kedokteran perioperatif ii

62
TINJAUAN PUSTAKA MODUL 4 KEDOKTERAN PERIOPERATIF Disusun oleh : H. BENNY CHAIRUDDIN PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi Pengampu: dr. MH. SUDJITO, Sp.An, KNA dr. HERI BUDI SUMARYONO, Sp.An

Upload: anit

Post on 17-Dec-2015

65 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

PERIOPERATIF II

TRANSCRIPT

a

TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 4KEDOKTERAN PERIOPERATIF

Disusun oleh :

H. BENNY CHAIRUDDIN

PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi

Pengampu:

dr. MH. SUDJITO, Sp.An, KNA

dr. HERI BUDI SUMARYONO, Sp.An

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA2008GAMBARAN UMUMSasaran utama asesmen medik pra bedah dan pra prosedur pasien yang akan menerima anestesia adalah untuk menurunkan angka kematian bedah, meningkatkan kualitas asuhan medik tetapi juga menurunkan biaya asuhan perioperatif dan pasien kembali dengan fungsi yang diinginkan secepat mungkin. Evaluasi dasar untuk pra bedah dan pra prosedur adalah data yang memperlihatkan kondisi pasien dan optimasi asuhan perioperatif yang menjadi prediktor signifikan untuk kematian pasca bedah. Evaluasi pra bedah dan pra prosedur memberi harapan untuk memotivasi pasien agar mendapatkan kualitas hidup yang lebih tinggi dengan demikian memperbaiki outcome secepatnya dan peningkat kualitas hidup jangka panjang.Sebelum memulai melakukan setiap tindakan anestesia harus selalu diperiksa kelayakan Mesin anestesia: Sistem perpipaan gas dan udara tekan rumah sakit (bila ada),tabung gas portabel, flow meter, vaporizer, Fresh Gas Flow, breathing circuit, katup inspirasi, katup ekspirasi, pop-off valve, reservoir bag.Harus selalu dipikirkan untuk kemungkinan timbul masalah difficult airway sehingga persiapan alat alat airway management basic dan advanced dan difficult airway selalu siap pakai.Alat untuk akses vaskular perifer dan sentral, alat alat infus, syringe pump, infusion pump dipersiapkan sesuai kebutuhan. Alat monitor fimgsi vital respirasi, kardiovaskular, suhu, merupakan pemantauan baku yang harus tersedia.Kesiapan alat alat dan obat obat untuk emergensi resusitasi harus selalu dicek secara rutin dalamkeadaan siap pakai. Alat dan obat obat untuk penanggulangan nyeri juga harus tersedia.Rencana anestesia harus dibuat agar secara optimal dapat mengakomodasikan kondisi fisiologik pasien, termasuk penyakit saat ini, riwayat penyakit, riwayat operasi, riwayat alergi, riwayat anestesi dan kesiapan psikologik, gangguan atau keterbatasan aktifitas. Rencana preoperatif yang tidak adekuat dan kesalahan dalam persiapan pasien merupakan sebab paling sering timbulnya komplikasi anestesia, termasuk persiapan alat dan obat obat yang diperlukan. Alat alat tersebut meliputi mesin anestesia, alat alat monitor, alat alat untuk emergensi dan resusitasi sekaligus obat obat yang diperlukan. Bila obat atau alat tidak tersedia akan menimbulkan masalah. Keterlambatan dalam penanggulangan karena kurangnya fasilitas atau persiapan tidak baik akan dapat berakibat buruk sampai kematian. Pengertian akan mekanisme kerja alat dan obat obat anestesia merupakan pengetahuan dasar yang seharusnya dimiliki calon spesialis anestesiologi.PERSIAPAN ALAT DAN OBAT ANESTESIPasien yang akan menjalani anestesi pada operasi elektif / darurat harus dilakukan pemeriksaan preoperatif ; anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, informed consent, penetapan status fisik ASA dan lakukan persiapan anestesia (puasa, rencana premedikasi), termasuk persiapan alat dan obat obat yang diperlukan selama tindakan anestesia.Persiapan alat alat dan obat obat anestesia:

Sebelum memeriksa mesin anestesia, lebih dulu periksa apakah sistem sumber gas tersebut sentral atau tidak( tabung gas portabel ada pada mesin anestesia). Periksa dulu sistem tersebut apakah sudah terhubung baik dengan mesin. Selanjutnya periksa kerja flow- meter, vaporizer, Katup inspirasi dan Katup ekspirasi apakah berfungsi dengan baik. Katup APL (adjustable pressure limit) valve, anesthetic breathing circuit.

Alat alat yang diperlukan untuk anestesia umum pada saat akan melakukan induksi sebaiknya kita ingat kata STATICS:S= Scope/Stetoskop, mendengarkan suara paru dan jantnug. Larinoscope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien, lampu harus cukup terang.

T= Tubes Pipa trakea, Pilih sesuai usia. Pilih cuffed atau non cuffed, kinking atau nonkinking A= Airway/Pipa mulut-faring atau pipa hidung faring. Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas.

T= Tape / Plester untuk fiksasi ppipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I= Introducer/Mandrin atau stilet dari kawat pembungkus plastic (Kabel) yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan

C= Conektor / Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.

S= Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnyaSecara keseluruhan alat-alat anesthesia umum berupa airway (oral, nasal), sungkup muka, LMA (laringeal mask airway), laringoskop, pipa endotrakeal, Magill Forceps, stylet (introducer), tape, stetoskop, konektor pipa endotrakeal dengan mesin, pipa nasogatrik,alat pengisap (suction) harus diperiksa berfungsi dengan baik.Obat obat anestesia umum, intravena( pentothal, propofol, ketamine) dan inhalasi N2O, halothane, ethrane, isoflurane, sevoflurane.Alat alat untuk anestesia regional: jarum jarum untuk anestesia spinal, jarum epidural, kateter epidural atau jarum khusus lain untuk anestesia regional tertentu seperti blok pleksus syaraf.. Bila ada perlu disiapkan nerve stimulator/nerve locator. Obat anestetik lokal seperti lidokain, bupivakain.Obat emergensi seperti oksigen, adrenalin, sulfas atropin, efedrin, aminofilin, steroid, obat anti aritmia (lidokain, amiodaron), loop diuretics, inotropik, vasopressor(norepinephrine), obat-obat hipotensive (nitroglycerin, nitropruside), antikonvulsan (diazepam, pentothal MgSO4), pelemas otot, obat antidotum( naloxon, anticholinesterase dan bila ada flumazenil, dantrolen), Natriumbicarbonate, Calcium gluconas, Calcium chlorida, KC1, morphine dan opioid lain, fentanyi, pethidine.Alat untuk emergensi: (set Ambu bag dengan kelengkapannya) alat Defibrillator.Alat alat untuk menanggulangi dificult intubation (Glidescope, Brochoscope) termasuk peralatan trakeosotmi merupakan option.Cairan kristalloid dan kolloid termasuk jarum/kateter infus dan set infusnya. Obat obat yang diberikan parenteral harus disiapkan tetesan mikro, syringe pump, atau infusion pump.Alat monitor standar non invasif seperti EKG, NIBP, saturasi O2, suhu, ETCO2 harus dipersiapkan dan dicek layak pakai atau tidak. Alat monitor invasif dipersiapkan sesuai indikasi saja.PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM Setelah semua persiapan alat dan obat lengkap, pastikan ada asisten yang membantu tindakan anestesia. Pasang jalur intravena pasang jalur infos dan jalankan infuse. Premedikasi dapat diberikan secara intravena atau intramuskuler atau inhalasi.Lakukan pemantauan fungsi vital oksigenasi, O2), tekanan darah, nadi, EKG, suhu, aliran cairan infus, ventilasi dengan ETCO2 kalau ada, produksi urine, jumlah perdarahan. Atur kebutuhan obat untuk pertahankan sedasi, analgesi dan relaksasi.

