ikmt-epm kelompok 7 sken. 2

99
MAKALAH BELAJAR BERDASARKAN MASALAH (BBM) IKMT-EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR SKENARIO CEGAH TUBERKULOSIS PARU ... Oleh : KELOMPOK 7 NAMA NIM Edi Sukmawan I1A1110 44 Septy Amorrinda I1A1110 29 Winanda Roosalina I1A1110 70 Siti Fatimah I1A1110 18 Siti Junjung A I1A1110 63

Upload: ndalovasked12

Post on 05-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

MAKALAH

BELAJAR BERDASARKAN MASALAH (BBM)

IKMT-EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

SKENARIO CEGAH TUBERKULOSIS PARU ...

Oleh :

KELOMPOK 7

NAMA NIM

Edi Sukmawan I1A111044

Septy Amorrinda I1A111029

Winanda Roosalina I1A111070

Siti Fatimah I1A111018

Siti Junjung A I1A111063

Maman Saputra I1A111006

Victor Tampubolon I1A111053

Vina Yulia Anhar I1A111215

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

Page 2: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

2012

MAKALAH

BELAJAR BERDASARKAN MASALAH (BBM)

IKMT-EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

SKENARIO CEGAH TUBERKULOSIS PARU ...

Disusun Oleh :

KELOMPOK VII

NAMA NIM

Edi Sukmawan I1A111044

Septy Amorrinda I1A111029

Winanda Roosalina I1A111070

Siti Fatimah I1A111018

Siti Junjung A I1A111063

Maman Saputra I1A111006

Victor Tampubolon I1A111053

Vina Yulia Anhar I1A111215

Telah disahkan dan diterima dengan baik oleh :

Banjarbaru,27 Oktober 2012

Skenario 1- DBD

Langkah 1

A. Klarifikasi / identifikasi istilah :

Tutor,

Ayu Riana Sari A, SKM

Koordinator IKMT-Epidemiologi Penyakit Menular PSKM FK-UNLAM

Frieda Ani Noor, SKM, M. KesNIP.

Page 3: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

DAFTAR ISI

JUDUL...........................................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Skenario........................................................................................................1

B. Analisa Kasus................................................................................................1

1. Klarifikasi/ Identifikasi Istilah (Clarify Term).......................................1

2. Daftar Masalah........................................................................................2

3. Analisis Masalah ....................................................................................3

4. Problem Tree..........................................................................................5

5. Sasaran Belajar.......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus.............................................................................................7

1. Aspek Epidemiologi................................................................................7

2. Aspek Promosi Kesehatan....................................................................27

3. Aspek Kesehatan Lingkungan..............................................................36

4. Administrasi Kebijakan Kesehatan.......................................................38

B. Analisis Kasus Berdasarkan Skenario........................................................53

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................57

B. Saran...........................................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario

Cegah Tuberkulosis Paru ...

Kecamatan Tunggul Dalam memiliki kondisi geografis terdiri atas rawa dan

semak belukar. Kondisi lingkungan dan sanitasi di kecamatan ini tergolong kurang

baik. Berdasarkan data kecamatan, jumlah penduduk Kecamatan Tunggul Dalam

sebesar 25.000 jiwa. Rata-rata mata pencaharian penduduk buruh tani dan

nelayan serta sebagian besar pendidikan masyarakat adalah SD dengan kondisi

lingkungan dan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hasil survei

kesehatan menunjukan peningkatan angka kejadian Tuberkulosis Paru yaitu tahun

2009 terdiri dari 67 kasus 5 orang diantaranya meninggal dan tahun 2010 terdiri

dari 95 kasus 9 orang diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Hampir

semua kasus terjadi pada usia produktif. Menurut keterangan salah seorang warga

diketahui bahwa mereka sering keluar malam dan tanpa menggunakan pakaian

tebal panjang, acuh terhadap kebersihan lingkungan serta ketika bekerja tidak

menggunakan alas karena dianggap mengganggu.

B. Analisis Kasus

1. Langkah 1. Klarifikasi / Identifikasi Istilah (Clarify Term)

a. Identifikasi Istilah :

1) TB Paru

2) Usia Produktif

3) Kondisi Geografis

4) Sanitasi

b. Klarifikasi Istilah :

1) TB Paru adalah penyakit menular oleh mycobacterium tuberculosis

yang berbentuk basil (Basil Tahan Asam) dan menyerang parenkim

paru.

Page 5: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

2) Usia produktif adalah usia seseorang yang bisa melakukan pekerjaan

dan akan sering berhubungsn langsung dengan orang-orang lain. Ini

berkisar pada usia 15-50 tahun.

3) Kondisi geografis adalah kondisi daerah dari segi dataran baik tinggi

ataupun rendah, selain itu juga dari lahan kering ataupun basah.

4) Sanitasi adalah upaya kesehatan masyarakat untuk mengelola

lingkungan sehingga tidak membahayakan kesehatan masyarakat

sekitar.

2. Langkah 2. Membuat Daftar Masalah (Define the Problem)

a. Bagaimana hubungan kondisi geografis pada suatu daerah dengan kejadian

penularan penyakit TB Paru?

b. Mengapa dalam skenario dikatakan bahwa “Hampir semua kasus terjadi

pada usia produktif.”? Dan bagaimana hubungan usia produktif dengan

kasus TB Paru?

c. Mengapa TB Paru tidak menyerang pleura?

d. Apakah faktor yang menyebabkan peningkatan kasus TB Paru di tahun

2009-2010 pada skenario?

e. Bagaimana gejala yang ditimbulkan jika seseorang menderita TB Paru?

f. Bagaimana hubungan pengetahuan seseorang dengan kejadian penularan

penyakit TB Paru?

g. Apakah ada hubungan antara penggunaan pakaian tebal dan alas kaki

dengan penularan TB Paru? Jelaskan!

h. Bagaimana cara penularan TB yang biasanya terjadi?

i. Berdasarkan skenario, apakah angka kasus dari 2009 ke 2010 dapat

dikategorikan kejadian luar biasa (KLB)?

j. Apakah anak-anak dapat terkena TB Paru? Pada umur berapa biasanya

terjadi TB Paru?

k. Apa indikator/syarat rumah sehat?

l. Bagaimana proses penanggulangan TB Paru?

m. Bagaimana hubungan pekerjaan seseorang dengan kasus penyakit TB

Paru?

Page 6: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

3. Langkah 3. Menganalisis Masalah (Analyze the Problems)

a. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menjadi penyebab penularan TB

Paru memiliki tempat habitat optimal didaerah-daerah lembab dan dataran-

dataran rendah.

b. Karena usia produktif adalah usia dimana seseorang bekerja dan sangat

rentan untuk berkontak dengan penularan TB Paru.

c. Karena penularan TB Paru memang tidak melalui pleura melainkan

melalui saluran pernafasan, dalam hal ini lewat bronkus, bronkiolus, dan

alveolus.

d. Kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku keluar malam yang tidak

menggunakan pakaian tebal panjang dan alas kaki. sering keluar malam

dan tanpa menggunakan pakaian tebal panjang, acuh terhadap kebersihan

lingkungan serta ketika bekerja tidak menggunakan alas.

e. Gejala TB Paru :

- Batuk berdahak > 2 minggu

- Batuk berdarah

- Nyeri dada

- Sesak nafas

- Penurunan nafsu makan dan berat badan

- Demam subfebril sekitar 40 - 41 oC

- Malaise (Perasaan yang tidak enak)

f. Semakin rendah pengetahuan seseorang maka semakin tinggi risiko

penularan TB Paru. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan cara penularan,

gejala akibat penyekit tersebut, dan lain sebagainya sehingga

menyebabkan mudahnya seseorang tersebut untuk terkena TB Paru

g. Tidak ada hubungan antara penggunaan pakaian tebal dan alas kaki dengan

penularan TB Paru, melainkan hal ini merupakan faktor pendukung

meningkatnya kasus TB Paru.

h. Cara penularan TB Paru :

Ketika seseorang positif memiliki Bahan Tahan Asam (BTA) yang aktif

didalam tubuhnya melakukan aktivitas seperti berbicara, batuk, dan bersin

Page 7: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

maka mycobacterium tuberculosis yang ada di orang tersebut akan keluar

dari tubuh dan terdapat di udara lingkungan sekitar. Jika udara tersebut

dihirup (bernafas) oleh orang lain yang sehat sehingga mycobacterium

tuberculosis akan masuk ke tubuh orang sehat tersebut. Maka terjadilah

proses penularan TB Paru dari satu orang ke orang lain.

i. Kasus pada skenario masih belum bisa dikatakan sebagai KLB karena

salah satu syarat KLB adalah terjadinya peningkatan kasus 2 kali lipat.

j. Anak-anak dapat terkena TB Paru karena rendahnya daya imunitas dan

PSP (Pengetahuan, sikap, dan perilaku) baik dari orang tua atau anak itu

sendiri. Selain itu, kedekatan ibu yang menderita TB Paru dengan anaknya

dapat dijadikan faktor risiko penularan TB. Tidak ada kategori umur

secara khusus pada penyakit TB Paru.

k. Indikator rumah sehat :

- Tidak kumuh (lingkungan yang bersih)

- Kepadatan penduduk yang sesuai dengan kondisi rumah

- Ventilasi

- Pencahayaan

l. Proses penanggulangan TB Paru

- Pengobatan rutin pada pasien TB.

- Menjaga perilaku penderita dalam interaksinya dengan orang lain.

- Menerapkan indikator rumah sehat (ventilasi dan pencahayaan yang

cukup).

- Menjaga dan memodifikasi agar sanitasi lingkungan tetap bersih.

Page 8: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

4. Langkah 4. Pohon Masalah (Problem Tree)

Gambar 1. Problem Tree “Cegah Tuberkulosis Paru ... ”

5. Langkah 5. Menetapkan Sasaran Belajar (Formulate Learning

Objective)

a. Aspek Epidemiologi

a) Menjelaskan batasan TB Paru.

b) Menjelaskan surveilans TB Paru

c) Menjelaskan karakteristik agent TB Paru.

b. Aspek Promosi Kesehatan

TB PARU

Faktor Lingkungan- Sanitasi

- Kelembaban

- Suhu

- Pencahayaan

Faktor Penduduk- Pengetahuan

- Pekerjaan

- Sikap

- Perilaku

- Jenis Kelamin

- Usia

1. PENINGKATAN KASUS- Kesakitan

- Kecacatan

- Kematian2. PENURUNAN PRODUKTIVITAS

Page 9: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

a) Menjelaskan strategi penanggulangan berdasarkan faktor risiko

penduduk

b) Menjelaskan PHBS untuk pencegahan TB Paru

c) Menjelaskan sistem KIE untuk pencegahan TB Paru

c. Aspek Kesehatan Lingkungan

a) Menjelaskan strategi pengelolaan lingkungan berdasarkan faktor

risiko lingkungan

d. Aspek Administrasi Kebijakan Kesehatan

a) Mempelajari program atau kebijakan pemerintah tentang

penanggulangan dan pencegahan TB Paru.

b) Mempelajari program dan inovasi masyarakat tentang

penanggulangan dan pencegahan TB Paru.

c) Menjelaskan monitoring dan evaluasi terhadap program TB Paru.

