trauma tht kasus dr satria
TRANSCRIPT
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
1/44
Trauma Pada THT 2013
Page 1
Referat Trauma THT
Pembimbing:
dr. Satria Nugraha W Sp.THT-KL M.Kes
Oleh :
Kustian Pramudita 030.08.140
Andreas Ronald 030.09.016
Rangga Satrio Prawiro 030.09.191
KEPANITERAAN KLINIK THT
PERIODE 30 september 2 November 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
2/44
Trauma Pada THT 2013
Page 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya kami dapat
. menyelesaikan referat Trauma THT. Penulisan referat ini bertujuan memenuhi salah satu
tugas kepaniteraan klinik ilmu penyakit telinga hidung tenggorokan kepala leher di RSUD
BEKASI.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Satria Nugraha, Sp.THTKL M.Kes
sebagai pembimbing yang mengarahkan penulisan referat ini menjadi lebih baik.
Kami menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran yang
membangun dan penulisan ilmiah yang berikutnya meningkatkan pemahaman tentang
trauma THT.
Kami berharap referat ini dapat meningkatkan pemahaman tenaga medis dan
mahasiswa kedokteran untuk lebih baik dalam aplikasi teori terhadap tatalaksana pasien
trauma THT.
Bekasi, 12 Oktober 2013
Penulis
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
3/44
Trauma Pada THT 2013
Page 3
LEMBAR PENGESAHAN
Nama:
1. Kustian Pramudita (03008140)
2. Andreas Ronald (03009016)
3. Rangga Satrio Prawiro (03009191)
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Bagian : Kepaniteraan Ilmu Penyakit THT
Hari/Tanggal diajukan : Rabu, 16 Oktober 2013
Judul Referat : Trauma THT
Bekasi, 16 Oktober 2013
Pembimbing Bagian Ilmu Penyakit THTKL
RSUD BEKASI
Dr. Satria Nugraha, Sp. THTKL, M.Kes
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
4/44
Trauma Pada THT 2013
Page 4
DAFTAR ISI
Kata Pengantar . 2
Lembar Pengesahan . 3
Daftar Isi .. 4
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 6
2.1 Struktur Anatomi Telinga ........................................................................... 6
2.2 Struktur Anatomi Hidung ........................................................................... 6
2.3 Struktur Anatomi Tenggorokan ................................................................. 13
2.4 Trauma Telinga ........................................................................................... 17
2.5 Trauma Hidung ........................................................................................... 25
2.6 Trauma Tenggorokan ................................................................................. 36
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....... 43
BAB IV DAFTAR PUSTAKA....44
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
5/44
Trauma Pada THT 2013
Page 5
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Suara yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi bagi seseorang atau sebagian orang
merupakan suara yang disenangi, namun bagi beberapa orang lainnya justru dianggap sangat
menganggu. Suara yang tidak dikehendaki itu dapat dikatakan sebagai bising. Bising yang
kita dengar sehari-hari berasal dari banyak sumber baik dekat maupun jauh. Pemaparan
bising berlebihan menyebabkan kerusakan telinga dalam dan tuli sensorineural. Trauma
telinga dalam tergantung atas intensitas bising, lamanya bising, frekuensi bising dan
kerentanan telinga terhadap bising. Secara umum bising ialah bunyi yang tidak diinginkan.
Secara audiologik bising ialah campuran nada murni dengan berbagai frekuensi
Berdasarkan survey Multi Center Study di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4
negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara lainnya
yakni Sri Lanka (8,8%), Myammar (8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan yang tertinggi
tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah sosial ditengah masyarakat. Berdasarkan survei kesehatan indera tahun 1993-1996 yang dilaksanakan
di Indonesia menunjukkan prevalensi morbiditas telinga, hidung, dan tenggorokan (THT)
sebesar 38,6%, morbiditas telinga 18,5%, gangguan pendengaran 16,8% clan ketulian 0,4%.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
6/44
Trauma Pada THT 2013
Page 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Struktur Anatomi Telinga
Telinga bagian luar, meliputi :
Daun telinga (auriculla / pina)berfungsi untuk menampung gelombang bunyi,untuk estetika. Daun telinga terdiri dari helix (bagian lengkung atas), lobulus (biasa
dijadikan tempat aksesoris wanita), konka (cekungan dekat liang telinga), tragus
(tonjolan tulang rawan antara wajah dan liang telinga).
Liang telinga (Meatus Acusticus Externus)berfungsi menyalurkan danmemfokuskan gelombang bunyi. Liang telinga orang dewasa normal panjangnya rata-
rata sekitar 2,5 cm. Dalam liang telinga terdapat rambut-rambut telinga berfungsi
menyaring partikel-partikel yang besar, terdapat juga kelenjar serumen yang
menghasilkan serumen berfungsi melekatkan kotoran atau kaki serangga kecil yang
masuk sehingga tidak langsung merusak membran timpani.
Gendang telinga (membran timpani)berfungsi menangkap gelombang bunyi untukdihantarkan ke tulang-tulang pendengaran.
Telinga bagian tengah, meliputi :
Tulang-tulang pendengaran (Os.Acusticus), terdiri dari Os Maleus, Incus danStapez. berfungsi melanjutkan hantaran gelombang bunyi.
Cairan perilymph dan endolymph berfungsi mengubah energi mekanik darigetaran tulang-tulang pendengaran menjadi energi listrik.
Telinga bagian dalam, terdiri dari membran semisirkularis dan cochlea
(labirin berupa rumah siput) yang di dalamnya terdapat saraf-saraf pendengaran (nerves
acusticus) yang terdiri dari :
Nerves cochlearisuntuk pendengaran. Nerves vestibularis untuk keseimbangan tubuh.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
7/44
Trauma Pada THT 2013
Page 7
2. Struktur Anatomi hidung
2.1 Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar
menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan;
di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling
bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti
piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1.pangkal hidung (bridge),
2.batang hidung (dorsum nasi), 3.puncak hidung (hip), 4.ala nasi, 5.kolumela, dan
6.lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang
rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi
untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :
1.tulang hidung (os nasal), 2.prosesus frontalis os maksila, dan 3.prosesus nasalis os
frontal ; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1.sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2.sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor, dan 3.tepi anterior kartilago septum.5
2.2 Anatomi hidung dalam
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior,
konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung
dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut
meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.6,7,8
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
8/44
Trauma Pada THT 2013
Page 8
Gambar 1. Anatomi Hidung Dalam
Septum nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum
(kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior
oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.6,7
Kavum nasi
Kavum nasi terdiri dari:
Dasar hidungDasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus
horizontal os palatum.6
Atap hidungAtap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal,
prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian
besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen
n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.6
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
9/44
Trauma Pada THT 2013
Page 9
Dinding LateralDinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila,
os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid,
konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.6
KonkaFosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara
konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media
dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus
superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas.
Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os
etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada
maksila bagian superior dan palatum.6
Meatus superiorMeatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara
septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid
posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang
besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid
terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid. 6
Meatus mediaMerupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas
dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus
frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang
letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit
yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan
sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan
hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan
yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas
infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu
sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
10/44
Trauma Pada THT 2013
Page 10
bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara
di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal.
Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium
tersendiri di depan infundibulum.6,7
Meatus InferiorMeatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara
duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas
posterior nostril.6,7
NaresNares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares
posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam
oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh
lamina pterigoideus.6
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas
sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus
paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan
dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks
prosesus zygomatikus os maksilla.6,7,8
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara
yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian
lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan
zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium
yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel
epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.9
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
11/44
Trauma Pada THT 2013
Page 11
Kompleks ostiomeatal (KOM)Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang
berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal
gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina
papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.5,10
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret
yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit
infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret
akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan
sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke
infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka.9
Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal.
2.3 Perdarahan hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior
dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis interna. Bagian
bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di
antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang
cabang a.fasialis.5
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
12/44
Trauma Pada THT 2013
Page 12
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut
pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah
cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung)
terutama pada anak.5
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika
yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki
katup, sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi
hingga ke intracranial.5
2.4 Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum
selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau
otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari
n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-
serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di
belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.5
Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah
bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.5,7
3. Struktur Anatomi Tenggorokan
3.1 Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya kelihatan seperti corong
dengan ukuran bagian atasnya lebih besar dan bagian bawah yang lebih sempit. Faring
merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskulerini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
13/44
Trauma Pada THT 2013
Page 13
servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput
lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring).
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
14/44
Trauma Pada THT 2013
Page 14
Gambar 3. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
15/44
Trauma Pada THT 2013
Page 15
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini
antara lain :
- batas atas : Basis Kranii
-batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus
Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis
interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.3,4
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan
laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum. Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-
batas dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4 -
- batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis
Laringofaring disebut juga hipofaring dan terletak di bawah setelah orofaring. Dengan
batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : 3,4
- batas atas : epiglotis
- batas depan : laring
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
16/44
Trauma Pada THT 2013
Page 16
- batas bawah : esofagus
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur-struktur yang terdapat di laringofaring :3,4
Valekula : Dibentuk oleh dua buah cekung yang dibentuk oleh ligamentumglossoepiglotika medial
dan lateral (kantong pil).
Epiglotis: Terletak di bawah epiglottis. Pada bayi berbentuk omega & padaperkembangan menjadi
lebar sampai dewasa. Epiglotis berfungsi proteksi glotis ketika menelan
minuman/bolus
makanan
Pada tiap sisi laringofaring berjalan N.laring superior di bawah dasar sinus piriformis.3,4
Gambar 4. Strukttur laringofaring (hipofaring)
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti
penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior ruang retrofaring(retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia
faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia
prevetebralis.3,4
Ruang ini mulai dari dasar tenN gkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari
fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di
sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.3,4
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut dengan
dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
17/44
Trauma Pada THT 2013
Page 17
mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring superior, batas
luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan M.Pterigoid interna dan
bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama
besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid)
adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih
sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna,
Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid
sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.
4. TRAUMA TELINGA
4.1 BAROTRAUMA
4.1.1Definisi
Aerotitis atau barotrauma merupakan suatu gangguan telinga yang terjadi akibat
perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu tubuh bergerak ke atau
dari lingkungan tekanan yang lebih tinggi sehingga menyebabkan tuba gagal untuk
membuka.1,2
Apabila perubahan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadinya tekanan negatif di
rongga tengah, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-
kadang disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan
rongga mastoid tercampur darah.5
4.1.2 Etiologi
Aerotitis paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini tertutama karena
rumitnya fungsi tuba eustachius. Tuba eustachius secara normal selalu tertutup namun
dapat terbuka pada gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava.
Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga dalam telinga tengah dan
dalam tuba eustachius menjadi tertekan. Peningkatan tekanan ini menyebabkan pembuluh
darah kecil pada mukosa telinga akan berdilatasi dan pecah dan menyebkan
hemotimpanum dan kadang dapat menyebabkan ruptur membran timpani. Aerotitis terjadi
akibat perbedaan tekanan barometrik, baik saat menyelam atau saat terbang.2,3
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
18/44
Trauma Pada THT 2013
Page 18
4.1.3 Patofisiologi
Pilek, rinitis alergika serta berbagai reaksi individual, semuanya merupakan
predisposisi terhadap disfungsi tuba eustachius. Aerotitis dengan ruptur timpani dapat
terjadi setelah menyelam atau melakukan perjalanan dengan pesawat terbang.1
Saluran telinga luar, teling tengah, telinga dalam dapat dianggap sebagai
kompartmen tersendiri, ketiganya dipisahkan satu dengan yang lain oleh membran timpani
dan membran tingkap bundar dan tinggkap oval.1,2
Gambar 5. Perjalanan Penyakit Aerotitis3
Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu penghubung ke
dunia luar, yaitu melalui tuba eustachius. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
19/44
Trauma Pada THT 2013
Page 19
membuka pada waktu menelan, menguap, dan valsava manuver. Valsava manuver
dilakukan dengan menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan demikian
tekanan di dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat terbuka. Ujung tuba di
bagian telinga tengah akan selalu terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/ tulang.
