melindungi (Guardian Angel)

Yaitu suatu fungsi untuk melindungi hukum humaniter dari

perkembangan-perkembangan hukum yang mengabaikan atau dapat melemahkan

hukum humaniter itu sendiri.15 Hal ini bias terjadi disebabkan ketidaktahuan atau

kurangnya pemahaman perjanjian internasional lain selain hukum humaniter.

Contoh mengenai hal ini adalah intervensi yang dilakukan oleh ICRC dan

beberapa negara pada waktu penyusunan Pasal mengenai perlindungan anak pada

waktu perang dalam Konvensi tentang Hak-hak Anak. Pada waktu itu ICRC dan

beberapa negara tersebut melihat bahwa Pasal yang diusulkan tidak sesuai dengan

apa yang tedapat didalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya

1977.

5. Melakukan tindakan nyata

Yakni melakukan tindakan konkrit dan memberikan kontribusi praktis

bagi penerapan hukum dalam situasi konflik bersenjata. Fungsi ini adalah fungsi

yang terpenting bagi ICRC, yakni melakukan tindakan-tindakan nyata dan konkrit

bagi korban-korban sengketa bersenjata. Misalnya diatur bahwa pihak-pihak yang

bersengketa harus memperhatikan hak-hak dari mereka yang terluka, sakit,

meninggal atau ditawan karena terjadinya sengketa bersenjata. Dalam hal ini

ICRC pertama-tama meningkatkan para pihak yang bersengketa tentang

kewajiban ini dan yang kedua memberikan bantuan secara langsung kepada

korban-korban sengketa bersenjata tersebut.

6. Pengawasan atau anjing penjaga (Watchdog)

Yakni berfungsi mengingatkan negara-negara dan pihak-pihak lain yang

terlibat dalam suatu sengketa bersenjata dan juga kepada masyarakat internasional

secarakeseluruhan manakala terjadi pelanggaran-pelanggaran serius terhadap

hukum humaniter. Fungsi ini digambarkan seperti membunyikan alarm manakala

terjadi pelanggaran-pelanggaran serius. Namun dalam melakukannya fungsi ICRC

lebih mengutamakan kepada dialog secara langsungdan konfidensial dengan

pihak-pihak yang berkompetenn dimana pelanggaran serius tersebut terjadi.

15 Ibid.

10

Hanya dalam situasi-situasi yang sangat spesifik dimana terlihat sama sekali

adanya kehendak pihak yang bersengketa untuk menerapkan hukum humaniter

maka kemudian ICRC meminta perhatian masyarakat internasional. Contoh

mengenai hal ini adalah kasus pembersihan etnis yang terjadi di bekas negara

Yugoslavia.

Dari semua fungsi yang dijelaskan tersebut tidak dapat diartikan bahwa

ICRC sebagai guardian kemudian juga berfungsi sebagai penjamin atau

guarantor dilaksanakannya ketentuan-ketentuan hukum humaniter oleh negara

dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam suatu sengketa bersenjata. Karena yang

dapat menjamin hal ini adalah negara-negara serta pihak-pihak lain yang terlibat

dalam sengketa bersenjata itu sendiri. Fungsi sebagai guardian dapat dilihat

sebagai upaya untuk memobilisir perjatian secara terus menerus tentang nilai-nilai

kemanusiaan dari hukum humaniter yang harus ditegakkan baik pada masa damai

maupun pada masa perang.16

ICRC juga berhak untuk melakukan pengawasan terhadap tawanan perang

dan penduduk sipil, dengan cara mendatangi tempat-tempat mereka ditahan atau

dipekerjakan, berkomunikasi dengan mereka secara langsung atau menggunakan

jasa penerjemah, dengan jangka waktu dan frekuensi yang tidak terbatas.

Kunjungan seperti ini tidak boleh dilarang, kecuali bila ada kepentingan militer

yang mendesak. ICRC berhak memilih sendiri tempat-tempat yang akan mereka

kunjungi. Hal ini diatur dalam pasal 126 Konvensi III dan pasal 143 Konvensi IV.

