referat perioperatif

34
REFERAT MANAJEMEN PERIOPERATIF HIPERTIROID Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Windi Pertiwi, S. Ked (20070310128) Dokter Penguji : dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An. M.Kes

Upload: windi-pertiwi

Post on 13-Aug-2015

230 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

REFERAT PERIOPERATIF

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT PERIOPERATIF

REFERAT

MANAJEMEN PERIOPERATIF HIPERTIROID

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Windi Pertiwi, S. Ked

(20070310128)

Dokter Penguji :

dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An. M.Kes

SMF ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2012

Page 2: REFERAT PERIOPERATIF

HALAMAN PENGESAHAN

MANAJEMEN PERIOPERATIF HIPERTIROID

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Windi Pertiwi, S. Ked

20070310128

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Desember 2012

Oleh :

Dokter Penguji

dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An. M.Kes

Page 3: REFERAT PERIOPERATIF

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan

jaringan terhadap hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan penyakit

yang banyak ditemui di masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit

Graves di Amerika sekitar 1% dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000

pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun (Djokomoeljanto, 2010).

Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun

secara prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar

tiroid dan sekresi berlebihan dari hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada

tirotoksikosis dapat disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya

yang berasal dari kelenjar tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinis, secara definisi

diartikan kasus dengan kadar hormone normal tetapi TSH rendah. Di kawasan

Asia dikatakan prevalensi lebih tinggi disbanding yang non Asia (12% versus

2.5%) (Djokomoeljanto, 2010).

Penyakit Graves merupakan penyebab utama dan tersering tirotoksikosis

(80-90%), sedangkan yang disebabkan karena tiroiditis mencapai 15% dan 5%

karena toxic nodular goiter. Prevalensi penyakit Graves bervariasi dalam populasi

terutama tergantung pada intake yodium (tingginya intake yodium berhubungan

dengan peningkatan prevalensi penyakit Graves). Penyakit Graves terjadi pada

2% wanita, namun hanya sepersepuluhnya pada pria. Kelainan ini banyak terjadi

antara usia 20-50 tahun, namun dapat juga pada usia yang lebih tua (Fauci,  et al.,

2008).

Hipertiroidisme sering ditandai dengan produksi hormone T3 dan T4 yang

meningkat, tetapi dalam persentase kecil (kira-kira 5%) hanya T3 yang

meningkat, disebut sebagai tirotoksikosis T3 (banyak ditemukan di daerah dengan

defisiensi yodium). Status tiroid sebenarnya ditentukan oleh kecukuan sel atas

hormon tiroid dan bukan kadar ‘normal’ hormone tiroid dalam darah. Ada

Page 4: REFERAT PERIOPERATIF

beberapa prinsip faali dasar yang perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormone

yang aktif adalah free hormone, kedua bahwa metabolism sel didasarkan atas

tersedianya free T3 bukan free T4, ketiga bahwa distribusi deiodinase I, II, dan III

di berbagai organ tubuh berbeda (D1 banyak di hepar, ginjal dan tiroid, DII di

otak, hipofisis, dan DIII di jaringan fetal, otak, plasenta), namun hanya D1 yang

dapat dihambat oleh PTU (Djokomoeljanto, 2010).

Page 5: REFERAT PERIOPERATIF

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid berada di kedalaman dari otot sternothyroid dan sternohyoid, terletak

di anterior leher sepanjang C5-T1 vertebrae. Kelenjar ini terdiri dari lobus kanan dan kiri

di anterolateral dari laring dan trakea. Kedua lobus ini disatukan oleh bagian yang

menyatu yang disebut isthmus, di cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid

dikelilingi oleh suatu fibrous capsule tipis, yang membuat septa kedalam kelenjar.

Jaringan ikat padat menempel pada cricoid cartilage dan superior tracheal ring. Dari

external ke capsule adalah loose sheath yang dibentuk oleh visceral portion dari lapisan

pretracheal di kedalaman cervical fascia.

