makalah hukum penitensier

24
TUGAS HUKUM PENITENSIER “ PIDANA TUTUPAN & PIDANA BERSYARAT” DISUSUN OLEH WAHYU FERYANSAH H1A1 10 092 KELAS A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2013 1

Upload: andi-ade-nurqalbi

Post on 30-Nov-2015

1.009 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

PENGERTIAN PIDANA TUTUPAN Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideologi yang dianutnya. Tetapi dalam praktek peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan tersebut diterapkan. Pidana tutupan merupakan perkembangan jenis pidana baru yang pembentukannnya berdasa

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hukum Penitensier

TUGAS

HUKUM PENITENSIER

“ PIDANA TUTUPAN & PIDANA BERSYARAT”

DISUSUN OLEH

WAHYU FERYANSAH

H1A1 10 092

KELAS A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2013

1

Page 2: Makalah Hukum Penitensier

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmadnyalah sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang berjudul “PIDANA

TUTUPAN DAN PIDANA BERSYARAT”, meskipun didalam makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan yang sangat mendasar, akan tetapi semoga kajian dari isi makalah ini dapat

diterima dengan baik oleh pembacanya. Dengan selesainya makalah ini semoga dapat

memberi kita banyak manfaat dan juga pengetahuan luas mengenai materi yang dibahas

didalam makalah ini yang terkait dengan masalah PIDANA TUTUPAN DAN PIDANA

BERSYARAT.

Semoga makalah ini dapat diterima dengan baik oleh pembacanya untuk dapat

menambah pengetahuan khususnya dalam pengetahuan hukum panitensier. Dan tak lupa

penulis mengucapkan banyak terimakasih atas kerjasamanya.

KENDARI, JUNI 2013

PENYUSUN

WAHYU FERYANSAH

STB: H1A1 10 092

2

Page 3: Makalah Hukum Penitensier

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB 1

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG 4

B.RUMUSAN MASALAH 5

C.TUJUAN PENULISAN 5

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN PIDANA TUTUPAN 6

2.2.DASAR HUKUM PIDANA TUTUPAN 7

2.3.PENGERTIAN PIDANA BERSYARAT 8

2.4.DASAR HUKUM PIDANA BERSYARAT 10

2.5.SYARAT PIDANA BERSYARAT 15

BAB 3

PENUTUP

A.KESIMPULAN 16

B.SARAN 16

KAJIAN PUSTAKA 17

3

Page 4: Makalah Hukum Penitensier

BAB 1

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Dalam tahun 1946, tepatnya tanggal 3 Juli, telah diintrodusir suatu terminologi baru

dalam hukum pidana di Indonesia, yang dinamakan pidana tutupan, yaitu satu jenis pidana bagi

mereka yang patut dihormati. Penerapan terminologi baru ini berkaitan dengan dilakukan

penangkapan dan pemenjaraan terhadap tokoh-tokoh politik pada waktu itu, antara lain

Muhammad Yamin dan Mayjen Sudarsono, yang meminta agar Kabinet Sjahrir di copot oleh

Presiden Soekarno. Namun permintaan ini ditolak oleh Presiden Soekarno dan kepada mereka

dikenakan pemidaan penjara/tutupan. Akan tetapi bagaimana wujud serta substansi pidana

tutupan ini. Bahkan terhadap siapa yang dimaksud sebagai narapidana yang wajib dihormati,

masih belum jelas. Maka dari itu saya$ disini akan mencoba untuk menerangkan terkait dengan

pidana tutupan. Pidana bersyarat sering disebut dengan putusan percobaan (voorwaardelijke

veroordeling) dan bukan merupakan salah satu dari jenis pemidanaan karena tidak disebutkan

dalam Pasal 10 KUHP, tetapi ketentuan tentang pidana bersyarat masih tetap terkait pada

Pasal 10 KUHP, khususnya pada pidana penjara dan kurungan yang keberlakuannya hanya

pada batas satu tahun penjara atau kurungan.Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik

hukum sering juga disebut dengan pidana percobaan, adalah suatu sistem/model penjatuhan

pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat tertentu. Artinya,

pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama

syarat-syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-

syarat yang ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya.

