translet jurnal dita

16
Bantuan Laparoskopik sebagai pull-through transanal pada penyakit Hirschsprung : tinjauan sistematis dan meta analisis Abstrak Objektif : untuk membandingkan hasil dari endorectal pull-through transanal total (TTERPT) versus pull-through transanal dengan bantuan laparoskopik (LAPT) untuk bayi dengan penyakit Hirschsprung tanpa komplikasi. Desain : tinjauan sistematis dan meta analisis. Pengaturan : lima rumah sakit yang memiliki layanan bedah anak. Peserta : 405 bayi dengan penyakit Hirschsprung tanpa komplikasi. Intervensi : TTERPT vs LAPT. Hasil primer dan sekunder : Hasil primer : mortalitas, enterokolitis pasca operasi, inkotinensia fekal, konstipasi, laparotomi tidak terencena atau pembentukan stoma, dan luka pada dinding dalam abdomen. Hasil sekunder : perdarahan yang membutuhkan transfusi darah, pembentukan abses, obstruksi usus, iskemia usus, pembentukan fistula enterik, inkontinensia atau retensi urin, impotensi dan durasi prosedur. Hasil : Lima studi yang memenuhi syarat mempelajari 405 pasien yang telah diidentifikasi dari 2107 studi. Semua studi merupakan kasus retrospektif serial, dengan variabilitas pada hasil kualitas pengobatan dan lamanya follow up. Durasi operasi ialah 50,29 menit lebih singkat dengan TTERPT (95% CI 39,83 sampai 60,74, p<0,00001). Tidak ada perbedaan signifikan yang didapatkan antara TTERPT dan LAPT untuk insiden dari enterokolitis pasca operasi (OR=0.78, 95% CI 0.44 to 1.38, p=0.39), inkontinensia fekal (OR=0.44, 95% CI 0.09 to 2.20, p=0.32) atau konstipasi (OR=0.84, 95% CI 0.32 to 2.17, p=0.71). Kesimpulan : meta analisis ini tidak menemukan kejadian apapun yang mendukung nilai lebih tinggi dari enterokolitis, inkontinensia atau konstipasi yang diikuti TTERPT dibandingkan dengan LAPT. Studi komparatif jangka panjang dan penggabungan data multicentre dibutuhkan untuk menilai apakah pendekatan secara transanal memberikan keuntungan dibanding pendekatan laparoskopik pada penyakit Hirschsprung rectosigmoid.

Upload: ditha-fadhila

Post on 21-Feb-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Translet Jurnal Dita

Bantuan Laparoskopik sebagai pull-through transanal pada penyakit Hirschsprung : tinjauan sistematis dan meta analisis

Abstrak

Objektif : untuk membandingkan hasil dari endorectal pull-through transanal total (TTERPT) versus pull-through transanal dengan bantuan laparoskopik (LAPT) untuk bayi dengan penyakit Hirschsprung tanpa komplikasi. Desain : tinjauan sistematis dan meta analisis. Pengaturan : lima rumah sakit yang memiliki layanan bedah anak. Peserta : 405 bayi dengan penyakit Hirschsprung tanpa komplikasi. Intervensi : TTERPT vs LAPT.

Hasil primer dan sekunder : Hasil primer : mortalitas, enterokolitis pasca operasi, inkotinensia fekal, konstipasi, laparotomi tidak terencena atau pembentukan stoma, dan luka pada dinding dalam abdomen. Hasil sekunder : perdarahan yang membutuhkan transfusi darah, pembentukan abses, obstruksi usus, iskemia usus, pembentukan fistula enterik, inkontinensia atau retensi urin, impotensi dan durasi prosedur.

Hasil : Lima studi yang memenuhi syarat mempelajari 405 pasien yang telah diidentifikasi dari 2107 studi. Semua studi merupakan kasus retrospektif serial, dengan variabilitas pada hasil kualitas pengobatan dan lamanya follow up. Durasi operasi ialah 50,29 menit lebih singkat dengan TTERPT (95% CI 39,83 sampai 60,74, p<0,00001). Tidak ada perbedaan signifikan yang didapatkan antara TTERPT dan LAPT untuk insiden dari enterokolitis pasca operasi (OR=0.78, 95% CI 0.44 to 1.38, p=0.39), inkontinensia fekal (OR=0.44, 95% CI 0.09 to 2.20, p=0.32) atau konstipasi (OR=0.84, 95% CI 0.32 to 2.17, p=0.71).