Sebaliknya ujung tuba di bagian pharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari jaringan
lunak, yaitu mukosa pharynx yang sewaktu-waktu akan terbuka disaat menelan. Perbedaaan
anatomi antara kedua ujung tuba ini mengakibatkan udara lebih mudah mengalir keluar
daripada masuk ke dalam cavum timpani. Hal inilah yang menyebabkan kejadian aerotitis
lebih banyak alami pada saat menurun dari pada saat naik tergantung pada besarnya
perbedaan tekanan, maka dapat terjadi hanya rasa sakit (karena teregangnya membran
timpani) atau sampai pecahnya membran timpani. 1,2,3,4
Aerotitis descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman. Ketidakseimbangan
tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam
rongga tubuh pada waktu tekanan air bertambah atau berkurang. Aerotitis pada penyelam
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu aerotitis pada telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam,
tergantung dari bagian telinga yang terkena. Aerotitis ini bisa terjadi secara bersamaan dan
juga dapat berdiri sendiri.1,2,5,6,7
Aerotitis telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada waktu
menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus akustikus
eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak. Pada waktu tekanan bertambah,
menegcilnya udara tidak mungkin dikompensasi dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus
eksternus), hal ini berakibat terjadinya decongesti, perdarahan dan tertariknya membran
timpani ke lateral. Peristiwa ini akan terjadi bila terdapat perbaedaan tekanan air dan
tekanan udara dalam rongga kanalis akustikus eksternus sebesar >150 mmHg atau lebih,
yaitu sedalam 1,5 2 meter.5
Aerotitis telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi atau udema pada
mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan penyulit untuk
meneyeimbangkan telinga tengah terhadap tekanan ambient yang terjadi pada saat ascent
maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma
tergantung pada kecepatan penurunan natau kecepatan penurunan atau kecepatan
peningkatan tekanan ambien yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanantelinga tengah.
5
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
20/44
Trauma Pada THT 2013
Page 20
Aerotitis telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma telinga tengah
pada waktu menyelam, disebabkan karena melakukan manuver valsava yang dipakasakan.
Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat barotrauma maka membran timpani
akan mengalami edema dan akan menekan stapes yang terletak pada foramen ovale dan
membran pada foramen profunda, yang mengakibatkan peningkatan tekanan ditelinga
dalam yang akan merangsang labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada
pemeriksaan Stepping Test. Dapat disimpulkan, gangguan pada telinga tengah dapat
berpengaruh pada labirin vestibular dan menampakkan ketidak seimbangan laten pada
tonus otot melalui reflek vestibulospinal.5
Seperti yang dijelaskan diatas, tekanan yang meningkat perlu di atasi untuk
menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun biasanya dapat
diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga
tengah akan mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustachius. dengan
meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah dan dalam tuba eustachius
menjadi tertekan. Hal ini cenderung menyebabkan penciutan tuba eustachius. jika
perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu
besar (sekitar 90 100 mmHg), maka bagian kartilaginosa diri tuba eustachius untuk
memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan
jaringan di dekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan. Terjadinya
rangkaian kerusakan yang dapat diperkirakan denagan berlanjutnya keadaan vakum relatif
dalam rongga telinga tengah. Mula- mula membran timpani tertarik kedalam. Retraksi akan
menyebabkan membran dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga tampak
gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga mukosa telinga
tengah akan berdilatasi daan pecah, menimbulkan hemotimponim kadang-kadang tekanan
dapat menyebabkan ruptur membran timpani.5
4.1.4 Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dapat berupa kurang pendengaran, rasa nyeri dalam telinga,
auofoni, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang tinitus dan vertigo.
Gejala klinis barotrauma telinga:
1.
Gejala descent barotrauma:- Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
21/44
Trauma Pada THT 2013
Page 21
- Kadang ada bercak darah di hidung dan nasofaring- Rasa tersumbat dalam telinga / tuli konduktif
2. Gejala ascent barotrauma :-
Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga- Vertigo- Tinnitus / tuli ringan- Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi
Berdasarkan manifestasi klinisnya, kerusakan membran timpani akibat aerotitis
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:5
Grade 0 : bergejala tanpa tanda kelainanGrade 1 : injeksi membran timpani
Grade 2 : injeksi, perdarahan ringan pada membran timpani
Grade 3 : perdarahan berat membran timpani
Grade 4 : peradangan telinga tengah (membran timpani menonjol dan agak kebiruan
Grade 5 : perdarahan meatus eksternus + ruptur membrane timpani.
Gambar 7. Aerotitis pada telinga.
4.1.5 Diagnosis
Anamnesis yang teliti sanagat membantu penegakan diagnosis. Jika dari anamnesis
ada riwayat nyeri telinga atau pusing, yang terjadi setelah penerbangan atau penyelaman,
adanya barotrauma harus dicurigai. Diagnosis dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan
telinga, dan juga tes pendengaran dan keseimbangan.7
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
22/44
Trauma Pada THT 2013
Page 22
Diagnosa dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga nampak sedikit menonjol
keluar atau mengalami retraksi. Pada kondisi yang berat bias terdapat darah dibelakang
gendang telinga, kadang-kadang gendang telinga mengalami perforasi. Dapat disertai
gangguan pendengaran konduktif ringan.7
Perlu ditekankan bahwa tinnitus yang menetap, vertigo dan tuli sensorineural
adalah gejala-gejala kerusakan telinga dalam. Barotrauma telinga tengah tidak jarang
menyebabkan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga dalam merupakan masalah yang
serius dan mungkin memerlukan pembedahan untuk mencegah kehilangan pendengaran
yang menetap. Semua orang yang mengeluh kehilangan pendengaran dengan barotrauma
harus menjalani uji pendengaran dengan rangkaian penala untuk memastikan bahwa
pendengaran bersifat konduktif dan bukannya sensoneural. 1,5,7,8
4.1.6 Tatalaksana
Untuk mengurangi rasa nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama
yang perlu dilakukan adalah berusaha membuka tuba eustachius dan mengurangi tekanan
dengan mengunyah permen karet atau menguap, atau menghirup udara, kemudian
menghembuskan secara perlahan lahan sambil menutup lubang hidung dengan tangan dan
menutup mulut.
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membran nasalis
dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan menginflasi tuba
eustachius dengan preparat politzer, khususnya dilakukan pada anak- anak berusia 3-4
tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya selama 1-2
minggu atau sampai gejala hilang, antibiotik tidak diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi
didalam air yang kotor. Preparat politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibit
tertutup sementara ditiupkan udara kedalam salah satu nares dengan kantong politzer atau
apparatus senturi, nares yang ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan meletusnya balon
ditelinganya, bila tuba eustachius berhasil inflasi, sejumlah cairan akan terevakuasi dari
telinga tengah dan sering terdapat gelembung-gelembung udara pada cairan.
Untuk barotrauma telinga dalam, penanganannya dengan perawatan dirumah
sakit dan istirahat dengan elevasi kepala 30- 400. Kerusakan telinga dalam merupakan
masalah yang serius dan memungkinkan adanya tindakan pembedahan untuk mencegahhilangnya pendengaran yang menetap. Suatu insisi dibuat didalam gendang telinga untuk
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
23/44
Trauma Pada THT 2013
Page 23
menyamakan tekanan dan untuk mengeluarkan cairan (miringotomi dan bila perlu
memasang pipa ventilasi). Walaupun demikian pembedahan biasanya jarang dilakukan.