Page 10: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus

1. ASPEK EPIDEMIOLOGI

a. Batasan TB PARU

1) Definisi

Tuberkulosis yang dulu disingkat TBC karena berasal dari kata

tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru- paru

manusia. Seperti juga dengan penyakit infeksi lainnya, tuberkulosis saat ini

lebih lazim disingkat dengan TB saja disebabkan oleh kuman, atau basil

tuberukulosis yang dalam istilah kedokteran diberi nama dalam bahasa Latin

yaitu Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil

yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk

mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru

dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Mikro bakteria ini juga

merupakan bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk

spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini

tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh

karena itu dinamakan bakteri tahan asam atau basil tahan asam. Jadi,

tuberkulosis disebabkan oleh kuman, dan karena itu tuberkulosis bukanlah

penyakit turunan (1,3,4).

2) Gejala dan Diagnosis

Gejala

Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua

golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik (2,5).

1. Gejala respiratorik, meliputi (2,5):

a. Batuk >3 minggu atau batuk darah

1) Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak

di jaringan paru; batuk baru akan terjadi bila bronkus telah

terlibat. Batuk merupakan akibat dari terangsangnya bronkus,

yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan,

batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk

Page 11: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

membuang produk-produk ekskresi dari peradangan. Sputum

dapat bersifat mukoid atau purulen.

2) Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah,

berat atau ringannya batuk darah tergantung dari besarnya

pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah tidak selalu

terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-kadang

merupakan suatu tanda perluasan proses tuberkulosis paru.

Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan terdapatnya

kavitas pada paru.

b. Sesak napas

Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak

napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB paru

dengan efusi pleura yang massif atau TB paru dengan penyakit

kardiopulmoner yang mendasarinya.

c. Nyeri dada

Nyeri dada bersifat tumpul, adanya nyeri menggambarkan

keterlibatan pleura yang kaya akan persyarafan. Kadang-kadang

hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga disebabkan

regangan otot karena batuk.

2. Gejala sistemik, meliputi (2,5):

a. Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi

kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan

demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat

timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam

influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari

serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya

tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman

tuberkulosis yang masuk.

b. Keringat di malam hari

Page 12: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Penderita TB paru berkeringat pada waktu malam hari tanpa

disertai aktifitas.

c. Anoreksia dan penurunan berat badan

Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala

malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu

makan, sehingga membuat badan penderita makin kurus

(penurunan berat badan).

Beberapa gejala khusus akan diderita tergantung dari organ tubuh

mana yang terinfeksi, seperti (4) :

a. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke

paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas

melemah yang disertai sesak.

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi

tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan

bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan

nanah.

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)

dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya

adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-

kejang.

Seseorang yang tertular dengan kuman TB belum tentu menjadi

sakit TB. Kuman TB dapat menjadi tidak aktif (dormant) selama

bertahun-tahun dengan membentuk suatu dinding sel berupa lapisan

lilin yang tebal. Bila sistem kekebalan tubuh seseorang menurun,

kemungkinan menjadi sakit TB menjadi lebih besar (9).

3. Gejala pada anak (15):

Page 13: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

a. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab

yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah

dengan penanganan gizi yang baik.

b. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan

tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai

dengan keringat malam.

c. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit,

paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.

d. Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari

(setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di

dada dan nyeri dada.

e. Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak

sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di

abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.

Diagnosis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,

menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB

dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan

dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-

Sewaktu (SPS) (1):

• S (sewaktu):

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot

dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

• P (Pagi):

Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di UPK.

• S (sewaktu):

Page 14: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan

dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan

dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,

penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama (1).

3) Cara penularan

Cara penularan tuberkulosis paru yaitu melalui percikan dahak

(droplet) yang bersumber dari penderita tuberkulosis paru BTA(+),

pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang

mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar

selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak (10).

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan

dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi

jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh

kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan

yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut

terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke

dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat

menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran

darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke

bagian tubuh lainnya (10).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat

positif hasil pemeriksaan dahaknya maka makin menular penderita

tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita

tersebut dianggap tidak menular (10).

Menurut sumber lain mengatakan cara penularan TB oleh

Mycobacterium tuberculosis adalah sebagai berikut (16) :

Page 15: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

1. Inhalasi : penularan terjadi karena adanya aerosol yang

dikeluarkan melalui batuk oleh penderita atau material tinja kering

yang terhirup oleh manusia dan hewan. Jika terhirup dalam bentuk

debu kering, bakteri tuberkel dapat lewat secara langsung ke dalam

rongga udara paru-paru atau masuk ke selaput lendir trachea dan

sampai di alveolus. Di dalam paru-paru mikroorganisme ini

ditangkap oleh makrofag dan dibawa ke nodus limfatikus, tempat

dimana mikroorganisme memulai penyebarannya.

2. Ingesti : manusia dan hewan dapat tertular penyakit TBC dari air

susu yang terinfeksi, pakan atau air yang terkontaminasi oleh

discharge, urin atau feses yang terinfeksi. Kontak dengan manusia

atau hewan yang terinfeksi juga dapat memberikan penularan yang

timbal balik. Organisme mikobakteria akan menembus mukosa

tenggorokan sehingga akan tampak perlukaan pada daerah

tenggorokan atau limfoglandula submaxillary, atau dapat

menjangkau mukosa usus dan melewati vena mesenterika. Pada

kasus yang lebih luas, organisme menembus mukosa tanpa

memproduksi luka makroskopik pada titik masuk.

3. Kontak langsung : Penularan TBC dapat juga terjadi melalui

gigitan hewan yang sakit terhadap hewan yang sehat. Kuman yang

terdapat pada air liur masuk ke dalam tubuh hewan yang tergigit

melalui jaringan.

4. Peralatan yang terkontaminasi : peralatan yang terkontaminasi juga

dapat menularkan penyakit TBC seperti jarum, thermometer rektal,

jaring yang terkontaminasi, peralatan makan, masker pembius,

serta alat-alat lainnya.

5. Infeksi silang : Tuberkulosis dapat ditularkan dari manusia atau

sapi kepada kelinci dengan rangkaian tanpa akhir. Setelah

mikroorganisme berada dalam tubuh sesuai dengan cara masuknya

dan bakteri tersebut akan disebarkan keseluruh tubuh.

Page 16: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Terdapat empat macam jalur penyebaran TBC di dalam tubuh

yang terdiri dari: penyebaran secara langsung, melalui sistem

kardiovaskular dan aliran darah, melalui sistem limfatik, dan melalui

bronkus dan saluran gastrointestinal. Setelah mikrobakteria

menempatkan diri dalam jaringan, mereka tinggal secara intrasellular

dalam monosit, sel retikuloendotelial, dan sel raksasa (16).

4) Faktor Risiko penyakit TB PARU :

Faktor Risiko Penduduk

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi seseorang sehingga terpapar

penyakit TBC antara lain adalah (2, 6) :

1. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian,

lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang

buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat

erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat

orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat- syarat kesehatan.

2. Status Gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan

lain- lain akan mempengaruhi daya than tubuh seseorang sehingga rentan

terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan faktor

penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa

maupun pada anak- nak.

3. Umur

Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif (15- 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya tarnsisi demografi

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia

lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun,

sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB

paru.

4. Jenis Kelamin

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki- laki

dibanding perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun

ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB paru, dapat

Page 17: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

disimpulkan bahwa perempuan lebih banyak terjadi kematian yang

disebabkan oleh TB paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan

dan persalinan. Pada jenis kelamin laki- laki penyakit ini lebih tinggi

karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat

menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan

dengan agen penyebab TB paru.

5. Vaksinasi BCG

Probabilitas untuk seorang terkena TB paru bila telah divaksinasi BCG

(dilihat dengan skar pada m. deltoideus) akan lebih minimal.

6. Riwayat kontak dengan penderita TB paru

Adanya kontak dengan penderita TB paru lainnya merupakan faktor

risiko. Apabila kontak dengan penderita TB paru didapat dari orang-

orang di lingkungan sekitar, probabilitas TB paru lebih besar.

7. Ketaatan pasien pada masa terapi OAT

Ketaatan penderitaan mengkonsumsi OAT menentukan angka

kesembuhan. Di lapangan, kasus yang sering terjadi adalah pasien

menjalani terapi OAT selama dua bulan, merasa sembuh, dan berhenti

menjalani terapi OAT. Pada penemuan kasus, pada anamnesis

ditanyakan, apakah penderita pernah makan obat selama enam bulan atau

pernah makan obat yang pernah membuat kencing berwarna merah.

8. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang

memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru,

sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan

mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain

itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

jenis pekerjaannya.

9. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi

setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu

paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi

terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara

Page 18: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya

gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB paru.

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap

pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola

hidup sehari-hari diantaranya konsumsi makanan, pemeliharaan

kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan

rumah (konstruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai

pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan

kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota

keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan

memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB paru.

Dalam hal jenis konstruksi rumah dengan mempunyai pendapatan

yang kurang maka konstruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi

syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya

penularan penyakit TB paru.

Faktor Risiko Lingkungan

1. Kepadatan hunian kamar tidur (10)

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai

rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa

dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat

relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang

tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 9 m²/orang. Untuk

kamar tidur diperlukan minimum 3 m² per orang. Kamar tidur

sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan

anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang

menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur

dengan anggota keluarga lainnya. Secara umum penilaian

kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar

minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat

kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah

Page 19: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

penghuni ≥ 9 m² per orang dan kepadatan penghuni tidak

memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas

lantai dengan jumlah penghuni < 9 m² per orang. Untuk menjamin

volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum

tingginya 2,75 m (7).

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan

memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak

sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan

berjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping

menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu

anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis

akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, dimana

seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di

dalam rumahnya Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses

penularan penyakit, semakin padat maka perpindahan penyakit

khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat.

Oleh sebab itu kepadatan hunian dalam rumah tempat tinggal

merupakan variabel yang berperan dalam kejadian tuberkulosis.

Untuk itu Departemen Kesehatan telah membuat peraturan

tentang rumah sehat dengan rumus jumlah penghuni/ luas

bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 9 m2 per orang

(Depkes 2003), jarak antara tempat tidur satu dan lainnya adalah 90

cm, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni 2 orang atau lebih kecuali

anak dibawah 2 tahun.

2. Pencahayaan

Untuk memperoleh sinar matahari yang yang cukup pada

siang hari. Diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai.

Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat

dipasang genteng kaca. Sinar matahari ini sangat penting karena

dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen didalam rumah,

misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai

Page 20: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

jalan masuk cahaya yang cukup. Bila sinar matahari dapat masuk

dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka risiko penularan

anatar penghuni akan sangat berkurang (7).

Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup khususnya

cahaya alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain ultra

violet. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak

menyilaukan. Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat

berisiko 2,5 kali terkena tuberkulosis dibanding penghuni yang

memenuhi persyaratan. Semua cahaya pada dasarnya dapat

mematikan tetapi tentu tergantung jenis dan lama cahaya tersebut.

Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

(10) :

- Cahaya Alamiah

Cahaya alamiah yakni cahaya matahari. Cahaya ini sangat

penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di

dalam rumah seperti bakteri tuberkulosis. Oleh karena itu,

rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk yang cukup

dan luas sekurang-kurangnya 15%-20% (jendela). Selain itu,

perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung masuk

ke dalam ruangan dan tidak terhalang oleh bangunan lain.

