tugas kliping kewarganegaraan
DESCRIPTION
sdhshshfhfhTRANSCRIPT
TUGAS KLIPING KEWARGANEGARAAN
Nama : Norman Christ Lalasaro.Npm : 4301-11-240Kelas : A
SEKOLH TINGGI HUKUM BANDUNG
2012
BAB I
TTD
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
Ada pesan `kurang baik' yang selama ini menjangkiti sikap ataupun kelakuan POLISI
Indonesia yang di kenal sebagai elemen penegak hukum negara, akibat menempatkan korupsi
sebatas sebagi kejahatan yang merugikan Negara dan bukan merugikan dirinya secara langsung
dalam jangka panjang. Korupsi mereka anggap sebagai jenis’’ kejahatan tanpa korban’’ ( crime
withot victim ) atau kejahatan yang sebatas membohongidan membodohi Negara, sehingga tak di
jadikan keseluruhaan elemen bansa sebagai objek yang di lawan secara total
Siapapun elemen bangsa ini yang masih berpikir norml tentulah mengakui korupsi merupakan
kejahatan yang serius, ataupun penyakit kanker yang berpotensi menghancurkan dan mengubur
negeri ini, sehingga wajib di singkirkan siapa saja yang menganggap remeh, apalagi
mengesampingkan urusan korupsi, berarti menyerahkan nasib rakyat negeri ini ketiang
gantungan kematian. Bersamanya kasus korupsi dan cengkeraman kekeutan sindikasi koruptor di
negeri ini mengindikasikan bahwa kita (polisi) salama ini masih kalah bertarung dengan koruptor
atau belum menempatkan khitah moral perlawanan terhadap koruptor. Kita masih bernyali kecil
dan mendiamkan saja saat berhadapan dengan atasan ataun pimpinan yan melakukan mark-up
proyek, menerima garifikasi , merekayasa pelaporan kinerja, dan berbagai bentuk malpraktik
jabatan.
Kita menjadi semakin tidak bernyali lagi saat pimpinan juga memberikan konpensasi kenaikan
posisi, melibatkan kita dalam berbagai proyek, dan memberikam konpensasi kepada anak-ank
dan istri kita segmen elite dalam ranah white collar crime tersebut akhirnya menciptakan
atmosfer kelonggaran agar kita biasa menyuburkan kejahatan.
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Seorang Albert Enstein yang kita kenal sebagai ahli kimia kenamaan, pernah mengatakan
bahwa, "Dunia ini semakin tidak aman dan damai untuk di huni bukan karen ulah pejabat,
melainkan akibat sikap yang membiarkan kejahatan terjadi.’’ Pernyatan tersebut ia gunkan agar
kita diajari sekaligus diberitahu untuk tidak menjatuhkan sikap diam, ataupun tidak acuh dan
bisu terhadap kejahatan yang terjadi di masyarakat. Kita harus melek. Cepat tanggap, gampang
merspon dan cerdas terhadap berbagai bentuk prilaku kejahatan membiarkan kejahatan unjuk
gigi dan berdaya sama halnya dengan membuka kran bersamainya kejahatan kejahatan berat
seperti jejahatan perampokan uang Negara yang sudah di golongkan sebagai kejahatan istimewa
( extraordinary crime )
Akar atau penyebab utama korupsi semakin menguat, mengakar, makin berdaya, terstruktur,
dan membudaya dikarenakan kehebatan dan kepiawaian koruptor dalam menjalankan aksi aksi
kriminal sistemisnya ,juga akibat sikap yang menoleransi, tidak peduli, kurang kritis, tidak
benar-benar memelekan mata untuk mengawsi sepak terjangnya (koruptor ), dan nekat
mengharakiri hokum ketika koruptor tang hendak di jeratnya ternyata lebih kuat secara
psikologis dan polotik jika di bandingkan dengan kita yang jadi penjeratnya
Dalam buku Kiri Islam yang ditulis Kazhuo Shimogagi, ia telah menjelaskan bahwa istilah
tentang nihilismetotal yang di relasikan dengan kondisi masyarkat yang senang menjalani
kehidupan diluar pagar moral dan agama. Kalau dalam suatu masyarakat dan negara atmosfer
yang paling hegemonic iyalah tampilnya ‘ selebritas’’ berkuasa yang disnormatif, tidak
berlebihan jika atmosfernya memasuki ranah nuhilisme Negara. Mereka yang digolongkan
sebagai pengikut nihilism total yaitu kumpulan sosok manusia yang menyukai dan
membanggakn sikap dan perbuatannya yang paradoksal dengan norma. Jalan hidup yang
ditasbihkan yang ditasbihkan dan dikiblatinya berfokus pada jalan nyang menenangkan serta
menyenangkan diri dan kelompoknya bukan jalan yang menghadirkan keadaban ,kebhagiaan dan
keadilan bersama itulah yang pernah dikritik Maurice Clavel (filsuf Prancis), `ide besar tentang
Tuhan telah lama tertindas’’ kritik tersebut juga disamapaikan syafi’I maarif (1995) dalam
perjalan hidup yang di warnai pengejaran materialistis,rasa tanggung bjawab sama tuhan sudah
semakin surut,redup,dankehilangan momentum . cahaya Tuhan tidak akan menyala terang dihati
manusia yang menyibuykkan diri dalam perbuburuan kapitalitas dengan berbagai macam cara.