Pidana bersyarat tidak termasuk jenis pidana pokok maupun pidana tambahan, tetapi

pidana bersyarat merupakan cara penerapan pidana yang dalam pengawasan dan

pelaksanaannya dilakukan di luar penjara. Menjatuhkan pidana bersyarat bukan berarti

4

Page 5: Makalah Hukum Penitensier

membebaskan terpidana, secara fisik terpidana memang bebas dalam arti tidak diasingkan

dalam masyarakat dalam suatu penjara atau lembaga pemasyarakatan, akan tetapi secara

formal statusnya tetap terpidana karena ia telah dijatuhi pidana hanya saja dengan

pertimbangan tertentu pidana itu tidak perlu dijalani. Pidana akan tetap dijalani apabila ternyata

terpidana telah melanggar.

B.RUMUSAN MASALAH

Menjelaskan pengertian dari pidana tutupan dan pidana bersyarat serta juga perbedaan dari

kedua jenis pidana tersebut apakah memiliki banyak perbedaan atau banyak persamaan..?

C.TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah:

1. .untuk bisa memahami pengertian dari pidana tutupan dan pidana bersyarat

2. .agar kita dapat membedakan manakah yang tergolong pidana tutupan dan pidana

bersyarat

3. .untuk dapat mengetahui berbagai macam pendapat ahli dalam menguraikan pengertian

pidana tutupan dan pidana bersyarat

5

Page 6: Makalah Hukum Penitensier

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN PIDANA TUTUPAN

Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh

ideologi yang dianutnya. Tetapi dalam praktek peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan

tersebut diterapkan. Pidana tutupan merupakan perkembangan jenis pidana baru yang

pembentukannnya berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 1946 tentang hukuman tutupan

sehingga ditambahkan jenis – jenis pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 10

KUHP dengan satu pidana baru. Adapun maksud ditetapkannya Undang-undang No. 20 tahun

1946 K. Wantjik Saleh menyatakan bahwa dari ketentuan Pasal 1 dan 2 Undang Undang No.

20 tahun 1946 dapat disimpulkan sebagai berikut: “Pidana tutupan dimaksud dapat

menggantikan hukuman penjara dalam hal orang yang melakukan kejahatan diancam dengan

hukuman penjara karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Tetapi hal itu tergantung

pada hakim. Kalau menurut pendapat hakim perbuatan yang merupakan kejahatan atau acara

melakukan perbuatan itu atau akibat perbuatan itu hukuman penjara lebih pada tempatnya,

maka hakim menjatuhkan hukuman penjara.” Diadakannya hukuman tutupan itu dimaksudkan

untuk kejahatan-kejahatan yang bersifat politik sehingga orang-orang yang melakukan

kejahatan politik itu akan dibedakan dengan kejahatan biasa. Hubungannya diadakan undang-

undang No. 20 tahun 1946 dengan politik kiranya dapat dilihat konsiderannya yang

menyebutkan maklumat Wakil Presiden No. X yakni tentang anjuran pendirian partai politik.

Selanjutnya ditentukan bahwa: “Semua peraturan yang mengenai hukuman penjara juga

berlaku terhadap hukuman tutupan jika peraturan-peraturan itu tidak bertentangan dengan sifat

atau pereturan khusus tentang hukuman tutupan. Tentang tempat, cara, dan segala sesuatu

yang perlu untuk melaksanakan undang-undang ini masih akan diatur dengan suatu peraturan-

pemerintahan sedangkan peraturan mengenai tatausaha atau tata tertib bagi rumah untuk

6

Page 7: Makalah Hukum Penitensier

menjalankam hukuman tutupan diatur oleh Menteri kehakiman dengan persetujuan Menteri

Pertahanan” . dalam pasal 10 dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana bagian terakhir

dibawah pidana denda.

2.2.DASAR HUKUM PIDANA TUTUPAN

Dasar pidana tutupan itu antara lain :

 1. UU No 20 Tahun 1946, Berita RI No II, yang berbunyi :

Mengingat: Pasal 20 ayat (1) berhubung dengan Pasal IV Aturan Peralihan dari Undang-

undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tertanggal 18-10-1945 No.X.

