emfisema paru pp

Upload: prabhasworo

Post on 08-Jul-2015

789 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ET CAUSA BRONKHITIS KRONIS dan EMFISEMA PARU

Mohammad Sadhyo P.

Ikhtisar KasusI.

Identitas Pasien Nama : Tn. R Jenis Kelamin : Laki - Laki Umur : 57 Tahun Alamat : Desa Bungko, Cirebon Pekerjaan : Petani Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah Tgl. Masuk : 24 juli 2010 Tgl. Keluar : 27 juli 2010

Anamnesa Keluhan Utama

Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak napas sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya keluhan sesak hanya dirasakan jika melakukan aktifitas berat tetapi lama kelamaan keluhan sesak napas dirasakan juga bila melakukan aktifitas ringan. Perubahan posisi tidak memperbaiki keadaan sesaknya. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk yang disertai dahak berwarna putih bening sejak 2 bulan yang lalu. Tidak terdapat batuk darah dan muntah. Pasien mengaku sering merokok sejak pasien masih muda dan sehariharinya pasien dapat menghabiskan tiga bungkus rokok.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan sesak nafas disertai batuk-batuk 1 bulan yang lalu. Setelah dirawat keadaan pasien membaik. Riwayat hipertensi ( - ) Riwayat Asma ( - ) Riwayat Diabetes Mellitus ( - ) Riwayat Penyakit Keluarga Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

STATUS GENERALISATA

Kesadaran : Keadaan umum : Status Gizi : Berat Badan / Tinggi Badan IMT : Kurang VITAL SIGN

Composmentis Tampak Sakit Sedang Baik : 48/165 48 / (165)2 = 17.7 Gizi

Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu

: : : :

110/80 mmHg 92 x / menit, reguler 28 x /menit 36,80 C

PEMERIKSAAN FISIKKEPALA Bentuk Rambut Mata : : Normal, simetris Hitam, tidak mudah rontok : Konjungtiva tidak anemis sklera tidak ikterik Palpebra tidak edema pupil isokor kanan = kiri, Refleksi cahaya Bentuk normal, simetris, membran Bentuk normal, septum di tengah, tidak : Bibir tidak sianosis, lidah

(+). Telinga : timpani intak. Hidung : deviasi. Mulut tidak tremor dan

tidak kotor, serta tidak hiperemis. LEHER

THORAKS Inspeksi

:

Retraksi sela iga (-) Iktus kordis tidak tampak Spider naevi (-) Dada emfisematous atau Barrel chest (+)

Palpasi

: Fremitus taktil dan Fremitus vokal menurun kanan dan kiri Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclaviculla kiri Hipersonor pada kedua lapang paru sela iga III garis sternalis kanan sela iga IV garis parasternalis kanan sela iga V garis midklavikula kiri : sela iga VI garis midklavikula kanan Pernapasan vesikuler menurun, dengan ekspirasi memanjang Rh-/-, Wh +/+

Perkusi

: Batas atas : Batas kanan : Batas kiri : Batas paru hati Auskultasi :

ABDOMEN Inspeksi

:

Perut cekung simetris vena kolateral (-) caput Medussae (-) umbilikus tidak menonjol

Palpasi

:

Nyeri tekan abdomen (-) Tidak ada pembesaran hepar Tidak ada pembesaran lien Shifting dullnes (-)Bising usus (+) normal

Perkusi Auskultasi :

:

GENITALIA : EKSTREMITAS

Tidak ada kelainan

Superior

:

Hangat Eritema palmaris (-/-) Sianosis (-/-) Clubbing finger (-/-) edema (-/-) Ptechia (-) Hangat edema (-/-) Sianosis (-/-) Ptechia (-)

Inferior

:

