transfusi-perioperatif

54
BAB I PENDAHULUAN Transfusi darah merupakan tindakan pengobatan pada pasien (anak,bayi dan dewasa) yang diberikan atas indikasi. Kesesuaian golongan darah antara resipien dan donor merupakan salah satu hal yang mutlak. 1,2 Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. 2,3,4,5,7 Transfusi darah telah mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, transfusi darah sempat dilarang dilakukan. Pada masa ini, transfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri donor ke dalam vena resipien. 2 Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh.3 Pada tahun 1901, Landsteiner menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian system antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua system ini 1

Upload: ikhsan-el-sonador

Post on 30-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan tindakan pengobatan pada pasien (anak,bayi

dan dewasa) yang diberikan atas indikasi. Kesesuaian golongan darah antara

resipien dan donor merupakan salah satu hal yang mutlak.1,2

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke

dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan.2,3,4,5,7 Transfusi darah

telah mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke

17, namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu

itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai

percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang

semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih

banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, transfusi darah sempat dilarang

dilakukan. Pada masa ini, transfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri

donor ke dalam vena resipien. 2

Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti

atau disegarkan dengan cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh.3 Pada tahun

1901, Landsteiner menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian system

antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua

system ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah modern. Meskipun

kemudian ditemukan berbagai system antigen lain seperti Duffy, Kell dan lain-

lain, tetapi system- system tersebut kurang berpengaruh. Tata cara transfusi darah

semakin berkembang dengan digunakannya antikoagulan pada tahun 1914 oleh

Hustin (Belgia), Agote (Argentina), dan Lewisohn (1915). Sekitar tahun 1937

dimulailah sistem pengorganisasian bank darah yang terus berkembang sampai

kini.2,3

Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan

kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang anestesi misalnya dalam proses

pembedahan besar. Dalam pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan dari

yang paling ringan sampai perdarahan massif. Pada pasien dewasa dengan Hb

1

normal perdarahan sampai 20% volume darah total atau penurunan Hb sampai 9-

10 g% volume darah total atau penurunan Hb masih dapat ditoleransi oleh tubuh.

Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai

upaya untuk memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi

transfusi, atau infeksi akibat transfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan

dipahami mengenai keamanannya, indikasinya perlu diperketat. Apabila

memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk mengurangi penggunaan

transfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih

dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood).1,3

Dengan alasan tersebut, maka dibuatlah refrat ini yang diharapkan dapat

memberi informasi mengenai fisiologi normal cairan dan elektrolit, transfusi

darah serta implikasi-implikasi anestesinya.

2

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Perdarahan

Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah.

Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa normal adalah kira-kira

7% dari berat badan. Bila penderita gemuk maka volume darahnya

diperkirakan berdasarkan berat badan idealnya karena bila kalklasi didasarkan

berat badan yang sebenarnya, hasilnya mungkin jauh di atas volume yang

sesungguhnya.

2.2 Efek Langsung Dari Perdarahan

Perbedaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak jelas terlihat

pada seseorang penderita, dan penggantian volume harus diarahkan pada

respon terhadap terapi semula dan bukan dengan hanya mengandalkan

klasifikasi awal saja. Sistem klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-

tanda dini dan patofisiologi keadaan syok. Perdarahan kelas I dicontohkan

dengan seseorang yang menyumbang satu unit darah. Kelas II adalah

perdarahan tanpa komplikasi, namun resusitasi cairan kristaloid diperlukan.

Kelas III adalah keadaan perdarahan dengan komplikasi di mana harus

diiberikan infus kristaloid dan mungkin penggantian darah. Perdarahan kelas

IV harus dianggap sebagai kejadian preterminal, dan kalau tidak diambil

tindakan yang sangat agresif, penderita akan meninggal dalam beberapa menit.

Beberapa faktor akan sangat mengganggu penilaian respon hemodinamis

terhadap perdarahan. Faktor-faktor ini meliputi usia, parahnya perdarahan,

rentang waktu antara perdarahan dan permulaan terapi, terapi cairan

sebelumnya, dan obat-obatan yang sebelumnya telah diberikan karena ada

penyakit kronis.

Berbahaya untuk menunggu sampai tanda-tanda syok jelas, dan baru

setelah itu mulai pemulihan volume dengan agresif. Resusitasi cairan harus

dimulai bila tanda-tanda dan gejala kehilangan darah nampak atau diduga,

bukan bila tekanan darah menurun atau sudah tidak terdeteksi.

3

1. Perdarahan Kelas I – Kehilangan Volume darah sampai 15%

Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada

komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang

berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk

penderitan yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak

perlu diganti. Pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasii lain

akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Namun, bila ada

kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat

mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan primer akan

memperbaiki keadaan sirkulasi.

2. Perdarahan Kelas II Kehilangan volume darah 15% sampai 30%

Gejala-gejala klinis termasuk takikardi, takipnea, dan penurunan tekanan

nadi. Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan

paningkatan dalam komponen diiastolik karena bertambahnya katekolamin

yang beredar. Zat inotropik ini menghasilkan peningkatan tonus dan

resistensi pembuluh-pembuluh perifer. Tekanan sistolik hanya berubah

sedikit pada syok yang dini kareni itu penting untuk lebih mengandalkan

evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang lain

yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi

perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas (subtle) seperti cemas,

ketakutan atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan

kardiovaskuler besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh.

Aliran urine biasanya 20-30ml/jam.

