transfusi-perioperatif
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Transfusi darah merupakan tindakan pengobatan pada pasien (anak,bayi
dan dewasa) yang diberikan atas indikasi. Kesesuaian golongan darah antara
resipien dan donor merupakan salah satu hal yang mutlak.1,2
Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke
dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan.2,3,4,5,7 Transfusi darah
telah mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke
17, namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu
itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai
percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang
semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih
banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, transfusi darah sempat dilarang
dilakukan. Pada masa ini, transfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri
donor ke dalam vena resipien. 2
Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti
atau disegarkan dengan cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh.3 Pada tahun
1901, Landsteiner menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian system
antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua
system ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah modern. Meskipun
kemudian ditemukan berbagai system antigen lain seperti Duffy, Kell dan lain-
lain, tetapi system- system tersebut kurang berpengaruh. Tata cara transfusi darah
semakin berkembang dengan digunakannya antikoagulan pada tahun 1914 oleh
Hustin (Belgia), Agote (Argentina), dan Lewisohn (1915). Sekitar tahun 1937
dimulailah sistem pengorganisasian bank darah yang terus berkembang sampai
kini.2,3
Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan
kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang anestesi misalnya dalam proses
pembedahan besar. Dalam pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan dari
yang paling ringan sampai perdarahan massif. Pada pasien dewasa dengan Hb
1
normal perdarahan sampai 20% volume darah total atau penurunan Hb sampai 9-
10 g% volume darah total atau penurunan Hb masih dapat ditoleransi oleh tubuh.
Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai
upaya untuk memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi
transfusi, atau infeksi akibat transfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan
dipahami mengenai keamanannya, indikasinya perlu diperketat. Apabila
memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk mengurangi penggunaan
transfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih
dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood).1,3
Dengan alasan tersebut, maka dibuatlah refrat ini yang diharapkan dapat
memberi informasi mengenai fisiologi normal cairan dan elektrolit, transfusi
darah serta implikasi-implikasi anestesinya.
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Perdarahan
Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah.
Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa normal adalah kira-kira
7% dari berat badan. Bila penderita gemuk maka volume darahnya
diperkirakan berdasarkan berat badan idealnya karena bila kalklasi didasarkan
berat badan yang sebenarnya, hasilnya mungkin jauh di atas volume yang
sesungguhnya.
2.2 Efek Langsung Dari Perdarahan
Perbedaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak jelas terlihat
pada seseorang penderita, dan penggantian volume harus diarahkan pada
respon terhadap terapi semula dan bukan dengan hanya mengandalkan
klasifikasi awal saja. Sistem klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-
tanda dini dan patofisiologi keadaan syok. Perdarahan kelas I dicontohkan
dengan seseorang yang menyumbang satu unit darah. Kelas II adalah
perdarahan tanpa komplikasi, namun resusitasi cairan kristaloid diperlukan.
Kelas III adalah keadaan perdarahan dengan komplikasi di mana harus
diiberikan infus kristaloid dan mungkin penggantian darah. Perdarahan kelas
IV harus dianggap sebagai kejadian preterminal, dan kalau tidak diambil
tindakan yang sangat agresif, penderita akan meninggal dalam beberapa menit.
Beberapa faktor akan sangat mengganggu penilaian respon hemodinamis
terhadap perdarahan. Faktor-faktor ini meliputi usia, parahnya perdarahan,
rentang waktu antara perdarahan dan permulaan terapi, terapi cairan
sebelumnya, dan obat-obatan yang sebelumnya telah diberikan karena ada
penyakit kronis.
Berbahaya untuk menunggu sampai tanda-tanda syok jelas, dan baru
setelah itu mulai pemulihan volume dengan agresif. Resusitasi cairan harus
dimulai bila tanda-tanda dan gejala kehilangan darah nampak atau diduga,
bukan bila tekanan darah menurun atau sudah tidak terdeteksi.
3
1. Perdarahan Kelas I – Kehilangan Volume darah sampai 15%
Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada
komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang
berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk
penderitan yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak
perlu diganti. Pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasii lain
akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Namun, bila ada
kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat
mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan primer akan
memperbaiki keadaan sirkulasi.
2. Perdarahan Kelas II Kehilangan volume darah 15% sampai 30%
Gejala-gejala klinis termasuk takikardi, takipnea, dan penurunan tekanan
nadi. Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan
paningkatan dalam komponen diiastolik karena bertambahnya katekolamin
yang beredar. Zat inotropik ini menghasilkan peningkatan tonus dan
resistensi pembuluh-pembuluh perifer. Tekanan sistolik hanya berubah
sedikit pada syok yang dini kareni itu penting untuk lebih mengandalkan
evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang lain
yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi
perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas (subtle) seperti cemas,
ketakutan atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan
kardiovaskuler besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh.
Aliran urine biasanya 20-30ml/jam.
3. Perdarahan Kelas III Kehilangan volume darah 30% sampai 40%
Akibat kehilangan darah sebanyak ini (sekitar 2000ml) dapat sangat parah.
Penderitanya hampir selalu menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak
adekuat, termasuk takikardi dan takipnea yang jelas, perubahan penting
dalam status mental, dan penurunan tekanan darah sistolik. Dalam keadaan
yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan darah paling kecil
yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita dengan
kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan transfusi darah.
Keputusan untuk memberi transfusi darah didasarkan atas respon penderita
4
terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi dan oksigenasi organ yang
adekuat.