Anestesi adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesi umum hilangnya rasa sakit terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai hilangnya kesadaran.

Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi, intravena, intramuskuler, subkutan, per-oral, per-rektal. Anestesi lokal dapat diberikan secara topikal, infiltrasi, field block, blok saraf tepi, intravena (Bier's technique), cadual, epidural dan spinal analgesi.

Obat anestesi inhalasi dapat berbentuk gas misalnya N2O, cyclopropane dan ethtylene. Yang berbentuk cair melalui alat penguap akan diubah menjadi gas. Obat anestesi inhalasi yang berbentuk cair dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan halogen hidrokarbon misalnya halotan dan halogen eter yang contohnya adalah eter, enflurane, isoflurane, desfluran, dan sevofluran. Teknik anestesi umum inhalasi bisa dilakukan dengan napas spontan dengan sungkup muka, nafas spontan diintubasi, nafas spontan dengan laringeal mask, nafas spontan dengan COPA (Cuffed Oropharyngeal Airway) atau nafas kendali diintubasi.

Obat anestesi intravena antara lain : tiopental, propofol, ketamine, etomidate, midazolam, diazepam, dan sebagainya. Obat anestesi yang dapat diberikan secara intramuskuler adalah ketamine, diazepam, midazolam. Yang dapat diberikan per-rektal adalah eter oil, ketamine, pentotal.

Anestesi umum didefmisikan sebagai hilangnya rasa sakit diseluruh tubuh yang disertai hilangnya kesadaran yang reversibel akibat pemberian obat anestesi. Pada anestesi umum ada penekanan Susunan Saraf Pusat yang menurun secara ireguler.Untuk dapat melakukan anestesi umum dengan aman diperlukan pengetahuan dan ketrampilan dalam mekanisme kerja alat monitoring cara kerja mesin anestesi dan obat-obatan apa yang perlu di ada di Kamar operasi, mekanisme terjadinya anestesi umum, cara pemberian dan obat induksi anestesi umum, komplikasi yang sering terjadi selama anestesi (obstruksi jalan nafas, hipoksemia, hiperkarbia, hipotensi, hipertensi), farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi intra vena dan anestetika inhalasi, balans anestesi umum intravena, balans anestesi umum inhalasi, indikasi dan cara anestesi dengan sungkup, LMA, endotracheal. Memahami indikasi dan komplikasi intubasi unuk keperluan anestesi umum, kapan dilakukan ekstubasi serta komplikasi ekstubasi, melakukan pembebasan jalan nafas tanpa alat (triple manuver), dengan COPA, LMA, dan intubasi, melakukan induksi intravena dan dengan ditemukannya obat-obat anestesi yang baru maka definisi anestesi umumKemampuan untuk memberikan keadaan tidur terpisah dari keadaan analgesia dan relaksasai otot menyebabkan dikenalnya keadaan yang disebut anestesi seimbang (balans anestesi) yaitu masing -masing obat untuk setiap komponen anestesi umum.

Komponen Anestesi Umum

Pada anestesi umum terdapat trias anestesi yaitu hipnotik (hilang kesadaran), analgetik dan relaksasi. Hipnotik dapat dilakukan dengan hambatan mental, analgetik dapat dilakukan dengan hambatan sensoris dan relaksasi dengan hambatan refleks dan hambatan motoris.

Indikasi anestesi umum adalah :1. Infant dan anak-anak.2. Operasi yang luas.3. Pasien dengan kelainan mental.4. Bila pasien menolak anestesi lokal.5. Operasi yang lama.6. Operasi dimana dengan anestesi lokal tidak praktis dan tidak menguntungkan.7. Pasien dalam terapi anti coagulant.8. Pasien yang alergi terhadap obat anestesi lokal.

Pada anestesi umum inhalasi atau intravena, trias anestesi dapat diperoleh dengan dosis besar satu macam obat anestesi inhalasi atau intravena, tetapi akan disertai adanya efek samping. Misalnya dengan pentothal saja atau dengan halothane saja.

Untuk mencegah adanya efek samping tersebut, maka anestesi umum dilakukan dengan konsep anestesi balans (anestesi seimbang) dimana pasien diberikan obat untuk setiap komponen anestesi, yaitu hipnotik, analgetik dan relaksasi.Induksi Anestesi

Induksi adalah untuk menghantarkan penderita ke stadium operasi. Untuk melakukan induksi dapat dilakukan dengan obat anestesi intravena, intramuskuler, atau langsung dengan obat anestesi inhalasi. Bila dilakukan dengan anestesi inhalasi tergantung dari jenis obat anestesi inhalasi yang diberikan, maka teknik induksmya akan berbeda.Stadium Anestesi

Untuk menentukan kapan penderita bisa dioperasi, kita harus mengetahui stadium anestesi.Apabila menggunakan balans anestesi dengan N2O disertai halothane, enflurane, isoflurane, atau sevoflurane serta narkotik sebagai analgetik, maka stadium anestesi hanyalah berdasarkan skoring klinis yang disebut PRST SCORING.PRST adalah singkatan P = Pressure (systolic arterial pressure) R = Rate (heart rate) S = Sweat. T = Tears atau Lacrimation.Teknik Anestesi Umum Inhalasi

Open dropInsuflasiAyre T SystemSistem dengan valve non-rebreathingTeknik semi closedClosed systemObat Anestesi Inhalasi

Suatu anestetika inhalasi disebut ideal bila memenuhi persyaratan sebagai berikut: baunva menyenagkan dan tidak mengiritasi jalan nafas, kelarutan rendah, tidak toksik pada organ, efek samping kardiovaskuler dan respirasi minimal, efek pada SSP reversibel tanpa efek stimulant, efektif pada oksigen konsentrasi tinggi, dapat digunakan dengan vaporizer standar.Nitrous Oxide = N2O Halothane :

Induksi dan pemulihan cepat; tidak menyebabkan iritasi; tidak mengakibatkan mual, dan berefek bronchodilator. Mendepresi jantung; menyebabkan vasodilatasi, aritmia, mengiritasi miokard bila ada epineprin.Enflurane / Ehtrane:

Induksi dan pemulihan cepat. Tidak menimbulkan hipersekresi; bersifat bronchodilator, non-emetik, compatible dengan epineprin; menyebabkan penurunan tekanan darah akibat depresi miokard dan vasodilatasi perifer.Isoflurane

Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya cepat dan pemulihannya cepat. tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Sevofluran

Sevofluran adalah suatu obat anestesi umum inhalasi derivat eter dengan kelarutan dalam darah yang lebih rendah dari halotan, enfluran dan isofluran. Rendahnya kelarutan serta tidak adanya bau yang menyengat menyebabkan induksi inhalasi berjalan dengan cepat dan mulus, juga kelarutan dalam darah yang rendah menyebabkan pemulihan berjalan dengan cepat.

