tuga ulfa

81
1. SYOK 1.1 Definisi Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun (syok anafilaktik). (IPD) Syok adalah ketidaknormalan dari sistem sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenisasi jaringan. (ATLS) 1.2 Klasifikasi dan Etiologi Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi : (Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.) 1. Syok hipovolemik: - Kehilangan darah 1

Upload: ayu-ivotika-ardila

Post on 30-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: TUGA ULFA

1. SYOK

1.1 Definisi

Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan

metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan

perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada

hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar

berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik),

sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak

adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun (syok anafilaktik). (IPD)

Syok adalah ketidaknormalan dari sistem sirkulasi yang mengakibatkan tidak

adekuatnya perfusi organ dan oksigenisasi jaringan. (ATLS)

1.2 Klasifikasi dan Etiologi

Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi : (Anderson SP, Wilson

LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta:

EGC.)

1. Syok hipovolemik:

- Kehilangan darah

Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

- Kehilangan plasma : luka bakar 

- Kehilangan cairan dan elektrolit

Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

Internal : asites, obstruksi usus

2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang

disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard

Akut).

3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam

tubuh yang berakibat vasodilatasi.

1

Page 2: TUGA ULFA

4. Syok anafilaktif, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi

yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran

kapiler dan terjadi dilates arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya:

reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa.

5. Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena

disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma

pada tulang belakang, spinal syok.

Jenis Syok PenyebabHipovolemik 1. Perdarahan

2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar) 3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi

usus dan lain-lain

Kardiogenik 1. Aritmia Bradikardi / takikardi

2. Gangguan fungsi miokard Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan Penyakit jantung arteriosklerotik Miokardiopati

3. Gangguan mekanis Regurgitasi mitral/aortaRupture septum interventrikularAneurisma ventrikel massifObstruksi:

Out flow : stenosis atrium Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus

Obstruktif Tension PneumothoraxTamponade jantungEmboli Paru

Septik 1.Infeksi bakteri gram negative, misalnya:eschericia coli, klibselia pneumonia, enterobacter,serratia,proteus,danprovidential.

2. Kokus gram positif, misal: stafilokokus, enterokokus, dan streptokokus

Neurogenik Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau paraflegia)

Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan, misal nyeri hebat

2

Page 3: TUGA ULFA

Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi

Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingan mendadak akibat gangguan emosional

Anafilaksis Antibiotic Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin, ampoterisin B Biologis Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma globulin Makanan Telur, susu, dan udang/kepiting Lain-lain Gigitan binatang, anestesi local

InfromasiDiagnostik

Hipovolemik Kardiogenik Neurogenik Septik(Hyperdynamic State)

Gejala dan tanda

Pucat; kulit dingin, Basah; takikardi;Oliguri, hipotensi; peningkatan resistensi perifer

Kulit basah, dingin; taki- dan bradiaritmia; oliguri; hipotensi; peningkatan resistensi perifer

Kulit hangat, denyut jantung normal/rendah, normo/oliguri, hipotensi, penurunan resistensi perifer

Demam, kulit teraba hangat, takikardi, oliguri, hipotensi, penurunan resistensi perifer.

Data laboratorium

Hematokrit rendah ( fase akhir)

Enzim jantung, EKG

Normal Hitung neutrofil, pengecatan gram, kultur

2.2 Patofisiologi

Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa

lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada

bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system yang

terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol

(beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini bermasalah dan faktor lain

tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah

arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah

3

Page 4: TUGA ULFA

jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer

meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu: (Anderson SP,

Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995.

Jakarta: EGC.)

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul

gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.

Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran

darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang

kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan

menaikkan volume darah dengan konservasi air.Ventilasi meningkat untuk

mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase

kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk

menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi

alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara

regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika

tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase Progresif 

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan

tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi

mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan

darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,

gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya

terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu

berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi

sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat

kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC =

Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak

menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini

menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya

4

Page 5: TUGA ULFA

toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut

memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan

anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan

invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi

hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas

system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia

jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi

anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat

ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irrevesibel/Refrakter 

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat

diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.

Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang

cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan

akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

1.3 Syok Hipovolemik

1.3.1 Pengertian

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume

darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan

yang masif atau kehilangan plasma darah. (IPD)

1.3.2 Penyebab

Penyebab Syok Hipovolemik (IPD)

a. Perdarahan

Hematom subkapsular hati

Aneurisma aorta pecah

Perdarahan gastrointestinal

Perlukaan berganda

b. Kehilangan plasma

5

Page 6: TUGA ULFA

Luka bakar luas

Pancreatitis

Deskuamasi kulit

Sindrom Dumping

c. Kehilangan cairan ekstraseluler

Muntah

Dehidrasi

Diare

Terapi diuretic yang agresif

Diabetes insipidus

Insufisiensi adrenal

1.3.3 Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah dengan vasokonstriksi progresif

pada kulit, otot dan sirkulasi viseral (dalam rongga perut) untuk menjamin arus darah

ke ginjal, jantung, dan otak. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya

volume darah yang akut adalah peningkatan denyut jantung sebagai usaha untuk

menjaga curah jantung. Pelepasan katekolamin endogen meningkatkan resistensi

pembuluh darah perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan

mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ.

Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi

sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bardikinin, beta endorfin, dan sejumlah

besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada

mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan

menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang menimbulkan penurunan

curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan

beberapa kejadian pada beberapa organ: (IPD)

Mikrosirkulasi

6

Page 7: TUGA ULFA

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk

meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi

jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus

gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan

otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan

energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan

nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang

melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata

(mean arterial pressure/MAP) jatuhhingga <60 mmHg, maka aliran ke organ akan

turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.