3. Perdarahan Kelas III Kehilangan volume darah 30% sampai 40%

Akibat kehilangan darah sebanyak ini (sekitar 2000ml) dapat sangat parah.

Penderitanya hampir selalu menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak

adekuat, termasuk takikardi dan takipnea yang jelas, perubahan penting

dalam status mental, dan penurunan tekanan darah sistolik. Dalam keadaan

yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan darah paling kecil

yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita dengan

kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan transfusi darah.

Keputusan untuk memberi transfusi darah didasarkan atas respon penderita

4

terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi dan oksigenasi organ yang

adekuat.

4. Perdarahan Kelas IV Kehilangan volume darah lebih dari 40%

Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-

gejalanya meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik

yang cukup besar, dan tekanan nadi yang sangat sempit (atau tekanan

diastolik yang tidak teraba). Produksi urine hampir tidak ada, dan

kesadaran jelas menurun. Kulitnya dingin dan pucat. Penderiita ini

seringkali memerlukan transfusi cepat dan intervensi pembedahan segera.

Keputusan tersebut diddasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang

diberikan. Kehilangan lebih dari 50% volume darah penderita

mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi dan tekanan darah.

Tabel 1. Kelas perdarahan

5

2.3 Penatalaksanaan Awal Dari Syok Hemoragik

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuuk

hampir semua penderita trauma, penangannan dilakukan seolah-olah

penderita menderita syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa

keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia.

Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegangn ialah menghentikan

perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

A. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam

nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal

penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus

diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.

Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan

penderita mengijinkan.

1. Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan

cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenisasi. Dapat diberikan

oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%

2. Sirkulasi-Kontrol Perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang

jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai

perfusi jaringan. Perdarahhan dari luka luar biasanya dapat

dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.

PASG (Pneumatic Anti Shock Germent) dapat digunakan untuk

megendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas

bawah, namun tidak boleh menggangu resusitasi cairan cepat.

Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan yang

diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat

mengendalikan perdarahan internal

3. Disabiliti-Pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan

tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi

6

motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai

perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan

meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak

selalu disebabkan cederea intrakranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan

oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat

dianggap berasal dari cedera intrakranial

4. Exposure-Pemeriksaan Lengkap

Setelah mengurus prioritas dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke

jari kaki sebabai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi

penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Dilatasi Lambung-Dekompresi

Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, dapat

mengakiibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak dapat

diterangkkan, biasanya berupa bradikardi.

2.3 Terapi Cairan

I. Cairan Preoperatif

Cairan yang diberikan pada pasien – pasien yang akan mengalami tindakan

operasi, dan juga merupakan cairan pengganti puasa.

• Pasien normohidrasi

• Pengganti puasa : 2 ml/kgBB/jam puasa

• (bedakan kebutuhan perhari: 30-35 ml/kgBB/hari)

• Cairan yang digunakan: Kristaloid

• Pemberian di bagi dalam 3 jam selama anaestesy:

50% dalam 1 jam pertama

25% dalam 1 jam kedua

25% dalam 1 jam ketiga

II. Cairan Durante Operasi

1. Mengganti cairan maintenance operasi . Pemeliharaan: 2 ml/kgBB/jam

Pedoman :

Stres operasi : Ringan 4 cc/kgBB/Jam

Sedang 6 cc/kgBB/Jam

7

Berat 8 cc/kgBB/Jam

Cairannya adalah ringer lactat.

2. Mengganti cairan akibat pedarahan.

Pedoman :

1. Perdarahan yang tertampung.

• Botol penampung dari suction

• Kasa atau sejenisnya

• Ceceram dilapangan operasi

3. EBV penderita dan prosentase perdarahan

Cairan pengganti :

- Kristaloid

- Koloid

- Darah

Contoh menghitung cairan maintenance dan pedarahan;

Seorang Pasien datang dengan diagnosa Fraktur Femur Dextra dan akan

dilakukan operasi pleting femur dextra. BB. 70 kg, TD. 90/70 mmHg, Nadi.

100x/m.

Contoh menghitung cairan durante maintenance operasi.

Rumus : 70 x 6 = 420 cc / jam.

Jika operasi selama 3 jam berarti kebutuhan cairan maintenance

adalah 420 cc x 3 jam = 1260 cc selama 3 jam operasi.

Contoh menghitung cairan pengganti perdarahan.

Rumus EBV : kgBB x EBV = 70 x 70 = 4900 ml.EBV

Perdarahan :

10% = 490 cc

20% = 980 cc

30% = 1470 cc

40% = 1960 cc

- Jika perdarahan 10% berarti kita berikan cairan fristaloid yaitu 2 – 4 x

pemberian.

- Jika perdarahan > 20% kita berikan cairan koloid dan darah 1 x

pemberian.

8

- Apabila operasi selama 3 jam, perdarahan 40 % cara menghitung

maintenance dan perdarahan adalah sebagai berikut:

- Operasi sedang

70 x 6 = 420 cc/Jam x 3 jam = 1260 cc cairan RL/PZ

- Perdarahan 40% berikan koloid / dara 1 x pemberian jadi perdarah

1960cc.

Berarti berikan koloid 1960cc atau darah 1960cc.

Jadi cairan maintenance di tambah perdarahan selama berapa jam operasi

yaitu

1260cc RL/PZ + 1960cc Coloid/darah.