Aman digunakan untuk operasi bedah saraf, pasien dengan kelainan serebral, bedah Caesar, CABG, pasien dengan risiko miokardial iskhemia, penyakit hepar, penyakit ginjal.Obat Anestesi IntravenaObat anestesi intravena yang tersedia adalah Pentotal, Propofol, Etomidate, Midazolam, Diazepam.Obat anestesi intravena disebut ideal bila memenuhi persyaratan larut dalam air, tidak iritasi pada vena, tidak mempunyai efek anta analgesik. induksi cepat dan lancar, stabil kardiovaskuler pada dosis klinis, dan lama kerja pendek sehingga pemulihan cepat.Indikasi penggunaan ketamin adalah untuk operasi yang berlansung singkat, akan tetapi dengan dosis rendah dapat dipakai sebagai analgetik intraoperatif dan postoperative.PropofolMerupakan suatu obat anestesi intravena baru, dengan mula kerja yang berat, lama kerja singkat, akumulasi minimal, pemulihan cepat, metabolisme cepat. Pelumpuh OtotSangat berguna dalam anestesi umum misalnya laringoskopi dan intubasi jadi lebih mudah serta menghindari cedera. digunakan selama operasi dengan ventilasi kendali.Disebut Pelumpuh otot yang ideal bila termasuk golongan non depolarisasi- onset cepat, mula kerja singkat, pemulihan cepat, potensi tinggi, tidak kumulatif. metabolitnya tidak aktif, tidak ada efek kardiovaskuler. tidak ada pelepasan histamine, dapat di lawan dengan anticholinesterase.Obat pelumpuh otot Nondepolarisasi tidak menyeniinbulkan fascikulasi. eteknya menurun dengan obat antic ho line sterase, obat pelumpuh otot golongan depolarisasi, penurunan suhu tubuh, epineplirine, acetylcholine. Efeknya meningkat dengan obat pelumpuh otot non-depolarizing, anestetika volatile.Obat pelumpuh otot golongan depolarisasi menyebabkan faskiculasi otot. Efeknya meningkat dengan anticholinesterase , acetylcholine, hipotermi. Efeknya menurun dengan pelumpuh otot non-depolarizing relax, anestetika inhalasi. Narkotik AnalgetikNarkotik analgesik disebut ideal bila mempunyai Wide margin of safety yang lebar, onsetnya cepat, lama kerja singkat, pengendalian analgesi mudah, analgesi kuat, tidak ada pelepasan histamin, tidak mempunyai metabolit aktif.

Opiate dalam anestesi digunakan untuk premedikasi, induksi, anestesi berbasiskan narkotik, bagian dalam komponen balans anestesi, adjuvant dalam anestesi regional, neurolept anestesi, penanganan nyeri pascabedah.Laringoskopi dan Intubasi Endotrakheal.Laringoskopi:

Dalam praktek anestesi, laringoskop digunakan untuk melihat laring dan struktur disekitarnya dengan tujuan utama untuk memasukkan pipa endotrakheal melalui glotis ke dalam trakhea.Intubasi Endotrakheal:Ada istilah yang disebut anestesi endotrakheal, artinya adalah memasukkan gas anestesi ke dalam trakhea melalui pipa yang dimasukkan melalui laring (atau tracheostoma) ke dalam trakhea.Memasukkan pipa tersebut dapat melalui mulut (orotrakheal). hidung (nasotrakheal) atau trakheal stoma.Indikasi intubasi endotrakheal adalah :1. Operasi kepala dan leher. misalnya craniotomy. struma.2. Operasi intra thorakal.3. Laparotomi. 4. Operasi dengan posisi lateral (miring) atau telungkup (tengkurap).5. Bila diperkirakan akan sulit membebaskan jalan nafas dengan metoda sederhana (ekstensi kepala, oropharyngeal airway).6. Pasien yang tidak dipuasakan (lambung penuh).7. Prosedur operasi dimana anestesiologist harus jauh dari pasien.8. Operasi dengan kemungkinan perdarahan yang banyak.9. Pasien dengan keadaan umum yang buruk.10. Teknik anestesi yang khusus : anestesi hipotensi, anestesi hipotermi.11. Pediatrik,12. Bila perlu IPPB (Intermittent Positive Pressure Breathing).13. Non-operatif(resusitasi).Alat-alat yang dipakai :

a. Pipa Endotrakheal (ETT - Endotracheal Tube) :Bahan dapat dibuat dari karet sintetis, polyethylene, atau PVC (polyvinyl chloride). Tipe ETT bisa yang non-kingking (spiral) yang dibuat dari spiral coil nilon atau kawat yang ditanam di dalam lateks. Yang king-king tentu tanpa spiral. Bentuknya bisa single lumen atau double lumen. ETT untuk pediatrik umumnya tanpa balon (Cuff). b. Stylet.

Stylet harus dilubrikasi sebelum dimasukkan ke dalam ETT. Ujung stylet tidak boleh keluar mclewati ujung ETT.c. Oropharyngeal airway :

Pemasangan saat induksi anelgesi adalah untuk mencegah obstruksi jalan nafas akibat jatuhnya pangkal lidah disebabkan karena rileksnya lidah dan jaringan lunak pharyng. Setelah dilakukan intubasi berguna unluk mencegah tergigitnya pipa endotracheal pada saat bangun dari anestesi dan memudahkan pcngisapan lendir.

d. Pharyngeal pack (tampon).

Pharyngeal pack dipakai bila lidah mcnggunakan ETT dengan cuff; dipasang pada kedua sisi ETT sampai cukup menyumbat pharyng untuk mencegah terjadinya aspirasi. Ujungnya harus keluar dari mulut agar kita (idak lupa mengeluarkannya sebelum melakukan ekstubasi.e. Lubricant.

Lubricant dipakai untuk melicinkan ETT bila akan melakukan inlubasi nasotrakheal, untuk melicinkan stylet yang akan dimasukkan ke dalani ETT atau untuk meiicinkan pipa nasogastrik atau maag slang (NOT Nasogastric Tube).

f. Anestesi lokal semprot.

Anestesi lokal semprot digunakan untuk anestesi lokal pharyng dan laryng.

g. Cateter suction.

Kateter suction harus disediakan dalam berbagai ukuran untuk menghisap lendir di pharyng, laryng, trakhea dan bronkhus.Intubasi Endotrakheal.