Kesimpulan : meta analisis ini tidak menemukan kejadian apapun yang mendukung nilai lebih tinggi dari enterokolitis, inkontinensia atau konstipasi yang diikuti TTERPT dibandingkan dengan LAPT. Studi komparatif jangka panjang dan penggabungan data multicentre dibutuhkan untuk menilai apakah pendekatan secara transanal memberikan keuntungan dibanding pendekatan laparoskopik pada penyakit Hirschsprung rectosigmoid.

Kelebihan dan keterbatasan dari studi ini Kami memberikan bukti dari lima studi retrospektif dari 405 pasien. Ini merupakan studi pertama yang ditinjau secara sistematis dari literatur yang membandingkan

prosedur endorectal pull-through transanal total dibandingkan pull-through transanal dengan bantuan laparoskopik.

Satu-satunya perbedaan yang signifikan antara prosedur waktu operasi yang lebih singkat dengan endorectal pull-through transanal total. Insiden dari komplikasi pasca operasi yang berbahaya, termasuk enterokolitis, inkontinensia fekal dan konstipasi kronik, tidak berbeda antara kedua prosedur.

Keterbatasan utama dari studi ini termasuk keterbatasan statistik seperti yang kami identifikasikan hanya lima studi yang terpercaya, kualitas yang rendah secara umum dari studi, secara heterogen dengan penanganan hasil respect, dan keterbatasan follow up jangka panjang.

Studi ini mengidentifikasi kebutuhan yang penting untuk kualitas tinggi dari studi prospektif dan tidak adanya data yang didapatkan menggunakan metode yang acak.

Pendahuluan

Page 2: Translet Jurnal Dita

Sejak gambaran pertama dari kondisi eponim Harald Hirschsprung’s di tahun 1899 telah terjadi perdebatan mengenai pendekatan bedah yang optimal. Pemilihan dari teknik diseksi rektum masih kontroversi, meskipun tiga opsi utama masih full-thicknes dissection with end-to-end anastomosis seperti yang dideskripsikan oleh Swenson pada 1948, dan Duhamel’s retrorectal anastomosis atau Soave’s extramucosal dissection dimana dikembangkan setelahnya. Selama tahun 1980, prosedur utama memberikan kasus yang pasti, sehingga menghindari morbiditas yang berhubungan dengan pembentukan stoma. Pada tahun 1995, Gergeson et al mendeskripsikan sebuah pendekatan invasif minimal menggunakan laparoskopi untuk biopsi kolon dan mobilisasi, diikuti oleh transanal endorectal dissection of the rectum and coloanal anastomosis. Kemudian, prosedur laparoskopik Swenson and Duhamel-type telah dideskripsikan. Tahun 1988, De La Torre et al melaporkan transanal primary endorectal pull-through yang pertama tanpa bantuan laparoskopik.

Prosedur transanal tipe Swenson telah dilaporkan tetapi tidak ada data kasus yang terkontrol yang dipublikasikan; transanal Duhamel tidak menunjang secara teknis.

TTERPT telah diterima dengan cepat oleh unit bedah anak. Keuntungan dari pendekatan ini termasuk utilisasi dari insisi tunggal dan menghindari skar dinding abdomen, dengan potensi kosmetik yang lebih baik dan mengurangi nyeri pasca operasi, durasi lebih singkat dan kesesuaian dari teknik ini digunakan untuk perbaikan hasil jelek dimana terdapat kekurangan alat untuk laparoskopi. Kekurangan yang potensial mengenai pendekatan transanal total termasuk dampak yang memungkinkan dari prolonged dilation dari muskulus sfingter pada inkontinesia fekal, resiko dari torsio kolon dan inabilitas untuk mengkonfirmasi zona transisi histologik (TZ) sebelumnya untuk memulai mobilisasi kolon dari banyak dokter bedah yang ingin mengubah pendekatan operatif mereka ketika dihadapkan dengan longer segment aganglionosis. Dari survey terbaru oleh praktisi di UK, sebagian besar respon dokter bedah yang melakukan diseksi endorektal disertai operasi laparoskopik untuk biopsi atau mobilisasi. Tujuan dari studi ini ialah untuk menghubungkan tinjauan sistematis dan meta analisis untuk membandingkan hasil untuk bayi dengan penyakit Hirschsprung melalui prosedur TTERPT dengan yang melalui LAPT.

Metode

Protokol metode studi yang menjabarkan strategi pencarian, hasil, dan metode data ekstraksi dan analisis statistik dirancang dan secara prospektif terdaftar dengan prospero.