III. Cairan Post Operasi.

Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk :

a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit, nutrisi

b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,

febris)

c. Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif

d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan

Pada penderita pasca operasi nutrisi diberikan bertahap (start low go

slow). Penderita pasca operasi yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan

kehilangan protein 75-125 gr/hari Hipoalbuminemia edema jaringan,

infeksi, dehisensi luka operasi, penurunan enzym pencernaan.

1. Pasien tidak puasa post operasi.

a. Kebutuhan cairan (air) post operasi.

Anak

BB 0-10 kg 1000 cc / 24 jam

BB 10-20 kg 1000 cc + 50 cc tiap > 1 kg

BB > 20 kg 1500 cc + 20 cc tiap > 1 kg

Dewasa

50 cc / kgbb/ 24 jam.

b. Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa

Na+ 2-4 mEq / kgbb

K+ 1-2 mEq / kgbb

9

c. Kebutuhan kalori basal

Dewasa

BB (kg) x 20-30

Anak berdasarkan umur

Umur (tahun) Kcal / kgbb / hari

< 1 80-95

1-3 75-90

4-6 65-75

7-10 55-75

11-18 45-55

2. Pasien tidak puasa post operasi.

Pada pasien post op yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan berupa

cairan maintenance selama di ruang pulih sadar (RR). Apabila keluhan mual,

muntah dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum sedikit-

sedikit.

Setelah kondisi baik dan cairan peroral adekuat sesuai kebutuhan, maka

secara perlahan pemberian cairan maintenance parenteral dikurangi. Apabila

sudah cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.

Rumus Darrow

BB (kg) Cairan (ml)

0-3 95

3-10 105

10-15 85

15-25 65

>25 50

Tetesan infus: Mikro: BBx darrow /96

Makro: BB x darrow/24

10

Melihat tanda-tanda pada pasien disesuaikan dengan prosentase EBV yang hilang:

TANDANYA

Tensi systole 120 mmhg 100 mmhg < 90 mmhg < 60-70 mmhg

Nadi 80 x/mnt 100 x/mnt > 120 x/mnt > 140 x/mnt

Perfusi Hangat Pucat Dingin Basah

Estimasi

perdarahan

Minimal 600 ml 1200 ml 2100 ml

Estimasi infus Minimal 1-2 liter 2-4 liter 4-8 liter

Melihat tanda klinis dan sesuaikan dengan prosentase defisit.

Tanda Ringan Sedang Berat

Defisit 3-5 % dari BB 6-8 % dari BB 10 % dari BB

Hemodinamik - Tachycardia - Tachycardia

- Hipotensi

ortostatik

- Nadi lemah

- Vena kolaps

- Tachycardia.

- Cyanosis.

- Nadi sulit

diraba

- Akral dingin.

Jaringan - Mukosa

lidah kering

- Turgor

kulit normal

- Lidah lunak

- Keriput

- Turgor menurun

- Atonia, mata

cowong

- Turgor sangat

menurun

Urine - Pekat - Pekat, produksi /

jumlah menurun

- oligouria

SSP Tak ada

kelainan

- Apatis - Sangat

menurun / coma

Problem puasa

a. Pada keadaan normal kehilangan cairan berupa

Insesible water losses (IWL)

11

Sensible water losses (SWL)

Pada orang dewasa kehilangan 2250 cc yang terdiri atas

1) IWL 700 ml / 24 jam

(suhu lingkungan 25 oC kelembaban 50-60 %, suhu badan 36-37 oC).

2) SWL

Urine 1 cc / kgbb / jam (24 cc / kg / bb / 24 jam)

b. Kebutuhan elektrolit tidak terpenuhi

Kebutuhan normal: Na+ 2-4 mEq / kgbb / 24 jam

K+ 1-2 eEq / kgbb / 24 jam

c. Kebutuhan kalori tidak terpenuhi

Kebutuhan normal: 25 Kcal / kgbb / jam

d. Pada operasi elektif yang dipuasakan, penggantian cairan hanya untuk

maintenance saja

e. Pemberian cairan pre operasi adalah untuk mengganti bila ada

1) Kehilangan cairan akibat puasa.

2) Kehilangan cairan akibat perdarahan.

3) Kehilangan cairan akibat dehidrasi.

f. Pemberian darah pre operasi di dasarkan atas pertimbangan yang matang

dan apabila perlu dilakukan pemeriksaan darah lebih dahulu.

Cairan pengganti

- Kristaloid 2-4 kali dari jumlah perdarahan.

- Koloid 1 kali dari jumlah perdarahan

- Darah (WB) 1 kali dari jumlah perdarahan

2.4 Jenis Cairan Infus

Berdasarkan Partikel dlm Cairan dibagi menjadi:

I. KRISTALOID

A. Cairan Hipotonik

Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L)

cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya

12

Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien

cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia

(kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.

Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial

Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

B. Cairan isotonik

osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair

dari komponen darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam

pembuluh darah.

Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan

tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).

Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada

penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis

(NaCl 0,9%)

C. Cairan Hipertonik

Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L),

sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam

pembuluh darah.

Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan

mengurangi edema (bengkak).

Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-

Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin

II. KOLOID

Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran

semipermeabel/ dinding pembuluh darah. dan tetap berada dalam pembuluh darah,

maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.

Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)

Berdasar tekanan Onkotik-nya ada 2 mcm :

- Iso-Onkotik : Co/ Albumin 25%

- Hiper-Onkotik : Co/ Albumin 5%

13

Efek Pemberian Ci Infus terhadap Kompartemen Ci Tubuh :

Dext 5%

(Hipotonis)

Kristaloid

Isotonis

Kristaloid

hipertonis

Koloid

Iso-Onkotik

Koloid

Hiper-Onkotik

Vol.Intra-

vask.