4.1.7 Pencegahan
Usaha preventif terhadap barotruma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah
permen karet atau melakukan perasat valsava, terutama sewaktu pesawat terbang mulai
turun untuk mendarat. Khusus pada bayi disarankan agar menunda penerbangan bila
disertai pilek. Bila memungkinkan maka bayi sesaat sebelum mendarat harus tetap disusui
atau harus tetap menghisap air botol, agar tuba eustachius tetap terbuka.1
Nasal dekongestan atau anti histamin bisa digunakan sebelum terpapar perubahan
tekanan yang besar. Usahakan untuk menghindari perubahan tekanan yang besar selama
mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas atau serangan alergi.1,5
4.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari aerotitis, antara lain tuli konduksi, ruptur atau
perforasi membrane timpani, dan infeksi telinga akut.2
4.2 Trauma Telinga Luar
4.2.1 Laserasi
Sering mengorek2 telinga dengan jari atau suatu jepit rambut atau klip kertaslaserasi dinding kanalis perdarahan sementara, pasien cemas segera hubungi dokter
Tidak memerlukan pengobatan tapi hentikan perdarahan Kalau ada laserasi hebat pada aurikula eksplorasi dulu apakah ada kerusakan tulang
rawan atau tidak. Tulang rawan perlu diperiksa sebelum reparasi plastik pada kulit.
Kalau ada luka infeksi pada perikondrium beri antibiotik profilaktik
4.2.2 Frosbite
Frosbite pada aurikulatimbul cepat pada suhu rendah+angin dingin yangkuat. Terjadi perubahan yang perlahan-lahantidak terasa nyeri sampai
telinga (tergantung pada dalamnya cedera dan lamanya paparan). Cedera
dianggap sebagai kerusakan selular dan gangguan mikrovaskular. Yang
mengarah pada iskemia lokal.
Terapi:
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
24/44
Trauma Pada THT 2013
Page 24
Pemanasan cepat dengan air hangat bersuhu anatar 100-108 derajat sampaiterlihat tanda-tanda pencairan.
Beri analgesik Kalau ada infeksi beri antibiotik
4.2.3 Hematoma
Sering ditemukan pada pegulat atau petinju. Kalau tidak diobati terbentuknya telinga bunga kol Terapi: insisi dan drainase kumpulan darah dalam kondisi sterilpemasangan
balut tekan pada konka
Terapi paling baik dilakukan segera setelah cedera, sebelum terjadi organisasihematoma
*Para pegulat diingatkan untuk memakai pelindung kepala pada saat berlatih4.3 Trauma Telinga Tengah
Perforasi membran timpani : karena adanya tekanan mendadak (trauma ledakan) atauadanya benda asing dalam liang telinga
Gejala : vertigo, sekret berdarah, gangguan pendengaran, paresis N 7
Perawatan : Perforasi bersih tanpa komplikasi : melindungi telinga dari air dan pemberian
antibiotik sistemik
Perforasi terkontaminasi : tetes telinga antibiotik. Jangan menutup perforasisampai infeksi teratasi.
4.4 Trauma Telinga Dalam
Pada cedera yang mengakibatkan trauma mekanis terhadap tulang temporal,maka dapat terjadi fraktur pada tulang tersebut, yang biasanya disertai dengan
gangguan lainnya berupa gangguan kesadaran, hematoma subdural atau
epidural.
Fraktur temporal : Fraktur longitudinal : berawal dari foramen magnum dan berjalan ke
luar menuju ke liang telinga. Telinga biasanya berdarah dan terjadi
gangguan pendengaran yang konduktif.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
25/44
Trauma Pada THT 2013
Page 25
Fraktur tranversal : sering menyebabkan cedera labirin dan saraffasialis karena garis frakturnya melintasi labirin.
TatalaksanaUmumnya, pasien dengan paralisis fasialis dapat dikelola secara konservatif dengan
kortikosteroid sistemik selama 10-4 hari dan simptomatik kecuali bila ada
kontraindikasi. Gangguan saraf ini dapat kita periksa dengan pemeriksaan saraf hilger.
Untuk penanganan darurat dapat dilakukan pemeriksaan liang telinga dengan otoskop
untuk melihat ada atau tidaknya laserasi, perforasi, atau hemotimpani. Tindakan
operatif tidak harus dilakukan karena dapat sembuh dengan sendirinya walaupun ada
pasien yang membutuhkan tindakan operatif apabila tidak sembuh dengan sendirinya.
Pada pasien dengan kecurigaan adanya kebocoral LCS, pasien dapat di tatalaksana
dengan elevasi kepala, tirah baring, dengan elevasi kepala, obat pelunak feses,
pencegah bersin dan ketegangan otot lain. Antibiotic profilaksis masih kontroversi
meskipun pada pasien yang mengalami kebocoran LCS lebih dari 7 hari masih
dihubungkan dengan insiden dari meningitis. Perbaikan dengan operasi
direkomendasi apabila kebocoran LCS tidak berhenti hingga 7-10 hari. Dan pada
beberapa pasien dapat mengalami vertigo yang dapat di tatalaksana dengan
tatalaksana BPPV termaasuk rehabilitasi standard dan maneuver reposisi.
5. .TRAUMA HIDUNG
5.1 Epistaksis
5.1.1 Definisi
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau
nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang hampir 90 %
dapat berhenti sendiri(1,3)
. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat mengganggu
dan dapat mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis
secara efektif(3)
.
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar ditanggulangi.
Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan posterior.(6)
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
26/44
Trauma Pada THT 2013
Page 26
1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber perdarahanpaling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan
dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana(3,5,6)
.
Gambar 8 Epistaksis anterior(6)
2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan
anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular(3,5,6).
Gambar 9. Epistaksis posterior(6)
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
27/44
Trauma Pada THT 2013
Page 27
5.1.2 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang hidung.
Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung
yang terbanyak mengeluarkan darah(5)
.Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek hidung
menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung berlebihan.
Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol
terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin
merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan atau perdarahan.
Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai
komponen dalam sangat banyak produk. Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan,
yang mengubah fungsi pembekuan secara bermakna(6).
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, speculum hidung dan alat
penghisap(bila ada)dan pinset bayonet, kapas, kain kassa
(6).
