tugas epm dbd

Upload: ivanmancoy

Post on 19-Jul-2015

376 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG Demam berdarah telah berkembang menjadi salah satu penyakit menular utama di dunia. Infeksinya sekarang sebagai epidemi global dengan prevalensi yang tercatat di lebih dari 120 negara. Kemunculan demam dengue pertama kali berasal dari Afrika dan mulai dikenal di Asia sekitar 600 tahun yang lalu. Epidemi demam berdarah pertama kali diakui terjadi hampir bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara pada 1780-an. Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes, terutama A. aegypti dan sebagian oleh A. albopictus. Selama 200 tahun terakhir, penyebaran penyakit ini telah meningkat, mencapai proporsi epidemi selama tiga dekade terakhir. Sejak akhir 1990-an, demam berdarah merupakan penyakit yang ditularkan nyamuk yang paling penting yang mempengaruhi manusia setelah malaria, sekitar 40 juta kasus demam berdarah dan beberapa ratus ribu kasus demam berdarah dengue (DBD) setiap tahun. Daerah endemik utama adalah Amerika Latin, Karibia, Afrika, Asia selatan dan tenggara, dan bagian dari Wilayah Pasifik. Wabah demam dengue pertama kali ditemukan di Batavia pada tahun 1779 dan dinamakan knokkelkorts. Wabah ini terjadi pertama pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada tahun 1950-an hingga 1975 menjadi penyebab kematian utama di antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut. Adapun demam berdarah dengue pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953, dan di Indonesia kasus demam berdarah dengue pertama ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. Terdapat kasus 58 orang anak dan jumlah meninggal sebanyak 24 dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak ditemukannya kasus di Surabaya dan Jakarta, angka kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Indonesia termaasuk kapubaten yang berada di wilayah Provinsi Timor-Timor (sebelum terjadi pelepasan Timor-Timor). Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi perhatian utama dalam masalah kesehatan masyarakat dan secara umum ditemukan di daerah tropis dan menyebar seperti malaria. Banyak negara-negara di Asia telah mengalami tingkat kasus demam berdarah dengue yang luar biasa pada tahun 1998. Tahun 2004 Indonesia melaporkan angka kasus demam berdarah dengue tertiggi di kawasan Asia Tenggara dan1|Demam Berdarah Dengue

pada tahun 206 di Kawasan Asia Tenggara 57% angka kasus disumbangkan oleh Indonesia (WHO Regionaal Office for South-East-Asia, 2007). Menurut data WHO pada tahun 2004 menunjukkan setiap tahunnya sebanyak 50 juta orang terinfeksi virus DBD dan 500.000 di antaranya harus dirawat di rumah sakit atau satu orang kasus per menit. Proporsi terbesar yang terserang DBD adalah kelompok anak-anak. Dilaporkan setiap tahun sebanyak 21.000 anak meninggal karena DBD atau satu orang anak meninggal setiap 20 menit. Diperkirakan sebanyak 2,5 sampai 3 milyar penduduk berisiko terinfeksi virus DBD. Data Depkes RI (2005) menunjukkan peningkatan jumlah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 inciden rate tercatat sebesar 19,2/100/000 penduduk, tahun 2003 meningkat menjadi 24,3/100.000 penduduk, tahun 2004 menjadi 37,0/100.000 penduduk dan tahun 2005 meningkat menjadi 38,1/100.000 penduduk. Pada awal tahun 2004 Indonesa menghadapi KLB DBD dengan jumlah kass DBD sejak Janari sampai Mei 2004 mencapai 64.000 (Inciden Rate 29,7/100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (Case Fatality Rate 1,1%) (Depkes, 2005). Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dalam press release tanggal 16 Febrari 2004 menetapkan bahwa telah terjadi KLB DBD dan pada tanggal 24 Februari 2004, 12 provinsi dikategorikan sebagai provinsi KLB DBD yaitu seluruh provinsi di Jawa, NAD, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, NTB, dan NTT, serta beberapa daerah lainnya juga menunjukkan adanya peningkatan kasus yaitu di Provins Riau, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kaltim, Kalteng, Kalbar, Sulut, dan Papua (Depkes, 2004). Tahun 2007 jumlah kasus DBD meningkat dengan jumlah kasus sebanyak 156.697 (Inciden Rate 71,43/100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 1.568 orang (Case Fatality Rate 1%) (Depkes RI, 2007). Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari Subdin P2&PL tahun 2003, jumlah kejadian penyakit demam berdarah dengue (DBD) pada 26 kab/kota sebanyak 2.636 penderita dengan kematian 39 orang (CFR = 1,48%), di smaping itu pula jumlah kejadian luar biasa (KLB) sebanyak 82 kejadian dengan jumlah kasus sebanyak 495 penderita dan kematian 19 orang (CFR = 3,84%). Bila dibandingkan dengan kejadian KLB demam berdarah dengue tahun 2002 maka jumlah kejadian mengalami peningkatan sebesar 1,60 kali, jumlah penderita meningkat sebesar 4,21 kali dan jumlah kematian meningkat 1,97%.