- Cahaya Buatan

Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber

cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah,

listrik, api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya buatan

tergantung dari terangnya sumber cahaya (brightness of the

source). Pencahayaan buatan bisa terjadi dengan 3 cara, yaitu

direct, indirect, semi direct atau general diffusing.

Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri,

terutama kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tuberkulosa

hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung.(Depkes RI,2002)

Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk

Page 21: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

sangat berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis dan mempunyai

resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah

yang dimasuki sinar matahari (10).

3. Kelembaban

Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air

dalam udara. Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu:

- Kelembaban absolut (berat uap air per unit volume udara)

- Kelembaban nisbi/relatif (banyaknya uap air dalam udara pada

suatu temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara

jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut).

Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan

menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan

perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan

dalam rumah adalah 40-70 % dan kelembaban udara yang tidak

memenuhi syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 70 % (Depkes

RI, 1989). Penghuni rumah yang mempunyai kelembaban ruang

keluarga lebih besar dari 70% berisiko terkena penyakit

tuberkulosis 10,7 kali dibanding penduduk yang tinggal pada

perumahan yang memiliki kelembaban lebih kecil atau sama

dengan 70% (10).

4. Ketinggian

Ketinggian secara umum mempengaruhi kelembaban dan suhu

lingkungan. Setiap kenaikan 100 meter, selisih suhu udara dengan

permukaan laut sebesar 0,5 oC. ketinggian berkaitan dengan

kelembaban juga dengan kerapatan oksigen. Kuman

mycobacterium tuberculosis sangat aerob, sehingga diperkirakan

kerapatan oksigen di pegunungan akan mempengaruhi viabilitas

kuman tuberkulosis (10).

5. Ventilasi

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer

yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Berdasarkan

Page 22: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu

(10) :

- Ventilasi Alam

Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya

difusi dari gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara

karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan

pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan

kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang

angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan

udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan

lantai.

- Ventilasi Buatan

Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan

menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut

diantarana adalah kipas angin, exhauster dan AC (air

conditioner). Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai

berikut (10) :

1) Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai

ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat

dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah

keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.

2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari

sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

3) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan

menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua

dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh

barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan

lain-lain.

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara

membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah,

dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawaan

Page 23: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah

≥10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi

syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (Depkes RI,

1989). Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya, salah satu

fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam rumah

tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang < 10 % dari luas

lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan

berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi

karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping

itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan

kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan

dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan

menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya

bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis (10).

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah

untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap

segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh

penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah, disamping itu

kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara naik

karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan

penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen / bakteri penyebab penyakit

misalnya kuman TB. Fungsi kedua dari ventiasi itu adalah untuk

membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri , terutama bakteri

pathogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus

menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir (7).

6. Kondisi Rumah

Pencahayaan alami dan ventilasi rumah yang tidak memenuhi

syarat memiliki factor risisko tinggi sebagai penyebab terjadinya

Page 24: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

tuberculosis paru. Sinar matahari langsung akan membunuh kuman

TB. Rumah dengan ventilasi sangat minimal akan menybabkan

kuman tuberculosis bertahan lama (7).

- Lantai Rumah

Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki peran terhadap

proses kejadian tuberkulosis, melalui kelembaban dalam

ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban,

dengan demikian viabilitas kuman tuberkulosis di lingkungan

juga sangat dipengaruhi. Lantai merupakan dinding penutup

ruangan bagian bawah, konstruksi lantai rumah harus rapat air

dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran dan

debu, selain itu dapat menghindari naiknya tanah yang dapat

menyebabkan meningkatnya kelembaban dalam ruangan.

Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai

rumah sebaiknya dinaikkan 20 cm dari permukaan tanah.

Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap

terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab dan basah

seperti tegel, semen, dan keramik. Lantai yang tidak memenuhi

syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembangbiakan

kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam ruangan

lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga

dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya

(10).

b. Surveilans TB Paru

Surveilans penyakit menular adalah suatu kegiatan pengumpulan data

teratur, peringkasan dan analisis data kasus baru dari semua jenis penyakit

infeksi. Kegiatan surveilans bertujuan untuk mengidentifikasi kelompok

risiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan penyakit serta

berusaha memutuskan rantai penularan (12).

Program survailans epidemiologi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

setempat dan mengkoordinir unit-unit pelaksana program survailans

Page 25: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

epidemiologi. Tidak hanya mengumpulkan data tetapi juga harus ditunjang

dengan kemampuan menganalisis, karena dibalik analisis tersebut dapat

terlihat pola-pola kejadian penyakit. Pola-pola ini sangat penting,  untuk

upaya deteksi dini untuk mencegah peningkatan kasus secara bermakna,

mempermudah kesiapsiagaan dan respon cepat (12).

Begitu pula dengan surveilans epidemiologi terhadap TB dilaksanakan

untuk identifikasi kelompok risiko tinggi dan memahami cara penularan

penyakit serta untuk memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini diperlukan

keterangan untuk tiap kasus yang meliputi diagnosis penyakit, tanggal

mulainya timbul gejala, keterangan tentang orang yang meliputi nama,

umur, jenis kelamin, alamat, dan nomor telepon (bila ada) serta sumber

rujukan bila penderita hasil rujukan (dokter, klinik, Puskesmas, dan lain-

lain) (12).

Melalui analisis secara teratur berkesinambungan terhadap data seperti

tersebut di atas terhadap TB akan dapat memberikan kesempatan lebih

mengenal kecenderungan penyakit, mengetahui daerah geografis dimana

jumlah kasus atau penularan meninggi atau menurun, serta berbagai

kelompok risiko tinggi menurut umur, jenis kelamin, ras, agama, status

sosial ekonomi serta pekerjaan. Dengan dilakukannya surveilans

epidemiologi penyakit TB, maka dapat dirumuskan program

penanggulangan yang sesuai (12).

Menurut sumber lain, analisis surveilans pada tuberkulosis yaitu

surveilans rutin, surveilans sentinel TB-MDR dan surveilans sentinel TB-

HIV. Untuk kegiatan surveilans rutin antara lain penemuan kasus TB telah

dilaksanakan sedangkan untuk surveilans sentinel TB-MDR dan TB-HIV

pelaksanaannya dengan melakukan kegiatan pendahuluan antara lain dengan

penyusunan protokol untuk kedua kegiatan surveilans sentinel. Kegiatan

surveilans berdasarkan sistem yang sudah tersedia dan dikembangkan sesuai

kebutuhan program pengendalian TB. Surveilans sentinel dilaksanakan

sebagai alat mendapatkan informasi dan alat validasi dari sistem surveilans

rutin. Pelaksanaan survei prevalensi TB digunakan sebagai alat untuk

Page 26: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

melihat besaran masalah TB di masyarakat dan melihat kecenderungan

permasalahan TB di masyarakat (11).

Kegiatan untuk surveilans rutin terdiri dari (11) :

1. Pengembangan/ revisi buku pedoman:

Kegiatan pengembangan atau revisi buku pedoman terdiri dari:

a. Pedoman pelaksanaan surveilans TB, dengan kegiatan:

1) Workshop penyusunan pedoman pelaksanaan surveilans TB

2) Sosialisasi pedoman pelaksanaan surveilans TB

3) Implementasi peggunaan pedoman pelaksanaan surveilans TB

4) Supervisi dan monitoring pelaksanaan surveilans TB

b. Pedoman pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang berisi

tentang supervisi, pertemuan rutin monev, validasi kualitas

data/cross validation dengan kegiatan terdiri dari

1) Workshop penyusunan pedoman pelaksanaan monev TB

2) Sosialisasi pedoman pelaksanaan monev TB

3) Implementasi penggunaan pedoman pelaksanaan monev TB

4) Supervisi dan monitoring pelaksanaan monev TB

2. Pelaksanaan rutin surveilans

Kegiatan dalam pelaksanaan rutin surveilans terdiri dari :

a. Penyusunan laporan triwulan Program TB

b. Penyusunan laporan tahunan Program TB (Annual Report TB

Programme)

c. Penyusunan laporan untuk Global Report TB

d. Pelatihan MIFA bagi pengelola Program TB (Wasor TB) dan

pengelola data di tingkat kabupaten/ kota dan provinsi

e. Workshop finalisasi pencatatan dan pelaporan kegiatan

Kolaborasi TB-HIV

f. Pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan khusus di rumah

sakit dengan kegiatan:

1) Workshop pengembangan pencatatan dan pelaporan rumah

sakit

Page 27: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

2) Uji coba pengembangan pencatatan dan pelaporan rumah sakit

3) Finalisasi pengembangan pencatatan dan pelaporan rumah

sakit

4) Sosialisasi hasil pengembangan pencatatan dan pelaporan

rumah sakit

5) Implementasi pelaksanaan pencatatan dan pelaporan rumah

sakit

6) Supervisi pelaksanaan pencatatan dan pelaporan rumah sakit

7) Monitoring pelaksanaan pencatatan dan pelaporan rumah sakit

8) Data analisis pencatatan dan pelaporan rumah sakit

g. Penguatan sistem surveilans di lapas/ rutan

h. Penguatan sistem surveilans di tempat kerja (TB in Workplace)

i. Pengembangan sistem surveilans di Dokter Praktek Swasta (DPS)

3. Pelaksanaan Surveilans sentinel

a. Surveilans Sentinel TB-HIV mempunyai kegiatan:

1) Pengembangan protokol surveilans sentinel TB-HIV

2) Sosialisasi protokol surveilans sentinel TB-HIV

3) Sosialisasi pelaksanaan di lapangan surveilans sentinel TB-

HIV

4) Traning petugas pelaksana kegiatan surveilans sentinel TB-

HIV

5) Implementasi pelaksanaan kegiatan surveilans sentinel TB-

HIV

6) Supervisi pelaksanaan kegiatan surveilans sentinel TB-HIV

7) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan surveilans

sentinel TB-HIV

8) Data analisis hasil kegiatan surveilans sentinel TB-HIV

9) Penulisan laporan hasil pelaksanaan kegiatan surveilans

sentinel TB-HIV

10) Sosialisasi dan diseminasi informasi

b. Surveilans Sentinel Resistensi Obat (Drug Resistant Surveillance)

Page 28: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

1) Pengembangan protokol surveilans sentinel resistensi obat

2) Sosialiasi protokol surveilans sentinel resistensi obat

3) Sosialisasi pelaksanaan di lapangan surveilans sentinel

resistensi obat

4) Traning petugas pelaksana surveilans sentinel resistensi obat

5) Implementasi pelaksanaan surveilans sentinel resistensi obat

6) Supervisi pelaksanaan surveilans sentinel resistensi obat

7) Monitoring pelaksanaan surveilans sentinel resistensi obat

8) Data analisis hasil pelaksanaan surveilans sentinel resistensi

obat

9) Penulisan laporan hasil pelaksanaan surveilans sentinel

resistensi obat

10) Sosialisasi dan diseminasi informasi

4. Analisis lanjut data surveilans rutin, survei prevalensi dan penelitian

operasional

a. Modeling estimasi kasus TB,

b. Data triangulation analisis

5. Survei Prevalensi TB

Dilaksanakan oleh Badan Litbangkes. Diharapkan survei ini

dapat menjadi gambaran provinsi maupun nasional. Kegiatan survei

ini diharapkan menjadi survei yang dilakukan secara reguler

sehingga dapat melihat kecenderungan prevalensi TB di populasi

umum secara terus menerus (11).

c. Karakteristik agent TB Paru

Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang langsing, lurus,

dengan berdiameter 0,2-0,6 µm dengan panjang 1,5-3 µm, bercabang

membentuk huruf X, Y, Z, atau berbentuk filament. Bakteri ini bersifat

aerobik, non-spora, tahan asam, non motil, bersifat Gram (+). Mikobakteria

dapat tumbuh lebih cepat pada pH 6.0 dan 8.0. Dalam jaringan tubuh kuman

ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Berdasarkan sifat

pertumbuhan pada media, kuman ini dibedakan atas 3 tipe, yaitu: Tipe

Page 29: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

human pathogen tergadap manusia, kera, anjing, dan babi. Tipe Bovis

patogen terhadap sapi, kuda, babi, kambing, anjing, kucing, manusia, dan

kera. Tipe avian patogen terhadap bangsa burung, sapi, dan babi (16).