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin Tgl (24-07-2010) Hemoglobin : 14 17,0 Leukosit : 13 Limfosit : 2,4 Monosit : 2,7 Granulosit : 9,0 Hematokrit : 43,0 MCV : 96,8 100,0 MCH : 32,0 34,0 MCHC : 33,0 Trombosit : 387

g/dl 103/l 103/l 103/l 103/l %

11,0

4,0 10,0 1,0 5,0 0,1 1,0 2,0 8,0 35,0 55,0 m3 80,0 pg 26,0

g/dl 31,0 35,5 103/l 150 - 400

Kimia klinik

Glukosa Glukosa sewaktu Fungsi Ginjal

: 75

70 150 mg/dl

Ureum Kreatinin Uric Acid Fungsi Hati

: 0,58 : 3,44

: 20,6 mg/dl mg/dl

mg/dl 10 -50 0,6 1,38 3,34 7,0

- Albumin - Bilirubin total - Bilirubin direk - Bilirubin indirek SGOT SGPT

: 4,19 : 0,81 : 0,15

:9

g/dl mg/dl mg/dl : 0,66 : 18 U/l

3,5 5,0 0,1 1,2 0,0 0,25 mg/dl 0 - 0,75 U/l 0 - 38 0 - 41

Pemeriksaan Radiologi

RESUMEPasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak napas sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya keluhan sesak hanya dirasakan jika melakukan aktifitas berat tetapi lama kelamaan keluhan sesak napas dirasakan juga saat melakukan aktifitas ringan. Perubahan posisi tidak memperbaiki keadaan sesaknya. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk yang disertai dahak berwarna putih bening. Pasien mengaku sering merokok sejak pasien masih muda dan sehariharinya pasien dapat menghabiskan tiga bungkus rokok. Satu bulan sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan sesak nafas dan batuk, setelah diberi obat keadaan pasien membaik. Pada hasil laboratorium ditemukan adanya leukositosis dan pemeriksaan fisik didapatkan penampakan dada yang emfisematous atau barrel chest (+), Fremitus taktil dan Fremitus vokal menurun kanan dan kiri,Pernapasan vesikuler menurun,dengan ekspirasi memanjang disertai adanya wheezing.

DIAGNOSA

:

Bronkhitis dan Emfisema Paru PRONOSIS

Penyakit Paru Obstruktif kronik et causa kronis

:

DUBIA AD BONAM

TATA LAKSANA 1. Non Farmakologis

Edukasi motivasi berhenti merokok2. Farmakologis D5% 20 gtt/menit 02 2 L canule Cefotaxim 3 x 1gr iv Ranitidin 2 x 1 amp iv Dexanta 3 x CI Aminophylin 3 x 1 amp drip Ambroxol 3 x CI Nebulisasi Combivent 3 x 1 amp

PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Foto toraks PA 2. Spirometri 3. Analisa Gas darah

FOLLOW UP

1. 24/07/2010 S : sesak + , batuk + , dahak + dahak + O:

2. 25/07/2010 S : sesak + , batuk + , O:

T : 110/80 mmHgP : 92x/menit R : 28 x/menit S : 36.50 C Thorax pernafasan vesikuler menurun vesikuler menurun Rhonki -/- Wheezing +/+ A: PPOK ec Bronkitis kronis dan Emfisema paru P : D5% 20 gtt/menit O2 1-2 L Pada malam hari hari Cefotaxim 3 x 1gr iv

T : 110/70 mmHgP : 84 x/menit R :26 x/menit S : 36.30 C Thorax pernafasan Rhonki -/- Wheezing +/+ A : PPOK ec Bronkitis kronis dan Emfisema paru P : 1. D5% 20 gtt/menit 2. O2 1-2 L Pada malam 3. Cefotaxim 3 x 1gr iv

Ranitidin 2 x 1 amp iv

4. Ranitidin 2 x 1 amp iv

3. 26/07/2010 S : Sesak + , batuk dahak + O: T : 120/80 mmHg P : 82 x/menit R : 24 x/menit S : 36,30 C Thorax pernafasan vesikuler menurun Rhonki -/- Wheezing +/+ A: PPOK ec Bronkitis kronis dan paru Emfisema paru P:

