bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep penyakit paru obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. bab 2...

35
9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1 Definisi PPOK PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadinya obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat kronik dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkiolitis kronik maupun asma, tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernapasan. Dalam beberapa keadaan perburukan dari PPOK ini dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan, oleh karena itu istilah yang sering digunakan adalah Acute on Chronic Respiratory Failure (ACRF), (Rab, 2010). Penyakit paru obstruktif kronik/PPOK (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD) mengarah pada sekelompok penyakit paru yang menyebabkan hambatan pada saluran napas sehingga membuat penderita menjadi sulit bernapas. Dua penyakit yang paling sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK terdiri atas bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang- kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. PPOK merupakan salah satu gangguan pernapasan yang akan semakin sering dijumpai dimasa mendatang di Indonesia, bertambahnya jumlah perokok dan bertambahnya polusi udara (Abata, 2014).

Upload: others

Post on 11-Jul-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2.1.1 Definisi PPOK

PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk

produktif dan dispnea dan terjadinya obstruksi saluran napas

sekalipun penyakit ini bersifat kronik dan merupakan gabungan dari

emfisema, bronkiolitis kronik maupun asma, tetapi dalam keadaan

tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernapasan. Dalam beberapa

keadaan perburukan dari PPOK ini dapat menyebabkan terjadinya

kegagalan pernapasan, oleh karena itu istilah yang sering digunakan

adalah Acute on Chronic Respiratory Failure (ACRF), (Rab, 2010).

Penyakit paru obstruktif kronik/PPOK (Chronic Obstructive

Pulmonary Disease/COPD) mengarah pada sekelompok penyakit

paru yang menyebabkan hambatan pada saluran napas sehingga

membuat penderita menjadi sulit bernapas. Dua penyakit yang paling

sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

terdiri atas bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh

batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-

kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit

lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh

pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai

kerusakan dinding alveoli. PPOK merupakan salah satu gangguan

pernapasan yang akan semakin sering dijumpai dimasa mendatang di

Indonesia, bertambahnya jumlah perokok dan bertambahnya polusi

udara (Abata, 2014).

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

10

Menurut Kamuskesehatan. Com, PPOK merupakan penyebab utama

kematian diseluruh dunia. Kebanyakan PPOK disebabkan oleh

perokok dalam jangka panjang dan dapat dicegah dengan tidak

merokok. Kerusakan paru-paru ini tidak dapat disembuhkan,

sehingga pengobatan terfokus pada pengendalian gejala dan

meminimalkan kerusakan lebih lanjut. Keterbatasan aliran udara

hanya sedikit dapat dibantu dengan bronkodilator. Namun, hal yang

teramat penting dalam penanganan PPOK adalah deteksi dini dan

pencegahan. Menghindari faktor-faktor pencetus PPOK seperti

rokok dan zat-zat pencemar lebih penting dan harus dilakukan sejak

awal (http://kamuskesehatan.Com, dalam Abata, 2014).

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah istilah umum yang

digunakan untuk menggambarkan kondisi obstruksi ireversibel

progresif aliran udara ekspirasi. Individu dengan PPOK mengalami

kesulitan bernafas, batuk produktif, dan intoleransi aktivitas.

Kelainan utama yang tampak pada individu dengan PPOK adalah

bronkhitis, emfisema dan asma. Terdapat suatu hubungan etiologis

dan sekuensial antara bronkhitis kronis dengan emfisema.

Gejala dan tanda PPOK diantaranya adalah sesak napas, batuk

kronik, produksi sputum, dengan riwayat pajanan gas/partikel

berbahaya, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator

diagnosis PPOK adalah penderita diatas usia 40 tahun, dengan sesak

napas yang progresif, memburuk dengan aktivitas, persisten, batuk

kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau

gas berbahaya didalam lingkungan kerja atau rumah.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang

ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara kronis dan

perubahan patologis pada paru-paru, beberapa memiliki efek ekstra

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

11

pulmonal. Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang ridak

sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif

dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru

terhadap partikel berbahaya atau gas. Faktor risiko yaitu perokok

aktif atau pasif, tingggal didaerah berpolusi, lingkungan kerja

(industri kapas, pertambangan batu bara, pertambangan emas), dan

defisiensi a1 antitripsin, (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam Indonesia, 2015).

Ainun arkana dalam blog-nya melansir bahwa WHO melaporkan

rokok adalah penyebab utama PPOK pada penduduk di negara-

negara berpenghasilan tinggi atau menengah. Sementara di negara-

negara berpenghasilan rendah, PPOK bersumber dari pencemaran

udara dalam rumah seperti penggunaan bahan bakar yang dihasilkan

dari proses biologi (biomass fuels) untuk memasak.

Diseluruh dunia, hampir tiga miliar orang menggunakan bahan bakar

jenis ini selain arang sebagai sumber energi utama untuk memasak,

memanggang dan kebutuhan rumah yang lain. WHO melaporkan

dalam kelompok ini, pencemaran di dalam rumah adalah pencetus

utama PPOK dibandingkan rokok. Selain itu, PPOK juga dapat

terjadi karena pada paparan kimia dan frekuensi terserang masalah

pernapasan ketika usia kanak-kanak. Diet dan faktor genetik juga

berpotensi memicu COPD. Menurut penelitian Departemen di

Indonesia, diperkirakan ada jutaan pasien PPOK. Jika tidak segera

diambil langkah untuk mendeteksi, mencegah, dan merawatnya, ia

akan menjadi penyebab utama kematian di negara ini, sekitar 30%

penderita PPOK dengan sumbatan yang berat akan meninggal dalam

waktu sekitar 1 tahun, dan 95% meninggal dalam waktu 10 tahun.

Kematian bisa disebabkan oleh gegagalan pernapasan, pneumonia,

pneumotoraks (masuknya udara ke dalam rongga paru), aritmia

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

12

jantung atau emboli paru (penyumbatan arteri yang menuju ke paru-

paru). Penderita PPOK juga berisiko tinggi untuk terjadinya kanker

paru.

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is the third leading

cause of death worldwide. It is an inflammatory condition caused by

an abnormal response to particles and noxious gases, mainly

cigarette smoke, in patients with a susceptible genetic background.