Trakhea bisa diintubasi melalui mulut, hidung, atau stoma trakheal. Intubasi bisa dilakukan dalam anestesi ringan dengan obat pelemas otot atau dalam keadaan sadar (awake intubation).

Setiap kali telah melakukan intubasi harus diperiksa supaya ventilasi pada kedua paru-paru sama, dengan cara :

melihat pergerakan dada, harus sama kanan & kiri.

dengan auskultasi.

dengan melihat monitor saturasi O2.Ekstubasi

Ekstubasi dilakukan bila operasi telah selesai, nafas adekuat. Pemakaian pipa dilakukan saat pasien inspirasi maksimal. Tidak boleh- ada kateter suction dalam pipa saat penarikan pipa karena akan menurunkan PO2 .dalam paru-paru. Bila ekstubasi dilakukan pada light anaesthesia bisa terjadi komplikasi batuk-batuk, spasme laring dan spasme bronkhus.PEMANTAUAN PASIEN

Salah satu tugas utama dari seorang anestesiologis adalah bertindak sebagai pelindung (penjaga) pasien yang sedang dianestesi selama operasi. Sesungguhnya, kewaspadaan merupakan semboyan dari American Society of Anesthesiologist (ASA). Kewaspadaan yang maksimal membutuhkan pemahaman mengenai teknologi alat-alat pemantauan, termasuk pertimbangan masalah biaya.Tujuan monitoring untuk membantu anestesiologis mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perianestesia,supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu anestesiologis mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus menerus.

PEMANTAUAN JANTUNG

TEKANAN DARAH ARTERI

Tekanan tertinggi yang dihasilkan selama kontraksi sistolik disebut dengan tekanan darah arteri sistolik; sedangkan tekanan selama relaksasi diastolik disebut dengan tekanan darah arteri diastolik. Tekanan pulsatil (pulse pressure) merupakan perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan darah arteri rata-rata selama satu siklus pulsatil dikenal dengan nama Mean Arterial Pressure (MAP). MAP dapat dihitung dengan rumus berikut :

Pengukuran tekanan darah arteri sangat tergantung dari tempat pengukuran. Ketika pulsasi bergerak menuju perifer melalui cabang-cabang arteri, terjadi peningkatan dari tekanan darah sistolik dan diastolik. Sebagai contoh, tekanan sistolik arteri radialis biasanya lebih tinggi daripada tekanan darah sistolik aorta, karena letak dari arteri radialis lebih perifer (distal). Sebaliknya, tekanan darah sistolik arteri radialis lebih kecil dibandingkan tekanan aorta pada prosedur hipotermi bypass kardiopulmoner, karena penurunan dari tahanan vaskular tangan. Perbedaan ketinggian (letak) tempat pengukuran dari jantung juga mempengaruhi hasil pengukuran oleh karena faktor grafitasi. Beberapa pasien dengan gangguan pembuluh darah yang berat dapat terjadi perbedaan yang mencolok antara tekanan darah tangan kanan dan kiri. Hasil pengukuran yang lebih tinggi sebaiknya digunakan pada keadaan seperti ini. Karena pengukuran secara non-infasif (palpasi, Doppler, auskultasi, oscillometri, plethismografi) dan infasif (kanulasi arteri) menghasilkan perbedaan yang cukup besar, maka kedua metode tersebut akan dibahas secara terpisah.

1. Pemantauan Tekanan Darah Arteri Non-Invasif

Indikasi

Anestesi umum maupun regional merupakan indikasi absolut untuk pengukuran tekanan darah arteri. Cara dan frekuensi pengukuran tekanan darah sangat tergantung kepada kondisi pasien dan jenis operasi yang dilakukan. Pengukuran dengan cara auskultasi setiap 3-5 menit biasanya cukup untuk sebagian besar kasus. Obesitas dapat menyebabkan hasil pengukuran dengan cara auskultasi kurang akurat. Pada keadaan ini metode osilometri atau Doppler lebih dapat diandalkan.

Kontraindikasi

Walaupun pengukuran tekanan darah sangat penting, metode-metode yang menggunakan manset sebaiknya dihindarkan pada ekstremitas yang mengalami abnormalitas pembuluh darah atau ekstremitas yang terdapat jalur infus.

Metode dan Komplikasi

A. Palpasi

Pengukuran tekanan darah sistolik dapat ditentukan dengan (1) mencari lokasi denyut perifer yang dapat diraba; (2) menggemungkan manset proksimal dari denyut yang teraba, sampai denyutnya menghilang; (3) mengempiskan manset dengan kecepatan 2-3 mmHg/denyut jantung; (4) mengukur tekanan manset saat denyut teraba kembali. Cara ini membutuhkan alat yang sederhana dan tidak mahal.

B. Doppler

Ketika alat Doppler digunakan untuk menggantikan jari seorang anestesiologis, pengukuran tekanan darah arteri menjadi lebih sensitif dan sangat berguna pada pasien-pasien obesitas, pediatrik dan pasien dengan syok. Oleh karena itu alat ini dapat digunakan untuk mengukur tekanan darah sistolik dan diastolik.

C. AuskultasiPenggembungan manset tekanan darah antara tekanan darah sistolik dan diastolik akan menyebabkan terjadinya kolaps pembuluh darah arteri, menghasilkan bunyi khas yang disebut suara Korotkoff. Tekanan darah sistolik bertepatan dengan onset suara Korotkoff; tekanan diastolik bertepatan dengan hilangnya suara tersebut.

D. Osilometri

Pulsasi arteri menimbulkan getaran (osilasi) pada manset. Getaran ini kecil bila tekanan manset sedikit lebih tinggi daripada tekanan sistolik. Pengukur tekanan darah otomatis, mengukur tekanan darah pada saat terjadi perubahan amplitudo getaran.E. PletismografiPulsasi arteri secara transien akan menambah volume darah di ekstremitas. Pletismografi jari menggunakan dioda penghasil cahaya dan sel fotoelektrik untuk mendeteksi perubahan volume.Pletismografi tidak dianjurkan penggunaannya pada pasien dengan gangguan perfusi perifer dan oleh karena itu tidak dianjurkan penggunaannya secara rutin.Pertimbangan Klinis

Penghantaran oksigen ke organ-organ vital harus selalu adekuat selama anestesi. Sayangnya, peralatan untuk memantau perfusi dan oksigenasi organ sangat rumit dan mahal. Oleh karena itu tekanan darah arteri diasumsikan mencerminkan aliran darah ke organ tubuh. Aliran darah tergantung kepada tahanan pembuluh darah. Ketika tekanan tinggi, tahanan pembuluh darah juga tinggi sehingga aliran darah menjadi lambat. Oleh karena itu tekanan darah arteri harus dipandang sebagai indikator, bukan ukuran untuk menilai perfusi organ.

Ketepatan metode pengukuran tekanan darah dengan menggunakan manset dipengaruhi oleh ukuran manset tersebut. Manset setidaknya melingkari setengah dari esktremitas dan diameter manset harus lebih besar antara 20% sampai 50% diameter ekstremitas.

Penggunaan alat ini secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan ekstravasasi cairan infus.

