laporan pendahuluan emfisema

35
LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA A. PENGERTIAN Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi dengan bronchitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan. Sedangkan merurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk paling berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) yang dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar sehingga menyebabkan banyak bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara). Definisi emfisema menurut beberapa ahli : 1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto, 2004, hlm. 216). 2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya (Robbins, 1994, hlm. 253).

Upload: weda-sastrawan

Post on 25-Oct-2015

825 views

Category:

Documents


60 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

A.    PENGERTIAN

Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai distensi

abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding

alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan

dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien

mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel.

Dibarengi dengan bronchitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab

utama kecacatan.

Sedangkan merurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk paling

berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) yang dikarakteristikkan oleh

inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar sehingga

menyebabkan banyak bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan

udara).

Definisi emfisema menurut beberapa ahli :

1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan

terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto, 2004, hlm.

216).

2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal

ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya

(Robbins, 1994, hlm. 253).

3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan

luas permukaan alveoli (Corwin, 2000, hlm. 435).

4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang

disertai kerusakan dinding alveolus  atau perubahan anatomis parenkim paru

yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi

dinding alveolar (The American Thorack society 1962).

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

B.     ETIOLOGI

Menurut Brunner & Suddarth (2002), merokok merupakan penyebab utama

emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat

predisposisi familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas

protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu enzim inhibitor.

Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru.

Individu yang secara ganetik sensitive terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok,

polusi udara, agen-agen infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami

gejala-gejala obstruktif kronik. Sangat penting bahwa karier genetik ini harus

diidentifikasikan untuk memungkinkan modifikasi faktor-faktor lingkungan untuk

menghambat atau mencegah timbulnya gejala-gejala penyakit. Konseling genetik

juga harus diberikan.

C. FAKTOR PENCETUS

1. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik

diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan

kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat

penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.

2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti

elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan

menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan

timbul emfisema.

3. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara

patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,

menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia

kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

4. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga

gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia,

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas,

yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan

bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian

dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi

paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

5. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan

angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat

industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan

gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor

penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah

merokok resiko akan lebih tinggi.

6. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin

kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor

lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

7. Pengaruh Usia

8. Obstruksi Jalan Nafas

Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga

terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu

inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada ekspirasi. Etiologinya adalah benda

asing di dalam lumen dengan reaksi local, tumor intrabronkial di mediastinum,

konginetal. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat di sebabkan oleh defek

tulang rawan bronkus.

D. EPIDEMIOLOGI

Bronkitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada

seorang penderita. Kadang-kadang bronkitis kronis yang lebih banyak, kadang-

kadang emfisema paru yang lebih banyak. Jarang yang hanya bronkitis kronis saja

atau emfisema saja. Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita

emfisema. Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang

dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65 % laki-laki dan

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

15 % wanita. Sedangkan data epidemiologis di Indonesia sangat kurang. Penderita

bronkitis kronis dan emfisema paru yang dirawat di Subunit Pulmonologi, UPF

/Laboratorium Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin/Fakultas Kedokteran Unpad

Bandung selama tahun 1968-1978 adalah 6,21% dari seluruh penderita paru,

merupakaan urutan ke-enam terbanyak.

E. PATOFISIOLOGI

Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding

alveolus yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan

udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan

terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2

dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya

destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan

kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum

kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebsdan di antara

parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan

ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau

darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi

penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal

jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda

biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan

saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari

elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT

merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering

dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT

dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam

paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase

supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan

jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber

elastase yang penting adalah pankreas.

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak.

Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease

inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada

lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan

jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru

normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar

yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan

tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik

jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan

tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih

banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang

rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung

pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan

tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke

alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan

alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau

terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan

dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus

atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar

dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang

bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

Pathway

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan penyakit – penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat

dua bentuk kelainan foto dada pada emfiseama paru, yaitu :

a. Gambaran defesiensi arteri overinflasi terlihat diafragma yang rendah dan

datar, kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia penyempitan pembuluh darah

pulmonal dan penambahan corakan kedistal.

b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema

sentrilobular dan bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.