Hubungan antara ICRC dengan protected persons diatur dalam pasal 30

Konvensi IV yang berbunyi :

“Orang-orang yang dilindungi harus memperoleh setiap fasilitas untuk

berhubungan secara tertulis dengan Negara Pelindung, dengan Komite

Palang Merah Internasional, Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah

Nasional (Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah) dari negara-

negara tempat mereka berada, demikian pula dengan setiap organisasi

ynag dapat memberikan bantuan kepada mereka.”17

Hubungan ICRC dengan para tawanan perang secara khusus diatur dalam

pasal 125 Konvensi III, yang menyebutkan bahwa “ kedudukan istimewa dari

16 Ibid., hlm. 16 17 Pasal 30 Konvensi IV Jenewa tahun 1949

11

Komite Palang Merah Internasional dalam bidang ini selalu harus diakui dan

dihormati”. Pasal ini dibuat untuk menghargai ICRC yang telah memainkan suatu

peran penting dalam membuat para tawanan perang selama dua Perang Dunia,

sehingga Konvensi memberikan kedudukan yang khusus bagi ICRC, dan

mendukung setiap aktivitasnya.

Negara yang memiliki tawanan perang harus menjamin pelaksanaan tugas

delegasi ICRC, memberikan fasilitas yang diperlukan untuk mengunjungi para

tawanan perang, membagikan suplai bantuan untuk keperluan keagamaan,

pendidikan, atau sekedar hiburan bagi mereka, dan membantu mereka

mengorganisir kegiatan sehari-hari didalam kamp. Prinsip umum mengenai

tawanan perang yang harus dilaksanakan oleh semua pihak diatur dalam pasal 13

Konvensi III yang menegaskan bahwa “Tawanan perang harus diperlakukan

dengan perikemanusiaan.” 18

Peranan ICRC dalam memberikan pertolongan dan bantuan kemanusiaan

kepada protected persons antara lain diatur dalam pasal 75 Konvensi III yang

menyebutkan bahwa “……… Komite Palang Merah Internasional atau tiap

organisasi lainnya yang telah disetujui oleh Pihak-pihak dalam sengketa, dapat

bertindak untuk menjamin pengangkutan kiriman tersebut dengan alat-alat yang

memadai untuk keperluan ini ………. “. Semua bahan bantuan ini dibebaskan dari

biaya imor, cukai, dan pembayaran lain. Dalam hal pemberian bantuan

kemanusiaan, pengalaman ICRC dalam dua Perang Dunia telah diakui dunia.

Selain itu, dalam Konvensi IV pasal 61 diatur tentang distribusi bantuan

kemanusiaan yang melibatkan ICRC dimana disebutkan bahwa :

“Pembagian kiriman-kiriman sumbangan yang tecantum dalam pasal-pasal

di atas, harus diselenggarakan dengan kerja sama dan dibawah

pengawasan Negara Pelindung. Kewajiban ini, dengan persetujuan dari

Kekuasaan Pendudukan dan Negara pelindung, dapat juga diserahkan

kepada suatu Negara, kepada Komite Palang Merah Internasional atau

kepada setiap badan kemanusiaan lain yang tidak memihak.”19

Dalam hal ini, negara yang bersangkutan harus mengizinkan operasi

pemberian bantuan kemanusiaan yang dianggap perlu untuk membantu

18 Pasal 13 Konvensi Jenewa III tahun 1949 19 Pasal 61 Konvensi Jenewa IV tahun 1949

12

masyarakat dan memperlancar pelaksanaan operasi tersebut dengan berbagai alat

dan cara yang mungkin, apalagi bila pemberian bantuan tersebut dilaksanakan

oleh ICRC.

Mengenai salah satu organ ICRC, yaitu Central Tracing Agency (CTA),

bekerja memulihkan hubungan keluarga dalam semua situasi konflik bersenjata

atau kekerasan dalam negeri. Setiap tahun dibuka ratusan ribu kasus baru

mengenai orang yang dicari oleh keluarganya, baik itu pengungsi internal,

pengungsi eksternal, tahanan maupun orang hilang.

Konvensi Jenewa dan Protokolnya memberikan pengaturan tersendiri

untuk menjamin pelaksanaan tugas CTA di lapangan. Pengaturan ini antara lain

tedapat dalam pasal 33 (3) Protokol I.

Dalam hubungannya dengan tawanan perang, ICRC dapat pula

mengusulkan dibentuknya suatu lembaga yang disebut Central Prisoners of War

Information Agency atau Biro Pusat Penerangan Tawanan Perang yang

berkedudukan di sebuah negara netral. Fungsi dari lembaga ini, sebagaimana

disebutkan dalam pasal 123 Konvensi III adalah “ Fungsi Biro Pusat Penerangan

tawanan perang adalah mengumpulkan semua informasi yang dapat diperoleh

melalui saluran-saluran informasi-informasi itu secepat mungkin ke negara asal

tawanan perang atau kepada Negara yang mereka taati. Biro Pusat Penerangan itu

mendapat fasilitas dari Pihak-pihak dalam sengketa untuk melakukan pengiriman-

pengiriman tersebut”.

