Download - Tugas AKI
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia
publik. Hal ini diakui sebagai kondisi umum yang berhubungan dengan peningkatan
risiko penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (CRF).
Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative K / DOQI) dari National Kidney
Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan
ginjal atau tingkat filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2
selama lebih dari 3 bulan. Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa
ginjal dengan sclerosis ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan
progresif GFR. Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap
penyakit ginjal kronis, sebagai berikut:1
Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90
mL/min/1.73 m2)
Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau dialisis)
Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya asimtomatik;
klinis manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini dan pengobatan
dan penyebab / atau lembaga tindakan pencegahan sekunder sangat penting pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis. Ini mungkin menunda, atau mungkin
menghentikan, kemajuan. Perawatan medis pasien dengan penyakit ginjal kronis
harus fokus pada hal berikut:1
Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit kronis ginjal
Mengobati manifestasi patologis penyakit ginjal kronis
Tepat waktu perencanaan jangka panjang terapi pengganti ginjal
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat
kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Gagal
ginjal terjadi ketika ginjal sebagian atau sepenuhnya kehilangan kemampuan mereka
untuk menyaring air dan limbah dari darah.2
Membangun dari zat beracun yang biasanya dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal
dapat menyebabkan masalah kesehatan yang berbahaya.
Akut gagal ginjal (juga disebut sebagai ginjal kegagalan) terjadi dengan cepat.
Disfungsi ginjal ringan sering disebut insufisiensi ginjal.
Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah kondisi yang ditandai oleh hilangnya
fungsi ginjal secara bertahap dari waktu ke waktu atau penurunan lambat dan
progresif fungsi ginjal. Ini biasanya akibat komplikasi dari yang lain kondisi medis
yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut, yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba,
gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap - selama minggu, bulan, atau tahun -
sebagai ginjal perlahan berhenti bekerja, yang mengarah ke stadium akhir penyakit
ginjal (ESRD).2
2. Klasifikasi
Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap penyakit
ginjal kronis, sebagai berikut: 1,3
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
↑
≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal,
dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi. Penyakit ginjal adalah penyebab utama
kematian kesembilan di Amerika Serikat. Nasional Ketiga Kesehatan dan Survey
(NHANES III) memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada orang
dewasa di Amerika Serikat adalah 11% (19,2 juta): 3,3% (5,9 juta) memiliki tahap 1,
3% (5,3 juta) harus tahap 2, 4,3% (7,6 juta) memiliki stadium 3, 0,2% (400.000)
memiliki stadium 4, dan 0,2% (300.000) memiliki tahap 5. 1-3
Prevalensi penyakit ginjal kronis tahap 1-4 meningkat dari 10% pada tahun
1988-1994 menjadi 13,1% pada 1999-2004. Peningkatan ini sebagian dijelaskan oleh
peningkatan prevalensi diabetes dan hipertensi, yang merupakan penyebab paling
umum dari penyakit ginjal kronis. Data dari Amerika Serikat Renal Data System
(USRDS) menunjukkan bahwa prevalensi gagal ginjal kronis meningkat 104% antara
tahun 1990-2001. 1-3
Menurut ketiga Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi,
diperkirakan bahwa 6,2 juta orang (yaitu 3% dari total penduduk AS) lebih tua dari 12
tahun memiliki nilai kreatinin serum di atas 1,5 mg / dL; 8 juta orang memiliki GFR
kurang dari 60 mL / menit, mayoritas dari mereka berada di populasi Medicare senior
(5,9 juta orang).1-3
Tingkat kejadian stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) telah terus meningkat
secara internasional sejak tahun 1989. Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian
tertinggi ESRD, diikuti oleh Jepang. Jepang memiliki prevalensi tertinggi per juta
penduduk, dengan Amerika Serikat menempati posisi kedua.1-3
4. Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai
berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di
mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan
glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium,
atau endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri
punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya
mikroskop, Langhans kemudian mampu menggambarkan perubahan pathophysiologic
glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus pada pasien pasca-
streptococcus. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba
menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran
klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer
dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
mieloma multipel, atau amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi
pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat
terjadi hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi,
sesak napas, dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik
yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah
sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini
mungkin menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak
hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan
tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis
diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya
mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan
gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung,
dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan
hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.5,6
Klasifikasi
Tekanan
Darah
Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Modifikasi
Gaya
Hidup
Terapi
Normal < 120 Dan < 80 edukasi tidak perlu obat
antihipertensiPrehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Ya
Stage 1 HT 140 – 159 Atau 90 – 99 Ya Thiazid tipe diuretik
Dapat juga ACEI, ARB,
BB, CCB, atau kombinasi
Stage 2 HT > 160 Atau > 100 Ya Kombinasi 2 jenis obat
(biasanya thiazid tipe
diuretik dan ACEI atau
ARB atau BB atau CCB)
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi obat berdasarkan Joint
National Committee (JNC) VII:5,6
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah
<130/80 mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada
fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai
daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2
5. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi.1,2
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas
tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun
interstitial.1
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium.
Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin
serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal
mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal
tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG
yang teliti.1
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih
dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada
tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada
stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya mengalami stress akibat
infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-
gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul.
Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala
ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang teliti.1
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal
stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari
massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar
5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons terhadap LFG yang mengalami
sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-
gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan
plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi
oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap
sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat
stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-
stadium tersebut.
6. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala berikut dapat terjadi dengan gagal ginjal akut. Beberapa orang
tidak memiliki gejala, setidaknya pada tahap awal. Gejala-gejala mungkin sangat
halus.1,2,5
Penurunan produksi urin
Tubuh bengkak
Masalah berkonsentrasi
Kebingungan
Kelelahan
Kelesuan
Mual, muntah
Diare
Nyeri perut
Logam rasa di mulut
Kejang dan koma dapat terjadi pada gagal ginjal akut yang sangat parah.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.1,2,5
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik
terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran
cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses
inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau
hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum
iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum),
mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan
sebagainya.1,5
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping
penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang
dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati,
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang
dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia,
dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik
adalah 11-12 g/dL.1
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih
belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus
sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera
mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.2
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai
pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik,
tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost.1,3
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
Pemeriksaan Penunjang1,2,5
Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala pada tahap awal.
Hanya tes laboratorium dapat mendeteksi masalah berkembang. Siapapun pada
peningkatan risiko untuk penyakit ginjal kronis harus secara rutin diuji untuk
perkembangan penyakit ini.
Urin, darah, dan pencitraan tes ( X - ray ) digunakan untuk mendeteksi
penyakit ginjal, serta mengikuti kemajuannya, seperti kelainan jantung
kongestif, effusi pleura.
Semua tes ini memiliki keterbatasan. Mereka sering digunakan bersama-sama
untuk mengembangkan gambaran sifat dan tingkat dari penyakit ginjal.
Secara umum, pengujian ini dapat dilakukan secara rawat jalan.
Tes Urine
Urinalisis: Analisis urin memberi wawasan yang sangat besar ke dalam fungsi
dari ginjal. Langkah pertama dalam urine adalah melakukan tes dipstick. Dipstick ini
memiliki reagen yang memeriksa urin untuk kehadiran konstituen normal dan
abnormal berbagai termasuk protein. Kemudian, urin diperiksa dibawah mikroskop
untuk mencari sel-sel darah merah dan putih, dan adanya gips dan kristal (padatan).
Hanya jumlah minimal albumin (protein) yang hadir dalam urin normal. Hasil
positif pada tes dipstick untuk protein adalah abnormal. Lebih sensitif dari tes dipstick
untuk protein adalah estimasi laboratorium terhadap urine albumin (protein) dan
kreatinin dalam urin. Rasio albumin (protein) dan kreatinin dalam urin memberikan
perkiraan yang baik albumin (protein) ekskresi per hari.