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid

Arteri; kelenjar tiroid memiliki aktivitas vaskular yang tinggi dan disuplai oleh arteri

superior dan inferior. Pembuluh darah ini berada di antara fibrous capsule dan loose

fascial sheath. Biasanya cabang pertama dari arteri eksternal karotid adalah superior tiroid

arteri, turun ke bagian superior kelenjar, menembus lapisan pretracheal di kedalaman

Page 6: REFERAT PERIOPERATIF

cervical fascia, dan membagi kedalam cabang anterior dan superior yang menyuplai

bagian anterosuperior dari kelenjar. Arteri inferior tiroid, cabang terbesar dari

thyrocervical trunks dari arteri subclavian, ke bagian posterior secara superomedial ke

carotid sheath untuk mencapai bagian posterior dari kelenjar tiroid. Merekan terbagi

kedalam beberapa cabang yang menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical

fascia dan menyuplai bagian posterioinferior, termasuk ke bagian inferior kelenjar. Kanan

dan superior kiri dan arteri inferior tiroid beranatomosis kedalam kelenjar dan menyuplai

kelenjar.

Vena; Tiga pasang vena tiroid biasanya membentuk tiroid plexus vena di permukaan

anterior kelenjar tiroid dan anterior trachea. Vena superior tiroid bersama arteri superior

tiroid, mereka memperdarahi bagian superior tiroid. Vena middle tiroid tidak disertai

arteri dan memperdarahi bagian medial tiroid. Sedangkan vena inferior tiroid

memperdarahi bagian inferior tiroid. Vena superior dan middle tiroid akan bermuara ke

internal jugular vein sedangkan vena inferior tiroid bermuara ke brachiocephalic vein.

Lymph; pembuluh lymph dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat interlobular,

biasanya didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu jaringan capsular pembuluh

lymphatic. Dari sini, pada mulanya pembuluh ini melewati prelaryngeal, pretracheal, dan

paratracheal lymph nodes. Prelaryngeal mengalir ke superior cervical lymph nodes, dan

pretracheal dan paratracheal lymph nodes mengalir ke inferior deep cervical nodes.

Disamping itu, pembuluh lymph berada di sepanjang vena superior tiroid melewati

langsung ke inferior deep cervical lymph nodes. Beberapa pembuluh lymph mengalir ke

brachiocephalic lymph nodes atau thoracic duct.

Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan inferior

cervical (symphatetic) ganglia. Mereka mencapai kelenjar melalui cardia dan superior dan

inferior thyroid periarterial plexuses yang bersama-sama tiroid arteri. Seratnya adalah

vasomotor, bukan secremotor. Mereka menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Sekresi

endokrin dari kelenjar tiroid diregulasi secara hormonal oleh kelenjar pituitary.

2.2. Mekanisme iodine pathway dalam tubuh

Intake iodine melalui air atau makanan ( garam, seafood ) dalam bentuk iodide atau

iodate ion

(contoh: daily intake Iodine = 500 µg/day)

Page 7: REFERAT PERIOPERATIF

Iodate ion kemudian akan diubah menjadi Iodide di lambung

Iodide dengan cepat dan efisien diabsorpsi dari GI tract

Iodide didistribusikan di ECF, juga di air liur (salivary), gastric dan breast secretion

Membentuk Iodide pool di ECF (150 µg I-)

Di uptake oleh kelenjar tirod (115 µg I- / 24 jam)

Membentuk thyroid pool (8-10mg)

(nilai ini merepresentasikan jumlah hormon yang disimpan, dan iodinated thyrosine

untuk melindungi organisme dan dari tidak adanya Iodine)

Dari storage pool ini, 75 µg hormonal Iodide (sebagai T3 dan T4) dilepaskan kedalam

sirkulasi

Membentuk circulating pool dari sekitar 600 µg hormonal Iodide (sebagai T3 dan T4)

Dengan transport aktif

Sebanyak 40 µg kembali ke ECF

75µg dari I- digunakan untuk sintesis hormon dan disimpan dlm TGB

75 µg iodine dalam hormonal iodide bentuk T3 dan T4 diambil dan dimetabolisme oleh jaringan.

60 µg iodide dikembalikan ke iodide pool

15 µg dari hormonal dikonjugasikan dengan glucoronide atau sulfate diliver dan dieksresikan melalui feces

Page 8: REFERAT PERIOPERATIF

2.3. Hipertiroidisme

Gambar 2. Metabolisme Iodine

Page 9: REFERAT PERIOPERATIF

2.3.1 Definisi

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam

sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang

hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid

dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis.3

2.3.2 Pengaturan Faal Tiroid

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid3 :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormon)

Hormon ini disintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem

hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.

2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit (α dan β). Sub unit α sama seperti

hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan

penting untuk kerja hormon secara aktif. Tetapi sub unit β adalah khusus untuk

setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor

dipermukaan sel tiroid TSH-reseptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai

kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya

adalah produksi hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormon.

Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya hormon

bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek

pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi

kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena

Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium

sehingga kadar intratiroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit

tiroid autoimun.

2.3.3 Fungsi Hormon Tiroid

Efek metabolik hormon tiroid adalah3

1. Kalorigenik.

Page 10: REFERAT PERIOPERATIF

T4 dan T3 meningkatkan O2 hampir pada semua jaringan yang metabolismenya

aktif keculai pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe, limpa

dan hipofisis anterior.

Beberapa efek kalorigenik hormon tiroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak

yang dimobilisasi oleh hormon-hormon ini. Di samping itu hormon tiroid

meningkatka aktivitas NaK-ATP ase yang terikat pada membran di banyak

jaringan.

2. Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.

3. Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis

pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.

4. Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi

kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada

hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme,

kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

5. Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon

tiroid.

Sistem Kardiovaskuler

Meningkatnya metabolism dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan

memperbanyak jumlah produk akhir dari metabolism yang dilepaskan dari jaringan. Efek ini

menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran

darah. Yang terutama meningkat adalah kecepatan aliran darah kulit karena meningkatnya

kebutuhan aliran darah untuk pembuangan panas. Akibat peningkatan aliran darah, maka

curah jantung akan meningkat, dan apabila ada kelebihan hormone tiroid maka curah jantung

dapat meningkat 50% atau lebih. Hormon tiroid juga berpengaruh langusng pada eksitabilitas

jantung, yang selanjutnya meningkatkan denyut jantung. Bila sekresi hormon sedikit berubah,

maka meningkatnya aktivitas enzimatik oleh karena meningkatnya produksi hormone tiroid

itu tampaknya meningkatkan kekuatan denyut jantung. Sesungguhnya beberapa penderita

tirotoksikosis yang parah dapat meninggal karena timbulnya dekompensasi jantung sekunder,

akibat kegagalan miokard dan peningkatan beban jantung karena meningkatnya curah jantung

(Tengadi A.K et all 2008).

Tekanan arteri rata-rata biasanya tidak berubah, namun karena meningkatnya isi

sekuncup pada tiap denyut jantung dan kenaikan aliran darah melalui jaringan di antara dua

denyut jantung maka tekanan nadi akan meningkat bersaama dengan kenaikan tekanan

Page 11: REFERAT PERIOPERATIF

sebesar 10-20 mmHg dan tekanan diastolic secara bersamaan akan menurun (Tengadi A.K,

et.all 2008).

Sistem Respirasi

Meningkatnya kecepatan metabolism meningkatkan pemakaian oksigen dan

pembentukan karbon dioksida. Efek ini mengaktifkan semua mekanisme yan meningkatkan

kecepatan dan kedalaman pernapasan (Tengadi A.K., et.all 2008)

Sistem Pencernaan

Hormon tiroid menyebabkan peningkatan nafsu makan yang berujung pada

peningkatan asupan makanan. Selain itu juga meningkatkan kecepatan sekresi getah

pencernaan dan motilitas saluran cerna yang berujung pada kejadian diare. Kekurangan

hormone tiroid menimbulkan konstipasi. (Tengadi A.K. et.all, 2008).

Sistem Saraf Pusat

Hormon tiroid menyebabkan peningkatan aktivitas otak, juga dapat menimbulkan

disosisasi pikiran. Penderita hipertiroid cenderung cemas dan tampak cenderung

psikoneuritik seperti komplek ansietas (Tengadi A.K.et.all 2008)

Sistem Muskuler

Sedikit peningkatan hormone tiroid menyebabkan otot bereaksi dengan kuat, namun

bila hormone ini berlebih, otot-otot menjadi lemah oleh karena metabolism protein menjadi

berlebihan. Tremor otot merupakan salah satu gejala khas hipertiroid, timbul tremor halus

pada ototo, timbul dengan frekuensi 10-15 kali per detik. Tremor ini disebabkan

bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah medulla yang mengatur tonus otot. Tremor ini

cara untuk memperkirakan pengaruh hormon tiroid pada sistem saraf pusat. (Tengadi A.K et

all, 2008).

Page 12: REFERAT PERIOPERATIF

2.3.5 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter miltinodular

toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi

reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada goiter multinodular toksik ada

hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri.7,8

Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya

tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien graves

mempunyai keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-kira 50% keluarga pasien

dengan penyakit graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar dalam darah. Wanita

terkena kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada pria. Penyakit ini terjadi pada segala umur

dengan insidensi puncak pada kelompok umur 20-40 tahun.7,8

Penyebab Umum Hipertiroid

Grave’s Disease (penyebab paling sering)

Goiter multinoduler

Intake hormon tiroid yang berlebihan

Tabel 1. Penyebab umum hipertiroid

Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat puluh tahun

dan lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Terdapat predisposisi familial pada

penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati autoimun lainnya.

Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama, tiroidal dan ekstratiroidal dan

keduannya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hipeplasia kelenjar

tiroid dan hipertiroidisme akibat sekeresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala

hipertiroidisme berupa manifestasi berupa hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang

berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan panas, keringat semakin banyak

bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering dsertai nfsu makan meningkat, palpitasi,

takikardi dan kelemahan serta atrofi otot.6

Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya

terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien

ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag

(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Lid

lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata yang relatif lebih lambat terhadap gerakan

bola matanya sewaktu pasien diminta perlahan-lahan melirik ke bawah. Jaringan orbita dan

Page 13: REFERAT PERIOPERATIF

otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, el mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan

eksoftalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokular

dapat hebat sekali dan pada kasus yang ekstrim penglihatan dapat terancam. Penyakit Graves

agaknya timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam serum pasien ini ditemukan

antibodi imunoglobulin (IgG). Antibodi ini agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau

membran plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang

fungsi troid tanpa tergantung dari TSH hipofisis yang dapat mengakibatkan hipertiroid>

Imunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin diakibatka karena suatu kelainan

imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat

bertahan, berkembangbiak dan mensekresi imunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap

beberapa faktor perngsang. Respon imun yang sama bertanggungjawab atas oftalmopati yang

ditemukan pada pasien-pasien tersebut.6

Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai

komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini, hipertiroidisme timbul secara

lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves. Penderita mungkin

mengalami aritmia dan gagal jantung yang persisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat

pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah dan pengecilan otot.

Biasanya ditemukan goiter multinoduler pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan

pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita Goiter nodular toksik

mungkin memperlihtkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata

berkurang) akibat aktifitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada

manifestasi dramatis oftalmopati infiltrasi seperti yang terlihat pada penyakit Graves.

Hipertiroidisme pada pasien dengan goiter multi nodular sering dapat ditimbulkan dengan

pemberian iodin (efek “jodbasedow” ).6.7

Penanganan goiter nodular toksik cukup sukar. Penangan keadaan hipertiroid dengan

hipertiroid dengan obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal tampaknya akan

menjadi terapi pilihan. Nodul toksik dapat dihancurkan dengan 131I, tapi goiter multi nodulat

akan tetap ada, dan nodul-nodul yang lain akan tetap menjadi toksik, sehingga dibutuhkan

dosis ulangan 131I.7

Adenoma Toksik (Penyakit Plummer). Adenoma fungsional yang mensekresi T3

dan T4 berlebihan akan menyebabkan hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai “nodul

panas” pada scan tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi

Page 14: REFERAT PERIOPERATIF

lobbus lainnya. Pasien yang khas adalah individu tua ( biasanya lebih dari 40 tahun) yang

mencatat pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-

gejala penurunan berat badan, kelemahan, napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi

terhadap panas. Pemeriksaan fisisk mnunjukn adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi

dengan sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lainnya. Pemeriksaan laboratorium biasanya

memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum sangat meningkat, dengan hanya

peningkatan kadar tiroksin yang boder-line. Scan menunjukkan bahwa nodul ini panas.

Penanganan diberikan propil tiourasil 100mg tiap 6jam atau metimazol 10 mg tiap 6 jam

diikuti oleh lobektomi unilateral atau dengan iodin radioaktif.7

Karsinoma tiroid, terutama karsinoma folikular dapat mengkonsentrasi ion

radioaktif. Terdapat beberapa kasus kanker tiroid metastatik yang disertai hipertiroidisme.

Gambaran klinis terdiri dari kelemahan, penurunan barat badan, palpitasi, nodul tiroid tetapi

tidak ad oftalmopati. Scan tubuh dengan131I menunjukkkan daerah-daerah dengan ambilan

yang biasanya jauh dari tiroid, contoh tulang atau paru. Terapi dengan dosis besar ion

radioaktif dapat menhancurkan deposit metastasik. 7

Krisis Tiroid adalah suatu keadaan klinis hipertiroidisme hyang paling berat dan mengancam

nyawa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau struma

multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus : infeksi, operasi, trauma, zat

kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres, emosi, penghentian obat-obat antitiroid, terapi

I131, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/stroke, palpasi

tiroid terlalu kuat

2.3.5 Diagnosis

Pada hipertiroid diagnosis dapat ditegakkan dengan manifestasi klinis yang ada dan

beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan T3, T4, dan TSH. Manifestasi klinis

dari hipertiroid dapat dilihat berdasarkan indeks Wayne dan New Castle.

