Download - Tugas Makalah Hukum Organisasi Internasional
TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM
ORGANISASI INTERNASIONAL
“PEINSIP-PRINSIP DASAR DAN FUNGSI ICRC BERDASARKAN
KONVENSI JENEWA 1949 DAN PROTOKOL TAMBAHAN 1977”
Disusun Oleh :
CANDRA ULFATUN NISA
NIM: E1A013036
Kelas A (GABUNGAN)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan dan dimudahkan dalam suatu hal
apapun. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Hukum
Organisasi Internasional. Makalah ini memuat tentang prinsip-prinsip dasar ICRC dalam
menjalankan tugasnya beserta fungsi ICRC yang sebagaimana diatur dalam Konvensi
Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977. Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. H.M. Isplancius Ismail, SH.,
M.Hum. yang telah memberikan tugas ini kepada kami agar kami lebih memahami materi
mengenai organisasi internasional dan semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat tersusun.
Penulis menyadari bahwa isi makalah ini tentu masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis berharap kepada dosen maupun mahasiswa untuk memberikan
saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini, agar menjadi acuan bagi penulis di
masa mendatang. Dan akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan
penulis.
Purwokerto, 23 Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................... i
Kata Pengantar.......................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Dasar ICRC................................................................................ 3
2.2 Fungsi ICRC Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol
Tambahan 1977..................................................................................... 7
BAB III : PENUTUP
3.1 Simpulan................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan
kepentingan dan tujuan diantara negara-negara yang ada. Perbedaan – perbedaan
ini memberikan dinamika dalam hubungan internasional. Dampak positif dari
dinamika hubungan internasional berupa kerjasama antar negara, tetapi terkadang
menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa perang. Perang terjadi akibat
tidak dicapainya suatu titik temu antara berbagai kepentingan dan tujuan yang
berbeda tersebut. Perang, sebagai jalan terakhir yang diambil akibat buntunya
upaya kerjasama antar negara memang sering kali tidak dapat dihindari.
Ada kalanya suatu perang dapat juga memunculkan kepentingan para
pihak yang terlibat didalamnya. Tetapi satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah
bahwa perang selalu akan meminta banyak korban, baik harta benda maupun jiwa
manusia, yang secara langsung atau tidak langsung terlibat didalamnya. Korban
perang, tanpa memandang apakah ia berstatus penduduk sipil atatu prajurit
angkatan bersenjata (peserta perang) jelas merupakan pihak yang paling menderita
sebagai akibat dari pecahnya suatu peperangan.
ICRC (International Committee of the Red Cross) merupakan salah satu
organisasi internasional yang dibentuk untuk melindungi dan membantu orang-
orang yang menjadi korban dalam konflik bersenjata. Tujuan awal pembentukan
ICRC ini yang mendorong organisasi non-pemerintahan untuk turut masuk dalam
upaya penegakan hukum humaniter internasional. Oleh karena itu, hampir
sebagian besar tugas dari ICRC berkaitan dengan hukum humaniter internasional.
Sementara itu, hukum humaniter internasional (International Humanitarian
Law/IHL), merupakan salah satu hukum yang dijunjung negara-negara di dunia
dalam berinteraksi dengan negara lain. IHL mengatur mengenai hal-hal yang
terjadi pra, pasca dan saat konflik sedang berlangsung. Sehingga dalam IHL juga
diatur mengenai penanganan terhadap korban konflik, baik yang masih hidup,
terluka, maupun sudah meninggal.1
1 Erlinda. ICRC Dalam Penegakan Hukum Humaniter Internasional Terkait Perlindungan Anak-Anak, http://erlindamatondang.blogspot.com/2012/01/icrc-dalam-penegakan-hukum-
1
Penyebarluasan hukum humaniter ini merupakan tugas yang sangat
penting bagi ICRC, karena melalui tugas ini ICRC bertujuan untuk2:
1. Mengurangi penderitaan manusia yang disebabkan oleh konflik bersenjata
dan ketegangan lain melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman
terhadap hukum humaniter.
2. Menjamin keamanan operasi kemanusiaan dan keselamatan personil Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah dalam menolong para korban perang.
3. Memperkuat identitas dan eksistensi Gerakan dengan meninghkatkan
pengertian internasional terhadap prinsip-prinsip, sejarah, cara kerja, dan
kegiatan ICRC.
4. Mengobarkan semangat perdamaian
Dalam melaksanakan tugasnya serta untuk mencapai tujuan-tujuan
pembentukannya, ICRC harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan sehingga fungsi ICRC dapat berjalan dengan baik dan semestinya yang
sebagaimana telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan
1977. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis bermaksud untuk membahas
mengenai prinsip-prinsip dasar dan fungsi-fungsi ICRC.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja prinsip-prinsip dasar ICRC dalam melaksanakan tugasnya?