Tes urine dua puluh empat jam: Tes ini mengharuskan Anda untuk
mengumpulkan semua urin Anda selama 24 jam berturut-turut. Urin dapat dianalisa
untuk produk protein dan limbah (urea nitrogen, dan kreatinin). Keberadaan protein
dalam urin mengindikasikan kerusakan ginjal. Jumlah kreatinin dan urea
diekskresikan dalam urin dapat digunakan untuk menghitung tingkat fungsi ginjal dan
laju filtrasi glomerulus (GFR).
Laju filtrasi glomerulus (GFR): GFR adalah cara standar untuk menyatakan
fungsi ginjal secara keseluruhan. Sebagai penyakit ginjal berlangsung, GFR turun.
GFR normal adalah sekitar 100-140 ml / menit pada pria dan 85-115 mL / menit pada
wanita. Ini mengurangi pada kebanyakan orang dengan usia. GFR dapat dihitung dari
jumlah produk sampah di urin 24-jam atau dengan menggunakan spidol khusus
diberikan secara intravena. Perkiraan GFR (eGFR) dapat dihitung dari tes rutin pasien
darah. Pasien dibagi menjadi lima tahap penyakit ginjal kronis didasarkan pada
mereka GFR.
Tes Darah
Kreatinin dan urea (BUN) dalam darah: darah urea nitrogen dan serum kreatinin
adalah tes darah yang paling umum digunakan untuk layar untuk, dan memonitor
penyakit ginjal. Kreatinin adalah produk dari kerusakan otot normal. Urea adalah
produk limbah dari pemecahan protein. Tingkat zat ini meningkat dalam darah
sebagai memperburuk fungsi ginjal.
Rumus Cockcroft-Gault untuk memperkirakan CrCl harus digunakan secara
rutin sebagai sarana sederhana untuk memberikan pendekatan yang dapat diandalkan
fungsi ginjal residu pada semua pasien dengan penyakit ginjal kronis. Rumus adalah
sebagai berikut:
CrCl (pria) = ([140-usia] × berat badan dalam kg) / (serum kreatinin × 72)
CrCl (perempuan) = CrCl (pria) × 0,85
Perkiraan GFR (eGFR): Laboratorium atau dokter Anda dapat menghitung GFR
diperkirakan dengan menggunakan informasi dari kerja darah Anda. Adalah penting
untuk menyadari Anda GFR estimasi dan stadium penyakit ginjal kronis. Dokter
Anda menggunakan tahap penyakit ginjal Anda untuk merekomendasikan pengujian
tambahan dan saran pada manajemen.
Elektrolit tingkat dan keseimbangan asam-basa: disfungsi ginjal menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit , terutama kalium, fosfor, dan kalsium. Kalium tinggi (
hiperkalemia ) adalah perhatian khusus. Analisa gas darah untuk melihat apakah
adanya kelainan dari keseimbangan asam - basa dalam tubuh.
Penurunan produksi bentuk aktif vitamin D dapat menyebabkan rendahnya
tingkat kalsium dalam darah. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan fosfor oleh ginjal
gagal menyebabkan tingkat dalam darah meningkat. Testis atau ovarium tingkat
hormon juga mungkin abnormal.
Jumlah sel darah: Karena penyakit ginjal mengganggu produksi sel darah dan
mempersingkat kelangsungan hidup sel darah merah, jumlah sel darah merah dan
hemoglobin dapat rendah (anemia). Beberapa pasien mungkin juga mengalami
defisiensi besi akibat kehilangan darah dalam sistem pencernaan mereka. Kekurangan
nutrisi lain juga dapat mengganggu produksi sel darah merah.