Strategi Pencarian

Kami mencari semua publikasi dari 1 Januari 1988 hingga 1 Januari 2014 dari EMBASE, MEDLINE, dan data perpustakaan Cochrane menggunakan strategi pencarian secara mendetail di lampiran tambahan online. Kata pencarian pada MeSH/EMTREE digunakan ialah Hirschsprung’s disease dan laparoskopi. Kata kunci yang dicari termasuk recto-sigmoid, Hirschsprung*, aganglionosis, colon* resection, pull*through, trans*anal, endo*anal, trans*abdominal, biops*, Soave*, Swenson* and Boley*. Untuk Cochrane library database, kata pencarian luas Hirschsprung telah digunakan untuk mencari judul, abstrak, dan lapangan kata kunci. Tidak ada batas yang diaplikasikan untuk bahasa atau lokasi studi. Semua artikel dengan studi banding telah dipercayai untuk dicantumkan.

Kriteria Inklusi/Eksklusi

Page 3: Translet Jurnal Dita

Studi kriteria inklusi/eksklusi telah ditampilkan pada tabel 1. Judul dan abstrak dari makalah relevan secara potensial telah disaring oleh 2 penulis independent (DT dan BA). Teks keseluruhan dari semua studi yang diidentifikasi telah dikaji melawan kriteria tabel 1 oleh 2 penulis independent (DT dan BA), dan daftar referensi studi telah dicari untuk studi relevan yang potensial. Salah satu perbedaan adalah diselesaikan oleh konsensus diskusi dengan ketiga penulis.

Ekstraksi Data

Data diekstrak dari 2 penulis independent (DT dan BA) menggunakan data yang proforma pradesain yang dikumpulkan mengenai : usia kehamilan, diagnosis dan operasi tingkat diseksi anal, panjang dari mucosal cuff, panjang dan lokasi aganglionosis dan kelainan kongenital. Hasil primer ialah : kematian, enterokolitis pasca operasi, inkontinensia fekal, konstipasi, laparoskopi yang tidak direncanakan atau pembentukan stoma, dan cedera pada organ perut. Hasil sekunder adalah : perdarahan yang membutuhkan transfusi darah, pembentukan abses, obstruksi usus, iskemia usus, pembentukan fistula enterik, inkontinensia atau retensi urin, impotensi dan durasi prosedur.

Kualitas Penilaian

Dua penulis independen (DT dan BA) menilai kualitas studi menggunakan Skala Newcastle-Ottawa untuk studi case control dan kohort.

Statistika

Data kontinu dianalisis menggunakan model varian terbalik untuk menghasilkan perbedaan yang berarti. Variabel dikotomis dianalisis menggunakan model Mantel-Haenszel untuk menghasilkan ORs. χ2. Uji heterogenitas digunakan untuk menilai kesepakatan dalam studi. Model random-effects yang digunakan ketika ada variasi yang signifikan dalam ukuran penilaian hasil antara studi atau ketika ada bukti signifikan heterogenitas; sebaliknya, yang tetap model fixed-effects yang digunakan. Semua analisa dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Ulasan Manajer V.5.2.

Tabel 1 Kriteria Inklusi/EksklusiInklusi Eksklusi

Pull-through primer sebagai operasi yang direncanakan

Bayi dikelola dengan stoma sebelum keputusan untuk operasi definitif.Bayi yang direncanakan untuk prosedur dengan dibuka atau multistagedBayi yang direncanakan untuk anastomosis tipe Duhamel.

Diagnosis biopsi dari penyakit Hirschsprung terbukti

Tidak ada konfirmasi histologis dari diagnosis

HASIL

Page 4: Translet Jurnal Dita

Pencarian Literatur

Diskreening sebanyak total 2107 rekam medis, dimana 41 penelitian berpotensi memenuhi kriteria eligibilitas (Gambar 1). 31 penelitian dikeluarkan karena tidak memiliki kelompok pembanding. 2 penelitian dikeluarkan karena menggunakan pendekatan postero-sagital, bukan menggunakan pendekatan transanal. 1 penelitian dikeluarkan karena menggunakan anastomosis laparoskopik tipe Duhamel, dan 1 penelitian karena hasil prosedur primer dari bayi yang menjalani prosedur bertahap digabungkan. Data-data yang ada bersumber dari peneliti 2 penelitian yang menggabungkan prosedur transabdominal dan laparoskopik. Tersedia banyak data dari peneliti salah satu penelitian tersebut. 4 penelitian retrospektif observasional lainnya sesuai dengan kriteria inklusi review akhir.