1) Bentuk

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok

dengan ukuran 0,2 - 0,4 x 1 - 4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen

dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam (3).

2) Penanaman

Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2

minggu bahkan kadang-kadang setelah 6-8 rninggu. Suhu optimum

37°C, tidak tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C. Medium

padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein-Jensen. PH optimum

6,4- 7,0 (3).

3) Sifat-sifat

Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15-20

menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2

jam. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam. Basil yang berada dalam

percikan bahan dapat bertahan hidup 8 – 10 hari. Biakan basil ini dalam

suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari

dengan suhu 20oC selama 2 tahun. Myko bakteri tahan terhadap

berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5% asam sulfat

15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium

tinetur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10

menit (3).

Mikobakteri memperoleh energi dari oksidasi senyawa karbon

sederhana dimana peningkatan PCO2 memacu pertumbuhan. Pembelahan

biner basil TB adalah 18 jam dan cenderung lebih lambat dibandingkan

bakteri lainnya. Perbedaan dengan bakteri umum lainnya adalah

mikobakterium resisten terhadap agen antibakteriat seperti penisilin dan

mampu bertahan dalam kondisi kekeringan dalarn waktu yang lama (pada

sputum yang kering) (18).

Page 30: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Dinding sel M. tuberculosis sebagian besar disusun oleh (18):

a. Lipid

Mikobakteri kaya akan lipid khususnya asam mikolat (asam Lemak

rantai panjang C78- C90), wax, dan fosfatidat. Di dalam sel, sebagian

besar lipid berikatan dengan protein dan polisakarida. Kompleks

muramil peptida (dari peptidoglikan) dengan asam mikolat membentuk

granuloma, sedangkan fosfolipid merangsang pembentukan nekrosis

perkijuan. Disamping Itu, lipid juga membentuk sifat tahan asam pada

mikobakteri.

b. Protein

Tiap mikobakteri memiliki protein yang terikat dengan wax dan

menginduksi reaksi tuberkutin. Dengan kata lain, protein tersebut dapat

menyebabkan pembentukan berbagai antibodi.

c. Polisakarida

Peran polisakarida dalam menimbulkan penyakit TB masih belum pasti.

Polisakarida bisa menginduksi hipersensitivitas tipe cepat dan berperan

sebagai antigen ketika bereaksi dengan serum pasien.

2. ASPEK PROMOSI KESEHATAN

Pencegahan Tuberkulosis

Pencegahan pada TB paru dapat dilakukan dengan cara (18):

a. Vaksinasi BCG

Pemberian BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap basil TB yang

virulen. Imunitas timbul 6- 8 minggu setelah BCG.

b. Kemoprofilaksis

Sebagai kemoprofilaksis dipakai INH dengan dosis 10 mg/kb bb/ hari

selama satu tahun.

c. Meningkatkan Sosial Ekonomi Masyarakat

Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti

kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

d. Pencegahan terhadap infeksi TB

Page 31: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Pencegahan terhadap sputum yang infeksius dengan case finding (foto

rontgen dada masal dan uji tuberkulin secara Mantoux), isolasi penderita

dan mengobati penderita, ventilasi harus baik, kepadatan penduduk

dikurangi.

e. Meningkatkan daya tahan tubuh

Memperbaiki standar hidup misalnya makanan 4 sehat 5 sempurna,

perumahan dengan ventilasi yang cukup, cukup tidur teratur dan olahraga.

PROMOTIF (18):

a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

b. Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TBC, cara

penularan, cara pencegahan, faktor resiko.

c. Mensosialisasikan BCG di masyarakat.

PREVENTIF (18):

a. Vaksinasi BCG

b. Menggunakan isoniazid (INH)

c. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab

d. Bila ada gejala- gejala TBC segera ke Puskesmas atau RS, agar dapat diketahui

secara dini.

PENGOBATAN HERBAL

Secara turun temurun masyarakat menggunakan tanaman obat (herbal

medicine). Tanaman obat yang diyakini memiliki kemampuan sebagai

antibakteri adalah mimba (Azadirachta indica A. juss) dan rimpang jahe

(Zingiber officinale). Ambarwati dalam penelitiannya tahun 2007

membuktikan bahwa sediaan rendaman serbuk biji mimba pada konsentrasi

12,5% efektif menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhidan

Staphylococcus aureus. Zat antibakteri yang tekandung dalam tanaman mimba

adalah azadirachtin, nimbin dan nimbidin yang berperan merusak dinding sel

bakteri (21).

Selanjutnya hasil penelitian Ghantina tahun (2004) menyatakan bahwa

ekstrak etanol jahe dengan konsentrasi 10 µg/mL mampu menunjukkan

eradikasi mikroba Mycobacterium tuberculosis yang sensitif maupun resisten.

rimpang jahe bersifat antibakteri karena mengandung komponen aktif minyak

Page 32: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

atsiri. Meskipun efek daun mimba dan rimpang jahe telah terungkap, namun

belum ada laporan mengenai bagaimana daya antibakteri dua jenis tanaman obat

jika dikombinasikan atau dicampur dalam bentuk sediaan, khususnya bentuk

sediaan infus mimba dan rimpang jahe terhadap pertumbuhan M. Tuberculosis

(21).

Sebab utama dari kegagalan pengobatan adalah penggunaan obat yang

tidak memadai yang mencakup ketidakpatuhan minum obat. Penyebab lain

adalah penggunaan OAT bermutu rendah, dan regimen pengobatan yang tidak

memadai atau penderita yang terinfeksi dengan M. tuberculosis yang sudah

resisten terhadap OAT primer. Penggunaan OAT yang tidak memadai

(suboptimal) mempermudah pembelahan M. tuberculosis yang resisten.

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TB dilakukan

dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat

dan mudah terjadi resistensi. Selain itu, resistensi terjadi akibat kurangnya

kepatuhan pasien dalam meminum obat mengingat waktu terapi yang cukup

lama yaitu antara 6-9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum

obat selama menjalani terapi (21).

Hasil penelitian Wichaksana et al (2003) membuktikan bahwa bahan

bioaktif ekstrak daun mimba berperan sebagai bakterisida yang mampu

menurunkan mortalitas tikus putih (Rattus norvegicus) (21).

Penelitian modern telah membuktikan secara ilmiah berbagai manfaat

jahe, antara lain (21):

a. Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan

hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah

mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan kerja jantung

memompa darah.

b. Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu

protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak..

c. Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan

darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama

Page 33: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga membantu

menurunkan kadar kolesterol.

d. Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotonin, yaitu senyawa

kimia yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasa

mual. Termasuk mual akibat mabuk perjalanan.

e. Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut dan

membantu mengeluarkan angin. Jahe juga mengandung antioksidan

yang membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal

bebas di dalam tubuh.

a. Strategi Penanggulangan Berdasarkan Faktor Risiko Penduduk

Strategi Penanggulangan TBC Secara Nasional (8)

1) Paradigma sehat

• Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan penderita TB sedini

mungkin, serta meningkatkan cakupan

• Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat

• Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi

tertentu

• Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO

• Komitmen politis dari para pengambil keputusan (tripartite),

termasuk dukungan dana.

• Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik

• Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka

pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat

(PMO)

• Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu

terjamin.

• Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan

pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC

2) Peningkatan mutu pelayanan di tempat kerja

• Pelatihan seluruh tenaga pelaksana

Page 34: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

• Mengembangkan materi pendidikan kesehatan tentang pengendalian

TBC mengunakan media yang cocok untuk tempat kerja

• Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara

mikroskopik.

• Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross

check).

• Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuk KPP

(Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM

(Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas

Satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM

(Puskesmas Pelaksana Mandiri).

• Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan.

• Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus

menerus.

• Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas

Menelan Obat (PMO).

• Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan teratur lengkap dan

benar.

• Pengembangan program dilakukan secara bertahap.

• Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan perusahaan, organisasi

pekerja mengenai dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC kontrol

yang efektif, mencakup kontribusinya dalam pengendalian TBC di

tempat kerja.

• Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi :

perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta

mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).

• Membuat peta TBC sehingga ada daerahdaerah yang perlu di

monitor penanggulangan bagi para pekerja.

• Memperhatikan komitmen internasional.

Pengendalian Penderita Tuberkulosis.

Page 35: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

1) Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat dan tempat kerja

penderita (3).

2) Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita

tetap teratur menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan

penderita yang lali. Disamping itu agar menunjak seorang pengawas

pengobatan dikalangan keluarga (3).

3) Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah

penderita dan menunjukan perhatian atas kemajuan pengobatan serta

mengamati kemungkinan terjadinya gejala sampingan akibat

pemberian obat (3).

Pengobatan

Pengobatan TB harus dilakukan sampai tuntas sesuai petunjuk

(biasanya dengan konsumsi OAT selama 6 bulan rutin) dengan

menerapkan strategi DOTS. Pada dasarnya pengobatan yang tidak sesuai

dengan petunjuk seperti putus berobat sebelum pengobatan selesai,

pemberian regimen obat yang tidak sesuai dan kambuh setelah diobati

(13).

Pengobatan TB normal menggunakan Obat Anti TB (OAT) seperti

Isoniazid dengan petunjuk yang sesuai baik waktu dan rutinitasnya.

Karena jika tidak dilakukan sesuai petunjuk menyebabkan terjadinya TB

MDR/XDR. TB MDR/XDR adalah keadaan dimana terjadinya resistensi

kuman bakteri penyebab TB terhadap obat anti TB (OAT) dan obat lini

kedua dari golongan Kuinolon (13).

TB MDR/XDR sangat sulit diobati, pengobatan 4 kali lebih lama dan

biaya yang dikeluarkan sangat mahal (untuk pengobatan MDR TB 100

kali lebih mahal daripada pengobatan TB yang belum mengalami

resistensi terhadap OAT lini pertama). Selain itu keadaan ini sangat

menularkan kepada orang lain sehingga diperlukan perlakuan khusus

untuk pencegahan agar tidak tertular. Misalnya melakukan tindakan

pencegahan sesuai standart agar tidak tertular dari pasien TB MDR/XDR,

seperti dengan menggunakan masker khusus (13).