Pemeriksaan pencitraan
X - ray : Sebuah pyelogram retrograde dapat diindikasikan jika indeks
kecurigaan yang tinggi klinis untuk obstruksi meskipun ada sebuah temuan negatif
pada ginjal ultrasonografi. Pyelography intravena tidak umum dilakukan karena
potensi toksisitas ginjal dari kontras intravena, namun prosedur ini sering digunakan
untuk mendiagnosa batu ginjal. Plain perut x-ray sangat berguna untuk mencari batu
radio-opak atau nefrokalsinosis. Sebuah voiding cystourethrogram (VCUG)
merupakan standar kriteria untuk diagnosis refluks vesicoureteral.
USG: USG sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. USG adalah jenis
tes noninvasif pencitraan. Secara umum, ginjal menyusut dalam ukuran pada penyakit
ginjal kronis, meskipun mereka mungkin normal atau bahkan dalam ukuran besar
dalam kasus-kasus disebabkan oleh penyakit ginjal polikistik dewasa, nefropati
diabetik, dan amiloidosis. USG juga dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya
obstruksi saluran kemih, batu ginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke ginjal.
Biopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi) kadang-kadang diperlukan
dalam kasus-kasus di mana penyebab dari penyakit ginjal tidak jelas. Biasanya, biopsi
dapat dikumpulkan dengan anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum melalui
kulit ke dalam ginjal.
CT scan / MRI : Sebuah computed tomography (CT) scan berguna untuk lebih
menentukan massa ginjal dan kista biasanya dicatat pada USG. Juga, adalah tes yang
paling sensitif untuk mengidentifikasi batu ginjal. IV kontras ditingkatkan CT scan
harus dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal untuk menghindari gagal ginjal
akut; risiko ini secara signifikan meningkatkan pada pasien dengan moderat sampai
berat penyakit ginjal kronis. Dehidrasi juga nyata meningkatkan risiko ini. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) sangat berguna pada pasien yang memerlukan CT scan
tetapi tidak bisa menerima kontras intravena. Hal ini dapat diandalkan dalam
diagnosis trombosis vena ginjal, seperti CT scan dan venography ginjal. Magnetic
resonance angiography juga menjadi lebih berguna untuk diagnosis stenosis arteri
ginjal, meskipun arteriografi ginjal tetap menjadi standar kriteria.
7. Tatalaksana2,5,6
Pengendalian gangguan yang mendasari
Kemungkinan pembatasan protein diet, fosfat, dan K
Suplemen vitamin D
Pengobatan anemia dan gagal jantung
Dosis semua obat disesuaikan sesuai kebutuhan
Dialisis untuk GFR sangat menurun, gejala uremik, atau kadang-kadang
hiperkalemia atau gagal jantung
Transplantasi ginjal
Tidak ada obat untuk penyakit ginjal kronis. Empat Tujuan terapi adalah untuk:
1. memperlambat perkembangan penyakit;
2. mengobati penyebab dan faktor-faktor;
3. mengobati komplikasi penyakit, dan
4. menggantikan fungsi ginjal hilang.
Strategi untuk memperlambat progresi dan mengobati kondisi yang mendasari
penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
Pengendalian glukosa darah: Mempertahankan kontrol yang baik dari diabetes
sangat penting. Orang dengan diabetes yang tidak mengontrol glukosa darah
mereka memiliki risiko jauh lebih tinggi dari semua komplikasi diabetes,
termasuk penyakit ginjal kronis.
Kontrol tekanan darah tinggi: ini juga memperlambat perkembangan penyakit
ginjal kronis. Dianjurkan untuk menjaga tekanan darah Anda di bawah ini
mmHg 130/80 jika Anda memiliki penyakit ginjal. Hal ini sering berguna
untuk memonitor tekanan darah di rumah. Obat tekanan darah yang dikenal
sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) atau penghambat
reseptor angiotensin (ARB) memiliki manfaat khusus dalam melindungi
ginjal.
Diet: Diet kontrol sangat penting untuk perkembangan memperlambat
penyakit ginjal kronis dan harus dilakukan konsultasi dengan praktisi
kesehatan dan ahli gizi. Untuk beberapa pedoman umum, lihat Perawatan Diri
di Depan bagian dari artikel ini.
