tugas aki

32
BAB I PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia publik. Hal ini diakui sebagai kondisi umum yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (CRF). Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative K / DOQI) dari National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan ginjal atau tingkat filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 selama lebih dari 3 bulan. Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa ginjal dengan sclerosis ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan progresif GFR. Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit ginjal kronis, sebagai berikut: 1 Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m 2) Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2) Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2) Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2) Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis) Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya asimtomatik; klinis manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini dan pengobatan dan

Upload: friedi-kristian-carlos

Post on 10-Feb-2016

218 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

AKI

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas AKI

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia

publik. Hal ini diakui sebagai kondisi umum yang berhubungan dengan peningkatan

risiko penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (CRF).

Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative K / DOQI) dari National Kidney

Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan

ginjal atau tingkat filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2

selama lebih dari 3 bulan. Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa

ginjal dengan sclerosis ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan

progresif GFR. Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap

penyakit ginjal kronis, sebagai berikut:1

Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90

mL/min/1.73 m2)

Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)

Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)

Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau dialisis)

Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya asimtomatik;

klinis manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini dan pengobatan

dan penyebab / atau lembaga tindakan pencegahan sekunder sangat penting pada

pasien dengan penyakit ginjal kronis. Ini mungkin menunda, atau mungkin

menghentikan, kemajuan. Perawatan medis pasien dengan penyakit ginjal kronis

harus fokus pada hal berikut:1

Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit kronis ginjal

Mengobati manifestasi patologis penyakit ginjal kronis

Tepat waktu perencanaan jangka panjang terapi pengganti ginjal

BAB II

Page 2: Tugas AKI

PEMBAHASAN

1. Definisi

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal

mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam

hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat

kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Gagal

ginjal terjadi ketika ginjal sebagian atau sepenuhnya kehilangan kemampuan mereka

untuk menyaring air dan limbah dari darah.2

Membangun dari zat beracun yang biasanya dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal

dapat menyebabkan masalah kesehatan yang berbahaya.

Akut gagal ginjal (juga disebut sebagai ginjal kegagalan) terjadi dengan cepat.

Disfungsi ginjal ringan sering disebut insufisiensi ginjal.

Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya

fungsi ginjal secara bertahap dari waktu ke waktu atau penurunan lambat dan

progresif fungsi ginjal. Ini biasanya akibat komplikasi dari yang lain kondisi medis

yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut, yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba,

gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap - selama minggu, bulan, atau tahun -

sebagai ginjal perlahan berhenti bekerja, yang mengarah ke stadium akhir penyakit

ginjal (ESRD).2

2. Klasifikasi

Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit

ginjal kronis, sebagai berikut: 1,3

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3

Derajat Penjelasan LFG

(mL/menit/1,73m2)

Page 3: Tugas AKI

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

3. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal,

dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi. Penyakit ginjal adalah penyebab utama

kematian kesembilan di Amerika Serikat. Nasional Ketiga Kesehatan dan Survey

(NHANES III) memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada orang

dewasa di Amerika Serikat adalah 11% (19,2 juta): 3,3% (5,9 juta) memiliki tahap 1,

3% (5,3 juta) harus tahap 2, 4,3% (7,6 juta) memiliki stadium 3, 0,2% (400.000)

memiliki stadium 4, dan 0,2% (300.000) memiliki tahap 5. 1-3

Prevalensi penyakit ginjal kronis tahap 1-4 meningkat dari 10% pada tahun

1988-1994 menjadi 13,1% pada 1999-2004. Peningkatan ini sebagian dijelaskan oleh

peningkatan prevalensi diabetes dan hipertensi, yang merupakan penyebab paling

umum dari penyakit ginjal kronis. Data dari Amerika Serikat Renal Data System

(USRDS) menunjukkan bahwa prevalensi gagal ginjal kronis meningkat 104% antara

tahun 1990-2001. 1-3

Menurut ketiga Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi,

diperkirakan bahwa 6,2 juta orang (yaitu 3% dari total penduduk AS) lebih tua dari 12

tahun memiliki nilai kreatinin serum di atas 1,5 mg / dL; 8 juta orang memiliki GFR

kurang dari 60 mL / menit, mayoritas dari mereka berada di populasi Medicare senior

(5,9 juta orang).1-3

Tingkat kejadian stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) telah terus meningkat

secara internasional sejak tahun 1989. Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian

tertinggi ESRD, diikuti oleh Jepang. Jepang memiliki prevalensi tertinggi per juta

penduduk, dengan Amerika Serikat menempati posisi kedua.1-3

Page 4: Tugas AKI

4. Etiologi1,3,4

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai

berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal

polikistik (10%).

