tjrii (paper interblok)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Perkerasan interblock adalah konstruksi perkerasan lentur yang menjadikan interblock
sebagai bahan lapis permukaan, sedangkan lapisan pondasi (base dan subbase) memiliki
persyaratan dan fungsi yang sama dengan perkerasan lentur jalan lainnya.
nterblock atau yang lebih dikenal sebagai concrete block pavement (CBP), petama kali
diperkenalkan di negeri Belanda awal tahun 1950 sebagai pengganti konstruksi perkerasan jalan
yang memakai batu dari tanah liat yang dibakar (van derv list 1980). Secara umum, bentuk
interblock yang indah, serta mahalnya aspal sebagai bahan perkerasan lentur dan biaya konstruksi
dan perawatan perkerasan lentur jalan, menyebabkan perencanaan jalan memilih konstruksi
interblock sebagai konstruksi inovatif perkerasan lentur jalan kekuatan dan ketahanan serta
bentuk yang indah, membuat konstruksi interblock menjadi cocok dipergunakan di daerah
konversial, di daerah pemerintahan dan di daerah industry. Kurang lebih 50 tahun yang lalu, telah
dilakukan penelitian mendalam terhadap konstruksi interblock di seluruh dunia (shakle 1950).
Beberapa keuntungan atau kelebihan daripada konstruksi interblock di Indonesia adalah
kemudahan mendapatkan bahan dasar di pasaran, menggunakan tenaga manusia dalam jumlah
besar, peralatan yang sederhana, ketersediaan alternative dari segi bentuk yang dapat memenuhi
selera konsumen, serta kemudahannya di dalam perawatan (Aly 2001). Secara menyeluruh,
kelebihan yang didapatkan pada konstruksi interblock, menurut Shakel (1950), adalah :
1. Tiap block (seperti batu bata) dapat mudah diganti sebagaian tanpa merusak konstruksi
perkerasan secara menyeluruh.
2. Perbaikan lapisan tanah dasar yang mengalami penurunan, mudah dilakukan.
3. Bentuk, ukuran, warna serta pola pemasangan block dapat mudah disesuaikan/diatur.
4. Dapat membentuk suatu daerah tertentu, dengan menggunakan warna block tertentu.
5. Membutuhkan sedikit peralatan dan metoda konstruksi sederhana, sehingga tidak perlu
tenaga kerja dengan keahlian khusus.
6. Biaya perawatannya minimum.
7. Blok, kuat dan awet (tahan lama) karena tahan abrasi, tumpahan bahan bakar dan minyak.
1
8. Mampu menahan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan membelok dan mengerem
kendaraan.
9. Konstruksi interblock dapat memikul lendutan yang lebih besar, dibandingkan
perkerasaan kaku.
10. Pengadaan jalur lalu lintas atau jalur jalan raya relative lebih cepat dibandingkan
perkerasaan lentur lain ataupun perkerasaan kaku, sesuai untuk mengatasi pertumbuhan
lalu lintas.
Beberapa kekurangan dari konstruksi interblock yang perlu diketahui dan diupayakan
peminimalan dampak yang timbul. Menurut Aly (2001) kekurangan dari konstruksi
interblock tersebut, antara lain :
1. Bilamana diperlukan perkuatan lapisan pondasi (base dan sub-base), satu-satunya adalah
dengan melakukan pembongkaran sepanjang konstruksi.
2. Jika ikatan antar block (interlocking) menurun, maka kekokohan konsturksi jadi menurun
pula.
3. Bilamana terjadi kerusakan kecil, seperti : bentuk block, ikatan block, maka kerusakan
tersebut akan berdampak pada keseluruhan konstruksi.
Selain itu, kecepatan kendaraan di atasnya secara umum dibatasi antara 50 – 60 km/jam.
2
BAB II
Konstruksi INTERBLOK Sebagai Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan
2.1 Konstruksi Jalan
Konstruksi jalan pada umumnya terdiri dari subgrade dan perkerasan jalan. Susunan perkerasan
jalan pada umumnya terdiri dari:
• Lapis tanah dasar (sub grade course).
• Lapis pondasi bawah (sub base course).
• Lapis pondasi (base course).
• Lapis permukaan (surface course).
Gambar 2.1 Potongan melintang perkerasan lentur
Sedangkan susunan perkerasan paving block terdiri dari
• Sub base
• Laying course (sand)
• Surface course (blocks)
• Edge restraint (precast kerb)
2.2 Tanah Dasar (Sub-Grade)
Tanah dasar merupakan faktor terpenting dari konstruksi jalan, karena keawetan dan
kekuatan konstruksi perkerasan jalan sangat bergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah
dasarnya (sub grade). Dalam hal ini tanah dasarlah yang mendukung seluruh konstruksi jalan dan
3
beban muatan lalu lintas yang lewat di atasnya. Di samping itu dalam menentukan besarnya biaya
pembangunan jalan ditentukan oleh kekuatan tanah dasar, karena kekuatan tanah dasar yang
menentukan tebal tipisnya permukaan jalan. Shackel (1980) mengatakan bahwa kekuatan tanah
dasar merupakan faktor utama yang mengontrol ketebalan perkerasan dan dikatakan pula bahwa
lebih mudah mengaitkan kekuatan tanah dasar dengan parameter sederhana seperti "California
Bearing Ratio"(CBR).
2.3 Sub-Base
Agar penampilan perkerasan interblock dapat baik, maka sub-base /base perlu didesain
dengan cermat. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi penampilan sub-base adalah:
a. Ketebalan sub-base
Shackel (1980) melaporkan hasil penelitianny8a pada tahun 1979 tentang efek perubahan
ketebalan sub-base dan interblock terhadap deformasi, defleksi, tegangan. Didapatkan bahwa
peningkatan ketebalan sub-base akan mengakibatkan pengurangan deformasi, defleksi, dan
tekanan tanah dasar. Didapatkan pula bahwa perubahan ketebalan sub- base mempunyai
pengaruh yang kecil pada penampilan perkerasan dibanding perubahan ketebalan interblock.
b. Kualitas dari material yang digunakan.
Shackel (1980) melaporkan hasil penelitiannya mengenai penggunaan material sub-base
dari batu pecah dan material sub-base dari batu kerikil alam berkualitas jelek. Didapatkan bahwa
deformasi yang dihasilkan oleh perkerasan yang sub-base nya dari batu kerikil alam empat kali
lebih besar dari deformasi yang dihasilkan oleh perkerasan yang sub-base nya dari batu pecah.