Gejala dan tanda hipertiroid tampak pada tabel dalam penilaian dengan indeks

Wayne. Hasil dari penilaian dengan indeks Wayne adalah jika kurang dari 11 maka

eutiroid, 11 sampai 18 adalah normal, dan jika lebih dari 19 adalah hipertiroid.

Gejala

SubyektifAngka

Gejala

ObyektifAda Tidak

Dispnoe d’effort +1 Tiroid Teraba +3 -3

Page 15: REFERAT PERIOPERATIF

Palpitasi +2 Bising tiroid +2 -2

Lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Tahan terhadap

suhu panas-5 Lid Retraction +2 -

Tahan dingin +5 Lid Lag +1 -

Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -2

Tangan basah +1 Nadi

Nafsu makan

bertambah+3

<80x/menit

80-90 x/menit

- -3

Nafsu makan

berkurang-3

- -Berat badan

naik-3

Berat badan

turun+3 >90 xmenit +3 -

Fibrilasi atrium +3≥ 20 : hipertiroid

Keterangan: Lid Lag adalah palpebra superior tertinggal waktu melirik ke bawah

Tabel 3. Penilaian index Wayne

Sementara itu menurut index New Castle dapat dilihat dari tabel berikut :

Page 16: REFERAT PERIOPERATIF

Untuk fase awal penentuan diagnosis perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan cukup

diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik. Hal ini karena

supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid, sehingga lamban pulih (lazy

pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksofalmometer Herthl.

Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya

ditemukan pada organ kita.1

Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan berikut :

1. Laboratorium TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul

infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)

2. EKG

3. Foto thoraks

2.4 Manajemen Preoperatif pada Hipertiroid

Keadaan hipertiroid biasanya disebabkan oleh kondisi pembesaran multinoduler

diffuse pada Grave’s disease (yang dihubungka dengan kelainan pada kulit, mata atau

keduanya). Namun, kondisi dapat muncul juga pada keadaan kehamilan, tiroiditis, adenoma

Page 17: REFERAT PERIOPERATIF

tiroid, koriokarsinoma, atau TSH-secreting pituitary adenoma. Lima persen wanita hamil

mengalami tirotoksikasi pada 3-6 bulan paska melahirkan dan memiliki kecenderungan untuk

kambuh pada kehamilan-kehamilan berikutnya.

Manifestasi utama pada hipertiroid adalah kehilangan berat badan, diare, kulit yang

lembab-hangat, kelemahan otot-otot besar, abnormalitas menstruasi pada wanita, osteopenia,

kondisi gugup, tidak tahan terhadap suhu panas, takikardia, tremor, aritmia jantung, prolaps

mitral valvula, dan hingga gagal jantung. Ketika fungsi tiroid dalam kondisi yang tidak

normal, hal yang paling mengacam jiwa adalah gangguan pada sistem kardiovaskuler.

Apabila terdapat diare yang berat, keadaan dehidrasi harus segera dikoreksi saat

preoperatif. Anemia ringan, trombositopenia, peningkatan enzim alkaline fosfatase,

hiperkalsemia, kelemahan otot dan tulang keropos seringkali muncul pada keadaan

hipertiroid. Kelainan pada ototo yang ditimbulkan kondisi hipertiroid biasanya melibatkan

otot-otot bagian proksimal dan belum pernah ada laporan kejadian paralisis otot pada otot

pernapasan.

Pada pasien yang berumur lebih dari 60 tahun denga kondisi hipertrioid, gejala yang

muncul seringkali terkait dengan efek gangguan dari jantungnya dan hal ini mendominasi

gejala klinik pasien-pasien ini. Beberapa tanda yang muncul akibat gangguan fungsi jantung

ini adalah takikardi, irama jantung yang ireguler, fibrilasi atrium (10 %) sampai kepada gagal

jantung. (Roizen M. et Fleisher L,2010)

Secara umum, penanganan pasien dengan hipertiroid adalah untuk menurunkan level

hormon tiroid dan memberikan “counter” (perlawanan balik) terhadap tanda dan gejala yang

muncul, terutama yang dapat mengancam jiwa. Penanganan medis hipertiroid menggunakan

obat-obatan yang menghambat sintesis hormon (misalnya : obat propylthioruacil,

methimazole) atau obat-obatan yang menghambat pelepasan hormon (misalnya potasium,

sodium iodida), atau obat yang melawan overaktivitas dari adrenergik seperti propanolol.