4. Perdarahan Kelas IV Kehilangan volume darah lebih dari 40%
Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-
gejalanya meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik
yang cukup besar, dan tekanan nadi yang sangat sempit (atau tekanan
diastolik yang tidak teraba). Produksi urine hampir tidak ada, dan
kesadaran jelas menurun. Kulitnya dingin dan pucat. Penderiita ini
seringkali memerlukan transfusi cepat dan intervensi pembedahan segera.
Keputusan tersebut diddasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang
diberikan. Kehilangan lebih dari 50% volume darah penderita
mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi dan tekanan darah.
Tabel 1. Kelas perdarahan
5
2.3 Penatalaksanaan Awal Dari Syok Hemoragik
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuuk
hampir semua penderita trauma, penangannan dilakukan seolah-olah
penderita menderita syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa
keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia.
Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegangn ialah menghentikan
perdarahan dan mengganti kehilangan volume.
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal
penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan
penderita mengijinkan.
1. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenisasi. Dapat diberikan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%
2. Sirkulasi-Kontrol Perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahhan dari luka luar biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.
PASG (Pneumatic Anti Shock Germent) dapat digunakan untuk
megendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas
bawah, namun tidak boleh menggangu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan yang
diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal
3. Disabiliti-Pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan
tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
6
motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai
perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cederea intrakranial tetapi mungkin
mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan
oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cedera intrakranial
4. Exposure-Pemeriksaan Lengkap
Setelah mengurus prioritas dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke
jari kaki sebabai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi
penderita, sangat penting mencegah hipotermia.
5. Dilatasi Lambung-Dekompresi
Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, dapat
mengakiibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak dapat
diterangkkan, biasanya berupa bradikardi.
2.3 Terapi Cairan
I. Cairan Preoperatif
Cairan yang diberikan pada pasien – pasien yang akan mengalami tindakan
operasi, dan juga merupakan cairan pengganti puasa.
• Pasien normohidrasi
• Pengganti puasa : 2 ml/kgBB/jam puasa
• (bedakan kebutuhan perhari: 30-35 ml/kgBB/hari)
• Cairan yang digunakan: Kristaloid
• Pemberian di bagi dalam 3 jam selama anaestesy:
50% dalam 1 jam pertama
25% dalam 1 jam kedua
25% dalam 1 jam ketiga
II. Cairan Durante Operasi
1. Mengganti cairan maintenance operasi . Pemeliharaan: 2 ml/kgBB/jam
Pedoman :
Stres operasi : Ringan 4 cc/kgBB/Jam
Sedang 6 cc/kgBB/Jam
7
Berat 8 cc/kgBB/Jam
Cairannya adalah ringer lactat.
2. Mengganti cairan akibat pedarahan.
Pedoman :
1. Perdarahan yang tertampung.
• Botol penampung dari suction
• Kasa atau sejenisnya
• Ceceram dilapangan operasi
3. EBV penderita dan prosentase perdarahan
Cairan pengganti :
- Kristaloid
- Koloid
- Darah
Contoh menghitung cairan maintenance dan pedarahan;
Seorang Pasien datang dengan diagnosa Fraktur Femur Dextra dan akan
dilakukan operasi pleting femur dextra. BB. 70 kg, TD. 90/70 mmHg, Nadi.
100x/m.
Contoh menghitung cairan durante maintenance operasi.
Rumus : 70 x 6 = 420 cc / jam.
Jika operasi selama 3 jam berarti kebutuhan cairan maintenance
adalah 420 cc x 3 jam = 1260 cc selama 3 jam operasi.
Contoh menghitung cairan pengganti perdarahan.
Rumus EBV : kgBB x EBV = 70 x 70 = 4900 ml.EBV
Perdarahan :
10% = 490 cc
20% = 980 cc
30% = 1470 cc
40% = 1960 cc
- Jika perdarahan 10% berarti kita berikan cairan fristaloid yaitu 2 – 4 x
pemberian.
- Jika perdarahan > 20% kita berikan cairan koloid dan darah 1 x
pemberian.
8
- Apabila operasi selama 3 jam, perdarahan 40 % cara menghitung
maintenance dan perdarahan adalah sebagai berikut:
- Operasi sedang
70 x 6 = 420 cc/Jam x 3 jam = 1260 cc cairan RL/PZ
- Perdarahan 40% berikan koloid / dara 1 x pemberian jadi perdarah
1960cc.
Berarti berikan koloid 1960cc atau darah 1960cc.
Jadi cairan maintenance di tambah perdarahan selama berapa jam operasi
yaitu
1260cc RL/PZ + 1960cc Coloid/darah.
III. Cairan Post Operasi.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit, nutrisi
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,
febris)
c. Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan
Pada penderita pasca operasi nutrisi diberikan bertahap (start low go
slow). Penderita pasca operasi yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan
kehilangan protein 75-125 gr/hari Hipoalbuminemia edema jaringan,
infeksi, dehisensi luka operasi, penurunan enzym pencernaan.
1. Pasien tidak puasa post operasi.
a. Kebutuhan cairan (air) post operasi.