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di

mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan

glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium,

atau endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri

punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya

mikroskop, Langhans kemudian mampu menggambarkan perubahan pathophysiologic

glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus pada pasien pasca-

streptococcus. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba

menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran

klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.2

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer

dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal

sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),

mieloma multipel, atau amiloidosis.2

Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi

pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat

terjadi hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi,

sesak napas, dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini

dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.

Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan

Page 5: Tugas AKI

sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi

lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.2

Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik

yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah

sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini

mungkin menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak

hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan

tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis

diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya

mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan

gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung,

dan sistem saraf .2,4

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi.

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi

esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan

hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.5,6

Klasifikasi

Tekanan

Darah

Sistolik

(mmHg)

Diastolik

(mmHg)

Modifikasi

Gaya

Hidup

Terapi

Normal < 120 Dan < 80 edukasi tidak perlu obat

antihipertensiPrehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Ya

Stage 1 HT 140 – 159 Atau 90 – 99 Ya Thiazid tipe diuretik

Dapat juga ACEI, ARB,

BB, CCB, atau kombinasi

Stage 2 HT > 160 Atau > 100 Ya Kombinasi 2 jenis obat

(biasanya thiazid tipe

diuretik dan ACEI atau

ARB atau BB atau CCB)

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi obat berdasarkan Joint

National Committee (JNC) VII:5,6

Page 6: Tugas AKI

Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah

<130/80 mmHg.

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat

ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di

medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai

keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling

sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal

polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru

bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada

fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai

daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2

5. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi,

yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini

mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran

darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh

proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya

diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya

sudah tidak aktif lagi.1,2

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas

tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian

diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit

ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat

variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun

interstitial.1

Page 7: Tugas AKI

Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium.

Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin

serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal

mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal

tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG

yang teliti.1

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih

dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada

tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan

konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada

stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal.

Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya mengalami stress akibat

infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-

gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul.

Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau

minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala

ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang teliti.1

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal

stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari

massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.

Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar

5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan

meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons terhadap LFG yang mengalami

sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-

gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan

homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan

plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi

oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus

meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan

biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap

sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal

kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1

Page 8: Tugas AKI

Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat

stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-

stadium tersebut.

6. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala berikut dapat terjadi dengan gagal ginjal akut. Beberapa orang

tidak memiliki gejala, setidaknya pada tahap awal. Gejala-gejala mungkin sangat

halus.1,2,5

Penurunan produksi urin

Tubuh bengkak

Masalah berkonsentrasi

Kebingungan

Kelelahan

Kelesuan

Mual, muntah

Diare

Nyeri perut

Logam rasa di mulut

Kejang dan koma dapat terjadi pada gagal ginjal akut yang sangat parah.

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat

kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,

saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan

kardiovaskular.1,2,5

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik

terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam

terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran

cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,

defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses

inflamasi akut ataupun kronik.1

Page 9: Tugas AKI

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau

hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum

iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum),

mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan

sebagainya.1,5

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping

penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang

dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati,

berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang

dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia,

dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik

adalah 11-12 g/dL.1

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal

ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih

belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus

sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan

mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera

mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.2

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien

gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat

pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf

mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina

(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai

pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada

conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal

ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan

Page 10: Tugas AKI

segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik,

tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea

frost.1,3

e. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan

depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti

konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada

pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien

dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya

(personalitas).

f. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi

sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

Pemeriksaan Penunjang1,2,5

Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala pada tahap awal.

Hanya tes laboratorium dapat mendeteksi masalah berkembang. Siapapun pada

peningkatan risiko untuk penyakit ginjal kronis harus secara rutin diuji untuk

perkembangan penyakit ini.

