tinjauan pustaka ppok

Upload: sayedmirzarulakbar

Post on 14-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dokter

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKAPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

2.1.DEFINISI

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. 1

2.2.EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, PPOK menduduki peringkat keenam sebagai penyebab utama kematian pada tahun 1990. Hal ini diproyeksikan menjadi penyebab utama keempat kematian di seluruh dunia pada 2030 karena peningkatan tingkat merokok dan perubahan demografis di banyak negara.2PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat dan beban ekonomi PPOK di AS pada tahun 2007 adalah 426 juta dollar dalam biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas.2Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. 2,3,4

2.3.FAKTOR RISIKO

PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas. 4

2.3.1.GenetikPPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama adalah defisiensi 1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi 1 antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q. 3,4

2.3.2.Paparan Partikel InhalasiDari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi meningkat.1,16 Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa ternyata mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yang telah terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan hanya sebesar 46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang mengatakan bahwa mereka menderita penyakit saluran nafas, sisanya tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit paru dan tetap merokok. Status merokok justru didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada, ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang (7,1%, p600

Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia. Meskipun bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi penyebab tingginya insidensi dan prevalensi PPOK, tetapi debu-debu organik dan inorganik berdasarkan analisa studi populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang dewasa berumur 30-75 tahun menderita PPOK terkait karena pekerjaan. American Thoracic Society (ATS) sendiri menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan memberikan gejala dan kerusakan yang bermakna pada PPOK. 4Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada fungsi paru. 4

2.3.3.Pertumbuhan dan perkembangan paruPertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya. Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya. 4

2.3.4.Stres Oksidatif Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidakseimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap patogenesis PPOK. 4

2.3.5.Jenis KelaminJenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita ternyata hampir sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang merupakan perokok saat ini. 4

2.3.6.Infeksi Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun. 4

2.3.7.Status sosioekonomi dan nutrisiMeskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta faktor lain yang berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua faktor-faktor tersebut berhubungan erat dengan status sisioekonomi. 4

2.3.8.KomorbiditasAsma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOK. 4

2.4.PATOGENESIS

Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. 4Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos. 4

Gambar 1. Gambaran Epitel saluran nafas pada PPOK dan orang sehat.4

Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar (sentrilobular), emfisema panasinar (panlobular) dan emfisema periasinar (perilobular) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan emfisema dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflamasi.4Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. 4Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene , TNF , IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.4Hipersekresi mukus menyebabkan abtuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal. 4

Konsep patogenesis PPOK 3

Gambar. Mekanisme Inflamasi Pada PPOK42.5.MANIFESTASI KLINIS

Gejala dari PPOK adalah seperti susah bernafas, batuk kronis dan terbentuknya sputum kronis, episode yang buruk atau eksaserbasi sering muncul. Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea). Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini sebagai: "Saya merasa kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa mendapatkan cukup udara ".2Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat menjadi begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul. 2Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah melalui paru-paru yang terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea. 2

2.6.KLASIFIKASI

Dari hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator juga dapat menentukan klasifikasi penyakit PPOK. Klasifikasi tersebut adalah: 21. Stage I : Ringan Pada stage I, hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator menunjukan hasil rasio FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 diperkirakan 80% dari nilai prediksi. 2. Stage II : Sedang Pada stage II, hasil rasio FEV1/FVC < 70 % dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50 - 80 % dari nilai prediksi.3. Stage III : Berat Pada stage III, dengan rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-50% dari nilai prediksi. 4. Stage IV : Sangat Berat Pada stage IV, rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30% ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.

2.7.DIAGNOSIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflamasi paru. 3Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan : 3A. Gambaran klinisa. Anamnesis- Keluhan- Riwayat penyakit- Faktor predisposisib. Pemeriksaan fisisB. Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan rutinb. Pemeriksaan khusus

A. Gambaran Klinisa. Anamnesis3- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis3PPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)- Penggunaan otot bantu napas- Hipertropi otot bantu napas- Pelebaran sela iga- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai- Penampilan pink puffer atau blue bloater PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi- suara napas vesikuler normal, atau melemah- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa- ekspirasi memanjang- bunyi jantung terdengar jauh

Pink pufferGambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing

Blue bloaterGambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathingAdalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

B. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin31. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% Uji bronkodilator- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutinHb, Ht, leukosit

3. RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.Pada emfisema terlihat gambaran :- Hiperinflasi- Hiperlusen- Ruang retrosternal melebar- Diafragma mendatar- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)Pada bronkitis kronik :- Normal- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) 31. Faal paru- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat- DLCO menurun pada emfisema- Raw meningkat pada bronkitis kronik- Sgaw meningkat- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %2. Uji latih kardiopulmoner- Sepeda statis (ergocycle)- Jentera (treadmill)- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal3. Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan4. Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid5. Analisis gas darahTerutama untuk menilai :- Gagal napas kronik stabil- Gagal napas akut pada gagal napas kronik6. Radiologi- CT - Scan resolusi tinggiMendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos- Scan ventilasi perfusiMengetahui fungsi respirasi paru7. ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.8. EkokardiografiMenilai funfsi jantung kanan9. bakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulngmerupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.10. Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

2.8.DIAGNOSIS BANDING

Asma SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal. Pneumotoraks Gagal jantung kronik Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung. 3

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapis dan prognosisnya berbeda. 3

Perbedaan asma, PPOK dan SOPT 3AsmaPPOKSOPT

Timbul pada usia muda ++-+

Sakit mendadak ++--

Riwayat merokok +/-+++-

Riwayat atopi +++-

Sesak dan mengi berulang +++++

Batuk kronik berdahak++++

Hipereaktiviti bronkus +++++/-

Reversibiliti obstruksi ++--

Variabiliti harian +++-

Eosinofil sputum +-?