2|Demam Berdarah Dengue

Sedangkan untuk tahun 2004, telah dilaporkan kejadian penyakit demam berdarah dengue sebanyak 2.598 penderita (termasuk data Sulawesi Barat) dengan kematian 19 orang (CFR = 0,7%). Pola kejadian tersebut berlangsung antara Januari April, Juni, Oktober, dan Desember (memasuki musim penghujan). Jumlah kasus tertinggi terjadi di Kota Makassar, Kab.Gowa, dan Barru. Untuk tahun 2005, tercata jumlah penderita DBD sebanyak 2.975 dengan kematian 57 orang (CFR = 1,92%). Sementara untuk tahun 2006, kasus DBD dapat ditekan dari 3.164 kasus tahun 2005 menjadi 2.426 kasus (22,6%) pada tahun 2006, demikian pula angka kematian (CFR) dari 1,92% menjadi 0,7% pada tahun 2006, dengan kelompok penduduk terbanyak terserang adalah kelompok usia anak sekolah (5 14 tahun) sebesar 55% kemudian pada kelompok usia produktif (15 44 tahun) sebesar 25%, kelompok usia anak balita (1 4 tahun) sebesar 16%, dan usia diatas 45 tahun serta usia di bawah 1 tahun masing-masing sebesar 2%. Pada tahun 2007 kasus DBD kembali meningkat dengan jumlah kasus terbanyak 5.333 kasus dan jumlah kasus yang terbesar di Kab.Bone (1030) kasus, menyusul Kota Makassar (452) kasus, Kab.Bulukumba (376) kasus, Kab.Pangkep (358) kasus. Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 kategori tinggi pada Kab.Bone, Bulukumba, Pinrang, Makassar, dan Gowa (217.668 kasus). CFR DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 sebesar 0,83%. Sedangkan pada kab/kota tertinggi yaitu di Luwu Utara (14,29%), Maros (13,33%), Pinrang (3,42%), Sidrap (1,61%), kemudian Wajo, Makassar, Parepare, Gowa, dan Bone masing-masing di bawah 1,5%. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian DBD, antara lain faktor hospes (host), lingkungan (environment), dan faktor virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu kerentanan (susceptibility), dan respons imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembapan, musim), kondisi demografis (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk), jenis dan kepadatan nyamuk sebagai vektor penular penyakit. Faktor agent yaitu sifat virus dengue. Terjadinya kemajuan teknologi dalam bidang transportasi disertai mobilitas penduduk yang cepat memudahkan penyebaran sumber penularan dari satu kota ke kota lainnya. Sehingga perlu banyak usaha dan strategi yang harus dilakukan untuk mengendalikan demam berdarah dengue baik oleh Pemerintah di bawah koordinasi Departemen Kesehatan maupun juga oleh lembaga-lembaga non-pemerintah yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat.3|Demam Berdarah Dengue

I.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa definisi dari Demam Berdarah Dengue? 2. Bagaimana komponen proses penyakit Demam Berdarah Dengue? 3. Bagiamana mekanisme penularan penyakit Demam Berdarah Dengue? 4. Bagaimana epidemiologi Demam Berdarah Dengue? 5. Bagaimana tindakan pencegahan Demam Berdarah Dengue?