Gizi:
Pembatasan garam: Batasi untuk 4-6 gram sehari untuk menghindari retensi
cairan dan membantu mengontrol tekanan darah tinggi.
Asupan cairan: asupan air yang berlebihan tidak membantu mencegah
penyakit ginjal. Pembatasan asupan air disamakan dengan jumlah air yang
keluar melalui urin (penampungan urin per 24 jam) dikurangkan sedikit untuk
asupan air.
Pembatasan Kalium: Hal ini diperlukan pada penyakit ginjal maju karena
ginjal tidak mampu mengeluarkan kalium. Tingginya kadar kalium bisa
menyebabkan irama jantung abnormal . Contoh makanan tinggi kalium
meliputi pisang, jeruk, kacang-kacangan, dan kentang.
Pembatasan protein berat pada penyakit ginjal masih kontroversial. Namun,
pembatasan moderat (0,8 g / kg / hari) aman dan mudah untuk sebagian besar
pasien untuk mentolerir. Beberapa ahli merekomendasikan 0,6 g / kg / hari
untuk pasien dengan diabetes dan, untuk pasien tanpa diabetes,> 0,8 g / kg /
hari jika GFR adalah 25 sampai 55 mL/min/1.73 m 2 atau 0,6 g / kg / hari jika
GFR adalah 13 sampai 24 mL/min/1.73 m 2. Gejala uremik Banyak nyata
mengurangi ketika protein katabolisme dan generasi urea berkurang.
Karbohidrat dan lemak yang cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan
energi dan mencegah ketosis. Pasien untuk siapa <0,8 g / kg / hari telah
diresepkan harus diikuti oleh ahli gizi. Karena pembatasan diet dapat
mengurangi asupan vitamin yang diperlukan, pasien harus mengambil
multivitamin yang mengandung vitamin yang larut dalam air. Administrasi
vitamin A dan E tidak diperlukan. Vitamin D dalam bentuk 1,25-
dihydroxyvitamin D
Komplikasi penyakit ginjal kronis mungkin memerlukan perawatan medis.
Retensi cairan dapat diobati dengan salah satu dari sejumlah obat diuretik,
yang menghilangkan kelebihan air dari tubuh. Namun, obat ini tidak cocok
untuk semua pasien.
Anemia dapat diobati dengan agen eritropoiesis merangsang seperti
erythropoietin atau darbepoetin (Aranesp, Aranesp Gratis Albumin, Aranesp
SureClick). Eritropoiesis merangsang agen adalah kelompok obat yang
menggantikan kekurangan erythropoietin, yang biasanya diproduksi oleh
ginjal sehat. Seringkali, pasien yang dirawat dengan obat tersebut
membutuhkan suplemen besi dengan mulut atau kadang-kadang bahkan
intravena.
Penyakit tulang berkembang pada penyakit ginjal karena ketidakmampuan
untuk mengeluarkan fosfor dan kegagalan untuk membentuk aktif vitamin D.
Dalam keadaan seperti itu, dokter anda mungkin meresepkan obat fosfor
mengikat dalam usus, dan mungkin meresepkan bentuk aktif vitamin D.
Asidosis dapat berkembang dengan penyakit ginjal. Asidosis dapat
menyebabkan kerusakan protein, peradangan, dan penyakit tulang. Jika
asidosis signifikan, dokter mungkin menggunakan obat-obatan seperti natrium
bikarbonat (baking soda) untuk memperbaiki masalah.
Dengan pengobatan erythropoietin, tujuannya adalah tingkat hemoglobin 11-12
g / dL, sebagai normalisasi hemoglobin pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
tahap 4-5 telah dikaitkan dengan peningkatan risiko hasil kombinasi. Sebelum
memulai eritropoietin, toko besi harus diperiksa. Tujuannya adalah untuk menjaga
kejenuhan besi di 30-50% dan ferritin di 200-500.