Neuroendokrin

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan

kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh

yang mengatur perfusi serta substrak lain.

Kardiovaskular

Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel dan

kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah

jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan adalah hasil kali volume sekuncup

dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel,

yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi

jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi

untuk mempertahankan curah jantung.

Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan

absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam

usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme

dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.

Ginjal

Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi. Frekuensi

terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang

7

Page 8: TUGA ULFA

banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis

dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras

angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan

garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen

meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan

aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi.

Jalur akhir dari syok adalah kematian sel. Begitu sejumlah besar sel dari organ

vital telah mencapai stadium ini, syok menjadi ireversibel dan kematian terjadi

meskipun dilakukan koreksi penyebab yang mendasari. (Harisson)

Mekanisme patogenetik yang menyebabkan kematian sel tidak seluruhnya

dimengerti. Satu dari denomiator yang lazim dari ketiga bentuk syok adalah curah

jantung rendah. Pada pasien dengan syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok

obstruktif ekstrakardiak serta pada sebagian kecil syok distributif, timbul penurunan

curah jantung yang berat sehingga terjadi penurunan perfusi organ vital. Pada

awalnya, mekanisme kompensasi seperti vasokonstrikisi dapat mempertahankan

tekanan arteri pada tingkat yang mendekati normal. Bagaimanapun, jika proses yang

menyebabkan syok terus berlangsung, mekanisme kompensasi ini akhirnya gagal dan

menyebabkan manifestasi klinis sindroma syok. Jika syok tetap ada, kematian sel

akan terjadi dan menyebabkan syok ireversibel. (Harisson)

Orang dewasa sehat dapat mengkompensasi kehilangan 10% volume darah total

yang medadak dengan menggunakan mekanisme vasokonstriksi yang diperantarai

sistem simpatis. Akan tetapi, jika 20 sampai 25 persen volume darah hilang dengan

cepat, mekanisme kompensasi biasanya mulai gagal dan terjadi sindroma klinis syok.

Curah jantung menurun dan terdapat hipotensi meskipun terjadi vasokonstriksi

menyeluruh. Pengaturan aliran darah lokal mempertahankan perfusi jantung dan otak

sampai pada kematian sel jika mekanisme ini juga gagal. Vasokonstriksi yang

dimulai sebagai mekanisme kompensasi pada syok mungkin menjadi berlebihan pada

beberapa jaringan dan menyebabkan lesi destruktif seperti nekrosis iskemik intestinal

atau jari-jari. Faktor depresan miokard telah diidentifikasi pada anjing dengan syok

hemoragik tetapi faktor ini tidak dikaitkan secara jelas dengan gangguan fungsi

8

Page 9: TUGA ULFA

miokard klinis. Akhirnya, jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi

yang mencetuskan sindroma distres respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi

intravaskuler diseminata, dan gagal multiorgan yang menyebabkan kematian.

(Harrison)

1.3.4 Gejala Klinis dan Klasifikasi

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non

perdarahan serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam

kecepatan timbulnya syok. Respons fisiologi yang normal adalah mempertahankan

perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi

dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi,

pembuluh vena yang kolapspelepasan hormon stres serta ekspansi besar guna

pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan intersisial,

intraselular dan menurunkan produksi urin. (IPD)

Tabel 1. Gejala Klinis Syok Hipovolemik (IPD)

Ringan(< 20% volume darah)

Sedang(20-40% volume darah)

Berat(> 40% volume

darah)Ekstremitas dinginWaktu pengisian Kapiler meningkatDiaporesisVena kolapsCemas

Sama, ditambah:Takikardi

TakipneaOliguriaHipotensi ortostatik

Sama, ditambah:Hemodinamik tak stabil

Takikardi bergejalaHipotensiPerubahan kesadaran

• Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardi ringan dengan

sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring.

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak,

otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi

rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran

tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis

metabolik tidak ada atau ringan.

9

Page 10: TUGA ULFA

• Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas

dan takikardia lebih jelas meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi

berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan

takikardia. Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,

ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti

pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5

mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.

• Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah

menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita takikardia

hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan

dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala

penting. Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok

beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut

terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis

berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal,

curah jantung menurun).

Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau

malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit

berat di mana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari

terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat. (IPD)

Tabel 2. Estimasi Kehilangan Darah

10

Page 11: TUGA ULFA

a. Perdarahan Kelas I-Kehilangan Volume Darah sampai 15%

Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Tidak ada perubahan

yang berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk

penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti.

Pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi lain akan memulihkanvolume

darah dalam 24 jam. Namun, bila ada kehilangan cairan karena sebab lain,

kehilangan jumlah darah ini dapat mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian

cairan untuk mengganti kehilangan primer, akan memperbaiki keadaan sirkulasi.

b. Perdarahan Kelas II – Kehilangan Volume Darah 15% Sampai 30%

Pada seorang laki-laki 70 kg. Kehilangan volume ini berjumlah 750 sampai 350

ml darah. Gejala-gejala klinis termasuk takikardi (denyut jantung lebih dari 100 pada

orang dewasa), takipnea, dan penurunan tekanan nadi. Penurunuan tekanan nadi ini

terutama berhubungan dengan peningkatan dalam komponen diastolik karena

bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat Inotropik ini menghasilkan

peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan sistolik hanya

berubah sedikit pada syok yang dini karena itu penting untuk lebih mengandalkan

evaluasi tekanan nadi dari pada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang lain yang

11

Page 12: TUGA ULFA

akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi perubahan sistem saraf

sentral yang tidak jelas (subtle) seperti cemas, ketakutan, atau sikap permusuhan.

Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskuler besar, namun produksi urin

hanya sedikit terpengaruh. Aliran air kencing biasanya 20 sampai 30 ml sejam untuk

orang dewasa. Kehilangan cairan tambahan dapat memperberat manifestasi klinik

dari jumlah kehilangan darah ini. Ada penderita yang kadang-kadang memerlukan

transfusi darah, tetapi pada awalnya dapat distabilkan dengan larutan kristaloid.

c. Perdarahan Kelas III – 30% sampai 40% Kehilangan Volume Darah

Akibat kehilangan darah sebanyak ini (sekitar 2000 ml untuk orang dewasa) dapat

sangat parah. Penderitanya hampir selalu menunjukkan tanda klasik perfusi yang

tidak adekuat, termasuk takikardi dan takipnea yang jelas, perubahan penting dalam

status mental, dan penurunan tekanan darah sistolik. Dalam keadaan yang tidak

berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan darah paling kecil yang selalu menyebabkan

tekanan sistolik menurun. Penderita dengan kehilangan darah tingkat ini hampir

selalu memerlukan transfusi darah. Keputusan untuk memberi transfusi darah

didasarkan atas respon penderita terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi dan

oksigenasi organ yang adekuat, seperti diuraikan dalam bagian lain dari bab ini.

d. Perdaahan Kelas IV – Lebih Dari 40% Kehilangan Volume Darah

Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-gejalanya

meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang cukup besar,

dan tekanan nadi yang sangat sempit (atau tekanan diastolik yang tidak teraba).

Produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran jelas menurun. Kulitnya dingin dan

pucat. Penderita ini seringkali memerlukan transfusi cepat dan intervensi

pembedahan segera. Keputusan tersebut didasarkan atas respon resusitasi cairan

yang diberikan. Kehilangan lebih dari 50% volume darah penderita mengakibatkan

ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi dan tekanan darah.

Kegunaan klinis skema klasifikasi tersebut dapat digambarkan dengan contoh

berikut. Karena perdarahan Kelas III merupakan kehilangan volume darah yang

terkecil yang dapat dihubungkan dengan penurunan tekanan sistolik, seorang

12

Page 13: TUGA ULFA

penderita 70 kg yang hipotensif ketika tiba, kehilangan kira-kira 1470 ml darah (70

kg x 7% x 30% = 1,47 L, atau 1470 ml). Dengan menggunakan hukum „three for

one“, penderita ini membutuhkan 4,4 liter cairan kristaloid (1470 ml x 3 = 4410 ml).

Bila penderitanya tidak memperlihatkan tanda perbaikan dari tanda-tanda vital

sebagai respon terhadap pemberian cairan sejumlah ini, maka dokter harus

mempertimbangkan kemungkinan (1) bahwa perdarahan yang cukup potensial masih

sedang berlangsung, (2) terdapat tambahan kehilangan cairan lain yang

memperburuk kehilangan volume sirkulasi darah akut, atau (3) syoknya bukan

karena perdarahan.

1.3.5 Diagnosis

Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan

hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan.Diagnosis akan sulit bila

perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal

atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah. Setelah perdarahan maka

biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun sampai terjadi gangguan

kompensasi, atau terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal

tidak menjadi pegangan sebagai adanya perdarahan. Kehilangan plasma ditandai

dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas ditandai dengan hipernatremia.

Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan kecurigaan adanya hipovolemia.

(IPD)

Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena

penatalaksanaan yang berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah

jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi dengan menemukan adanya

tanda syok kardiogenik seperti distensi vena jugularis, ronki dan gallop S3 maka

semua dapat dibedakan. (IPD)

1.3.6 Penatalaksanaan

Diagnosis dan terpai syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir

semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita mengalami

13

Page 14: TUGA ULFA

syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh

suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus

dipegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

A. Pemeriksaan Jasmani

Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam

nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline

recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus

diperiksa adlah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan

penderita yang lebih rinci akan menyusul jika keadaan penderita mengijinkan.

1. Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya

pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

2. Sirkulasi – Kontrol Perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,

memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan

dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan

langsung pada tempat perdarahan. PASG (Pneumatic Anti Shock Garment) dapat

digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tukang pelvis atau ekstremitas

bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi

jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan

operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

3. Disability – Pemeriksaan Neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,

pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini

bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

14

Page 15: TUGA ULFA

dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu

disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang

kurang. Pemulihan perfusi da oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan

tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.

4. Exposure – Pemeriksaan Lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita

harus ditelanjangi dan di periksa dari „ubun-ubun sampai ke jari kaki“ sebagai bagian

dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah

hypothermia. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara penghangatan internal

maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.

5. Dilatasi Lambung – Dekompresi

Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada

anak-anak, dan dapat mengakibstkan hipotensi atau disritmia jantung yang yang tidak

dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang

berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang

tidak sadar, distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini

merupakan suatu aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa

menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang/pipa

kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk

mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih

mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan Kateter Urin

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya

hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Darah

pada uretra atau prostat dengan letak tinggi, mudah bergerak, atau tiak tersentuh pada

laki-laki merupakan kontra-indikasi mutlak bagi pemasangan kateter uretra sebelum

ada konfirmasi radiografis tentang uretra yang utuh.