Episodes of worsening respiratory symptoms are termed acute

exacerbations of COPD. These events are a leading cause of

hospital admissions, and are associated with impaired quality of life,

large healthcare costs, faster lung function decline and higher

mortality. Respiratory infections, such as bacteria, viruses or co-

infection with both, have been shown to be an important feature of

COPD exacerbation onset, with viruses being detected in two-thirds

of exacerbations.

Some COPD patients are especially prone to developing

exacerbations and the mechanisms underlying this susceptibility are

still unknown. (Sıˆobha´n N. George, Davinder S. Garcha, Alexander

J. Mackay, Anant R.C. Patel, Richa Singh, Raymond J. Sapsford,

Gavin C. Donaldson and Jadwiga A. Wedzicha, 2014).

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah tiga penyebab utama

kematian diseluruh dunia. Ini adalah kondisi peradangan yang

disebabkan oleh respon abnormal untuk partikel dan gas beracun,

terutama asap rokok, pada pasien dengan latar belakang genetik

rentan.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

13

Episode memburukknya gejala pernapasan disebut akut yang

mengalami eksaserbasi PPOK. Peristiwa ini adalah penyebab utama

dari penerimaan pasien ke rumah sakit, dan terkait dengan gangguan

kualitas hidup, biaya kesehatan besar, penurunan fungsi paru-paru

cepat dan angka mortalitas yang lebih tinggi. Infeksi pernapasan,

seperti bakteri, virus, atau infeksi bersama dengan keduanya, telah

ditunjukkan untuk menjadi fitur penting onset eksaserbasi PPOK,

dengan virus yang terdeteksi dalam dua-pertiga yang mengalami

eksaserbasi.

Beberapa pasien PPOK sangat rentan terhadap pengembangan yang

mengalami eksaserbasi dan mekanisme yang mendasari kerentanan

ini yang masih tidak diketahui. (Sıˆobha´n N. George, Davinder S.

Garcha, Alexander J. Mackay, Anant R.C. Patel, Richa Singh,

Raymond J. Sapsford, Gavin C. Donaldson and Jadwiga A.

Wedzicha, 2014).

Jika anda kelihatannya sering batuk-batuk tetapi tidak merasa sakit

dan tidak merokok, jangan menganggapnya itu sekedar kebiasaan

yang menjengkelkan. Batuk terus-menerus adalah reaksi yang umum

terdapat zat penghambat ACE (enzim pengubah angiotensin), sejenis

obat tekanan darah. Dan batuk terus-menerus juga bisa menjadi

tanda adanya postnasal drip (pengeluaran lendir dari bagian belakang

hidung), alergi, asma, atau GERD. Yang lebih penting, itu bisa

menandakan adanya chronic obstructive pulmonary disease

(COPD), sebuah gangguan paru-paru yang melemahkan dan

berpotensi mematikan dimana aliran udara ke dan dari paru-paru

terganggu.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

14

Walaupun COPD tidak bisa disembuhkan, pengobatan yang

dilakukan mungkin membantu meredakan beberapa gejala lainnya,

mencegah komplikasi, dan memperpanjang usia.

Penyakit yang termasuk ke dalam kelompok paru obstruktif kronik

(PPOK) adalah sebagai berikut (Halim, 2008) :

2.1.1.1 Bronkhitis Kronik

Bronkhitis Kronik kerupakan definisi klinis batuk-batuk

hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-

kurangnya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling

sedikit selama dua tahun berturut-turut.

2.1.1.2 Emfisema Paru

Emfisema Paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu

suatau perubahan anatomik paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal

bronkus terminalis yang disertai kerusakan dinding

alveolus.

2.1.1.3 Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh

hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap

berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi

sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periode

dan reversible akibat bronkospasme.

2.1.1.4 Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik

yang mungkin disebabkan berbagai kondisi, termasuk

infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,

muntahan atau benda-benda dari saluran pernapasan atas,

dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang

berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

15

2.1.2 Epidemiologi

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan

bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%. WHO

memperkirakan pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus

meningkat dari urutan 6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari

peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering.

Prevalensi PPOK meningkat dengan meningkatnya usia. Prevalensi

ini juga lebih tinggi pada pria dari pada wanita. Namun demikian

terdapat kecenderungan meningkatnya prevalensi PPOK pada

wanita, terkait dengan gaya hidup wanita yang merokok. Prevalensi

PPOK lebih tinggi pada negara-negara dimana merokok merupakan

gaya hidup, yang menunjukkan bahwa rokok merupakan faktor

risiko utama. Kematian akibat PPOK sangat rendah pada pasien usia

di bawah 45 tahun, dan meningkat dengan pertambahannya usia

(Ikawati, 2016).

2.1.3 Klasifikasi PPOK

Untuk membedakan keparahan penyakit PPOK, dapat didasarkan

pada hasil uji spirometri yang menunjukkan tingkat keparahan

obstruksinya. Menurut GOLD 2015, terdapat 4 tingkatan

berdasarkan hasil FEV1 pasca bronkodilatasi, yaitu Gold 1, Gold 2,

Gold 3, Gold 4, seperti tersaji pada table. Uji spirometri sebaiknya

dilakukan pada saat pasien dalam kondisi stabil dan bebas infeksi.

Pasien tidak boleh menggunakan bronkodilator aksi pendek dalam

waktu 6 jam sebelum tes dilakukan, uji β-agonisaksi panjang 12 jam

sebelum tes, atau teofilin lepas lambat 24 jam sebelum tes dilakukan.

FEV1 harus diukur sebelum pemberian inhalasi bronkodilator

(misalnya dengan 400 µg β-agonis atau 80 µg antikolinergik, atau

kombinasi keduanya). FEV1 diukur lagi 30-45 menit setelah

pemberian bronkodilator. Peningkatan FEV1 lebih besar dari 200 ml

atau 12% dianggap signifikan. Klasifikasi keparahan keterbatasan

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

16

aliran udara pada pasien PPOK berdasarkan nilai FEV1 post

bronkodilator (GOLD, 2015) :

Tabel 2.1 Klasifikasi PPOK

Tingkat Interpretasi Nila FEV1denganGejala

GOLD I Ringan FEV1 ≥ 80%

GOLD II Sedang 50% <FEV1 < 80%

GOLD III Berat 30% <FEV1< 50%

GOLD IV SangatBerat FEV1< 30%

(Ikawati, 2016).

2.1.4 Etiologi

Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang

dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host.