Anak
BB 0-10 kg 1000 cc / 24 jam
BB 10-20 kg 1000 cc + 50 cc tiap > 1 kg
BB > 20 kg 1500 cc + 20 cc tiap > 1 kg
Dewasa
50 cc / kgbb/ 24 jam.
b. Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa
Na+ 2-4 mEq / kgbb
K+ 1-2 mEq / kgbb
9
c. Kebutuhan kalori basal
Dewasa
BB (kg) x 20-30
Anak berdasarkan umur
Umur (tahun) Kcal / kgbb / hari
< 1 80-95
1-3 75-90
4-6 65-75
7-10 55-75
11-18 45-55
2. Pasien tidak puasa post operasi.
Pada pasien post op yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan berupa
cairan maintenance selama di ruang pulih sadar (RR). Apabila keluhan mual,
muntah dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba untuk minum sedikit-
sedikit.
Setelah kondisi baik dan cairan peroral adekuat sesuai kebutuhan, maka
secara perlahan pemberian cairan maintenance parenteral dikurangi. Apabila
sudah cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.
Rumus Darrow
BB (kg) Cairan (ml)
0-3 95
3-10 105
10-15 85
15-25 65
>25 50
Tetesan infus: Mikro: BBx darrow /96
Makro: BB x darrow/24
10
Melihat tanda-tanda pada pasien disesuaikan dengan prosentase EBV yang hilang:
TANDANYA
Tensi systole 120 mmhg 100 mmhg < 90 mmhg < 60-70 mmhg
Nadi 80 x/mnt 100 x/mnt > 120 x/mnt > 140 x/mnt
Perfusi Hangat Pucat Dingin Basah
Estimasi
perdarahan
Minimal 600 ml 1200 ml 2100 ml
Estimasi infus Minimal 1-2 liter 2-4 liter 4-8 liter
Melihat tanda klinis dan sesuaikan dengan prosentase defisit.
Tanda Ringan Sedang Berat
Defisit 3-5 % dari BB 6-8 % dari BB 10 % dari BB
Hemodinamik - Tachycardia - Tachycardia
- Hipotensi
ortostatik
- Nadi lemah
- Vena kolaps
- Tachycardia.
- Cyanosis.
- Nadi sulit
diraba
- Akral dingin.
Jaringan - Mukosa
lidah kering
- Turgor
kulit normal
- Lidah lunak
- Keriput
- Turgor menurun
- Atonia, mata
cowong
- Turgor sangat
menurun
Urine - Pekat - Pekat, produksi /
jumlah menurun
- oligouria
SSP Tak ada
kelainan
- Apatis - Sangat
menurun / coma
Problem puasa
a. Pada keadaan normal kehilangan cairan berupa
Insesible water losses (IWL)
11
Sensible water losses (SWL)
Pada orang dewasa kehilangan 2250 cc yang terdiri atas
1) IWL 700 ml / 24 jam
(suhu lingkungan 25 oC kelembaban 50-60 %, suhu badan 36-37 oC).
2) SWL
Urine 1 cc / kgbb / jam (24 cc / kg / bb / 24 jam)
b. Kebutuhan elektrolit tidak terpenuhi
Kebutuhan normal: Na+ 2-4 mEq / kgbb / 24 jam
K+ 1-2 eEq / kgbb / 24 jam
c. Kebutuhan kalori tidak terpenuhi
Kebutuhan normal: 25 Kcal / kgbb / jam
d. Pada operasi elektif yang dipuasakan, penggantian cairan hanya untuk
maintenance saja
e. Pemberian cairan pre operasi adalah untuk mengganti bila ada
1) Kehilangan cairan akibat puasa.
2) Kehilangan cairan akibat perdarahan.
3) Kehilangan cairan akibat dehidrasi.
f. Pemberian darah pre operasi di dasarkan atas pertimbangan yang matang
dan apabila perlu dilakukan pemeriksaan darah lebih dahulu.
Cairan pengganti
- Kristaloid 2-4 kali dari jumlah perdarahan.
- Koloid 1 kali dari jumlah perdarahan
- Darah (WB) 1 kali dari jumlah perdarahan
2.4 Jenis Cairan Infus
Berdasarkan Partikel dlm Cairan dibagi menjadi:
I. KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L)
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
12
Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien
cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia
(kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
B. Cairan isotonik
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L),
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak).
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-
Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin
II. KOLOID
Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran
semipermeabel/ dinding pembuluh darah. dan tetap berada dalam pembuluh darah,
maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)
Berdasar tekanan Onkotik-nya ada 2 mcm :
- Iso-Onkotik : Co/ Albumin 25%
- Hiper-Onkotik : Co/ Albumin 5%
13
Efek Pemberian Ci Infus terhadap Kompartemen Ci Tubuh :
Dext 5%
(Hipotonis)
Kristaloid
Isotonis
Kristaloid
hipertonis
Koloid
Iso-Onkotik
Koloid
Hiper-Onkotik
Vol.Intra-
vask.