Sebuah studi oleh Shurraw dkk menunjukkan bahwa pada orang dengan non-
hemodialisis tergantung CKD, hemoglobin Tingkat (1c) lebih tinggi dari 9%
dihubungkan dengan hasil klinis lebih buruk. Tingkat lebih rendah dari hemoglobin A
(1c) juga tampaknya terkait dengan tingginya tingkat kematian. Kontrol yang sesuai
dan tepat waktu dari A level hemoglobin (1c) pada penderita diabetes mellitus dan
CKD mungkin lebih penting dari yang sebelumnya diperkirakan, tetapi Penemuan
juga menunjukkan bahwa kontrol glikemik intensif dapat menyebabkan kematian
meningkat.
Bukti manfaat dan risiko mengoreksi asidosis metabolik sangat terbatas, tanpa
uji coba terkontrol secara acak pada pasien belum berada pada stadium akhir penyakit
ginjal (ESRD), tidak ada pada anak-anak, dan hanya 3 percobaan kecil pada pasien
dialisis. Percobaan ini menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa efek
menguntungkan pada kedua metabolisme protein dan metabolisme tulang, namun
persidangan sangat kurang bertenaga untuk memberikan bukti yang kuat. Para ahli
merekomendasikan terapi alkali untuk menjaga konsentrasi bikarbonat serum di atas
22 mEq / L.
De Brito-Ashurst dkk menemukan bahwa pasien dengan penyakit ginjal kronis
yang menerima suplemen bikarbonat menunjukkan penurunan lebih lambat dalam
fungsi ginjal. Dalam studi ini, 134 pasien dewasa dengan penyakit ginjal kronis
(yaitu, bersihan kreatinin [CrCl] 15-30 mL/min/1.73 m 2 dan bikarbonat serum 16-20
mmol / L) secara acak ditugaskan untuk menerima natrium bikarbonat suplementasi
oral atau perawatan standar selama 2 tahun. Penurunan lebih lambat dalam CrCl
diamati pada kelompok bikarbonat dibandingkan kelompok kontrol (1,88 vs 5,93
mL/min/1.73 m 2).
Pasien dalam kelompok bikarbonat juga kurang mungkin untuk mengalami
perkembangan penyakit yang pesat daripada adalah anggota dari kelompok kontrol
(9% vs 45%), dan lebih sedikit pasien yang menerima suplemen bikarbonat
dikembangkan ESRD (6,5% banding 33%). Selain manfaat yang tercantum di atas,
parameter gizi diperbaiki dengan suplementasi bikarbonat.
Indikasi untuk terapi pengganti ginjal meliputi:
Parah metabolik asidosis
Hiperkalemia
Perikarditis
Ensefalopati
Keras volume yang berlebihan
Gagal tumbuh dan kekurangan gizi
Neuropati perifer
Terselesaikan gejala gastrointestinal
Pada pasien tanpa gejala, tingkat filtrasi glomerulus (GFR) dari 5-9 ml / menit
Dialisis 1,5
Ada dua jenis dialisis 1) hemodialisis dan 2) dialisis peritoneal.
Dialisis Akses
Sebuah akses vaskular diperlukan untuk hemodialisis sehingga darah dapat
dipindahkan meskipun filter dialisis pada kecepatan cepat untuk memungkinkan
pembersihan limbah, racun, dan kelebihan cairan. Ada tiga jenis akses vaskular:
fistula arteriovenosa (aVF), graft arteriovenosa, dan kateter vena sentral.
1. Fistula arteriovenosa (aVF): Akses yang lebih disukai untuk hemodialisis
adalah aVF, dimana arteri secara langsung bergabung ke pembuluh darah.
Vena ini memakan waktu dua sampai empat bulan untuk memperbesar dan
matang sebelum dapat digunakan untuk cuci darah. Setelah matang, dua jarum
ditempatkan ke dalam vena untuk dialisis. Satu jarum digunakan untuk
menarik darah dan dijalankan melalui mesin dialisis. Jarum kedua adalah
untuk mengembalikan darah dibersihkan. AVFs cenderung tidak terinfeksi
atau mengembangkan gumpalan dari jenis lainnya akses dialisis.