2.1.4.1 Faktor paparan lingkungan

a. Merokok

Merokok merupakan penyabab utama terjadinya PPOK,

dengan risiko 30 kali lebih besar pada perokok dibanding

dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab dari

85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok

akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait

dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai

merokok, dan status merokok yang terakhir saat PPOK

berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita

PPOK adalah perokok. Kurang lebih 10% orang yang

tidak merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok

pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok)

juga berisiko menderita PPOK.

b. Pekerjaan

Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas

dan keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

17

terpapar debu katun dan debu gandum, toluene

diisosianat, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih

besar dari pada yang bekerja di tempat selain yang

disebutkan di atas.

c. Polusi udara

Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin

memburuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi

ini bisa berasal dari luar rumah seperti asap pabrik, asap

kendaraan bermotor, dll, maupun polusi dari dalam

rumah misalnya asap dapur.

d. Infeksi

Kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan secara kronis

merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada

saluran napas, terlepas dari paparan rokok. Adanya

kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian

inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumlah

sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi, dan

percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini

meningkatkan risiko kejadian PPOK.

2.1.4.2 Faktor risiko yang berasal dari host/pasien

a. Usia

Semakin bertambahnya usia, makin besar risiko

menderita PPOK. Pada pasien yang didiagnosa PPOK

sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita

gangguan genetik berupa defisiensi a1-antitripsin.

Namun kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.

b. Jenis kelamin

Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK dari pada wanita,

mungkin ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria.

Namun ada kecenderungan peningkatan prevalensi

PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

18

yang merokok. Selain itu, ada fenomena menarik bahwa

wanita ternyata lebih rentan terhadap bahaya merokok

dari pada pria. Bukti-bukti klinis menunjukkan bahwa

wanita dapat mengalami penurunan fungsi paru yang

lebih besar dari pada pria dengan status merokok yang

relatif sama. Wanita juga akan mengalami PPOK yang

lebih parah dari pada pria. Hal ini diduga karena ukuran

paru-paru wanita umumnya relatif lebih kecil dari pada

pria, sehingga dengan paparan rokok yang sama

presentase paru yang terpapar pada wanita lebih besar

dari pada pria.

c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi

Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor

risiko terjadinya PPOK, misalnya defisiensi

immunoglobulinA (IgA/hyhogammaglobulin) atau infeksi

pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis.

Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami

penurunan fungsi paru-paru lebih besar sejalan dengan

waktu dari pada yang fungsi parunya normal, sehingga

lebih berisiko terhadap berkembanya PPOK. Termasuk

di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya

tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah, ia

memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.

d. Predisposisi genetik

Predisposisi genetik yaitu defisiensi a1-antitripsin

(AAT), defisiensi ATT ini terutama dikaitkan dengan

kejadian emfisema, yang disebabkan oleh hilangnya

elastisitas jaringan di dalam paru-paru secara progresif

karena adanya ketidakseimbangan antara enzim

proteolitik dan faktor protektif. Makrofag dan neutrofil

melepaskan enzim lisosom yaitu elastase yang dapat

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

19

merusak jaringan di paru. Pada keadaan normal faktor

protektif ATT menghambat enzim proteolitik sehingga

mencegah kerusakan. Karena itu, kekurangan ATT

menyebabkan berkurangnya faktor proteksi terhadap

kerusakan paru.

ATT diproduksi oleh gen inhibitor protease (M). Satu

dari 2500 orang adalah homozigot untuk gene resesif (Z),

yang menyebabkan kadar ATT dalam darah rendah dan

berakibat emfisema yang timbul lebih cepat. Orang yang

heterozigot (mempunyai gen MZ) juga berisiko

menderita emfisema, yang makin meningkat

kemungkinannya dengan merokok karena asap rokok

juga dapat menginaktivasi ATT. Wanita mempunyai

kemungkinan perlindungan oleh esterogen yang akan

menstimulasi sintesis inhibitor protease seperti ATT.

Karenanya, faktor risiko pada wanita lebih rendah dari

pada pria (Ikawati, 2016).

2.1.5 Patofisiologi

Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang

beragam bergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronisdan

bronchiolitis, terjadi penumpukan lender dan sekresi yang sangat

banyak sehingga menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi

pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan

dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara

dalam paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua

kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-masing kelainan ini

membutuhkan pendekatan spesifik.

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan

interaksi genetic dengan lingkungan, merokok, polusi udara, dan

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

20

paparan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, dan padi-padian)

merupakan factor resiko penting yang menunjang terjadinya

penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30

tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak

mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran

jaringan paru oleh enzim tertentu.

PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang

membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan awitan

(onset) gejala klinisnya seperti kerusakan fungsi paru. PPOK sering

menjadi simtomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya

meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Meskipun aspek-aspek

fungsi paru tertentu seperti kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi

paksa (FEV) menurun sejalan dengan peningkatan usia, PPOK dapat

memperburuk perubahan fisiologi yang berkaitan dengan penuaan

dan mengakibatkan obstruksi jalan napas misalnya pada bronchitis

serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas) paru misalnya

pada emfisema. Oleh karena itu, terdapat perubahan tambahan dalam

rasio ventilasi perfusi pada klien lansia dengan PPOK (Muttaqin,

2014).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

21

Skema 2.1 Pathway PPOK

Bronkhitis kronik Emfisema Asma bronkhial

Penumpukan lendir

dan sekresi yang

sangat menyumbat

jalan napas

Obstruksi pada pertukaran

oksigen dan karbon dioksida

terjadi akibat kerusakan

dinding alveoli

Jalan napas bronkhial menyempit

dan membatasi jumlah udara yang

mengalir ke dalam paru-paru

Gangguan pergerakan udara

dari dan keluar paru

Penurunan kemampuan

batuk efektif Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan

penggunaan otot bantu pernapasan

Ketidakefektifan bersihan jalan napas,

risiko tinggi infeksi pernapasan Respons sistemis dan

psikologis

Peningkatan kerja pernapasan

hipoksemia secara reversibel

Keluhan sistemis, mual,

intake nutrisi tidak adukuat,

malaise, kelemahan, dan

keletihan fisik

Keluhan psikososial,

kecemasan, ketidaktahuan

akan prognosis

Gangguan

pertukaran gas

Perubahan pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan,

gangguan pemenuhan ADL

Kecemasan,

ketidaktahuan/pemenuhan

informasi

Risiko tinggi gagal napas Kematian

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

22

2.1.6 Manifestasi Klinis

Diagnosa PPOK ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala

meliputi batuk kronis, produksi sputum, dispnea, dan riwayat

paparan suatu factor risiko. Selain itu, adanya obstruksi saluran

pernapasan juga harus dikonfirmasi dengan spirometri, dimana

angka FEV1/FVC pasca bronkodilator< 0,70 menunjukkan adanya

keterbatasan aliran udara persisten yang menjadi cirri dari PPOK.