Dalam melaksanakan tugas pelacakan terhadap korban perang yang

terpisah dari keluarganya ini, ICRC selalu memperhatikan prinsip ynag

dinyatakan dalam pasal 32 Protokol I.

Dengan berkembangnya kegiatan ICRC pada saat ini, maka fungsi

lembaga ini dapat digolongkan ke dalam beberapa hal yaitu20:

1. Sebagai agen dalam penerapan Konvensi Jenewa

2. Sebagai bagian dan lembaga pendiri Gerakan Palang Merah Internasional

3. Sebagai pelindung Hukum Humaniter Internasional dan prinsip-prinsip dasar

Palang Merah

4. Sebagai penyebar luas Hukum Humaniter Internasional

20 Christophe Swinarski, Competences and functions of the ICRC as an instrument of humanitarian action, Hongkong, 1992, hlm. 8

13

5. Sebagai pelaksana dalam kegiatan kemaniusiaan internasional atas prakarsa

sendiri

6. Sebagai penggerak kegiatan kemanusiaan baik diminta atau tidak oleh

masyarakat internasional

ICRC juga melakukan kunjungan kepada tahanan-tahanan yang berkaitan

dengan konflik bersenjata atau tindak kekerasan dalam rangka memastikan

penghormatan terhadap hukum humaniter. Selain itu, ICRC juga memberikan

bantuan program pelatihan kepada TNI dan Polri serta program kegiatan di

Universitas-universitas mengenai hukum humaniter.

Kegiatan ICRC yang bersifat preventif dirancang untuk membatasi efek

buruk dari konflik dan meminimalkan efek-efek semacam itu, oleh karena itu,

ICRC berusaha untuk menyebarluaskan seluruh rangkaian prinip kemanusiaan

dalam rangka mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi akses-akses

terburuk dari peperangan. Ada sejumlah tindakan preventif yang dilakukan oleh

ICRC antara lain sebagai berikut21:

1. Mencegah melalui komunikasi

Yaitu target ICRC secara khusus ialah orang-orang dan kelompok-

kelompok yang berada dalam posisi untuk menentukan nasib para korban konflik

bersenjata atau yang dapat mengahalangi atau memfasilitasi kegiatan ICRC.

Kelompok-kelompok tersebut antara lain angkatan bersenjata, kepolisian, pasukan

keamanan, dan pihak-pihak bersenjata lainnya, para pengambnil keputusan, dan

para tokoh masyarakat di tingkat lokal maupun internasional, para remaja,

mahasiswa dan para pengajar. Strategi dibalik kegiatan-kegiatan tersebut terdiri

dari tiga tingkatan 7922 :

- Membangun kesadaran

- Mempromosikan hukum humaniter internasional melalui kegiatan pengajaran

dan pelatihan

- Mengintegrasikan hukum humaniter internasional ke dalam kurikulum resmi

dibidang hukum, pendidikan, dan operasi

21 Ambarwati dkk, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 147

22 Ibid.

14

Tujuan akhir dari program-program ini adalah memengaruhi sikap dan

perilaku orang-orang dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap orang-

orang sipil dan korban-korban lain pada masa konflik bersenjata, memfasilitasi

akses terhadapkorban, dan meningkatkan keamanan bagi kegiatan kemanusiaan.

2. Menghormati dan menjamin penghormatan

Yaitu negara berkewajiban menjamin bahwa angkatan bersenjatanya

menguasai hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan

universal. Untuk itu, ICRC mempromosikan pengintegrasian hukum humaniter

internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan ini ke dalam doktrin, pendidikan,

dan pelatihan militer serta membantu negara-negara melaksanakan proses

tersebut. ICRC juga berupaya agar pihak kepolisian dan keamanan menerima

pelatihan hukum humaniter internasional, hukum, HAM, dan prinsip-prinsip

kemanusiaan universal.

Kepada kelompok bersenjata yang belum pernah mendapatkan pelatihan,

ICRC berusaha menjalin kontak dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik

untuk memperkenalkan kegiatan dan cara kerja ICRC, Palang Merah dan Bulan

Sabit Merah, supaya akses untuk membantu korban menjadi lebih mudah dan

keamanan pekerja kemanusiaan lebih terjamin.