Pasal 1. Selain daripada hukuman pokok tersebut dalam Pasal 10 huruf a Kitab Undang-

undang Hukum Pidana dan Pasal 6 huruf a Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara

adalah hukuman pokok baru, yaitu hukuman tutupan, yang menggantikan hukuman penjara

dalam hal tersebut dalam Pasal 2.

Pasal 2 (1). Dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan

hukuman penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh

menjatuhkan hukuman tutupan. (2). Peraturan dalam ayat (1) tidak berlaku jika perbuatan yang

merupakan kejahatan atau cara melakukan perbuatan itu akibat dari perbuatan tadi adalah

demikian sehingga hakim berpendapat, bahwa hukuman penjara lebih pada empatnya.

Pasal 3. (1) Barangsiapa dihukum dengan hukuman tutupan wajib menjalankan pekerjaan yang

diperintahkan kepadanya menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 5.

(2). Menteri yang bersangkutan atau pegawai yang ditunjuknya berhak atas permintaan

terhukum membebaskannya dari kewajiban yang dimaksudkan dalam ayat (1).

7

Page 8: Makalah Hukum Penitensier

Pasal 4. Semua peraturan yang mengenai hukuman penjara berlaku juga terhadap hukuman

tutupan, jika peraturan-peraturan itu tidak bertentangan dengan sifat atau peraturan khusus

tentang hukuman tutupan.

Pasal 5 (1). Tempat untuk menjalani hukuman tutupan, cara melakukan hukuman itu dan

segala yang perlu untuk menjalankan undang-undang ini diatur dalam peraturan pemerintah.

(2). Peraturan tata usaha atau tata tertib guna rumah buat menjalankan hukuman tutupan diatur

oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Menteri Pertahanan.

pasal 6.undang-undang ini mulai berlaku pada pengumumannya ditetapkan di Jogjakarta pada

tanggal 31 Oktober 1946, dan diumumkan pada tanggal 1 Nopember 1946.

. 2. Dalam KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pada pasal 10

dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di bawah pidana denda.

Tentulah pencatuman ini didasarkan kepada undang-undang no. 20 tentang pidana tutupan

2.3.PENGERTIAN PIDANA BERSYARAT MENURUT PARA AHLI

Pidana bersyarat sering disebut dengan putusan percobaan (voorwaardelijke

veroordeling) dan bukan merupakan salah satu dari jenis pemidanaan karena tidak disebutkan

dalam Pasal 10 KUHP, tetapi ketentuan tentang pidana bersyarat masih tetap terkait pada

Pasal 10 KUHP, khususnya pada pidana penjara dan kurungan yang keberlakuannya hanya

pada batas satu tahun penjara atau kurungan.

Menurut E.Y. Kanter dan S. R. Sianturi (2002 : 473) kata-kata pidana bersyarat atau

pemidanaan bersyarat adalah :

Sekedar suatu istilah umum, sedangkan yang dimaksud bukanlah pemidanaannya yang

bersyarat, melainkan pemidanaannya pidana itu yang digantungkan pada syarat-syarat tertentu.

8

Page 9: Makalah Hukum Penitensier

Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik hukum sering juga disebut dengan pidana

percobaan, adalah suatu sistem/model penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya

digantungkan pada syarat-syarat tertentu. Artinya, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu

ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak

dilanggarnya, dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang ditetapkan itu tidak

ditaatinya atau dilanggarnya.

Andi Hamzah dan Siti Rahayu (Tolib Setiady, 2010 : 112) berpendapat mengenai pidana

bersyarat dengan menyatakan bahwa :

Pemidanaan bersyarat dapat disebut pula pemidanaan dengan perjanjian atau pemidanaan

secara janggelan, dan artinya adalah menjatuhkan pidana kepada seseorang, akan tetapi

pidana ini tak usah dijalani kecuali di kemudian hari ternyata bahwa terpidana sebelum habis

tempo percobaan berbuat suatu tindak pidana lagi atau melanggar perjanjian yang diberikan

kepadanya oleh hakim, jadi keputusan pidana tetap ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana

itu tidak dilakukan.