Indikator kunci untuk mempertimbangkan diagnosis PPOK adalah

sebagai berikut :

2.1.6.1 Batuk kronik : terjadi berselang atau setiap hari, dan sering

kali terjadi sepanjang hari (tidak seperti asma yang terdapat

gejala batuk malam hari).

2.1.6.2 Produksi sputum secara kronik : semua pola produksi

sputum dapat mengindikasikan adanya PPOK.

2.1.6.3 Bronchitis akut : terjadi secara berulang.

2.1.6.4 Sesak napas (dispnea) : bersifat progresif sepanjang waktu,

terjadi setiap hari, memburuk jika berolahraga, dan

memburuk jika terkena infeksi pernapasan.

2.1.6.5 Riwayat paparan terhadap factor risiko : merokok, partikel,

dan senyawa kimia, asap dapur.

Adanya gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :

a. “Smoker’s cough”, biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang

dingin, kemudian berkembang dalam sepanjang tahun.

b. Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna

kuning, hijau, atau kekuningan bila terjadi infeksi.

c. Dispnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernapasan.

d. Gejala ini mengkin terjadi beberapa tahun sebelum kemudian

sesak napas menjadi semakin nyata yang membuat pasien

mencari bantuan medic.

Sedangkan gejala pada eksaserbasi akut adalah :

a. Peningkatan volume sputum

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

23

b. Perburukan pernapasan secara akut

c. Dada terasa berat(chest tighness)

d. Peningkatan purulensi sputum

e. Peningkatan kebutuhan bronkodilator

f. Lelah, lesu

g. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah, terengah-

engah)

Pada gejala berat, dapat terjadi :

a. Cyanosis, terjadi kegagalan respirasi

b. Gagal jantung dan oedema perifer

c. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah

yang memerah yang disebabkan polycythemia (erythocytosis,

jumlah erythrosit yang meningkat), hal ini merupakan respon

fisiologis normal karena kapasitas pengangkutan O2 yang

berlebih (Ikawati, 2016).

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi dari PPOK menurut (Somantri, 2009), yaitu :

2.1.7.1 Hipoksemia

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2<55

mmHg, dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya

pasien mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi,

dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.

2.1.7.2 Asidosis Respiratori

Asidosis Respiratory timbul akibat dari peningkatan PCO2

(hiperkapnea). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala,

fatigue, latergi, dizzines, dan takipnea.

2.1.7.3 Infeksi Respiratori

Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan

produksi mukus, dan rangsang otot polos bronkial, serta

edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

24

menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya

dispnea.

2.1.7.4 Gagal Jantung

Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat

penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien

dispnea berat. Komplikasi ini sering berhubungan dengan

bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga

mengalami masalah ini.

2.1.7.5 Kardiak Disritmia

Kardiak disritmia timbul karena dari hipoksemia, penyakit

jantung lain, efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.

2.1.7.6 Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan

asma bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial

mengancam kehidupan, dan sering kali tidak berespon

terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu

pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada

klien dengan asma.

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

2.1.8.1 Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada paru-paru tergantung pada

penyebab dari PPOK. pada emfisema maka gambaran yang

paling dominan adalah radiolusen paru yang bertambah,

sedangkan gambaran pembuluh darah paru mengalami

penipisan atau menghilang. Selain itu dapat juga ditemukan

pendataran diafragma dan pembesaran rongga retrosternal.

Pada bronkitis kronik tampak adanya penambahan

bronkovaskular dan pelebaran dari arteri pulmonalis,

disamping itu ukuran jantung juga mengalami pembesaran.

Dengan pemeriksaan fluroskopi dapat dinilai kecepatan

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

25

aliran udara pada waktu ekspirasi. Infeksi pada bronkiolus

ditandai dengan adanya bercak-bercak pada bagian tengah

paru. Bila terdapat emfisema sentriobular, maka dapat

ditemukan adanya gambaran yang disebut dengan “leave on

a winter tree” sebagai tanda adanya bronkiektasis dan

gambaran ini akan semakin jelas bila dilakukan

pemeriksaan bronkografi.

2.1.8.2 Tes Faal Paru

FEV1 dan FVC mengalami penurunan. Penyempitan dari

lumen bronkus dapat dari penurunan FEV1/FVC ini.

Pemberian beta -2 agonis hanya dapat meningkatkan

perbandingan FEV1 dan FVC ini menjadi kurang dari 20%.

Pada emfisema TLC akan mengalami peningkatan, dimana

dapat ditentukan dengan pletismografi. Akan tetapi angka

dengan pletismografi lebih tinggi dibandingkan dengan

teknik napas tunggal. Dengan menggunakan helium dilusi

dapat menunjukkan adanya suatu obstruksi dimana pada

inspirasi dari helium tidak dapat sempurna.

Pada fase permulaan PPOK justru terjadi kenaikan PaCO2,

tetapi pada fase selanjutnya akan terjadi penurunan. Sebagai

akibat dari hipoksemia ini dapat terjadi :

a. Hipoksia pada jaringan tubuh pada umumnya.

b. Hipoksia pada miokardia, sehingga dapat menimbulkan

dekompensasi dan kongesti (pembendungan).

c. Hipoksia pada paru dapat menimbulkan hipertensi

pulmonal dan pulmonale.

d. Hiperkapnia dapat disebabkan oleh 2 tipe, yakni Pink

puffer atau tipe A dan blue blotter atau tipe B. Pada tipe

A ditandai dengan sesak napas (dispne) yang terus

menerus, terutama pada waktu gerak badan, sedangkan

pada tipe B dispne terjadi secara episodik.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

26

2.1.8.3 Pemeriksaan Elektrokardiografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya kor

pulmonale dan hipertensi pulmonale. Berbagai faktor yang

berhubungan dengan terjadinya hipertrofi pada ventrikel

kanan dinyatakan sebagai berikut (Rab, 2010) :

a. Right axis deviation (pada umumnya)

b. Jantung mengalami pemutaran ke arah kanan dan

terdorong ke arah inferior dan anterior

c. Tinggi 0,44 sec R pada V3R atau V1

d. Perbandingan R/S pada V1R 1, sedangkan pada V6 1

e. RsR atau rSR’ pada V3 dengan R 5 mm atau S

f. RAD dengan sV1 yang dangkal atau rSR1 dan

penonjolan pada SV5-6 (menunjukkan permulaan RVH)

g. S1S2 dan S3 syndrome

h. R dalam aVR 5 mm

i. Terdapat RBBB dengan RAD tanpa blok QRS atau

R’V1 15 mm.