Hode Keyser dan Mc Coomb (1980) menyimpulkan bahwa perkerasan interblock yang didesain
dengan menggunakan base yang terbuat dari batu-batu kecil (granular-base) nampak lebih peka
terhadap drainase yang jelek, sedangkan perkerasan yang didesain dengan menggunakan base
yang distabilisasi dengan semen nampak lebih peka terhadap beban titik (terkonsentrasi). Houben
dan kawan-kawan (1984) mendapatkan bahwa modulus elastis-struktur bawah (sand base dan
tanah dasar) akan meningkat seiring dengan kenaikan beban lalu lintas. Defleksi dan rutting akan
jauh berkurang bila bahan base dipakai yang lebih baik (dalam hal ini base dari bahan inti beton
lebih baik dari base dari bahan inti pasir). Pendapat tersebut dikemukankan oleh Working Group
D3 (1984) ditambahkan bahwa dengan dipakainya base dari bahan inti beton akan meningkatkan
kekakuan sambungan (joint) dan lapisan pasir alas.
4
Menurut Clark ( 1978) dan Barber dan Knapton (1979) yang dikutip oleh Shackel (1984)
daya dukung base yang baik diperlukan jika diharapkan timbul daya pengunci antar interblock,
namun Clark mengatakan pula bahwa kekakuan base yang terlalu tinggi mungkin menghalangi
adanya daya pengunci tersebut. Untuk saat ini umumnya digunakan sirtu alam yang dipadatkan
dengan alat pemadat getar (VR = Vibratory Roller). Persediaan sirtu alam yang memenuhi
kualitas sekarang ini sudah mulai menipis sehingga perlu dicari material pengganti. Sirtu mesin
dengan gradasi yang lengkap ternyata sangat tepat untuk menggantikan fungsi sirtu alam, bahkan
lebih stabil bila terendam air daripada sirtu alam.
2.4 Laying Course
Sesudah sub-base course maka diberi lapisan pasir yang sudah dipadatkan dengan
ketebalan 4 cm - 5 cm. Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan penyetelan (regulating layer) yang
berfungsi menutupi permukaan sub-base dan sebagai alas paving block.
Menurut Shackel (1980) pasir alas hanya berfungsi agar konstruksi lebih berdaya guna.
Tegangan yang diberikan pada interblock akan diperlemah oleh pasir pengisi, tetapi ternyata
banyak deformasi (rutting) pada perkerasan yang berasal dari lapisan pasir alas. Tiga faktor
utama yang mempunyai pengaruh penting pada penampilan perkerasan interblock yang
digunakan untuk lalu lintas yaitu:
a. Ketebalan lapisan pasir.
Barber dan Knapton (1980) yang dikutip oleh Shackel (1980) melaporkan bahwa
perkerasan interblock yang ditujukan untuk lalu lintas truk akan timbul deformasi permulaan
yang cukup perlu, yang terjadi pada lapisan pasir pengisi yang mempunyai tebal padat 40 mm.
Pendapat serupa dilaporkan oleh Seddon (1980) yang juga dikutip oleh Shackel (1980).
Shackel (1980) menunjukan bahwa pengurangan ketebalan pasir alas lepas dari 50 mm ke
30 mm adalah menguntungkan dilihat dari deformasi (rutting) perkerasan (pengurangan
deformasi hampir 4 kali). Dan dari test di Afrika Selatan ditunjukan bahwa tidak perlu
menggunakan pasir alas lepas (dalam kondisi awal) lebih besar dari 30 mm yang menghasilkan
ketebalan padat mendekati 20 mm. Pendapat ini diperkuat pula oleh Morrish (1980), Hodgkinson
(1980) yang dikutip oleh Shackel (1980), menetapkan tebal pasir alas adalah 30 mm + 10 mm.
5
Liley dan Clark (1980) menyarankan penggunaan pasir alas dengan tebal 50 mm untuk
lalu lintas ringan, sedangkan Houben dan kawan- kawan dan Working Group D3 (1980)
menggunakan tebal lapisan pasir 50 mm dalam penelitiannya.
Simmons (1979) menyimpulkan bahwa kedalaman pasir alas kurang dari 40 mm maka
pasir tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak dan menampung variasi ketebalan dari
interblock, karena itu dianjurkan menggunakan ketebalan pasir alas maximum 50 mm dan
minimum 40 mm padat.
b. Grading dan sudut dalam (angulariti) dari pasir
Shackel (1980) melaporkan bahwa perkerasan interblock yang menggunakan pasir alas
dengan gradasi (grading) seperti yang disarankan Hodgkinson (1980) akan memberikan
pelayanan yang memuaskan. Deformasi (rutting) yang terjadi 10.000 kali lintasan roda yang
berbobot 40 kN berkisar antara 1,5-4 mm (percobaan dengan gradasi lain, menghasilkan rutting
hingga 30 mm). Bahkan bila ukuran pasir pengisi maximum yang digunakan lebih kecil dari 1,0
mm, deformasi total setelah 10.000 kali lintasan akan lebih kecil dari 2,0 mm. Pada umumnya
bila sudut tahanan geser 0 pada pasir makin tinggi maka deformasi perkerasan makin kecil. Yang
terpenting untuk pasir alas diusahakan bebas dari lempung, tidak terlalu bulat dan dihampar
dengan ketebalan praktis minimum. Pasir alas ini harus dari pasir kasar dengan persyaratan
gradasi sebagai berikut: ( Hananto, Wonosaputra, 1986 )
Butir % Lolos
9,52mm 100
4,75mm 95 - 100
2,36mm 80 - 100
1,13mm 50-85
600mm 25-60
300mm 30-Oct
150m 15-May
75mm 0-10
Kadar lumpur max = 3%
6
Bentuk butir harus cubical, tajam, dan keras.
Apabila pasir alam sulit didapat, pasir alam dapat diganti dengan pasir buatan/ abu batu
hasil sampingan produksi pemecahan batu dengan butiran berkisar antara 0 - 4,76 mm. Dari
penelitian-penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa ketebalan dan kualitas dari lapisan
penghampar (laying course) mempunyai pengaruh yang besar pada daya guna (performance)
perkerasan. Gradasi dan kualitas dari pasir yang dipergunakan untuk lapisan penghampar (laying
course) mempunyai pengaruh yang besar terhadap besarnya deformasi yang terjadi pada umur
awal (early life) dari perkerasan. ( Hananto, Wonosaputra, 1986 ).
c. Kadar air dari pasir selama pemadatan dan pelayanan
Shackel (1980) mengatakan bahwa pemadatan pasir alas akan mencapai hasil yang baik
apabila kadar airnya terletak antara 4 - 6 % dengan hasil terbaik bila memakai kadar air 6%. Bila
gradasi pasir alas sesuai dengan spesifikasi dari CACA maka efek dari kadar air terhadap
perilaku perkerasan akan kecil pengaruhnya. Ini dibuktikan oleh Shackel dengan
mempertahankan pasir alas tetap dalam kondisi terpendam selama test berlangsung. Namun bila
pasir alas mengandung kadar lempung lebih dari 15% maka penambahan air hanya akan
mengakibatkan peningkatan deformasi, kemudian diikuti dengan pumping, karena itu
penggunaan pasir yang mengandung butir-butir halus yang plastis, baik untuk pasir alas maupun
pasir pengisi harus dihindari.