Sementara itu Muladi (2008 : 195) menyatakan bahwa :

Pidana bersyarat adalah suatu pidana di mana si terpidana tidak usah menjalani pidana

tersebut, kecuali bilamana selama masa percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat

umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan (pidana bersyarat ini merupakan

penundaan pelaksanaan pidana).

Pidana bersyarat tidak termasuk jenis pidana pokok maupun pidana tambahan, tetapi

pidana bersyarat merupakan cara penerapan pidana yang dalam pengawasan dan

pelaksanaannya dilakukan di luar penjara. Menjatuhkan pidana bersyarat bukan berarti

membebaskan terpidana, secara fisik terpidana memang bebas dalam arti tidak diasingkan

dalam masyarakat dalam suatu penjara atau lembaga pemasyarakatan, akan tetapi secara

9

Page 10: Makalah Hukum Penitensier

formal statusnya tetap terpidana karena ia telah dijatuhi pidana hanya saja dengan

pertimbangan tertentu pidana itu tidak perlu dijalani. Pidana akan tetap dijalani apabila ternyata

terpidana telah melanggar.

2.4.DASAR HUKUM PIDANA BERSYARAT

Di Indonesia sendiri untuk pertama kalinya diterapkan adanya pidana bersyarat pada

tahun 1926 yang dituangkan dalam STB. 1926 NO. 251 JO 486, akan tetapi baru sejak 1

Januari 1927 dimasukkan ke dalam KUHP berupa ketentuan Pasal 14a sampai 14f.

Dalam Pasal 14a KUHP menentukan :

1)    Jika dijatuhkan hukuman penjara yang selama-lamanya satu tahun dan dijatuhkan hukuman

kurungan diantaranya tidak termasuk hukuman kurungan pengganti denda, maka hakim boleh

memerintahkan, bahwa hukuman itu tidak dijalankan, kecuali kalau di kemudian hari ada

perintah lain dalam keputusan hakim. Oleh karena terhukum sebelum jatuh tempo percobaan

yang akan ditentukan dalam perintah pertama membuat perbuatan yang boleh dihukum atau

dalam tempo percobaan itu tidak memenuhi suatu perjanjian yang istimewa, yang akan

sekiranya diadakan dalam perintah itu.

2)    Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara mengenai

penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata

kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan

sangat memberatkan terpidana. Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu

hanya dianggap sebagai perkara mengenai pengahasilan negara, jika terhadap kejahatan dan

pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhi pidana denda, tidak diterapkan ketentuan

Pasal 30 ayat (2).

3)    Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai

pidana tambahan.

10

Page 11: Makalah Hukum Penitensier

4)    Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan

bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, dan syarat-

syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.

5)    Perintah tersebut dalam ayat (1) harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi

alasan perintah itu.

Pasal 14b KUHP menentukan :

1)    Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan

536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.

2)    Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan

kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang.

3)    Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.

Pasal 14c KUHP menentukan :

1)    Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain

menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat

menetapkan syarat khusus bahwa terpidana tindak pidana, hakim dapat menerapkan syarat

khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa

percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak

pidana tadi.

2)    Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan atas

salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh

diterapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi

selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan.

3)    Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau

kemerdekaan berpolitik terpidana.

Pasal 14d KUHP menentukan :

11

Page 12: Makalah Hukum Penitensier

1)    Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang

menyuruh menjalankan putusan, jika kemidian ada perintah untuk menjalankan putusan.

2)    Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga yang berbentuk badan

hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah penampungan

yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan atau

bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.

3)    Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi serta mengenai penunjukan

lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur

dengan undang-undang.

Pasal 14e KUHP menentukan :

Atas usul pejabat dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutus

perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat

khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang

yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh

memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang

paling lama dapat diterapkan untuk masa percobaan.