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang
memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi
dalam hidung.(6)
Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam
hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan
dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah
hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan
pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat
berhenti untuk sementara(3,5,7)
. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan
dilakukan evaluasi(7)
.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat kronik
memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung aktif yang
prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa(5,6)
:
a) Rinoskopi anterior : Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior keposterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha
inferior harus diperiksa dengan cermat.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
28/44
Trauma Pada THT 2013
Page 28
Gambar 10 : Rhinoskopi Anterior(7)
b) Rinoskopi posteriorPemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis
berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma(7)
c) Pengukuran tekanan darahTekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi
dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.(7)
d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRIRontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.
(4,5)
e) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.(5)
Gambar 11: Tampilan endoskopi epistaksis posterior(5)
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
29/44
Trauma Pada THT 2013
Page 29
f) Skrining terhadap koagulopatiTes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah
platelet dan waktu perdarahan.(6)
g) Riwayat penyakitRiwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang mendasari
epistaksis.(6)
5.1.3 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang penting
dicari tahu adalah(1,5,6)
:
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.2. Lokasi perdarahan.3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung depan
(anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga6. Hipertensi7. Diabetes melitus8. Penyakit hati9. Gangguan koagulasi10.Trauma hidung yang belum lama11.Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan perdarahan,
mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu kedaan
umum pasien(6)
. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:(3,6,7)
a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bilapenderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan caraduduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama
beberapa menit (metode Trotter).(7)
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
30/44
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
31/44
Trauma Pada THT 2013
Page 31
Gambar 14. Tampon Bellocque(7)
a) Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balondiletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air. (7)
Gambar 15. Tampon posterior dengan Kateter Foley(7)
b) Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi adayang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
(7)
c) Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi denganpemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.
(7)
5.1.4 Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya. Akibat
pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat), air mata yang
berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan
septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta
laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang
ditarik.
(1,2,3)
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
32/44
Trauma Pada THT 2013
Page 32
Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah yang turun
mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan akhirnya
kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah(6)
.
5.1.5 Diagnosis Banding
Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar dari
hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis cranii yang kemudian
darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.(2,3)
5.1.6 Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara lain :(3)
a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli, pada kedualubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur 1
sendok the garam ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat
kuku.
b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan masukkan cotton bud
melebihi 0,50,6cm ke dalam hidung.
d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.e. Bersin melalui mulut.f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.g. Batasi penggunaan obat obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin atau
ibuprofen.
h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.i. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan menyebabkan iritasi.
Saat pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam keadaan perdarahan aktif, namun
mempunyai riwayat epistaksis berulang dalam beberapa minggu terakhir.
j. Biasanya berupa serangan epistaksis ringan yang berulang beberapa kali.Pemeriksaan hidungdalam keadaan ini dapat mengungkap adanya pembuluh-pembuluh yang menonjol melewati
septum anterior, dengan sedikit bekuan darah. Pembuluh tersebut dapat dikauterisasi secara kimia
atau listrik.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
33/44
Trauma Pada THT 2013
Page 33
k. Penggunaan anestetik topical dan agen vasokonstriktor, misalnya larutan kokain 4% atau Xilokaindengan epinefrin, selanjutkan lakukan kauterisasi, misalnya dengan larutan asam trikloroasetat
50% pada pembuluh tersebut.
l. Perdarahan berulang dari suatu pembuluh darah septum dapat diatasi dengan meninggikanmukosa setempat dan kemudian membiarkan jaringan menata dirinya sendiri, atau dengan
merekonstruksi deformitas septum dasar, untuk menghilangkan daerah-daerah atrofi setempat dan
lokasi tegangan mukosa.
m. Pada perdarahan hidung ringan yang berulang dengan asal yang tidak diketahui, dokter harusmenyingkirkan tumor nasofaring atau sinus paranasalis yang mengikis pembuluh darah. Sinusitis
kronik merupakan penyebab lain yang mungkin. Akhirnya pemeriksa harus mencari gangguan
patologik yang terletak jauh seperti penyakit ginjal dan uremia, atau penyakit sistemik seperti
gangguan koagulasi. Agar epistaksis tidak berulang, haruslah dicari dan diatasi etiologi dari
epistaksis.
5.2FRAKTUR FACIALIS
5.2.1 Fraktur Hidung
Cedera tulang wajah yang paling sering terjadi adalah fraktur hidung. Pelu diingat bahwa
hidung tidak hanya disususn oleh tulang belaka, tetapi juga tulang rawan dan jaringan lunak,dan jaringan-jaringan ini juga dapat rusak pada cidera.1
Tanda-tanda fraktur hidung yang lazim :
i. Defresi atau pergeseran tulang hidungii. Edema hidung
iii. Epistaksisiv. Fraktur dari kartilago septum disertai pergesaran atau dapat digerakkan
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum nasi akibat fraktur,
bila tidak terdeteksi dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, di mana terjadi resolusi
kartilago septum dan deforminasi hidung pelana (saddle nose) yang berat.
Penatalaksanaan hematom septum nasi berupa insisi dan drainase hematom,
pemasangan drain sementara, pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum
dan memperkecil resiko pembentukan kembali hematuma, dan dimulai terapi antibiotik untuk
mengurangi resiko infeksi.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
34/44
Trauma Pada THT 2013
Page 34
Perbaikan fraktur biasanya dapat dilakukan dengan anastesi lokal setelah edema
mereda. Pengolesan kokain 4% secara topikal dengan kapas, dilanjutkan dengan infiltrasi
lidokain bisanya cukup memadai. Pada orang dewasa diberikan tidak lebih dari 5 ml kokain 4
persen, sedangkan pada anak, agaknya kokain lebih baik tidak diberikan. Reduksi fraktur
hidung pada anak-anak biasanya memerlukan anestesi umum.1
5.2.2 Fraktur Mandibularis
Merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah.Tanda dan gejala yang
mengarahkan pada diagnosa fraktur mandibula berupa:
Meloklusi geligi Gigi dapat digerakkan Laserasi intra oral Nyeri mengunyah Deformitas tulang
Perbaikan menerapkan prinsip umum pembidaian mandibula dengan geligi utuh terhadap
maksila dengan gligi yang utuh juga Lengkungan geligi atas dikaitkan dengan lengkungan
geligi bawah memakai batang-batang lengkung ligasi dengan kawat. Batang-batang ini
memiliki kait kecil yang dapat menerima simpai kawat atau elastis guna mengikatkan
lengkungan geligi atas ke lengkungan bawah.