2. Apa saja fungsi-fungsi dari ICRC berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan
Protokol Tambahan 1977?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar ICRC dalam melaksanakan tugasnya.
2. Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari ICRC berdasarkan Konvensi Jenewa 1949
dan Protokol Tambahan 1977.
humaniter.html, diakses tanggal 23 Maret 2015 pukul 13.11 WIB.2 ICRC, Annual Report 1995, Geneva 1996, hlm. 10.
2
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 PRINSIP DASAR ICRC
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional hadir dan
aktif di hampir semua negara dan mencakup sekitar 100 juta anggota dan relawan.
Gerakan ini dipersatukan dan dipandu oleh tujuh prinsip dasar yang merupakan
standart rujukan internasional bagi semua anggotanya.3 Kegiatan-kegiatan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah mempunyai satu tujuan pokok yaitu mencegah dan
meringankan penderitaan manusia, tanpa diskriminasi, dan melindungi martabat
manusia.
Di dalam menjalankan tugasnya, ICRC berkewajiban menjunjung tinggi
Prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
yang secara resmi dinyatakan dalam Konferensi Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah ke-20 di kota Wina tahun 1965.
Sebagai salah satu unsur Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional maka prinsip-prinsip dasar ICRC sama dengan prinsip-prinsip dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu4 :
1. Kemanusiaan (Humanity)
Yang dimaksud dengan prinsip kemanusiaan adalah bahwa Gerakan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional ini dilahirkan dari keinginan
untuk membantu para korban yang cedera di medan perang tanpa diskriminasi,
mencegah dan meringankan penderitaan umat manusia yang terjadi dimana saja,
dengan memanfaatkan kemampuannya, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Dengan prinsip ini, Gerakan bermaksud melindungi kehidupan dan
kesehatan dengan menjamin penghormatan terhadap manusia.
Yang dimaksud prinsip kemanusiaan (humanity) ini meliputi unsur-unsur
pencegahan, perlindungan, penghormatan, dan usaha meringankan penderitaan
korban. Salah satu ide yang penting dari prinsip ini adalah perlindungan, yang
berarti :
3 Shadrinaningrum S.” Status dan Perkembangan Peran ICRC Sebagai Subjek Hukum Internasional, UPT-PUSTAK, Universitas Sumatera Utara, 2011, hlm. 38.
4 Ibid.
3
1. membantu seseorang dengan melindunginya dari serangan, perlakuan kejam,
dan sebagainya
2. menggagalkan upaya membunuh atau menghilangkan diri seseorang
3. memenuhi kebutuhannya akan keamanan, membantunya bertahan hidup, dan
bertindak dalam upaya mempertahankan diri.
Karena itu, perlindungan diberikan dalam bentuk yang berbeda-beda
sesuai dengan situasi dan kondisi korban. Dalam masa damai, perlindungan
kehidupan dan kesehatan terutama ditujukan pada pencegahan penyakit, musibah,
dan kecelakaan.
2. Kesamaan (impartiality)
Yang dimaksud dengan prinsip kesamaan adalah Gerakan ini tidak
membedakan kebangsaan ras, agama, status, atau pandangan politik. Gerakan ini
hanya berusaha untuk meringankan penderitaan manusia, dan hanya membedakan
para korban menurut keadaan kesehatannya, sehingga prioritas diberikan kepada
korban yang keperluannya paling mendesak.
Konvensi Jenewa 1864 secara eksplisit telah melarang diskriminasi
berdasarkan kebangsaan, tetapi diperjelas dalam Konvensi-Konvensi Jenewa 1949
pasal 3 (1) yang menyatakan bahwa :
Orang-orang yang tidak turut serta aktif dalam sengketa itu, termasuk
anggota angkatan perangh yang telah meletakkan senjata-senjata mereka
serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit,
luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan
bagaimanapun harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan
merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama
atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap criteria
lainnya serupa itu.5
Secara teoritis, non diskriminasi adalah penolakan untuk menerapkan
pembedaan sifat-sifat alamiah manusia dengan melihat kategori tertentu. Dalam
konteks etika humaniter, non diskriminasi menuntut diabaikannya semua
perbedaan diantara individu, dan bantuan diprioritaskan kepada kaum yang
5 Pasal 3 (1) Konvensi-Konvensi Jenewa 1949
4
dianggap lemah, misalnya anak-anak dan para lanjut usia.
Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang per orang
sesuai dengan kebutuhannya, dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
Dalam praktek, Gerakan secara ketat berusaha menghindari segala bentuk
diskriminasi pada saat memberikan bantuan materi atau perawatan medis.6
3. Kenetralan (netrality)
Agar tetap senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak. Gerakan
ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan atau pertikaian
yang bersifat politis, rasial, keagamaan, atau ideologis.