Page 36: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Obat Anti TB (OAT) juga memiliki efek samping yaitu (13):

Efek samping ringan, (obat diteruskan)

1) Warna kemerahan pada air seni (urine)

2) Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut

3) Nyeri sendi

4) Kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki

Efek samping berat (konsultasi ke tenaga kesehatan)

1) Gatal dan kemerahan kulit

2) Tuli

3) Gangguan keseimbangan

4) Ikterus tanpa penyebab lain

5) Bingung dan muntah-muntah

6) Gangguan penglihatan

7) Purpura dan lenjatan (syok)

b. PHBS Untuk Pencegahan TB Paru

Perilaku hidup sehat merupakan salah satu hal yang sangat penting

dalam pengendalian penyakit TB paru. Berikut ini ada beberapa upaya

pengendalian diri terhadap penyakit TB paru yang berkaitan dengan

perilaku hidup sehat yaitu (17):

1. Memelihara kebersihan diri, rumah dan lingkungan

a. Badan : mandi minimal dua kali sehari, gosok gigi, cuci tangan dan

sebagainya.

b. Rumah dan lingkungan : di sapu, membuang sampah, membuang

kotoran dan air limbah pada tempatnya, membuka jendela pada

siang hari dan lain-lain.

2. Makanan yang sehat

Makan makanan yang bersih, bebas dari penyakit, cukup kualitas

maupun kuantitasnya dan bagi penderita TB paru untuk tidak makan

dengan mengunakan piring atau gelas yang sama dengan keluarga yang

lain.

3. Cara hidup sehat dan teratur

Page 37: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

a. Makan, tidur, bekerja dan beristirahat secara teratur.

b. Rekreasi dan menikmati hiburan pada waktunya.

c. Penderita tidak tidur satu kamar dengan keluarga lainnya terutama

anak-anak.

4. Meningkatkan daya tahan tubuh

a. Menghindari kontak dengan sumber penularan penyakit baik yang

berasal dari penderita maupun sumber-sumber yang lainnya.

b. Menghindari pergaulan yang tidak baik.

c. Membiasakan diri untuk mematuhi aturan-aturan kesehatan.

d. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan-

makanan yang bergizi dan selalu menjaga kesehatan badan supaya

sistem imun senantiasa terjaga dan kuat.

e. Tidur dan istirahat yang cukup dan menghindari melakukan hal-hal

yang dapat melemahkan sistem imunitas (sistem kekebalan tubuh).

f. Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung

alkohol.

g. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.

Menurut sumber lain kita harus berprilaku hidup bersih dan sehat,

antara lain (13):

1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh

meningkat untuk membunuh kuman TB

2. Tidur dan istirahat yang cukup

3. Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba

4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan disekitarnya

5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan

rumah karena kuman TB akan mati bila terkena sinar matahari

6. Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar

kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TB

7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai sakit TB agar segera

memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh

c. Sistem KIE Untuk Pencegahan TB Paru

Page 38: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Melalui pelatihan tenaga kesehatan seperti pemegang program promosi

kesehatan di puskesmas Kota Padang dalam upaya pengendalian penyakit

menular dan masalah kesehatan khususnya tuberculosis dapat dilakukan

melalui pengembangan media komunikasi kesehatan seperti melalui media

visual fotografi, poster dan cerita bergambar, komik dengan bahasa dan

slogan yang merakyat, disamping upaya tersebut diatas pentingnya dinas

kesehatan menjalin mitra dengan instansi terkait, swasta dan masyarakat

sepe rti dengan stasiun radio yang berbasis masyarakat, media TV lokal dan

media cetak, dimana media cetak menggambarkan berita secara detail,

sementara media TV lokal dengan penempatan iklan Tuberkulosis yang

tepat misalnya pada program – program yang di sukai penonton memiliki

kekuatan untuk menampilkan kesan kepada pemirsanya . Untuk media yang

menggunakan audio (TV dan radio) penggunaan jingle sangat bagus dalam

mendukung suasana dan dapat mengikat emosi penonton sekaligus

mempengaruhinya untuk berperilaku sehat (14).

Pada saat ini pelayanan DOTS disediakan di fasilitas pelayanan

kesehatan. Di beberapa provinsi/kabupaten/kota, fasilitas pelayanan

kesehatan tersebut belum tentu mudah diakses oleh masyarakat. Oleh

karenanya, diperlukan intervensi berbentuk pengembangan, ujicoba dan

pelaksanaan pelayanan DOTS di masyarakat melalui kemitraan dengan

masyarakat setempat. Dengan tersedianya pelayanan DOTS berbasis

masyarakat tersebut, diharapkan dapat mengurangi keterlambatan diagnosis,

meningkatkan dukungan kepada PMO dan pasien yang sedang menjalani

pengobatan. Intervensi ini menjadi sangat penting untuk mengatasi kendala

geografis dalam mengakses pelayanan DOTS di fasilitas pelayanan

kesehatan dan untuk meminimalkan kesempatan yang hilang (opportunity

cost) dengan mendekatkan pelayanan DOTS kepada masyarakat yang lebih

membutuhkan. Selain kepada masyarakat pemberian pengetahuan dini

tentang pencegahan TB pada anak-anak usia sekolah juga baik dilakukan

(19). Salah satunya yang dilakukan oleh Pokja ISMKMI UNLAM

bekerjasama dengan HIMA Kesmas FK UNLAM dengan melakukan

Page 39: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

kampanye TB dihari peringatan TB sedunia dikawasan Banjarbaru-

Martapura.

Penyuluhan kesehatan meliputi 3 aspek, yaitu (13);

a) Sasaran penyuluhan yaitu individu, keluarga, dan masyarakat yang

dijadikan subjek dan objek perubahan perilaku, sehingga diharapkan

dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan cara-cara hidup

sehat dalam kehidupan sehari-hari;

b) Materi atau pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat

hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan masyarakat

dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam bahasa

kesehariannya, materi yang disampaikan tidak perlu sulit untuk

dimengerti oleh sasaran, dalam penyampaian materi penyuluhan

menggunakan alat peraga untuk mempermudah pemahaman, sehingga

materi yang akan disampaikan dapat dirasakan langsung oleh sasaran;

c) Metode yang dipakai dalam penyuluhan kesehatan hendaknya dapat

mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan

penyuluhan dengan sasaran,sehingga diharapkan tingkat pemahaman

sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah

dipahami, diantaranya metode curah pendapat, diskusi, demonstrasi,

simulasi, dan ceramah.

3. ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN

a. Strategi Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan Faktor Risiko

Lingkungan

Berhubungan dengan faktor risiko terhadap pengelolaan lingkungan :

1) Menjaga kondisi rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup penghuni

didalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus diseesuaikan

dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini

tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi

Page 40: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi,

akan mudah menular kepada anggota keluarga lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya

dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relative

tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk

rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/ orang. Untuk kamar tidur

diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang . untuk mencegah

penularan penyakit pernapasan, jara antara tepi tempat tidur yang satu

dengan yang lain minimum 90 cm. kamar tidur sebaiknya tidak dihuni

lebih dari 2 orang. Kecuali untuk suami istri dan anak dibawah 2 tahun.

Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-

langit minimum tingginya 2,75 m.

Cara memperoleh pencahayaan yang baik di dalam rumah

melalui Pertama, memanfaatkan sinar matahari sebanyak mungkin

untuk penerangan dalam rumah pada siang hari melalui jendela,

lobang angin, pintu maupun atap rumah (genteng kaca). Kedua,

mempergunakan warna-warna muda untuk lantai, dinding maupun

langit-langit rumah. Ketiga, mempergunakan lampu yang cukup

terang sesuai dengan aktifitas pada malam hari.

Untuk memperoleh sinar matahari yang yang cukup pada siang

hari. Diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika

peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang

genteng kaca. Sinar matahari ini sangat penting karena dapat

membunuh bakteri-bakteri pathogen didalam rumah, misalnya basil TB,

karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang

cukup. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi

udara diatur maka risiko penularan anatar penghuni akan sangat

berkurang.

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini

berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah

Page 41: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan

kurangnya oksigen didalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi

akan menyebabkan kelembaban udara naik karena terjadinya proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri

pathogen / bakteri penyebab penyakit misalnya kuman TB.

Fungsi kedua dari ventiasi itu adalah untuk membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri , terutama bakteri pathogen, karena disitu

selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa

oleh udara akan selalu mengalir.

Pencahayaan alami dan ventilasi rumah yang tidak memenuhi

syarat memiliki factor risisko tinggi sebagai penyebab terjadinya

tuberculosis paru. Sinar matahari langsung akan membunuh kuman TB.

Rumah dengan ventilasi sangat minimal akan menybabkan kuman

tuberculosis bertahan lama.

2) Menjaga lingkungan sesuai kondisi geografis

Lingkungan harus dijaga dengan memperhatikan kebersihan dan

sanitasi lingkungan, kondisi kelembaban udara dan pencahayaan. Selain

itu juga perlu diperhatikan kondisi geografis lingkungan itu sendiri

apakah dataran tinggi, rendah, pegunungan, dll agar dapat direncanakan

perbaikan lingkungan yang sesuai

Lingkungan yang bersih ditandai dengan udaranya yang sejuk dan

segar. Keadaan udara tersebut dapat menghambat proses penularan

Mycobacterium tuberculosis lewat udara. Sehingga, lingkungan mampu

memutus rantai penularan bakteri penyebab TB.

4. ASPEK ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

a. Program atau Kebijakan Pemerintah tentang Penanggulangan TB

Paru.

Sejak WHO menyatakan TB merupakan kedaruratan global bagi

kemanusiaan tahun 1993, pemerintah RI membuat suatu kebijakan tentang

Page 42: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

penanggulangan TB. Sejak masa tersebut pemerintah RI telah melakukan

pengendalian TB di Indonesia (19).

Terdapat empat tonggak penting yang menandai perkembangan

implementasi program pengendalian TB. Tonggak pencapaian pengendalian

TB tersebut adalah fase sebelum strategi DOTS (pra-1995), persiapan dan

implementasi strategi DOTS (1995-2000), ekspansi dan intensifikasi DOTS

(2000-2005) dan konsolidasi dan implementasi inovasi dalam strategi

DOTS (2006-2010). Pada tonggak yang keempat ini pencapaian target

global tingkat deteksi dini dan kesembuhan pada tahun 2006 tercapai.

Namun, berbagai tantangan baru muncul dalam implementasi strategi DOTS

(19).

Tantangan tersebut antara lain penyebaran ko-infeksi TB-HIV,

peningkatan resistensi obat TB, jenis penyedia pelayanan TB yang sangat

beragam, kurangnya pengendalian infeksi TB di fasilitas kesehatan, serta

penatalaksanaan TB yang bervariasi. Mitra baru yang aktif berperan dalam

pengendalian TB pada fase ini antara lain Direktorat Jenderal Bina Upaya

Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, dan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Meskipun Indonesia

mengalami pemberhentian sementara dana GFATM Round 1 dan round 5,

akan tetapi kegiatan pelayanan TB (terutama di dalam gedung) tetap

terlaksana karena kesiapan tenaga pelayanan dengan menggunakan dana

dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta sumber pendanaan dari

berbagai lembaga donor internasional lain seperti USAID, WHO, tetap

dapat dipertahankan (19).

Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB) adalah

suatu gerakan lintas sektor yang dibentuk pada tahun 1999 dari tingkat

pemerintah pusat hingga daerah untuk mempercepat akselerasi pengendalian

TB berdasarkan kemitraan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan

rumah sakit, sektor swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat

(LSM), lembaga penyandang dana, dan para pemangku kepentingan

lainnya. Setelah pertemuan advokasi di tingkat pusat pada tahun 2002,

Page 43: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

pemerintah daerah dianjurkan membentuk Gerdunas TB di tingkat provinsi.

