asuhan keperawatan emfisema

51
MAKALAH SISTEM RESPIRASI 1 KELAINAN RESTRIKTIF DAN OBSTRUKTIF PADA SISTEM RESPIRASI “EMFISEMA” Kelompok 4/ kelas 2B: 1. Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068) 2. Rany Trimustika Mayangsari (130012069) 3. Ratika Dwi Febrian Putri (130012070) 4. Risa lailatul Hidayah (130012071) 5. Said (130012072) 6. Silvianita Fitri Anggraini (130012073) 7. Siti Aminah Hidayat (130012074)

Upload: amee-hidayat

Post on 20-Jun-2015

3.375 views

Category:

Health & Medicine


11 download

DESCRIPTION

all about emfisema

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Emfisema

MAKALAH SISTEM RESPIRASI 1KELAINAN RESTRIKTIF DAN OBSTRUKTIF PADA SISTEM

RESPIRASI “EMFISEMA”

Kelompok 4/ kelas 2B:1. Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068)2. Rany Trimustika Mayangsari (130012069)3. Ratika Dwi Febrian Putri (130012070)4. Risa lailatul Hidayah (130012071)5. Said (130012072)6. Silvianita Fitri Anggraini (130012073)7. Siti Aminah Hidayat (130012074)

PRODI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT

ISLAM SURABAYA2013

Page 2: Asuhan Keperawatan Emfisema

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-

Nyalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dan tepat pada

waktunya. Makalah ini berisikan materi “Sistem Respirasi 1” yang membahas

tentang “Kelainan Restriktif Dan Obstruktif Pada Sistem Respirasi “Emfisema””.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi terhadap kita semua tentang

bagaimana Emfisema tersebut.

Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Ibu Nety Mawardah Hatmanti selaku dosen mata kuliah Sistem

Respirasi 1.

2. Ibu Wesiana Heris Santy selaku dosen pembimbing

3. Kepada keluarga tercinta yang memberikan dorongan dan bantuan serta

pengertian besar terhadap penulis, baik dalam mengikuti perkuliahan

baik dalam menyelesaikan Makalah ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang di berikan

kepada kami. Kami menyadari Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami.Akhirnya penulis berharap semoga

Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin.

Surabaya, 18 Mei 2013

Penulis

Page 3: Asuhan Keperawatan Emfisema

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II TINJAUAN TEORI 3

2.1 Definisi Emfisema 3

2.2 Etiologi Emfisema 4

2.2.1 Merokok 4

2.2.2 Keturunan 4

2.2.3 Infeksi 5

2.2.4 Polusi Udara 5

2.2.5 Hipotesis Elastase-antielastase 5

2.3 Manifestasi Klinik Emfisema 7

2.4 WOC Emfisema 7

2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema 12

2.6 Pengobatan Emfisema 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA EMFISEMA16

3.1 Pengkajian 16

3.2 Diagnosa Keperawatan 18

3.3 Perencanaan 19

BAB IV PENUTUP 28

4.1 Kesimpulan 28

4.2 Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 30

Page 4: Asuhan Keperawatan Emfisema

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan

merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian

mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di

atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus

baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak 45.000,

termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985).

Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta

penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta

penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The

Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh

karena PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima

kematian di Amerika (Muray F.J.,1988).

Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di

Amerika dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas

55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992

Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita

PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus

kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6

kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).

Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan

angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat

ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998).

Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka

kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma

7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap

di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan

sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi

Page 5: Asuhan Keperawatan Emfisema

Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444

(15%), dan rawat jalan 2368 (14%).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian

PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade

mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak jumlah batang rokok yang

dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko

dapat mengalami PPOK.

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan

konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat

ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai

12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen

rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan

konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar

batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang

328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia

215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua

fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat.

Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang

merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan

Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu

memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana definisi dari emfisema?

2. Bagaimana etiologi dari emfisema?

3. Bagaimana manifestasi klinis dari emfisema?

4. Bagaimana WOC dari emfisema?

5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari emfisema?

6. Bagaimana pengobatan emfisema?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari emfisema.

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari emfisema.

Page 6: Asuhan Keperawatan Emfisema

3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari

emfisema.

4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.

5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari

emfisema.

6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengobatan emfisema.

Page 7: Asuhan Keperawatan Emfisema

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 Definisi EmfisemaEmfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru

dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal

bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli.

Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering

diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua

kondisi. (Arif Muttaqin, 2008)

Pada istilah anatomi, emfisema mencakup bagian paru distal sampai

bronkiolus terminal (acinus) dimana pertukaran gas terjadi. Emfisema

mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai

perubahan destruktif. Emfisema dapat diklasifikasikan sebagai vesikular bila

melibatkan ruang distal sampai bronkiolus terminal dan interlobular atau

interstisial bila emfisema mempengaruhi jaringan di antara ruang udara.

Emfisema tamak berkaitan dengan banyak cedera yang terjadi jangka

panjang. Prevalensi dan beratnya paling besar pada individu lansia. Jaringan

elastin dan serat dari alveoli dan jalan napas dirusak. Alveoli membesar, dan

banyak dindingnya dihancurkan. Perusakan alveolar menimbulkan

pembentukan ruang udara yang lebih besar daripada normal, yang sangat

menurunkan permukaan difusi alveolar. Bila proses mulai, proses ini berjalan

lambat dan tidak konsisten.

Tabel 10-2. Klasifikasi Emfisema

Klasifikan Deskripsi

Menyebar atau umum Lobulus atau acini seluruh paru yang

terkena.

Fokal Dihubungkan dengan deposisi debu

fokal (mis., debu karbon).

Iregular Dihubungkan dengan pengerutan

jaringan parut fibrotik, biasanya karena

penyakit lama.

Obstruktif Disertai dengan obstruksi bronkial yang

Page 8: Asuhan Keperawatan Emfisema

dapat dilihat.

Bula Ruang emfisematosus lebih dari 1 cm

dalam paru yang mengembang; dapat

terjadi pada tipe emfisema apapun.

2.2 Etiologi Emfisema2.2.1 Merokok

Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat

hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi

paksa (FEV) (Nowak, 200)

2.2.2 Keturunan

Belum diketahui jelas apakah factor keturunan beeperan atau tidak

pada emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1-

antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering

dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan

paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi

alfa 1-antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara

Page 9: Asuhan Keperawatan Emfisema

autonom resesif.. orang yang sering menderita emfisema paru adalah

penderita yang memilki gen S atau Z. emfisema paru akan lebih cepat

timbul bila penderita tersebut merokok.

2.2.3 Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga

gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi salurang pernapasan

atas pada seorang penderita bronchitis kronis hamper sellau

menyebabkan infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan

paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering

diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi

sekunder oleh bakteri.

2.2.4 Polusi Udara

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya

emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di

daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap

tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi

makrofag alveolar.

2.2.5 Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi

rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin

disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

2.2.6 Hipotesis Elastase-antielastase

Didalam paru terdapt keseimbangan antara keduanya akan

menimbulkan kerusakan pada jaringan elastik paru. Struktur paru akan

berubah dan ditimbullah emfisema. Sumber elastase yang penting

adalah pangkreas, sel-sel PMN, dam makrofag alveolar (Pulmonary

alveolar macrophage- PAM). Rangsangan pada bau antara lain oleh

asap rokok dan infeksi menyebabkna elastase bertambah banyak.

Aktivitas system antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-protease-

inhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat

yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbnagan antara elastase

Page 10: Asuhan Keperawatan Emfisema

dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan

kemudian emfisema. (Arif Muttaqin, 2008)

Page 11: Asuhan Keperawatan Emfisema

2.3 Manifestasi Klinis Emfisema

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi

sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-

25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas

kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada

umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri.

Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan

kegagalan nafas dan meninggal dunia. Pada pengkajian fisik didapatkan :

1. Dispnea

2. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’

3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan

penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).

4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh

bidang paru.

5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan

perpanjangan ekspirasi.

6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum

7. Distensi vena leher selama ekspirasi.

Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:

1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.

2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.

3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita

sampai membungkuk.

4. Bibir tampak kebiruan

5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun

6. Batuk menahun

2.4 WOC EmfisemaPada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara

sebelah distal bronchus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.

Pembagian Klinis

Paracicatrical Terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan

dinding alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru

Page 12: Asuhan Keperawatan Emfisema

Lobular Pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding

alveolus/lobules sekunder

Pembagian menurut lokasi tempat proses

Sentrolobular Kerusakan terjadi di daerah sentarl asinus. Daerah

distalnya tetap normal.