Sackel menyimpulkan bahwa kadar air yang cukup adalah sekitar 6% - 8%. Shackel
menjelaskan pula bahwa ada keyakinan yang besar di Eropa, Australia dan Afrika Selatan
mengenai adanya sifat kedap air (impermeable) dari perkerasan interblock setelah dibuka untuk
lalu lintas selama 2-3 bulan. Dari hasil penemuan Clark (1979), yang dikutip oleh Shackel (1985)
mengatakan bahwa pada perkerasan baru 25% dari air yang melimpah ke permukaan perkerasan
dapat meresap masuk lewat sambungan (joint) dan kadar air pasir alas naik hingga 16%.
2.5 Edge Restraint (Balok Pembatas)
Belum banyak studi mengenai edge restraint (kanstein) padahal keberadaannya cukup
penting, kanstein biasanya terbuat dari beton berguna sebagai penahan gerakan lateral dari
7
interblock hingga mencegah terbukanya sambungan dan terlepasnya daya pengunci yang mana
bisa mengakibatkan rusaknya penampilan perkerasan.
Fungsi dari edge restraint (kanstein) adalah untuk mencegah paving block bergerak
keluar, oleh karena itu edge restraint harus mempunyai stabilitas yang cukup untuk menahan
tumbukan (impact) yang ditimbulkan oleh lalu lintas kendaraan. Edge restraint dapat berbentuk
kerb, kombinasi antara kerb dan channel, rigid abutment atau established struktur (struktur yang
siap pakai). Liley dan Clark (1980) menyarankan penggunaan beton pracetak agar memudahkan
operasional di lapangan dan pemasangannya adalah pada awal pekerjaan.
Hananto (1989) mengatakan mutu beton minimum dari balok pembatas yang
dipergunakan untuk jalur lalu lintas minimum K-300. Bila digunakan beton pracetak maka
kanstein hams dipasang diatas beton penyokong agar ada ikatan, beton penyokong dengan mutu
minimum K-175.
Gambar 2.1 edge restraint
2.6 Surface Course (Paving Block)
2.6.1 Sejarah
Pemakaian perkerasan paving block yang berupa balok-balok yang berukuran kecil,
bukan hal yang baru. Pemakaian balok-balok kecil yang terbuat dari batu sudah dipakai pada
jaman Romawi kuno. Bangsa mesopotamia pun juga pemah menggunakan paving block yang
terbuat dari tanah liat. Namun penggunaannya tidak melalui perhitungan dan perencanaan yang
8
baik, berbeda di jaman modern ini, dimana paving block kembali dipakai sebagai suatu
perkerasan jalan Karena paving block memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan
perkerasan aspal, maka pada akhir abad ke-19 pembuatan paving block secara besar-besaran
dimulai di Jerman. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, parameter
desain perkerasan paving block tidak hanya berdasarkan pada segi kekuatan dan keamanan saja
tetapi juga dipertimbangkan unsur keindahan dan arsitektur, karenanya bentuk yang konvensional
berbentuk persegi, mulai berkembang sesuai dengan desain jalan, terutama pada jalan pedestrian
dan perumahan, bahkan untuk saat ini pemakaian paving block sebagai lapis permukaan
perkerasan mulai banyak dipakai pada daerah-daerah perumahan atau jalan-jalan utama.
Khususnya kota Surabaya, mulai banyak kawasan yang menggunakan perkerasan paving block
sebagai lapis permukaan perkerasan, misalnya:
• International Container Terminal Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Karena pesatnya laju
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur membawa dampak yang sangat berarti bagi pertambahan
frekuensi kegiatan bongkar muat, yang menggunakan container. Untuk itu Perumpel III
membangun fasilitas ICT (International Container Terminal) di pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya dengan luas pavement ± 350.000 m2 lapisan perkerasan yang dipakai adalah CTB
(Cement Treated Base) dan paving block. Pavement pada proyek ICT Surabaya Port ini
digolongkan 2 tipe, yaitu:
Tipe I. Container Yard dan Truk Parking Area
Gambar 2.3 container yard dan truck parking area
9
Tipe II. Jalan utama masuk pelabuhan
Gambar 2.4 jalan utama masuk pelabuhan
Penghubung antara ujung tol Surabaya - Malang dengan pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Jalan Tanjung Priuk merupakan jalan yang menghubungkan ujung jalan tol Surabaya - Malang
dengan pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Panjang ± 1km, memiliki 2 jalur, masing-masing
10,5 m. rehabilitasi jalan tersebut dengan cara membongkar jalan lama (aspal + base course)
dan diganti dengan 22 cm CTB + 10 cm interblock. Karena jenis kendaraan yang melalui jalan
tersebut adalah 80% terdiri dari kendaraan berat yaitu truk dan trailer bermuatan container.
Kecepatan rata-rata di ruas jalan yang memiliki 2 jalur tersebut adalah 60 km/ jam dan jumlah
kendaraan yang lewat ± 3000 kendaraan/ hari.
Gambar 2.5 jalan Tanjung Priok Surabaya
10
Dan masih banyak lagi kawasan-kawasan yang menggunakan paving block sebagai lapis
permukaan perkerasan, terutama untuk daerah- daerah yang memiliki beban lalu lintas berat.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta
pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Fungsi lapis permukan antara lain:
• Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
• Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.
• Sebagai lapisan aus (wearing course).
Dalam hal ini, lapis permukaan yang kami pakai adalah lapis permukaan yang terdiri dari
perkerasan paving block yang diletakkan berdekatan pada pola tertentu dan interlock-nya diisi
dengan pasir. Di Indonesia banyak paving block yang diproduksi dalam berbagai bentuk dan
warna, tetapi yang umum dipakai adalah bentuk empat persegi panjang karena bentuknya paling
sederhana dan mudah diangkat dengan satu tangan.
2.6.2 Faktor-Faktor Utama Paving Block
Interblock disebut juga balok atau conblock. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah:
1. Bentuk
Sudah ada 50 bentuk interblock yang dipatenkan di Eropa, namum belum banyak yang
diteliti secara ilmiah. Bentuk-bentuk yang diselidiki oleh para ahli diantaranya seperti gambar
dibawah
ini:
11
Gambar 2.8 macam-macam bentuk interblock
Dari tahun 1978 - 1983 Shackel mengadakan penyelidikan berbagai bentuk interblock (a -
f), menyimpulkan bahwa segi banyak yang juga disebut interblock bergigi atau terkunci (a, b, c, d
dan f) berpenampilan lebih baik (dalam hal rutting dan creep) dibanding interblock berbentuk
segiempat (bentuk tak terkunci) dan bentuk a adalah paling banyak digunakan di dunia. Dalam
penyelidikannya di laboratorium, Dutruel dan Dardare (1984) menggunakan gaya vertikal dan
horisontal.
a. Distribusi gaya vertikal permukaan oleh interblock dengan bentuk a, e dan f adalah kecil
atau interblock mempunyai pengaruh kecil dalam penyebaran beban.
b. Interblock bergigi dengan bentuk a dan i yang alur sambungan menerusnya disusun
searah dengan gaya horisontal bias menyambung adanya kohesi asalkan celah sambungan
cukupkecil dan balok pembatas kuat menahan bergesernya interblock akibat gaya yang
tegak lurus alur sambungan menerus. Kohesi ini tidak terjadi pada interblock segiempat.