Meskipun demikian, realisasi komitmen dalam bentuk penganggaran TB

masih sangat bervariasi. Fungsi mitra dapat dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu: (1) perencanaan dan pengarah; (2) pembiayaan, alokasi dan

pemanfaatan sumber daya; dan (3) penyediaan pelayanan. Berikut adalah

mitra potensial TB secara nasional yang mungkin dapat dijadikan acuan

dalam identifikasi mitra potensial disesuaikan dengan situasi dan kondisi

(19).

Sampai saat ini permasalahan pengendalian TB di Indonesia masih

menjadi tantangan. Adanya kebijakan nasional jangka panjang mengenai

penanggulangan TB, maka pemerintah Indonesia melalui Kementrian

Kesehatan RI periode 2011-2014 mengeluarkan Permenkes RI Nomor

565/MENKES/PER/III/2011 tentang Strategi Nasional Pengendalian

Tuberkulosis Tahun 2011-2014. Dalam peraturan tersebut diatur tentang

penyelenggaraan program pengendalian tuberkulosis yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan,

institusi pendidikan/penelitian, serta lembaga swadaya masyarakat (19).

Dokumen Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2011-2014

ini disusun dengan konsultasi yang intensif dengan para pemangku

kepentingan di tingkat nasional dan provinsi serta mengacu pada: (1)

kebijakan pembangunan nasional 2010-2014; (2) dokumen strategi dan

rencana global dan regional; dan (3) evaluasi perkembangan program TB di

Indonesia. Dalam peraturan tersebut terdapat beberapa rencana strategis

berupa RPJM, Renstra Kemenkes RI serta Rencana strategis global

pengendalian TB 2006-2015 dan 2011-2015. Selain itu, rencana strategis

yang sifatnya global lain yakni Rencana strategis global pengendalian TB

Regional Asia Tenggara (19).

1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014

Dalam RPJMN, misi pemerintah adalah (19):

1) Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera;

2) Memperkuat pilar-pilar demokrasi; dan

Page 44: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

3) Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang.

Misi tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi lima agenda

utama pembangunan nasional 2010-2014, meliputi (19):

1) Pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat;

2) Perbaikan tata kelola pemerintahan;

3) Penegakan pilar demokrasi;

4) Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi;

5) Pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian utama dari misi

pemerintah pertama mengenai pembangunan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan rakyat serta misi kelima untuk mencapai pembangunan

kesehatan yang berkeadilan. Lebih lanjut, RPJMN mencantumkan pula

empat sasaran pembangunan kesehatan sebagai berikut (19):

1. Menurunnya disparitas status kesehatan dan gizi masyarakat antar

wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender;

2. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam

rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi

seluruh penduduk terutama penduduk miskin;

3. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada

tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen; dan

4. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di daerah

terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan.

Status kesehatan dan gizi masyarakat sebagai sasaran

pembangunan kesehatan yang pertama menggambarkan prioritas yang

akan dicapai dalam pembangunan kesehatan. Sasaran tersebut

dikembangkan menjadi sasaran-sasaran yang lebih spesifik, termasuk

sasaran angka kesakitan penyakit menular termasuk penyakit TB (19).

2. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014

Mengacu pada RPJMN, Kementerian Kesehatan menetapkan

empat misi dalam rencana stratejik 2010-2014 sebagai berikut (19):

Page 45: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani;

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya

upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan;

3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan;

serta

4. Menciptakan tata kelola pemerintah yang baik.

Berdasarkan misi tersebut Kementerian Kesehatan telah

merumuskan enam strategi utama, meliputi (19):

1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat

madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional

dan global

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan

berkeadilan, serta berbasis bukti dengan mengutamakan upaya

promotif dan preventif;

3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama

untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional;

4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan

yang merata dan bermutu;

5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat

dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat,

kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan

makanan; dan

6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan,

berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi

kesehatan yang bertanggung jawab.

Selain strategi utama tersebut, Kementerian Kesehatan juga

menggarisbawahi perlunya upaya reformasi kesehatan yang dielaborasi

lebih lanjut dalam dokumen roadmap reformasi kesehatan masyarakat.

Tujuh tujuan khusus dalam roadmap ini mempertegas strategi

pembiayaan, sumber daya kesehatan (termasuk ketersediaan obat/alat

Page 46: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

kesehatan untuk program TB), dan manajemen kesehatan yang

tercantum dalam strategi utama rencana strategis Kementerian

Kesehatan 2010-2014 (19).

Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7

strategi, diantaranya 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi

fungsional. Ketujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi

nasional sebelumnya, dengan rumusan strategi yang mempertajam

respons terhadap tantangan pada saat ini. Strategi nasional program

pengendalian TB nasional sebagai berikut (19):

1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.

2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan

masyarakat miskin serta rentan lainnya.

3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat

(sukarela),perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-

Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International

Standards for TB Care.

4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.

5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan

manajemen program pengendalian TB.

6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap

program TB.

7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi

strategis.

Berikut beberapa intervensi yang dilakukan pemerintah (19) :

1. Memperluas dan Meningkatkan Pelayanan DOTS yang Bermutu

Strategi ekspansi dilakukan dengan prinsip pelayanan DOTS

yang bermutu dengan menerapkan lima komponen dalam strategi

DOTS (yaitu komitmen politis, pemeriksaan mikroskopis,

penyediaan OAT, tersedianya PMO serta pencatatan dan

pelaporan) secara bermutu. Selain penerapan DOTS secara

bermutu, pelayanan DOTS akan diperluas bagi seluruh pasien TB,

Page 47: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi, karakteristik

demografi, wilayah geografi dan kondisi klinis. Pelayanan DOTS

yang bermutu tinggi bagi kelompok-kelompok yang rentan

(misalnya anak, daerah kumuh perkotaan, wanita, masyarakat

miskin dan tidak tercakup asuransi) menjadi prioritas tinggi.

Tujuan : Terlaksananya lima komponen dalam pelayanan

DOTS secara bermutu bagi seluruh pasien TB tanpa terkecuali,

akses masyarakat miskin, rentan dan yang belum terjangkau

terhadap pelayanan DOTS terjamin serta upaya peningkatan mutu

dalam memberikan pelayanan DOTS yang berkesinambungan.

Program : Program yang akan dikembangkan memperkuat

penerapan lima komponen dalam strategi DOTS, dengan fokus

prioritas pada proses deteksi dini dan diagnosis yang bermutu,

sistem logistik yang efektif untuk menjamin ketersediaan obat dan

alat kesehatan, serta pengobatan yang terstandar disertai dengan

dukungan yang memadai kepada pasien.

1) Menjamin Deteksi Dini dan Diagnosis Melalui Pemeriksaan

Bakteriologis yang Terjamin Mutunya

2) Penyediaan Farmasi dan Alat Kesehatan: Sistem Logistik yang

Efektif dalam Menjamin Suplai Obat yang Kontinyu

3) Memberikan Pengobatan Sesuai Standar dengan Pengawasan

dan Dukungan yang Memadai terhadap Pasien

2. Menghadapi Tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB Anak dan

Kebutuhan Masyarakat Miskin serta Rentan Lainnya

Program Intervensi utama terdiri dari :

- Memperluas kegiatan kolaborasi TB/HIV

- Menangani MDR-TB dengan:

1) Melaksanakan pelayanan DOTS yang bermutu di semua

fasilitas pelayanan kesehatan untuk mencegah DR-TB

Page 48: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

2) Melaksanakan manajemen kasus DR-TB sesuai standar

berdasarkan pedoman nasional manajemen TB dengan

resistensi obat secara programatik (PMDT)

3) Melaksanakan surveilans MDR-TB

4) Memperkuat metode diagnosis (termasuk validasi scoring

TB anak) dan penatalaksanaan kasus TB anak,

5) Menguji coba dan memperluas secara bertahap ke seluruh

Indonesia model spesifik untuk pelayanan DOTS bagi

populasi tertentu.

3. Melibatkan Seluruh Penyedia Pelayanan Pemerintah, LSM, dan

Swasta melalui Pendekatan Public-Private Mix (PPM) dan

Menjamin Penerapan International Standards for TB Care

Strategi memperluas kemitraan yang bertujuan untuk melibatkan

seluruh penyedia pelayanan dikembangkan berdasarkan pendekatan

kemitraan dengan menggunakan the International Standards for TB

Care (ISTC). PPM diterapkan untuk melibatkan berbagai jenis

pelayanan kesehatan, a.l lapas/rutan, tempat kerja, praktis swasta,

rumah sakit. PPM di Indonesia pada saat ini difokuskan pada

penguatan dan perluasan rumah sakit (Hospital DOTS Linkage)

karena memiliki peran yang besar pada program pengendalian TB.

Penguatan dan ekspansi implementasi HDL diperlukan untuk

memastikan seluruh pasien TB yang mengunjungi rumah sakit dan

BBKPM/BKPM mendapatkan pelayanan DOTS yang berkualitas.

Pada saat ini berbagai penyedia pelayanan kesehatan lainnya (sektor

swasta, LSM, masyarakat, organisasi keagamaan, tempat kerja,

praktisi swasta) telah terlibat pula dalam menerapkan strategi DOTS,

meskipun dalam skala terbatas. Dengan banyaknya jumlah mitra dan

penyedia pelayanan yang terlibat dalam pengendalian TB, intervensi

untuk meningkatkan kapasitas pemerintah dan dinas kesehatan

provinsi/kabupaten/kota dalam mengelola kemitraan dengan fasilitas

Page 49: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

pelayanan kesehatan dan organisasi profesi penting dilakukan untuk

ekspansi PPM-DOTS dan promosi ISTC.

4. Memberdayakan Masyarakat dan Pasien TB

Intervensi yang dilakukan adalah mengembangkan strategi,

media dan materi promosi kesehatan yang spesifik untuk promosi,

kampanye dan branding DOTS kepada masyarakat luas, organisasi

masyarakat dan penyedia pelayanan kesehatan serta intervensi untuk

memperoleh sumber daya yang memadai untuk menerapkan

pelayanan DOTS berbasis masyarakat. Piagam hak dan kewajiban

pasien TB disosialisasikan kepada pasien TB, petugas kesehatan,

penyedia layanan kesehatan

1) Menciptakan Kebutuhan: Meningkatkan Jumlah Tersangka TB

yang Menjalani Proses Diagnosis dan Pasien TB yang Berobat

dengan Dukungan PMO

2) Memperkuat Kapasitas Pelayanan Kesehatan dalam

Melaksanakan AKMS: Meningkatkan Kapasitas Penyedia

Pelayanan dan Petugas Lapangan dalam Mempromosikan

DOTS dan Pelayanan Menggunakan Pendekatan yang

Berfokus Pada Pasien

3) Mempromosikan Piagam Hak dan Kewajiban Pasien TB

4) Pengembangan DOTS Berbasis Masyarakat

5. Memberikan Kontribusi Dalam Penguatan Sistem Kesehatan,

Termasuk Pengembangan SDM Kesehatan dan Manajemen Program

Pengendalian TB

Program intervensi yang dilakukan berfokus pada tiga area utama:

1) memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan,

terutama pengembangan kebijakan kesehatan dan sumber daya

manusia, penganggaran, serta penyediaan pelayanan dan informasi di

tingkat pelayanan primer sehinnga bermanfaat bagi program

kesehatan lain di fasilitas tersebut;