I.3. TUJUAN 1. Untuk mengetahui definisi dari Demam Berdarah Dengue 2. Untuk mengetahui komponen proses penyakit Demam Berdarah Dengue 3. Untuk mengetahui mekanisme penularan penyakit Demam Berdarah Dengue 4. Untuk mengetahui epidemiologi Demam Berdarah Dengue 5. Untuk mengetahui tindakan pencegahan Demam Berdarah Dengue

4|Demam Berdarah Dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (betina). Arbovirus ialah singkatan dari arthropod-borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui gigitan arthropoda, yaitu nyamuk. Demam berdarah dengue adalah penyakit Febris-virus akut dengan manifestasi klinik demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leucopenia, ruam, limfa denopati, dan diathesis hemorrhagic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh haemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom Renjatan Degue (Dengue Syok Sindrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok. II.2. KOMPONEN PROSES PENYAKIT DBD A. PENYEBAB (AGENT) Dengue Haemorrhagic Fever atau Demam Berdarah Dengue dikarenakan oleh virus dengue dari famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotype ini menimbulkan gejala yang menyebabkan infeksi paling berat di Indonesia, yaitu DEN-3. DEN-1 dan DEN-2 ditemukan di Irian saat Perang Dunia II, sedangkan DEN-3 dan DEN-4 ditemukan di Philipina (1953 1954).

Gambar II.1 Virus dengue (panah merah menunjukkan virus dengue)

Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk ke dalam5|Demam Berdarah Dengue

kelompok Arthropod-borne disease. Virus ini berukuran 35 45 nm yang dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada telurnya. Nyamuk jantan akan menyimpan virus pada nyamuk betina saat melakukan kontak seksual. Selanjutnya, nyamuk betina tersebut akan menularkan virus ke manusia melalui gigitan. Sifat virus dengue (Hendarwanto, 2000): a) Bentuk batang b) Termolabil c) Sensitif terhadap inaktivitas dietileter dan natriumdioksikolat d) Stabil pada suhu 70C B. INTERAKSI PENYEBAB DENGAN PENJAMU Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu: 1. Vektor Nyamuk aedes dapat berkembang biak di dalam air bersih yang mengenang lebih dari lima hari. Dapat berkembang biak di air dengan volume minimal kira-kira 0,5 cm atau sama dengan satu sendok teh saja. Siklus perkembangbiakannya berkisar antara 10 12 hari dengan kemmapuan terbang antara 40 100 m. Kebiasaan menggigit pada siang hari dengan peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Tingginya mobilitas nyamuk yang dipengaruhi kemajuan teknologi transportasi 2. Penjamu Semua oranng rentan terhadap penyakit DBD, anak-anak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan orang dewasa. Sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotype akan memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi serotype lain. 3. Lingkungan Aedes aegypti umumnya berkembang biak di rumah penduduk, aedes albopictus lebih suka di cekungan dahan pohon yang menampung air. Makanya nyamuk jenis ini lebih sering ditemukan di kebun-kebun. Persamaannya dari kedua jenis nyamuk ini adalah menyukai air bersih kecuali di daerah yang emmpunyai ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukan air laut. Aspek-aspek yang mempengaruhi interaksi virus ke penjamu, antara lain:6|Demam Berdarah Dengue

1. Infeksi dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak 2. Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala akan tetapi beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak maupun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat 3. Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah. C. MEKANISME PATHOGENESIS Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin member gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan infeksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang sangat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulag dengan tipe virus dengue berbeda. Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibody sehingga menimbulkan konsentrasi antigen antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi.

Gambar II.2. Hipotesis Secandary heterologous infection

7|Demam Berdarah Dengue

Terdapat kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan beberapa hal, yaitu: 1. Kompleks virus-antibodi akan menginvasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walaupun plasma mengandung ianktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a, dan C5a agaknya berperan dalam proses terjadinya renjatan telah didahului proses ianktivasi tersebut. Anafilatoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamine dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamine yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF.

Gambar II.3. Proses kompleks virus-antibody

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamrfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis akan dimusnahkan oleh sistem retikuloedotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamine dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trobosit faktor III ynag merangsang koagulasi intravaskuler.