Karakteristik Penelitian

Didapatkan 405 pasien untuk dimasukkan kedalam meta-analisis; 159 menjalani LAPT dan 248 menjalani TTERPT. Tabel 2 meringkas karakteristik penelitian yang digunakan tersebut. Kelima penelitian tersebut menggunakan diseksi endorektal tipe Soave; namun, tidak ada penelitian yang melaporkan panjang muscular cuff yang digunakan. Belum ada penelitian yang menggunakan prosedur tipe Swenson. 3 penelitian melaporkan lokasi TZ. Huang et al. melaporkan 11/29 (38%) TZ short segment dan 18/29 (62%) TZ rektosigmoid pada kelompok LAPT, serta 14/44 (32%) TZ short segment dan 30/44 (68%) TZ rektosigmoid pada kelompok TTERPT. Semua kasus yang dilaporkan oleh van de Ven et al. merupakan TZ rektosigmoid. Kim et al. melaporkan beberapa TZ left sided (6/54) dan TZ mid-to-right (1/54) pada kelompok LAPT, dan 1/75 TZ left-sided pada kelompok TTERPT.

Kualitas Penelitian

Kualitas penelitian dinilai dengan menggunakan Newcastle-Ottawa Scale untuk penelitian kohort. Skor rata-ratanya rendah, dimana satu penelitian memberikan skor 6/9, 1 skor 5/9, 1 skor 4/9, dan 2 skor 3/9. Kelemahan metodologis yang umum dari penelitian tersebut termasuk seleksi kedua kelompok operatif yang tidak adekuat karena adanya kebingungan (misalnya keputusan untuk mengoperasi dengan bantuan laparoskopik atau teknik total transanal) yang terjadi sebelum seleksi kedalam penelitian kohort karena kelima penelitian tersebut merupakan penelitian kohort retrospektif. Deskripsi sifat demografik dari kedua penelitian kohort sangat bervariasi antar penelitian, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Hanya 1 penelitian yang menggunakan penilaian prognosis blinded, dan hanya 1 penelitian yang menyertakan deskripsi komplit pasien yang hilang selama follow-up.

Durasi Operasi

Dua penelitian melaporkan data durasi operasi dari 102 pasien (52 TTERPT, 50 LAPT). Analisis yang dilakukan dengan menggunakan model fixed-effect menunjukkan adanya perbedaan waktu operasi

Page 5: Translet Jurnal Dita

Didapatkan 2 rekam medis tambahan dari sumber lain

2065 dikeluarkan setelah skreening abstrak / judul

Didapatkan 2987 rekam medis melalui pencarian database

Didapatkan 2105 rekam medis setelah deduplikasi

Diambil 41 artikel untuk evaluasi teks menyeluruh

5 artikel memenuhi kriteria inklusi

Artikel full teks yang dikeluarkan :Tidak ada kelompok komparatif (31)Tidak tersedia data pendekatan laparoskopik abdominal (1)Pendekatan anastomosis transanal posterosagital (2)Anastomosis laparoskopik tipe Duhamel (1)Prosedur bertahap terencana (1)

rata-rata 50.29 menit lebih singkat jika menggunakan teknik transanal total (95% CI 60.74 hingga 39.83, p < 0.00001).

Gambar 1. Bagan alur PRISMA yang meringkas proses seleksi penelitian

Tabel 2. Karakteristik Penelitian

PenelitianProsedur(n)

Jenis Kelamin

Usia pada saat prosedur(bulan)

Tingkat diseksi anal

Lokasi segmen penyakit

Abnormalitas kongenital

Skor NOS(/9)

Huang et al.

LAPT SO (29)

TTERPT SO (44)

NA NA NA Pendek (11)R-S (18)

Pendek (14)R-S (30)

NA 4

Ishikawa et al.

LAPT (21)TTERPT (8)

NA 6.5 ± 4.3

4.4 ± 3.0

1 cm proksimal ke linea dentata (keduanya)

NA NA 3

Page 6: Translet Jurnal Dita

Kim et al. LAPT (54)

TTERPT (75)

M (43)F (11)

M (65)F (10)

4.1 ± 0.85.1 ± 1.0

NA Pendek atau R-S (47)Kiri (6)M-R (1)

Pendek atau R-S (74)Kiri (1)

Down’s (5) *

Jantung (5)Lainnya (5)

Down’s (9) *

Jantung (9)Lainnya (7)

5

Dahal et al. LAPT (33)TTERPT (98)

M (27)F (6)M (85)F (13)

17 ± 18.2

13 ± 8

NA NA NA 3

van de Ven et al.

LAPT (22)

TTERPT (21)

M (17)F (5)

M (17)F (5)

R-S (22)

R-S (21)

Down’s (3) *

Jantung (0)Lainnya (1)Down’s (2) *

Jantung (2)Lainnya (1)

6

* Sindrom Down dan Waardenburg

LAPT, anastomosis transanal dengan bantuan laparoskopi; M-R, tengah ke kanan; NOS, Newcastle-Ottawa Scale, R-S, rekto-sigmoid; SO, Soave; TTERPT, endorectal pull-through transanal total; NA, tidak dapat diaplikasikan

Enterokolitis

Empat penelitian melaporkan data insidens enterokolitis postoperatif dari 268 pasien (147 TTERPT, 121 LAPT). Analisis yang dilakukan dengan menggunakan model fixed-effect menunjukkan OR non-signifikan sebesar 0.78 untuk TTERPT dibandingkan dengan LAPT (95% CI, 0.44 hingga 1.38, p = 0.39, Gambar 2).