Page 50: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

2) memperkuat program pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan

kesehatan, masyarakat dan rumah tangga; dan

3) menggunakan pendekatan multi-sektoral dan melakukan tindakan

untuk memperbaiki determinan sosial yang mempengaruhi status

kesehatan.

a. Tata Kelola (Governance): Memperkuat Kebijakan

b. Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan: Meningkatkan Mutu

Pelayanan Kesehatan Berfokus pada Pelayanan Kesehatan

Primer

c. Pengembangan Sumber Daya Manusia

6. Mendorong Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap

Program Pengendalian TB

1) Membangun Komitmen Politik untuk Meningkatkan Alokasi

Sumber Pembiayaan yang Berasal Dari Pemerintah Daerah Bagi

Program Pengendalian TB

2) Mobilisasi Dukungan Pemerintah dan Sumber Daya

7. Mendorong Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Informasi

Stratejik

3. Rencana Strategis Global Pengendalian TB 2006-2015 dan Rencana

Strategis Global Pengendalian TB 2011-2015

Tujuan yang ingin dicapai dalam Rencana Global 2006-2015

adalah untuk (19):

1. Meningkatkan dan memperluas pemanfaatan strategi untuk

menghentikan penularan TB dengan cara meningkatkan akses

terhadap diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif dengan

akselerasi pelaksanaan DOTS untuk mencapai target global dalam

pengendalian TB; dan meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan

dan kualitas obat anti TB;

2. Menyusun strategi untuk menghadapi berbagai tantangan dengan

cara mengadaptasi DOTS untuk mencegah, menangani TB dengan

resistensi OAT (MDR-TB) dan menurunkan dampak TB/HIV; dan

Page 51: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

3. Mempercepat upaya eliminasi TB dengan cara meningkatkan

penelitian dan pengembangan untuk berbagai alat diagnostik, obat

dan vaksin baru; serta meningkatkan penerapan metode baru dan

menjamin pemanfaatan, akses dan keterjangkauannya.

Dalam perkembangannya, konsensus dalam pengendalian TB

dengan resistensi OAT merupakan tonggak penting di tingkat Global

(“After Beijing”). Konsensus antar Menteri tersebut mengidentifikasi 10

upaya untuk mengatasi sumbatan dalam pengendalian M/XDR TB,

sebagai berikut (19):

1. Memprediksi pengendalian epidemi MDR-TB

2. Mempersempit celah dalam program pengendalian TB

3. Menyediakan penatalaksanaan dan pengobatan M/XDR TB

4. Menerapkan batasan ketenagakerjaan bidang kesehatan

5. Menjawab kebuntuan di laboratorium

6. Menjamin akses terhadap OAT standar

7. Membatasi ketersediaan OAT yang beredar

8. Memprioritaskan pengendalian TB

9. Memaksimalkan peluang penelitian M/XDR TB

10. Membiayai pengendalian dan perawatan M/XDR TB

Rencana global 2011-2015 merupakan penyesuaian dan

penyempurnaan dari rencana global 2006-2015. Penyesuaian ini

dilakukan untuk mengakomodasi: pencapaian sejak 2006; perubahan

kebijakan dan biaya terkait pengobatan antiretroviral; perkembangan

MDR-TB, revisi estimasi epidemiologi; penguatan laboratorium; dan

pentingnya mencakup keseluruhan spektrum penelitian (dari penelitian

dasar hingga riset operasional). Rencana global 2011-2015 menjabarkan

apa yang perlu dilakukan untuk mencapai target-target 2015 yang telah

ditetapkan dalam MDG’s dan oleh Stop TB Partnership. Untuk

mencapai target-target tersebut bagian pertama dari dokumen Rencana

global 2011-2015 ini menguraikan upaya-upaya untuk transformasi

pengendalian TB melalui peluasan intervensi diagnosis dan pengobatan

Page 52: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

TB, serta penerapan teknologi baru (terutama teknologi diagnostik).

Bagian kedua dokumen Rencana global 2011-2015 ini menguraikan

upaya-upaya yang diperlukan untuk mengembangkan diagnostik, obat

dan vaksin baru yang diperlukan untuk revolusi pencegahan, diagnosis

dan pengobatan TB sebagai dasar eliminasi TB dalam beberapa dekade

yang akan datang (19).

Di tingkat global, Stop TB Partnership sebagai bentuk kemitraan

global, mendukung negara-negara untuk meningkatkan upaya

pemberantasan TB, mempercepat penurunan angka kematian dan

kesakitan akibat TB serta penyebaran TB di seluruh dunia. Stop TB

Partnership telah mengembangkan rencana global pengendalian TB

Tahun 2011-2015 dan menetapkan target dalam pencapaian Tujuan

Pembangunan Milenium untuk TB (19).

Pada awalnya Stop TB Partnership disebut sebagai Stop TB

Initiative, dan dibentuk pada tahun 1998. Tujuannya agar TB tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat (13).

Stop TB Partnership terdiri dari jejaring (13) :

a) Organisasi Internasional

b) Negara – Negara

c) Donor (sektor publik dan swasta)

d) Pemerintah

e) Non Goverment Organization (NGO)

f) Individu-individu yang bekerja bersama-sama untuk mencapai

tujuan tersebut.

Visi Stop TB Partnership adalah dunia bebas TB, yang akan

dicapai melalui empat misi sebagai berikut (19):

1. Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan

kesembuhan bagi setiap pasien TB.

2. Menghentikan penularan TB.

3. Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat

TB.

Page 53: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

4. Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif,

upaya diagnosis dan pengobatan baru lainnya untuk

menghentikan TB.

Agar misi tersebut dapat tercapai, dan visi dapat terwujud, Stop TB

Partnership telah menentukan sasarannya yaitu (13) :

1) Menggunakan stategi untuk memutus rantai penularan TB dengan

cara :

- Meningkatkan akses terhadap diagnosayang akurat dan

pengobatan yang efektif dengan mempercepat implementasi

DOTS untuk mencapai target global

- Meningkatkan ketersediaan, kemudahan mendapatkan dan

terjaminnya mutu OAT (Obat Anti TB)

2) Mengembangkan strategy untuk mengantisipasi tantangan yang

baru muncul dengan cara

- Menyesuaikan DOTS untuk mencegah dan mengelola TB MDR,

dan mengurangi dampak HIV yang berkaitan dengan TB

3) Mempercepat eliminasi TB dengan cara :

- Meningkatkan penelitian dan pengembangan untuk menemukan

OAT dan cara diagnosa yang baru, dan vaksin

Target yang ditetapkan Stop TB Partnership sebagai tonggak

pencapaian utama adalah (20):

1) Pada tahun 2015, beban global penyakit TB (prevalensi dan mortalitas)

akan relatif berkurang sebesar 50% dibandingkan tahun 1990, dan

setidaknya 70% orang yang terinfeksi TB dapat dideteksi dengan strategi

DOTS dan 85% diantaranya dinyatakan sembuh.

2) Pada tahun 2050 TB bukan lagi merupakan masalah kesehatan

masyarakat global.

3) Selain itu, Stop TB Partnership juga mempunyai komitmen untuk

mencapai target dalam Tujuan Pembangunan Milenium, seperti yang

disebutkan pada tujuan 6, target 8 (“to have halted and begun to reverse

the incidence of TB”) pada tahun 2015.

Page 54: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

4) Tujuan tersebut akan dicapai dengan strategi ganda yang akan

dikembangkan dalam waktu 10 tahun ke depan, yaitu akselerasi

pengembangan dan penggunaan metode yang lebih baik untuk

implementasi rekomendasi Stop TB yang baru berdasarkan strategi

DOTS dengan standar pelayanan mengacu pada International Standard

for TB Care (ISTC).

4. Rencana Strategis Regional Asia Tenggara

Rencana strategis regional Asia Tenggara untuk Pengendalian TB

2006 – 2010 disusun berdasarkan rencana global, pencapaian dan

tantangan di Asia Tenggara serta prioritas utama di masa depan.

Negara-negara di kawasan ini didorong untuk memfokuskan

kegiatannya dengan strategi sebagai berikut (19):

1) Meningkatkan dan memperluas pelayanan DOTS yang

berkualitas agar dapat menjangkau seluruh pasien TB,

meningkatkan tingkat penemuan kasus dan keberhasilan

pengobatan;

2) Menetapkan intervensi untuk menghadapi tantangan TB/HIV dan

MDR-TB;

3) Memperkuat kemitraan dalam menyediakan akses dan standar

pelayanan yang diperlukan bagi seluruh pasien TB; dan

4) Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan.

Menurut sumber lain, beberapa komponen strategi DOTS yakni (15) :

1) Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk

dukungan dana)

2) Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

3) Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka

pendek dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat

(PMO)

4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu

terjamin

Page 55: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan

pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

b. Program dan Inovasi Masyarakat tentang Penanggulangan TB Paru.

Piagam hak-hak pasien TB (TB patient charter) merupakan sebuah

inovasi baru yang belum banyak dibahas secara luas dan diterapkan di

Indonesia. Untuk itu, kebijakan dan pedoman untuk menerapkan hak-hak

pasien TB dalam memberikan pelayanan perlu disusun, diikuti dengan

analisis situasi mengenai kondisi pada saat ini yang terkait dengan hak-hak

pasien TB (19).

Hak-hak pasien TB adalah mendapatkan pelayanan yang baik terhadap

pelayanan kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Selain hak, pasien TB

juga harus sadar dan berupaya tidak menularkan penyakitnya kepada orang

lain. Oleh karena itu mereka memiliki kewajiban seperti (13):

1. Tidak meludah di sembarang tempat

2. Menutup mulut saat batuk atau bersin

3. Berperilaku hidup bersih dan sehat

4. Berobat sesuai aturan sampai sembuh

5. Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera diberikan

pengobatan pencegahan

c. Monitoring Dan Evaluasi Terhadap Program TB Paru.

Sebagai tahap awal sistem monitoring strategi nasional akan

dikembangkan dan selanjutnya dilaksanakan setiap tahun sebagai bagian

dari pertemuan rutin monitoring evaluasi nasional. Tujuan monitoring

strategi nasional dalam pengendalian program TB adalah untuk (19):

1. Memantau proses dan perkembangan implementasi strategi nasional

secara berkala dan berkelanjutan;

2. Mengidentifikasi masalah dan kesenjangan pada waktu implementasi;

dan

3. Mengatasi masalah yang teridentifikasi dan mengantisipasi dampak dari

permasalahan.

Page 56: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Oleh karena itu, keterlibatan para pemangku kepentingan yang terkait

dalam monitoring tahunan ini perlu diperluas, tidak hanya melibatkan para

pengelola program TB (19).

Evaluasi strategi nasional bertujuan antara lain untuk menganalisis

relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak dan keberlanjutan strategi nasional

untuk memberikan arah kebijakan jangka panjang. Prinsip-prinsip

akuntabilitas, pembelajaran organisasi, peningkatan berkelanjutan dan

kepemilikan program pengendalian TB dapat diaplikasikan pada evaluasi

strategi nasional ini (19).

Berbagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

monitoring dan evaluasi strategi nasional. Data bersumber dari surveilans

rutin (termasuk MDR-TB) dalam program pengendalian TB, temuan dari

berbagai hasil studi oleh kelompok riset operasional dan kelompok-

kelompok riset lainnya termasuk LSM, dan evaluasi yang diselenggarakan

oleh organisasi internasional (seperti Joint External Monitoring Mission -

yang diselenggarakan setiap dua tahun dan evaluasi eksternal lainnya yang

bersifat spesifik untuk komponen program pengendalian TB). Dampak

pengendalian TB nasional akan dievaluasi melalui survei prevalensi dan

analisis data mortalitas TB (19).

