makalah aspk hukum

34
Dosen : Iyus Suryana, SH.,MH MAKALAH SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi Program Studi Manajemen – S1 Disusun Oleh : Yusuf Kamaludin Adi Karman Wijaya Ramdan Sulaeman Rejal Hanjani Seful Mahendra NPM : 13.110.0001 NPM : 13.110.0017 NPM : 13.110.0037 NPM : 13.110.0113 NPM : 13.110. Kelas Reguler B - 2A SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI “YASA ANGGANA” TAHUN AJARAN 2013/2014

Upload: hikmah-siti-nazwah

Post on 14-Jun-2015

238 views

Category:

Education


3 download

DESCRIPTION

just share

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah aspk hukum

Dosen : Iyus Suryana, SH.,MH

MAKALAH SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN

Diajukan sebagai Tugas Mata KuliahAspek Hukum Dalam Ekonomi

Program Studi Manajemen – S1

Disusun Oleh :

Yusuf KamaludinAdi Karman WijayaRamdan SulaemanRejal HanjaniSeful Mahendra

NPM : 13.110.0001NPM : 13.110.0017NPM : 13.110.0037NPM : 13.110.0113NPM : 13.110.

Kelas Reguler B - 2A

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI “YASA ANGGANA”

TAHUN AJARAN 2013/2014

Page 2: Makalah aspk hukum

KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah Segala Puji dan Rahmat Kami Panjatkan Ke Hadirat Allah SWT,

Pengatur Semesta Alam ,yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Hanya atas

perkenan, Rahmat, dan karunia-Nya, Makalah ini dapat tersusun. Dan di dalam

penyusunan Makalah ini, Kami member judul Syarat Sah Suatu Perjanjian Dan Dasar

Hukumnya.           

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan Makalah ini masih banyak sekali

kelemahan dan kekurangan baik dari segi penyajian maupun materinya. Hal ini

disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengetahuan Kami. Oleh karena itu

Kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat

membangun untukkesempurnaan Makalah ini.

           Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Saya sendiri,

serta bagi semuanya. Amin.

Garut, Januari 2014

Pennyusun

2

Page 3: Makalah aspk hukum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Buku II KUH Pdt atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus.

Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku

bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya

perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas

“kebebasan berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan

apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan

kesusilaan. Azas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan

bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi

mereka yang membuatnya.Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua

perjanjian “mengikat” kedua belah pihak.

Terjadinya prestasi, wanprestasi, keadaan memaksa, fiudusia, dan hak tangunggan

dikarenakan hukum perikatan menurut Buku III B.W  ialah: suatu hubungan hukum

(mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang

satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini 

diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam

Buku III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut maka Buku III juga dinamakan hukum

perhutangan.Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”

sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau

“debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi” yang

menurut undang-undang dapat berupa : 1. Menyerahkan suatu barang. 2. Melakukan

suatu perbuatan. 3. Tidak melakukan suatu perbuatan.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Pengertian syarat sah perjanjian.

3

Page 4: Makalah aspk hukum

2. Penjelasan dasar hukum perjanjian.

1.2Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini :

1. Memahami Pengertian syarat sah prjanjian.

2. Mengetahui Penjelasan Dasar hukum Perjanjin.

4

Page 5: Makalah aspk hukum

BAB II

SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN

2.1 Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Menurut pasal 1320 KHUPer, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 

2. cakap untuk membuat suatu pejanjian; 

3. mengenai suatu hal tertentu; 

4. sesuatu sebab yang halal; 

Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya

atau subjeknya yang mengadakan perjanjian.

Sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif, karena mengenai

perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

2.2 Sepakat mereka yang mengikat Dirinya

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua

subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat,

setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.

Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, misalnya penjual

mengingini sejumlah uang, sedang pembeli mengingini sesuatu barang dari si penjual. 

5

Page 6: Makalah aspk hukum

2.3 Cakap Untuk Membuat Suantu Perjanjian

Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada asasnya, setiap

orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut

hukum. Dalam pasal 1330 KUHPer, disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap

untuk membuat suatu perjanjian: 

1. Orang-orang yang belum dewasa; 

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan semua orang

kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian tertentu 

Dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan

nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk

menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya

itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu

perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah

seorang yang sungguh-sungguh bebas berbuah dengan harta kekayaannya. 

Menurut KUHPer, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu

perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108

KUHPer). Perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa yang harus diwakili

oleh orang/wali, adalah dengan diwakili, seorang anak tidak membikin perjanjian itu

sendiri tetapi yang tampil ke depan wakilnya. Tetapi seorang istri harus dibantu, berarti

ia bertindak sendiri, hanya ia didampingi oleh orang lain yang membantunya. Bantuan

tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis. 

2.4 Mengenai Suatu Hal Tertentu

Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu

hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak

jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit

harus ditentukan jenisnya.