Panlobular Kerusakan terjadi di seluruh asinus

Kerusakan terdapat di seluruh asinus, tetapi tidak

dapat ditentukan dari mana mulainya.

Patologi Emfisema (American Thoracic Society, 192)

(Sumber: Nowak dan Hanford, 200)

Adanya inflamasi, pembengkakan bronchi, produksi lender yang

berlebuhan, kehilanagan recoil elastisitas jalan napas dan kolaps bronkhiolus

serta penurunan redistribusi udara ke alveoli menimbulkan gejala sesak pada

klien emfisema. Pada paru normal terjadi keseimbanagn antara tekanan yang

menarik jaringan paru keluar (yang disebabkan tekanan intrapleural dan otot-

otot dinding dada) dengan tekanan yang menarik jaringan apru kedalam

(elastisitas paru).

Keseimbangan timbul antara kedua tekanan tersebut, volume paru yang

terbentuk disebut sebagai functional residual capacity (FRC) yang normal.

Bila elastisitas paru berkurang timbul keseimbangan paru dan menghasilkan

Page 13: Asuhan Keperawatan Emfisema

FRC yang lebih besar. Volume residu bertambah pula, tetapi VC menurun.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik

jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran pernapasan bagian bawah

paru akan tertutup.

Pada klien dengan emfisema, saluran-saluran pernapasan tersebut akan

lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran

pernapasan menutup dan dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan

ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Namun, semua itu bergantung

pada kerusakannya. Mungkin saja terjadi alveoli dengan ventilasi

kurang/tidak ada, tetapi perfusinya baik sehingga penyebarab udara

pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Atau dapat

dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli

(V/Q rasio yang tidak sama).

Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami

kerusakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida

dalam darah arteri (Hiperkapnea) dan menyebabkna asidosis

respiratorik.karena dinding alveolar terus mengalami keruskan, maka

jaringan-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal

meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah

yang tinggi dalam area pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah

kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya

kongesti, edema tungkai (edema dependen), destensi vena jugularis, atau

nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung (Nowark, 200).

Sekresi yang meningkat dan tertahan menyebabkan klien tidak mampu

melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis

menetap dalam paru yang mengalami emfisema, ini memperberat maslah.

Individu dengan emfisema akan mengalami obstruksi kronis yang ditandai

oleh peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara

dari paru-paru jika demikian, paru berada dalam keadaan hiperekspansi

kronis.

Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru dibutuhkan tekanan

negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkatan adekuat yang

Page 14: Asuhan Keperawatan Emfisema

harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi berlangsung. Kinerja ini

membutuhkan kerja keras otot-otot pernapasan yang berdampak pada

kekakuan dada dan iga-iga terfiksasi pada persediannya dengan

bermanifestasi pada perubahan bentuk dada dimanan rasio diameter AP:

Transversal mengalami peningkatan (Barel Chest). Hal ini terjadi akibat

hilangnya elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan

pada dinding dada untuk mengembang.

Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang

belakang bagian atas secara abnormal bentuknya membulat atau cembung.

Beberapa klien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan

otot-otot bantu napas. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi

mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-

otot abdomen juga ikut berkonstraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan

progresif dalam kapasitas vital paru.

Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan

terjadi. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume

ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV;VC) rendah. Hal ini

terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan

upaya bagi klien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami

kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan

(Smeltzer dan Bare, 2002).

Page 15: Asuhan Keperawatan Emfisema

Gambar dibawah ini adalah patofisiologi emfisema paru yang mengarah

pada terjadinya masalah keperawatan:

Penigkatan kerja Pernapasan, hipoksemia secara reversible

Penurunan kemampuan batuk efektif

Inflamasi dan pembengkakan bronchus, produksi lendir yang berlebihan Defisiensi enzim alfa 1-antitripsin

Gangguan Pertukaran Gas

Ketidakefektifan bersihan jalan napas Risiko tinggi infeksi pernapasan

Respons Sistemik dan psikologis

Peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru.

Kehilangan rekoil elastisitas jalan napas, kolaps bronkiolus, dan penurunan redistribusi udara ke alveoli.