Vol.Inter-

stitiel - ¯

Vol.Intra-

sel - ¯ - ¯

Beberapa Contoh Cairan Infus

1. Asering (Ringer Asetat/Asering)

Keunggulan:

- Asetat dimetabolisme di otot aman bagi pasien dg gangguan liver

- Pd kasus bedah mempertahankan suhu tubuh

- Efek vasodilator

- Efektif mengatasi asidosis

Komposisi :

Na+ = 130

Cl- = 108.7

K+ = 4

Ca++ = 2.7

Asetat = 28

2. KAEN 1B

Komposisi :

Mengandung elektrolit mEq/L

Na+ = 38.5

Cl- = 38.5

Dekstrosa = 37.5 gr/L

3. KAEN 3A

14

Komposisi :

Mengandung elektrolit mEq/L

Na+ = 60

Cl- = 50

K+ = 10

Laktat = 20

Dekstrosa = 27 gr/L

4. KA-EN 3B

Mengandung elektrolit mEq/L

Na+ = 50

Cl- = 50

K+ = 20

Laktat = 20

Dekstrosa = 27 gr/L

indikasi:

Kasus-kasus baru di mana status gizi tidak terlalu jelek, antara lain:

- Pneumonia

- Pleural Effusion

- Ketoasidosis diabetik (setelah rehidrasi dg NaCl 0,9%)

- Observasi Tifoid

- Observasi demam yang belum diketahui penyebabnya

- Status asthmaticus

- Fase pemulihan dari DBD

5. KA-EN 4A

Mengandung elektrolit mEq/L

Na+ = 30

Cl- = 20

Laktat = 10

Dekstrosa = 40 gr/L

6. KA-EN 4B

Mengandung elektrolit mEq/L

15

Na+ = 30

Cl- = 28

K+ = 8

Laktat = 10

Dekstrosa = 37.5 gr/L

7. Ringer Laktat

Tiap 100 ml terdiri atas:

NaCl 0,6 g

NaLaktat 0,312 g

KCl 0,04 g

CaCl 0.027 g

Osmolaritas:

Na+ 131

K+ 5

Ca2+ 2

Cl- 111

HCO3- (laktat) 29

8. NS (Normal Salin/ NaCl 0,9%)

Tiap 500ml mengandung NaCl 4,5g

Osmolaritas:

Na+ 154

Cl- 154

9. Glukosa 5%

Tiap 500ml mengandung glukosa 25g

Osmolaritas 280 mOsm/l setara dengan 800kJ/l atau 190kkal/l

10. Glukosa 10%

Tiap 500ml mengandung glukosa 55g

Osmolaritas 555 mOsm/l setara dengan 1680kJ/l atau 400kkal/l

11. D5 ½ NS

Tiap 500ml mengandung

glukosa 25g

NaCl 2,25g

16

Kandungan elektrolit

Na+ 77

Cl- 77

Setara dengan 840kJ/200kkal

11. D5 ¼ NS

Tiap 500ml mengandung

glukosa 27,5g

NaCl 1,125g

Kandungan elektrolit

Na+ 38,5

Cl- 38,5

Setara dengan 840kJ/200kkal

12. HES 6%

Tiap 500 ml terdiri atas:

HES 30 g

NaCl 3,45 g

NaLaktat 2,24 g

KCl 0,15 g

CaCl 0.11 g

Osmolaritas (mmol/l):

Na+ 138

K+ 5

Ca2+ 3

Cl- 125

HCO3- (laktat) 20

Osmolaritas berkisar 280 mOsm/l

pH: +6

2.5 Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah

dari donor ke sistem sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena.1

17

Berdasarkan sumber darah atau komponen darah, transfusi darah dapat

dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan

darah dari orang lain;

2. Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah

resipien itu sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.

2.6 Darah sebagai Organ

Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah

dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam system

kardiovaskular, tersusun dari (1)komponen korpuskuler atau seluler, (2)komponen

cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat

multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan keping trombosit,

yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam sumsum

tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika

masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara

berkala pada waktu- waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti,

diperbaharui dengan sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut

plasma, menempati lebih dari 50 volume % organ darah, dengan bagian terbesar

dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein plasma dan

elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai

fraksi globulin serta protein untuk factor pembekuan dan untuk fibrinolisis.2,3

Peran penting darah adalah (1)sebagai organ transportasi, khususnya

oksigen(O2), yang dibawa dari paru- paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan

kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar

melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh

hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut

berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas

dalam plasma, untuk metabolisme organ- organ tubuh.2,3

Selain itu, darah juga berfungsi (2)sebagai organ pertahanan

tubuh(imunologik), khususnya dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba

18

patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit

(granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).2,3

Fungsi lain yang tidak kalah penting yaitu (3)peranan darah dalam

menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai upaya untuk

mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah.

Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas

homeostasis yang berlebihan.2,3

Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen

darah korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun

karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme

homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka diperlukan penggantian dengan

jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan.2,3

2.7 Golongan Darah

Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenik

berbeda. Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal, tanda dari

masing-masing adalah di bawah kontrol genetik dari kromosom loci. Kebetulan,

hanya ABO dan Rh Sistem yang penting pada transfusi darah. Setiap orang

biasanya menghasilkan antibody (alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab

untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi dapat menjadi “alami” atau sebagai

respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi sebelumnya.10

2.7.1 Sistem ABO

Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua allel: A dan B.