Sebaliknya Kuipers (1984) mengatakan bahwa perkerasan interblock di daerah industri
berat bentuk segi empat adalah paling cocok dibanding bentuk bergigi karena:
a. Sifat penguncian interblock segi empat lebih konstan
b. Dibawah beban horisontal interblock segi empat cenderungtidak kena konsentrasi
tegangan, dengan demikian interblock segiempat kecil kemungkinannya untuk runtuh
karena "flexuraltension".
Praktis, karena mudah untuk diungkit dan diganti bila adaperbaikan perkerasan
Gaya horisontal yang timbul akibat traffic wave deformation akan diubah jadi beban
garis, sedang pada perkerasan yang memakai interblock bergigi, gaya horisontal akan
diubah menjadi beban titik. Namun Kuipers menyarankan penggunaan interblokbergigi
yang berkuatan tinggi, dipakai untuk perkerasan di daerah industry ringan maupun
menengah hal ini karena kapasitas penguncian dasarnya lebih unggul dibanding bentuk
segi empat.
12
Muira dkk (1984) dalam percobaannya menyimpulkan bahwa interblock bentuk “h”
mempunyai daya dukung lebih rendah dan tingkat rutting (baik pada awal maupun
perkembangannya) yang lebih tinggi dibanding bentuk e dan g. Paving block dapat dibedakan
menjadi 3 tipe, yaitu:
•Paving block yang secara geometrik mempunyai interlocking pada arah horisontal. Paving
block tipe ini yang paling banyak di buat, termasuk di Indonesia. Disamping karena murah dan
mudah dalam pembuatan dan produksinya, juga mudah dalam pengerjaan pemasangannya.
Dimensinya dibuat sedemikian sehingga dapat diangkat dengan satu tangan saja sehingga mudah
dalam pengerjaannya. Pada umumnya berat yang ada tidak lebih dari 4,5 kg, dengan panjang
sekitar 225 mm.
Dalam produksinya, dibuat dalam 3 ketebalan, yaitu 60 mm, 80 mm, dan 100 mm. Paving
block tipe ini lebih sering digunakan untuk tata guna lahan (landscaping) dan untuk perkerasan
dengan lalu lintas normal.
13
Gambar 2.9 paving block tipe horizontal
•Paving block yang secara geometrik mempunyai interlocking pada arah vertikal (dengan atau
tanpa interlocking pada arah horisontal). Tujuan pembuat tipe ini adalah untuk memperoleh
struktur interlocking yang kuat jika dibandingkan dengan paving block tipe pertama. Tidak
semua industri paving block memproduksi paving block tipe ini, disamping mahal dan sulit
dalam pembuatan atau produksinya, juga sulit dalam pengerjaan pemasangannya karena harus
menggunakan kedua tangan untuk mengangkatnya. Dimensi yang umum adalah berkisar antara
250 mm sampai 300 mm pada arah memanjang dengan ketebalan minimal 100 mm. Paving block
tipe ini lebih banyak digunakan untuk perkerasan dengan lalu lintas yang berat (seperti areal
pelabuhan, apron bandara, dan Iain-lain) atau untuk perkerasan khusus (seperti untuk daerah
pertambangan, struktur penahan ombak, dan Iain-lain).
Gambar 2.10 paving block tipe vertical
• Grass Block atau Grass Stone. Berbeda dengan kedua tipe di atas yang lebih diutamakan untuk
perkerasan, tetapi diutamakan keindahan. Bentuk dan dimensi yang diproduksi bervariasi dengan
panjang antara 250 mm sampai 500 mm dan lebar antara 170 mm sampai 350 mm.
14
Gambar2.11 grass block
2. Dimensi
Belum banyak yang melakukan studi tentang efek dari dimensi interblock. Dari hasil
percobaan Shackel menyimpulkan bahwa perubahan dalam dimensi interblock tidak berpengaruh
pada penampilannya sebagai perkerasan untuk keperluan lalu lintas.
3. Ketebalan
Banyak studi tentang efek ketebalan interblock terhadap penampilan perkerasan
diantaranya di Asia, Australia dan Eropa.
Hasil studi adalah sebagai berikut. Shackel tahun 1980 dalam penyelidikannya
mengunakan interblock dengan tebal 60, 80, 100 mm sedang parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi perkerasannya adalah:
1. Deformasi atau rutting permukaan
2. Defleksi elastis permukaan
3. Tegangan tekan vertikal yang diteruskan ke tanah dasar
Hasil studinya adalah sebagai berikut :
a. Makin tebal interblock yang dipakai maka deformasi, defleksi dan tekanan tanah dasar
akan makin berkurang
b. Perubahan ketebalan dari 60 mm ke 80 mm lebih menguntungkan dalam penampilan
dibandingkan perubahan dari 80 mm ke 100 mm
c. Pada beban 36 kN (dalam studi ini dipakai beban 36 kN dan 24 kN) ketebalan interblock
mempunyai pengaruh yang dominan pada penampilan perkerasan (dilihat dari sudut
deformasi dan defleksi) sedangkan pada beban 24 kN ketebalan base dan interblocklah
yang berperan.
15
d. Dengan tidak melihat beban maka perubahan ketebalan interblock lebih berpengaruh pada
penampilan perkerasan dibanding perubahan ketebalan base.
Knapton (1976) yang dikutip oleh Shackel ( 1980 ) mengatakan bahwa penampilan
perkerasan tidak bergantung pada ketebalan interblock dan juga Clark (1978) mengatakan bahwa
penampilan akan meningkat sedikit dengan bertambahanya ketebalan interblock. Ketebalan
interblock adalah parameter yang mempunyai peranan penting dalam efek distribusi dari
perkerasan interblock (oleh Dutruel dan Dardare 1980). Bila defleksi permukaan kecil, transmisi
gaya antara interblock terjadi terutama melalui friksi, karena itu akan menguntungkan bila
interblocknya tebal namum bila defleksinya besar interblock saling berhubungan karena
rotarional interlock, jadi perkerasan berperilaku seperti pelat dengan kekakuan berkurang karena
joint (sambungan). Di Jepang interblock 60 mm banyak dipakai untuk pejalan kaki, 80 mm
dipakai untuk lalu lintas kendaraan sedangkan yang 100 mm hanya sedikit diproduksi. Working
Group D3 (1980) dalam percobaannya pada tanah dasar yang jelek, mendapatkan ketebalan
interblock hampir tidak ada pengaruhnya pada defleksi dan rutting. Dari percobaan jejak roda
(whell-track) didapatkan bahwa kekakuan pendukung (identik dengan kekakuan pasir alas)
meningkat seiring dengan bertambahnya tebal interblock. Sedang efek dari ketebalan interblock
pada kekakuan joint atau sambungan tergantung pada kekakuan struktur bawah (tanah dasar, sub
base dan base).