2. Pemantauan Tekanan Darah Arteri Invasif

Indikasi

Indikasi pengukuran tekanan darah dengan cara kateterisasi arteri adalah hipotensi, mengantisipasi perubahan tekanan darah intraoperatif yang cukup besar, gangguan organ yang memerlukan pengukuran tekanan darah secara tepat dan keadaan-keadaan yang memerlukan pengukuran analisa gas darah multipel.

Kontraindikasi

Kateterisasi sebaiknya dihindarkan pada arteri-arteri yang tidak memiliki aliran kolateral atau pada ekstremitas yang dicurigai adanya kelainan insufisiensi pembuluh darah (contoh : fenomena Raynaud).

Teknik dan Komplikasi

a. Pemilihan Arteri untuk Kanulasi :

Banyak arteri yang dapat dijadikan sebagai pilihan untuk kateterisasi.

1. Arteri Radialis, sering digunakan untuk kanulasi karena letaknya yang superfisial dan terdapat aliran kolateral.2. Arteri Ulnaris. Kateterisasi arteri ulnaris lebih sulit karena arteri ini letaknya lebih dalam. Metode ini beresiko mengganggu aliran darah ke tangan. Oleh karena itu metode ini sebaiknya dihindari bila terjadi arteri radialis sisi yang sama gagal dilakukan kanulisasi. 3. Arteri Brakialis termasuk arteri yang besar dan mudah diidentifikasi. Jaraknya yang dekat dengan Aorta mengurangi distorsi gelombang tetapi kateterisasi arteri brakialis mudah terjadi kinking karena arteri ini dekat dengan siku. 4. Kanulasi arteri femoralis dapat menimbulkan pseudoaneurisma dan pembentukan ateroma. Tetapi arteri ini seringkali menjadi pilihan terakhir pada pasien-pasien luka bakar atau trauma. Salah satu komplikasi yang berbahaya adalah aseptik nekrosis pada caput femoris yang terjadi pada anak-anak.5. Arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior, karena letaknya yang jauh dari aorta dapat menimbulkan gangguan waveforms. 6. Arteri aksilaris dikelilingi oleh pleksus aksilaris sehingga dapat menimbulkan kerusakan saraf yang disebabkan oleh hematoma atau kanulasi itu sendiri. Udara dan trombus dapat dengan cepat menuju ke sirkulasi serebral.

b. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain hematoma, perdarahan, spasme pembuluh darah, trombosis arteri, emboli karena udara atau trombus, nekrosis kulit, kerusakan saraf, infeksi, dan Penyuntikan Intra Arteri. Oleh karena kanulasi intra arteri dapat memberikan hasil pengukuran yang terus menerus maka tehnik ini dianggap sebagai tehnik yang memenuhi gold standard. Kesalahan membaca hasil pengukuran dapat menyebabkan terapi yang tidak adekuat. ELEKTROKARDIOGRAFIIndikasi dan Kontraindikasi

Semua pasien hendaknya dilakukan pemeriksaan EKG intraoperatif. Tidak terdapat kontraindikasi.Penggunaan Klinis

EKG bekerja dengan cara merekam potensial elektrik yang dihasilkan oleh sel-sel miokard. Penggunaannya secara rutin dapat mendeteksi disritmia, iskemi miokard, abnormalitas konduksi, gangguan pacemaker, dan gangguan elektrolit

Kateterisasi Vena Sentral

Indikasi

Kateterisasi vena sentral ditujukan untuk pemantauan tekanan vena sentral pada manajemen cairan pada hipovolemi dan syok, aspirasi emboli udara, insersi transkutan lead dan memperoleh akses vena pada pasien dengan vena perifer yang kecil/buruk.

Reisiko dari katerisasi vena sentral antara lain infeksi, emboli udara dan trombus, aritmia (menunjukkan kateter berada di atrium kanan atau ventrikel), hematomam pneumothoraks, hematothoraks, hidrothoraks, chylotoraks, cardiac perforasi, cardiac tamponadem trauma syaraf dan arteri sekitar dan thrombosis. Semua dapat terjadi karena teknik pemasangan yang buruk.

KATERISASI ARTERI PULMONER

Indikasi

ASA telah memperbaharui guideline untuk katerisasi arteri pulmoner. Walupun efektifitas dari monitor Pulmonary artery catheter (PAC) masih tetap tidak terbukti pada beberapa kelompok pasien yang mengalami pembedahan, ASA menyimpulkan kegunaan yang tepat dari PAC tergantung dari kombinasi antara pasien, jenis operasi dan tujuannya.

Kontraindikasi

Kontraindikasi relatif dari APC antara lain komplit left bundle branch block (LBBB), wolf-parkinson-white syndrome, dan Ebsteins malformation (karena bisa mengakibatkan takiaritmia)

Pertimbangan Klinis

Pemakaian PAC di ruang operasi telah mengubah manajemen intraoperatif pasien-pasien dengan penyakit kritis. PAC dapat menghitung lebih tepat preload ventrikel kiri dibandingkan dengan CVP atau pemeriksaan fisik. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengambil sampel darah mixed venous dan mendeteksi adanya emboli udara dan iskemia myokardial.CARDIAC OUTPUT

Indikasi

Pasien yang mendapat keuntungan dari pengukuran tekanan arteri pulmoner, juga diuntungkan dengan penentuan cardiac output. Jadi untuk dapat menggunakan informasi PAC yang paling efektif, cardiac output harus diketahui. Kesempurnaan teknik noninvasif akhirnya akan secara rutin digunakan untuk memonitor cardiac output pasien intraoperatif.

Kontraindikasi

Tidak ada kontraindikasi untuk pengukuran cardiac output dengan thermodilusi, namun tidak demikian dengan menggunakan kateter arteri pulmoner.Mixed venous dan kandungan oksigen arteri mudah ditentukan jika PAC dan arteri line digunakan. Konsumsi oksigen juga dapat dihitung dari selisih antara kandungan oksigen dalam udara inspirasi dan ekspirasi.

Pertimbangan Klinis

Pengukuran cardiac output dapat memperkirakan banyak nilai yang menggambarkan fungsi dari keseluruhan sistem sirkulasi. Tekanan arteri pulmoner sulit untuk diinterpretasikan tanpa mengetahui cardiac output. MONITOR PULMONER

Stetoskop Precordial dan Esofageal

Indikasi

Banyak anestesiologist percaya bahwa semua pasien yang dianestesi harus dimonitor dengan stetoskop prekordial dan esofageal, meskipun praktek ini secara perlahan digantikan oleh capnografi dan pulse oxymetri untuk memonitor fungsi pulmoner.Kontraindikasi

Instrumen esofagus harus dihindarkan pada pasien dengan varises dan striktur esofagus.