Antibiotik harus diberikan sejak saat fraktur hingga mukoperiosteum menyembuh dan
fraktur stabil (penisilin merupakan obat terpilih).
5.2.3 Fraktur Zigoma dan Dasar Orbita
Cedera yang menimbulkan fraktur zigoma biasanya akibat suatu benturan pada korpus
zigoma atau tonjolan malar, dasar orbit dapat juga mengalami fraktur pada proses tersebut.
Fraktur zigoma dapat dicirikan oleh:
Deformitas yang dapat diraba pada lingkar bawah orbita Diplopia saat melirik keatas Hipestesia pada pipi Pendataran sisi lateral pipi Ekimosis periorbita
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
35/44
Trauma Pada THT 2013
Page 35
Pergeseran bola mata kebawahPerbaikan fraktur-fraktur ini terkadang dapat dilakukan dengan teknik reduksi
tertutup, namun lebih sering memerlukan teknik reduksi terbuka, khusus bila fraktur dasar
orbita jelas mengalami pergeseran. Bila tulang yang fraktur hilang atau terlalu remuk, makasuatu pencangkokan segera dengan tulang panggul, iga atau kalvaria, dapat merupakan
tindakan yang tepat.
5.2.4 Fraktur Maksilaris
Fraktur maksillaris merupakan salah satu salah satu cidera wajah palin berat
Manifestasi klinis khas berupa:
Perubahan letak pelatum Deforminasi dan mobilisasi hidung Epistaksis Deforminasi sepertiga tengah muka
Digunakan klasifikasi Le Fort untuk membantu diagnosis dan penatalaksanaanya:
Le Fort I : trauma terbatas pada alveolus kiri, kanan, atau bilateral Le Fort II : Trauma piramid os maksilaris, hidung, zigoma, terjadi
perpisahan bagian tengah muka dengan tulang kranial
Le Fort III : trauma mengenai tulang maksilaris, hidung, zigoma, orbita.Terjadi perpisahan seluruh tulang muka dengan basis kranii
Pada trauma ditemukan edema, hematoma, laserasi, luka robek, epsitaksis, perdarahan
dari mulut, telinga, deformitas, paresis nervus facialis, muka atau pipi lebih mendatar, serta
maloklusi. Pada perabaan ditemukan nyeri, krepitasi diskontinuitas, pergeseran struktur
tulang dan krangka tulang yang mudah digerakkan.
Penatalaksanaan, mula-mula perhatikan kesadaran pasien secara teliti dan
dipertahankan sampai stabil. Semua laserasi jaringan lunak dieksplorasi apakah ada fraktur
atau kelanjutan trauma ke organ lain. Benda asing dikeluarkan dan dilakukan debridemen.
Tulang yang fraktur direposisi dan difiksasi. 2
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
36/44
Trauma Pada THT 2013
Page 36
6. TRAUMA TENGGOROKAN
6.1 Trauma Laring
Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau sayat, luka tusuk atau luka tembak.
Balanger membagi penyebab trauma laring atas :
1. Trauma mekanikeksternal(trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi trakeostomi atau krikotiroromi)
interna (akibat tidakan endoskopi, intubasi endotrakea atau pemasangan pipa
nasogaster).
2. Trauma akibat luka bakarpanas (gas atau cairan yang panas)
kimia (cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit dan lisol) yang terhirup.
3. Trauma akibat radiasi pemberian radioterapi tumor ganas leher.4. Trauma otogen pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse) berteriak,
menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras.
6.1.1Gejala Klinik
Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam pertama.
Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat atau timbul mendadak
sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan nafas. Suara serak (disfoni) atau
suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan pita suara akibat trauma seperti edema,
hematoma, laserasi, atau parese pita suara.
Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau fraktur
tulang-tulang laring hingga mengakibatkan udara pernafasan akan keluar dan masuk ke
jaringan subkutis di leher. Emfisema leher dapat meluas sampai ke daerah muka, dada, dan
abdomen, dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi kulit.
Hemoptisis terjadi akibat laserasi mukosa jalan nafas dan bila jumlahnya banyak
dapat menyumbat jalan nafas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka sayat,
luka tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (kesulitan menelan) juga dapat timbul akibat
trauma laring.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
37/44
Trauma Pada THT 2013
Page 37
6.1.2Patofisiologis
Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plia ariepiglotika dan
plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Selain
itu mukosa faring dan laring mudah robek, yang akan diikuti dengan terbentuknya emfisema
subkutis. Infeksi sekunder melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis, abses, atau fistel.
Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi.
Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis tulang rawan, dan
perikondritis.
Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi sekunder,
dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan akhirnya stenosis.
Boies (1968) membagi trauma laring dan trakea berdasarkan beratnya kerusakan yang
timbul, dalam 3 golongan :
1. Trauma dengan kelainan mukosa saja, berupa edema, hematoma, emfisemasubmukosa, luka tusuk atau sayat tanpa kerusakan tulang rawan.
2. Trauma yang dapat mengakibatkan tulang rawan hancur (crushing injuries).3. Trauma yang mengakibatkan sebagian jaringan hilang.
Pembagian golongan trauma ini erat hubungannya dengan prognosis fungsi primer
laring dan trakea, yaitu sebagai saluran nafas yang adekuat.
6.1.3 Trauma Inhalasi
Inhalasi uap yang sangat panas, gas atau asap yang berbahaya akan cenderung
mencederai laring dan trakea servikal dan jarang merusak saluran napas bawah. Daerah yang
terkena akan menjadi nekrosis, membentuk jaringan parut yang menyebabkan defek stenosis
pada daerah yang terkena.
6.1.4Trauma Intubasi
Trauma akibat intubasi bisa disebabkan karena trauma langsung saat pemasangan atau
pun karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga menjadi nekrosis. Trauma
sekunder akibat intubasi umumnya karena inflasi balon yang berlebihan walaupun
menggunakan cuff volume besar bertekanan rendah. Trauma yang disebabkan oleh cuff ini
terjadi pada kira-kira setengah dari pasien yang mengalami trauma saat trakeostomi. Trauma
intubasi paling sering menyebabkan sikatrik kronik dengan stenosis, juga dapat menimbulkan
fistula trakeoesofageal, erosi trakea oleh pipa trakeostomi, fistula trakea-arteri inominata,
dan
ruptur bronkial. Jumlah pasien yang mengalami trauma laringeal akibat intubasi sebenarnya
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
38/44
Trauma Pada THT 2013
Page 38
masih belum jelas, namun sebuah studi prospektif oleh Kambic dan Radsel melaporkan kira-
kira 0.1 % pasien.