Untuk meningkatkan akuntabilitas publik dan transparansi, temuan

monitoring dan evaluasi strategi nasional akan disebarluaskan melalui

berbagai jalur komunikasi. Dengan demikian masyarakat mendapatkan

haknya untuk mengakses hasil evaluasi (19).

B. Analisis Kasus Skenario

Kecamatan Tunggul Dalam merupakan suatu daerah yang sedang

mengalami peningkatan kasus Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru merupakan

suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Penularan penyakit ini yaitu melalui percikan dahak (droplet) yang bersumber dari

penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk

Page 57: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

atau bersin (inhalasi). Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara

pada suhu kamar selama beberapa jam.

Berdasarkan skenario, kecamatan Tunggul Dalam memiliki kondisi

geografis yang terdiri atas rawa dan semak belukar. Kondisi geografis tersebut

mendukung perkembangbiakkan dari Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

berkembangbiak dengan pesat di daerah dengan suhu yang lembab (seperti di rawa)

serta di tempat yang gelap (semak belukar). Kelembaban merupakan media yang

baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen atau bakteri penyebab penyakit

misalnya kuman TB. Kemudian, kondisi geografis seperti ini dapat mendukung

peningkatan kasus Tuberkulosis paru di Kecamatan Tunggul Dalam. Daerah semak

belukar biasanya kurang terjamah sinar matahari. Padahal, sinar matahari ini sangat

penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen, misalnya basil

Tuberkulosis. Kurangnya pencahayaan atau pencahayaan yang buruk sangat

berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis.

Selain kondisi geografis suatu daerah, kondisi dan sanitasi lingkungan juga

memiliki peranan tehadap penyebaran bakteri penyebab Tuberkulosis paru. Dari

skenario yang ada, Kecamatan Tunggul Dalam memiliki kondisi lingkungan dan

sanitasi yang tergolong kurang baik. Masyarakat di kecamatan ini memiliki

perilaku tidak memakai baju panjang dan tebal, acuh terhadap kebersihan

lingkungan, serta tidak menjaga kebersihan diri seperti memakai alas kaki. Perilaku

masyarakat Kecamatan Tunggul Dalam yang tidak memperhatikan kebersihan dan

kesehatan lingkungan sekitar serta tidak memperhatikan personal hygiene dapat

memicu penyebaran penyebab penyakit Tuberkulosis menjadi lebih cepat.

Di daerah Kecamatan Tunggul Dalam ini, notabene masyarakatnya ialah

para petani dan nelayan. Mata pencaharian yang digeluti masyarakat kecamatan ini

juga memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit tuberkulosis. Para petani

biasanya tidak memperhatikan kebersihan diri pada saat bekerja di sawah, sehingga

berpotensi tertular penyakit Tuberkulosis paru. Selain petani, nelayan juga

berpotensi terular penyakit ini. Apabila di siang hari para nelayan tidak

mendapatkan hasil tangkapan ikan, maka mereka biasanya melakukan pekerjaan

mereka (menangkap ikan) di malam hari. Malam hari merupakan waktu yang tepat

Page 58: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

bagi basil Tuberkulosis untuk menularkan penyakit Tuberkulosis paru dikarenakan

suasana yang gelap dan didukung suhu yang lembab.

Selain faktor lingkungan (tempat kerja) dan personal hygiene dari petani

dan nelayan, pekerjaan tersebut (petani dan nelayan) juga mempengaruhi terhadap

pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-

hari diantaranya konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan

mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (konstruksi rumah). Kepala keluarga

yang mempunyai pendapatan dibawah UMR (Upah Minimum Regional) akan

mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan

bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan

memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB paru. Dalam hal jenis

konstruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka konstruksi

rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan

mempermudah terjadinya penularan penyakit TB paru.

Selain pekerjaan, pendidikan juga berperan sebagai faktor penyebab

terjadinya Tuberkulosis paru. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi

terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi

syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru, sehingga dengan pengetahuan

yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih

dan sehat. Masyarakat Kecamatan Tunggul Dalam ini rata-rata memiliki pendidikan

tingkat Sekolah Dasar (SD). Rendahnya status pendidikan juga berperan terhadap

peningkatan kejadian kasus Tuberkulosis paru. Kurangnya pengetahuan yang

didapatkan mengenai pencegahan dan penanganan penyakit Tuberkulosis paru

menyebabkan masyarakat acuh terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan.

Berdasarkan skenario, usia produktif adalah usia yang banyak terkena

penyakit tuberkulosis paru. Hal ini dikarenakan usia produktif (15-50 tahun) adalah

usia dimana seseorang bekerja dan sangat rentan untuk berkontak dengan penularan

Tuberkulosis Paru.

Diperlukan suatu cara untuk memutus mata rantai penularan bakteri

Mycobacterium tuberculosis melalui tindakan memodifikasi lingkungan,

memperbaiki konstruksi rumah yang tidak memenuhi syarat rumah sehat, menjaga

Page 59: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

dan memelihara kesehatan lingkungan sekitar dan diri sendiri, meningkatkan

pengetahuan tentang penanganan Tuberkulosis paru, serta perlunya peran aktif

stakeholder, lembaga-lembaga terkait serta masyarakat untuk berpartisispasi dalam

pencegahan,pengobatan, serta penanggulangan Tuberkulosis paru.

Page 60: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

TB Paru adalah suatu penyakit menular mematikan yang di sebabkan oleh

infeksi karena bakteri Mycobacterium Mycobacterium tuberculosis termasuk basil

gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-

glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Masuk kedalam tubuh

dengan beberapa cara penularan yaitu inhalasi, ingesti, kontak langsung, peralatan

yang terkontaminasi, dan infeksi silang. Bakteri ini akan tumbuh dan berkembang

biak dengan cara membelah diri. Bahkan bila tidak diobati akan menyebabkan

batuk yang mengeluarkan darah sekaligus kematian. Adapun beberapa gejala TB

Paru terdiri dari gejala respiratorik (batuk lebih 3minggu atau batuk darah, sesak

napas, nyeri dada), gejala sistemik (demam, keringata di malam hari, anoreksia dan

penurunan berat badan). Faktor penduduk sangat membantu tumbuhnya bakteri ini

dengan cepat seperti faktor sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin,

vaksinasi BCG, riwayat kontak dengan penderita TB paru, ketaatan pasien pada

masa terapi OAT, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Kepadatan hunian kamar

tidur. Dari faktor lingkungan sendiri meliputi pencahayaan, kelembaban,

ketinggian, ventilasi, kondisi rumah. Dari pembahasan ini kita bisa melakukan

pencegahan dengan cara promotif, preventif, dan mengonsumsi obat-obat atau

minuman herbal yang bisa menjaga daya tahan tubuh.

B. Saran

Untuk semua masyarakat setidaknya melakukan penjagaan kebersihan

dengan cara peralatan makan dan minum selalu dibersihkan, menerangi kamar atau

tempat-tempat yang gelap karena bakteri ini sangat suka berada di tempat gelap dan

lembab, tidak lupa juga usahakan sinar matahari masuk ke dalam rumah atau

ruangan yang sering kita tempati. Sedangkan bagi pekerja atau yang sering keluar

malam untuk selalu memakai alas kaki dan pakaian tebal. Diharapkan kepada

masyarakat terutama bagi yang sudah menderita penyakit TB paru segera

memeriksakan diri ke dokter dengan minum obat selama 6 bulan berturut-turut.

Page 61: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

Dan untuk pemerintah ataupun lembaga-lembaga khusus yang menangani masalah

TB Paru ini agar menjalankan program yang sudah direncanakan dengan rutin dan

berkesinambungan, dengan tujuan menyelesaikna masalah TB Paru dan tidak

menjadikan penyakit ini sebagai masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Page 62: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Werdhani, Retno A. 2009. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi

Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Sanchez, Perez. 2002. Pulmonary tuberkulosis and associated faktors in area of

high levels of property in Chiamas, Mexico. International Journal of

Epidemiology.

3. Hiswani. 2004. Tuberkolosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi

Masalah Kesehatan Masyarakat. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

4. Puspa, Sri dkk. 2010. Epidemiologi TBC. Banten : Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Banten

5. Gusti, Arlina. 2003. Kekerapan Tuberculosis Paru Pada Pasangan Suamip-Istri

Penderita Tuberkulosis Paru Yang berobat Di Bagian Paru RUP.H.Adam

Malik. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

6. Suarni, Helda. 2009. Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian

Penyakit TB BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Bulan

Oktober 2008-April 2009. Program Studi Kesehatan Lingkungan. Medan :

Universitas Sumatera Utara

7. Prabu, Putra. 2008. Faktor Risiko TBC. Universitas Pembangunan Nasional

8. Poeloengan, Masniari. 2006. Bahaya Dan Penanganan Tuberculosis. Lokakarya

Nasional Penyakit Zoonosis: Bogor : Balai Penelitian Veteriner

9. Anonim. 2008. Lembar Fakta Tuberkulosis. Sub Direktorat TB Departemen

Kesehatan RI dan World Health Organization

10. Ruswanto, Bambang. 2010. Analisis Spasial sebaran Kasus Tuberkulosis Paru

Ditinjau dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten

Pekalongan. Magister Kesehatan Lingkungan. Universiatas Diponegoro

11. Rencana Aksi Nasional. 2011. Informasi Strategis Pengendalian Tuberkulosis

Indonesia 2011-1014. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Page 63: IKMT-EPM Kelompok 7 Sken. 2

12. Herryanto, Dede Anwar Musadad dan Freddy M Komalig. Riwayat Pengobatan

Penderita TB Paru Meninggal di Kabupaten Bandung. Jurnal Ekologi Kesehatan

Vol 3 No 1, April 2004 : 1- 6.

13. Buku Saku Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). 2010.

Jakarta

14. Budiman, Hary. 2012. Pelaksanaan Advokasi, Komunikasi Dan Mobilisasi

Sosial Dalam Pengendalian Tuberkulosis Di Dinas Kesehatan Kota Padang

Tahun 2011. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pascasarjana. Padang :

Universitas Andalas

15. Anonim. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. Direktorat

Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan

Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI

16. Anonim. 2012. Mycobacterium Tuberculosis diakses melalui

http://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/05/mycobacterium-tuberculosis.html

17. Dewi, Sakinah. 2012. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah, Penghasilan

Keluarga Dan Upaya Pengendalian Terhadap Kejadian Penyakit Tb Paru Pada

Ibu Rumah Tangga Di Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun

2012. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Medan : Universitas Sumatera Utara

18. Alsagaff, Hood. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

19. Anonim. 2010. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.

Kemenkes RI

20. Anonim. 2011. The Global Plan To Stop TB 2011-2015. Stop TB Partnership.

WHO

21. Amaliah Satyaputri, Rachmitha. 2010. Uji Efektifitas Daya Hambat Infus Daun

Mimba (Azadirachtaindica A Juss) dan Rimpang Kunyit (Zingiber Officinale)

Sediaan Tunggal dan Kombinasi Terhadap Mycobacterium Tuberculosis Secara In

Vitro. Banjarbaru: FK Universitas Lambung Mangkurat.