Meskipun β-adrenergik antagonis tidak mempengaruhi fungsi dari kelenjar tiroid, obat-obatan

ini menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Iodium radioaktif merusak fungsi sel-sel

kelenjar tiroid tetapi obat ini tidak direkomendasikan untuk pasien hamil dan dapat

menghasilkan suatu kondisi hipotiroid. Tiroidektomi sub total sekarang mulai berkurang

penerapannya tetapi tetap dibutuhkan pada pasien dengan goiter multinodul yang toksik

ataupun adenoma toksik soliter (Morgan, 2006).

Preoperatif

Page 18: REFERAT PERIOPERATIF

Pasien yang menjalani tindakan pembedahan tetap diperlakukan seperti pasien-pasien

lain yang akan menjalani prosedur pembedahan dengan penekanan pada anamnesis serta

pemeriksaan fisik maupun penunjang untuk mengidentifikasi kelainan fungsi tiroidnya.

Gejala dan tanda yang harus menjadi perhatian utama pasien hipertiroid adalah terkait dengan

fungsi jantung dan respirasi. Pasien dengan goiter yang besar memiliki problem potensial

terkait dengan jalan napasnya. Sehingga, pada pasien ini, penilaian jalan napas menjadi hal

utama yang harus dinilai dengan cermat. Pasien dapat memberikan gejala kesulitan napas

misalnya positional dyspnoe dan hal ini dapat dihubungkan dengan beberapa derajat dari

disfagia. Pasien juga dapat menunjukkan gejala sumbatan pada vena cava terutama pada

kasus goiter retrosternal. Beberapa penilaian lain terhadap jalan napas dapat beruba penilaian

jarak tiromental, derajat protrusi gigi bawah, keterbatasan gerak dari leher dan observasi

struktur faring. (Farling PA,2000)

Pasien dinilai tekanan darah, temperatur, denyut dan ritme jantungnya. Selain itu juga

dinilai gejala-gejala yang berhubungan dengan miopati, manifestasi sistem saraf pusat ( misal

: kondisi gugup), tanda-tanda di mata, tanda dehidrasi, maupun adanya kehamilann maupun

kehamilan mola. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan di antaranya pemeriksaan

EKG, profil darah tes fungsi pembekuan darah,CT scan leher, foto rontgen dada (terutama

pada pasien goiter). Pasien juga harus dinilai apakah akan menjalani pembedahan elektif atau

pembedahan emergency. (Susan,H et Noorily MD, 2007 )

Pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan elektif, termasuk tindakan

tiroidektomi subtotal, harus ditunda hingga pasien mengalami keadaan klinis dan kimiawi

yang “eutiroid”. Penilaian preoperatif harus termasuk penilaian terhadap fungsi tiroid. Nadi

isitirahat yang direkomendasikan adalah 85 kali/menit. Benzodizepin adalah pilihan yang

baik untuk sedasi preoperatif.(Morgan, 2006). Meski demikian, beberapa berpendapat bahwa

pemberian sedasi yang berlebihan tidak dianjurkan terutama pada pasien yang memiliki

goiter yang besar yang mengganggu airway. Meskipun hal ini sebenaranya tidak

berhubungan langsung dengan kondisi hipertiroidnya,lebih pada gangguan jalan napasnya.

(Roizen M. et Fleisher L, 2010). Preparasi cepat dibutuhkan untuk pasien yang akan

menjalani pembedahan darurat. Preparasi cepat ini dilakukan dengan memberikan kombinasi

beta-bloker, kortikosteroid, thionamid, iodium dan asam iopanoic (mengandung iodium dan

penghambat pelepasan hormon tiroid). Wanita yang akan menjalani evakuasi darurat dari

mola hidatidosa dapat dalam keadaan hipertiroid dan memiliki resiko terjadi badai tiroid.

(Susan,H et Noorily MD,2007)

Page 19: REFERAT PERIOPERATIF

Obat antitiroid dan antagonis β-adrenergik dilanjutkan sampai pagi hari operasi.