Gambar 2. Forest plot yang menunjukkan tingkat enterokolitis diantara bayi yang menjalani endorectal pull-through transanal total atau pull-through transanal dengan bantuan laparoskopik.

Page 7: Translet Jurnal Dita

Inkontinensia Fekal

Tiga penelitian melaporkan data insidens inkontinensia fekal jangka panjang dari 184 pasien (102 TTERPT, 82 LAPT). Analisis yang dilakukan dengan menggunakan model random-effect menunjukkan adanya OR sebesar 0.44 untuk TTERPT berbanding LAPT (95% CI, 0.09 sampai 2.20, p = 0.32, Gambar 3).

Gambar 3. Forest plot yang menunjukkan inkontinensia fekal diantara bayi yang menjalani endorectal pull-through transanal total atau pull-through transanal dengan bantuan laparoskopik.

Konstipasi

4 penelitian melaporkan data insidens konstipasi kronik jangka panjang dari 227 pasien (123 TTERPT, 104 LAPT). Analisis yang dilakukan dengan menggunakan model random-effect menunjukkan adanya OR sebesar 0.84 untuk TTERPT berbanding LAPT, dengan 29 contoh yang dicatat dari 4 penelitian (95% CI, 0.32 hingga 2.17, p = 0.71, Gambar 4).

Gambar 4. Forest plot yang menunjukkan konstipasi diantara bayi yang menjalani endorectal pull-through transanal total atau pull-through transanal dengan bantuan laparoskopik.

Mortalitas

Dua penelitian melaporkan tidak ada insidens mortalitas.

Prognosis Lainnya

Data yang dapat digunakan untuk meta-analisis tidak didapatkan dari penelitian untuk prognosis berikut ini : laparotomi atau pembentukan stroma, kerusakan fiscera abdomen, perdarahan yang memerlukan transfusi darah, pembentukan abses, obstruksi usus, iskemik usus, pembentukan fistula enterik, inkontinensia atau retensi urin, impotensi, dan akalasia spinkter.

Page 8: Translet Jurnal Dita

DISKUSI

Sejak laporan pertama pada akhir tahun 1990an, teknik pull-through transanal telah menjadi prosedur yang populer di seluruh dunia untuk penatalaksanaan penyakit Hirschprung dan peranan laparoskopi masih kontroversia. Meta-analisis ini hanya berhasi mengidenfikasi 5 penelitian yang memenuhi syarat yang membandingkan TTERPT dengan LAPT. Secara umum, penelitian tersebut berkualitas rendah, memiliki heterogenitas penilaian prognosis, keterbatasan penyesuaian faktor perancu potensial, dan follow-up jangka panjang yang tidak adekuat. Satu-satunya prognosis yang memiliki perbedaan yang signifikan adalah durasi operasi, dengan 2 penelitian menunjukkan adanya durasi operasi yang lebih singkat pada TTERPT jika dibandingkan dengan LAPT. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena kurangnya waktu yang dihabiskan untuk menilai abdomen dengan prosedur yang menggunakan bantuan laparoskopi, dan sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang membandingkan prosedur abdomen terbuka dengan pull-through transanal. Sayangnya penelitian tersebut tidak menyediakan detail yang lebih mendalam mengenai perbedaan waktu operasi. Kedua penelitian tersebut merupakan penelitian observasional retrospektif, dan oleh karena itu cenderung mengalami pemilihan kasus, kemungkinan kasus dengan gangguan segmen yang lebih pendek dan lebih kurang komplikasinya yang akan dipilih untuk TTERPT.