6

Page 7: Makalah aspk hukum

2.5 Suatu Sebab Yang Halal

Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab

yang halal.Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi

perjanjian itu sendiri, tidak boleh mengenai sesuatu yang terlarang.Misalnya, dalam

perjanjian jual beli dinyatakan bahwa si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau

si pembeli membunuh orang, maka isi perjanjian itu menjadi sesuatu yang terlarang.

Berbeda halnya jika seseorang membeli pisau ditoko dengan maksud untuk membunuh

orang dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa

yang halal, seperti jual beli barang-barang lain.

Apabila syarat objektif tidak dipenuhi, perjanjian itu batal demi hukum.Artinya dari

semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu

perikatan.Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan

suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling

menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang

demikian itu null and void. 

Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi

salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.Pihak

yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang

memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. 

Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat selama tidak dibatalkan (oleh

hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi.Dengan demikian,

nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu

pihak yang mentaatinya.Perjanjian yang demikian dinamakan voidable.Ia selalu

diancam dengan bahaya pembatalan (canceling). 

Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak belum dewasa adalah

anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/walinya. Dalam hal seorang

yang berada di bawah pengampuan, pengampunya.Dalam hal seorang yang telah

memberikan sepakat atau perizinannya secara tidak bebas, orang itu sendiri.Bahaya

pembatalan itu berlaku selama 5 tahun menurut pasal 1454 KUHPer. 

7

Page 8: Makalah aspk hukum

Bahaya pembatalan yang mengancam itu dapat dihilangkan dengan penguatan

(affirmation) oleh orang tua, wali atau pengampu tersebut. Penguatan yang demikian

itu, dapat terjadi secara tegas, misalnya orang tua, wali atau pengampu itu menyatakan

dengan tegas mengakui atau akan mentaati perjanjian yang telah diadakan oleh anak

yang belum dewasa ataupun dapat terjadi secara diam-diam, misalnya orang tua, wali

atau pengampu itu membayar atau memenuhi perjanjian yang telah diadakan oleh anak

itu. Ataupun orang yang dalam suatu perjanjian telah memberikan sepakatnya secara

tidak bebas, dapat pula menguatkan perjanjian yang dibuatnya, baik secara tegas

maupun secara diam-diam.

2.6 Macam-macam Perjanjian

A. Jenis –jenis Perjanjian

1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian

yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak

kepada pihak lainnya, misalkan hibah.

2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani

3) Perjanjian bernama dan tidak bernama

4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir

5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real

A. Macam-Macam Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat

diklasifikasikan sebagai berikut.

1 . Berdasarkan Isinya

Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.

Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.

Segi hukum

8

Page 9: Makalah aspk hukum

Segi batas wilayah

Segi kesehatan.

Contoh :

NATO, ANZUS, dan SEATO

CGI, IMF, dan IBRD

2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya

Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan,

penandatanganan, dan ratifikasi.

Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan

dan penandatanganan.

Contoh :

Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.

Laut teritorial, batas alam daratan.

Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.

3. Berdasarkan Subjeknya

Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan

subjek hukum internasional.

Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.

Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu

organisasi internasional organisasi internasional lainnya.

Contoh :

Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi

MEE.

9

Page 10: Makalah aspk hukum

Kerjasama ASEAN dan MEE.

4. Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat.

Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat

khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut

kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup

kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.

Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak

hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga

mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu

memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian

tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties.

Contoh :

Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan

penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun

1955 tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan

Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.

Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan,

Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang

hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan

korban perang).

Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang

hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan

Korban Perang.

5. Berdasarkan Fungsinya

Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu

perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi

masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).

10

Page 11: Makalah aspk hukum

Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang

menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara

yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).

Contoh :

Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul

dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC.

Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif,

karena lebih menjamin kepastian hukum.Di dalam perjanjian internasional diatur juga

hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional

(antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting karena ada

beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut :

1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian

internasional diadakan secara tertulis.

2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara

para subjek hukum internasional.

2.7 Saat Lahirnya Perjanjian

a) Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :

kesempatan penarikan kembali penawaran;

b) penentuan resiko;

c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;

d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas

konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya

konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.

Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.Sedang yang

dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak

antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan

11

Page 12: Makalah aspk hukum

persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa

yang disepakati.

Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan

kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-

pihak.Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).Pernyataan

pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang

akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan

kontrak/perjanjian.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:

a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)

Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah

ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain

menyatakan penerimaan/akseptasinya.

b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).

Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya

kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.

c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi

diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.

d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak

peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah

saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai

patokan saat lahirnya kontrak.

12

Page 13: Makalah aspk hukum

2.8 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

A. BATALNYA PERJANJIAN :

1. Batal demi hukum  : suatu perjanjian menjadi batal demi hukum apabila syarat

objektif bagi  sahnya suatu perjanjian tidak terpenuhi. Jadi secara yuridis 

perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.