4. Pola hampar atau Pola pemasangan
Karena bentuknya berupa balok-balok kecil, maka paving block hams disusun satu
dengan yang lain sehingga saling mengunci (interlocking), pola pemasangan ini penting dalam
pengerjaan paving block karena pemilihan pola paving block harus disesuaikan dengan
kegunaannya. Ketidaktepatan dalam memilih pola dan bentuk dapat menyebabkan kegagalan
suatu perkerasan interblock karena tidak semua pola dapat digunakan untuk semua tujuan. Pola
pemasangan tidak mempengaruhi kemampuan penyebaran gaya dari perkerasan sepanjang hanya
beban vertical yang diperhitungkan, tetapi akan sangat berpengaruh dalam menahan gaya-gaya
yang diakibatkan pengereman atau kendaraan yang menikung, demikian pula pemilihan
bentuknya. Ada 2 alasan untuk memilih pola pemasangan tertentu, yaitu:
16
• alasan teknis, untuk mendapatkan interlocking yang baik, jadi berkaitan erat dengan sifat
beban yang bakal dipikul
• alasan non teknis, segi estetika/penampilan yang baik
Sedangkan pola pemasangan paving block yang sering digunakan adalah:
• Pola Herringbone atau Tulang Ikan.
` Pola Harringbone ini merupakan pola yang terbaik untuk perkerasan paving block,
dimana akan dilalui lalu lintas berat dan sedang. Karena susunannya mampu menahan joint-joint
bila diberi beban baik arah longitudinal maupun transfersal. Paving block yang memakai pola
pemasangan Herringbone mempunyai keuntungan yang besar dalam perencanaan geometrik,
seperti pada perubahan arah (tikungan), karena hal ini dapat diatasi tanpa mengubah pola
pemasangannya. (Morris, 1982). Sharp dan Simmons (1980) menyarankan penggunaan pola
tulang ikan bila digunakan untuk perkerasan yang dilewati lalu lintas karena susunannya dapat
mencegah creek dan rotasiinterblock.
Gambar 2.12 pola pemasangan Herringbone
•Pola Basket Weave atau Anyam Tikar.
Pola ini digunakan untuk lalu lintas ringan. Pola ini kurang baik untuk lalu lintas berat
dan sedang karena adanya kecenderungan untuk terjadinya creeping.
17
Gambar 2.13 pola pemasangan B asket Weave
Pola Running Bond (Stretcher Bond) atau Pola Susun Bata.
Pola ini digunakan untuk lalu lintas ringan. Pola ini kurang baik dipakai pada lalu lintas berat
dan sedang karena ada kecenderunganmuntuk terjadinya creeping.
Gambar 2.14 pola pemasangan Running Bond
5. Kekuatan
Efek dari variasi kekuatan interblock yang berbentuk d dan e, telah distudi oleh National
Institute For Transport and Road Research (NITRR). Hasil yang dikutip oleh shackel (1980)
adalah:
18
a. Penampilan dari perkerasan ( dikaitkan dengan beban ) tidak bergantung pada kuat tekan
dalam keadaan basah, kering, atau pada kuat lentur dalam interval yang distudi yaitu 35
Mpa - 55 Mpa ( kuat tekan basah)
b. Kekuatan interblock bukan merupakan kriteria yang penting untuk interblock segi empat
disbanding dengan bentuk bergigi. Pada perkerasan yang didisain untuk penampilan yang
memuaskan ( lendutan dibatasi < 20 mm ), kekuatan interblock kurang begitu signifikan
asalkan kekuatannya tidak kurang dari harga minimum yang telah ditetapkan. Namun
perlu dicatat bahwa kekuatan mempunyai pengaruh terhadap faktor-faktor antara lain
ketahanan terhadap pembekuan, pencairan, dan abrasi.
6. Skid Resistance
Oliver (1982), yang dikutip oleh Mavin (1984) mengatakan bahwa skid resistance dari
suatu perkerasan dipengaruhi oleh makro tekstur (pola sambungan) dan mikro tekstur
(permukaan interblock). Mavin menyelidiki skid resistance perkerasan interblock terkunci (Nov
1979 - Sep 1983) hasilnya :
a. Terjadi pengurangan yang signifikan pada skid resistance setelah diratakan dengan plat
penggetar dan pengurangan secara pelan- pelan pada skid resistance setelah dilalui lalu
lintas dan waktu.
b. Nilai skid resistance masih diatas standart yang diterima setelah dipakai lalu lintas selama
6 tahun.
c. Perubahan skid resistance akibat lalu lintas dan cuaca sulit diramalkan karena variasi
musim.
Garrett dan Walsh (1984) menyelidiki pula nilai skid resistance di Tnggris dari Sept 1982 –
Augst 1983 pada perkerasan interblock pola tulang ikan dengan arah lalu lintas sejajar dan tegak
lurus sumbu panjang tiap anja. Hasil percobaannya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Nilai skid resistance sebelum dan sesudah dihampar namun belum digunakan untuk lalu
lintas dan sesudah dibuka untuk lalu lintas berbeda-beda. Yang pertama adalah yang
terbesar ( 7% > dari yang kedua ), yang kedua ( 32% > dari yang terakhir ), yang terakhir
diukur seminggu setelah dibuka untuk lalu lintas.
19
b. Nilai skid resistance menjadi tak menentu akibat iklim.
Clifford (1983) yang dikutip oleh Sharp dan Armstrong (1985) hasil percobaannya :
a. Bila jalan dengan perkerasan interblock dipakai untuk kecepatan tinggi maka derajat
tekstur permukaannya harus diperhitungkan.
b. Skid resistance pada perkerasan interblock yang berumur 20 tahun adalah rendah dan
tidak layak digunakan, hal ini disebabkan agregat-agregat yang ada pada permukaan
interblock menjadi bulat. Clifford menyarankan menggunakan agregat yang tahan
terhadap gosokan (polishing) pada jalan- jalan yang diperuntukkan kendaraan
berkecepatan tinggi.
2.6.3 Kelebihan-Kelebihan Yang Dimiliki perkerasan Paving, Block (Hananto,
Wonosaputra, 1986)
Sebagai suatu produk beton dengan mutu tinggi.
Ketahanan (Durability)
Mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap abrasi maupun cuaca.
Tidak dipengaruhi oleh tumpahan minyak dan tahan terhadap bahan kimia seperti: bensin,
solar, oli, dan Iain-lain.