Ada dua jenis netralitas, yaitu :
1. Netralitas militer yaitu dimana dalam suatu konflik, netralitas bagi Gerakan
berarti tidak melakukan tindakan yang menyebabkan terjadinya atau
bertambahnya korban dari pihak-pihak yang terlibat.
2. Netralitas ideologis yaitu dimana netralitas berarti Gerakan berdiri di luar atau
terpisah dari politik, agama, bangsa, dan perbedaan lainnya yang dapat
menghambat Gerakan dalam menjalankan kewajibannya.
ICRC memiliki netralitas khusus untuk melaksanakan perannya sebagai
pelaksana mandat yang diberikan para peserta Konvensi Jenewa dan untuk
melaksanakan inisiatif kemanusiaan dan sebagai perantara yang netral. Hal ini
diatur dalam pasal 5 ayat 3 Statuta ICRC.
Hanya dengan menerapkan prinsip netralitas secara terus menerus, Gerakan
ini akan tetap mendapat kepercayaan masyarakat internasional.7
4. Kemandirian (Independence)
Yang dimaksud dengan prinsip kemandirian adalah bahwa walaupun
membantu pemerintah setempat dalam menyelenggarakan pelayanan medis dan
mengikuti peraturan di negara masing-masing. Perhimpunan Nasional harus selalu
menjaga kemandiriannya. Hal ini bertujuan agar Perhimpunan Nasional tetap
dapat bertindak sesuai prinsip-prinsip dasar yang disepakati oleh Gerakan.
6 Blondel, The Fundamental Principles of The Red Cross and Red Crescent. ICRC, Geneva, 1992, hlm. 8
7 Ibid., hlm. 12
5
Dalam arti yang paling umum, prinsip ini berarti lembaga-lembaga yang
merupakan unsur Gerakan harus tetap menolak campur tangan dari mana pun,
apakah itu bersifat politik, ideologi, atau ekonomi. Prinsip ini menuntut penerapan
khusus terhadap sifat Perhimpunan Nasional, dimana walaupun dalam masa
perang kapasitasnya adalah sebagai pembantu pemerintah dalam masalah
humaniter, tetapi tidak boleh menyimpang dari prinsip Gerakan yang netral.
Ada kemungkinan otonomi suatu Perhimpunan Nasional tidak dapat
diterapkan seragam dan mutlak bagi setiap negara, karena hal itu dipengaruhi oleh
kondisi politik, sosial, dan ekonomi suatu negara.8
5. Kesukarelaan (Voluntary Service)
Yang dimaksud dengan prinsip kesukarelaan adalah bahwa Gerakan ini
bersifat sukarela dan tidak bermaksud sama sekali untuk mencari keuntungan.
Walaupun kegiatannya dilakukan tanpa upah, yang terpenting adalah bahwa
kegiatan itu diilhami oleh komitmen individual dan tujuan-tujuan petunjuk yang
paling jelas bahwa yang dipentingkan oleh Gerakan adalah aspek kemanusiaan.9
6. Kesatuan (Unity)
Yang dimaksud dengan prinsip kesatuan adalah bahwa setiap negara
hanya dapat didirikan satu Perhimpunan Nasional. Perhimpunan tersebut harus
terbuka bagi semua orang dan harus menyelenggarakan pelayanan kemanusiaan di
seluruh wilayah negaranya.
Prinsip ini sama dengan prinsip sentralisasi yang dikemukakan oleh
Gustave Moynier. Prinsip ini secara khusus berhubungan dengan struktur
kelembagaan Perhimpunan Nasional. Untuk mencakup seluruh wilayah negara,
Perhimpunan Nasional dapat membentuk cabang-cabang lokal yang akan bekerja
sesuai dengan arahan dari pusat.10
Perhimpunan Palang Merah Nasional memiliki status sebagai lembaga
yang membantu pemerintah setempat dalam masalah humaniter. Umumnya
Perhimpunan Nasional ini bekerja dengan dukungan dana dari pemerintah
8 Ibid., hlm. 16.9 Ibid., hlm. 20.10 Ibid., hlm. 24.
6
melaksanakan fungsi yang penting antara lain transfusi darah, penyediaan
ambulans, dan pertolongan bagi korban bencana alam. Perhimpunan Nasional
juga berperan sebagai lembaga penasihat bagi pemerintah dalam masalah-masalah
humaniter.
7. Kesemestaan (Universality)
Yang dimaksud dengan prinsip kesemestaan adalah bahwa gerakan ini
adalah Gerakan yang diakui di seluruh dunia. Gerakan ini mencakup semua
Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional yang mempunyai
kedudukan, tanggung jawab, serta tugas yang sama untuk saling membantu.