15

Page 16: TUGA ULFA

Akses Pembuluh Darah

Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan

dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16 Gauge)

sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kecepatan aliran berbanding lurus

dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum

Poiseuille). Karena itu maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat

memasukkan cairam dalam jumlah besar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan

bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan

penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakkan akses pembuluh sentral (vena-

vena femoralis, jugularis, atau vena subclavia dengan kateter besar) dengan

menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena di kaki,

tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses vena

sentral di dalam situasi gawat darurat tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna

ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sudah

memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus di ubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan

dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotoraks, pada

penderita yang saat itu mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak di bawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus

dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk

memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan

dokternya.

Kalau kateter intravena sudah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan

crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes

kehamilan pada wanita usia subur. Analisa gas darah arteri juga harus diambil setelah

pemasangan CVP pada vena subclavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui

posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo- atau hemotoraks.

16

Page 17: TUGA ULFA

Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini

mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilakan volume vaskuler

dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang intersisial

dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis

adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang

baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik.

Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik.

Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus.

Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada anak. Ini sering

membutuhkan penambahan pemasangan alat pompa infus (mekanikal atau manual).

Respon penderita terhadap penderita cairan ini di pantau, dan keputusan pemeriksaan

diagnostik atau terapi lebih lanjut akan tergantung pada respon ini.

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan

pada evaluasi penderita. Pada tabel 1, Perkiraan Kehilanngan Cairan dan Darah, dapat

dilihat cara menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh

penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut

diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan

kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam

ruang intersisial dan intraseluler. Ini dikenal sebagai „hukum 3 untuk 1“ („3 for 1

rule“). Namun, lebih penting untuk menilai respon penderita kepada resusirasi cairan

dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin,

tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang

diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi

perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari

cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk syoknya.

Evaluasi Resusitasi Cairan d an Perfusi Organ

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan

untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita.

17

Page 18: TUGA ULFA

Tabel . Respon Pada Resusitasi Cairan Awal

Respon cepat Respon sementara Tanpa responTanda vital Kembali ke normal Perbaikan

sementaraTensi dan nadi kembali turun

Tetap abnormal

Dugaan kehilangan darah

Minimal (10-20%) Sedang, masih ada (20-40%)

Berat (>40%)

Kebutuhan kristaloid

Sedikit Banyak Banyak

Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak SegeraPersiapan darah Type specific dan

crossmatchType specific Emergency

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pastiKehadiran dini ahli bedah

perlu Perlu Perlu

Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan

tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun

begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ.

Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting

mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya sukar ditentukan.

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi

ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya manandakan aliran darah ginjal

yang cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran

urin merupakan salah satu dari pemantau utama resusitasi dan respon penderita maka

pengukuran CVP sudah mencukupi.

Produksi Urin

Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran

darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran

urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anak-anak dan 2

ml/kg/jam untuk bayi (dibawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau mungkin turunnya

18

Page 19: TUGA ULFA

produksi urine dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang

cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik.

Keseimbangan Asam/Basa

Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami akalosis pernafasan karena

takifnea. Alkalosis respiratorik sering kali disusul dengan asidosis metabolik ringan

dalam tahap syok dini dan tidak perlu terapi. Asidosis metabolik yang berat dapat

terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok berat. Asidosis metabolik terjadi

karena metabolisme anaerobik akibat perfusi jaringan yang kurang dan produksi asam

laktat. Asidosis yang persisten biasanya akibat resssitasi yang tidak adekuat atau

kehilangan darah terus-menerus dan, pada penderita syok normotermik harus diobati

dengan cairan, darah, dan dipertimbangkan interpensi operasi untuk mengendalikan

perdarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat berguna

dalam memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan sodium

bikarbonat secara rutin untuk mengobati asidosis metabolik sekunder pada syok

hipovolemik.

Respon Resusitasi

Respon penderita kepada resusitasi cairan awak merupakan kunci untuk

menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara

berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah

pengelolaannya berdasarkan respon penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan

melakukan observasi terhadap respon penderita pada resusitasi awal dapat diketahui

penderita yang kehilangan darahnya lebih besar dari yang diperkirakan, dan yang

perdarahannya berkanjut dan memerlukan pengendalian perdarahan interna melalui

operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat dilakukan kontrol langsung terhadap

perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan pemulihan volume intravaskuler secara

simultan. Resusitasi diruang operasi ini, juga membatasi kemungkinan transfusi

berlebihan pada orang yang status awalnya tidak berimbang dengan jumlah

kehilangan darahnya. Adalah penting untuk membedakan penderita dengan

19

Page 20: TUGA ULFA

’hemodinamis stabil“ dari orang yang ’hemodinamis normal“. Penderita yang

hemodinamis stabil mungkin tetap ada takikardi, takipnea, dan origuri, dan jelas

masih tetap kurang di resusitasi dan masih syok. Sebaliknya, penderita yang

hemodinamis normal adalah yang tidak menunjukan tanda perfusi jaringan yang

kurang memadai.

Pola respon yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok : respon cepat,

respon sementara, dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.

A. Respon cepat

Penderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal dan tetap

hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan kemudian cairan

diperlambat sampai kecepatan maintenence. Penderita seperti ini biasanya

penyilangan volume darah minimum (kurang dari 20 %). Untuk kelompok ini tidak

ada indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut. Jenis darah dan

chrossmatchnya harus tetap dikerjakan. Konsultasi dan evalusasi pembedahan

diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena interpensi operatif mungkin

masih diperlukan.