Prognosis relevan lainnya yang dinilai adalah insidens enterokolitis akibat Hirschprung (HAEC), dan prognosis fungsionalitas gastrointestinal. Kami tidak menemukan adanya bukti yang menyatakan ada perbedaan tingkat HAEC postoperatif antara prosedur TTERPT dan LAPT. Insidens HAEC antar penelitian bervariasi dari 10% hingga 45%; dibandingkan dengan laporan insidens sebesar 5-35% pada penelitian sebelumnya. Variabilitas HAEC yang dilaporkan dapat berhubungan dengan definisi yang inkonsisten antar penelitian. Kim et al. menggunakan sistem skoring lama untuk menilai keparahan dan menggunakan skor Delphi untuk makin meyakinkan keseragaman diagnosis HAEC. Van de Ven et al. juga menggunakan skor Delphi untuk mendiagnosis HAEC. Ishikawa et al. dan Dahal et al. memasukkan definisi diagnosis HAEC. Kami tidak menemukan adanya bukti yang menunjukkan perbedaan tingkat inkontinensia fekal atau konstipasi antara kelompok TTERPT dan kelompok LAPT. Yang penting dalam menilai inkontinensia dan konstipasi adalah waktu follow-up yang adekuat untuk memungkinkan penilaian pasien pada usia yang diharapkan akan terjadi konstipasi, dan anak tersebut telah memiliki tingkat maturitas dan kemampuan komunikasi yang cukup untuk melaporkan keadaan tersebut. Durasi follow-up bervariasi pada 4 penelitian yang menilai prognosis tersebut. Kim et al. membatasi analisis mereka hanya pada bayi berusia > 3 tahun, dan Ishikawa et al. hanya memasukkan bayi dengan follow-up postoperatif selama 3 tahun atau lebih. Van de Ven et al. memasukkan semua bayi dengan follow-up yang lebih dari 3 bulan. Dahal et al. tidak menentukan periode follow-up minimal, dengan rentang usia dari 6 hingga 171 bulan. Pada semua penelitian tersebut, metode yang digunakan untuk menilai inkontinensia fekal dan konstipasi memiliki elemen subjektifitas. Kim et al. menggunakan survei interview telepon mengenai fungsi usus dimana pemeriksa tidak mengetahui regimen operatif pasien. Ishikawa et al. tidak menjelaskan secara detail bagaimana data follow-upnya didapatkan : konstipasi didefinisikan sebagai “diperlukannya myektomi anorektal dan soiling sebagai lebih dari sekali perminggu selama 3 tahun post-operasi”. Van de Ven et al. mendefinisikan konstipasi sebagai “diperlukannya pencahar, enema, dan/atau irigasi usus selama lebih dari 3 bulan”, tetapi tidak termasuk data inkontinensia fekal. Dahal et al. tidak mendefinisikan istilah ‘soiling’ atau ‘konstipasi’, atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan data follow-up.

Page 9: Translet Jurnal Dita

Heterogenitas metode penilaian prognosis dan durasi follow-up antar keempat penelitian tersebut memerlukan kehati-hatian dalam interpretasi penemuan yang tidak memiliki bukti perbedaan insidens inkontinensia fekal atau konstipasi antara kedua teknik operasi tersebut. Yang harus dicatat adalah fakta bahwa Kim et al. menemukan bahwa perbedaan frekuensi BAB antara pull-through transanal dan prosedur transabdominal mengecil pada usia 7 tahun. Ada beberapa bukti bahwa fungsi usus setelah operasi definitif untuk penyakit Hirschprung terus membaik hingga remaja. Penemuan tersebut mendukung kepercayaan kami bahwa durasi follow-up yang semakin lama penting untuk menentukan adanya keuntungan teknik tertentu yang tetap bertahan selama perkembangan anak. Karena semua penelitian yang ada bersifat observasional, kemungkinan terdapat faktor perancu tak terkontrol diantara kedua kelompok terapi, dan oleh karena itu terdapat kekhawatiran mengenai perbandingan kedua kelompok operatif tersebut. Kelima penelitian tersebut bersifat retrospektif, dengan pemilihan terapi dilakukan sebelum inklusi penelitian. Van de Ven et al. melaporkan 2 unit dimana setiap unit hanya menggunakan 1 teknik. Walaupun unit tersebut mengurangi resiko bias seleksi karena pasien diseleksi berdasarkan geografi dan bukan teknik prosedur, unit tersebut memiliki resiko bias antar tempat. 4 penelitian melaporkan kerangka waktu dimana unit tersebut berubah, umumnya ke arah penggunaan TTERPT. Kemungkinan pengukuran pada area non-operatif seperti perawatan dan diagnosis pre-operatif dapat berdampak pada prognosis. Selain itu, Dahal et al. mengakui bahwa keputusan untuk menggunakan TTERPT atau LAPT bergantung pada hasil barium enema, dengan semakin panjang segmen yang rusak, maka kemungkinan besar akan diterapi dengan menggunakan prosedur LAPT. Ketergantungan pada kontras enema untuk menentukan pasien mana yang akan menjalani TTERPT memunculkan potensi kesulitan baru bagi ahli bedahnya, seperti laporan terbaru yang menyatakan bahwa sekitar 10-31% bayi tidak memiliki tanda radiologis TZ dan 8-38% dari TZ yang dilaporkan tidak sesuai dengan panjang patologis aganglionosis. Kesulitan tersebut dapat mengakibatkan ahli bedah mencoba untuk melakukan operasi transanal total bagi bayi dengan penyakit Hirschprung segmen panjang, dimana seharusnya prosedur tersebut tidak cocok karena dibutuhkan mobilisasi kolon yang ekstensif. Selain itu, lebih dipilih menggunakan pendekatan diseksi recto-rektal bertahap (teknik Duhamel panjang) jika aganglionosisnya melibatkan sebagian besar kolon.