2. Pemeriksaan kedistal fungsi paru

Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk

difusi berkurang.

3. Analisis gas darah

Ventilasi yang hamper adekuat masih sering dapat di pertahankan oleh pasien

emfisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien

hampir mencukupi.

4. Pemeriksaan EKG

Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clockwise jantung. Bila sudah

terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada

hantaran II, III, dan Avf. Voltase QRS rendah . V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di

V6 rasio R/S kurang dari 1.

5. Sinar x dada

Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan

area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);

peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi

(asma).

6. Kimia darah

Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema

primer.

7.  Sputum

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan

sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

 

G. PENATALAKSAAN (MEDIS & PERAWATAN)

Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk

memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan nafas

untuk menghilangkan hipoksia.

1. Bronkodilator

Digunakan untuk mendilatasi jaln nafas karena preparat ini melawan baik edema

mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi

obstruksi jalan nafas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.medikasi ini

mencakup agonis betha-adrenergik (metaproterenol, isoproterenol dan metilxantin

(teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melaui mekanisme

yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena,

per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol

bertekanan, nebuliser balon-genggam, nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis

terukur, atau IPPB.

2. Terapi aerosol

Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus) dari

bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam

bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk

memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-dalam di dalam percabangan

trakeobronkial. Aerosol yang dinebuliser menhilangkan bronkospasme,

menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini

memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses

inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.

3. Pengobatan Infeksi

Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati

pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia, H. Influenzae, dan

Branhamella catarrhalis adalah organisme yang paling umum pada infeksi

tersebut. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin,

atautrimetroprim-sulfametoxazol (bactrim) biasanya diresepkan. Regimen

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi pernafasan, seperti dibuktikan

dengan sputum purulen, batuk meningkat, dan demam.

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam pengobatan emfisema. Kortikosteroid

digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang

sekresi. Prednison biasa diresepkan. Dosis disesuaikan untuk menjaga pasien pada

dosis yang terendah mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal

dan peningkatan nafsu makan. Jangka panjang, mungkin mengalami ulkus

peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan pembentukan

katarak.

5. Oksigenasi

Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan

emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah

untuk meningkatkan PaO2 hingga antara 65 – 85 mmHg. Pada emfisema berat

oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per hari, dengan 24 jam per hari lebih baik.

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EMFISEMA

I. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang

dikumpulkan atau dikaji meliputi :

A. Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat

rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor

registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit emfisema

bervariasi, antara lain: sesak nafas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah

kanan pada saat bernafas. Banyak sekeret keluar ketika batuk, berwarna kuning

kental, merasa cepat lelah ketika melakukan aktivitas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan penyakit emfisema biasanya diawali dengan sesak nafas , batuk,

dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak secret

keluar ketika batuk, secret berwarna kuning kental , merasa cepat lelah ketika

melakukan aktivitas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit

lain seperti TB Paru, DM, Asma, Kanker,Pneumonia dan lain-lain. Hal ini

perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor predisposisi.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang

sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat menyebabkan

penyakit emfisema.

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

C. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

1. Bernafas

Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena

terdapat sekret.

2. Makan dan Minum

Observasi seberapa sering pasien makan dan seberapa banyak pasien

menghabiskan makanan yang diberikan. Minum seberapa banyak dan

seberapa sering pasien minum.

3. Eliminasi

Observasi BAB dan BAK pasien, bagaimana BAB atau BAK nya normal

atau bermasalah, seperti dalam hal warna feses /urine, seberapa sering,

seberapa banyak, cair atau pekat, ada darah tau tidak,dll.

4. Gerak dan Aktivitas

Observasi apakah pasien masih mampu bergerak, melakukan aktivitas atau

hanya duduk saja(aktivitas terbatas). Biasanya pasien dengan anemia

mengalami kelemahan pada tubuhnya akibat kurangnya suplai oksigen ke

jaringan tubuh.