Dengan prinsip ini, Gerakan mencoba memberi pelayanan terhadap
masyarakat yang memerlukan di seluruh dunia. Aspek lain dari kesemestaan
adalah hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa yang dibuat dengan
semangat kemanusiaan yang universal.
Prinsip ini juga menuntut tanggung jawab bersama dalam suatu gerakan
internasional. Tanggung Jawab bersama ini dipikul oleh semua unsur-unsur
Gerakan yaitu Federasi, ICRC dan Perhimpunan Nasional. Dengan prinsip ini
maka dituntut suatu kerjasama untuk mengembangkan Gerakan. Setiap
Perhimpunan Nasional memiliki hak suara yang sama dan kedudukan yang sejajar
dalam Majelis Umum Federasi, Dewan Delegasi, dan Konferensi Internasional
Palang Merah dan Bulan Sabit.
2.2 FUNGSI ICRC BERDASARKAN KONVENSI JENEWA 1949 DAN
PROTOKOL TAMBAHAN 1977
Dalam Konvensi-konvensi Jenewa 1949 dan Protokol-protokol
Tambahannya 1977, ICRC selain melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional
untuk melindungi dan membantu para korban konflik bersenjata, juga berperan
sebagai pelaksana dan pelindung prinsip-prinsip hukum humaniter internasional.
Fungsi ICRC sebagai lembaga humaniter yang tidak berpihak dan berhak
menawarkan bantuan kemanusiaannya ditegaskan dalam pasal 3 (2) keempat
Konvensi Jenewa yang berbunyi :
7
“Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Sebuah badan
humaniter tak berpihak, seperti Komite Internasional Palang Merah, dapat
menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian. Pihak-
pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk melaksanakan
dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari
ketentuan lainnya dari konvensi ini, Pelaksanaan ketentuan-ketentuan
tersebut di atas, tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak
dalam pertikaian.”11
Dasar hukum dari segala kegiatan ICR diatur dalam pasal 9 Konvensi
Jenewa I-III dan pasal 10 Konvensi IV yang menyatakan bahwa :
“Ketentuan-ketentuan Konvensi ini tidak merupakan penghalang bagi
kegiatan-kegiatan perikemanusiaan, yang mungkin diusahakan oleh
Komite Palang Merah Internasional atau tiap- tiap organisasi humaniter
lainnya yang tidak berpihak, untuk melindungi dan menolong yang luka
dan sakit, petugas dinas kesehatan dan rohaniawan, selama kegiatan-
kegiatan itu mendapat persetujuan Pihak-pihak dalam sengketa
bersangkutan.”12
Ada sejumlah fungsi yang dilakukan ICRC sebagai pelakasana dan
pengawal Hukum Humaniter Internasional, baik dalam situasi sengketa bersenjata
internasional, non-internasional, maupun pada masa damai, antara lain13:
1. Monitoring
Yaitu fungsi untuk secara terus menerus melakukan penilaian terhadap
ketentuan-ketentuan hukum humaniter yang berlaku apakah masih sesuai atau
relevan dengan kenyataan-kenyataan dan fenomena konflik bersenjata yang
terjadi dewasa ini serta menyiapkan upaya penyesuaian atau adaptasi serta
pengembangan terhadap ketentuan-ketentuan tersebut apabila dipandang perlu.
Penyempurnaan Konvensi tentang Tawanan Perang tahun 1939 menjadi Konvensi
Jenewa III tahun 1949 merupakan salah satu contoh dari hal ini. Begitu pula
11 Pasal 3 (2) Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949 12 Pasal 9 Konvensi Jenewa I-III dan pasal 10 Konvensi Jenewa IV tahun 1949 13 Arlina Permanasari, “Perlindungan Korban Konflik dan Proses menuju Perdamaian di Aceh
Perspektif Konvensi Jenewa 1949”, Pusat Studi Hukum Humaniter & HAM, Fakultas Hukum Universitas TRISAKTI, Jakarta, 2003, hlm. 14.
8
halnya dengan penyusunan protolol I dan II tahun 1977 juga merupakan contoh
bagaimana ketentuan-ketetentuan Hukum Humaniter perlu diselaraskan dengan
perkembangan-perkembangan konflik uang sesuai dengan jamannya.