Dalam ranah tersebut, setiap norma yang bersubstansi mengatur, membatasi, dan
memberi sanksi dinilai sebagai objek yang harus dimusuhi dan dibuatnya mencapai tingkatan
nihilisme dari konstruksi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kalau itu norma hukum,
bagaimana dengan norma yuridis yang karakternya memaksa dan memberi sanksi itu dibuat
mengalami lumpuh total atau mengidap virus impotensi sehingga tak bias digunakan sebagai
instrumen untuk mempertanggung jawabkan berbagai model pembangkangan hukum? Sulitnya
negara ini terbebas dari praktik `perampokan' uang negara tak bisa dilepaskan dari kuatnya
nihilisme atau harakiri norma yuridis.
Potret negara-negara lain yang terkenal sebagai negara bersih dan berwibawa ialah berkat
partisipasi publik dalam mengawasi dan menilai tingkat akuntabilitas kinerja pemerintahan yang
sarat borok, khususnya yang dianggap (berdasarkan bukti permulaan) berbau penyalahgunaan
anggaran/belanja negara. Padahal partisipasi publik bisa berjalan dengan maksimal apabila
didukung keteguhan setiap elemen bangsa ini, khususnya kalangan elite, untuk menjaga khitah
moral perlawanan terhadap koruptor.
Mempunyai elemen masyarakat bermental jujur, berani, dan militan jelas bukan hal yang
gampang. Dengan sedikit ditakut-takuti, diancam, dan dilemahkan dalam perlindungan, sebagian
elemen masyarakat sudah memilih mencari selamat atau tidak mau berurusan dengan koruptor.
Kecilnya nyali elemen masyarakat itu mengakibatkan koruptor semakin dimanjakan dan
dibebaskan untuk memperluas dan mengabsolutkan `kawasan' modus operandi korupsi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Setelah kita membaca dan memahami secara jelas dari pada artikel ini dapat, saya dapat
mengambil kesimpulkan bahwasanya penegakan hukun di negeri kita ini masih jauh dari kata
baik. Ada okmum-oknum pejabat negara yang tidak yang di anggap tidak dapat menjalankan
kepemimpinanannya. Contohnya saja korupsi mereka aggap sebagai jenis kejahatan tanpa
korban atau kejahatan yang sebatas membohogi dan membodohi negara sehingga tidak dijadikan
keseluruhaan elemen bangsa segabai objek yang di lawan secara total padahal akibat dari
perbuatan korupsi.
Korupsi yang merajalela di berbagai pihak dapat menyebabkan kemiskinan dan
pengangguran yang semakin bertambah di negeri ini. Akar penyebab utama korupsi semakin
menguat, mengakar, makin berdaya, terstruktur, dan membudaya di samping karena kehebatan
dan kepiawaian koruptor dalam menjalankan aksi aksi kriminal sistemisnya, juga akibat sikap
yang menoleransi, tidak peduli, kurang kritis, tidak benar-benar membuka mata untuk mengawsi
sepak terjangnya (koruptor), dan berani mengharakiri hukum ketika koruptor yang hendak di
jeratnya ternyata lebih kuat secara psikologis dan politik jika di bandingkan dengan kita yang
jadi penjeratnya dan rasa tanggung jawab terhadap Tuhan sudah semakin surut, redup dan
kehilangan momentum.
SARAN
Sebagai negara hukum, selayaknya kita menjunjung tinggi hukum dan menegakkan hukum
dengan seadil-adilnya untuk memberantas kejahatan-kejahatan yang merusak tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara, agar dapat tercapainya tujuan naisonal yang kita cita –citakan bersama,
sehinga keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan terwujud
secara nyata ataupun real.
Dan kita sebagi mahasiswa jangan hanya mampu menyalahkan dan berdemontrasi, tetapi kita
sebagi mahasiswa mari kita rapatkan barisan dan mengenal atau mempelajari dengan sungguh –
sungguh kasus apa yang telah terjadi di negara ini. Karena sebagian besar mahasiswa merupakan
harapan bangsa yang akan meneruskan jalannya sistem kepemerintahan bangsa Indonesia
kedepannya.