Urin, darah, dan pencitraan tes ( X - ray ) digunakan untuk mendeteksi

penyakit ginjal, serta mengikuti kemajuannya, seperti kelainan jantung

kongestif, effusi pleura.

Semua tes ini memiliki keterbatasan. Mereka sering digunakan bersama-sama

untuk mengembangkan gambaran sifat dan tingkat dari penyakit ginjal.

Secara umum, pengujian ini dapat dilakukan secara rawat jalan.

Tes Urine

Urinalisis: Analisis urin memberi wawasan yang sangat besar ke dalam fungsi

dari ginjal. Langkah pertama dalam urine adalah melakukan tes dipstick. Dipstick ini

memiliki reagen yang memeriksa urin untuk kehadiran konstituen normal dan

Page 11: Tugas AKI

abnormal berbagai termasuk protein. Kemudian, urin diperiksa dibawah mikroskop

untuk mencari sel-sel darah merah dan putih, dan adanya gips dan kristal (padatan).

Hanya jumlah minimal albumin (protein) yang hadir dalam urin normal. Hasil

positif pada tes dipstick untuk protein adalah abnormal. Lebih sensitif dari tes dipstick

untuk protein adalah estimasi laboratorium terhadap urine albumin (protein) dan

kreatinin dalam urin. Rasio albumin (protein) dan kreatinin dalam urin memberikan

perkiraan yang baik albumin (protein) ekskresi per hari.

Tes urine dua puluh empat jam: Tes ini mengharuskan Anda untuk

mengumpulkan semua urin Anda selama 24 jam berturut-turut. Urin dapat dianalisa

untuk produk protein dan limbah (urea nitrogen, dan kreatinin). Keberadaan protein

dalam urin mengindikasikan kerusakan ginjal. Jumlah kreatinin dan urea

diekskresikan dalam urin dapat digunakan untuk menghitung tingkat fungsi ginjal dan

laju filtrasi glomerulus (GFR).

Laju filtrasi glomerulus (GFR): GFR adalah cara standar untuk menyatakan

fungsi ginjal secara keseluruhan. Sebagai penyakit ginjal berlangsung, GFR turun.

GFR normal adalah sekitar 100-140 ml / menit pada pria dan 85-115 mL / menit pada

wanita. Ini mengurangi pada kebanyakan orang dengan usia. GFR dapat dihitung dari

jumlah produk sampah di urin 24-jam atau dengan menggunakan spidol khusus

diberikan secara intravena. Perkiraan GFR (eGFR) dapat dihitung dari tes rutin pasien

darah. Pasien dibagi menjadi lima tahap penyakit ginjal kronis didasarkan pada

mereka GFR.

Tes Darah

Kreatinin dan urea (BUN) dalam darah: darah urea nitrogen dan serum kreatinin

adalah tes darah yang paling umum digunakan untuk layar untuk, dan memonitor

penyakit ginjal. Kreatinin adalah produk dari kerusakan otot normal. Urea adalah

produk limbah dari pemecahan protein. Tingkat zat ini meningkat dalam darah

sebagai memperburuk fungsi ginjal.

Page 12: Tugas AKI

Rumus Cockcroft-Gault untuk memperkirakan CrCl harus digunakan secara

rutin sebagai sarana sederhana untuk memberikan pendekatan yang dapat diandalkan

fungsi ginjal residu pada semua pasien dengan penyakit ginjal kronis. Rumus adalah

sebagai berikut:

CrCl (pria) = ([140-usia] × berat badan dalam kg) / (serum kreatinin × 72)

CrCl (perempuan) = CrCl (pria) × 0,85

Perkiraan GFR (eGFR): Laboratorium atau dokter Anda dapat menghitung GFR

diperkirakan dengan menggunakan informasi dari kerja darah Anda. Adalah penting

untuk menyadari Anda GFR estimasi dan stadium penyakit ginjal kronis. Dokter

Anda menggunakan tahap penyakit ginjal Anda untuk merekomendasikan pengujian

tambahan dan saran pada manajemen.

Elektrolit tingkat dan keseimbangan asam-basa: disfungsi ginjal menyebabkan

ketidakseimbangan elektrolit , terutama kalium, fosfor, dan kalsium. Kalium tinggi (

hiperkalemia ) adalah perhatian khusus. Analisa gas darah untuk melihat apakah

adanya kelainan dari keseimbangan asam - basa dalam tubuh.