2.1.8.4 Pemeriksaan Bronkoskopi

Dapat ditemukan adanya obstruksi dan kolaps pada alveoli

dan kadang-kadang dapat meliputi bronkus yang besar.

Pada bronkitis kronik tampak warna mukosa yang merah

dan hipersekresi.

2.1.8.5 Pemeriksaan Darah Rutin

Dapat ditemukan adanya peninggian hematokrit dan

eritema, serta hipoksemia kronik.

2.1.9 Assess and Monitor Disease

Menilai dan memantau penyakit

2.1.9.1 Diagnosis of COPD is based on a history of exposure to

risk factors and the presence of airflow limitation that is not

fully reversible, with or without the presence of symptoms.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

27

Diagnosis PPOK didasarkan pada sejarah paparan risiko

faktor-faktor dan adanya pembatasan aliran udara yang

tidak sepenuhnya revesibel, dengan atau tanpa adanya

gejala.

2.1.9.2 Patients who have chronic cough and sputum production

with a history of exposure to risk factors should be tested

for airflow limitation, even if they do not have dyspnea.

Pasien yang memiliki batus kronis dan poduksi dahak

dengan sejarah yang terpapar faktor risiko harus diuji

pembatasan alian udara, bahkan jika mereka tidak memiliki

dysnea.

2.1.9.3 For the diagnosis and assessment of COPD, spirometry is

the gold standard as it is the most reproducible,

standardized, and objective way of measuring airflow

limitation. FEV1/FVC 70% and a postbronchodilator

FEV1, 80% predicted confirms the presence of airflow

limitation that is not fully reversible.

Untuk diagnosis dan penilaian PPOK, spirometri adalah

standar emas yaitu karena yang paling standar diproduksi

dan cara objektif mengukur pembatasan aliran udara.

FEV1/FVC, 70% dan FEV1 postbronchodilator, 80%

diperkirakan menegaskan adanya pembatasan aliran udara

yang tidak sepenuhnya reversibel.

2.1.9.4 Health care workers involved in the diagnosis and

management of patients with COPD should have access to

spirometry.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

28

Perawatan kesehatan pekerja terlibat dalam diagnosis dan

mengelola pasien dengan PPOK harus memiliki akses ke

spirometri.

Table 2.2 Key Indicators For Considering A Diagnosis Of COPD

Indikator kunci untuk mempertimbangkan diagnosis dari

PPOK

Chronic cough:

Batuk kronis

Present intermittently

or every day

Often present

throughout the day;

seldom only nocturnal

hadir sebentar-bentar atau setiap hari

sering hadir sepanjang hari, jarang

hanya nokturnal

Chronic sputum Production Dyspnea

that is:

Produksi dahak yang kronis dapat

menunjukkan sesak yang :

Any pattern of chronic sputum

production may indicate COPD

Dyspnea that is: Progressive worsens

over time /Persistent (present every

day) / Described by the patient as:

“increased effort to breathe,”

“heaviness,” “air hunger,”

or “gasping.”

Memburuk dari waktu ke waktu

Persisten (sekarang setiap hari)/

Dijelaskan oleh pasien seperti :

meningkat upaya untuk bernapas,

berat, kelaparan udara, atau terengah-

engah.

Worse on exercise

Worse during respiratory

Infections.

Buruk pada latihan, buruk selama

infeksi pernapasan.

History of exposure

to risk factors,

especially:

Sejarah terhadap paparan faktor-

faktor risiko, terutama

Tobacco smoke

Occupational dusts and chemicals

Smoke from home cooking and

heating fuels.

Asap tembakau, debu kerja dan bahan

kimia asap rumah dari memasak dan

penghangat ruangan bahan bakar.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

29

2.1.9.5 Measurement of arterial blood gas tensions should be

considered in all patients with FEV1 , 40% predicted or

clinical signs suggestive of respiratory failure or right heart

failure.

Pengukuran gas darah arteri ketegangan pada semua pasien

harus dianggap dengan FEV1, diperkirakan 40% atau tanda-

tanda klinik sugestif dari kegagalan pernapasan atau tepat

gagal jantung. (Romain A. Pauwels, A. Sonia Buist, Peter

M. A. Calverley, Christine R. Jenkins, And Suzanne S.

Hurd,On Behalf Of The Gold Scientific Committee, 2011).

2.1.10 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis

Intervensi medis bertujuan untuk (Mutaqin, 2014):

2.1.10.1 Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan

spasme bronkus dan membersihkan sekret yang berlebihan.

2.1.10.2 Memelihara keefektifan pertukaran gas.

2.1.10.3 Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernapasan.

2.1.10.4 Meningkatkan toleransi latihan.

2.1.10.5 Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status

asmatikus).

2.1.10.6 Mencegah alergen/iritasi jalan napas.

2.1.10.7 Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi

yang sering menyertai adanya obstruksi jalan napas kronis.

Manajemen medis yang diberikan berupa :

a. Pengobatan farmakologi.

1) Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain-

lain).

2) Bronkodilator.

Adrenergik: efedrin, epineprin, dsn beta adrenergik agonis

selektif.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

30

Nonadrenergik: aminofilin, teofilin.

3) Antihistamin.

4) Steroid.

5) Antibiotik.

6) Ekspektoran.

Oksigen digunakan 3 liter/menit dengan nasal kanul.

b. Higiene paru.

Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru,

meningkatkan kerja silia, dan menurunkan risiko infeksi.

Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada, dan postural

drainase.

c. Latihan.

Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan dan melatih otot

skeletal agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat.

d. Menghindari bahan iritan.

Penyebab iritan jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap

rokok dan perlu juga mencegah adanya alergen yang masuk ke

tubuh.

e. Diet.

Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dispnea.

Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik dari pada

makan sekaligus banyak.