2. Katalisator (Catalist)
Yaitu menstimulus diskusi-diskusi yang berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan hukum humaniter dan mencari kemungkinan pemecahannya,
khususnya dalam hal ini dengan kelompok ahli dari pemerintah. Diskusi-diskusi
semacam ini dapat mengarah kepada suatu rekomendasi atas perubahan-
perubahan terhadap hukum yang berlaku ataupun tidak. Fungsi ini berkaitan
dengan fungsi pertama sebagaimana diuraikan diatas. Dalam hal ini, manakala
suatu ketentuan misalnya dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kenyataan
yang ada, maka tidak cukup jika hanya mengatakan bahwa ketentuan tersebut
perlu dirubah atau disesuaikan. Serangkaian tindakan perlu diambil termasuk
untuk mendapatkan masukan dari ahli-ahli yang relevan dan berkaitan dengan
permasalahan yang bersangkutan dan kemudian mendiskusikannya secara
mendalam serta mencoba merumuskan kemungkinan pemecahannya.14
3. Promosi (Promotion)
Yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman setiap orang akan
ketentuan-ketentuan hukum humaniter sehingga harapan akan penerapannya pun
akan menjadi lebih baik lagi. Tidak dapat dibayangkan bagaimana akan ada
tindakan pelaksanaan apabila pemahaman atas isi dan maksud dari Konvensi
Jenewa atau ketentuan hukum humaniter lainnya masih rendah. Karena itu disini
dipilih kata “promosi” dan bukan hanya sekedar “disseminasi” atau
penyebarluasan saja. Karena sasarannya tidak hanya agar ketentuan-ketentuannya
diketahui dan dipahami, tetapi juga dilaksanakan serangkaian tindakan lanjutan,
misalnya menerbitkan peraturan nasional sebagai pelaksanaan dari ketentuan
hukum humaniter yang dimaksud.
14 Ibid.
9
4. Melindungi (Guardian Angel)
Yaitu suatu fungsi untuk melindungi hukum humaniter dari
perkembangan-perkembangan hukum yang mengabaikan atau dapat melemahkan
hukum humaniter itu sendiri.15 Hal ini bias terjadi disebabkan ketidaktahuan atau
kurangnya pemahaman perjanjian internasional lain selain hukum humaniter.
Contoh mengenai hal ini adalah intervensi yang dilakukan oleh ICRC dan
beberapa negara pada waktu penyusunan Pasal mengenai perlindungan anak pada
waktu perang dalam Konvensi tentang Hak-hak Anak. Pada waktu itu ICRC dan
beberapa negara tersebut melihat bahwa Pasal yang diusulkan tidak sesuai dengan
apa yang tedapat didalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya
1977.
5. Melakukan tindakan nyata
Yakni melakukan tindakan konkrit dan memberikan kontribusi praktis
bagi penerapan hukum dalam situasi konflik bersenjata. Fungsi ini adalah fungsi
yang terpenting bagi ICRC, yakni melakukan tindakan-tindakan nyata dan konkrit
bagi korban-korban sengketa bersenjata. Misalnya diatur bahwa pihak-pihak yang
bersengketa harus memperhatikan hak-hak dari mereka yang terluka, sakit,
meninggal atau ditawan karena terjadinya sengketa bersenjata. Dalam hal ini
ICRC pertama-tama meningkatkan para pihak yang bersengketa tentang
kewajiban ini dan yang kedua memberikan bantuan secara langsung kepada
korban-korban sengketa bersenjata tersebut.
6. Pengawasan atau anjing penjaga (Watchdog)
Yakni berfungsi mengingatkan negara-negara dan pihak-pihak lain yang
terlibat dalam suatu sengketa bersenjata dan juga kepada masyarakat internasional
secarakeseluruhan manakala terjadi pelanggaran-pelanggaran serius terhadap
hukum humaniter. Fungsi ini digambarkan seperti membunyikan alarm manakala
terjadi pelanggaran-pelanggaran serius. Namun dalam melakukannya fungsi ICRC
lebih mengutamakan kepada dialog secara langsungdan konfidensial dengan
pihak-pihak yang berkompetenn dimana pelanggaran serius tersebut terjadi.
15 Ibid.
10
Hanya dalam situasi-situasi yang sangat spesifik dimana terlihat sama sekali
adanya kehendak pihak yang bersengketa untuk menerapkan hukum humaniter
maka kemudian ICRC meminta perhatian masyarakat internasional. Contoh
mengenai hal ini adalah kasus pembersihan etnis yang terjadi di bekas negara
Yugoslavia.
Dari semua fungsi yang dijelaskan tersebut tidak dapat diartikan bahwa
ICRC sebagai guardian kemudian juga berfungsi sebagai penjamin atau
guarantor dilaksanakannya ketentuan-ketentuan hukum humaniter oleh negara
dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam suatu sengketa bersenjata. Karena yang
dapat menjamin hal ini adalah negara-negara serta pihak-pihak lain yang terlibat
dalam sengketa bersenjata itu sendiri. Fungsi sebagai guardian dapat dilihat
sebagai upaya untuk memobilisir perjatian secara terus menerus tentang nilai-nilai
kemanusiaan dari hukum humaniter yang harus ditegakkan baik pada masa damai
maupun pada masa perang.16
ICRC juga berhak untuk melakukan pengawasan terhadap tawanan perang
dan penduduk sipil, dengan cara mendatangi tempat-tempat mereka ditahan atau
dipekerjakan, berkomunikasi dengan mereka secara langsung atau menggunakan
jasa penerjemah, dengan jangka waktu dan frekuensi yang tidak terbatas.