Penurunan produksi bentuk aktif vitamin D dapat menyebabkan rendahnya

tingkat kalsium dalam darah. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan fosfor oleh ginjal

gagal menyebabkan tingkat dalam darah meningkat. Testis atau ovarium tingkat

hormon juga mungkin abnormal.

Jumlah sel darah: Karena penyakit ginjal mengganggu produksi sel darah dan

mempersingkat kelangsungan hidup sel darah merah, jumlah sel darah merah dan

hemoglobin dapat rendah (anemia). Beberapa pasien mungkin juga mengalami

defisiensi besi akibat kehilangan darah dalam sistem pencernaan mereka. Kekurangan

nutrisi lain juga dapat mengganggu produksi sel darah merah.

Pemeriksaan pencitraan

X - ray : Sebuah pyelogram retrograde dapat diindikasikan jika indeks

kecurigaan yang tinggi klinis untuk obstruksi meskipun ada sebuah temuan negatif

pada ginjal ultrasonografi. Pyelography intravena tidak umum dilakukan karena

potensi toksisitas ginjal dari kontras intravena, namun prosedur ini sering digunakan

Page 13: Tugas AKI

untuk mendiagnosa batu ginjal. Plain perut x-ray sangat berguna untuk mencari batu

radio-opak atau nefrokalsinosis. Sebuah voiding cystourethrogram (VCUG)

merupakan standar kriteria untuk diagnosis refluks vesicoureteral.

USG: USG sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. USG adalah jenis

tes noninvasif pencitraan. Secara umum, ginjal menyusut dalam ukuran pada penyakit

ginjal kronis, meskipun mereka mungkin normal atau bahkan dalam ukuran besar

dalam kasus-kasus disebabkan oleh penyakit ginjal polikistik dewasa, nefropati

diabetik, dan amiloidosis. USG juga dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya

obstruksi saluran kemih, batu ginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke ginjal.

Biopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi) kadang-kadang diperlukan

dalam kasus-kasus di mana penyebab dari penyakit ginjal tidak jelas. Biasanya, biopsi

dapat dikumpulkan dengan anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum melalui

kulit ke dalam ginjal.

CT scan / MRI : Sebuah computed tomography (CT) scan berguna untuk lebih

menentukan massa ginjal dan kista biasanya dicatat pada USG. Juga, adalah tes yang

paling sensitif untuk mengidentifikasi batu ginjal. IV kontras ditingkatkan CT scan

harus dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal untuk menghindari gagal ginjal

akut; risiko ini secara signifikan meningkatkan pada pasien dengan moderat sampai

berat penyakit ginjal kronis. Dehidrasi juga nyata meningkatkan risiko ini. Magnetic

Resonance Imaging (MRI) sangat berguna pada pasien yang memerlukan CT scan

tetapi tidak bisa menerima kontras intravena. Hal ini dapat diandalkan dalam

diagnosis trombosis vena ginjal, seperti CT scan dan venography ginjal. Magnetic

resonance angiography juga menjadi lebih berguna untuk diagnosis stenosis arteri

ginjal, meskipun arteriografi ginjal tetap menjadi standar kriteria.

7. Tatalaksana2,5,6

Pengendalian gangguan yang mendasari

Kemungkinan pembatasan protein diet, fosfat, dan K

Suplemen vitamin D

Pengobatan anemia dan gagal jantung

Page 14: Tugas AKI

Dosis semua obat disesuaikan sesuai kebutuhan

Dialisis untuk GFR sangat menurun, gejala uremik, atau kadang-kadang

hiperkalemia atau gagal jantung

Transplantasi ginjal

Tidak ada obat untuk penyakit ginjal kronis. Empat Tujuan terapi adalah untuk:

1. memperlambat perkembangan penyakit;

2. mengobati penyebab dan faktor-faktor;

3. mengobati komplikasi penyakit, dan

4. menggantikan fungsi ginjal hilang.

Strategi untuk memperlambat progresi dan mengobati kondisi yang mendasari

penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:

Pengendalian glukosa darah: Mempertahankan kontrol yang baik dari diabetes

sangat penting. Orang dengan diabetes yang tidak mengontrol glukosa darah

mereka memiliki risiko jauh lebih tinggi dari semua komplikasi diabetes,

termasuk penyakit ginjal kronis.