4. 27/07/2010 ( Pasien Pulang ) S : Sesak - , batuk dahak + O: T : 120/80 mmHg P : 80 x/menit R : 20 x/menit S : 36,20 C Thorax pernafasan vesikuler menurun Rhonki -/- Wheezing -/A: PPOK ec Bronkhitis kronis dan Emfisema

P: D5% 20 gtt/menit O2 1-2 L Pada malam hari Cefotaxim 3 x 1gr iv Ranitidin 2 x 1 amp iv Dexanta 3 x CII Aminophylin 3 x 1 amp drip Nebulisasi Combivent 3 x 1Ambroxol 3 x CI

1. Aminophylin 3 x 1 tab 2. Ciprofloksacin 2 x 500 mg 3. Dexanta 3 x CI 4. Ranitidin 3x1 tab

ANALISA KASUSPasien didiagnosis PPOK ec Bronkitis kronis dan emfisema karena :

Anamnesis Pada anamnesis didapatkan gejala klinis dari PPOK , yaitu sesak nafas

yang memberat mulai dari aktifitas berat sampai ringan, frekuensi batuk yang semakin sering , dan produksi sputum yang semakin banyak. Warna sputum adalah putih. Selain itu pasien memiliki riwayat merokok selama 20 tahun. Sehari dapat menghabiskan 3 bungkus rokok.

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didaptkan bentuk dada barrel chest , Fremitus taktil

dan Fremitus vokal menurun kanan dan kiri, hipersonor pada seluruh lapang paru , wheezing , pernafasan vesikuler menurun disertai ekspirasi memanjang..

Terapi Pasien diberikan aminofilin yang merupakan Bronkodilator

PEMBAHASANDEFINISI Emfisema berarti adanya jumlah udara yang berlebihan di

dalam paru. Emfisema ditandai dengan pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut yang disebut asinus. Emfisema

terkadang sering disalahartikan dengan bronchitis kronik. Sehingga sejak awal perluditekankan bahwa Definisi emfisema adalah definisi morfologik, sedangkan defenisi bronchitis kronis merupakan gambaran klinis. Selain itu pola distribusi anatomi juga berbedabronkitis kronis mengenai saluran napas besar dan kecil sebaliknya, emfisema terbatas diasinus, struktur yang terletak distal pada bronkiolus terminal. Emfisema tidak saja didasarkan pada sifat anatomic lesi tetapi juga oleh distribusinya di lobulus dan asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak distal dari bronkiolus terminal

INSIDEN Emfisema adalah penyakit yang umum. Tetapi

insidensi pastinya sulit diperkirakan karena diagnosis pasti, yang didasarkan pada morfologi, hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan paru saat autopsy. Secara umum disepakati bahwa emfisema terdapat pada 50% orang dewasa yang diautopsi. Emfisema jauh lebih sering ditemukan dan lebih parah pada laki laki. Terdapat keterkaitan yang jelas antara merokok dalam jumlah besar dengan emfisema.

PATOGENESIS Pendapat

mengenai emfisema adalah terjadi akibat ketidakseimbangan penting-yakni ketidakseimbangan protease-antiprotease dan oksidan-antioksidan. Ketidakseimbangan ini hampir selalu terjadi bersamaan. Emfisema dipandang sebagai akibat efek destruktif peningkatan aktivitas protease pada orang dengan aktivitas antitrypsin yang rendah. Hipotesis ini didukung oleh penelitian pada hewan percobaan yang mengalami degradasi elastin yang disertai dengan timbulnya emfisema. ketidakseimbangan protease-antiprotease juga membantu menjelaskan efek merokok dalam terjadinya emfisema. Secara singkat, tumpukan partikel asap, terutama di percabangan bronkiolus respiratorik, mungkin menyebabkan influx neutrofil dan makrofag; kedua sel tersebut mengeluarkan berbagai protease. Peningkatan aktivitas protease yang terletak di region sentriasinar menyebabkan terbentuknya emfisema pola sentriasinar. Kerusakan jaringan diperhebat oleh inaktivasi antiprotease oleh oksigen reaktif yang terdapat dalam asap rokok.