Masing-masing merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari

suatu permukaan sel glycoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda.

(Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.) Hampir semua individu tidak

mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan antibodi (sebagian besar

immunoglobulin M) melawan antigens di dalam tahun pertama kehidupan.

Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu

kromosom tempat berbeda. Tidak adanya antigen H (hh genotype, juga disebut

Bombay pheno-type) mencegah munculny gen A atau B; individu dengan kondisi

sangat jarang ini akan mempunyai anti-A, anti-B, dan anti-H antibodi.4,8

19

Bila sel darah merah (SDM) yang ditransfusikan tidak kompatibel,

antibodi dalam plasma resipien akan mengikat reseptor khusus di dinding SDM

donor. Hal ini akan mengaktifkan jalur komplemen yang akan menyebabkan lisis

dinding SDM (intravaskular hemolisis). Jalur komplemen ini akan melepaskan

anafilatoksin C3a dan C5a yang akan membebaskan sitokin seperti TNF, IL1 Dan

IL8, dan menstimulasi degranulasi sel mast dengan mengsekresikan mediator

vasoaktif. Semua substansi ini bisa menyebabkan inflamasi, peningkatan

permeabilitas vaskular, dan hipotensi yang akan mengarah ke shock dan gagal

ginjal. Mediator juga akan menyebabkan agregasi platelet, oedema paru

peribronchial, dan kontraksi otot kecil.

Tabel 1. Daftar Golongan Darah

Golongan Antigen di

RBC

Antibodi dalam

plasma

Golongan donor yang

kompatibel

A Antigen A Anti-B A, O

B Antigen B Anti-A B, O

AB Antigen A &

B

Tidak ada A, B, AB, O

O Tidak ada Anti- A & B O

Sumber: Kepustakaan No.2

2.7.2 Sistem Rh

Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome 1. Ada

sekitar 46 Rh-berhubungan dengan antigen, tetapi secara klinis, ada lima antigen

utama ( D, C, c, E, dan e) dan menyesuaikan dengan antibodi.

Biasanya, ada atau tidak alel yang paling immunogenik dan umum, D

antigen, dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih

mempunyai antigen D. Individu yang kekurangan alel ini disebut Rh-Negative

dan biasanya antibodi akan melawan antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-

Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative

melahirkan bayi Rh-Positive).

20

2.7.3 Sistem Lain

Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy,

Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan,

dengan beberapa perkecualian ( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan

sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic serius.

2.8 Tes Kompatibilitas

Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi

antigen-antibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima

donor darah harus di periksa adanya antibody yang tidak baik.10

Tabel 2. Golongan darah ABO

TIPE Adanya antibodi dalam serum

Insidensi*

A anti– B 45%

B anti – A 8%

AB - 4%

O anti A, anti–B 43%

* angka rata-rata pada orang di Eropa

2.8.1 Tes ABO-Rh

Reaksi Transfusi yang paling berat adalah yang berhubungan dengan

inkompatibilitas ABO. antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi

melawan antigen dari transfusi (asing), mengaktifkan komplemen, dan

mengakibatkan hemolisis intravaskular. Sel darah merah pasien diuji dengan

serum yang dikenal mempunyai antibody melawan A dan B untuk menentukan

jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum antibodi ABO alami, konfirmasi

jenis darah kemudian dibuat dengan menguji serum pasien melawan sel darah

merah dengan antigen yang dikenal.4,8

Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk

menentukan Rh. Jika hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d

dapat diuji dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah Rh (+).

21

Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah paparan pertama pada

antigen Rh adalah 50-70%.

2.8.2 Crossmatching

Suatu crossmatch transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima.

Crossmatch mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh ( kurang

dari 5 menit), ( 2) mendeteksi antibodi pada golongan darah lain , dan ( 3)

mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah.

Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.

2.8.3 Screening Antibodi

Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi

yang biasanya dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini ( dikenal

juga Coombs Tes tidak langsung) memerlukan 45 menit dan dengan mencampur

serum pasien dengan sel darah merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi

spesifik, membran sel darah merah dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi

antiglobulin menghasilkan aglutinasi sel darah. Screening ini rutin dilakukan

pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk penerima donor sebagai ganti dari

crossmatch.4

2.8.4 Pemeriksaan lain terhadap infeksi.

Tabel 3. Risiko transmisi agen-agen infeksi sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan rutin terhadap produk-produk darah 5,6,9

22

2.9 Komponen Darah

2.9.1 Whole blood

Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik,

dan bedah mayor dengan perdarahan >1500 mL. Darah lengkap segar hanya untuk

48 jam, baru untuk 6 hari, dan biasa untuk 35 hari. Sekarang produk ini sudah

jarang digunakan, para klinisi lebih senang menggunakan produk komponen darah

saja.10

23

2.9.2 Sel darah merah

Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat

eritrosit dari whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis.

Kandungan yang terdapat dalam PRC: hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL

plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL eritrosit murni), 147-dan 278 mg besi.

Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30 hari.11

Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan

dicapai. Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL.

Pada neonatus, dosisnya 10-15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3

g/dL. Kadar hemoglobin akhir dapat diperkirakan dengan rumus = volume darah x

hematokrit x 0,91.

Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik

seperti hipoksia, transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik,

thalasemia. Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target

akhir 10 g/dL.10

2.9.3 Platelet

Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010

platelet per kantong, dan 50 mL plasma.

Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target

kadar platelet biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan

platelet sekitar 50-100.000/mm3.

Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet,

dan fungsi platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari

40.000 pada dewasa, dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus.10

Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik

trombositopeniapurpura.

2.9.4 Frozen plasma

Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 kantong berjumlah sekitar 250

mL yang dibekukan pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam

mengandung Faktor V dan Faktor VIII.10

Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada

penyakit hati, trombotik trombositopenia purpura. Dosis: 10-20 mL/kg.

24

2.9.5 Cryoprecipitated AHF

Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan

mencairkan FFP pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor

VIII:C, faktor VIII:vWF (von Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-

20 mL plasma.

Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1

kantong per 7-10 kgBB.

Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien

dengan hemofili A atau von Willebrand’s disease.10

2.9.5 Granulosit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan

pada pasien neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan

antibiotik. Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat

pendek, sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulosit pada umumnya

diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi graft-

versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain

permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi

mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-

stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim (granulocyte-macrophage

colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan

transfusi granulosit.4

2.10 Komplikasi Transfusi Darah

2.10.1 Reaksi Hemolisis

Reaksi Hemolisis pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel

darah merah yang ditransfusikan oleh antibodi resipien. Lebih sedikit biasanya,

hemolisis sel darah merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel

darah merah. Trombosit konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting factor, atau

cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan anti-A atau anti-B (atau

kedua-duanya) alloantibodi. Transfusi dalam jumlah besar dapat menyebabkan

hemolisis intravaskular.4

Reaksi Hemolisis biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau

delayed (extravascular).4

25

1. Reaksi hemolisis akut

Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan

Inkompatibilitas ABO dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi.

Penyebab yang paling umum adalah misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah,

atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang terberat. Resiko suatu reaksi hemolytic

fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi. Pada pasien yang sadar, gejala meliputi

rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada pasien yang dianestesi,

manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat, tachycardia

tak dapat dijelaskan, hypotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari

lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan

fungsi ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali

tergantung pada berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah diberikan.

Gejala yang berat dapat terjadi setelah transfusi 10 – 15 ml darah yang ABO

inkompatibel.

Manajemen reaksi hemolisis dapat simpulkan sebagai berikut;

Jika dicurigai suatu reaksi hemolisis, transfusi harus dihentikan

dengan segera.

Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.

Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.

Osmotic diuresis harus diaktifkan dengan mannitol dan cairan

kedalam pembuluh darah.

Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP

2. Reaksi hemolisis lambat

Suatu reaksi hemolisis lambat biasanya disebut hemolisis extravaskular

biasanya ringan dan disebabkan oleh antibodi non D antigen sistem Rh atau ke

alel asing di sistem lain seperti Kell, Duffy, atau Kidd antigen. Berikut suatu

transfusi ABO dan Rh D-kompatibel, pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan

membentuk antibody untuk melawan antigen asing. Pada saat itu sejumlah

antibody ini sudah terbentuk ( beberapa minggu sampai beberapa bulan), tranfusi

sel darah telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody menurun

dan mungkin tidak terdeteksi. Terpapar kembali dengan antigen asing yang sama

selama transfuse sel darah, dapat mencetuskan respon antibody melawan antigen

26

asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen. Reaksi hemolisis

pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala biasanya ringan,

terdiri dari malaise, jaundice, dan demam. Hematokrit pasien tidak meningkat

setelah transfusi dan tidak adanya perdarahan. Serum bilirubin unconjugated

meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.4

Diagnosa antibodi-reaksi hemolisis lambat mungkin difasilitasi oleh

antiglobulin (Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibodi di membran

sel darah. Test ini tidak bisa membedakan antara membran antibodi resipien pada

sel darah merah dengan membran antibodi donor pada sel darah merah. Jadi, ini

memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang lebih terperinci pretransfusi pada

kedua spesimen : pasien dan donor.4

Penanganan reaksi hemolisis lambat adalah suportif. Frekuensi reaksi

transfusi hemolisis lambat diperkirakan kira-kira 1:12.000 transfusi. Kehamilan

( terpapar sel darah merah janin) dapat juga menyebabkan pembentukan alloan-

tibodies pada seldarah merah.

Manajemen: perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, blood film, LDH,

direct antiglobulin test, renal profile, serum bilirubin, haptoglobin, dan urinalysis.

Fungsi ginjal harus dimonitoring ketat. Terapi spesisfik sangat jarang dibutuhkan,

hanya saja pada transfusi selanjutnya perlu berhati-hati dengan melakukan

screening golongan darah dan atibodi.4

3. Reaksi imun nonhemolisis

Reaksi imun nonhemolisis adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari

resipien ke donor lekosit, platelet, atau protein plasma.4

2.10.2 Reaksi Febris

Sensitisasi leukosit atau platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi

febris. Reaksi ini umumnya 1-3% tentang episode transfusi dan ditandai oleh

suatu peningkatan temperatur tanpa adanya hemolisis. Pasien dengan suatu

riwayat febris berulang harus menerima tranfusi lekosit saja. Transfusi darah

merah dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge, filtrasi, atau teknik

freeze-thaw.4

2.10.3 Reaksi Urtikaria

27

Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh eritema, penyakit gatal

bintik merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada

umumnya ( 1% tentang transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi

pasien terhadap transfusi protein plasma. Reaksi urtikaria dapat diatasi dengan

obat antihistamin ( H, dan mungkin H2 blockers) dan steroid.4

2.10.4 Reaksi Anafilaksis

Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 1 dari 150,000 transfusi).