2. Graft arteriovenosa: Sebuah graft arteriovenosa ditempatkan pada mereka
yang memiliki pembuluh darah kecil atau dalam fistula yang telah gagal
dibuat. Teknik ini terbuat dari bahan buatan dan jarum dialisis dimasukkan ke
dalam jalur secara langsung.
3. Kateter vena sentral: Sebuah kateter mungkin baik sementara atau
permanen. Pipa ini yang baik ditempatkan di leher atau pangkal paha ke dalam
pembuluh darah besar. Meskipun kateter memberikan akses langsung untuk
cuci darah, mereka rentan terhadap infeksi dan juga dapat menyebabkan
pembuluh darah menggumpal atau sempit.
Peritoneal akses (untuk dialisis peritoneal): Sebuah kateter ditanamkan ke dalam
rongga perut (dibatasi oleh peritoneum) dengan prosedur bedah minor. Kateter ini
adalah tabung tipis yang terbuat dari bahan yang fleksibel lembut, biasanya silikon
atau poliuretan. Kateter biasanya memiliki satu atau dua manset yang membantu
menahannya di tempat. Ujung kateter mungkin lurus atau melingkar dan memiliki
beberapa lubang untuk memungkinkan jalan keluar dan kembali cairan. Meskipun
kateter dapat digunakan segera setelah implantasi, biasanya disarankan untuk
menunda dialisis peritoneal selama minimal 2 minggu sehingga memungkinkan
penyembuhan dan mengurangi risiko kebocoran berkembang.
Hemodialisis
Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada mesin
dialisis.
Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan
kumpulan berongga tabung kapiler serat.
Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran
semipermeabel, sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk
membersihkan darah) dipompa sepanjang sisi lain, dalam kompartemen yang
terpisah, dalam arah yang berlawanan.
Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan perubahan
yang diinginkan dalam komposisi darah, seperti pengurangan produk-produk
limbah (urea nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan
equilibrium tingkat mineral berbagai.
Pengeluaran kelebihan cairan.
Darah kemudian kembali ke tubuh.
8. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani
dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien
dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih
lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena
kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan
keganasan (4%).2
BAB III
PENUTUP
Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative (K / DOQI) dari National Kidney
Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan
ginjal atau tingkat filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 untuk 3 atau bulan lagi. Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa
ginjal dengan sclerosis ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan
progresif GFR. Pada tahun 2002, K / DOQI diterbitkan klasifikasinya dari tahap
penyakit ginjal kronis, sebagai berikut:
Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90
mL/min/1.73 m 2)
Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)
Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)
Gejala dan klinis dari gagal ginjal kronis meliputi banyak penyerta, terkait
dengan keluhan yang timbul dari metabolisme yang tidak terkontrol pada ginjal. Dan
gejala yang menyertai dikarenakan metabolisme dalam ginjal yang tidak baik
sehingga menyebabkan kelainan pada organ lainnya.
Pengobatan gagal ginjal meliputi penghambatan dari proses perkembangan
penyakit, pengobatan gejala simptomatik, pengobatan dasar penyebab, dan
komplikasi. Dari kemajuan teknologi yang sudah dikembangkan beberapa tahun ini,
hemodialisa bukan berarti menyembuhkan penyakit gagal ginjal melainkan bertujuan
untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah rusak dan banyak hasil yang kurang
memuaskan pada pengobatan jangka panjang, tetapi pada transplantasi ginjal banyak
yang menunjukan hasil yang memuaskan pada waktu yang panjang.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/238798-overview, 02 Oktober 2015.
3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 02
Oktober 2015.
4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.
com/article/777272-overview, 02 Oktober 2015.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,
Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan
Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
hlm 168-70.
6. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord
Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007.
294-97.