5. Istirahat dan tidur

Kaji kebutuhan/kebiasaan tidur pasien apakah nyenyak/sering terbangun di

sela-sela tidurnya.

6. Kebersihan Diri

Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus

dibantu oleh orang lain. Berapa kali pasien mandi ?

7. Pengaturan suhu tubuh

Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),

hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.

8. Rasa Nyaman

Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Pasien

dengan penyakit emfisema biasanya mengalami sesak nafas, batuk, dan

nyeri di daerah dada.

9. Rasa Aman

Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakitnya.

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

10. Sosialisasi dan Komunikasi

Observasi apakah pasien mampu berkomunikasi dengan keluarganya,

seberapa besar dukungan keluarganya.

11. Prestasi dan Produktivitas

Prestasi apa yang pernah diraih pasien selama pasien berada di bangku

sekolah hingga saat usianya kini.

12. Ibadah

Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kalipasien sembahyang,

dll.

13. Rekreasi

Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja

meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik

yang tepat saat depresi.

14. Pengetahuan atau belajar

Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi mual yang dirasakan

dan caranya meningkatkan nafsu makannya.Disinilah peran kita untuk

memberikan HE yang tepat.

D. Pemeriksaan Fisik

1. Rambut dan hygene kepala

Warna rambut hitam, tidak berbau, rambut tumbuh subur, dan kulit kepala

bersih.

2. Mata ( kanan/kiri )

Posisi mata simetris, konjungtiva merah muda, skelera putih, dan pupil isokor,

dan respon cahaya baik.

3. Hidung

Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakkan, dan berfungsi dengan baik.

4. Mulut dan tenggorokan

Rongga normal, mukosa terlihat pecah-pecah, tonsil tidak ada pembesaran.

5. Telinga

Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, dan pendengaran tidak terganggu.

6. Leher

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

Kelenjer getah bening, sub mandibula, dan sekitar telinga tidak ada

pembesaran.

7. Dada/ thorak

a. Inspeksi

Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan

frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi,

klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara

yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir

dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektik dan penggunaan otot-otot

bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat

aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan

mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam

mengindikasi adanya tanda pertama infeksi pernapasan

b. Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.

c.  Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menurun.

d. Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat

beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan

kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang

tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya,

bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikatkan

tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional). Paru

yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan

bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yangf dihasillkan.

Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan

sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang

berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan

kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin

mengalami distensi selama ekspirasi.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

8. Kardiovaskular

a. Irama jantung regular; S1,S2 tunggal.

b. Nyeri dada ada, biasanya skala 6 dari 10

c. Akral lembab

d. Saturasi Hb O2  hipoksia

9. Persyarafan

a. Keluhan pusing ada

b. Gangguan tidur ada

10. Perkemihan B4 (bladder)

a. Kebersihan normal

b. Bentuk alat kelamin normal

c. Uretra normal

11. Pencernaan

a. Anoreksi disertai mual

b. Berat badan menurun

12. Muskuloskeletal/integument

a. Berkeringat

b. Massa otot menurun

E. Data Penunjang

1. Analisa gas darah

- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)

- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).

- Saturasi hemoglobin menurun.

- Eritropoesis bertambah

2. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen

3. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi.

4. Foto sinar X rontgen

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Analisa Data

Data Fokus Data Standar Masalah Keperawatan

DS :

Pasien mengatakan

sesak.

DO :

Dispnea, pasien

tampak gelisah,

tampak sianosis pada

bibir pasien , nilai

PO2 : menurun,nilai

PCO2 : menurun, RR

= 24 ×/menit.

Pasien mengatakan

tidak sesak

Pernafasan reguler,

pasien tidak gelisah,

tidak tampak adanya

sianosis, Pa O2 :

(normal 80 – 100

mmHg), Pa CO2 :

(normal 36 – 44

mmHg), RR = 16-20

×/menit.