3. Mengubah Keadaan

Yaitu guna menghindari tumpang tindih kegiatan kemanusiaan yang

dilakukan oleh berbagai kalangan, ICRC berupaya agar para pengambil

keputusan, tokoh masyarakat, anggota LSM, wartawan, dan orang-orang yang

berpengaruh lainnya mengenal kegiatan-kegiatan ICRC sehingga akan

memperoleh dukungan dalam menjamin implementasi hukum humaniter

internasional.23 Untuk itulah, ICRC melakukan diplomasi kemanusiaan yang

antara lain berupaya menjalin serta memelihara jaringan kontak dengan berbagai

pelaku kemanusiaan dan mengoordinasikan kegiatan dengan pelaku-pelaku lain

dilapangan.

23 Ibid.

15

4. Mengamankan masa depan

Yaitu untuk menjangkau calon pembuat keputusan dan tokoh masyarakat,

ICRC memprioritaskan dunia akademis, terutama Fakultas Hukum, Ilmu Politik,

dan Jurnalistik sebagai sasaran diseminasinya untuk mendorong dimasukkannya

hukum humaniter ke dalam berbagai program pelajaran yang diselenggarakan.

16

BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

ICRC (International Committee of the Red Cross) merupakan salah satu

organisasi internasional yang dibentuk untuk melindungi dan membantu orang-

orang yang menjadi korban dalam konflik bersenjata. Secara rinci, ICRC

bertujuan untuk:

3. Mengurangi penderitaan manusia yang disebabkan oleh konflik bersenjata

dan ketegangan lain melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman

terhadap hukum humaniter.

4. Menjamin keamanan operasi kemanusiaan dan keselamatan personil Palang

Merah dan Bulan Sabit Merah dalam menolong para korban perang.

5. Memperkuat identitas dan eksistensi Gerakan dengan meninghkatkan

pengertian internasional terhadap prinsip-prinsip, sejarah, cara kerja, dan

kegiatan ICRC.

6. Mengobarkan semangat perdamaian

Dalam melaksanakan tugasnya serta untuk mencapai tujuan-tujuan

pembentukannya tersebut, ICRC harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang

telah ditetapkan, yang mana ICRC sebagai salah satu unsur Gerakan Palang

Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional maka prinsip-prinsip dasar ICRC

sama dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah

Internasional. Kemudian setelah itu, barulah fungsi-fungsi ICRC dapat berjalan

dengan baik dan semestinya yang sebagaimana telah diatur dalam Konvensi

Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977. Fungsi dan perkembangan peran

ICRC sebagai subyek hukum internasional dalam perjalanan sejarahnya adalah

sebagai subyek hukum internasional yang bergerak di bidang humaniter. ICRC

harus dapat berperan sebagai penengah atau penghubung anatara korban perang

dan pemerintah negara dimana korban perang itu berasal. ICRC ini juga

membuktikan adanya pengakuan masyarakat internasional terhadap peran penting

ICRC sebagai organisasi yang dapat menjadi penengah antara pihak-pihak yang

bersengketa, sebagai pelindung dan pelaksana Konvensi-konvensi Jenewa 1949

17

beserta Protokol-protokol Tambahannya tahun 1977. Sebagai konsekuensinya,

ICRC bertanggung jawab atas pengembangan penyebarluasan hukum humaniter

pada umumnya dan Konvensi Jenewa 1949 serta protocol tambahannya 1977 pada

khususnya.

18

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, dkk. 2009. Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Blondel. 1992. The Fundamental Principles of The Red Cross and Red Crescent., Geneva: ICRC.

Erlinda.2012. ICRC Dalam Penegakan Hukum Humaniter Internasional Terkait Perlindungan Anak-Anak (on-line) http://erlindamatondang.blogspot.com/2012/01/icrc-dalam-penegakan-hukum-humaniter.html, diakses tanggal 23 Maret 2015 pukul 13.11 WIB.

ICRC. 1996. Annual Report 1995, Geneva.

Konvensi Jenewa I Tahun 1949

Konvensi Jenewa II Tahun 1949

Konvensi Jenewa III Tahun 1949

Konvensi Jenewa IV Tahun 1949

Konvensi Palang Merah 1949

Permanasari, Arlina. 2003. Perlindungan Korban Konflik dan Proses menuju Perdamaian di Aceh Perspektif Konvensi Jenewa 1949. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas TRISAKTI.

Swinarski, Christophe. 1992. Competences and functions of the ICRC as an instrument of humanitarian action. Hongkong.

S, Shadrinaningrum. 2011. Status dan Perkembangan Peran ICRC Sebagai Subjek Hukum Internasional. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

19