Hipotesis

MANIFESTASI KLINIS Dispnea biasanya adalah gejala pertama; gejala ini muncul

secara perlahan tapi progresif. Keluhan awal pada pasien yang sudah mengidap asma atau bronchitis adalah batuk dan mengi. Berat badan pasien turun. Uji fungsi paru memperlihatkan penurunan FEV1 dengan FVC normal atau mendekati normal. Oleh karena itu rasio FEV1 terhadap FVC menurun. Gambaran klasik pada pasien tanpa bronchitis adalah dada berbentuk tong dan dispnea, dengan ekspirasi yang jelas memanjang dan pasien duduk maju dalam posisi membungkuk ke depan, berupaya memeras udara keluar dari paru. Pada pasien dengan oksigenasi yang masih adekuat, terjadi fenomena pink puffers, yakni kulit pasien berwarna kemerahan. Pasien yang mengalami bronchitis kronis, biasanya tidak terlalu memperlihatkan gejala dispnea dan upaya bernapas dalam bentuk hiperventilasi sehingga CO2 mengalami retensi dan jumlah O2 yang masuk ke dalam ikut berkurang. Akibatnya mereka mengalami sianosis.

Tabel Perbedaan jenis bronkitik dan jenis emfisemaBronkitis ("Blue Bloater") Emfisema ("Pink Puffer") GEJALA Batuk produktif bertahun tahun dengan peningkatan sputum setelahnya timbul Timbulnya sesak nafas diikuti dengan batuk tanpa produksi sputum. keadaan sesak nafas. PENAMPAKAN PEMERIKSAAN FISIK Gemuk Sianotik Dada normal Pekak jantung dan hepar jelas Suara nafas kasar Ronchi Kurus Kemerahan Dada Gembung Pekak jantung dan hepar oleh over distensi Suara nafas lemah dengan ekspirasi

memanjang

Umumnya tidak ada suara nafas tambahan

JANTUNG

Gagal jantung kanan sering terdapat pada penyebab kematian

Gagal jantung kanan jarang, kematian karena gagal pernafasan Polisitemia jarang PCO2 normal atau rendah, PO2 rendah / normal Obstruksi jalan nafas irreversibel. Kapasitas paru total meningkat. Kapasitas difusi menurun.

DARAH ANALISA GAS DARAH

Polisitemia sekunder PO2 rendah, PCO2 tinggi Obstruksi jalan nafas yang reversibel sebagian. Kapasitas paru total normal atau sedikit meningkat. Kapasitas difusi normal.

UJI FAAL PARU

Penyakit Paru Obstruksi KronikDefinisi Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya. Etiologi - Asap rokok bermotor - Polusi udara - Gas buang kendaraan - Polusi tempat kerja

Patogenesis( INFLAMASI )INHALASI ASAP ROKOK ATAU GAS BERBAHAYA

AKTIVASI MAKROFAG DAN SEL EPITEL MELEPASKAN PROTEASE ANTIPROTEASE YANG MENGIMBANGI PROTEASE MENGALAMI PENINGKATAN PENGHANCURAN DIAKIBATKAN ADANYA RADIKAL BEBAS KERUSAKAN ELEMEN STRUKTUR PADA PARU

METAPLASIA PADA DINDING EPITEL BRONCHIAL HIPERSEKRESI MUKOSA PENINGKATAN MASA OTOT HALUS DAN FIBROSIS DAN DISFUNGSI SILIER PADA EPITEL

BRONCHITIS

EMFISEMA

PPOK

Pemeriksaan Penunjang :1. 2. Tes fungsi paru Pemeriksaan analisis gas darah

PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau SaO2 < 90 % dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7 kPa ( 50 mmHg),saat bernapas dalam udara ruangan,mengindikasikan adanya gagal nafas PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg),PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan Ph < 7,30,memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitor ketat serta penanganan intensif 3. Foto toraks Foto Thorax (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitive untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK. Pada emfisema terdapat kelainan dalam 2 gambaran radiologik :

a). Dengan defisiensi arterial Over inflasi yang ditandai oleh : Diafragma rendah dan datar. Penciutan pembuluh-pembuluh darah pulmonal. Diameter antero posterior yang bertambah. Ruang retrosternal membesar. Bulla.