B. Respon Sementara (Transient)

Kelompok yang kedua adalah penderita yang berespon terhadap pemberian cairan,

namun bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali karena

kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. Jumlah

kehilangan darah pada kelompok ini adalah antara 20 – 40 % volume darah.

Pemberian cairan pada kelompok ini harus diteruskan, demikian pula pemberian

darah. Respon terhadap pemberian darah menentukan penderita mana yang

memerlukan operasi segera.

C. Respon Minimal Atau Tanpa Respon

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup tetap tanpa respon, ini

menandakan perlunya operasi sangat segera. Wawalupun sangat jarang, namun harus

20

Page 21: TUGA ULFA

tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade jantung atau

kontusio miokard. Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat

pada kelompok ini. Pemasangan CVP atau echocardiografi emergency dapat

membantu membedakan kedua kelompok ini.

1.3.6 Komplikasi

Akhirnya, jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi yang

mencetuskan sindroma distres respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi

intravaskuler diseminata, dan gagal multiorgan yang menyebabkan kematian.3

Hipovolemia dianggap menimbulkan cedera vaskular alveolus akibat anoksia

sel. DIC terjadi akibat penggunaan PRC tanpa plasma dalam resusitasi selama syok

perdarahan hipovolemik akibat koagulopati dilusional.

- Kerusakan ginjal

- Kerusakan otak

- Gangren dari lengan atau kaki, kadang-kadang mengarah ke amputasi

- Serangan jantung

(Kolecki P. Hypovolemic Shock. 29 Desember 2012. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/760145-overview. 21 Maret 2012. )

1.3.7 Prognosis

Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala dan

hasil dapat bervariasi tergantung pada:

- Jumlah volume darah yang hilang

- Tingkat kehilangan darah

- Cedera yang menyebabkan kehilangan

- Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-paru,

dan penyakit ginjal

Secara umum, pasien dengan derajat syok yang lebih ringan cenderung lebih

baik dibandingkan dengan syok yang lebih berat. Dalam kasus-kasus syok

hipovolemik berat, dapat menyebabkan kematian sehingga memerlukan perhatian

21

Page 22: TUGA ULFA

medis segera. Orang tua yang mengalami syok lebih cenderung memiliki hasil yang

buruk.

(Wolak E, Grant EJ, Hardin SR. Shock. In : Kaplow R, Hardi SR, editors. Critical

Care Nursing : Synergy For Optimal Outcome. London : Jones and Bartlett;

2007.Hal. 243-55)

1.4 Syok Kardiogenik

Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik

Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas

miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan

darah rendah,insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas

dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri,

yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen

ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark miokardium akut adalah

hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan

masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal

diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan

yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh

koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai

sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh

aktivitas respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari

proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu.

Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah

jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah

siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan

gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan

menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya

asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu

fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia. (Anderson SP, Wilson LM.

22

Page 23: TUGA ULFA

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta:

EGC.)

1.5 Syok Anafilaktif

1.6 Syok Neurogenik

Patogenesis Syok Neurogenik

Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok

distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena

hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi

hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance vessels.

Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera

pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi umum yang

dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan

terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke

otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang

panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh

pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik

kembali secara spontan. Trauma kepaa yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok.

Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada

medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis.

Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau

vasokonstriksi perifer. (Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.)

1.7 Syok Septik

Patogenesis Syok Septik

Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang

berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi penyebab

23

Page 24: TUGA ULFA

septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini

dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro, pembentukan pintasan

arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler

menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor predisposisi syok septic

adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih,

terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering

terjadi pada bayi baru lahir, usia di atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem

kekebalan. (Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.)

2.3 Diagnosis

2.3.1 Syok hipovolemia

Anamnesis

Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit

penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung.

Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah

didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya

mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.7

Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,

sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme

cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera

24

Page 25: TUGA ULFA

tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan

kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika sadar,

pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital, sebelum dibawa ke unit

gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin

menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri

torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis

biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.7,8

Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan

tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-

inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah

sangat penting.9

1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.

2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat

kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear,

sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan

mengalami ulkus peptik atau varises esophagus.

Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan

informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan

ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi

pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes

kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna

untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.7

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,

pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,

sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan

hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini

menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan

tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume

darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan.

25

Page 26: TUGA ULFA

Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi,

tanpa memperhatikan derajat syoknya.10

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah

yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik

sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada

respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.10

Tabel. 2.1 Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi penderita.8

Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab

dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain.

Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension

pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla

spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).8

Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut,

paha, dan bagian luar tubuh.7,8

1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang

melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari

miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.

2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi,

yang menunjukkan cedera intraabdominal.

3. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-

tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).

4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan

luar.

26

Page 27: TUGA ULFA

Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen.

Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit.

Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga

periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.7

Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun,

pada perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set-up

di ruang operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.7

Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah,

gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.11

1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda

tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai

berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan

perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada

tengkorak.

2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah

antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.

3. Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik

antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum,

Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.

4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik

terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat

kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik

pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah

dilaporkan.

Pemeriksaan Laboratorium

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis

selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan

stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.7

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:8,10

27

Page 28: TUGA ULFA

1. Hemoglobin dan hematokrit

Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit

masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah

perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini

tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena

kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare

dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.