Reaksi ini berat dan terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi,

secara khas pada IgA pasien dengan defisiensi anti-IgA yang menerima tranfusi

darah yang berisi IgA. Prevalensi defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada

populasi yang umum. Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinefrin, cairan,

kortikosteroid, H1, dan H2 bloker. Pasien dengan defisiensi IgA perlu menerima

Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free blood

Unit .4

Tandanya meliputi hipotensi, bronkospasme, periorbital dan laryngeal

edema, mual & muntah, erythema, urtikaria, konjunctivitis, dyspnoea, nyeri dada,

dan nyeri abdomen.

Manajemen: hentikan transfusi sampai gejala menghilang selama 30

menit. Untuk menghilangkan gejala berikan antihistamin, misalnya

chlorpheniramine 10 mg. Berikan chlorpheniramine sebelum transfusi berikutnya

dilakukan.4

2.10.5 Edema Pulmoner Nonkardiogenik

Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury

[TRALI]) merupakan komplikasi yang jarang terjadi(<1:10,000). Ini berkaitan

dengan transfusi antileukositik atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan

dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.

Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin. Perawatan

Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress syndrome (ARDS),

tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan terapi suportif.

Manajemen: atasi distres pernapasan dengan ventilator, dan berikan

steroid.

2.10.6 Graft versus Host Disease

28

Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk

sel darah berisi limfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter

leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-

host. Iradiasi (1500-3000 cGy) sel darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet

secara efektif menginaktifasi limfosit tanpa mengubah efikasi dari transfusi.4

2.10.7 Purpura Posttransfusi

Thrombositopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan

dengan berkembangnya aloantibodi trombosit. Karena alasan yang tidak jelas,

antibodi menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1

minggu setelah tranfusi. Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.4

2.10.8 Imunosupresi

Transfusi leukosit merupakan produk darah dapat sebagai

immunosuppressi. Ini adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana

transfusi darah preoperatif nampak untuk meningkatkan survival dari graft.

Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan malignan

mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah selama

pembedahan. Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukosit

allogenik dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi

darah dapat meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan

atau trauma.4

2.11 Komplikasi Infeksi

2.11.1 Infeksi Virus Hepatitis

Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya

hepatitis setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah

dalam kaitan dengan hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antarab

1:63,000 dan 1:1,600,000, 75% tentang kasus ini adalah anikterik, dan sedikitnya

50% berkembang menjadi penyakit hati kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok

yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi cirrhosis.4

2.11.2 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan

melalui transfusi darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1

29

dan - 2 antibodi. Dengan adanya FDA yang menguji asam nukleat memperkecil

waktu kurang dari satu minggu dan menurunkan resiko dari penularan HIV

melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.4

2.11.3 Infeksi Virus Lain

Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan

penyakit sistemik ringan atau asimptomatik. Yang kurang menguntungkan, pada

beberapa individu menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah

dari donor dapat menularkan virus. Pasien immunosupresif dan

Immunocompromise (misalnya, bayi prematur dan penerima transplantasi organ)

peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya, pasien - pasien

menerima hanya CMV negatif.

Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV

dari transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang

CMV negatif. Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi

secara klinis cocok diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus

lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma

virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui transfusi darah; leukemia

dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus telah dilaporkan setelah

transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krisis transient aplastic

pada pasien immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus nampaknya

mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.4

2.11.4 Infeksi Parasit

Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria,

toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.4

2.11.5 Infeksi Bakteri

Kontaminasi bakteri adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi.

Prevalensi kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai

1/7000 untuk RBC. Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari

1/25,000 tromobosit sampai 1/250,000 untuk RBC. Angka-angka ini secara relatif

besar dibandingkan ke resiko HIV atau hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta.

Baik bakteri gram-positif (Staphylococus) dan bakteri gram-negatif (Yersinia dan

Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan menularkan penyakit. Untuk

30

mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus berikan dalam

waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi darah

dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai

macam rickettsia.4

Manajemen: penanganan kasus ini adalah dengan memberikan antibiotik

sesuai bakteri penginfeksi. Bila jenis bakterinya tidak diketahui, kombinasi

berikut dapat dipertimbangkan:

- Bakteri gram negatif: piperacillin 4,5 g tds iv; atau ceftriaxone 1 g 1x/hari;

atau meropenem 1 g tds iv.

- Bakteri gram positif: teicoplain 400mg bd iv x2; atau vancomycin 1 g bd iv.10

2.11.6 Overload Cairan

Overload cairan terjadi bila transfusi dilakukan terlalu cepat. Gagal

jantung ventrikel kiri akut sering terjadi disertai dyspnoe, tachypnoea, batuk

kering, peningkatan JVP, ronki basal paru, hipertensi, dan takikardi.10

Manajemen: hentikan transfusi, dan berikan oksigen dan diuretik.