Kontrol tekanan darah tinggi: ini juga memperlambat perkembangan penyakit

ginjal kronis. Dianjurkan untuk menjaga tekanan darah Anda di bawah ini

mmHg 130/80 jika Anda memiliki penyakit ginjal. Hal ini sering berguna

untuk memonitor tekanan darah di rumah. Obat tekanan darah yang dikenal

sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) atau penghambat

reseptor angiotensin (ARB) memiliki manfaat khusus dalam melindungi

ginjal.

Diet: Diet kontrol sangat penting untuk perkembangan memperlambat

penyakit ginjal kronis dan harus dilakukan konsultasi dengan praktisi

kesehatan dan ahli gizi. Untuk beberapa pedoman umum, lihat Perawatan Diri

di Depan bagian dari artikel ini.

Page 15: Tugas AKI

Gizi:

Pembatasan garam: Batasi untuk 4-6 gram sehari untuk menghindari retensi

cairan dan membantu mengontrol tekanan darah tinggi.

Asupan cairan: asupan air yang berlebihan tidak membantu mencegah

penyakit ginjal. Pembatasan asupan air disamakan dengan jumlah air yang

keluar melalui urin (penampungan urin per 24 jam) dikurangkan sedikit untuk

asupan air.

Pembatasan Kalium: Hal ini diperlukan pada penyakit ginjal maju karena

ginjal tidak mampu mengeluarkan kalium. Tingginya kadar kalium bisa

menyebabkan irama jantung abnormal . Contoh makanan tinggi kalium

meliputi pisang, jeruk, kacang-kacangan, dan kentang.

Pembatasan protein berat pada penyakit ginjal masih kontroversial. Namun,

pembatasan moderat (0,8 g / kg / hari) aman dan mudah untuk sebagian besar

pasien untuk mentolerir. Beberapa ahli merekomendasikan 0,6 g / kg / hari

untuk pasien dengan diabetes dan, untuk pasien tanpa diabetes,> 0,8 g / kg /

hari jika GFR adalah 25 sampai 55 mL/min/1.73 m 2 atau 0,6 g / kg / hari jika

GFR adalah 13 sampai 24 mL/min/1.73 m 2. Gejala uremik Banyak nyata

mengurangi ketika protein katabolisme dan generasi urea berkurang.

Karbohidrat dan lemak yang cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan

energi dan mencegah ketosis. Pasien untuk siapa <0,8 g / kg / hari telah

diresepkan harus diikuti oleh ahli gizi. Karena pembatasan diet dapat

mengurangi asupan vitamin yang diperlukan, pasien harus mengambil

multivitamin yang mengandung vitamin yang larut dalam air. Administrasi

vitamin A dan E tidak diperlukan. Vitamin D dalam bentuk 1,25-

dihydroxyvitamin D

Komplikasi penyakit ginjal kronis mungkin memerlukan perawatan medis.

Retensi cairan dapat diobati dengan salah satu dari sejumlah obat diuretik,

yang menghilangkan kelebihan air dari tubuh. Namun, obat ini tidak cocok

untuk semua pasien.

Page 16: Tugas AKI

Anemia dapat diobati dengan agen eritropoiesis merangsang seperti

erythropoietin atau darbepoetin (Aranesp, Aranesp Gratis Albumin, Aranesp

SureClick). Eritropoiesis merangsang agen adalah kelompok obat yang

menggantikan kekurangan erythropoietin, yang biasanya diproduksi oleh

ginjal sehat. Seringkali, pasien yang dirawat dengan obat tersebut

membutuhkan suplemen besi dengan mulut atau kadang-kadang bahkan

intravena.

Penyakit tulang berkembang pada penyakit ginjal karena ketidakmampuan

untuk mengeluarkan fosfor dan kegagalan untuk membentuk aktif vitamin D.

Dalam keadaan seperti itu, dokter anda mungkin meresepkan obat fosfor

mengikat dalam usus, dan mungkin meresepkan bentuk aktif vitamin D.

Asidosis dapat berkembang dengan penyakit ginjal. Asidosis dapat

menyebabkan kerusakan protein, peradangan, dan penyakit tulang. Jika

asidosis signifikan, dokter mungkin menggunakan obat-obatan seperti natrium

bikarbonat (baking soda) untuk memperbaiki masalah.