Ada beberapa nilai prognosis penting yang tidak dapat dinilai dalam meta-analisis ini. Salah satu keuntungan utama pendekatan transanal total adalah dihindarinya adhesi usus yang dapat menyebabkan obstruksi usus. Tidak ada dari penelitian tersebut yang melaporkan adanya insidens obstruksi usus, namun adhesi kemungkinan merupakan komplikasi jangka panjang yang membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga bermanifestasi secara klinis. Tingkat konversi dari TTERPT ke laparoskopik atau laparotomi tidak dilaporkan dengan jelas oleh penelitian tersebut. Dahal et al. menggunakan 4 pasien yang awalnya direncanakan TTERPT namun akhirnya diubah menjadi prosedur laparoskopik karena kegagalan mobilisasi kolon; namun, tidak jelas apakah pasien tersebut dianalisa dengan tujuan terapi. Van de Ven et al. melaporkan 3 kasus yang memerlukan laparotomi untuk menangani torsio kolon setelah TTERPT. Terakhir, beberapa teknik intra-abdomen minimal invasif lainnya seperti insisi umbilikus dan minilaparotomi tidak dinilai karena diluar cakupan review ini.

Walaupun diketahui bahwa penyakit yang makin terkomplikasi dan makin ekstensif memerlukan beberapa pendekatan intraabdominal, termasuk laparoskopi, laparotomi, insisi umbilikus, atau laparotomi formal, saat ini masih kurang pedoman untuk menentukan apakah tidak

Page 10: Translet Jurnal Dita

aman mencoba melakukan TTERPT. Oleh karena itu, penting bagi komunitas peneliti untuk mengambil sejumlah tindakan untuk memperbaiki ketersediaan informasi mengenai kegunaan pendekatan tersebut. Yang pertama, diperlukan penelitian dengan follow-up jangka panjang untuk lebih mengerti peranan teknik TTERPT dan LAPT terhadap fungsi usus, urinari, dan seksual, termasuk penilaian kepuasan pasien dan komplikasi lambat seperti obstruksi usus sekunder akibat adhesi. Walaupun tingginya antusiasme mengenai prosedur yang lebih baru, penting untuk diketahui bahwa hampir semua data fungsi usus pasien penderita penyakit Hirschprung setelah dewasa berasal dari pasien yang dioperasi dengan menggunakan teknik Duhamel transabdominal. Yang kedua, penting untuk melakukan analisis intention-to-treat dan melaporkan penelitian komparatif, khususnya yang berhubungan dengan dibutuhkannya laparotomi pada prosedur transanal total terencana karena long segment yang tidak diketahui atau aganglionosis kolonik total. Penting bagi para peneliti untuk melaporkan kejadian tersebut secara akurat, sehingga kita dapat mengukur insidens kejadian yang sebenarnya.

Masalah yang muncul terkait pemilihan operasi paling baik ditangani dengan pengacakan pendekatan TTERPT dibandingkan dengan LAPT dalam penelitian klinis tersebut bagi pasien yang menderita aganglionosis rektum dan kolon sigmoid berdasarkan pemeriksaan radiologi. Namun, hal tersebut kemungkinan tidak dapat dilakukan pada penelitian tertentu dimana terdapat kekurangan jumlah dokter. Selain itu, diperlukan pengumpulan data multicenter, contohnya seperti pada program BAPS-CASS di Inggris, untuk menilai komplikasi jangka panjang dan efektifitas pedoman untuk mengidentifikasi kelompok pasien mana yang harus menggunakan laparoskopi atau alat bantu intra-abdominal lainnya.

Page 11: Translet Jurnal Dita

Van de ven et al mendefinisikan konstipasi sebagai 'kebutuhan untuk laxatives, enema dan / atau irrigasi usus besar lebih dari 3 bulan, tetapi tidak mencakup data inkontinensia faecal. Dahal et al tidak mendefinisikan istilah “soiling” atau “konstipasi” , atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan data tindak lanjut.

Yang heterogeneity dari penilaian hasil metode dan follow-up jangka waktu dari keempat pelajaran mandat harus hati hati dalam interpretasi temuan bahwa tidak ada bukti perbedaan faecal inkontinensia atau konstipasi antara kedua teknik bedah. Dari catatan adalah fakta bahwa kim et al menemukan perbedaan dalam frekuensi buang air besar antara transanal pull-throug dan transabdominal prosedur telah coverged oleh usia 7 tahun.

Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa setelah operasi denitive fungsi usus untuk penyakit hirschsprungs terus membaik sampai adolescence. Penemuan ini meningkatkan kepercayaan kami bahwa lama durasi dari follow-up penting untuk menemukan jika nampak manfaat teknik tertentu saat anak anak terus menerus berkembang. Karena semua orang termasuk kegiatan pengamatan ini masih ada kemungkinan tidak terkendalinya antara dua kelompok pengobatan dan oleh karena itu terdapat kekhawatiran berkaitan dengan kedua operasi tangan. Masing masing studi berhubungan dengan pengobatan seleksi terjadi sebelum dimasukkan dalam studi. Van de ven et al melaporkan pada dua unit di mana setiap melakukan salah satu teknik secara eksklusif. Sementara hal ini mengurangi risiko seleksi bias karena pasien yang diseleksi atas dasar yang geografis daripada prosedur teknik hal ini memperlihatkan risiko dari biases membingungkan antara situs. Empat studi melaporkan dalam jangka waktu yang di mana unit praktek telah diubah, umumnya pergeseran dalam upaya untuk lebih banyak utilisation dari TTERPT. Bukan tidak mungkin dari perbaikan non-operative areas, seperti perawatan perawat dan preoperative diagnosis, mungkin mengalami dampak pada hasil. Selain itu, dahal et al mengakui bahwa keputusan untuk menggunakan TTERPT atau LAPT bergantung pada hasil barium enema, dengan panjang segmen penyakit cenderung dilakukan dengan prosedur LAPT. Ketergantungan pada kontras enema untuk memilih pasien untuk TTERPT memperlihatkan potensi kesusahan yang lain untuk ahli bedah, beberapa laporan menunjukkan bahwa 10-31% bayi yang tidak mempunyai identifikasi radiologically TZ dan lebih lanjut 8-38% dari laporkan TZs adalah sumbang dengan konfirmasi panjang patologis dari aganglionosis. Kesusahan ini dapat mengakibatkan seorang ahli bedah secara tidak sengaja mencoba untuk melakukan operasi transanal total untuk bayi dengan panjang segmen penyakit hirschsprungs pada prosedur mungkin tidak cocok karena kebutuhan akan luas mobilisasi colon. Selain itu sebuah pembedahan long-duhamel melancarkan pendekatan dengan retro-rectal teknik mungkin lebih disukai jika aganglionosis melibatkan sebagian besar colon.

Beberapa hasil penting dari langkah-langkah tidak bisa dinilai pada meta-analysis. Diduga satu keuntungan dari pendekatan transanal total adalah dapat dihindari terjadinya pelekatan usus mengarah ke usus besar obstruksi. Tidak ada studi yang melaporkan setiap kejadian usus besar yang obstruksi tetapi pelekatan adalah berpotensi berkomlplikasi seumur hidup, yang mungkin butuh banyak tahun untuk bermanifestasi klinis. Tingkat konversi dari TTERPT untuk laparoscopy atau laparotomi tidak jelas melaporkan di seluruh studi. Dahal et al termasuk empat pasien di mana rencana TTERPT di konversi menjadi sebuah laparoscopic colonic prosedur karena dari kegagalan dari mobilisasi colon; namun, maka tidak jelas apakah para pasien dianalisa dengan niat untuk mengobati. Van de ven al et melaporan tiga kasus di mana laparotomi diperlukan untuk mengobati

Page 12: Translet Jurnal Dita

torsio colon akibat TTERPT. Akhirnya, teknik invasif minimal intra-abdominal lain, seperti sayatan umbilikus dan minilaparotomies, tidak dinilai karena ini adalah keluar dari batas kajian ini.

Meskipun pengakuan bahwa lebih rumit dan ekstensif penyakit segmen memerlukan beberapa bentuk pendekatan intraabdominal, termasuk laparoscopy, minilaparotomy, insisi umbilikus atau formal laparotomi, saat ini kurangnya petunjuk untuk menentukan ketika itu tidak aman untuk mencoba TTERPTKarena itu, penting untuk memastikan bahwa sejumlah penelitian dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan informasi yang tersedia pada nilai dari pendekatan ini. Pertama, studi jangka panjang tindak lanjut diperlukan untuk sepenuhnya memahami dampak teknik TTERPT dan LAPT pada usus , saluran kemih dan fungsi seksual, termasuk penilaian dari kepuasaan pasien dan komplikasi lambat, seperti obstruksi usus sekunder untuk pelekatan .