2.11.7 Iron Overload

Komplikasi ini sering terjadi pada resipien dengan kelainan yang hidupnya

bergantung pada transfusi darah seperti talasemia dan sickle cell. Komplikasi ini

terjadi bila transfusi sudah mencapai 10-50 kantong.10

Manajemen: dilakukan iron chelation therapy dengan desferoxamine 30-

50 mg subkutan atau infus lambat saat malam, minimal 5x/minggu.10

2.12 Transfusi Darah Masif

Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi

satu sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa,

equivalent dengan 10-20 unit.4

2.12.1 Koagulopati

Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional

thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari faktor koagulasi tidak biasa terjadi

pada pasien normal. Pelajari koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia,

idealnya menjadi acuan transfusi trombosit dan FFP. Analisa viskoelastis dari

pembekuan darah (thromboelastography dan Sonoclot Analyze) juga bermanfaat.4

2.12.2 Keracunan Sitrat

31

Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat

menjadi penting setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis

hipokalsemia penting, karena menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada

pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab

metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau disfungsi hepar

(dan kemungkinan pada pasien hipotermi) memerlukan infus kalsium selama

transfusi masif.4

2.12.3 Hipotermia

Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua

produk darah cairan intravena hangat ke temperatur badan normal. Aritmia

Ventrikular dapat menjadi fibrilasi, sering terjadi pada temperatur sekitar 30°C.

Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan alat infus cepat

dengan pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah sungguh mengurangi

timbulnya insiden hipotermia yang terkait dengan transfuse.4

2.12.4 Kelainan Asam Basa

Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan

antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merah

(karbondioksida dan asam laktat), berkenaan dengan metabolisme asidosis

metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak dari

kelainan asam basa setelah tranfusi darah masif adalah alkalosis metabolik

postoperatif. Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis metabolik berakhir dan

alkalosis metabolik progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam tranfusi dan

cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.4

2.12.5 Perubahan Konsentrasi Kalium Serum

Konsentrasi kalium ekstraselular dalam darah yang disimpan meningkat

dengan waktu. Jumlah kalium ekstraselular yang transfusi pada unit masing-

msaing kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan

mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100 mL/min. Hypokalemia

biasanya ditemui sesudah operasi, terutama sekali dihubungkan dengan alkalosis

metabolik.4

2.13 Strategi Alternatif Penanganan Kehilangan Darah

2.13.1 Transfusi Autologus

32

Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu

kemungkinan tinggi untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri

untuk digunakan selama operasi. Darah ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu

sebelum operasi. Pasien diperbolehkan untuk mendonorkan satu kantong darah

sepanjang hematokrit kurang lebih 34% atau hemoglobin sekitar 11 g/dl.

Kebutuhan pemakaian darah minimum 72 jam antara mendonorkan darah dan

membuat volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi besi dan terapi

eritropoetin rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit

pada umumnya dikumpulkan sebelum operasi.4

Beberapa studi menyatakan bahwa transfusi darah autologous tidak

mempunyai efek tambahan yang mempengaruhi survival pada pasien yang

mengalami operasi untuk kanker. Walaupun transfusi autologous mungkin

mengurangi resiko infeksi dan reaksi transfusi, mereka tidaklah dengan

sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi yang

berhubungan dengan kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan

label, pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi

dapat terjadi dalam kaitan dengan alergen (misalnya, ethylen oksida), dapat

masuk kedalam darah dari tempat pengumpulan dan gudang penyimpanan.

Pengumpulan darah preoperative autologous dilakukan dengan frekuensi

berkurang.4

2.13.2 Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang

Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vaskular dan bedah

tulang. Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah

pembekuan darah (heparin) ke dalam suatu reservoir. Setelah jumlah darah cukup

dikumpulkan, sel darah yang merah di konsentratkan dan dicuci untuk dimurnikan

dari kotoran dan zat pembeku kemudian di transfusikan kembali ke dalam pasien.

Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai hematokrit 50-60%. Untuk

digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah lebih besar dari

1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang busuk dan

tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi

sel malignan via teknik ini tidak dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana

memungkinkan reinfusion darah tanpa centrifuge.4

33

2.13.3 Normovolemik Hemodilusi

Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika

konsentrasi sel darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat

dikurangi apabila darah dalam jumlah besar ditumpahkan. Lebih dari itu, cardiac

output tetap normal sebab volume intravaskular terkontrol. Darah umumnya

dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter intravena yang besar dan digantikan

dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap normovolemic tetapi

dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam kantong

CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit. Darah di

transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika

diperlukan.4

2.13.4 Donor – Transfusi Langsung

Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang

mengandung ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan

hal ini dan umumnya memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi

untuk memproses darah dan mengkonfirmasikan kompatibilitas. Studi yang

membandingkan keamanan dari pendonor-langsung dengan donor secara random

tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.4

BAB III

KESIMPULAN

Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan

kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang anestesi misalnya dalam proses

pembedahan besar. Dalam pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan dari

yang paling ringan sampai perdarahan massif.

34

Penggantian darah dapat optimal apabila pemilihan jenis darah yang

digantikan tepat dan sesuai kondisi pasien pada saat itu, dengan

mempertimbangkan komplikasi yang dapat terjadi dalam reaksi transfusi darah

penggantian darah ataupun komponen-komponen darah merupakan suatu tindakan

yang sangat berarti bagi pasien sesuai dengan tujuan utama transfusi yaitu

memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis

darah atau komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan

volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah).

mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan

oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Children’s

Hospital Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm

2. C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J.

2004; 80; 1-6.

35

3. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada

pembedahan. Edisi Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

2002

4. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with

Gastroenteritis. Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1

2005. American Academy of Family Physicians.

5. D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin Evid 2004; 12: 1-3.

BMJ Publishing Group Ltd 2004.

6. Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children: Principles of

Diagnosis and Treatment. American Family Physician Nov 15 1998.

American Academy of Family Physicians.

7. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York:

Lange Medical Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689

8. Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA

Program.

9. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online]

2006 Mar URL:http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm .

10. McClelland, DBL. Handbook of transfusion medicine ed. 4. 2007. United kingdom blood service.

36