emfisema 1

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emfisema paru adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Dalam keadaan lanjut, penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran napas yang menetap dan dinamakan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), perokok dan penembang batu bara memiliki insiden lebih tinggi. (1,2,3) Emfisema paru diklasifikasikan atas dasar pola keikutsertaan unit pertukaran gas (asinus) paru bagian distal bronkiolus terminalis. Walapun hanya beberapa pola morfologik telah dijelaskan, ada dua hal yang paling penting , yaitu perubahan morfologik yang meliputi bronkiolus pernapasan dan duktus alveolaris di pusat asinus (emfisema sentriasinar) dan perubahan di seluruh asinus (emfisema panasinar). (4) Emfisema sentriasinar sering ditemukan pada pasien pria perokok, biasanya pada lobus atas paru dan menyertai pasien bronkitis kronik. Emfisema panasinar terdapat pada pasien defisiensi α1 1

Upload: lieza

Post on 03-Feb-2016

98 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: emfisema 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emfisema paru adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran se-

cara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan

dinding alveolus yang ireversibel. Dalam keadaan lanjut, penyakit ini sering menyebabkan

obstruksi saluran napas yang menetap dan dinamakan penyakit paru obstruksi kronik

(PPOK), perokok dan penembang batu bara memiliki insiden lebih tinggi. (1,2,3)

Emfisema paru diklasifikasikan atas dasar pola keikutsertaan unit pertukaran gas (asi-

nus) paru bagian distal bronkiolus terminalis. Walapun hanya beberapa pola morfologik telah

dijelaskan, ada dua hal yang paling penting , yaitu perubahan morfologik yang meliputi

bronkiolus pernapasan dan duktus alveolaris di pusat asinus (emfisema sentriasinar) dan pe-

rubahan di seluruh asinus (emfisema panasinar).(4) Emfisema sentriasinar sering ditemukan

pada pasien pria perokok, biasanya pada lobus atas paru dan menyertai pasien bronkitis kro-

nik. Emfisema panasinar terdapat pada pasien defisiensi α1 anti tripsin dan sering menyertai

proses degeneratif atau pasien bronkitis kronik. Timbul pada lobus bawah paru.(5) Di negara-

negara Barat seperti Inggris dan Amerika Serikat penyakit paru kronik merupakan salah satu

penyebab utama kematian dan ketidakmampuan pasien untuk bekerja. Sesuai dengan gagasan

WHO, yaitu “kesehatan bagi semua di tahun 2000”, disamping meningkatkan pelayanan ke-

sehatan juga harus mengaktifkan penyuluhan terhadap bahaya rokok dan polusi yang dapat

menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik. (1)

BAB II

1

Page 2: emfisema 1

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFIANCE

Emfisema merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam COPD (Chronic Ob-

structive Pulmonal Disease). Emfisema adalah pembesaran permanen yang abnormal dari ru-

ang udara pada posisi distal terhadap bronkiol terminal disertai kerusakan dindingnya, tetapi

tanpa fibrosis yang jelas. Emfisema paru-paru merupakan penyakit yang gejala utamanya

adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung

secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.Sesuai dengan definisi tersebut, maka

jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya de-

struksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya se-

bagai “overinflation”.

Udara pernafasan akan terdapat didalam rongga jaringan interstitia latau tetap be-

rada didalam rongga alveoli saja. Proses dapat berjalan secara akut maupun kronik. Secara

umum, emfisema paru- paru ditandai dengan dipsnoea ekspiratorik, hyperpnoea dan mu-

dahnya penderita mengalami kelelahan (Subronto,2003).

2. PATOGENESIS

2

Page 3: emfisema 1

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu :

• Hilangnya elastisitas paru

Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil den-

gan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilan-

gan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa

alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.

• Hyperinflation paru

Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal

selama ekspirasi.

• Terbentuknya bullae

Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ru-

angan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.

• Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap

Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan

menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

3. KLASIFIKASI EMFISEMA

• Terdapat tiga tipe dari emfisema berdasarkan lokasi kerusakannya :

a. Emfisema Centriolobular

Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya

pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kan-

tung alveolar tetap bersisa.

b. Emfisema Panlobular (Panacinar)

3

Page 4: emfisema 1

Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian

bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada

seorang perokok.

c. Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs

sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumoth-

orax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim al-

pha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pul-

moner, seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

• Berdasarkan radiologik

o Emfisema obstruktif:

a. Akut

b. Chronic

c. Bullous

o Emfisema non-obstruktif:

a. Kompensasi

b. Senilis (postural)

Gambar 1. Gambaran radiologi emfisema secara umum

4

Page 5: emfisema 1

a. Emfisema lobaris

Emfisema lobaris biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan kelainan tu-

lang rawan, bronkus, mukosa bronchial yang tebal, sumbatan mucus (mucous plug),

penekanan bronkus dari luar oleh anomaly pembuluh darah.Gambaran radiologiknya

berupa bayangan radiolusen pada bagian paru yang bersangkutan dengan pen-

dorongan mediastinum kearah kontra-lateral.