Kunjungan seperti ini tidak boleh dilarang, kecuali bila ada kepentingan militer
yang mendesak. ICRC berhak memilih sendiri tempat-tempat yang akan mereka
kunjungi. Hal ini diatur dalam pasal 126 Konvensi III dan pasal 143 Konvensi IV.
Hubungan antara ICRC dengan protected persons diatur dalam pasal 30
Konvensi IV yang berbunyi :
“Orang-orang yang dilindungi harus memperoleh setiap fasilitas untuk
berhubungan secara tertulis dengan Negara Pelindung, dengan Komite
Palang Merah Internasional, Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah
Nasional (Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah) dari negara-
negara tempat mereka berada, demikian pula dengan setiap organisasi
ynag dapat memberikan bantuan kepada mereka.”17
Hubungan ICRC dengan para tawanan perang secara khusus diatur dalam
pasal 125 Konvensi III, yang menyebutkan bahwa “ kedudukan istimewa dari
16 Ibid., hlm. 16 17 Pasal 30 Konvensi IV Jenewa tahun 1949
11
Komite Palang Merah Internasional dalam bidang ini selalu harus diakui dan
dihormati”. Pasal ini dibuat untuk menghargai ICRC yang telah memainkan suatu
peran penting dalam membuat para tawanan perang selama dua Perang Dunia,
sehingga Konvensi memberikan kedudukan yang khusus bagi ICRC, dan
mendukung setiap aktivitasnya.
Negara yang memiliki tawanan perang harus menjamin pelaksanaan tugas
delegasi ICRC, memberikan fasilitas yang diperlukan untuk mengunjungi para
tawanan perang, membagikan suplai bantuan untuk keperluan keagamaan,
pendidikan, atau sekedar hiburan bagi mereka, dan membantu mereka
mengorganisir kegiatan sehari-hari didalam kamp. Prinsip umum mengenai
tawanan perang yang harus dilaksanakan oleh semua pihak diatur dalam pasal 13
Konvensi III yang menegaskan bahwa “Tawanan perang harus diperlakukan
dengan perikemanusiaan.” 18
Peranan ICRC dalam memberikan pertolongan dan bantuan kemanusiaan
kepada protected persons antara lain diatur dalam pasal 75 Konvensi III yang
menyebutkan bahwa “……… Komite Palang Merah Internasional atau tiap
organisasi lainnya yang telah disetujui oleh Pihak-pihak dalam sengketa, dapat
bertindak untuk menjamin pengangkutan kiriman tersebut dengan alat-alat yang
memadai untuk keperluan ini ………. “. Semua bahan bantuan ini dibebaskan dari
biaya imor, cukai, dan pembayaran lain. Dalam hal pemberian bantuan
kemanusiaan, pengalaman ICRC dalam dua Perang Dunia telah diakui dunia.
Selain itu, dalam Konvensi IV pasal 61 diatur tentang distribusi bantuan
kemanusiaan yang melibatkan ICRC dimana disebutkan bahwa :
“Pembagian kiriman-kiriman sumbangan yang tecantum dalam pasal-pasal
di atas, harus diselenggarakan dengan kerja sama dan dibawah
pengawasan Negara Pelindung. Kewajiban ini, dengan persetujuan dari
Kekuasaan Pendudukan dan Negara pelindung, dapat juga diserahkan
kepada suatu Negara, kepada Komite Palang Merah Internasional atau
kepada setiap badan kemanusiaan lain yang tidak memihak.”19
Dalam hal ini, negara yang bersangkutan harus mengizinkan operasi
pemberian bantuan kemanusiaan yang dianggap perlu untuk membantu
18 Pasal 13 Konvensi Jenewa III tahun 1949 19 Pasal 61 Konvensi Jenewa IV tahun 1949
12
masyarakat dan memperlancar pelaksanaan operasi tersebut dengan berbagai alat
dan cara yang mungkin, apalagi bila pemberian bantuan tersebut dilaksanakan
oleh ICRC.
Mengenai salah satu organ ICRC, yaitu Central Tracing Agency (CTA),
bekerja memulihkan hubungan keluarga dalam semua situasi konflik bersenjata
atau kekerasan dalam negeri. Setiap tahun dibuka ratusan ribu kasus baru
mengenai orang yang dicari oleh keluarganya, baik itu pengungsi internal,
pengungsi eksternal, tahanan maupun orang hilang.
Konvensi Jenewa dan Protokolnya memberikan pengaturan tersendiri
untuk menjamin pelaksanaan tugas CTA di lapangan. Pengaturan ini antara lain
tedapat dalam pasal 33 (3) Protokol I.