Mampu melokalisir beban terpusat yang cukup besar
Permukaan yang keras dan tahan terhadap berbagai kerusakan (skid resistance yang
tinggi). Kinerja tetap baik walaupun mengalami penurunan ( Good Performance in
Settlement Conditions ) perkerasan dapat berdeformasi akibat penurunan yang tidak
merata tanpa mengalami retak-retak. Jadi bila deformasi yang terjadi melebihi syarat,
paving block dapat diangkat kemudian sub-base/ base course diperbaiki dan paving block
diatur kembali.
Kemudahan dalam melakukan pekerjaan bawah tanah ( Easier Access to Underground
Service) . Kemudahan dalam pemasangan underground services setelah jalan dalam masa
operasional. Paving block dapat diangkat bilamana diadakan penggalian pada badan jalan
(seperti untuk pipa air minum, pipa listrik, dan Iain-lain), kemudian dipasang kembali
dengan biaya yang murah. Hal ini sangat berguna khususnya untuk jalan-jalan di daerah
perkotaan.
20
Langsung dapat digunakan (Immediate availability ) .Untuk daerah yang sudah dipasang
perkerasan paving blocknya dan sudah dipadatkan dengan vibrator maka jalan itu sudah
dapat dilewati untuk mengangkut paving block selanjutnya. Memperpendek jarak
pengangkutan. Jalan dapat langsung dibuka setelah paving block selesai dipasang.
Konstruksinya sederhana ( Simple Construction) .Konstruksi jalan dengan perkerasan
paving block sangat sederhana, tidak perlu tenaga yang berkemampuan tinggi, yang
terpenting adalah lapisan sub-base/ base course memenuhi syarat. Untuk pemasangannya
bisa memakai tangan atau mesin. Pemasangan dan perbaikan perkerasan paving block
tidak membutuhkan peralatan berat dengan demikian biaya mobilisasi dan demobilisasi
peralatan sangat rendah. Hal ini memungkinkan perbaikan dalam volume kecil tetap
ekonomis . Cara pemasangan secara manual dan padat karya.
Kesan nyaman dan rapi Tempat jalan lebih indah dan rapi apalagi bila trotoarnya sudah
dipaving.
Permukaan kasar sehingga baik untuk, pengereman.
perkerasan interblock menggunakan bahan semen yang persediaannya cukup banyak di
Indonesia dan pemasangan paving block adalah merupakan pekerjaan yang padat karya
(tidak memerlukan keahlian khusus) dan tidak memerlukan peralatan berat seperti pada
perkerasan beton rigid, serta dapat menghindari untuk mengimpor bahan bitumen yang
dibutuhkan pada perkerasan aspal.
Umur teknis yang panjang, sehingga dapat dipakai berulang- ulang walaupun telah
mengalami pembongkaran untuk perbaikan lapisan bawahnya.
Biaya pemeliharaan murah.
Tersedia dalam berbagai bentuk dan warna yang dapat dikombinasikan antara fungsi dan
keindahan.
Kecuali bahan pewarna (pigment) seluruh produk paving block menggunakan produk
lokal.
Kemudahan dalam kontrol kualitas secara menyeluruh baik pada paving block maupun
pada lapis bawahnya.
2.6.4 Aplikasi Paving Block (Schackel. 1990)
21
Aplikasi yang dilihat dari segi arsitekturnya. Pemanfaatan paving block yang lebih
diutamakan pada keindahannya, yaitu dari warna, tekstur, dan pola pemasangan paving
block, yang meliputi:
- Pemanfaatan pada bangunan baik bagian interior maupuneksterior.
- Pemanfaatan untuk tata guna lahan.
- Pemanfaatan untuk trotoar, mall, dan plasa.
Aplikasi yang dilihat dari segi tekniknya. Pemanfaatan paving block sebagai bahan lapis
perkerasan lalu lintas, yang meliputi:
- perkerasan pada lalu lintas normal, seperti tempat parkir, jalan-jalan pada daerah
perumahan, dan Iain-lain. Istilah paving block lebih banyak ditujukan untuk
pemanfaatan ini, karena sekitar sepertiga produksi paving block ditujukan untuk
pemanfaatan sebagai lapis perkerasan jalan.
- perkerasan pada lalu lintas berat, seperti perkerasan pada daerah industri,
pelabuhan, apron bandara, area penumpukan kontainer, dan Iain-lain.
- perkerasan khusus, seperti perkerasan pada daerah pertambangan, bangunan-
bangunan air (dam, canal, struktur penahan ombak, dan Iain-lain), struktur
penahan lereng, dan Iain-lain.
2.6.5 Standart Paving Block (Hananto, Wono Saputro. 1986)
• Toleransi ukuran. Toleransi ukuran pada paving block yang sering dipakai adalah
panjang ± 2 mm, lebar ± 2 mm, dan tinggi ± 3 ,mm. Toleransi panjang dan lebar dipakai
untuk mempermudah dalam pengerjaan dan perbaikan, sedangkan toleransi ketebalan
dipakai untuk menyeragamkan penurunan yang terjadi selama masa operasi perkerasan
tersebut.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi elemen dari paving block.
- Kuat tekan. Saat ini di Indonesia belum ada suatu standar yang pasti, berkisar
antara K-300 sampai K-400, bergantung pada mutu masing-masing produsen. Kuat
22
tekan di sini adalah kuat tekan karakteristik. Paving block yang banyak diproduksi
adalah untuk kuat tekan 300 kg/ cm2 sampai dengan 400 kg/ cm2. Kuat tekan ijin
minimum 300 kg/ cm2.
- Kuat lentur. Sebagaimana sifat beton sebetulnya yang harus lebih diperhatikan
adalah kuat lentur (flexural strength) hal ini sering tidak diperhatikan padahal
penting. Karena kebanyakan kerusakan fisik pada paving block adalah cenderung
lebih mudah patah daripada hancur yang disebabkan oleh kuat lentur yang tidak
memenuhi syarat standart NEN 7000 (Standart of Nederlands) sebesar 60 kg/ cm2.
Produk lokal umumnya menghasilkan kuat lentur antara 40 kg/ cm2 - 60 kg/ cm2.
- Kuat geser (skidding resistance). Yaitu tekanan yang terjadi antara permukaan
paving block dengan permukaan ban. Penting untuk keamanan lalu lintas, misalnya
daya pengereman dan supaya roda tidak mudah tergelincir pada saat permukaan
basah. Bila permukaan paving block masih baru, tahanan geser permukaan paving
block ini sangat besar dan berangsur-angsur berkurang sampai menjadi normal.
Keseimbangan ini sangat penting karena, antara keamanan dan keawetan ban
terdapat 2 tuntutan yang berlawanan.
- Daya tahan terhadap aus (abrasion test). Daya tahan terhadap aus ini adalah daya
tahan paving block terhadap cuaca (keawetan dan ketahanannya) dan keausan.
- Durability. Daya dukung maksimum rata-rata penyerapan air sebesar 5%.
2.6.6 Peralatan yang Dipakai Untuk Pemasangan Paving Block. (Hananto,WonoSaputra,
1986)
• Cutter (alat khusus untuk pemotong paving block).