Vol.Inter-
stitiel - ¯
Vol.Intra-
sel - ¯ - ¯
Beberapa Contoh Cairan Infus
1. Asering (Ringer Asetat/Asering)
Keunggulan:
- Asetat dimetabolisme di otot aman bagi pasien dg gangguan liver
- Pd kasus bedah mempertahankan suhu tubuh
- Efek vasodilator
- Efektif mengatasi asidosis
Komposisi :
Na+ = 130
Cl- = 108.7
K+ = 4
Ca++ = 2.7
Asetat = 28
2. KAEN 1B
Komposisi :
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 38.5
Cl- = 38.5
Dekstrosa = 37.5 gr/L
3. KAEN 3A
14
Komposisi :
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 60
Cl- = 50
K+ = 10
Laktat = 20
Dekstrosa = 27 gr/L
4. KA-EN 3B
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 50
Cl- = 50
K+ = 20
Laktat = 20
Dekstrosa = 27 gr/L
indikasi:
Kasus-kasus baru di mana status gizi tidak terlalu jelek, antara lain:
- Pneumonia
- Pleural Effusion
- Ketoasidosis diabetik (setelah rehidrasi dg NaCl 0,9%)
- Observasi Tifoid
- Observasi demam yang belum diketahui penyebabnya
- Status asthmaticus
- Fase pemulihan dari DBD
5. KA-EN 4A
Mengandung elektrolit mEq/L
Na+ = 30
Cl- = 20
Laktat = 10
Dekstrosa = 40 gr/L
6. KA-EN 4B
Mengandung elektrolit mEq/L
15
Na+ = 30
Cl- = 28
K+ = 8
Laktat = 10
Dekstrosa = 37.5 gr/L
7. Ringer Laktat
Tiap 100 ml terdiri atas:
NaCl 0,6 g
NaLaktat 0,312 g
KCl 0,04 g
CaCl 0.027 g
Osmolaritas:
Na+ 131
K+ 5
Ca2+ 2
Cl- 111
HCO3- (laktat) 29
8. NS (Normal Salin/ NaCl 0,9%)
Tiap 500ml mengandung NaCl 4,5g
Osmolaritas:
Na+ 154
Cl- 154
9. Glukosa 5%
Tiap 500ml mengandung glukosa 25g
Osmolaritas 280 mOsm/l setara dengan 800kJ/l atau 190kkal/l
10. Glukosa 10%
Tiap 500ml mengandung glukosa 55g
Osmolaritas 555 mOsm/l setara dengan 1680kJ/l atau 400kkal/l
11. D5 ½ NS
Tiap 500ml mengandung
glukosa 25g
NaCl 2,25g
16
Kandungan elektrolit
Na+ 77
Cl- 77
Setara dengan 840kJ/200kkal
11. D5 ¼ NS
Tiap 500ml mengandung
glukosa 27,5g
NaCl 1,125g
Kandungan elektrolit
Na+ 38,5
Cl- 38,5
Setara dengan 840kJ/200kkal
12. HES 6%
Tiap 500 ml terdiri atas:
HES 30 g
NaCl 3,45 g
NaLaktat 2,24 g
KCl 0,15 g
CaCl 0.11 g
Osmolaritas (mmol/l):
Na+ 138
K+ 5
Ca2+ 3
Cl- 125
HCO3- (laktat) 20
Osmolaritas berkisar 280 mOsm/l
pH: +6
2.5 Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah
dari donor ke sistem sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena.1
17
Berdasarkan sumber darah atau komponen darah, transfusi darah dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan
darah dari orang lain;
2. Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah
resipien itu sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.
2.6 Darah sebagai Organ
Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah
dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam system
kardiovaskular, tersusun dari (1)komponen korpuskuler atau seluler, (2)komponen
cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat
multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan keping trombosit,
yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam sumsum
tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika
masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara
berkala pada waktu- waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti,
diperbaharui dengan sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut
plasma, menempati lebih dari 50 volume % organ darah, dengan bagian terbesar
dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein plasma dan
elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai
fraksi globulin serta protein untuk factor pembekuan dan untuk fibrinolisis.2,3
Peran penting darah adalah (1)sebagai organ transportasi, khususnya
oksigen(O2), yang dibawa dari paru- paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan
kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar
melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh
hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut
berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas
dalam plasma, untuk metabolisme organ- organ tubuh.2,3
Selain itu, darah juga berfungsi (2)sebagai organ pertahanan
tubuh(imunologik), khususnya dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba
18
patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit
(granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).2,3
Fungsi lain yang tidak kalah penting yaitu (3)peranan darah dalam
menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai upaya untuk
mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah.
Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas
homeostasis yang berlebihan.2,3
Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen
darah korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun
karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme
homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka diperlukan penggantian dengan
jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan.2,3
2.7 Golongan Darah
Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenik
berbeda. Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal, tanda dari
masing-masing adalah di bawah kontrol genetik dari kromosom loci. Kebetulan,
hanya ABO dan Rh Sistem yang penting pada transfusi darah. Setiap orang
biasanya menghasilkan antibody (alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab
untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi dapat menjadi “alami” atau sebagai
respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi sebelumnya.10
2.7.1 Sistem ABO
Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua allel: A dan B.
Masing-masing merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari
suatu permukaan sel glycoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda.
(Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.) Hampir semua individu tidak
mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan antibodi (sebagian besar
immunoglobulin M) melawan antigens di dalam tahun pertama kehidupan.
Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu
kromosom tempat berbeda. Tidak adanya antigen H (hh genotype, juga disebut
Bombay pheno-type) mencegah munculny gen A atau B; individu dengan kondisi
sangat jarang ini akan mempunyai anti-A, anti-B, dan anti-H antibodi.4,8
19
Bila sel darah merah (SDM) yang ditransfusikan tidak kompatibel,
antibodi dalam plasma resipien akan mengikat reseptor khusus di dinding SDM
donor. Hal ini akan mengaktifkan jalur komplemen yang akan menyebabkan lisis
dinding SDM (intravaskular hemolisis). Jalur komplemen ini akan melepaskan
anafilatoksin C3a dan C5a yang akan membebaskan sitokin seperti TNF, IL1 Dan
IL8, dan menstimulasi degranulasi sel mast dengan mengsekresikan mediator
vasoaktif. Semua substansi ini bisa menyebabkan inflamasi, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan hipotensi yang akan mengarah ke shock dan gagal
ginjal. Mediator juga akan menyebabkan agregasi platelet, oedema paru
peribronchial, dan kontraksi otot kecil.