Selain diatas penatalaksaan non farmakologi lain (Morton, at al,

2012) yaitu :

a. Aktivitas olahraga

Program aktivitas olahraga untuk PPOK dapat terdiri atas

sepeda ergometri, latihan treadmill, atau berjalan dengan

diatur waktu, dan frekuensinya dapat berkisar dari setiap hari

sampai minggu.

b. Konseling nutrisi

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

31

Malnutrisi adalah umum pada pasien PPOK dan terjadi pada

lebih dari 50% pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden

malnutrisi bervariasi sesuai dengan derajat abnormalitas

pertukaran gas.

c. Penyuluhan

Berhenti merokok adalah metode tunggal yang lebih efektif

dalam mengurangi resiko terjadinya PPOK dan

memperlambat kemajuan tingkat penyakit. Sesi konseling

singkat untuk mendorong perokok berhenti merokok.

Untuk mengatasi dari gejala PPOK, perlu usaha obat seperti (Abata,

2014):

a. Bronkodilator (misalnya Albuterol), biasanya dalam bentuk

inhalasi. Obat ini merelaksasi otot-otot pada saluran napas,

sehingga membuat seseorang dapat bernapas dengan lebih lega.

b. Kortikosteroid inhalasi (misalnya Budesonide). Obat ini bisa

mengurangi peradangan pada saluran napas dan membantu

mencegah terjadinya perburukan.

c. Obat inhalasi kombinasi, misalnya kombinasi obat broncodilator

dan kortikosteroid.

Meskipun mendapat terapi, seseorang dengan PPOK bisa mengalami

masa dimana gejala-gejala bertambah berat selama beberapa hari

atau minggu. Kondisi ini disebut sebagai eksaserbasi akut, yang

berisiko untuk terjadinya gagal napas jika tidak mendapatkan

penanganan yang memadai. Eksaserbasi bisa disebabkan oleh

adanya infeksi pada saluran napas, polusi udara, atau pemicu lain

untuk terjadinya peradangan. Untuk mengatasainya, mungkin

diperlukan obat-obatan tambahan (misalnya antibiotik atau steroid),

oksigen, atau bahkan rawat inap di rumah sakit.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

32

2.2 Konsep Batuk Efektif

2.2.1 Definisi Batuk

Batuk adalah respon alami dari tubuh sebagai sistem pertahanan

saluran napas jika terdapat gangguan dari luar. Respon ini berfungsi

untuk membersihkan lendir atau faktor penyebab iritasi atau bahan

iritan (seperti debu atau asap) agar keluar dari paru-paru.

Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk

menjaga jalan napas tetap terbuka (paten) dengan cara

menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan

napas. Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dalam

saluran pernapasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul

dari suatu proses infeksi atau iritan yang dibawa oleh udara seperti

debu, asap, gas, dan kabut. Batuk adalah proteksi utama pasien

terhadap akumulasi sekret dalam bronkhi dan bronkhiolus (Pranowo,

2012).

Batuk bukan suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme

pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan merupakan gejala suatu

penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena

adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya. Batuk terjadi

karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk

(Hidung, saluran pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor

akan mengalirkan lewat saraf ke pusat batuk yang berada di otak.

Disini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk

mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadi batuk (Ikawati, 2016).

2.2.2 Definisi Batuk Efektif

Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana

pasien dapat menghemat energi sehinga tidak mudah lelah dan dapat

mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk efektif dilakukan

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

33

dengan tujuan untuk meningkatkan ekspansi paru, memobalisi

sekret, dan mencegah efek samping dari penumpukan sekret. Batuk

yang tidak efektif akan dapat menyebabkan efek yang merugikan

pada pasien dengan penyakit paru-paru kronis berat (Pranowo,

2012).

Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja.

Namun dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh

terhadap masuknya benda asing dalam saluran pernapasan, batuk

efektif dilakukan melalui gerakan yang terencana atau dilatihkan

terlebih dahulu. Dengan batuk efektif, maka berbagai penghalang

yang menghambat atau menutup saluran pernapasan dapat

dihilangkan. Batuk merupakan gerakan refleks yang bersifat reaktif

terhadap masuknya benda asing dalam saluran pernapasan. Gerakan

ini terjadi atau dilakukan tubuh sebagai mekanisme alamiah terutama

untuk melindungi paru-paru. Gerakan ini pula yang kemudian

dimanfaatkan kalangan medis sebagai terapi untuk menghilangkan

lendir yang menyumbat saluran pernapasan akibat sejumlah penyakit

(Apriyadi, 2013).

Batuk efektif merupakan salah satu tindakan non farmakologi untuk

pasien dengan gangguan pernapasan akut dan kronik. Peran perawat

dalam hal ini sangatlah penting yaitu melatih pasien untuk

melakukan batuk efektif yang bertujuan untuk menambah

pengetahuan pasien tentang pentingnya pengeluaran dahak. Batuk

efektif dapat diberikan pada pasien dengan cara mengatur posisi

yang benar agar dahak dapat keluar dengan lancar (Sudoyo, 2006).

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

34

2.2.3 Tujuan Batuk Efektif

Batuk efektif merupakan teknik batuk yang menekankan inspirasi

maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang bertujuan untuk

(Tabrani, 2010) :

2.2.3.1 Merangsang terbentuknya sistem kolateral.

2.2.3.2 Meningkatkan distribusi ventilasi.

2.2.3.3 Meningkatkan volume paru.

2.2.3.4 Memfasilitasi pembersihan saluran pernapasan untuk

melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun

mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi

saluran pernapasan, baik dalam bentuk dahak (sputum)

maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi

pada saluran pernapasan maupun karena sejumlah penyakit

yang di derita seseorang.

2.2.4 Latihan Batuk Efektif

Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan

menjaga paru-paru agar tetap bersih, disamping dengan memberikan

tindakan nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif dapat

diberikan pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar

pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan bagian

tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan pernapasan

akut dan kronis. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif

dengan cara :

2.2.4.1 Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan

jari-jari tangan dan letakkan melintang di atas incisi sebagai

bebat ketika batuk.

2.2.4.2 Kemudian pasien napas dalam seperti cara napas dalam (3-5

kali).

2.2.4.3 Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernapasan

terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

35

kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada

tenggorokan.

2.2.4.4 Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak

berbahaya terhadap incisi.