Kerusakan pertukaran

gas

DS :

Pasien mengatakan

kesulitan untuk

bernapas.

DO :

Frekuensi

pernafasan pasien

tidak teratur,

tampak otot-otot

bantu pernapasan,

Pasien mengatakan

tidak mengalami

kesulitan bernapas

Kecepatan pernapasan

teratur, tidak ada otot

bantu pernapasan,

bunyi napas normal,

pasien tidak batuk.

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

bunyi nafas tidak

normal (ronchi)

pasien tampak

batuk.

RR : 30 x/menit RR : 16-20×/menit

DS :

Pasien mengatakan

tidak nafsu makan

dan mual.

DO :

Berat badan pasien

menurun, tonus otot

menurun, pasien

tampak lemah.

Nafsu makan pasien

meningkat, pasien

tidak merasa mual.

Berat badan ideal,

tonus otot normal,

pasien tampak segar

Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh

DS :

Pasien selalu

mengeluh kelelahan

dan lemas

DO :

Pernafasan

meningkat setelah

melakukan aktivitas

Cepat lelah saat

beraktivitas

Pasien tampak segar.

Pernafasan normal :

16-20 ×/menit

Pasien tidak cepat

lelah saat beraktivitas

Intoleransi aktivitas

B. Analisa Masalah

1. P : Kerusakan pertukaran gas

E : Ketidaksamaan ventilasi-perfusi.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

S : Pasien mengatakan sesak, dispnea, pasien tampak gelisah, tampak

sianosis pada bibir pasien , nilai PO2 menurun,nilai PCO2 menurun, RR =

24 ×/menit.

2. P : Bersihan jalan nafas tidak efektif

E : Peningkatan produksi sekret.

S : Pasien mengatakan kesulitan untuk bernapas, frekuensi pernafasan

pasien tidak teratur, tampak otot-otot bantu pernapasan, bunyi nafas tidak

normal (ronchi), pasien tampak batuk, RR : 30 x/menit.

3. P : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

E : Anoreksia dan mual

S : Pasien mengatakan tidak nafsu makan dan mual, berat badan pasien

menurun, tonus otot menurun, pasien tampak lemah.

4. P : Intoleransi aktivitas

E : Keletihan dan hipoksemia.

S : Pasien selalu mengeluh kelelahan dan lemas, pernafasan meningkat

setelah melakukan aktivitas, cepat lelah saat beraktivitas

C. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-

perfusi yang ditandai dengan pasien mengatakan sesak, dispnea, pasien

tampak gelisah, tampak sianosis pada bibir pasien , nilai PO2 menurun,nilai

PCO2 menurun, RR = 24 ×/menit.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi sekret yang ditandai dengan pasien mengatakan kesulitan untuk

bernapas, frekuensi pernafasan pasien tidak teratur, tampak otot-otot bantu

pernapasan, bunyi nafas tidak normal (ronchi), pasien tampak batuk, RR :

30 x/menit.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia dan mual yang ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

makan dan mual, berat badan pasien menurun, tonus otot menurun, pasien

tampak lemah.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan hipoksemia yang

ditandai dengan pasien selalu mengeluh kelelahan dan lemas, pernafasan

meningkat setelah melakukan aktivitas, cepat lelah saat beraktivitas.

III. INTERVENSI

A. Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-

perfusi yang ditandai dengan pasien mengatakan sesak, dispnea, pasien tampak

gelisah, tampak sianosis pada bibir pasien , nilai PO2 menurun,nilai PCO2

menurun, RR = 24 ×/menit.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

sekret yang ditandai dengan pasien mengatakan kesulitan untuk bernapas,

frekuensi pernafasan pasien tidak teratur, tampak otot-otot bantu pernapasan,

bunyi nafas tidak normal (ronchi), pasien tampak batuk, RR : 30 x/menit.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

dan mual yang ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan dan

mual, berat badan pasien menurun, tonus otot menurun, pasien tampak lemah.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan hipoksemia yang

ditandai dengan pasien selalu mengeluh kelelahan dan lemas, pernafasan

meningkat setelah melakukan aktivitas, cepat lelah saat beraktivitas.

B. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan emfisema, yaitu:

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan &

Kriteria hasilIntervensi Rasional

1 Kerusakan

pertukaran gas

yang berhubu-

ngan dengan

Tujuan: Perbaikan

dalam pertukaran

gas.

Kriteria hasil:

A. Berikan bronkodilator

sesuai yang

diresepkan.

B. Evaluasi tindakan

1. Bronkodilator

mendilatasi jalan

napas dan

membantu melawan

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

ketidaksamaan

ventilasi-

perfusi.

1. Mengungkap-

kan pentingnya

bronkodilator.

2. Melaporkan

penurunan

dispnea.

3. Menunjukkan

perbaikan dalam

laju aliran

ekspirasi.

4. Menunjukkan

gas-gas darah

arteri yang

normal.

nebuliser, inhaler

dosis terukur, atau

IPPB.

C. Instruksikan dan

berikan dorongan

pada pasien pada

pernapasan

diafragmatik dan

batuk efektif.

D. Berikan oksigen

dengan metode yang

diharuskan.

edema mukosa

bronchial dan

spasme muscular.

2. Mengkombinasikan

medikasi dengan

aerosolized

bronkodsilator

nebulisasi biasanya

digunakan untuk

mengendalikan

bronkokonstriksi.

3. Teknik ini

memperbaiki

ventilasi dengan

membuka jalan

napas dan

membersihkan jalan

napas dari sputum.

Pertukaran gas

diperbaiki.

4. Oksigen akan

memperbaiki

hipoksemia.

2 Bersihan jalan

nafas tidak

efektif

berhubungan

dengan

peningkatan

produksi

sekret.

Tujuan:

Pencapaian

bersihan jalan

napas.

Kriteria hasil:

1. Mengungkap-

kan pentingnya

untuk minum 6-

1. Beri pasien 6-8 gelas

cairan/hari, kecuali

terdapat kor

pulmonal.

2. Ajarkan dan berikan

dorongan penggunaan

teknik pernapasan

diafragmaik dan

1. Hidrasi sistemik

menjaga sekresi

tetap lembab dan

memudahkan untuk

pengeluaran.

2. Teknik ini akan

membantu

memperbaiki

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

8 gelas/hari.

2. Batuk

berkurang.

3. Jalan napas

kembali efektif.

batuk.

3. Bantu dalam

pemberian tindakan

nebuliser, inhaler,

atau IPPB.

4. Lakukan drainage

postural dengan

perkusi dan vibrasi

pada pagi hari dan

malam hari sesuai

yang diharuskan.

5. Instruksikan pasien

untuk menghindari

iritan, seperti asap

rokok, aerosol, dan

asap pembakaran.

6. Berikan antibiotik

sesuai yang

diresepkan.

ventilasi dan untuk

menghasilkan

sekresi tanpa harus

menyebabakan sesak

napas dan keletihan.

3. Tindakan ini

menambahakan air

ke dalam

percabangan

bronchial dan pada

sputum menurunkan

kekentalannya,

sehingga

memudahkan

evakuasi sekresi.

4. Menggunakan gaya

gravitasi untuk

membantu

membangkitkan

sekresi sehingga

sekresi dapat lebih

mudah dibatukkan

atau diisap.

5. Iritan bronkial

menyebabkan

bronkokonstriksi

dan meningkatkan

pembentukan lendir,

yang kemudian

mengganggu klirens

jalan napas.

6. Antibiotik mungkin

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

diresepkan untuk

mencegah atau

mengatasi infeksi.

3. Perubahan

nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan

anoreksia dan

mual

Tujuan: Kebutuhan

nutrisi pasien

terpenuhi.

Kriteria hasil:

1. Menunjukkan

peningkatan BB

2. Nilai

laboratorium

normal dan

tidak tanda

malnutrisi.

3. Melakukan

perilaku/peruba

han pola hidup

untuk

meningkatkan

dan

mempertahanka

n BB yang

tepat.