Tabel 1. Daftar Golongan Darah
Golongan Antigen di
RBC
Antibodi dalam
plasma
Golongan donor yang
kompatibel
A Antigen A Anti-B A, O
B Antigen B Anti-A B, O
AB Antigen A &
B
Tidak ada A, B, AB, O
O Tidak ada Anti- A & B O
Sumber: Kepustakaan No.2
2.7.2 Sistem Rh
Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome 1. Ada
sekitar 46 Rh-berhubungan dengan antigen, tetapi secara klinis, ada lima antigen
utama ( D, C, c, E, dan e) dan menyesuaikan dengan antibodi.
Biasanya, ada atau tidak alel yang paling immunogenik dan umum, D
antigen, dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih
mempunyai antigen D. Individu yang kekurangan alel ini disebut Rh-Negative
dan biasanya antibodi akan melawan antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-
Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative
melahirkan bayi Rh-Positive).
20
2.7.3 Sistem Lain
Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy,
Lutheran, Xg, Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan,
dengan beberapa perkecualian ( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan
sistem ini jarang menyebabkan reaksi hemolytic serius.
2.8 Tes Kompatibilitas
Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi
antigen-antibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima
donor darah harus di periksa adanya antibody yang tidak baik.10
Tabel 2. Golongan darah ABO
TIPE Adanya antibodi dalam serum
Insidensi*
A anti– B 45%
B anti – A 8%
AB - 4%
O anti A, anti–B 43%
* angka rata-rata pada orang di Eropa
2.8.1 Tes ABO-Rh
Reaksi Transfusi yang paling berat adalah yang berhubungan dengan
inkompatibilitas ABO. antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi
melawan antigen dari transfusi (asing), mengaktifkan komplemen, dan
mengakibatkan hemolisis intravaskular. Sel darah merah pasien diuji dengan
serum yang dikenal mempunyai antibody melawan A dan B untuk menentukan
jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum antibodi ABO alami, konfirmasi
jenis darah kemudian dibuat dengan menguji serum pasien melawan sel darah
merah dengan antigen yang dikenal.4,8
Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk
menentukan Rh. Jika hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d
dapat diuji dengan mencampur serum pasien dengan sel darah merah Rh (+).
21
Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah paparan pertama pada
antigen Rh adalah 50-70%.
2.8.2 Crossmatching
Suatu crossmatch transfusi: sel donor dicampur dengan serum penerima.
Crossmatch mempunyai tiga fungsi: ( 1) Konfirmasi jenis ABO dan Rh ( kurang
dari 5 menit), ( 2) mendeteksi antibodi pada golongan darah lain , dan ( 3)
mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah.
Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.
2.8.3 Screening Antibodi
Tujuan tes ini adalah untuk mendeteksi dalam serum adanya antibodi
yang biasanya dihubungkan dengan reaksi hemolitik non-ABO. Test ini ( dikenal
juga Coombs Tes tidak langsung) memerlukan 45 menit dan dengan mencampur
serum pasien dengan sel darah merah dari antigen yang dikenal; jika ada antibodi
spesifik, membran sel darah merah dilapisi, dan penambahan dari suatu antibodi
antiglobulin menghasilkan aglutinasi sel darah. Screening ini rutin dilakukan
pada seluruh donor darah dan dilakukan untuk penerima donor sebagai ganti dari
crossmatch.4
2.8.4 Pemeriksaan lain terhadap infeksi.
Tabel 3. Risiko transmisi agen-agen infeksi sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan rutin terhadap produk-produk darah 5,6,9
22
2.9 Komponen Darah
2.9.1 Whole blood
Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik,
dan bedah mayor dengan perdarahan >1500 mL. Darah lengkap segar hanya untuk
48 jam, baru untuk 6 hari, dan biasa untuk 35 hari. Sekarang produk ini sudah
jarang digunakan, para klinisi lebih senang menggunakan produk komponen darah
saja.10
23
2.9.2 Sel darah merah
Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat
eritrosit dari whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis.
Kandungan yang terdapat dalam PRC: hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL
plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL eritrosit murni), 147-dan 278 mg besi.
Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30 hari.11
Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan
dicapai. Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL.
Pada neonatus, dosisnya 10-15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3
g/dL. Kadar hemoglobin akhir dapat diperkirakan dengan rumus = volume darah x
hematokrit x 0,91.
Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik
seperti hipoksia, transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik,
thalasemia. Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target
akhir 10 g/dL.10
2.9.3 Platelet
Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010
platelet per kantong, dan 50 mL plasma.
Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target
kadar platelet biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan
platelet sekitar 50-100.000/mm3.
Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet,
dan fungsi platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari
40.000 pada dewasa, dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus.10
Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik
trombositopeniapurpura.
2.9.4 Frozen plasma
Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 kantong berjumlah sekitar 250
mL yang dibekukan pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam
mengandung Faktor V dan Faktor VIII.10
Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada
penyakit hati, trombotik trombositopenia purpura. Dosis: 10-20 mL/kg.
24
2.9.5 Cryoprecipitated AHF
Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan
mencairkan FFP pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor
VIII:C, faktor VIII:vWF (von Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-
20 mL plasma.
Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1
kantong per 7-10 kgBB.
Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien
dengan hemofili A atau von Willebrand’s disease.10
2.9.5 Granulosit
Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan
pada pasien neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan
antibiotik. Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat
pendek, sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulosit pada umumnya
diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi graft-
versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain
permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi
mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-
stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim (granulocyte-macrophage
colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan
transfusi granulosit.4
2.10 Komplikasi Transfusi Darah
2.10.1 Reaksi Hemolisis
Reaksi Hemolisis pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel
darah merah yang ditransfusikan oleh antibodi resipien. Lebih sedikit biasanya,
hemolisis sel darah merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel
darah merah. Trombosit konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting factor, atau
cryoprecipitate berisi sejumlah kecil plasma dengan anti-A atau anti-B (atau
kedua-duanya) alloantibodi. Transfusi dalam jumlah besar dapat menyebabkan
hemolisis intravaskular.4
Reaksi Hemolisis biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau
delayed (extravascular).4
25
1. Reaksi hemolisis akut
Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan
Inkompatibilitas ABO dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi.
Penyebab yang paling umum adalah misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah,
atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang terberat. Resiko suatu reaksi hemolytic
fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi. Pada pasien yang sadar, gejala meliputi
rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada pasien yang dianestesi,
manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat, tachycardia
tak dapat dijelaskan, hypotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari
lapangan operasi. Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan
fungsi ginjal dapat berkembang dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali
tergantung pada berapa banyak darah yang inkompatibel yang sudah diberikan.
Gejala yang berat dapat terjadi setelah transfusi 10 – 15 ml darah yang ABO
inkompatibel.
Manajemen reaksi hemolisis dapat simpulkan sebagai berikut;
Jika dicurigai suatu reaksi hemolisis, transfusi harus dihentikan
dengan segera.
Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
Osmotic diuresis harus diaktifkan dengan mannitol dan cairan
kedalam pembuluh darah.
Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP
2. Reaksi hemolisis lambat
Suatu reaksi hemolisis lambat biasanya disebut hemolisis extravaskular
biasanya ringan dan disebabkan oleh antibodi non D antigen sistem Rh atau ke
alel asing di sistem lain seperti Kell, Duffy, atau Kidd antigen. Berikut suatu
transfusi ABO dan Rh D-kompatibel, pasien mempunyai 1-1.6% kesempatan
membentuk antibody untuk melawan antigen asing. Pada saat itu sejumlah
antibody ini sudah terbentuk ( beberapa minggu sampai beberapa bulan), tranfusi
sel darah telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody menurun
dan mungkin tidak terdeteksi. Terpapar kembali dengan antigen asing yang sama
selama transfuse sel darah, dapat mencetuskan respon antibody melawan antigen
26
asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan Sistem Kidd antigen. Reaksi hemolisis
pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan gejala biasanya ringan,
terdiri dari malaise, jaundice, dan demam. Hematokrit pasien tidak meningkat
setelah transfusi dan tidak adanya perdarahan. Serum bilirubin unconjugated
meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.4
Diagnosa antibodi-reaksi hemolisis lambat mungkin difasilitasi oleh
antiglobulin (Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibodi di membran
sel darah. Test ini tidak bisa membedakan antara membran antibodi resipien pada
sel darah merah dengan membran antibodi donor pada sel darah merah. Jadi, ini
memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang lebih terperinci pretransfusi pada
kedua spesimen : pasien dan donor.4
Penanganan reaksi hemolisis lambat adalah suportif. Frekuensi reaksi
transfusi hemolisis lambat diperkirakan kira-kira 1:12.000 transfusi. Kehamilan
( terpapar sel darah merah janin) dapat juga menyebabkan pembentukan alloan-
tibodies pada seldarah merah.
Manajemen: perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, blood film, LDH,
direct antiglobulin test, renal profile, serum bilirubin, haptoglobin, dan urinalysis.
Fungsi ginjal harus dimonitoring ketat. Terapi spesisfik sangat jarang dibutuhkan,
hanya saja pada transfusi selanjutnya perlu berhati-hati dengan melakukan
screening golongan darah dan atibodi.4
3. Reaksi imun nonhemolisis
Reaksi imun nonhemolisis adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari
resipien ke donor lekosit, platelet, atau protein plasma.4
2.10.2 Reaksi Febris
Sensitisasi leukosit atau platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi
febris. Reaksi ini umumnya 1-3% tentang episode transfusi dan ditandai oleh
suatu peningkatan temperatur tanpa adanya hemolisis. Pasien dengan suatu
riwayat febris berulang harus menerima tranfusi lekosit saja. Transfusi darah
merah dapat dibuat leukositnya kurang dengan sentrifuge, filtrasi, atau teknik
freeze-thaw.4
2.10.3 Reaksi Urtikaria
27
Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh eritema, penyakit gatal
bintik merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada
umumnya ( 1% tentang transfusi) dan dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi
pasien terhadap transfusi protein plasma. Reaksi urtikaria dapat diatasi dengan
obat antihistamin ( H, dan mungkin H2 blockers) dan steroid.4
2.10.4 Reaksi Anafilaksis
Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 1 dari 150,000 transfusi).