Dengan pengobatan erythropoietin, tujuannya adalah tingkat hemoglobin 11-12

g / dL, sebagai normalisasi hemoglobin pada pasien dengan penyakit ginjal kronis

tahap 4-5 telah dikaitkan dengan peningkatan risiko hasil kombinasi. Sebelum

memulai eritropoietin, toko besi harus diperiksa. Tujuannya adalah untuk menjaga

kejenuhan besi di 30-50% dan ferritin di 200-500.

Sebuah studi oleh Shurraw dkk menunjukkan bahwa pada orang dengan non-

hemodialisis tergantung CKD, hemoglobin Tingkat (1c) lebih tinggi dari 9%

dihubungkan dengan hasil klinis lebih buruk. Tingkat lebih rendah dari hemoglobin A

(1c) juga tampaknya terkait dengan tingginya tingkat kematian. Kontrol yang sesuai

dan tepat waktu dari A level hemoglobin (1c) pada penderita diabetes mellitus dan

CKD mungkin lebih penting dari yang sebelumnya diperkirakan, tetapi Penemuan

juga menunjukkan bahwa kontrol glikemik intensif dapat menyebabkan kematian

meningkat.

Bukti manfaat dan risiko mengoreksi asidosis metabolik sangat terbatas, tanpa

uji coba terkontrol secara acak pada pasien belum berada pada stadium akhir penyakit

ginjal (ESRD), tidak ada pada anak-anak, dan hanya 3 percobaan kecil pada pasien

dialisis. Percobaan ini menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa efek

Page 17: Tugas AKI

menguntungkan pada kedua metabolisme protein dan metabolisme tulang, namun

persidangan sangat kurang bertenaga untuk memberikan bukti yang kuat. Para ahli

merekomendasikan terapi alkali untuk menjaga konsentrasi bikarbonat serum di atas

22 mEq / L.

De Brito-Ashurst dkk menemukan bahwa pasien dengan penyakit ginjal kronis

yang menerima suplemen bikarbonat menunjukkan penurunan lebih lambat dalam

fungsi ginjal. Dalam studi ini, 134 pasien dewasa dengan penyakit ginjal kronis

(yaitu, bersihan kreatinin [CrCl] 15-30 mL/min/1.73 m 2 dan bikarbonat serum 16-20

mmol / L) secara acak ditugaskan untuk menerima natrium bikarbonat suplementasi

oral atau perawatan standar selama 2 tahun. Penurunan lebih lambat dalam CrCl

diamati pada kelompok bikarbonat dibandingkan kelompok kontrol (1,88 vs 5,93

mL/min/1.73 m 2).

Pasien dalam kelompok bikarbonat juga kurang mungkin untuk mengalami

perkembangan penyakit yang pesat daripada adalah anggota dari kelompok kontrol

(9% vs 45%), dan lebih sedikit pasien yang menerima suplemen bikarbonat

dikembangkan ESRD (6,5% banding 33%). Selain manfaat yang tercantum di atas,

parameter gizi diperbaiki dengan suplementasi bikarbonat.

Indikasi untuk terapi pengganti ginjal meliputi:

Parah metabolik asidosis

Hiperkalemia

Perikarditis

Ensefalopati

Keras volume yang berlebihan

Gagal tumbuh dan kekurangan gizi

Neuropati perifer

Terselesaikan gejala gastrointestinal

Pada pasien tanpa gejala, tingkat filtrasi glomerulus (GFR) dari 5-9 ml / menit

Dialisis 1,5

Ada dua jenis dialisis 1) hemodialisis dan 2) dialisis peritoneal.

Page 18: Tugas AKI

Dialisis Akses

Sebuah akses vaskular diperlukan untuk hemodialisis sehingga darah dapat

dipindahkan meskipun filter dialisis pada kecepatan cepat untuk memungkinkan

pembersihan limbah, racun, dan kelebihan cairan. Ada tiga jenis akses vaskular:

fistula arteriovenosa (aVF), graft arteriovenosa, dan kateter vena sentral.

1. Fistula arteriovenosa (aVF): Akses yang lebih disukai untuk hemodialisis

adalah aVF, dimana arteri secara langsung bergabung ke pembuluh darah.