Pertimbangan Klinis

Informasi yang diberikan stetoskop prekordial dan esofagus meliputi konfirmasi ventilasi, kualitas suara nafas ( stridor, wheezing), regularitas denyut jantung, kualitas bunyi jantung. Konfirmasi suara nafas bilateral pasca intubasi, bagaimanapun juga menggunakan stetoskop binaural.Pulse Oxymetri

Indikasi dan Kontraindikasi

Pulse oxymetri wajib digunakan untuk memonitor semua pasien yang dianestesi termasuk pada kasus sedasi sedang.Pulse oxymetry juga berguna untuk memonitor neonatus pada risiko terjadinya prematur retinopathy. Pertimbangan Klinis

Pulse oxymetri dapat juga digunakan untuk mengetahui perfusi jaringan dan menghitung denyut jantung. Intubasi bronkial biasanya sulit untuk dideteksi dengan pulse oxymetri pada pasien tanpa penyakit paru atau fraksi rendah dalam konsentrasi oxygen inspirasi (FiO2).Capnografi

Indikasi

Penentuan konsentrasi end-tidal CO2 (ETCO2) untuk mengkonfirmasi ventilasi yang adekuat sangat berguna selama proses anestesi, khususnya selama anestesi umum. Penurunan cepat dari ETCO2 adalah inidikator yang sensitif untuk terjadinya embolisme udara, sebuah komplikasi utama dari kraniotomi dengan posisi duduk.Pertimbangan Klinis

Gas-gas lain (cth, Nitrous oxide) juga menyerap sinar infra red, menyebabkan efek yang melebar. Capnografi dapat dengan cepat dan terpercaya dalam mengindikasikan intubasi esofageal, namun tidak dapt mendeteksi jika terjadi intubasi bronkial. Walaupun mungkin ada CO2 di dalam lambung saat menelan udara ekspirasi, namun CO2 tersebut dapat segera hilang dengan beberapa kali bernafas. Penurunan mendadak dari CO2 selama fase ekspirasi mengindikasikan diskoneksi dari sirkuit. Peningkatan laju metabolik yang disebabkan hipertermia malignan mengakibatkan peningkatan ETCO2.

Capnografi yang baik meyajikan bentuk gelombang konsentrasi CO2 yang dapat mengenali beberapa variasi kondisi .

ANALISIS GAS ANESTESI

Indikasi

Analisis gas-gas anestesi selama prosedur yang memakai gas anestesi merupakan hal yang sangat bermanfaat. Tidak ada kontraindikasi untuk menganalisis gas-gas anestesi.

Teknik

Teknik-teknik untuk menganalisis berbagai gas-gas anestesi menggunakan mass spectrometr, Raman Spectroscopy, infrared spectrophotometry atau piezoelectric crystal (quartz) oscillatio. Gas-gas nonpolar seperti oksigen dan nitrous oksida tidak menyerap sinar infra red. Karena molekul oksigen tidak menyerap sinar infrared, konsentrasinya tidak dapat diukur dengan monitor yang menggunakan teknologi infrared. Karena itu hal itu harus dilakukan dengan pemeriksaan lain.

Pertimbangan Klinis

Analisis Piezoelectric

Piezoelectric menggunakan metode oscillating quartz crystals yang dilapisi lipid. Gas anestesi volatil akan larut ke lapisan lipid dan merubah frekuensi oscillation, dan dibandingkan dengan frekuensi oscillasi kristal yang tidak dilapisi, sehingga konsentrasi gas anestesi volatil dapat diukur.

Analisis Oksigen

Untuk mengukur FIO2 gas inhalasi, pabrik mesin anestesi menggunakan 2 teknik

Sel Galvanic

Analisis Paramagnetic

Elektrode Polarografik

Spirometri

MONITOR SISTEM NEUROLOGIS

ELECTROENCEPHALOGRAFIIndikasi dan Kontraindikasi

Electroencephalogram (EEG) jarang digunakan selama pembedahan cerebrovaskuler untuk mengkonfirmasi oksigenasi cerebral yang adekuat. Memonitor kedalaman anestesi dengan full 16-lead, 8-channel EEG tidak dipercaya. Pertimbangan Klinis Penerimaan pemeriksaan EEG intraoperatif terbatas oleh keperluan, kesulitan interpretasi, efektivitas, dan keinginan untuk menghindari konsentrasi zat-zat anestesi yang terlalu tinggi. Keakuratannya masih dipertanyakan pada pasien yang sudah mengalami kerusakan otak sebelumnya (cth, stroke). Perubahan EEG yang disertai iskemia, seperti aktivitas hig- frequency dapat menyerupai hipotermia, zat anestesi, gangguan elektrolit dan hypocapnia . Deteksi perubahan EEG pada pasien yang dianestesi harus dilakukan review segera kemungkinan menyebabkan iskemia serebral sebelum terjadi kerusakan otak yang irreversibel.

Untuk melakukan analisis bispectral, data yang diukur EEG diambil melalui berbagai langkah, untuk menghitung angka tunggal yang berhubungan dengan kedalaman anestesi/hipnosis. Nilai BIS 65-85 telah disepakati untuk ukuran sedasi, nilai 40-65 direkomendasikan untuk anestesi umum.

Pertimbangan klinis

Miscellaneous Monitor

Temperature

Indikasi

Temperatur pada pasien yang menjalani anestesi umum harus dimonitor

Pertimbangan Klinis

Hipotermia didefinisikan sebagai temperatur tubuh kurang dari 36C, sering terjadi selama operasi dan anestesi. Karena hipotermia menyebabkan metabolisme oksigen berkurang, yang terbukti melindungi dari iskemia cerebral dan jantung.

Menggigil (Shivering) pasca operasi meningkatkan konsumsi oksigen sebanyak 5 kali, menurunkan saturasi oksigen arterial dan menunjukkan korelasi dengan peningkatan risiko iskemia miokardial dan angina. Walaupun mengigil pasca operasi dapat diterapi secara efektif dengan meperidine (25 mg) intravena.Core temperature (Suhu darah sentral)

Biasanya akan turun sekitar 1-2C selama jam pertama anestesi umum (fase I), diikuti oleh penurunan bertahap selama 3-4 jam berikutnya (Fase II), akhirnya mencapai kondisi tetap atau seimbang (Fase III). Redistribusi panas dari kompartemen sentral yang hangat (cth, abdomen, toraks) ke jaringan perifer yang lebih dingin (cth, lengan, kaki) karena vasodilatasi yang terinduksi anestesi menjelaskan penurunan suhu, sedangkan kehilangan panas yang sebenarnya hanya memberikan andil yang sedikit. Kehilangan panas terus menerus ke lingkungan merupakan penyebab selanjutnya yang muncul lebih lambat. Selama fase equilibrium, kehilangan panas sama dengan produksi panas.

Normalnya hipotalamus akan mempertahankan suhu tubuh dalam interval yang sempit. Peningkatan suhu tubuh akan mencetuskan berkeringat dan vasodilatasi, sedangkan suhu yang rendah memecu vasokontriksi dan menggigil.

Selama anestesi umum tubuh tidak dapat mengkompensasi hipotermia karena anestesi menghambat thermoregulasi sentral dengan cara mengganggu fungsi hipothalamus.

Spinal dan epidural anestesi juga dapat menyebabkan hipotermia yang disebabkan vasodilatasi dan redistribusi panas internal sesudahnya.