• Plate vibrator (alat pemadat sand layer).
• Alat-alat tambahan berupa kereta dorong/ lori, papan tatakan paving block, palu
karet, benang, papan, sapu lidi/ ijuk, kawat nyamuk, dan
- lain sebagainya.
-
2.6.7 Proses Pelaksanaan dan Pengerjaan di Lapangan.
Pelaksanaan pekerjaan perkerasan paving block tidaklah memerlukan keahlian khusus,
tetapi pada pelaksanaannya tetap harus ada pengorganisasian kerja di lapangan sehingga
23
pekerjaan dapat dilakukan secara efisien dan ekonomis. perkerasan paving block dapat mengisi
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada material lain, dengan segala keistimewaan maupun
kekurangannya. Lapis perkerasan paving block dapat langsung dilewati lalu lintas sesudah
pemadatan, tidak seperti lapis perkerasan yang lain. Karena dapat langsung dilewati oleh lalu
lintas setelah pemadatan, tentunya berpengaruh pada penghematan waktu pengangkutan dan
pekerjaan, karena kendaraan pengangkut paving block dapat menurunkan muatannya dilokasi
pengerjaannya. Demikian pula halnya dengan pasir yang dipakai untuk laying course, diusahakan
ditimbun juga dekat lokasi pemasangan, sebelum pasir dihamparkan diusahakan supaya kadar
airnya seragam (kadar air 2%), dengan cara menutupi timbunan pasir dengan plastik.
• Penghamparan pasir.
Pengangkutan pasir dapat dilakukan secara tradisional, yaitu dengan mengangkatnya
memakai keranjang satu persatu dari lokasi penimbunan ke lokasi pemasangan. Untuk cara yang
modern adalah memakai dump truk. Dengan cara ini, akan menghemat waktu pengerjaan, walau
memerlukan biaya yang lebih besar. Untuk penghamparan dan pemerataan pasir dilakukan oleh 3
orang, yaitu 1 orang untuk menghampar pasir dan 2 orang meratakan pasir, untuk meratakan
pasir dipakai sebilah kayu yang
digeser.
• Pengangkutan paving block. Cara pengangkutan paving block dilakukan dalam 2 tahap:
- Pengangkutan paving block dengan memakai truk.
- Pengangkutan paving block dari tempat penumpukan ke tempat pemasangan yang dilakukan
oleh pekerja. Untuk cara pertama, paving block diangkut dengan menggunakan truk dengan
melewati perkerasan yang sudah selesai dipadatkan. Untuk cara kedua, paving block diusahakan
ditumpuk sedekat mungkin dengan bagian lokasi yang belum selesai dipasang paving block,
dengan tujuan untuk mempersingkat waktu pengangkutan, biasanya paving block diangkut
dengan menggunakan kereta dorong ke tempat lokasi pemasangan.
Cara pemasangan paving block.
Dalam pelaksanaan pemasangan perkerasan paving block, posisi awal paving block pertama
perlu diperhatikan, karena posisi awal akan menentukan pola pemasangan yang akan dibentuk.
24
Urutan pemasangan yang benar akan mempermudah pengerjaan pemasangan paving block
berikutnya dengan tidak mengganggu paving block yang sudah dipasang. Untuk setiap pola
pemasangan, mempunyai posisi awal paving block'dan pemasangan yang berbeda. Paving block
harus diletakan sedemikian rupa sehingga terjadi keadaan yang saling mengunci satu dengan
yang lain dengan demikian beban lalu lintas yang lewat di atasnya dapat dipikul oleh semua
bagian paving block. Untuk mendapatkan keadaan saling mengunci yang baik, biasanya
dilakukan dengan memukul palu karet sampai diperoleh keadaan yang diinginkan. Sifat paving
block dikenal dengan istilah "interlock" yang menyebabkan kekakuan struktur (structural
rigidity) terhadap perkerasan. Dari hasil penelitian, terbukti ada faktor-faktor yang
mempengaruhi interlock adalah: bentuk paving block, pola pemasangan, dan keseragaman lebar
joint. ( Hodgkinson, Morrish, 1982 )
Interlocking juga mencegah gaya-gaya yang diakibatkan oleh percepatan dan
pengereman kendaraan yang dapat menimbulkan gerakan horisontal pada paving block. Bila
terjadi displacement horisontal yang cukup besar, maka joint-joint akan terbuka dan interlocking
akan hilang, hal ini menyebabkan paving block kurangmampu mendistribusikan beban.
Untuk desain tertentu, misalnya untuk kawasan perumahan, paving block yang dipakai
terpaksa dipotong untuk mengikuti pola desain perkerasan. Apabila potongan yang diperlukan
terlalu kecil dan tidak ekonomis, bila harus memotong paving block, maka potongan tersebut
dapat diganti dengan memakai campuran pasir dan semen mortar dengan perbandingan 4 : 1 .
Potongan paving block sebaiknya dipasang setelah diperoleh luasan perkerasan yang cukup
besar, tetapi harus sudah terpasang sebelum perkerasan dipadatkan dengan vibrator.
• Pemadatan
Bila pemasangan paving block sudah selesai dan diisi dengan pasir pengisi (sand filler,
ukuran maksimum 1,2 mm), langkah selanjutnya adalah dipadatkan dengan menggunakan "plate
vibrator". (Dikutip dari Spesifikasi Concrete Blok, by pass SPU-SKSD Palapa Cibinong, 1986).
Ketentuan untuk vibrator yag dipakai adalah:
- Untuk paving block dengan tebal 60 - 65 mm, vibrator hams mempunyai gaya
sentrifugal 7-16 KN dengan luas plat 0,2 - 0, 4 m2.
- Untuk paving block dengan tebal 85 mm, vibrator harus mempunyai gaya sentrifugal 16-
20 KN dengan luas plat 0,35 -0, 5 m2.
25
Apabila luas area pemasangan cukup besar, pemadatan dapat dilakukan secara bertahap. Bila luas
area sudah mencapai 15 - 20 m dengan jarak pemadatan dari tepi pemasangan yang belum selesai
harus lebih besar dari 1 m.
Sand bedding yang keluar melalui celah paving block dapat digunakan sebagai filler.
Pengisian filler diikuti dengan pemadatan lagi untuk menyempurnakan penguncian antara paving
block. Penggunaan plate vibrator ini agar semua celah-celah terisi sepenuhnya oleh pasir.
Seluruh pelaksanaan pemasangan paving block termasuk pengisian pasir pada celah-
celahnya untuk suatu luas tertentu harus selesai tuntas sebelum perkerasan paving block dilewati
beban atau sebelum hujan turun dalam satu hari kerja. Sand filler juga berfungsi sebagai
pencegah masuknya air ke bawah (lewat celah), serta mencegah bersinggungnya antara dua unit
block yang berdampingan.