2. Atas permintaan salah satu pihak :  pembatalan dimintakan oleh salah satu pihak

misalnya dalam hal ada salah satu pihak yang tidak cakap menurut hukum.

Harus ada gugatan kepada Hakim. Pihak lainnya dapat menyangkal hal itu,

maka harus ada pembuktian.

o UU memberikan kebebasan kepada para pihak apakah akan

menghendaki pembatalan atau tidak – oleh UU pembatalan tersebut

dibatas sampai 5 thn, diatur oleh pasal  1454 KUHPer  tetapi pembatasan

waktu tersebut tidak berlaku bagi pembatalan yang diajukan selaku

pembelaan atau tangkisan.

*Asas konsensus yang terdapat dalam pasal  1320 KUHPer  tidak berlaku secara

keseluruhan  tetapi  ada pengecualiannya. Undang-undang  menetapkan suatu

formalitas untuk perjanjian tertentu, misalnya hibah benda tak bergerak, maka harus

dibuatkan dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat tertulis, dll. Apabila

perjanjian dengan diharuskan dibuat dengan bentuk tertentu tersebut tidak dipenuhi

maka perjanjian itu  BATAL DEMI HUKUM.

B. Pelaksanaan

Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif

untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus

mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.Salah satunya untuk

memperoleh hak milik ialah jual beli.Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan

kewajiban yang telah di perjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai

tujuannya.

13

Page 14: Makalah aspk hukum

Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.Perjanjian yang telah

di buat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh di atur atau

dibatalkan secara sepihak saja.

14

Page 15: Makalah aspk hukum

BAB III

DASAR HUKUM PERJANJIAN

3.1 Dasar – Dasar hukum Suatu Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari

peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang

disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.  

Perjanjian adalah sumber perikatan

Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar bagi hukum kontrak.Dari

sejumlah prinsip hukum tersebut perhatian dicurahkan kepada tiga prinsip atau asas

utama. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dapat memberikan sebuah gambaran

mengenai latar belakang cara berpikir yang menjadi dasar hukum kontrak. 

Prinsip-prinsip atau asas-asas fundamental yang menguasai hukum kontrak

adalah: prinsip atau asas konsensualitas di mana persetujuan-persetujuan dapat terjadi

karena persesuaian kehendak (konsensus) para pihak. Pada umumnya

persetujuanpersetujuan itu dapat dibuat secara “bebas bentuk” dan dibuat tidaksecara

formal melainkan konsensual. 

Asas konsensualitas dalam hukum perdata Indonesia dapat disimpulkan dari

Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi pada dasarnya berdasarkan

asas konsensualitas maka perjanjian dianggap sudah terbentuk karena

adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak.Perjanjian pada pokoknya

dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup

melalui konsensus belaka.

Prinsip atau asas “kekuatan mengikat persetujuan” menegaskan bahwa para

pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan sehingga merupakan ikatan para

pihak satu sama lain. 

15

Page 16: Makalah aspk hukum

Asas kekuatan mengikat dapat ditemukan landasannya dalam ketentuan Pasal

1374 ayat (1) BW (lama) atau Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata:

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya.”

Di dalam Pasal 1339 KUH Perdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini:

“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan

didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan

oleh kepatutan, kebiasaan atau undangundang.”

prinsip atau asas kebebasan berkontrak yakni di mana para pihak diperkenankan

membuat suatu persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap

orang mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang

dikehendakinya, selain itu para pihak dapat menentukan sendiri isi maupun

persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa persetujuan

tersebut tidak boleh bertentangan dengan sebuah ketentuan undang-undang yang

bersifat memaksa, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia,

antara lain dapat disimpulkan dalam rumusan-rumusan Pasal-pasal 1329, 1332 dan

1338 ayat (1) KUH Perdata.

 Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-

undang tidak dinyatakan tak cakap”.

 Pasal 1332 KUH Perdata menguraikan

bahwa:

“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu

perjanjian.”

 Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan bahwa:

16

Page 17: Makalah aspk hukum

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”.

3.2 Azas-azas Hukum Perjanjian

Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua

diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui,

yaitu:

1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul

telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam

perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320

KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.

1. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian

bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas 

dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang

dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.

3.3 Kelalaian/Wanprestasi

Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan

perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat

macam, yaitu:

1. Tidak melaksanakan isi perjanjian.

2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

17

Page 18: Makalah aspk hukum

3.4 Hapusnya Perjanjian

Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:

a.   Pembayaran

Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

secara sukarela.  Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan

hak-hak seorang kreditur/berpiutang.Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang

dinamakan subrogatie.Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan

1403 KUH Perdata.Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan

karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang

atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri

Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang

(kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak

pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan

penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai

tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.

Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka

barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera

Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.

c.   Pembaharuan utang atau novasi

Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian

lama.  Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu

pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya)

atau obyek dari perjanjian itu.

18

Page 19: Makalah aspk hukum

d.   Perjumpaan utang atau Kompensasi

Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau

memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur.  Jika

debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu

sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.

Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan

tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah

terjadi, kecuali:

(i)       Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan

dengan hukum.

(ii)      Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau

dipinjamkan.

(iii)     Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah

dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).

e.   Percampuran utang

Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang

berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu

percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur

menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh

krediturnya.

f.   Pembebasan utang

Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian

yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.

g.   Musnahnya barang yang terutang

Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat

diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih

19

Page 20: Makalah aspk hukum

ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar

kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

h.   Batal/Pembatalan

Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah

dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan

pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu

tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.

Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi  

syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:

(i)       Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;

(ii)      Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim

untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.

i. Berlakunya suatu syarat batal

Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila

terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada

keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.

j.    Lewat waktu

Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu

upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan

lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-

undang.

Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik

yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa

dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.  Dengan lewatnya waktu tersebut, maka

perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.

20

Page 21: Makalah aspk hukum

3.5 STRUKTUR PERJANJIAN

Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:

1. Judul/Kepala

2. Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas

permintaan siapa perjanjian itu dibuat.

3. Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak

atau yang lazim dinamakan “premisse”.

4. Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-

ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

5. Penutup dari Perjanjian.

3.6 BENTUK PERJANJIAN

Perjanjian dapat berbentuk:

Lisan

Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:

-          Di bawah tangan/onderhands

-          Otentik

A. Pengertian Akta

Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti

tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya.

Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua),

antara lain:

a.  Akta Di bawah Tangan (Onderhands)

b. Akta Resmi (Otentik).

21

Page 22: Makalah aspk hukum

Pengertiannya antara lain :

a. Akta Di bawah Tangan

Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau

Notaris.Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. 

Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti

mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di

bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah

tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta

Otentik.

Perjanjian di bawah tangan terdiri dari:

(i)     Akta di bawah tangan biasa

(ii)   Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan

ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya

didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi maupun tanda

tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.

(iii)   Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak 

namun  penandatanganannya   disaksikan   oleh  atau di hadapan Notaris,

namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi dokumen melainkan

Notaris hanya bertanggungjawab terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan

dan tanggal ditandatanganinya dokumen tersebut.

b. Akta Resmi (Otentik)

Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang

memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu

keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu.  Pejabat

umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai

pencatatan sipil, dan sebagainya.

22

Page 23: Makalah aspk hukum

Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para

pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak.

Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus

menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh

terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.

Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

(i)     Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.

(ii)    Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

(iii)   Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta itu.

B. Perbedaan antara Akta Otentik dan Akta Di bawah Tangan

No. Perbedaan Akta Otentik Akta Di bawah tangan

1.

2.

3.

4.

5.

Definisi

Materi

Pembuktian

Penggunaannya

Penyimpanan

Akta yang dibuat oleh atau

di hadapan Pejabat Umum

(a.l. Notaris)

Apa yang tercantum pada

isi Akta otentik berlaku

sebagai sesuatu yang

benar (bukti sempurna),

kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya dengan alat

bukti lain.

Bilamana disangkal oleh

pihak lain maka pihak yang

menyangkal itulah yang

harus membuktikan bahwa

akta itu tidak benar, dan

Akta yang dibuat oleh dan

ditandatangani para pihak

Apa yang tercantum pada isi

akta di bawah tangan (tulisan

atau tanda tangannya) dapat

merupakan kekuatan bukti

yang sempurna selama tidak

disangkal oleh pihak-pihak

yang menggunakan akta

tersebut.

Bilamana tulisan atau tanda

tangannya disangkal oleh

pihak lain, maka pihak yang

memakai akta itulah yang

harus membuktikan bahwa

23

Page 24: Makalah aspk hukum

akta otentik mempunyai

tanggal yang pasti.

Dalam hal tertentu

mempunyai kekuatan

eksekutorial.

Kemungkinan hilang lebih

kecil, sebab oleh Undang-

undang ditentukan, bahwa

Notaris diwajibkan untuk

menyimpan asli akta

secara rapi di dalam lemari

besi tahan api.

akta itu adalah benar.

Tidak pernah mempunyai

kekuatan eksekutorial.

Kemungkinan hilang lebih

besar.

BAB IV

24

Page 25: Makalah aspk hukum

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari paparan di atas dapat kita tarik sebuah kesimppulan bahwa gambaran

secara umum tentang perjanjian atau perikatan adalah persetujuan yang dibuat oleh

dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi

persetujuan yang telah dibuat bersama.

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut

Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain,

dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.

Daftar Pustaka

25

Page 26: Makalah aspk hukum

www.google .com

26