2. Urin

Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin

menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria

3. Pemeriksaan analisa gas darah

pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung

terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak

tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan

meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara

PO2 dan PCO2 arterial dan vena.

4. Pemeriksaan elektrolit serum

Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan

elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama

pada penderita dengan asidosis

5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan

serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal

ginjal

6. Pemeriksaan faal hemostasis

7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

Pemeriksaan Radiologi

28

Page 29: TUGA ULFA

Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali

diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan

radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.1

Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia

langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma

dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat

darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi

perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage

harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi

atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien

tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.7

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto

polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau

CT-scan dada.

Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST

(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang

stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika

dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.8

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur.

Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan

ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki

fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif

jarang, namun pernah dilaporkan.8

2.3.2 Syok anafilaktik

Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat,

disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak,

gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut

setelah terpapar sesuatu.9,10

29

Page 30: TUGA ULFA

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : baik sampai buruk

2. Kesadaran: composmentis sampai koma

3. Tensi : hipotensi,

4. Nadi :takikardi,

5. Kepala dan leher : sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi, edema periorbita,

perioral, rinitis

6. Thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing,

abdomen : nyeri tekan, bising usus meningkat

7. Ekstremitas : urtikaria, edema.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah

sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang

menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea

nitrogen) dalam darah akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi,

trombositopenia eosinofilia naik/ normal / turun. Biakan darah dibuat untuk

menentukan bakteri penyebab infeksi.

2. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi

oksigen.

3. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,

4. EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan

ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke

otot jantung.10

2.3.3 Syok neurogenik

Anamnesis

30

Page 31: TUGA ULFA

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari

anamnesis biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera

spinal, atau anestesi umum yang dalam).7

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak

bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan

adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.7

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:7

1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,

kreatinin, glukosa darah.

2. Analisa gas darah

3. EKG

2.3.4 Syok kardiogenik

Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda

syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas,

gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,

tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.10

Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90

mmHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital : 8,10

1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam

2. Gangguan mental, gelisah, sopourus

3. Akral dingin

4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat

kardial.

5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin

plasma serta menurunnya kadar insulin plasma.

Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi

karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik.

31

Page 32: TUGA ULFA

Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik,

disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular ke interstitiel,

stres akut, ataupun penggunaan diuretika.10

Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus

(tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac

index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).10

Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: 10

1. Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari

semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.

2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.

3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal,

rendah sampai meninggi.

4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.

5. Resistensi sistemis.

6. Asidosis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang segera dilakukan :10

1. Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.

2. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)

3. Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)

4. Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa dan

kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat

renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi.

5. Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.

6. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto polos

dada.

2.3.5 Syok sepsis

32

Page 33: TUGA ULFA

Pada anamnesis sering didapatkan riwayat demam tinggi yang

berkepanjangan, sering berkeringat dan menggigil, menilai faktor resiko menderita

penyakit menahun, mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, pernah mendapatkan

tindakan medis/pemebedahan. 11

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi, akral dingin, tekanan

darah turun < 80 mmHg dan disertai penurunan kesadaran.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau

sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar

hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa

gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.

Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung,

menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat

untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.11

2.4 Tatalaksana dan komplikasi

2.4.1 Syok hipovolemia

Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan

sehingga diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya komplikasi,

transfer pasien ke rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di tempat kejadian harus

segera dikerjakan. Pada perdarahan eksternal yang jelas, dapat dilakukan penekanan

langsung untuk mencegah kehilangan darah yang lebih banyak lagi.12 Prinsip

pengelolaan dasar adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan

volume.13

I. Penatalaksanaan awal

A. Pemeriksaan jasmani 13,14

Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni

melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.

1. Airway dan Breathing

33

Page 34: TUGA ULFA

Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran

ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi >95%. Pada pasien cedera servikal perlu

dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok hipovolemik memberikan

ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan terjadinya penurunan aliran

balik vena, cardiac output, dan memperburuk syok. Untuk memfasilitasi

ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow.

Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-

12 L/menit.12

2. Sirkulasi

Kontrol pendarahan dengan:

- Mengendalikan pendarahan

- Memperoleh akses intravena yang cukup

- Menilai perfusi jaringan

Pengendalian pendarahan:

Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).

Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG

(Pneumatic Anti Shock Garment).

Pendarahan internal operasi

Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan

hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan

badannya akan meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang

hamil dengan cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga

meningkatkan aliran darah balik ke jantung.

3. Disability : pemeriksaan neurologi

Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi

motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti

perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.

4. Exposure : pemeriksaan lengkap

34

Page 35: TUGA ULFA

Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta

pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.

5. Dilatasi Lambung: dekompresi

Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak

mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat

diterangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit.

Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko

aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang

melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk

mengeluarkan isi lambung.

6. Pemasangan kateter urin

Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal

dengan memantau produksi urin.

Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

B. Akses pembuluh darah13

Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan

2 kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.

Kateter yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat

memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang

dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak memungkinkan digunakan akses

pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik

penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena

sentral. Selain itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa

dengan hipotensi. 12 Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk

crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes

kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.

C. Terapi Awal Cairan13, 15

Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis

cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan

35

Page 36: TUGA ULFA

volume vaskuler dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke

dalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan

pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairan

yang diberikan adalah berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan

sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai

contoh, pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dengan derajat perdarahan

III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini

didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x %

perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3].13 Jumlah darah pada dewasa

adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan.