Dalam hubungannya dengan tawanan perang, ICRC dapat pula
mengusulkan dibentuknya suatu lembaga yang disebut Central Prisoners of War
Information Agency atau Biro Pusat Penerangan Tawanan Perang yang
berkedudukan di sebuah negara netral. Fungsi dari lembaga ini, sebagaimana
disebutkan dalam pasal 123 Konvensi III adalah “ Fungsi Biro Pusat Penerangan
tawanan perang adalah mengumpulkan semua informasi yang dapat diperoleh
melalui saluran-saluran informasi-informasi itu secepat mungkin ke negara asal
tawanan perang atau kepada Negara yang mereka taati. Biro Pusat Penerangan itu
mendapat fasilitas dari Pihak-pihak dalam sengketa untuk melakukan pengiriman-
pengiriman tersebut”.
Dalam melaksanakan tugas pelacakan terhadap korban perang yang
terpisah dari keluarganya ini, ICRC selalu memperhatikan prinsip ynag
dinyatakan dalam pasal 32 Protokol I.
Dengan berkembangnya kegiatan ICRC pada saat ini, maka fungsi
lembaga ini dapat digolongkan ke dalam beberapa hal yaitu20:
1. Sebagai agen dalam penerapan Konvensi Jenewa
2. Sebagai bagian dan lembaga pendiri Gerakan Palang Merah Internasional
3. Sebagai pelindung Hukum Humaniter Internasional dan prinsip-prinsip dasar
Palang Merah
4. Sebagai penyebar luas Hukum Humaniter Internasional
20 Christophe Swinarski, Competences and functions of the ICRC as an instrument of humanitarian action, Hongkong, 1992, hlm. 8
13
5. Sebagai pelaksana dalam kegiatan kemaniusiaan internasional atas prakarsa
sendiri
6. Sebagai penggerak kegiatan kemanusiaan baik diminta atau tidak oleh
masyarakat internasional
ICRC juga melakukan kunjungan kepada tahanan-tahanan yang berkaitan
dengan konflik bersenjata atau tindak kekerasan dalam rangka memastikan
penghormatan terhadap hukum humaniter. Selain itu, ICRC juga memberikan
bantuan program pelatihan kepada TNI dan Polri serta program kegiatan di
Universitas-universitas mengenai hukum humaniter.
Kegiatan ICRC yang bersifat preventif dirancang untuk membatasi efek
buruk dari konflik dan meminimalkan efek-efek semacam itu, oleh karena itu,
ICRC berusaha untuk menyebarluaskan seluruh rangkaian prinip kemanusiaan
dalam rangka mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi akses-akses
terburuk dari peperangan. Ada sejumlah tindakan preventif yang dilakukan oleh
ICRC antara lain sebagai berikut21:
1. Mencegah melalui komunikasi
Yaitu target ICRC secara khusus ialah orang-orang dan kelompok-
kelompok yang berada dalam posisi untuk menentukan nasib para korban konflik
bersenjata atau yang dapat mengahalangi atau memfasilitasi kegiatan ICRC.
Kelompok-kelompok tersebut antara lain angkatan bersenjata, kepolisian, pasukan
keamanan, dan pihak-pihak bersenjata lainnya, para pengambnil keputusan, dan
para tokoh masyarakat di tingkat lokal maupun internasional, para remaja,
mahasiswa dan para pengajar. Strategi dibalik kegiatan-kegiatan tersebut terdiri
dari tiga tingkatan 7922 :
- Membangun kesadaran
- Mempromosikan hukum humaniter internasional melalui kegiatan pengajaran
dan pelatihan
- Mengintegrasikan hukum humaniter internasional ke dalam kurikulum resmi
dibidang hukum, pendidikan, dan operasi
21 Ambarwati dkk, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 147
22 Ibid.
14
Tujuan akhir dari program-program ini adalah memengaruhi sikap dan
perilaku orang-orang dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap orang-
orang sipil dan korban-korban lain pada masa konflik bersenjata, memfasilitasi
akses terhadapkorban, dan meningkatkan keamanan bagi kegiatan kemanusiaan.
2. Menghormati dan menjamin penghormatan
Yaitu negara berkewajiban menjamin bahwa angkatan bersenjatanya
menguasai hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan
universal. Untuk itu, ICRC mempromosikan pengintegrasian hukum humaniter
internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan ini ke dalam doktrin, pendidikan,
dan pelatihan militer serta membantu negara-negara melaksanakan proses
tersebut. ICRC juga berupaya agar pihak kepolisian dan keamanan menerima
pelatihan hukum humaniter internasional, hukum, HAM, dan prinsip-prinsip
kemanusiaan universal.