Penggunaan pipa endotrakea dengan cuff yang bertekanan tinggi merupakan etiologi
yang paling sering terjadi pada intubasi endotrakea. Penggunaan cuff dengan volume tinggi
tekanan rendah telah menurunkan insiden stenosis trakea pada tipe trauma ini, namun trauma
intubasi ini masih tetap terjadi dan menjadi indikasi untuk reseksi trakea dan rekonstruksi.
Selain faktor diatas ada beberapa faktor resiko yang mempermudah terjadinya laserasi atau
trauma intubasi (tabel 1).
Faktor resiko yang pasti Faktor resiko yang masih
mungkin
Dugaan, belum terbukti
sebagai faktor resiko
Wanita
Usia > 50 tahun
Tube dengan lumen ganda
Pengembangan balon /
cuff berlebihan
Penggunaan kortikosteroid
Trakeomalacia
Posisi yang salah dari tube
Kondisi medis yang buruk
Kesalahan penggunaan
mandrain
Batuk yang terlalu keras
dan berlebihan
Trakeostomi perkutan
Perawakan pendek
Obesitas.
Tabel 1. Faktor resiko terjadinya trauma intubasi
6.1.5Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada saluran nafas bagian atas dan dada paling sering disebabkan oleh
hantaman langsung, trauma akibat fleksi/ekstensi hebat, atau trauma benturan pada
dada.Hiperekstensi mengakibatkan traksi laringotrakea yang kemudian membentur kemudi,
handle bars atau dash board. Trauma tumpul lebih sering disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor dimana korban terhimpit di antara jok mobil dan setir atau dikeluarkan
darikendaraan dan terhimpit di antara kepingan kendaraan yang mengalami kecelakaan.
Kirsk dan Orringer serta beberapa penulis lain menyatakan bahwa trauma langsung
pada leher bagian depan dapat mengakibatkan rusaknya cincin trakea maupun laring.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
39/44
Trauma Pada THT 2013
Page 39
Berkowitz melaporkan trauma tumpul langsung pada daerah leher dapat menyebabkan ruptur
trakea pars membranosa. Hal ini terjadi akibat tekanan intraluminer yang mendadak tinggi
pada posisi glotis yang tertutup akan menyobek bagian trakea yang terlemah (trakea pars
membranosa).Mekanisme lain yang cukup berperan adalah trauma tumpul akan menekan
kartilago trakea yang berbentuk U ke tulang vertebrae, hal ini menjelaskan kenapa laserasi
yang terjadi cenderung sesuai level dari trumanya.
Trauma tumpul laringotrakea pada anak jarang dijumpai dan bila dijumpai biasanya
jarang menimbulkan kerusakan/fraktur kartilago, kecuali trauma yang didapat cukup keras.
Hal tersebut disebabkan karena rawan pada laringotrakea anak-anak mas ih sangat elastis
dibandingkan dengan orang dewasa. Namun kerusakan jaringan lunak (edema dan hematom)
yang terjadi pada anak-anak dengan trauma tumpul laringotrakea jauh lebih hebat dibanding
pada dewasa, hal ini disebabkan karena struktur fibroa yang jarang dan lemahnya perlekatan
jaringan submukosa dengan perikondrium.
Penyebab yang lain adalah trauma tak langsung akibat akselerasi-deselerasi. Pada
trauma akselerasi-deselerasi dengan posisi glotis menutup juga akan mengakibatkan tekanan
intraluminer yang meninggi sehingga dapat menyebabkan robekan pada bagian membran
trakea. Robekan ini terjadi akibat diameter transversal yang bertambah secara mendadak.
Dapat juga terjadi akibat robekan diantara cincin trakea dari os krikoid sampai karina akibat
tarikan paru yang mendadak.
Pada trauma tumpul dan tembak semua kerusakan berbentuk stelata, seperti dikatakan
oleh Boyd dkk., bahwa trauma tembak akan mengakibatkan kerusakan yang besar karena
energi kinetik yang disebabkan oleh peluru. Demikian juga halnya dengan trauma tumpul.
Energi yang diterima permukaan tubuh akan dihantarkan ke sekitarnya sehingga dapat
merusak jaringan sekitarnya. Berbeda dengan trauma tajam, permukaan tubuh yang
menerima energi lebih kecil. Selain itu energi yang diterima hanya diteruskan ke satu arah
saja.
Mekanisme cedera laringotrakea akibat trauma tumpul dapat disimpulkan menjadi
empat yaitu: penurunan diameter anteroposterior rongga thoraks, deselerasi yang cepat,
peningkatan mendadak tekanan intraluminal laringotrakea pada glotis yang tertutup dan
trauma benturan langsung.
6.1.6 Trauma Tajam
Trauma laringotrakea sering juga disebabkan karena trauma tajam (5-15%) yang
paling banyak akibat perkelahian di tempat rawan kejahatan. Senjata yang dipakai adalah
belati, pisau clurit, pisau lipat, golok maupun senjata berpeluru. Angka kejadian trauma tajam
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
40/44
Trauma Pada THT 2013
Page 40
semakin meningkat dan penyebab utamanya relatif lebih banyak oleh trauma tembus peluru
dibanding trauma tusuk.Crowded urban menurut beberapa penulis memang merupakan
penyumbang terbanyak pada trauma laringotrakea selain jalan bebas hambatan.1 Para penulis
menyimpulkan bahwa trauma tembus tajam dan trauma tembus tembak cenderung semakin
meningkat terutama karena kejahatan.
Meskipun trauma tembus dapat mengenai bagian manapun dari saluran nafas, trakea
merupakan struktur yang paling sering mengalami trauma akibat luka tusukan. Laring yang
mengalami trauma kira-kira pada sepertiga saluran nafas bagian atas, dan sisa dua pertiga
bagian lagi adalah trakea pars servikalis. Kematian pasien dengan trauma tembus saluran
nafas ini biasanya disebabkan oleh trauma vaskular dan jarang akibat trauma saluran nafas itu
sendiri.
6.1.7 Penyebab Lain
Penyebab lain trauma laringotrakea adalah tentament suicide pada pasien dengan
gangguan kejiwaan atau pada pasien dengan stress berat. Selain penyebab di atas, pernah
dilaporkan adanya trauma laringotrakea akibat :
Iatrogenik injuries(mediastinoskopi, transtracheal oxygen therapy, mechanical ventilation),
pisau cukur, strangulasi, electrical injury, luka bakar, dan caustic injury.