Vena ini memakan waktu dua sampai empat bulan untuk memperbesar dan

matang sebelum dapat digunakan untuk cuci darah. Setelah matang, dua jarum

ditempatkan ke dalam vena untuk dialisis. Satu jarum digunakan untuk

menarik darah dan dijalankan melalui mesin dialisis. Jarum kedua adalah

untuk mengembalikan darah dibersihkan. AVFs cenderung tidak terinfeksi

atau mengembangkan gumpalan dari jenis lainnya akses dialisis.

2. Graft arteriovenosa: Sebuah graft arteriovenosa ditempatkan pada mereka

yang memiliki pembuluh darah kecil atau dalam fistula yang telah gagal

dibuat. Teknik ini terbuat dari bahan buatan dan jarum dialisis dimasukkan ke

dalam jalur secara langsung.

3. Kateter vena sentral: Sebuah kateter mungkin baik sementara atau

permanen. Pipa ini yang baik ditempatkan di leher atau pangkal paha ke dalam

pembuluh darah besar. Meskipun kateter memberikan akses langsung untuk

cuci darah, mereka rentan terhadap infeksi dan juga dapat menyebabkan

pembuluh darah menggumpal atau sempit.

Peritoneal akses (untuk dialisis peritoneal): Sebuah kateter ditanamkan ke dalam

rongga perut (dibatasi oleh peritoneum) dengan prosedur bedah minor. Kateter ini

adalah tabung tipis yang terbuat dari bahan yang fleksibel lembut, biasanya silikon

atau poliuretan. Kateter biasanya memiliki satu atau dua manset yang membantu

menahannya di tempat. Ujung kateter mungkin lurus atau melingkar dan memiliki

beberapa lubang untuk memungkinkan jalan keluar dan kembali cairan. Meskipun

kateter dapat digunakan segera setelah implantasi, biasanya disarankan untuk

menunda dialisis peritoneal selama minimal 2 minggu sehingga memungkinkan

penyembuhan dan mengurangi risiko kebocoran berkembang.

Page 19: Tugas AKI

Hemodialisis

Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada mesin

dialisis.

Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan

kumpulan berongga tabung kapiler serat.

Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran

semipermeabel, sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk

membersihkan darah) dipompa sepanjang sisi lain, dalam kompartemen yang

terpisah, dalam arah yang berlawanan.

Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan perubahan

yang diinginkan dalam komposisi darah, seperti pengurangan produk-produk

limbah (urea nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan

equilibrium tingkat mineral berbagai.

Pengeluaran kelebihan cairan.

Darah kemudian kembali ke tubuh.

8. Prognosis

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau

stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,

keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani

dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien

dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih

lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena

kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan

keganasan (4%).2

BAB III

PENUTUP

Page 20: Tugas AKI

Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative (K / DOQI) dari National Kidney

Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan

ginjal atau tingkat filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 untuk 3 atau bulan lagi. Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa

ginjal dengan sclerosis ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan

progresif GFR. Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap

penyakit ginjal kronis, sebagai berikut:

Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90

mL/min/1.73 m 2)

Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)

Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)

Gejala dan klinis dari gagal ginjal kronis meliputi banyak penyerta, terkait

dengan keluhan yang timbul dari metabolisme yang tidak terkontrol pada ginjal. Dan

gejala yang menyertai dikarenakan metabolisme dalam ginjal yang tidak baik

sehingga menyebabkan kelainan pada organ lainnya.

Pengobatan gagal ginjal meliputi penghambatan dari proses perkembangan

penyakit, pengobatan gejala simptomatik, pengobatan dasar penyebab, dan

komplikasi. Dari kemajuan teknologi yang sudah dikembangkan beberapa tahun ini,

hemodialisa bukan berarti menyembuhkan penyakit gagal ginjal melainkan bertujuan

untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah rusak dan banyak hasil yang kurang

memuaskan pada pengobatan jangka panjang, tetapi pada transplantasi ginjal banyak

yang menunjukan hasil yang memuaskan pada waktu yang panjang.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,

Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.

2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.

medscape.com/article/238798-overview, 02 Oktober 2015.

Page 21: Tugas AKI

3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:

Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 02

Oktober 2015.

4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.

com/article/777272-overview, 02 Oktober 2015.

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,

Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan

Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

hlm 168-70.

6. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord

Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007.

294-97.