2.2.4.5 Ulang lagi sesuai kebutuhan.

Batuk efektif yang baik dan benar dapat mempercepat

pengeluaran dahak pada pasien dengan gangguan saluran

pernapasan. Diharapkan perawat dapat melatih pasien

dengan batuk efektif sehingga pasien dapat dapat mengerti

pentingnya batuk efektif untuk mengeluarkan dahak

(Nugroho, 2011).

2.2.5 Indikasi Batuk Efektif

Indikasi batuk efektif antara lain (Anas, 2008) :

2.2.5.1 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

Penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara disaluran

napas yang bersifat progresif non reversible atau reversible

parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema

atau gabungan keduanya.

2.2.5.2 Emphysema

Emfisema adalah kondisi di mana kantung udara di paru-

paru secara bertahap hancur, membuat napas lebih pendek.

Emfisema adalah salah satu dari beberapa penyakit yang

secara kolektif dikenal sebagai penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK). Ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Emfisema membuat kantung udara yang terdiri dari balon

balon yang bergerombol seperti tandan buah anggur

menjadi kantung udara dengan lubang-lubang menganga di

dindingnya. Hal ini mengurangi luas permukaan paru-paru

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

36

dan pada gilirannya jumlah oksigen yang mencapai aliran

darah.

2.2.5.3 Fibrosis

Fibrosis adalah pembentukan kelebihan fibrosa jaringan ikat

di suatu organ atau jaringan dalam proses reparatif atau

reaktif. Bisa berupa reaktif, jinak, atau patologis. Cedera ini

disebut jaringan parut dan jika fibrosis muncul dari garis sel

tunggal disebut fibroma. Secara fisiologis bertindak untuk

deposit jaringan ikat, yang dapat melenyapkan arsitektur

dan fungsi dari organ atau jaringan yang mendasarinya.

Fibrosis dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan

patologis deposisi kelebihan jaringan fibrosa, serta proses

deposisi jaringan ikat dalam penyembuhan.

2.2.5.4 Asma

Merupakan gangguan inflamasi pada jalan napas yang

ditandai oleh opstruksi aliran udara napas dan respon jalan

napas yang berlebihan terhadap berbagai bentuk

rangsangan.

2.2.6.5 Chest infection

Infeksi dada adalah infeksi yang mempengaruhi paru-paru

Anda, baik dalam saluran udara yang lebih besar

(bronchitis) atau dalam kantung-kantung udara kecil

(pneumonia). Ada penumpukan nanah dan cairan (lendir),

dan saluran udara menjadi bengkak, sehingga sulit untuk

bernapas. infeksi dada dapat mempengaruhi orang dari

segala usia. Anak-anak kecil dan orang tua adalah yang

paling berisiko, serta orangorang yang sakit dan perokok.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

37

2.2.6.6 Pasien bedrest atau post operasi

Batuk efektif dilakukan pada pasien bedrest atau post

operasi karena pasien akan mengalami pemasangan alat

bantu napas selama dalam kondisi teransetesi. Sehingga

ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada

tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di

tenggorokan, latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi

pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau

sekret tersebut.

2.2.7 Prosedur Tindakan Batuk Efektif

Prosedur tindakan batuk efektif yaitu antara lain sebagai berikut

(Anas, 2008) :

Tabel 2.3 Prosedur Tindakan Batuk Efektif

No Tindakan

1 Beritahu pasien, minta persetujuan pasien dan anjurkan untuk cuci

tangan.

2 Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah membungkuk.

3 Letakkan pengalas pada pasien, letakkan bengkok/pot sputum pada

pangkuan dan anjurkan pasien memegang tisu.

4 Ajarkan pasien untuk menarik napas secara perlahan, tahan 1-3 detik dan

hembuskan perlahan dengan mulut. Lakukan prosedur ini beberapa kali.

5 Anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan kuat.

6 Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur di atas 2 hingga

6 kali.

7 Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas.

8 Bersihkan mulut pasien, instruksikan klien untuk membuang sputum pada

pot sputum atau bengkok.

9 Beri penguatan, bereskan alat dan cuci tangan.

10 Menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap sputum.

11 Tindakan batuk efektif perlu di ulang beberapa kali bila diperlukan.

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

38

2.3 Konsep Sesak Napas

2.3.1 Definisi Sesak Napas

Sesak napas merupakan keluhan subjektif dari seseorang yang

menderita penyakit paru. Keluhan ini mempunyai jangkauan yang

luas, sesuai dengan interpretasi seseorang mengenai arti sesak napas

tersebut. Mungkin pola pengaruh sosiokultural, sosial – budaya, serta

kemampuan seseorang untuk menahan rasa sakit dan sesak napas,

dapat menentukan berat ringannya keluhan sesak napas tersebut.

Sesak napas merupakan gejala yang nyata terhadap gangguan

trakeobronkhial, parenkim paru dan rongga pleura. Saat terjadi sesak

napas, ada peningkatan kerja pernafasan akibat bertambahnya

resistensi elastis paru (seprti pada pneumonia, atalaktasis, dan

penyakit pleura) dinding dada (obesitas, kifoskoliosis), atau

meningkatnya resistensi nonelastisitas (emfisema, asma dan

bronkhitis).

2.3.2 Klasifikasi Sesak Napas

Menurut (Muttaqin 2014), ada 5 klasifikasi sesak napas yaitu :

2.3.2.1 Sesak napas tingkat I

Tidak ada batasan atau hambatan dalam melakukan

kegiatan sehari-hari, sesak napas terjadi bila pasien

melakukan aktivitas jasmani yang lebih berat dari biasanya.

Pada tahap ini pasien bisa melakukan pekerjaan dengan

baik.

2.3.2.2 Sesak napas tingkat II

Sesak napas terjadi bila pasien melakukan kegiatan penting

atau aktivitas yang biasa dilakukan pada kehidupan sehari-

hari. Sesak baru timbul bila melakukan aktivitas yang lebih

berat.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

39

2.3.2.3 Sesak napas tingkat III

Sesak napas sudah terjadi apabila pasien melakukan

aktivitas sehari-hari seperti mandi atau berpakaian, tapi

pasien masih bisa melakukannya tanpa bantuan dari orang

lain. Sesak napas tidak timbul saat pasien beristirahat.

2.3.2.4 Sesak napas tingkat IV

Klien sudah merasakan sesak napas saat melakukan

aktivitas sehari-hari seperti mandi,berpakaian dan aktivitas

lainnya, sehingga ia bergantung pada orang lain ketika

melakukan kegiatan sehari-hari.