8|Demam Berdarah Dengue

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan terjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Di samping itu, aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat adalah mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue, antara lain: 1. Respon imun humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dala netralisasi virus. Antibody tersebut berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis in disebut antibody dependent enhancement (ADE). 2. Limfosit T baik T-helper (CD4) maupun T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue 3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dnegan opsonisasi antibody. Namun proses ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah 4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuer. Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya pemeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efsi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit >20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage) sehingga nilai hemotokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.9|Demam Berdarah Dengue

Oleh karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hemotokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi yang terjadi. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.

Gambar II.4. Patofisiologi DHF

Menurut WHO (1986), DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi: 1. Derajat I

10 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spotan. Uji tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi. 2. Derajat II Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain. 3. Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah redah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari (tanda-tanda dini renjatan) 4. Derajat IV Renjatan berat (DSS) dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur. Pentahapan keparahan penyakit pada waktu pemulangan telah

menunjukkan manfaat secara klinis dan epidemiologis pada epidemic DHF pada anak-anak di wilayah WHO Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, dan pengalaman di Kuba, Puerto Riko dan Venezuela menunjukkan bahwa pentahapan juga bermanfaat untuk kasus orang dewasa. Penatalaksanaan penderita DHF, yaitu:

Gambar II.5. Diagnosis Demam Dengue dan DBD

11 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Gambar II.6. Tatalaksana DBD Derajat II

12 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Gambar II.7. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD

Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu, perubahan vaskuler, trombositopenia, dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran

13 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

pencernaan, dan jaringan adrenal. Hati umumnya membesar dengan perlemahan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau parasentral lobulus hati. Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2 7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2 3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi: a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya bifasik b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: Uji tourniquet positif Petekie, ekimosis atau purpura Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain Hematemesis atau melena c) Trombostopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia Gambaran klinis yang timbul berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba) sering disertai menggigil. Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai saat penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa: a) Perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta b) Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri, dan melena. Selain demam dan perdarahan yang merupakan cirri khas DHF, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:14 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

a) Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, piek, sakit waktu menelan b) Keluhan pada saluran pencernaan; mual, muntah, tidak nafsu makan (anokresia), diare, konstipasi c) Keluhan sistem tubuh yang lain; nyeri atau skait kepala, nyeri otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan (flushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal. Pada penderita DHF sering juga dijumpai perbesaran hati (hepatomegali), limpa (splenomegali), dan kelenjar getah bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan. Pada penderita yang mengalami renjatan akan mengalami sianosis perifer (terutama tampak pada ujung-ujung jari dan bibir), kulit teraba lembab dan dingin, tekanan darah menurun (hipotensi), nadi cepat dan lemah. Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti: 1. Demam Chikungunya Yang menonjol dari penyakit ini adalah timbulnya nyeri sendi dan otot. Suhu lebih sering di atas 40 C disertai ruam dan infeksi konjungtiva. 2. Demam Tipoid Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif. 3. Anemia Aplastik Penderita tampak anemik, demam karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia. 4. Purpura Trombositopenia Idiopati (ITP) Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilag, tidak terjadi hemokonsentrasi. D. SUMBER PENULARAN (RESERVOIR) Nyamuk yang paling sering menimbulkan wabah demam berdarah, yaitu nyamuk Aedes aegypti subgenus Stegomyia. Nyamuk jenis lain, seperti Ae. Polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex, dan Ae. (Finlaya) niveus juga dapat menyebarkan virus demam berdarah. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang mengigit dan menularkan virus dengue. Umumnya, nyamuk ini mengigit di siang hari (pukul 09.00 10.00) atau sore hari (pukul 16.00 17.00) serta kemampuan terbang yang cukup jauh, yaitu mencapai radius 100 200 meter.15 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Gambar II.8. Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran kecil, berwarna hitam dengan bintik putih di seluruh badan, kaki, dan sayap. Telurnya seperti sarang tawon, diletakkan sedikit dibawah permukaan air jernih dengan jarak 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2 - 42C, sedangkan larvanya mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir berduri lateral. Telur yang dibuahi dapat menetas selama 3 hari. Setiap kali menghisap darah nyamuk ini mampu menelurkan 100 butir, 24 jam kemudian nyamuk ini akan meghisap darah lagi dan kembali bertelur. Pada umumnya telur menetas dalam waktu 2 hari, menjadi jentik, 6 8 hari, berikutnya akan masuk ke stadium pupa, disusul 2 4 hari menjadi nyamuk. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dengan periode 9 10 hari. Umur nyamuk betina di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium mencapai 2 bulan. II.3. MEKANISME PENULARAN DBD Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus dengue yaitu manusia, vector perantara, dan lingkungan. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Ae.aegypti. Nyamuk Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 10 hari (Extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transavaria transmition) namun peranannya tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infiktif). Dala tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4 6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.16 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Seseorang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4 7 hari setelah 1 sampai 2 hari baru mulai demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Penularan ini dapat terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan kepada orang lain.