URINARY OUTPUT

Indikasi

Katerisasi urin kandung kemih adalah satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengukur urin output. Pemasangan urin kateter diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif , gagal ginjal, penyakit hati kronik, atau syok. Katerisasi rutin dilakukan pada beberapa prosedur operasi seperti operasi jantung , operasi ginjal atau aorta, kraniotomi, operasi besar abdominal atau prosedur dimana terdapat perpindahan cairan dalam jumlah besar.

Kontraindikasi

Kateterisasi kandung kemih harus dilakukan dengan perawatan yang sepenuhnya karena risiko untuk terjadinya infeksi

Pertimbangan Klinis

Keluaran urin menggambarkan perfusi dan fungsi ginjal dan sebagai indikator untuk ginjal, kardiovaskuler dan status volume cairan. Inadekuat urin output sering didefinisikan sebagai urin output kurang dari 0,5mL/kg/jam, yang sebenarnya merupakan kemampuan pasien untuk memekatkan dan menjadikan urin osmotik.STIMULASI SARAF PERIFER

Indikasi

Karena variasi sensitivitas pasien terhadap obat-obat neuromuscular blocking, fungsi neuromuskular semua pasien yang menerima intrmediate atau long-acting neuromuscular blocking harus dimonitor. Stimulasi saraf perifer sangat membantu untuk menilai paralisis selama rapid-sequence induction (RSI) atau selama infus kontinyu dengan obat neuromuscular blocking yang kerja singkat. Juga dapat digunakan untuk menentukan saraf yang akan di blok pada regioal anestesi.

Pertimbangan Klinis

Derajat blok neuromuskular dimonitor dengan memberikan stimulasi listrik yang bervariasi. Otot diafragma, rectus abdominis, laryngeal adductor, dan orbicularis oculi lepas dari pengaruh neuromuscular blokade lebih cepat dibanding otot adductor pollicisPENGELOLAAN PASCA ANESTESIAAkhir operasi yakinkan pasien bernafas spontan dan volume nafas adekuat (kecuali bila direncanakan untuk melanjutkan bantuan nafas pasca bedah). Bila perlu berikan antidotum obat-obat yang menyebabkan apnea berkepanjangan atau hipoventilasi . Lakukan pengakhiran anestesia dengan mulus, dan mengawasi masa siuman. Lakukan pengawasan terhadap komplikasi pasca bedah dan penanggulangan terhadap mual muntah, nyeri, obstruksi jalan nafas, gangguan oksigenasi, bradipnea, apnea, gangguan tekanan darah, dan lama pulih sadar. Mortalitas dapat terjadi tergantung dari kondisi awal, ASA, atau penyakit penyerta. Pastikan rekam medik anestesia dibuat secara baik dan lengkap.

Pulih dari anestesia umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola di kamar pulih atau, unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang perdarahan.

Post Anesthesia Care Unit ( PACU ) harus berada dalam satu lantai dan dekat kamar bedah, supaya kalau timbul kegawatan dan perlu segera diadakan pembedahan ulang tidak akan banyak mengalarni hambatan. Selain itu karena segera setelah selesai pembedahan dan anestesia dihentikan, pasien sebenarnya masih dalam keadaan anestesi dan perlu diawasi dengan ketat seperti masih berada di kamar bedah.

Pengawasan ketat di PACU harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter). EKG, peralatan resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari kamar bedah.

Personil dalam PACU sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini tanda vital yang membahayakan pasien.Gangguan pernapasan

Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total,tak ada ekspirasi (tak ada suara napas) paling sering dialami pada pasien pasca anestesia umurn yang belum sadar, karena lidah jatuh ke posterior faring menutup faring. Penyebab lain ialah kejang faring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar,karena laring terangsang oleh benda asing, darah, ludah sekret atau sebelumnya ada kesulitan intubasi trakea, edema glotis, sekresi, vomitos, atau darah di jalan nafas, atau tekanan di luar trakhea

Kombinasi jaw thrust dan Head Tilt dapat menarik lidah kedepan dan membebaskan jalan nafas. Pemakaian oral atau nasal airway (nasal lebih baik daripada oral)

Kalau penyebab obstruksi pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring, maka lakukanlah manuver tripel. Kombinasi jaw thrust dan Head Tilt dapat menarik lidah kedepan dan membebaskan jalan nafas. Pemakaian oral atau nasal airway (nasal lebih baik daripada oral)

dan berikan O2 100%. Kalau tidak menolong, pasang sungkup laring.

Obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu O2 100%, bersihkan jalan napas, berikan preparat kortikosteroid (oradekson).Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbi, hiper-kapni, PaCO2 >45 mmHg) atau saturasi O2 menurun (hipoksemi, SaO2 50% dari semula 0

4. KesadaranSadar penuh 2

Bangun jika dipanggil 1

Tidak respon atau belum sadar 0

5. Warna kulit

Kemerahan atau seperti semula 2

Pucat 1

Sianosis 0

Aldrette Score > 8 tanpa nilai 0 pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

Stewart Score1. Kesadaran

Bangun 2

Ada respon terhadap rangsang 1

Tidak ada respon 02. Respirasi

Batuk atau menangis 2

Pertahankan jalan nafas/berusaha bernafas 1

Perlu bantuan nafas 0

3. Aktivitas motorik

Gerak bertujuan 2

Gerak tanpa tujuan 1

Tidak bergerak 0

Stewart score > 5 pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

Bromege ScoreGerakan penuh dari tungkai 0

Tidak mampu ekstensi tungkai 1

Tidak mampu fleksi lutut 2

Tidak mampu fleksi pergelangan kaki 3

Bromege score < 2 pasien boleh dipindahkan ke ruangan Konsep dasar perawatan post anestesiDesain

Harus berlokasi dekat dengan kamar operasi. Desain bangsal terbuka dapat memfasilitasi (membuat) observasi terhadap pasien dilakukan secara bersamaan .Diperlukan jarak antara pasien sebagai isolasi kontrol infeksi.Radiografi, laboratorium dan fasilitas perawatan intensif lainnya harus berlokasi di lantai yang sama. Jarak antar pasien harus memiliki pencahayaan yang cukup dan cukup besar untuk memudahkan akses ke tiap pasien. Stopkontak yang banyak dan setidaknya 1 stopkontak untuk oxigen, udara dan suction harus ada di tiap ruang. Biasanya perbandingan antara Bed PACU dan kamar operasi adalah 1.5

Perlengkapan

Kebanyakan insiden di PACU yang berujung pada morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan monitoring yang tidak adekuat

Pulse oximetry,Elektrokardiogram (EKG),Pengukur Tekanan darah otomatis non invasif. Alat penghangat udara bertekanan, lampu pemanas dan selimut penghangat / pendingin. Harus memiliki persediaan sendiri untuk perlengkapan dasar dan emergency. Peralatan defilibrator, kereta /gerobak emergency dengan obat-obatan dan infusion pump