Pemberian Prophylthiouracil dan methimazole adalah penting karena kedua obat ini memiliki

waktu paruh yag pendek. Apabila akan dilakukan pembedahan darurat (emergency), sirkulasi

yang hiperdinamik dapat dikontrol dengan menggunakan titrasi esmolol (Morgan, 2006).

Obat antagonis β-adrenergik seringkali digunakan untuk mengontrol denyut jantung.

Akan tetapi, obat-obatan jenis ini harus dipertimbangkan ulang pemberiannya untuk pasien-

pasien dengan kondisi gagal jantung kongestif (CHF). Meski demikian, menurunkan denyut

jantung dapat meningkatkan fungsi pompa jantung itu sendiri. Kemudian, pasen hipertiroid

yang memiliki laju ventrikel yang cepat dan dalam kondisi CHF serta membutuhkan

pembedahan segera, dapat diberikan esmolol yang dipandu dengan perubahan pulmonary

artery wedge pressure. Jika dosis kecil esmolol (50 μg/kg) yang diberikan tidak

memperparah kondisi gagal jantung yang telah ada, dapat diberikan esmolol tambahan.

(Roizen M et Fleisher L, 2010).

Intraoperatif

Fungsi kardiovaskuler dan temperatur tubuh harus dimonitor secara ketat pada pasien

yang memiliki riwayat hipertiroid. Mata pasien harus dilindungi secara baik, karena keadaan

eksoftalmus pada penyakit Grave’s meningkatkan resiko abrasi kornea sampai dengan

ulserasi. Ketamin, pancuronium, agonis adrenergik indirek dan obat-obat lain yang

menstimulasi sistem saraf simpatis dihindari karena adanya kemungkinan peningkatan

tekanan darah dan denyut jantung. Thiopental dapat menjadi obat induksi pilihan di mana

obat ini memiliki efek antitiroid pada dosis tinggi. Pasien hipertiroid dapat menjadi

hipovolemi dan vasodilatasi dan menjadi rentan untuk mengalami respon hipotensi selama

induksi anestesi.

Kedalaman anestesi yang adekuat harus dicapai sebelum dilakukan laringoskopi atau

stimulasi pembedahan untuk menghindari takikardi, hipertensi atau aritmia ventrikel.

Pemberian agen blok neuromuskuler (NMBAs) harus diberikan secara hati-hati, karena

keadaan tirotoksikosis seringkali berhubungan dengan peningkatan insiden miopati dan

miastenia gravis. Hipertiroid tidak meningkatkan kebutuhan anestesia seperti tidak

berubahnya minimum alveolar concetration. (Morgan, 2006). Meski demikian, terkadang

kebutuhan dosis anestesi intravena diperlukan. (Susan H et Noorily MD, 2007). Untuk

menumpulkan respon hemodinamik saat melakukan intubasi dapat diberikan lidokain,

fentanyl atau kombinasi keduanya yang diberikan sebelum intubasi. (Bolaji et all, 2011).

Pasien dengan goiter yang besar dan mengalami obstruksi jalan napas dikelola seperti pasien-

pasien lain yang mengalami gangguan jalan napas. (Roizen M et Fleisher L, 2010). Kesulitan

Page 20: REFERAT PERIOPERATIF

intubasi meningkat kejadiannya pada pasien dengan goiter. Induksi inhalasi atau intubasi

sadar dengan fiberoptik dapat dipertimbangkan apabila ada bukti obstruksi jalan napas

ataupun deviasi maupun penyempitan. (Barash et all., 2009)

Tujuan utama dari manajemen intraoperatif pasien hipertiroid adalah untuk mencapai

kedalaman anestesia (sering dengan isofluran atau desfluran) yang mencegah peningkatan

respon sistem saraf pusat terhadap stimulasi pembedahan. Apabila menggunakan anestesi

regional, epinefrin tidak boleh ditambahkan pada larutan anestesi lokal. (Barash et all, 2009)

Postoperatif

Ancaman serius pada pasien hipertiroid pada periode postoperatif adalah badai tiroid

(thyroid storm), yang memiliki ciri hiperpireksia, takikardi, penurunan kesadaran (agitasi,

delirium, koma) dan hipotensi. Onset badai tiroid biasanya 6-24 jam setelah pembedahan

tetapi dapat muncul intraoperatif, menyerupai hipertermi maligna. Tidak seperti hipertermi

maligna, badai tiroid tidak berhubungan dengan rigiditas otot, peningkatan kreatinin kinase,

atau keadaan asidosis metabolik maupun respiratorik.