6.1.8 Patologi pada saluran nafas atas
Cairan edema dapat cepat terkumpul di submukosa supraglotis dan subglotis.
Pembengkakan daerah endolaring subglotis cenderung melingkar sehingga akan
menimbulkan obstruksi saluran napas. Masuknya udara ke dalam ruang submukosa akan
lebih mengurangi diameter laring dan trakea. Udara di dalam jaringan lunak (emfisema) akan
menyebabkan emfisema epiglotis dan penyempitan saluran napas supraglotis.
Edema submukosa dan pembentukan hematom terjadi dalam beberapa jam setelah
trauma. Oleh karena itu tidak mungkin obstruksi jalan napas baru terjadi setelah 6 jam pasca
trauma. Banyak faktor yang mempengaruhi tipe / jenis cedera yang terjadi pada saluran napas
seperti arah dan kekuatan gaya, posisi leher, umur, konsistensi kartilago laringotrakea dan
jaringan lunaknya. Cedera yang terjadi dapat berupa kontusio laringotrakea, edema,
hematom, avulsi, fraktur dan dislokasi kartilago tiroid, krikoid serta trakea.
6.1.9 Diagnosis
Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi laring, misalnya
oleh pisau, clurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan luka terbuka pada laring
meninggal sebelum mendapat pertolongan, oleh karena terjadinya asfiksia. Diagnosis luka
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
41/44
Trauma Pada THT 2013
Page 41
terbuka di laring dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung udara pada daerah
luka, oleh karena udara yang keluar dari trakea.
Berbeda dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih sulit.
Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu segera dilakukan
eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan observasi saja. Kebanyakan pasien
trauma laring juga mengalami trauma pada kepala dan dada, sehingga pasien biasanya
dirawat di ruang perawatan intensif dalam keadaan tidak sadar dan sesak nafas.
Gejalanya tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma ringan gejalanya
dapat berupa nyeri pada waktu menelan, batuk, atau bicara. Di samping itu mungkin terdapat
suara parau, tetapi belum terdapat sesak nafas. Pada trauma berat dapat terjadi fraktur dan
dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring, sehingga menyebabkan gejala sumbatan
jalan nafas (stridor dan dispnea), disfonia atau afonia, hemoptisis, hematemesis, disfagia,
odinofagia serta emfisema yang ditemukan di daerah muka, dada, leher, dan mediastinum.
6.1.10 Penatalaksaan
Penatalaksanaan luka terbagi atas luka terbuka dan luka tertutup.
Luka terbukaPenatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama ditujukan pada perbaikan saluran
nafas dan mencegah aspirasi darah ke paru. Tindakan segera yang harus dilakukan adalah
trakeotomi dengan menggunakan kanul trakea yang memakai balon, sehingga tidak terjadi
aspirasi darah. Setelah trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi untuk mencari dan mengikat
pembuluh darah yang cedera serta menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek. Untuk
mencegah infeksi dan tetanus dapat diberikan antibiotika dan serum anti-tetanus.
Luka tertutup (closed injury)Tindakan trakeostomi untuk mengatasi sumbatan jalan nafas tanpa memikirkan
penatalaksanaan selanjutnya akan menimbulkan masalah di kemudian hari, yaitu kesukaran
dekanulasi. Olson berpendapat bahwa eksplorasi harus dilakukan dalam waktu paling lama 1
minggu setelah trauma. Eksplorasi yang dilakukan setelah lewat seminggu akan memberikan
hasil yang kurang baik dan menimbulkan komplikasi di kemudian hari.
Keputusan untuk menentukan sikap, apakah akan melakukan eksplorasi atau
konservatif, tergantung pada hasil pemeriksaan laringoskopi langsung atau tidak langsung,
foto jaringan lunak leher, foto toraks, dan CT scan. Pada umumnya pengobatan konservatif
dengan istirahat suara, humidifikasi dan pemberian kortikosteroid diberikan pada keadaan
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
42/44
Trauma Pada THT 2013
Page 42
mukosa laring yang edem, hematoma, atau laserasi ringan, tanpa adanya gejala sumbatan
laring.
Indikasi untuk melakukan eksplorasi adalah :
1. Sumbatan jalan nafas yang memerlukan trakeostomi.2. Emfisema subkutis yang progresif.3. Laserasi mukosa yang luas.4. Tulang rawan krikoid yang terbuka.5. Paralisis bilateral pita suara.
Eksplorasi laring dapat dicapai dengan membuat insisi kulit horizontal. Tujuannya
ialah untuk melakukan reposisi pada tulang rawan atau sendi yang mengalami fraktur atau
dislokasi, menjahit mukosa yang robek dan menutup tulang rawan yang terbuka dengan
gelambir (flap) atau tandur alih (graft) kulit. Untuk menyanggah lumen laring dapat
digunakan stent atau mold dari silastik, porteks atau silicon, yang dipertahankan selama 4
atau 6 minggu.
6.1.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada luka terbuka adalah aspirasi darah, paralisis pita
suara, dan stenosis laring.
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
43/44
Trauma Pada THT 2013
Page 43
BAB III
KESIMPULAN
Trauma dibidang THT dapat di bagi menjadi :
1. Trauma telinga dalam dan tengah barotrauma dan trauma suara2. Trauma luarortrhotrauma dan laserasi liang telinga3. Trauma hidung epitkasis karena trauma dan fraktur fasialis4.
Trauma tenggorokan
trauma laring
-
8/13/2019 Trauma Tht Kasus Dr Satria
44/44
Trauma Pada THT 2013
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams G.L & Boeis L.R. BOEIS : Buku Ajar Penyakit THT. EGC. Jakarta : 1997.
Hal.90-92.
2. Fung k. Available at http://www.MedlinePlus.com. Ear Barotrauma. Accessed on
May,21th 2008.
3. Marthur N. Innear Ear, Noise-Induced Hearing Loss. Dalam: Femdes S, Talavera F.
http://www.emedicine.comlotolaryngologyandfacialplasticsurgery/innearear.htm. Ma
y 2, 2007.
4. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Leher dan Kepala.
Edisi6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2008.
5. Shyamal, Kumar DE. Fundamental of Ear, Nose and Throat & Head-NeckSurgery.
Calcuta: The New Book Stall; 1996. 191-8
6. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Aerotitis. In
advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505
7. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Kepala, Leher, Ekstremitas
Atas Jilid 1. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta: EGC; 2000.8. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
9. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. 2-9
10. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb 19 [cited2012 Dec 7] Available from:http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784