17 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

BAB III EPIDEMIOLOGIEpidemik dengue dialporkan sepanjang abad 19 dan awal abad 20 di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia, dan pada beberapa pulau di Samudera Hindia, Pasifik Selatan, dan Tengah serta Karibia. DHF meningkat dengan menetap baik dalam insiden dan distribusi sepanjang 40 tahun, dan pada tahun 1996, 2500 3000 juta orang tinggal di area yang secra potensial berisiko terhadap penularan virus dengue. Wabah Dengue di Amerika Sampai 1981, hanya kasus-kasus DHF yang diduga sporadic yang telah dilaporkan di Amerika, meskipun epidemic DF klasik terjadi di Karibia dan Amerika Selatan sebelah utara pada tahun 1963 1964, 1968 1969, 1972 1975, dan 1977 1978. Namun, pada tahun 1981 wabah DHF/DSS terjadi di KUba yang menandai dimulainya DHF di wilayah Amerika. Selama epidemic ini, 344.203 kasus dengue dilaporkan, termasuk 10.312 pasien yang dikelompokkan sebagai sakit berat menurut criteria WHO (derajat III dan IV). Selama epidemic yang dilaporkan 158 kematian, 101 dari jumlah tersebut adalah anak-anak. Dalam periode 3 bulan, 116.143 orang dirawat di rumah sakit. Wabah DHF/DSS terbesar kedua dalam wilayah terjadi di Venezuela dari bulan oktober 1989 sampai April 1990. Lebih dari itu, epidemic kembali pada pertengahan kedua tahun 1990 dan pada setiap tahun selanjutnya dan meliputi tahun 1993. Total kasus DHF11.260 dan 136 kematian dilaporkan di Venezuela selama periode 1989 1993. Serotipe virus dengue 1, 2, dan 4 diisolasi selama wabah ini. Kasus DHF atau penyakit seperti DHF dilaporkan di Amerika hampir setiap tahun 1981. Negara-negara atau teritori yang terjangkit meliputi Aruba, Barbados, Brazil, Colombia, Republik Dominika, El Salvador, Frens Guinia, Guadelopue, Guatemala, Hounduras, Jamaika, Meksiko, Nikaragua, Panama, Puerto Rico, Saint Lusia, Suriname, dan Venezuela. Dengue telah banyak ditemukan di semua negaranegara Amerika Selatan, dengan kemungkinan pengecualian Argentina, Chile, dan Uruguay, dan tampaknya DHF/DSS secara bertahap menjadi endemik di beberapa negara Amerika, mengikuti tren yang terjadi di Asia. Dengue di Wilayah Afrika dan Mediterania Timur