Kepada kelompok bersenjata yang belum pernah mendapatkan pelatihan,
ICRC berusaha menjalin kontak dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik
untuk memperkenalkan kegiatan dan cara kerja ICRC, Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah, supaya akses untuk membantu korban menjadi lebih mudah dan
keamanan pekerja kemanusiaan lebih terjamin.
3. Mengubah Keadaan
Yaitu guna menghindari tumpang tindih kegiatan kemanusiaan yang
dilakukan oleh berbagai kalangan, ICRC berupaya agar para pengambil
keputusan, tokoh masyarakat, anggota LSM, wartawan, dan orang-orang yang
berpengaruh lainnya mengenal kegiatan-kegiatan ICRC sehingga akan
memperoleh dukungan dalam menjamin implementasi hukum humaniter
internasional.23 Untuk itulah, ICRC melakukan diplomasi kemanusiaan yang
antara lain berupaya menjalin serta memelihara jaringan kontak dengan berbagai
pelaku kemanusiaan dan mengoordinasikan kegiatan dengan pelaku-pelaku lain
dilapangan.
23 Ibid.
15
4. Mengamankan masa depan
Yaitu untuk menjangkau calon pembuat keputusan dan tokoh masyarakat,
ICRC memprioritaskan dunia akademis, terutama Fakultas Hukum, Ilmu Politik,
dan Jurnalistik sebagai sasaran diseminasinya untuk mendorong dimasukkannya
hukum humaniter ke dalam berbagai program pelajaran yang diselenggarakan.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
ICRC (International Committee of the Red Cross) merupakan salah satu
organisasi internasional yang dibentuk untuk melindungi dan membantu orang-
orang yang menjadi korban dalam konflik bersenjata. Secara rinci, ICRC
bertujuan untuk:
3. Mengurangi penderitaan manusia yang disebabkan oleh konflik bersenjata
dan ketegangan lain melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman
terhadap hukum humaniter.
4. Menjamin keamanan operasi kemanusiaan dan keselamatan personil Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah dalam menolong para korban perang.
5. Memperkuat identitas dan eksistensi Gerakan dengan meninghkatkan
pengertian internasional terhadap prinsip-prinsip, sejarah, cara kerja, dan
kegiatan ICRC.
6. Mengobarkan semangat perdamaian
Dalam melaksanakan tugasnya serta untuk mencapai tujuan-tujuan
pembentukannya tersebut, ICRC harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang
telah ditetapkan, yang mana ICRC sebagai salah satu unsur Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional maka prinsip-prinsip dasar ICRC
sama dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional. Kemudian setelah itu, barulah fungsi-fungsi ICRC dapat berjalan
dengan baik dan semestinya yang sebagaimana telah diatur dalam Konvensi
Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977. Fungsi dan perkembangan peran
ICRC sebagai subyek hukum internasional dalam perjalanan sejarahnya adalah
sebagai subyek hukum internasional yang bergerak di bidang humaniter. ICRC
harus dapat berperan sebagai penengah atau penghubung anatara korban perang
dan pemerintah negara dimana korban perang itu berasal. ICRC ini juga
membuktikan adanya pengakuan masyarakat internasional terhadap peran penting
ICRC sebagai organisasi yang dapat menjadi penengah antara pihak-pihak yang
bersengketa, sebagai pelindung dan pelaksana Konvensi-konvensi Jenewa 1949
17
beserta Protokol-protokol Tambahannya tahun 1977. Sebagai konsekuensinya,
ICRC bertanggung jawab atas pengembangan penyebarluasan hukum humaniter
pada umumnya dan Konvensi Jenewa 1949 serta protocol tambahannya 1977 pada
khususnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, dkk. 2009. Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Blondel. 1992. The Fundamental Principles of The Red Cross and Red Crescent., Geneva: ICRC.
Erlinda.2012. ICRC Dalam Penegakan Hukum Humaniter Internasional Terkait Perlindungan Anak-Anak (on-line) http://erlindamatondang.blogspot.com/2012/01/icrc-dalam-penegakan-hukum-humaniter.html, diakses tanggal 23 Maret 2015 pukul 13.11 WIB.
ICRC. 1996. Annual Report 1995, Geneva.
Konvensi Jenewa I Tahun 1949
Konvensi Jenewa II Tahun 1949
Konvensi Jenewa III Tahun 1949
Konvensi Jenewa IV Tahun 1949
Konvensi Palang Merah 1949
Permanasari, Arlina. 2003. Perlindungan Korban Konflik dan Proses menuju Perdamaian di Aceh Perspektif Konvensi Jenewa 1949. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas TRISAKTI.
Swinarski, Christophe. 1992. Competences and functions of the ICRC as an instrument of humanitarian action. Hongkong.
S, Shadrinaningrum. 2011. Status dan Perkembangan Peran ICRC Sebagai Subjek Hukum Internasional. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
19