Unit-unit block ini sengaja diberi celah/ nat yang berisi pasir agar supaya konstruksi block
beton ini dapat bersifat fleksibel melalui kemampuan berartikulasi dan supaya kedap air. Terlalu
sempitnya celah akan menyulitkan masuknya sand filler ke dalamnya, sedangkan terlalu lebarnya
celah akan memudahkan tersedotnya sand filler oleh "hisapan" roda kendaraan yang lewat di
atasnya. Sebagai tambahan yang perlu diperhatikan sand filler ini tidak boleh mengandung zat
garam yang membahayakan atau pengaruh kontaminasi lainnya.
• Edge Restraint
Fungsi edge restraint adalah mencegah paving block bergerak ke luar. Oleh sebab itu edge
restraint harus mempunyai stabilitas yang cukup untuk menahan tumbukan/impact yang
ditimbulkan lalu lintas maupun beban berat lainnya.
Edge Restraint dibentuk dahulu sebelum pemadatan dilakukan untuk membatasi block
dan restraint. Edge Restraint dikenal juga dengan nama kanstein. Fungsi dari edge restraint
seperti telah disebutkan di depan, yaitu menahan gerakan ke samping sehingga posisi dan
interlocking paving block dapat dipertahankan.
Pergerakan atau pergeseran kanstein karena kurang kokoh akan menyebabkan paving
block saling bergerak ke samping dan apabila sekali gerakan ke samping ini terjadi, maka pada
saat itulah interlocking yang merupakan kunci kekuatannya terganggu. Karena itu mutu bahan
26
dan cara pemasangan kanstein pada konstruksi perkerasan paving block harus diusahakan sebaik
mungkin.
Konstruksi kanstein dibuat dari beton yang dapat disiapkan dengan cara cor setempat,
maupun precast. Pemasangan kanstein sudah harus siap sebelum penggetaran dilakukan dan
diletakkan secara vertikal di bawah permukaan laying course.
Pada trial section di daerah Cibinong dari data yang diperoleh ternyata paving block
mengalami pergeseran ke samping dan celah-celah antara block melebar karena tidak cukup
kuatnya edge restraint, yang ternyata juga ikut terdorong ke tepi (Carter, Sunarto Sastrowiyoto.
1987). Hal ini sering terjadi terutama pada daerah tikungan. Edge restraint yang umumnya
ditemui berbentuk kerb, kombinasi kerb dan channel, rigid abutment atau establish structure
( struktur yang siap pakai).
2.6.8 Teori Perencanaan
Sampai saat ini belum ada suatu teori yang tepat untuk merencanakan perkerasan paving
block, yang disebabkan belum adanya kesepakatan dari peneliti tentang sifat dari perkerasan
paving block itu sendiri. Sebagian besar peneliti cenderung untuk mengklasifikasikan perkerasan
paving block itu ke perkerasan lentur karena sifat-sifat dari interlocking dan penyebaran beban
yang dimiliki oleh perkerasan paving block ( Lilley, Clark, 1980 ).
2.6.9 Prosedur Perencanaan perkerasan Paving Block ( Shackel, 1990 )
• Perencanaan berdasarkan perkerasan lentur.
• Mechanistic Design, berdasarkan analisa struktur yang digabungkan dengan parameter
design yang diperbolehkan dari test laboratorium.
• Perencanaan empiris, berdasarkan "Full Scale Trafficing Test" .
• Perencanaan berdasarkan pengalaman.
2.6.10 Cara yang Dipakai untuk Merencanakan perkerasan Paving Block
• Cara BinaMarga 1974.
27
Cara yang sudah lazim dipakai di Indonesia untuk merencanakan struktur jalan adalah
dengan buku Pedoman Penentuan Tebal perkerasan (Flexible) Jalan Raya terbitan Bina Marga
No. 01/PD/BM/83.
Dari percobaan-percobaan pembebanan yang dilakukan oleh Knapton, terbukti bahwa
perkerasan paving block mampu menyebarkan tenaga vertikal ke bawah dengan baik, sehingga
paving block dan laying course dapat dianggap sebagai lapis permukaan pengganti lapis Aspal
Hot Mix dengan tebal tertentu.
Tegangan yang terjadi pada sub-base course akibat pemakaian paving block dan laying
course sebagai lapis permukaan (8 cm + 5 cm) serupa dengan tegangan-tegangan yang terjadi bila
dipakai lapis Aspal Hot Mix dengan tebal ± 16 cm. Sehingga dalam perhitungan perencanaan
tebal perkerasan jalan, sistem perkerasan lentur, tebal paving block dan laying course tersebut
dapat diekivalensikan menjadi 16 cm lapis Hot Mix.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Penggunaan perkerasan paving block semakin meningkat seiring dengan kemajuan dan
perkembangan pembangunan negara kita. Dalam beberapa tahun terakhir ini pemakaian paving
block sebagai lapis perkerasan permukaan jalan makin terlihat nyata keuntungannya.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan :
28
1. Dilihat dari segi penampilan, biaya, dan umur rencana yang diinginkan, maka perkerasan
interblok dapat digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan.
2. Dalam usaha meningkatan nilai konstruksi perkerasan jenis paving block, penambahan
tebal paving block lebih efektif daripada penggunaan bentuk block yang komplek atau
shape.
3.2 Saran
1. Perlu dibuat standarisasi mengenai dimensi interblock agar tidak tergantung dari masing-
masing pabrik.
2. Perlu segera menyahkan petunjuk perencanaan penentuan tebal perkerasan dan petunjuk
pemasangan block terkunci dan mempublikasikannya agar pihak-pihak yang
membutuhkannya dapat segera memanfaatkannya. Sehingga tidak timbul keragu-raguan
untuk memakai perkerasan interblok sebagai lapis permukaan perkerasan, oleh karena itu
dukungan dan peranan dari instansi pemerintah sangat diperlukan
3. Perlu diadakan studi lanjut mengenai :
- Penyebab terjadinya pecah pada ujung interblock dengan mengkaitkannya pada
persyaratan antara lain kuat tekan atau lentur.
- Kemungkinan desain perkerasan khususnya untuk perkerasan interblok.
4. Untuk menghindari meresapnya air kedalam base dan sub base-course serta menghindari
proses pumping dapat ditempuh dengan cara:
o Prime coat diatas base course.
o Pemasangan subdraine pada pinggir perkerasan
DAFTAR PUSTAKA
Frans, Mintar Ferry S .,Keberadaan Konstruksi INTERBLOK Sebagai Konstruksi Perkerasan
Lentur Jalan, Universitas Pelita Harapan – www.uph.co.id , 2006.
Digital Library ., Paving Blok Chapter 2, Petra Christian University – digilib.petra.ac.id , 2000.
Digital Library ., paving block conclusion, Petra Christian University – digilib.petra.ac.id , 2000.
Aly, Mohamad Anas. (2001). “Mengenal Teknik Konstruksi Interblok untuk Menghindari
Kegagalan”, Jakarta Yayasan Pengembang Teknologi dan Manajemen.
29
30