18 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Semua negara dengan penularan virus dengue harus dianggap berisiko terhadap wabah DHF, dan termasuk terdapat sedikit informasi tentang DF dan DHF di Afrika dan Wilayah Mediterania Timur, sehingga jelas bahwa mereka menghadapi peingkatan ancaman. Penyakit dengue telah menjadi prevalen di Afrika tropis dan telah tampak secara episodic di wilayah beriklim sedang Afrika Utara dan wilayah Mediteran Eropa. Sejak tahun 1967, virus dengue telah dilaporkan d Angola, Burkina Faso, Comoros, Cte dIvoire, Republik Demokratik Kongo, Djibouti, Etiopia, Gana, Guinea, Kenya, Madagaskar, Mauritis, Mozambik, Nigeria, Pakistan, Runion, Saudi Arabia, Senegal, Seyseles, Siera Lenoe, Somalia, Sudan, dan Uni Republik Tanzania. Beberapa wabah telah mencakup bagian besar populasi, seperti contoh tahun 1993 terjadi wabah serotipe I di Comoros, dimana lebih dari 60.000 orang diperkirakan telah terjangkit dengue. Timbulnya dengue di Pakistan tahun 1994 merupakan epidemik pertama DHF di wilayah ini. Dengue di Wilayah WHO Asia Tenggara dan Pasifik Barat Penyakit yang sekarang dikenal sebagai DHF pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Sindromnya secara etiologis berhubungan dengan virus dengue ketika serotype 1, 3, dan 4 diisolasi dari pasien di Filipina pada tahun 1956; 2 tahun selama epidemic di Bangkok, Thailand. Selma tiga decade berikutnya, DHF/DSS ditemukan di Kamboja, Cina Malaysia, Indonesia, Laos, India, Maldives, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik. Selama tahun 1960-an dan 1970-an, DHF/DSS secara progresif meningkat sebagai masalah kesehatan, menyebar dari lokasi primernya di kota-kota besar yang lebih kecil dan kota-kots di negara-negara endemic. Penyakit ini menpunyai pola endemic berdasarkan musiman dan siklus, dengan wabah besar terjadi pada interval 2 3 tahun. Selama periode ini, 1.070.207 kasus dan 42.808 kematian dilaporkan, sebagian besar anak-anak. Selama hamper sepanjang tahun 1980-an, pada negara-negara endemic Cina, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam, DHF/DSS menyebar secara perifer, yang menyerang daerah pedesaan. Wabah yang sagat luar biasa besar yang terjadi di Vietnam (354.517 kasus pada tahun 1987) dan Tahiland (174.285 kasus pada tahun 1987). Jumlah total orang yang terjangkit dan meninggal karena DHF/DSS dilaporkan di smeua negara Pasifik Barat dan Asia Tenggara selama dekade tahun 1980-an diperkirakan 1.946.965 dan 23.793.19 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Table III.1 Laporan global tentang dengue dan demam dengue, 1956 - 1995 Interval waktu 1956 1980 1981 1985 1986 1990 1991 1995WPRO).

Jumlah tahun 25 5 5 5

Jumlah kasus 1.547.760 1.304.405 1.776.140 1.704.050

Rata-rata jumlah kasus per tahun 61.910 260.861 355.228 340.810

Gambaran dikumpulkan dari laporan-laporan pada kantor-kantor Regional WHO (AMRO, SEARO, dan

Secara epidemiologi kejadian baru DHF/DSS dilaporkan di Cina (1985), Maldives (1985), India (1988) New Caledonia (1988), Sri Lanka (1989), dan Tahiti (1989). Pengalaman di India dan Sri Lanka secara khusus menarik, karena surveilans virologis yang mendokumentasikan penularan endemik dari keempat serotipe dengue yang disertai dengan kasus DF, tetapi tidak dengan DHF/DSS sebelum wabah yang disebutkan di atas. III.1. DISTRIBUSI MENURUT ORANG Tabel III.2 Prevalensi Demam Berdarah Dengue menurut Karakteristik Responden di Provinsi Jawa Tengah, Riskesdas 2007Karakteristik Responden Kelompok Umur 75 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 0,3 0,3 0,5 0,5 0,2 0,6 0,7 0,4 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,1 0,2 0,6 0,9 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,1 0,3 DBD D (%) DG (%)

20 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Tipe daerah Perkotaan Pedesaan Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Pekerjaan Tidak Kerja Sekolah Ibu RT Pegawai Wiraswasta Petani/Nelayan/Buruh Lainnya Tingkat Pengeluaran per Kapita Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 0,2 0,3 0,3 0,3 0,4 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5 0,2 0,7 0,1 0,3 0,2 0,1 0,1 0,4 0,8 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,1 0,3 0,2 0,3 0,2 0,3 0,2 0,5 0,4 0,4 0,3 0,4 0,4 0,3 0,1 0,0