Pasal 14f KUHP menentukan :

1)    Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats usul pejabat tersebut dalam pasal 14d

ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya

pidananya dijalankan, atau memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada

terpidana, yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan karenanya

ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun

jika terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena

melakukan tindak pidana selama masa percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan,

hakim harus menentukan juga cara bagaimana memberika peringatan itu.

12

Page 13: Makalah Hukum Penitensier

2)    Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi,

kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana

di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang

memnjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap,

hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan tindak

pidana tadi.

Jadi yang dimaksud dalam Pasal 14a (1) KUHP di atas adalah bahwa dalam pokoknya

ialah orang (si terdakwa) dijatuhi hukuman, tetapi hukuman itu tidak usah dijalankan, kecuali

jika ternyata bahwa terhukum sebelum habis masa percobaan berbuat tindak pidana atau

melanggar perjanjian yang diadakan oelh hakim dengan si terdakwa. Jadi keputusan

penjatuhan hukuman tetap ada, hanya pelaksanaan hukuman itu tidak dilakukan.

J.E. Jonkers (Andi Zainal Abidin Farid dan Andi Hamzah, 2006 : 313) berpendapat

bahwa :

Sebaiknya penerapan pidana bersyarat dilakukan dengan hati-hati sehingga ditentukan di

dalam Pasal 14a (4) KUHP, bahwa pidana bersyarat hanya dijatuhkan jika hakim berdasarkan

penyelidikan yang teliti, yakni bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhi

syarat umum, yaitu bahwa terpidana tidak akan melakukan delik, dan syarat khusus jika

sekiranya syarat-syarat itu ada.

Manfaat penjatuhan pidana dengan bersyarat ini adalah memberikan kesempatan atau

memperbaiki penjahat tanpa harus menjatuhkannya ke dalam penjara, artinya tanpa membuat

derita bagi dirinya dan keluarganya, mengingat pergaulan di dalam penjara terbukti sering

membawa pengaruh buruk bagi seorang terpidana, terutama bagi orang-orang yang melakukan

tindak pidana karena dorongan faktor tertentu yang iya tidak mempunyai kemampuan untuk

menguasai dirinya, dalam arti bukan penjahat yang sesungguhnya.

13

Page 14: Makalah Hukum Penitensier

Selanjutnya dalam Pasal 14b KUHP mengatur tentang lamanya waktu untuk masa

percobaan, di mana terpidana harus menahan diri jangan sampai melanggar syarat-syarat yang

diberikan oleh hakim. Tentang latar belakang ketentuan mengenai batas paling lama satu tahun

bagi penjatuhan pidana yang dapat ditetapkan dengan bersyarat adalah bahwa untuk perkara-

perkara yang lebih berat yang untuk penyelesaiannya dengan pertimbangan hakim harus

menjatuhkan pidana yang lebih berat dari satu tahun, dilihat dari sudut penjatuhan pidana

sebagai pembalasan, tidak ada tempat bagi pidana bersyarat. Artinya pidana bersyarat itu

hanya ditetapkan untuk pemidanaan bagi perkara-perkara yang lebih ringan, yang

dipertimbangkan oleh hakim sebagai sudah cukup adil (dari sudut pembalasan) jika dijatuhi

pidana yang lebih ringan dengan pidana penjara paling tinggi satu tahun, dan tidak untuk

pidana yang lebih dari satu tahun. Ketentuan batas maksimum satu tahun ini berlatar belakang

bahwa dalam pidana bersyarat sudah tidak terdapat lagi rasa pembalasan, tetapi lebih

menonjolkan maksud perbaikan.

2.5. SYARAT PIDANA BERSYARAT

Penjatuhan pidana bersyarat oleh hakim terhadap terdakawa telah diketahui ada dua

jenis syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat umum dan syarat khusus.

a.    Persyaratan umum

Syarat umum dalam putusan percobaan taua pidana bersyarat bersifat imperative,

artinya bila hakim menjatuhkan pidana dengan bersyarat, dalam putusannya itu harus

ditetapkan syarat umum. Dalam syarat umum harus ditetapkan oleh hakim bahwa dalam

tenggang waktu tertentu atau masa percobaan terpidana tidak boleh melakukan tindak pidana,

ketentuan ini diatur dalam Pasal 14c ayat (1) KUHP :

“Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain

menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat

menetapkan syarat khusus bahwa terpidana tindak pidana, hakim dapat menerapkan syarat

khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa

14

Page 15: Makalah Hukum Penitensier

percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak

pidana tadi”.