b) Emfisema dengan corakan bertambah, keadaan ini mirip bronkitis menahun. 4. Elektrokardiografi (EKG) Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakkan diagnosis hipertrofi ventrikel kanan,aritmia,dan

TATA LAKSANANon Medikasi Menghentikan kebiasaan merokok pada pasien PPOK. Pasien

PPOK yang merokok akan mengalami penurunan FEV1 > 50 ml per tahun dibandingkan orang normal yang mengalami penurunan hanya 18 ml per tahun. Srategi yang dianjurkan oleh Public Health service Report USA

adalah: Ask : lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan. Advice : terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga pasien didesak mau berhenti merokok. Asses : yakinkan pasien untuk berhenti merokok. Assist : bantu pasien dalam program berhenti merokok. Arrange : jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih

MEDIKASIBronkodilator Bronkodilator utama yang sering digunakan adalah : 2-agonis,antikolinergik, dan metilxantin. Bronkodilator kerja cepat (fenoterol,salbutamol,terbutalin) lebih menguntungkan dari pada yang kerja lambat (salmeterol,formeterol), karena efek bronkodilatornya sudah dimulai dalam beberapa menit dan efek puncaknya terjadi setelah 15-20 menit dan berakhir 4-5 jam. Bronkodilator dapat diklasifikasikan sebagai agen kerja singkat

dan kerja panjang dan terbagi lagi menjadi tiga kelas farmakologis utama. Bronkodilator kerja singkat mungkin satusatunya merupakan medikasi yang diperlukan untuk meringankan gejala pada pasien dengan penyakit ringan. Dengan meningkatnya keparahan PPOK, bronkodilator kerja panjang mungkin dapat memberikan manfaat simptomatik untuk periode yang lama. Semua pasien simptomatik dengan diagnosis PPOK sebaiknya diberikan inhalasi bronkodilator percobaan, tak peduli apakah hasil spirometri memperlihatkan respon bronkodilator yang bermakna atau tidak.

METHYLXANTINES Theophylline

telah menunjukkan meringankannya gejala PPOK namun obat ini memiliki masa terapeutik yang singkat. Maka bronkodilator lainnya, jika tersedia, lebih dianjurkan. Theophylline diduga memberikan manfaat dengan inhibisi phosphodiesterase dan meningkatkan kadar cAMP. Obat ini juga diperkirakan meningkatkan kontraktilitas diaphragma dengan meningkatkan aliran darah diaphragma. Efek beneficial pada fungsi diaphragma ini dapat meminimalkan atau mencegah kelelahan diaphragma atau kegagalan respiratorik pada PPOK berat. Monitoring kadar obat secara periodic dan penggunaan preparat lepas-lambat direkomendasikan.

Glukokortikosteroid

Jika FEV1 < 50% prediksi, dapat diberikan 40 mg prednisolon (oral) per hari selama 10 14 hari bersamaan dengan pemberian bronkodilator. Glukokortikosterois dipakai untuk pengobatan yang non asidosis. Antibiotik

Diberikan jika gejala sesak nafas dan batuk disertai dengan peningkatan volume dan purulensi sputum. Antibiotik hendaknya diberikan dengan spektrum luas yang bisa menghadapi H.Influenza, S.Pneumonia dan M.Cattarhalis sambil menunggu hasil kultur sensitivitas kuman.

- Antibiotik yang umumnya dipakai pada PPOK -

Obat-obat tambahan lainnya- 1 antitripsin

: diberikan pada pasien dengan emfisema muda, jika terdapat defisiensi zat ini. : Pemberian pada pasien dengan sputum kental : hanya bermanfaat pada akut eksaserbasi

- Mukolitik

- Antioksidan

keadaan