Tabel III.3 Tabulasi Silang Sosiodemografi dengan Kejadian DBD di Kecamatan Bukit Kota PekanbaruVariabel Pendidikan tinggi Tidak bekerja Melakukan mobilisasi Kasus = 85 n (%) 61 (71,76%) 54 (63,55%) 58 (68,24%) Kontrol = 85 n (%) 58 (62,33%) 53 (62,33%) 35 (41,18%) mOR (95% Cl) 0,41 (0,25-0,68) 0,00 (0,00-0,04) 0,77 (0,45-1,31) p 0,000 0,000 0,374

21 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Tabel III.4 Prevalensi Demam Berdarah Dengue menurut Karakteristik Responden di Provinsi Papua, Riskesdas 2008Karakteristik Responden Kelompok Umur 75 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Pekerjaan Tidak Kerja Ibu RT Pegawai Lainnya Tipe Daerah Kota Desa 0,9 0,9 0,0 0,1 0,5 1,0 1,2 0,5 0,1 0,0 0,0 0,0 1,0 0,9 1,2 0,9 0,0 0,1 0,0 0,0 1,0 0,8 0,0 0,1 0,4 0,4 0,7 0,9 1,2 1,5 0,7 0,7 1,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,2 0,0 0,0 0,0 DBD DG (%) D (%)

22 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

III.2. DISTRIBUSI MENURUT TEMPAT

Gambar III.9. Perkiraan Ilmuwan Mengenai Perubahan Iklim Terhadap Peningkatan Risiko Demam Berdarah Pada Tahun 2085

Gambar III.10. Pemetaan Kasus DBD di Sulawesi Selatan Tahun 2008 (Subdin P2&PL Dinkes Provinsi Sulsel)

23 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Tabel III.5 Tabulasi Silang Lingkungan Fisik dan Biologi Responden dengan Kejadian DBDVariabel Jarak rumah 5m Tata rumah, tidak baik Ada TPA bukan untuk keperluan sehari-hari Ada TPA alami Ada jentik Ada tanaman hias/pekarangan Kasus = 85 n (%) 33 (38,83%) 38 (44,71%) 67 (78,82%) 23 (27,00%) 51 (60,00%) 68 (80,00%) Kontrol = 85 n (%) 29 (34,12%) 32 (37,65%) 54 (63,53%) 12 (14,12%) 43 (50,59%) 61 (71,76%) mOR (95% Cl) 1,79 (1,12-2,93) 1,47 (0,92-2,23) 0,34 (0,18-0,58) 0,312 (0,19-0,51) 0,79 (0,49-1,27) 0,28 (0,15-0,48) p 0,014 0,114 0,000 0,000 0,362 0,000

III.3. DISTRIBUSI MENURUT WAKTUGrafik III.1. Peningkatan Kasus Dengue Berdasarkan Jumlah Negara yang Terinfeksi Dengue

24 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

Grafik III.2. Kasus DBD per Bulan di Indonesia Tahun 2008 2009(Situasi s/d Februari 2010)

25 | D e m a m B e r d a r a h D e n g u e

BAB IV PEMBAHASAN

IV.1. DISTRIBUSI MENURUT ORANG DBD dapat menyerang semua umur, walaupun sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar (WHO, 1998). Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata di antara anak laki-laki dan wanita. Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi di antara kelompok etnik. Kelompok penduduk Cina banyak terserang DBD daripada yang lain. Penemuan lain dijumpai pada awal epidemik (Soegijanto, 2003). Pada tabel III.2. karesteristik responden yang menderita DBD dijumpai pada anak di bawah 15 tahun, namun tampak sudah menyebar ke kelompok dewasa, terutama di kelompok usia produktif. Pada penderita laki-laki relative lebih tinggi, meskipun tidak ada perbedaan mencolok pada jenis kelamin penderita DBD. DBD dijumpai lebih banyak pada kelompok responden berpendidikan rendah, yang tinggal di wilayah perkotaan. Tingkat pengeluaran rumah tangga dan jenis pekerjaan tampaknya tidak berpengaruh terhadap prevalensi DBD namun DBD lebih banyak dijumpai pada responden yang sekolah. Pada tabel III.3, diperoleh nilai p = 0,000, p