Gambar 2. Emfisema lobaris

Gambar 3. Emfisema lobaris

5

Page 6: emfisema 1

b. Hiperlusen idiopatik unilateral

Hiperlusen idiopatik unilateral ialah emfisema yang unilateral dengan

hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis. Secara radiologic, paru yang

terkena lebih radiolusen tanpa penambahan ukuran paru seperti pada umumnya em-

fisema lainnya.

c. Emfisema hipertrofikkronik

Terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit paru seperti asma bronchial yang

parah, bronkiektasis, peradangan paruberat, pneumo kinosis ganas, dan tuberculosis.

Gambaran radiologic menunjukkan peningkatan aerasi dan penambahan ukuran

toraks yang biasanya hanya terjadi pada satu sisi. Sering ditemukan bleb atau bulla

yang berupa bayangan radiolusen tanpa struktur jaringan paru.

d. Emfisema bulla

Bulla merupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran antara1-2cm

atau lebih besar, yang kadang-kadang sukar dibedakan dengan pneumotoraks.

Penyebabnya sering tidak diketahui tapi dianggap sebagai akibat suatu penyakit paru

yang menyebabkan penyumbatan seperti bronkiolitis atau peradangan akut lainnya

dan perangsangan atau iritasi gas yang terhisap.Sering factor penyebabnya sudah

tidak tampak lagi, tetapi akibatnya adalah emfisema bulla yangtetapatau bertambah

besar. Gambaran radiologik berupa suatu kantong radiolusen di perifer lapangan

paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal paru dimana jaringan paru normal

sekitarnya akan terkompresisehingga menimbulkankeluhansesaknafas.

6

Page 7: emfisema 1

Gambar 4. Emfisema Bulosa

e. Emfisema kompensasi

Keadaan ini merupakan usaha tubuh secara fisiologik menggantikan

jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi toraks bagian paru yang

terangkat pada pneumoektomi.

f. Emfisema senilis

Merupakan akibat proses degenerative orang tua pada kolumna vertebra yang

mengalami kifosis di mana ukuran anterior-posterior toraks bertambah sedangkan

tinggi toraks secara vertical tidak bertambah, begitu pula bentuk diafragma dan per-

anjakan diafragma tetap tidak berubah. Keadaan ini akan menimbulkan atrofi septa

alveolar dan jaringan paru berkurang dan akan diisi oleh udara sehingga secara radi-

ologic tampak toraks yang lebih radiolusen, corakan bronkovaskuler yang jarang dan

diafragma yang normal.

7

Page 8: emfisema 1

Gambar 5. emfisema senilis

3. PATOFISIOLOGI

Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveo-

lar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara

terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema meru-

pakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas

sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan

tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bul-

lae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area

yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.

Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk

melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan de-

struksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan venti-

lasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal

ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis

kronis dan merokok.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

8

Page 9: emfisema 1

1. Chest X-Ray: dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, pen-

ingkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), pen-

ingkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi

(asthma)

2. Pemeriksaan Fungsi Paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,

menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, mem-

perkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal: bron-

chodilator.

3. TLC: meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada em-

fisema.

4. Kapasitas Inspirasi: menurun pada emfisema.

5. FEV1/FVC: ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital

(FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.

6. ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2

normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun

pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap

hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).

7. Bronchogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps

bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis).

8. Darah Komplit: peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil

(asthma).

9. Kimia Darah: alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada em-

fisema primer.

10. Sputum Kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,

pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.

11. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia

(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema),

axis QRS vertikal (emfisema).

12. Exercise ECG, Stress Test: menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,

mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

4. PENATALAKSANAAN

9

Page 10: emfisema 1

Penatalaksanaan utama pada pasien emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas

hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit dan mengobati obstruksi saluran nafas

yang berguna untuk mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi mencakup :

b. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas.

• Mencegah dan mengobati infeksi

• Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru

• Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi per-

nafasan.

• Support psikologis

• Patient education and rehabilitation.

c. Jenis obat yang diberikan :

• Bronchodilators

• Aerosol therapy

• Treatment of infection

• Corticosteroids

• Oxygenation

Gambar 6. Emfisema pulmonal pada proyeksi foto AP dan Lateral

10

Page 11: emfisema 1

Gambar 7. Emfisema Pullman

gambar 8.Emfisema pulmonal

Gambar 9. Emfisema pulmonal

11

Page 12: emfisema 1

Gambar 10. Emfisema Pullman

7. PROGNOSIS

Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala

klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan : sesak ringan, 5

tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42% penderita

akan sesak lebih berat dan meninggal.(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soemantri ES, Uyainah A. Bronkitis kronik dan emfisema paru. Dalam: Suyono S.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001.

Hal : 827-881

2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for

the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary dis-

ease. Bethesda (MD): Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD). 2008

3. Hanania NA, Donohue JF. Pharmacologic interventions in chronic obstructive pul-

monary disease: bronchodilators. Proc Am Thorac Soc. Oct 1 2007;4(7):526-34

12

Page 13: emfisema 1

4. Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta :BalaiPenerbit FKUI.

p131-144.

5. Snell R.S. 2007. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.

Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC. p82-94.

6. Takahashi M, Fukuoka J, Nitta N, Takazakura R, Nagatani Y, Murakami Y, et al.

Imaging of pulmonary emphysema: a pictorial review. Int J Chron Obstruct Pulmon

Dis. 2008;3(2):193-204.

13