Neutrofil sputum -+?

Makrofag sputum +-?

2.9.PENATALAKSANAAN

A. Penatalaksanaan umum PPOKTujuan penatalaksanaan : 3- Mengurangi gejala- Mencegah eksaserbasi berulang- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : 31. Edukasi2. Obat - obatan3. Terapi oksigen4. Ventilasi mekanik5. Nutrisi6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas : 3(1) penatalaksanaan pada keadaan stabil(2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut

1. EdukasiEdukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuanpengobatan dari asma. 3

Tujuan edukasi pada pasien PPOK : 31. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal3. Mencapai aktiviti optimal4. Meningkatkan kualiti hidup

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah31. Pengetahuan dasar tentang PPOK2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya3. Cara pencegahan perburukan penyakit4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)5. Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut : 31. Berhenti merokokDisampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan2. Pengunaan obat - obatan- Macam obat dan jenisnya- Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser - Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja)- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya3. Penggunaan oksigen- Kapan oksigen harus digunakan- Berapa dosisnya- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannyaTanda eksaserbasi :- Batuk atau sesak bertambah- Sputum bertambah- Sputum berubah warna6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel. 3

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit : 3Ringan- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok- Segera berobat bila timbul gejalaSedang- Menggunakan obat dengan tepat- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini- Program latihan fisik dan pernapasanBerat- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan- Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - obatana. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ). 3Macam - macam bronkodilator : 3- Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis - 2Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknyadigunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.- Kombinasi antikolinergik dan agonis - 2Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.- Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasieksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.3

c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan:3- Lini I :amoksisilinMakrolid- Lini II :amoksisilin dan asam klavulanatSefalosporinKuinolonmakrolid baru

d. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. 3

e. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. 3

f. AntitusifDiberikan dengan hati hati. 3

3. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. 3Manfaat oksigen 3- Mengurangi sesak- Memperbaiki aktiviti- Mengurangi hipertensi pulmonal- Mengurangi vasokonstriksi- Mengurangi hematokrit- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri- Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi 3- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

4. Ventilasi MekanikVentilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. 3

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara : 3- ventilasi mekanik dengan intubasi- ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasiVentilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV). 3Indikasi penggunaan NIPPV 3- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal paradoksal- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35- Frekuensi napas > 25 kali per menit

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana. 3

Ventilasi mekanik dengan intubasiPasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut : 3- Gagal napas yang pertama kali- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia- Aktiviti sebelumnya tidak terbatas

Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif : 3- Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan da n pergerakan abdominal paradoksal- Frekuensi napas > 35 permenit- Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)- Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg)- Henti napas- Samnolen, gangguan kesadaran- Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)- Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif)- Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut: 3-PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

5. NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. 3Gangguan elektrolit yang terjadi adalah : 3- Hipofosfatemi- Hiperkalemi- Hipokalsemi- Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering. 3

6. Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : 3- Simptom pernapasan berat- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat- Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. 3

1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.3Latihan fisis yang baik akan menghasilkan: 3- Peningkatan VO2 max- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik- Peningkatan cardiac output dan stroke volum- Peningkatan efisiensi distribusi darah- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recoveryLatihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan: 3a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasanb. Endurance exercise

2. PsikososialStatus psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat. 3

3. Latihan PernapasanTujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti. 3

B. Penatalaksanaan PPOK stabil

Kriteria PPOK stabil adalah : 3- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg- Dahak jernih tidak berwarna - Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil : 3- Mempertahankan fungsi paru- Meningkatkan kualiti hidup- Mencegah eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi. 3

Penatalaksanaan di rumah meliputi : 31. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.2. Terapi oksigenPada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah. 4. Rehabilitasi5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :- Tanda eksaserbasi- Efek samping obat- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksige

C. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. 3

Gejala eksaserbasi : 3- Sesak bertambah- Produksi sputum meningkat- Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : 3a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atasb. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atasc. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara : 3- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur- Menambahkan mukolitik- Menambahkan ekspektoran

Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter. 3

Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi : 31. Diagnosis beratnya eksaerbasi- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal- Kesadaran- Tanda vital- Analisis gas darah- Pneomonia2. Terapi oksigen adekuat3. Pemberian obat-obatan yang maksimalObat yang diperlukan pada eksaserbasi akuta. Antibiotikb. Bronkodilatorc. KortikosteroidTidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi.4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas5. Ventilasi mekanik6. Kondisi lain yang berkiatan- Monitor balans cairan elektrolit- Pengeluaran sputum- Gagal jantung atau aritmia7. Evaluasi ketat progesiviti penyakit

D. Terapi Pembedahan

Bertujuan untuk : 3- Memperbaiki fungsi paru- Memperbaiki mekanik paru- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi- Memperbaiki kualiti hidup

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu : 31. Bulektomi2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)3. Transplantasi paru

2.10.KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah : 3,41. Gagal napas- Gagal napas kronik- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik : 3,4Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2- Bronkodilator adekuat- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur- Antioksidan- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : 3,4- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis- Sputum bertambah dan purulen- Demam- Kesadaran menurun

Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. 3,4

Kor pulmonal :Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan. 3,4

2.11.PENCEGAHAN

1. Mencegah terjadinya PPOK 3- Hindari asap rokok- Hindari polusi udara- Hindari infeksi saluran napas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK 3- Berhenti merokok- Gunakan obat-obatan adekuat- Mencegah eksaserbasi berulang

1