Penanganan badai tiroid termasuk hidrasi dan pendinginan, infus esmolol atau

propanolol intravena (0,5 mg dan ditingkatkan sampai denyut jantung < 100/menit),

propylthioruacil (250-500 mg tiap 6 jam secara oral maupun dengan nasograstric tube)

diikuti sodium iodida (1g intravena dalam 12 jam) dan koreksi faktor yang mempresitipasi

(misal: infeksi). Kortisol (100-200 mg tiap 8 jam) direkomendasikan untuk mencegah

komplikasi supresi kelenjar adrenal yang muncul.

Tiroidektomi subtotal dihubungkan dengan beberapa komplikasi pembedahan. Cedera

pada nervus reccurent laryngeal akan berakibat pada suara serak (jika unilateral) atau afonia

dan stridor (bilateral). Fungsi pita suara dapat dievaluasi dengan laringoskopi segera setelah

ekstubasi dalam, meskipun hal ini jarang diperlukan. Kegagalan gerak dari satu atau dua pita

suara memerlukan intubsi dan eksplorasi luka. Formasi hematom dapat menyebabkan airway

compromise dari kolapsnya trakhea pada pasien dengan trakheomalasia. Hipoparatiroid dari

terpotongnya kelenjar paratiroid yang tidak disengaja dapat menyebabkan hipokalsemia

dalam 12-72 jam. (Morgan, 2006). Pasien yang menjalani subtotaltiroidektomi juga beresiko

mengalami hipotiroid paska pembedahan dengan insidensi sebanyak 60%. Sedangkan untuk

pasien yang menjalani total tiroidektomi, sebagian besar akan mengalami hipotiroid paska

pembedahan (Crisaldo S et Mercado A.,2005)

Page 21: REFERAT PERIOPERATIF

BAB III

KESIMPULAN

1. Hipertiroid adalah kumpulna gejala klinis akibat peningkatan hormon tiroid bebas

dalam plasma/sirkulasi darah yang ditandai dengan peningkatan metabolisme dan

keadaan hiperdinamik yang mana memerlukan perhatian dari seorang ahli anestesi

dalam mencegah serta menangani komplikasi yang mungkin terjadi.

2. Tindakan pembedahan pada pasien hipertiroid pada pasien yang akan menjalani

pembedahan elektif harus ditunda sampai kondisi pasien eutiroid.

3. Tindakan pembedahan pada pasien hipertiroid pada pasien yang akan menjalani

pembedahan darurat dapat segera dilakukan dengan sebelumnya mempersiapkan

pasien secepat mungkin untuk dikontrol/dikurangi hiperaktivitas adrenergik yang ada,

yang dilanjutkan durante operasi sampai pengawasan post operasi.

Page 22: REFERAT PERIOPERATIF

DAFTAR PUSTAKA

Barash et al., 2009, Endocrine Function, Handbook of Clinical Anesthesia, 6th Edition,

Lippincott Williams & Wilkins, p 783-786

Bolaji et al., 2011, Anesthesia Management for Thyroidectomy in a Non-Euthyroid Patient

Following Cardiac Failure, Nigeria Journal of Clinical Practice, Vol 14, p 482-485)

Cole DJ, Schlunt M, 2004, Preoperative Evaluation and Testing, Adult Perioperative

Anesthesia The Requisites in Anesthesiology, Mosby Elsevier, p 71-73

Crisaldo S et Mercado A.,2005, Clinical Outcome During The Peri-operative

(Thyroidectomy) Period of Severely Hyperthyroid Patients with Normalized Pre-operative

Free-T4 Levels: Importance of I-131 Therapy as a part of Pre-operative Preparation, World

Journal of Nuclear Medicine, p 235-238

Farling, PA,2000, Thyroid Disease, British Journal of Anesthesia 85 (I) : 15-28

Morgan GE, 2006, Anesthesia for Patient With Endocrine Disease, Clinical Anesthesiology,

4th edition, McGraw-Hill, p 807-808

Roizen M. et Fleisher L.,2010. Miller’s Anesthesia. 7th Edition. Churcill Livingstone,

Philadelphia, Sec IV chapter 35 p 1086-1087

Susan,H. Et Noorily M.D.,2007, Hyperthyroidism, Decision Making In Anesthesiology, 4th

Edition, Mosby Elsevier, p 188-189

Tjokroprawito A et al, 2007, Hipertiroid, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran, Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo, Surabaya, p 86-92

Wilson LM et Price SA, 2000, Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit, EGC, p 1070-1075