Syarat umum ialah terpidana tidak akan melakukan perbuatan delik. Dalam syarat

umum ini tampak jelas sifat mendidik dalam putusan pidana dengan bersyarat, dan tidak

tampak lagi rasa pembalasan sebagaimana dianut oleh teori pembalsan.

b.    Persyaratan khusus

Dalam persyaratan khusus akan ditentukan oleh hakim jika sekiranya syarat-syarat itu

ada. Hakim boleh menentukan hal-hal berikut :

1)    Pengganti kerugian akibat yang ditimbulkan oleh dilakukannya tindak pidana baik seluruhnya

maupun sebagian, yang harus dibayarnya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim

yang lebih pendek dari masa percobaan (Pasal 14 ayat 1 KUHAP).

2)   Dalam hal hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan atas

pelanggaran ketentuan Pasal 492 KUHP (mabuk di tempat umum), Pasal 504 KUHP

(pengemisan), Pasal 505 KUHP (pergelandangan), Pasal 506 KUHP (mucikari), Pasal 536

KUHP (mabuk di jalan umum), hakim dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang

berhubungan dengan kelakuan terpidana (Pasal 14a ayat (2) KUHP). Syarat-syarat khusus

tersebut tidak diperkenankan sepanjang melanggar atau mengurangi hak-hak terpidana dalam

hal berpolitik (kenegaraan) dan menjalankan agamanya (Pasal 14a ayat (5) KUHP)

15

Page 16: Makalah Hukum Penitensier

BAB 3

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Hukuman tutupan merupakan perkembangan jenis pidana baru yang pembentukannnya

berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 1946 tentang hukuman tutupan sehingga

ditambahkan jenis – jenis pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 10 KUHP dengan

satu pidana baru. Diadakannya hukuman tutupan itu dimaksudkan untuk kejahatan-kejahatan

yang bersifat politik sehingga orang-orang yang melakukan kejahatan politik itu akan dibedakan

dengan kejahatan biasa. Pemidanaan bersyarat dapat disebut pula pemidanaan dengan

perjanjian atau pemidanaan secara janggelan, dan artinya adalah menjatuhkan pidana kepada

seseorang, akan tetapi pidana ini tak usah dijalani kecuali di kemudian hari ternyata bahwa

terpidana sebelum habis tempo percobaan berbuat suatu tindak pidana lagi atau melanggar

perjanjian yang diberikan kepadanya oleh hakim, jadi keputusan pidana tetap ada akan tetapi

hanya pelaksanaan pidana itu tidak dilakukan.

B.SARAN

Sebaiknya sistem pemidanaan Negara kita diperhatikan dengan serius agar Negara ini bisa

dihuni oleh orang-orang baik dan jalan satu-satunya ialah mempertegas hokum yang ada di

negeri kita dan juga agar para elite politik atau orang berduit tidak mudah mengotak atik hukum

kita dengan menggunakan rayuan rupiah kepada aparat penegak hukum di Negara kita ini.

16

Page 17: Makalah Hukum Penitensier

KAJIAN PUSTAKA

P.A.F. Lamintang, 2010, Hukum Penitensier Indonesia, sinar grafika, jakarta, hal. 136.

Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung.

Hal. 112

Ibid. Hal 113

Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung. Hal. 135

Muladi, 2002, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung. Hal. 195-197

Ibid, hal. 197.

Op cit, Marlina.hal. 120

Gunadi ismu, effendi jonaedi, 2011, cepat dan mudah memahami hokum pidana (jili 1),             

Jakarta: Prestasi Pustaka

Saleh roeslan, prof, 1981, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru

Moeljatno, prof, 2011, Kitab Undang-undang hUkum pidana, Jakarta : Bumi Aksara

17