Nampan berisi trakeostomi, tube dan vaskuler outdown juga sama pentingnya. Perlengkapan terapi respirasi untuk penatalaksanaan bronkodilator aerosol, icontihus positive airways pressure (PAP) denga ventilator harus dalam jarak dekat dari ruang pemulihan. Bronkoskopi di PACU sebaiknya ada tetapi tidak diharuskan pada fasilitas yang lebih kecil

Perbandingan antara perawat dan pasien pemilihan 1 : 2 biasanya cukup baik / memuaskan

Ijin masuk PACU

Anestesiologi harus menyiapkan laporan ijin masuk masuk kepada perawat PACU dan mendampingi selama perawatan pasien sampai tanda vital dapat diketahui

Laporan ijin masuk ke perawat PACU

PENGELOLAAN NYERI PASCA BEDAHNYERI

Nyeri pasca bedah dikatagorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan. Untuk meredam nyeri pasca bedah pada analgesia regional pasien dewasa, sering ditambahkan opioid saat memasukkan anestetik lokal ke ruang subaraknoid atau ke ruang epidural. Tindakan ini sangat bermanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 3-16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul biasanya bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid dan kalupun pcrlu cukup diberikan analgetik golongan AINS (anti inflamasi non steroid) misalnya ketorolak 10-30 mg iv atau im.

Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal atau epidural ialah gatal daerah muka dan pada manula depresi napas belakangan setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas dapat dihilangkan dengan nalokson Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan pada manula kecuali mendapal pengawasan ketat.

Kalau terjadi nyeri berat pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan opioid bolus dan selanjutnya titrasi perinfus.Kontrol Nyeri

Kontrol nyeri pasca bedah umum terbaik jika dikelola oleh seorang anestesiologi, karena mereka dapat melakukan intervensi dengan anestesi regiponal atau farmakologik atau keduanya,.

Modaliti analgesia pasca bedah mencakup pemberian analgesia oral, analgesia parentral, blok saraf, blok neuroaksial, dengan anestetik lokal, opioids intra spinal dan juga teknik adjuvan seperti TENS dan terapi fisik. Seleksi teknik analgesia uraumnya berdasarkan, liga faktor, yaitu :

pasien, prosedur dan setting (rawat jalan atau rawat inap)Pasien rawat jalan

1. Analgesik oral

Kebanyakan pasien dengan nyeri ringan sampai sedang setelah operasi dapat ditanggulangi dengan COX inhibitor oral, opioid, atau kombinasi. Pasien yang mungkin mendapat oral intakate atau nyeri hebat memerlukan pemberian seperti rawat inap tanpa memperhatikan prosedur.Obat-obat ini menghambat sintesisi prostaglandin (COX) dan mempunyai berbagai khasiat analgesia, antipiretik, antiinflamasi. Asetaminofen sedikit mempunyai aktivitas antiinflamasL Analgesia disebabkan oleh blokade sistesis prostaglandin, yang menambah peka dan memperkuat input nosiseptif. Beberapa jenis nyeri tenjtama nyeri setelah bedah ortopedi danginekologi.Umumnya opioid dikombinasi dengan COX inhibitor oral; Yang akan menambah efek analgesia dan mengurangi dampak samping.2. Infiltrasi anestesi lokalInfiltrasi sekitar insisi luka blok dengan anestetik lokal adalah cara yang paling dan aman menghilangkan nyeri pasca bedah. Blok saraf ilioinguinal dan femoral dapat dipergunakan untuk pasca heniotomi dan prosedur skrotum; blok saraf penile untuk sirkumsisi.

Pasien rawat inapKebanyakan pasien dengan nyeri sedang sampai berat pasca bedah membutuhkan analgesik parentra atau blok saraf dengan anestetika lokal selama 1- 6 hari setelah pembadahgan. Jika pasien dapat memulai denga intake oral dan intensitas nyeri berkurang, analgesik oral diteruskan. Analgesik parentaral termasuk NSAIDs (ketorolak), opioid dan ketamin. Ketorolac dapat diberikan secara intramuskular atau intravena, sedangkan opioid dapat diberikan subkutan, intramuskular, intravena atau intraspinal. Opioid transdermal tidak dianjurkan untuk nyeri pasca bedah.1. Suntikan subkutan dan intramuskularKedua cara pemberian ini tidak dianjurkan karena sakit suntikan dan level dalam darah tidak dapat diperkirakan karena absorpsi tidak pasti. Pasien biasanya tidak puas, karena pemberian terlambat dan dosis kurang tepat.

Pemberian intravena

Balans optimal antara analgesia, sedasi dan depresi respirasi dapat dicapai dengan cara frequen, intermiten dan dosis kecil (misalnya morfin I -2 nig). Tanpa memperhatikan seleksi obat dan karena distribusi obat durasi efek yang singkat diobservasi hingga beberapa telah diberikan; kemudian level dalam darah dapat dipertahankan melalui infiisi kontinu. Sayang sekali teknik ini merupakan kerja intensif dan pemantauan respirasi ketat Karena itu teknik ini terbatas untuk PACU, ICU atau Unit khusus Ongkologi.2. Blok saraf periferBlok pada pleksus interkosta, interpleura, brakial dan saraf femoral dapat memberikan analgesia pasca bedah yang baik sekali. Pemasanagan kateter memungkin pemberian anestetik lokal secara intermiten atau kontinu (bupivakain 0.125 % atau ropivakain 0.125 % yang dapat menghasilkan analgesia selama 3-5 hari pasca bedah.3. Blokade Neuroaksial sentra & Opioid intraspinalPemberian campuran anestetika lokal - opioid neuroaksial (terutama epidural) merupakan teknik yang ekselen untuk pengelolaan nyeri pasca bedah setelah prosedur abdominal, pelvik toraks atau ortopedi pada ekstrimitis bawah.Anestetika lokal

Anestetik lokal saja dapat menghasilkan analgesia yang sangat baik tetapi berdampak blokade simpatikus dan motorik. Pengenceran anestetik lokal masih memberikan efefk analgesia tetapi blok motorik ringan. Bupivakain dan rpivakain 0,125 - 0,25 % sangat dipergunakan untuk kebutuhan diatas.

Opioid

Opioid intratekal

Opioid yang diberikan epidural atau intratekal berpenetrasi ke dalam medula spinalis dan tergantung waktu dan konsentrasi.Anestetik lokal & Campuran Opioid

Walapun opioid intraspinal sendiri dapat menghasilkan analgesia yang sangat banyak pasien mengalami dampak samping yang signifikan dengan tergantung terutama dengan opioid larut lemak. Kalau larutan anestetik lokal dikombinasi opioid, akan terlihat sinergi yang signifikan. Indikasi kontra

Indikasi kontra mencakup, penolakan pasien, koagulopati, atau tarombosit abnormal, dan adanya infeksi atau tumor sekitar tusukan. Infeksi sistemik hanya indikasi kontra relatif kecuali terbukti ada bakterimia. Pemasangan kateter intraspinal pada pasien yang akan menjalani heparinisasi intraopoeratif masih kontroversial karena kemungkinan terjadi hematoma epidural.

PAGE 2