1. Catat status nutrisi

pasien pada

penerimaan , catat

turgor kulit, BB dan

derajat kekurangan

BB, ketidakmampuan

menelan.

2. Awasi

pemasukan/pengeluar

an dan BB secara

periodik.

3. Selidiki anoreksia,

mual dan muntah.

Catat kemungkinan

dengan obat, awasi

frekuensi, volume,

konsistensi feses.

4. Berikan perawatan

mulut

5. Anjurkan makan

sedikit tapi sering

dengan makanan

TKTP

6. Motivasi orang

terdekat untuk

1. Berguna dalam

mendefinisikan

derajat/luasnya

masalah dan pilihan

intervensi yang

tepat.

2. Membantu dalam

mengidentifikasi

kebutuhan khusus.

3. Berguna dalam

mengukur

keefektifan nutrisi

dan dukungan

cairan.

4. Menurunkan rasa

tidak enak karena

sisa sputum/obat

yang merangsang

pasien muntah.

5. Memaksimalkan

masukan nutrisi

tanpa kelemahan,

menurunkan iritasi

gaster.

6. Membuat

lingkungan sosial

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

membawa makanan

dari rumah dan untuk

membagi dengan

pasien kecuali

kontraindikasi

7. Kolaborasi dengan

ahli diet untuk

menentukan

komposisi diet.

lebih normal selama

makan dan

membantu

memenuhi

kebutuhan personal.

7. Memberikan

bantuan dalam

perencanaan diet

dengan nutrisi

adekuat

4 Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

keletihan dan

hipoksemia

Tujuan : Perbaikan

dalam toleransi

aktivitas.

Kriteria hasil:

1. Mengidentifikasi

faktor-faktor

yang menurunkan

toleransi aktifitas

2. Memperlihatkan

kamajuan

(ketingkat yang

lebih tinggi dari

mobilitas yang

mungkin)

3. Melaporkan

reduksi gejala-

gejala intoleransi

aktivitas

1. Ukur tanda vital saat

istirahat dan segera

setelah aktivitas serta

frekuensi, irama dan

kualitas.

2. Hentikan aktifitas bila

respon klien : nyeri

dada, dyspnea,

vertigo/konvusi,

frekuensi nadi,

pernapasan, tekanan

darah sistolik

menurun.

3. Ajarkan klien metode

penghematan energi

untuk aktifitas.

1. Untuk melatih

ketahanan

muskuloskeletal

klien, agar tidak

terjadi syok.

2. Penghematan energi

seperti bed-rest

sangat membantu

meningkatkan

keadekuatan

pernapasan klien.

3. Mengetahui

kebiasaan klien

dalam beristirahat

serta membantu

menentukan langkah

yang tepat untuk

mengoptimalkan

periode istirahat

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

klien.

IV. IMPLEMENTASI

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat

dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini

dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,

memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan

serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan

diprioritaskan pada upaya untuk mempermudah pertukaran gas, meningkatkan

masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi,

memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000,

Remcana Asuhan Keperawatan)

V. EVALUASI

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien 

terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan

telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap

tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya

dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi

keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan.

1. Diagnosa I

Individu atau pasien akan:

a. Mengungkapkan pentingnya bronkodilator.

b. Melaporkan penurunan dispnea.

c. Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi.

d. Menunjukkan gas-gas darah arteri yang normal.

2. Diagnosa II

Individu atau pasien akan:

a. Mengungkapkan pentingnya untuk minum 6-8 gelas/hari.

b. Batuk berkurang.

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA

c. Jalan napas kembali efektif.

3. Diagnosa III

Individu atau pasien akan :

a. Menunjukkan peningkatan BB

b. Tidak mengalami tanda malnutrisi.

c. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan

BB yang tepat

4. Diagnosa IV

Individu atau pasien akan :

a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas

b. Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang

mungkin)

c. Melaporkan reduksi gejala-gejala intoleransi aktivitas