Bayi sekitar 9-10% dari berat badan.16 Pemberian cairan ini tidak bersifat

mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan

atau kekurangan cairan. 13,17 Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang

diperlukan melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti

dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain.

Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan kristaloid,

pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB

II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ 13

A. Umum

Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi

merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke

keadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.

B. Produksi urin

Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal.

Penggantian volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar

0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2

ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi

dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup.

C. Keseimbangan Asam-Basa

36

Page 37: TUGA ULFA

Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena

takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan

dalam tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat

dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten

pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan cairan darah

dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan.

Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan

beratnya defisit perfusi yang akut.

III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal

Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan

terapi berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:13

1. Respon cepat

Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap

hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian

diperlambat sampai kecepatan maintenance.

2. Respon sementara (transient)

Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun

bila tetesan diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan

darah yang masih berlangsunya.

3. Respon minimal atau tanpa respon

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu

operasi segera.

Perbedaan masing-masingnya tampak pada tabel berikut.

Tabel 2.2 .Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal 13

Respon Cepat Respon

Sementara

Tanpa Respon

Tanda vital Kembali ke

normal

Perbaikan

sementara tek.

Tetap abnormal

37

Page 38: TUGA ULFA

Darah dan nadi

kemudian

kembali turun

Dugaan Kehilangan

darah

Minimal (10-

20%)

Sedang-masih

ada (20-40%)

Berat (>40%)

Kebutuhan kristaloid Sedikit Banyak Banyak

Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Banyak

Persiapan darah Type specific &

crossmatch

Type specific Emergency

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti

Kehadiran dini ahli

bedah

Perlu Perlu Perlu

Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa

dinilai dari parameter-parameter berikut:

Capilary refill time < 2 detik

MAP 65-70 mmHg

O2 sat  >95%

Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak)

Shock index =  HR/SBP      (normal 0.5-0.7)

CVP 8 to12 mm Hg

ScvO2  > 70%

IV. Transfusi Darah 13

Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut

oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita

terhadap pemberian cairan.

a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa

Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut

oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.

38

Page 39: TUGA ULFA

Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi

tidak memperbaiki oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media

transport oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan

tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:16

1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan

derajat III

2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid

3. Memperbaiki delivery oksigen

4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.

Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih

dari 20-25% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah

mendapat 5-10 unit PRC. Tranfusi platelet diberikan apada keadaan

trombositopenia (trombosit <20.000-50.000/mm15) dan perdarahan yang terus

berlangsung. Berikut indikasi dan unit pemberian:18

Tabel 2.3. Indikasi dan unit pemberian tranfusi produk darah18

b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O

- Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.

- Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara

atau singkat.

- Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan

untuk penderita dengan pendarahan exsanguinating.

c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid

39

Page 40: TUGA ULFA

Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam

keadaan hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima

volume kristaloid adalah menghangatkan cairannya sampai 39˚C sebelum

digunakan.

d. Autotransfusi

Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan

untuk penderita dengan hemothoraks berat.

e. Koagulopati

Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.

Penyebab koagulopati:

- Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor

pembekuan

- Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting

cascade.

f. Pemberian Kalsium

Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.

Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang

tidak adekuat.

1. Pendarahan yang berlanjut

Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon

buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara.

2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP (central venous

pressure)

Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan

diperkecil dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah

satunya dengan CVP. CVP merupakan pedoman standar untuk menilai

kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima beban cairan.

3. Menilai masalah lain

40

Page 41: TUGA ULFA

Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu

dipertimbangkan adanya tamponade jantung, penumothoraks tekanan,

masalah ventilator, kehilangan cairan yang tidak diketahui, distensi akut

lambung, infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan syok

neurogenik. Beberapa medikasi lain yang diperlukan adalah pemberian

antibiotik dan antasida atau H2 blocker. Pasien syok perdarahan memiliki

resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada sistem saluran cerna. Pemberian

antasida atau H2 blocker bertujuan untuk mengurangi stress ulcer.18

4. Sekuele neurologis

5. Kematian

2.4.2 Syok kardiogenik

Prehospital care: bertujuan untuk meminimalisir iskemik dan syok yang

sedang terjadi. Pasien dipasang akses intravena, oksigen high flow, dan monitor

jantung/ EKG. Dengan EKG dapat segera dideteksi terjadinya ST elevasi yang terjadi

pada infark miokard. Obat-obatan inortropik sebaiknya dipersiapkan. Bila perlu,

dapat dilakukan pemberian ventilasi tekanan positif dan intubasi. Pemasangan CPAP

(Continuous positive airway pressure) atau BIPAP (bilevel positive airway pressure)

dapat dipertimbangkan. Berikut adalah algoritme sindroma koroner akut. Gambar

2.720

41

Page 42: TUGA ULFA

Berdasarkan penelitian yang terdahulu, terapi pilihan untuk syok tipe ini

adalah percutaneus coronary intervention (PCI) atau bypass arteri koroner. Dengan

terapi ini maka angka kematian dapat turun dalam 1 tahun pertama. PCI terbaik

dilakukan saat onset dengan kejadian infark sekitar 90 menit sampai 12 jam pertama.