2.3.2.5 Sesak napas tingkat V

Klien harus membatasi diri dalam segala tindakan atau

aktivitas sehari-hari yang pernah dilakukan secara rutin.

2.3.3 Manifestasi Sesak Napas

Keluhan sesak napas yang sering dikemukakan oleh penderita,

mungkin hanya merupakan perasaan berat di dada yang

menimbulkan sensasi sukar bernapas. Pada anamnesis, mungkin

penderita akan mengatakan bahwa perasaan berat di dada dan

dirasakan seolah-olah dadanya ditindih oleh suatu benda berat.

Mungkin pula penderita menjelaskan bahwa dia sering mengalami

mimpi buruk, seperti dikejar orang, anjing atau mungkin pula mimpi

bereaksi. Semua ini menyebabkan penderita terbangun dari tidur

dengan mendadak disertai napas cepat dan mengeluh sesak.

Kalau gangguan yang terjadi pada organ pernapasan cukup berat,

keluhan sesak napas dapat dibuktikan kebenarannya secara fisik.

Pada keadaan ini, frekuensi pernafasan penderita jelas meningkat.

Malahan dalam kondisi yang lebih jelek terlibat penggunaan otot

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

40

pernapasan sekunder seperti m.strerno eleido mastoideus dan

scalenus.

Secara objektif kesukaran bernapas perlu dibedakan antara

pernapasan cepat (takepneu) dengan peningkatan ventilasi

(hiperpneu). Takipneu adalah bertambahnya frekuensi pernapasan,

dapat dihitung dengan melihat pergerakan dinding toraks pada saat

inspirasi dan dari luar atau dengan mata telanjang, jadi harus

mengenakan teknik tertentu.

Pada dasarnya sesak napas baru akan timbul bila kebutuhan ventilasi

melebihi kemampuan tubuh untuk memenuhinya. Sedangkan

kebutuhan ventilasi dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti

aktivitas jasmani yang bertambah atau panas badan yang meningkat.

Kebutuhan jaringan akan oksigen satu ventilasi jaringan, dapat

dihitung lebih tepat dengan analisa gas darah arteri. Asal aliran darah

perifer tadi tidak mengalami gangguan. Karena analisa gas darah

arteri dapat menunjukkan keadaan komposisi gas darah normal,

hipoksemia, hiperkapnea dan asidemia, maka dengan kata lain sesak

napas tidak selalu mempunyai korelasi positif terhadap hipoksemia,

hiperkapnea dan asidemia (Ward. J. P. T. et.al, 2008).

Secara klinis keluhan sesak napas akan menyebabkan kegawatan

paru. Bila keluhan tadi disokong oleh hasil pemeriksaan fisik yang

positif, seperti peningkatan frekuensi pernapasan, otot pernapasan

sekunder ikut berperan dan yang lebih lanjut tepat lagi jika disertai

hasil analisa gas darah arteri yang abnormal. Perlu ditekankan

bahwa hasil pemeriksaan gas darah abnormal tidak selalu

menimbulkan keluhan dan gejala yang ditunjukkan lebih ringan dari

pada gejala dan keluhan pada penderita dengan kegagalan

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

41

pernafasan akut lainnya pada derajat kelainan hipoksemia,

hiperkapnea yang sama.

2.3.4 Sesak Napas Pada PPOK

Sesak napas merupakan keluhan yang paling sering dialami pasien

dengan PPOK, dan menjadi alasan utama pasien mencari bantuan

kesehatan (Anwar, 2012).

Sesak napas pada PPOK bersifat persisten dan progresif sehingga

mempengaruhi kemampuan pasien dalam beraktivitas sehari-hari

(Anwar, 2012).

Intensitas dan kualitas sesak napas saat beraktivitas pada pasien

dengan PPOK dipengaruhi oleh faktor patofisiologi antara lain

meningkatnya volume restriksi selama beraktivitas, lemahnya fungsi

otot-otot inspirasi, meningkatnya kebutuhan ventilasi relatif,

kelainan atau gangguan pertukaran gas, faktor kardiovaskuler, dan

kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Muttaqin, 2014).

Sesak napas dapat dikaitkan dengan tanda-tanda klinis seperti napas

yang berlebih, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping

hidung, dan peningkatan frekuensi, dan kedalaman pernapasan

(Potter & Perry, 2008).

Penggunaan otot-otot pernafasan dan aksesori akan membutuhkan

tenaga yang lebih besar dalam menurunkan volume dan tahanan

saluran pernapasan paru yang meningkat akibat kemampuan dinding

thoraks untuk mengembang menurun (Muttaqin, 2014). Kelelahan

pada otot pernapasan tergantung dari jumlah energi jumlah energi

yang tersimpan dalam otot, kecepatan pemasokan energi dan

pemakaian otot yang tepat (Muttaqin, 2014).

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

42

Menurut GOLD (2015), menilai sesak napas pada pasien PPOK

dapat menggunakan alat bantu sederhana yaitu dengan skala

Modified Medical Research Council (MMRC).

Skala MMRC terbukti dapat mengelompokkan derajat sesak napas

pada pasien PPOK (Alamsyah, 2010).

Derajat sesak napas pasien PPOK terdiri dari lima skala (0-4).

MMRC juga sudah ditetapkan sebagai pedoman dalammenilai sesak

napas pasien PPOK di indonesia (Kemenkes, 2008).

Tabel 2.4 Derajat Sesak Napas Menurut Modified Medical

Research Council (MMRC scale).

Derajat Keluhan Sesak Napas

0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga

1 tingkat

2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa

menit

4 Sesak timbul saat aktifitas ringan seperti mandi atau

berpakaian

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif ...eprints.umbjm.ac.id/70/4/4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf · sering pada PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. PPOK

43

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen

dan dependen. Variabel independennya ialah batuk efektif dan variabel

dependennya adalah perubahan derajat sesak napas.

Skema. 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam, 2013). Sedangkan menurut Notoatmodjo 2010,

hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin

salah, sehingga dapat dianggap atau dipandang sebagai kesimpulan yang

sifatnya sementara.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ada pengaruh batuk

efektif terhadap perubahan derajat sesak napas pada pasien penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) di poliklinik paru RSUD DR. H. Moch. Ansari

Saleh Banjarmasin.

Derajat sesak napas

sebelum

Derajat sesak napas

sesudah Batuk efektif