Reaksi ini berat dan terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi,
secara khas pada IgA pasien dengan defisiensi anti-IgA yang menerima tranfusi
darah yang berisi IgA. Prevalensi defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada
populasi yang umum. Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinefrin, cairan,
kortikosteroid, H1, dan H2 bloker. Pasien dengan defisiensi IgA perlu menerima
Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free blood
Unit .4
Tandanya meliputi hipotensi, bronkospasme, periorbital dan laryngeal
edema, mual & muntah, erythema, urtikaria, konjunctivitis, dyspnoea, nyeri dada,
dan nyeri abdomen.
Manajemen: hentikan transfusi sampai gejala menghilang selama 30
menit. Untuk menghilangkan gejala berikan antihistamin, misalnya
chlorpheniramine 10 mg. Berikan chlorpheniramine sebelum transfusi berikutnya
dilakukan.4
2.10.5 Edema Pulmoner Nonkardiogenik
Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury
[TRALI]) merupakan komplikasi yang jarang terjadi(<1:10,000). Ini berkaitan
dengan transfusi antileukositik atau anti-HLA antibodi yang saling berhubungan
dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.
Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin. Perawatan
Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress syndrome (ARDS),
tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan terapi suportif.
Manajemen: atasi distres pernapasan dengan ventilator, dan berikan
steroid.
2.10.6 Graft versus Host Disease
28
Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk
sel darah berisi limfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter
leukosit khusus sendiri tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-
host. Iradiasi (1500-3000 cGy) sel darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet
secara efektif menginaktifasi limfosit tanpa mengubah efikasi dari transfusi.4
2.10.7 Purpura Posttransfusi
Thrombositopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan
dengan berkembangnya aloantibodi trombosit. Karena alasan yang tidak jelas,
antibodi menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1
minggu setelah tranfusi. Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.4
2.10.8 Imunosupresi
Transfusi leukosit merupakan produk darah dapat sebagai
immunosuppressi. Ini adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana
transfusi darah preoperatif nampak untuk meningkatkan survival dari graft.
Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan malignan
mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah selama
pembedahan. Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukosit
allogenik dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi
darah dapat meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan
atau trauma.4
2.11 Komplikasi Infeksi
2.11.1 Infeksi Virus Hepatitis
Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya
hepatitis setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah
dalam kaitan dengan hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antarab
1:63,000 dan 1:1,600,000, 75% tentang kasus ini adalah anikterik, dan sedikitnya
50% berkembang menjadi penyakit hati kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok
yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi cirrhosis.4
2.11.2 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan
melalui transfusi darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1
29
dan - 2 antibodi. Dengan adanya FDA yang menguji asam nukleat memperkecil
waktu kurang dari satu minggu dan menurunkan resiko dari penularan HIV
melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.4
2.11.3 Infeksi Virus Lain
Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan
penyakit sistemik ringan atau asimptomatik. Yang kurang menguntungkan, pada
beberapa individu menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah
dari donor dapat menularkan virus. Pasien immunosupresif dan
Immunocompromise (misalnya, bayi prematur dan penerima transplantasi organ)
peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya, pasien - pasien
menerima hanya CMV negatif.
Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV
dari transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang
CMV negatif. Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi
secara klinis cocok diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus
lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma
virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui transfusi darah; leukemia
dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus telah dilaporkan setelah
transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krisis transient aplastic
pada pasien immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus nampaknya
mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.4
2.11.4 Infeksi Parasit
Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria,
toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.4
2.11.5 Infeksi Bakteri
Kontaminasi bakteri adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi.
Prevalensi kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai
1/7000 untuk RBC. Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari
1/25,000 tromobosit sampai 1/250,000 untuk RBC. Angka-angka ini secara relatif
besar dibandingkan ke resiko HIV atau hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta.
Baik bakteri gram-positif (Staphylococus) dan bakteri gram-negatif (Yersinia dan
Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan menularkan penyakit. Untuk
30
mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus berikan dalam
waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi darah
dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai
macam rickettsia.4
Manajemen: penanganan kasus ini adalah dengan memberikan antibiotik
sesuai bakteri penginfeksi. Bila jenis bakterinya tidak diketahui, kombinasi
berikut dapat dipertimbangkan:
- Bakteri gram negatif: piperacillin 4,5 g tds iv; atau ceftriaxone 1 g 1x/hari;
atau meropenem 1 g tds iv.
- Bakteri gram positif: teicoplain 400mg bd iv x2; atau vancomycin 1 g bd iv.10
2.11.6 Overload Cairan
Overload cairan terjadi bila transfusi dilakukan terlalu cepat. Gagal
jantung ventrikel kiri akut sering terjadi disertai dyspnoe, tachypnoea, batuk
kering, peningkatan JVP, ronki basal paru, hipertensi, dan takikardi.10
Manajemen: hentikan transfusi, dan berikan oksigen dan diuretik.
2.11.7 Iron Overload
Komplikasi ini sering terjadi pada resipien dengan kelainan yang hidupnya
bergantung pada transfusi darah seperti talasemia dan sickle cell. Komplikasi ini
terjadi bila transfusi sudah mencapai 10-50 kantong.10
Manajemen: dilakukan iron chelation therapy dengan desferoxamine 30-
50 mg subkutan atau infus lambat saat malam, minimal 5x/minggu.10
2.12 Transfusi Darah Masif
Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi
satu sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa,
equivalent dengan 10-20 unit.4
2.12.1 Koagulopati
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional
thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari faktor koagulasi tidak biasa terjadi
pada pasien normal. Pelajari koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia,
idealnya menjadi acuan transfusi trombosit dan FFP. Analisa viskoelastis dari
pembekuan darah (thromboelastography dan Sonoclot Analyze) juga bermanfaat.4
2.12.2 Keracunan Sitrat
31
Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat
menjadi penting setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis
hipokalsemia penting, karena menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada
pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit. Sebab
metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau disfungsi hepar
(dan kemungkinan pada pasien hipotermi) memerlukan infus kalsium selama
transfusi masif.4
2.12.3 Hipotermia
Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua
produk darah cairan intravena hangat ke temperatur badan normal. Aritmia
Ventrikular dapat menjadi fibrilasi, sering terjadi pada temperatur sekitar 30°C.
Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan alat infus cepat
dengan pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah sungguh mengurangi
timbulnya insiden hipotermia yang terkait dengan transfuse.4
2.12.4 Kelainan Asam Basa
Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan
antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merah
(karbondioksida dan asam laktat), berkenaan dengan metabolisme asidosis
metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak dari
kelainan asam basa setelah tranfusi darah masif adalah alkalosis metabolik
postoperatif. Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis metabolik berakhir dan
alkalosis metabolik progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada dalam tranfusi dan
cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.4
2.12.5 Perubahan Konsentrasi Kalium Serum
Konsentrasi kalium ekstraselular dalam darah yang disimpan meningkat
dengan waktu. Jumlah kalium ekstraselular yang transfusi pada unit masing-
msaing kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat berkembang dengan
mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100 mL/min. Hypokalemia
biasanya ditemui sesudah operasi, terutama sekali dihubungkan dengan alkalosis
metabolik.4
2.13 Strategi Alternatif Penanganan Kehilangan Darah
2.13.1 Transfusi Autologus
32
Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu
kemungkinan tinggi untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri
untuk digunakan selama operasi. Darah ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu
sebelum operasi. Pasien diperbolehkan untuk mendonorkan satu kantong darah
sepanjang hematokrit kurang lebih 34% atau hemoglobin sekitar 11 g/dl.
Kebutuhan pemakaian darah minimum 72 jam antara mendonorkan darah dan
membuat volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi besi dan terapi
eritropoetin rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit
pada umumnya dikumpulkan sebelum operasi.4
Beberapa studi menyatakan bahwa transfusi darah autologous tidak
mempunyai efek tambahan yang mempengaruhi survival pada pasien yang
mengalami operasi untuk kanker. Walaupun transfusi autologous mungkin
mengurangi resiko infeksi dan reaksi transfusi, mereka tidaklah dengan
sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi yang
berhubungan dengan kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan
label, pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi
dapat terjadi dalam kaitan dengan alergen (misalnya, ethylen oksida), dapat
masuk kedalam darah dari tempat pengumpulan dan gudang penyimpanan.
Pengumpulan darah preoperative autologous dilakukan dengan frekuensi
berkurang.4
2.13.2 Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang
Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vaskular dan bedah
tulang. Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah
pembekuan darah (heparin) ke dalam suatu reservoir. Setelah jumlah darah cukup
dikumpulkan, sel darah yang merah di konsentratkan dan dicuci untuk dimurnikan
dari kotoran dan zat pembeku kemudian di transfusikan kembali ke dalam pasien.
Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai hematokrit 50-60%. Untuk
digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah lebih besar dari
1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang busuk dan
tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi
sel malignan via teknik ini tidak dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana
memungkinkan reinfusion darah tanpa centrifuge.4
33
2.13.3 Normovolemik Hemodilusi
Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika
konsentrasi sel darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat
dikurangi apabila darah dalam jumlah besar ditumpahkan. Lebih dari itu, cardiac
output tetap normal sebab volume intravaskular terkontrol. Darah umumnya
dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter intravena yang besar dan digantikan
dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap normovolemic tetapi
dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam kantong
CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit. Darah di
transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika
diperlukan.4
2.13.4 Donor – Transfusi Langsung
Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang
mengandung ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan
hal ini dan umumnya memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi
untuk memproses darah dan mengkonfirmasikan kompatibilitas. Studi yang
membandingkan keamanan dari pendonor-langsung dengan donor secara random
tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.4
BAB III
KESIMPULAN
Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan
kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang anestesi misalnya dalam proses
pembedahan besar. Dalam pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan dari
yang paling ringan sampai perdarahan massif.
34
Penggantian darah dapat optimal apabila pemilihan jenis darah yang
digantikan tepat dan sesuai kondisi pasien pada saat itu, dengan
mempertimbangkan komplikasi yang dapat terjadi dalam reaksi transfusi darah
penggantian darah ataupun komponen-komponen darah merupakan suatu tindakan
yang sangat berarti bagi pasien sesuai dengan tujuan utama transfusi yaitu
memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis
darah atau komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan
volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah).
mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan
oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Children’s
Hospital Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm
2. C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J.
2004; 80; 1-6.
35
3. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada
pembedahan. Edisi Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
2002
4. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with
Gastroenteritis. Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1
2005. American Academy of Family Physicians.
5. D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin Evid 2004; 12: 1-3.
BMJ Publishing Group Ltd 2004.
6. Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children: Principles of
Diagnosis and Treatment. American Family Physician Nov 15 1998.
American Academy of Family Physicians.
7. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York:
Lange Medical Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689
8. Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA
Program.
9. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online]
2006 Mar URL:http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm .
10. McClelland, DBL. Handbook of transfusion medicine ed. 4. 2007. United kingdom blood service.
36