Jika fasilitas seperti ini tidak ada, maka terapi dengan trombolitik dapat

dipertimbangkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian trombolitik pada

tekanan darah yang rendah tidak dapat mengakibatkan lisis thrombus di pembuluh

darah. Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak

dapat dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. Pemberian vasopresor

intravena baik untuk meningkatkan inortropik dan memaksimalkan perfusi ke

42

Page 43: TUGA ULFA

miokardium yang iskemik. Yang perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri

dapat berakibat peningkatan denyut jantung yang pada akhirnya akan memperluas

infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan vasopresor di sini harus digunakan

secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan seperti: 20, 21

- Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi

oksigen miokard, dosis yang digunakan 5-10 mcg/kg/min

- Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki efek

vasodilatasi sehingga dapat mengurangi preload dan afterload

- Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang

refrakter, obat ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis

yang dapat digunakan 0.5 mcg/kg/min

Preparat nitrat atau morfin digunakan untuk analgetik, tetapi perlu diingat

bahwa keduanya dapat mengakibatkan hipotensi sehingga jangan sampai

memperparah keadaan syok pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat

membantu pasien dalam syok kardiogenik secara mekanis yakni intraaortic balloon

pump (IABP) bermanfaat terutama pada syok kardiogenik yang sudah tidak dapat

ditangani dengan obat-obatan. 20

Antiagregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg, 500 mg,

dapat menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Vasodilator yang juga dapat

digunakan adalah nitrogliserin IV yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos

pembuluh darah sehingga menurunkan resistensi perifer. 20

Beberapa komplikasi syok kardiogenik: 20

- Henti jantung

- Disritmia

- Gagal ginjal

- Kegagalan multiorgan

- Aneurisma ventrikel

- Sekuele tromboembolik

- Stroke

- Kematian

43

Page 44: TUGA ULFA

2.4.3 Syok neurogenik

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif

seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan

sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang

berkumpul ditempat tersebut. 4,9

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi

Trendelenburg).

2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan

menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang

berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.

Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika

terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong

menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-

otot respirasi.13

3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi

cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya

diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang

cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai

respon terhadap terapi.

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat

vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti

ruptur lien) :3,14,15

· Dopamin

Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa

dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

· Norepinefrin

Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor

terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal

dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,

diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan

44

Page 45: TUGA ULFA

obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari

pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan

darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena

dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.

· Epinefrin

Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme

cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya

terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa

pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat

menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok

neurogenik

· Dobutamin

Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac

output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

Obat Dosis Cardiac

Output

Tekanan

Darah

Resistensi

Pembuluh

Darah

Sistemik

Dopamin 2,5-20

mcg/kg/menit + + +

Norepinefrin 0,05-2

mcg/kg/menit + ++ ++

Epinefrin 0,05-2

mcg/kg/menit ++ ++ +

Fenilefrin 2-10

mcg/kg/menit - ++ ++

Dobutamin 2,5-10

mcg/kg/menit + +/- -

45

Page 46: TUGA ULFA

2.4.4 Syok septik

Pada SIRS (systemic inflammation response syndrome) dan sepsis, bila terjadi

syok ini karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi. Prinsip utama semua

syok tetap ABC. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi

cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopressor untuk mencapai MAP optimal. Perfusi

jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan preload.

Dapat dipakai dopamin, norepinephrine dan vasopressin. Untuk menurunkan suhu

tubuh yang hiperpireksia dapat diberikan antipiretik. Pengobatan lainnya bersifat

simtomatik. Pengobatan kausal dari sepsis.22

Pemilihan antibiotik untuk sepsis biasanya secara empiris dapat digunakan:

vankomisin, ceftazidim, cefepime, ticarcilin, pipercilin, imipenem, meropenem,

cefotaxim, klindamisin, metronidazol.

2.4.5 Syok anafilaktik

Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita

berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit,

asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta

46

Page 47: TUGA ULFA

dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu

yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. 14

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat

kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:14

1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi

dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha

memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.

2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas,

tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,

posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang

menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik

mandibula ke depan, dan buka mulut.

B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak

ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke

hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat

mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.

Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain

ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan

oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera

ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,

atau trakeotomi.

C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.

karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup

dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung

paru.

3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa

atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini

47

Page 48: TUGA ULFA

dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis

menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.

4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang

memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena

dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.

5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau

deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi

efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.

6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk

koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai

tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan

meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis

laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap

merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat

terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,

bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari

perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat

diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma.

Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang

sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan

juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan

histamin.

7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik

dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau

terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah

harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan

transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus

tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.

8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi

harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan

48

Page 49: TUGA ULFA

penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan,

harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

Komplikasi syok anafilaktik: Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang

menurunkan ventilasi. 14

2.5 Prognosis

Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila

keadaan klinis pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat

dilakukan maka hasilnya akan memuaskan. Prognosis pada syok neurogenik

tergantung penyebab syok tersebut. Sedangkan pada syok sepsis baik apabila

penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera mengetahui bakteri/virus penyebab

infeksi.11

49

Page 50: TUGA ULFA

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24.

2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26th 2011].

http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview

3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency

Surgery. 2006. 1-14

4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life

Support Untuk Dokter. 1997. 89-115

5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.

6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock:

Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001

7. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis.

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf

8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam

buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive

Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.

9. Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004

http:/www/emedicine.com/ped/topic3047

10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003

11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413

12. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet].

Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment

13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life

Support Untuk Dokter. 1997. 89-115

14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999

15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency

Surgery. 2006. 1-14

50

Page 51: TUGA ULFA

16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002. 504-

11

17. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock:

Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001

18. Bozeman P W. Shock, Hemorrhagic. 2007 [cited Mei 10th 2011].

http://www.emedicine.com

19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc.

1988.64

20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on

the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment

21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the Internet].

Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment

22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates

emergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008

51