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan obat bantu pernapasan

Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan dan keletihan fisik

Faktor Predisposisi: Merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, allergen dan lingkungan

Faktor Predisposisi: Familial

Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis

Perubahan pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan Kecemasan

Ketidaktahuan/pemenuhan informasi

Page 16: Asuhan Keperawatan Emfisema

2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)

Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru

total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam

kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan-

temuan ini menegaskan kesulitan ynag dialami klien dalam

mendorong udara keluar dari paru.

No Normal Pada klien Emfisema

TLC 6000 ml 6000 ml

RV 1200 ml 1200 ml

VC 4800 ml < 4800 ml

FE

V1100 ml

< 1100 ml

b. Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal

penyakit. Dengan perkembangan penyakit, pemeriksaan gas darah

arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan

hiperkapnea.

Hemoglobin normal: 11.0-16.5 gr/dl

Hemoglobin pasien emfisema: 17 gr/dl

Hematokrit normal: 35.0-50.0 %

Hematokrit pasien emfisema: 51 %

PO2 Normal : 80-100 mmHg

Hipoksia ringan : PaO2 of 60-80 mmHg

Hipoksia sedang: PaO2 of 40-60 mmHg

Hipoksia Berat PaO2 < 40 mmHg

c. Pemeriksaan radiologis

Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran

diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering

ditemukan bagai tergantung ( Heart till drop). (Dilihat pada gambar

berikut)

Page 17: Asuhan Keperawatan Emfisema

GGambar (Kanan) Gambar paru-paru normal (Kiri) perubahan dalam

struktur rontgen thoraks menunjukkan hiperinflasi dengan hemidiafragma

mendatar dan rendah.

d. Analisis Gas Darah

Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan

oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.

Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

PaCO2 normal : 35-45 mmHg

PaCO2 Pasien emfisema : < 45 mmHg

2.6 Pengobatan Emfisema

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:

1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat

memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara

pengobatan dengan baik.

2. Pencegahan

a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan

usaha yang optimal harus dilakukan.

b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan

secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang

mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.

c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama

terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.

3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi

jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun

sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:

Page 18: Asuhan Keperawatan Emfisema

a. Pemberian Bronkodilator,

Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB

per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah.

Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan

agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping

utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.

b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian

kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.

Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian

kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru

dihentikan.

c. Mengurangi sekresi mukus

Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga

urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah

gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi

dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan

mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau

bromheksin.

4. Fisioterapi dan Rehabilitasi,

Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas

fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi

social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan

berguna untuk :

a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.

b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.

c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai

kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang

timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2

selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian

12 jam/hari.

Page 19: Asuhan Keperawatan Emfisema

Bronkodilator

Terapi oksigen Humidifier

Page 20: Asuhan Keperawatan Emfisema

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMFISEMA

3.1 Pengkajian

3.1.1 Anamnesis

Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan

(onset) yang membahayakan. Klien biasaya mempunyai riwayat

merokok, batuk kronis yang lama, mengi serta napas pendek dan cepat

(takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Parawat

perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klien, memeriksa

kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan

kembali.

Riwayat Kesahatan

a) Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan emfisema

untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk

produktif, berat badan menurun.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.

Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang

paling sering dikeluhkan. Tanyakan selama keluhan batuk muncul,

apakah ada keluhan lain.

Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta

pertolongan kesehatan adalah sesak napas, maka perawat perlu

mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan

antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem

pernapasan dan sistem kardiovaskular.

Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak napas,

maka dapat dibedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian

ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih memudahkan

perawat dalam melengkapi pengkajian.

Page 21: Asuhan Keperawatan Emfisema

1. Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

penyebab sesak napas?

2. Quality of Pain : apa sesak napas yang dirasakan atau

digambarkan klien

3. Region : dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan?

4. Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa esesak yang

dirasakan klien

5. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji

apakah sebelumnya klien pernah menderita bronkhitis atau infeksi

pada saluran pernapasan atas, keluhan batuk lama pada masa kecil,

dan penyakit lainnya yang memperberat emfisema.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Secara patologi emfisema diturunkan, dan perawat perlu

menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota

keluarga lainnya sebagai lainnya sebagai faktor predisposisi

penularan didalam rumah.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik Fokus

b. Inspeksi

Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha

dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada

inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel

chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan

pernapsan dengan bibir dirapatkan. Pernapsan abnormal tidak efektif

dan penggunaan otot-otot bantu napas (Sternokleidomastoideus).

Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada

aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian

batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam

mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

Page 22: Asuhan Keperawatan Emfisema

c. Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya

menurun.

d. Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragama menurun.

e. Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing

sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian

lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hiposemia) dan kadar

karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut

penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti

membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea

dan keletihan (dispnea eksersional).

Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkonstraksi saat

ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari

seksresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi

dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini

terjadi, kien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.

Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan merupakan hal

yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distenis

selama ekspirasi.

3.1 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya

bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnya

kemampuan batuk efektif.

2. Risiko tinggi infeksi pernapaan yang berhubungan dengan akumulasi

secret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.

3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja

pernapasan, hipoksemia secara reversible/menetap

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kutang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.

Page 23: Asuhan Keperawatan Emfisema

5. Ansietas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang

dibayangkan (Ketidakmampuan utnuk bernapas).

6. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak

adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

3.2 Perencanaan

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan & Kriteria

hasilIntervensi Rasional

1. 1. Ketidakefektifan

bersihan jalan

napas yang

berhubungan

dengan adanya

bronkhokonstriksi,

akumulasi secret

jalan napas, dan

menurunnya

kemampuan batuk

efektif.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3x24 jam

maka pasien

menunjukkan

pembersihan jalan

napas yang efektif.

Dengan kriteria hasil:

1. Pasien dapat

batuk efektif

2. Mengeluarkan

secret secara

efektif

3. Mempunyai jalan

napas yang paten

4. Pada

pemeriksaan

auskultasi,

memiliki suara

napas yang jernih

5. Mempunyai

irama dan

frekuensi

pernapasan dalam

1. Auskultasi bagian

dada anterior dan

posterior

1. Mengetahui

penurunan atau

ketiadaan

ventilasi dan

adanya suara

napas tambahan

2. Kaji/pantau

frekuensi

pernafasan, catat

rasio inspirasi mengi

(emfisema)

2. Takipnea ada

pada beberapa

derajat dan dapat

ditemukan pada

penerimaan/sela

ma stress/adanya

proses infeksi

akut. Pernafasan

dapat melambat

dan ferkuensi

ekspirasi

memanjang

dibanding

inspirasi

3. Ajarkan cara batuk

efektif

3. batuk yang

terkontrol dan

efektif dapat

memudahkan

pengeluaran

Page 24: Asuhan Keperawatan Emfisema

rentang normal

6. Mempunyai

fungsi paru dalam

batas normal

sekret yang

melekat di jalan

napas

4. Ajarkan klien teknik

nafas dalam

4. Ventilasi

maksimal

membuka lumen

jalan napas dan

memudahkan

pengeluaran

sekret napas.

5. Atur posisi pasien

misalnya bagaian

kepala tempat tidur

ditinggikan 45o

kecuali ada

kontraindikasi

5. Untuk

pengembangan

maksimal rongga

dada. Peninggian

kepala tempat

tidur

mempermudah

fungsi pernafasan

dengan

menggunakan

gravitasi

6. Informasikan

kepada pasien dan

keluarga tentang

larangan merokok di

dalam ruang

perawatan; beri

penyuluhan tentang

pentingnya berhenti

merokok.

6. Agar pasien dan

keluarga

mengetahui

bahaya merokok

untuk kesehatan

masing-masing

dan mencegah

infeksi

nosokomial,

7. Aktivitas

Kolaboratif: Berikan

7. Menurunkan

kekentalan sekret

Page 25: Asuhan Keperawatan Emfisema

humidifikasi

tambahan mis

nubuter nubuliser,

humidiper aerosol

ruangan dan

membantu

menurunkan

/mencegah

pembentukan

mukosa pada

bronkus

mempermudah

pengeluaran dan

membantu

menurunkan/

mencegah

pembentukan

mukosa tebal

pada bonrkus

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan & Kriteria

hasilIntervensi Rasional

2

.

1. Risiko tinggi

infeksi pernapaan

yang berhubungan

dengan akumulasi

secret jalan napas

dan menurunnya

kemampuan batuk

efektif.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

3x24 jam maka

ganguan pernapasan

berkurang. Dengan

kriteria hasil:

a. Menyatakan

pemahaman

penyebab / faktor

resiko individu.

b. Mengidentifikasi

intervensi untuk

mencegah/menur

unkan resiko

infeksi.

c. Menunjukkan

1. Awasi suhu 1. Demam dapat

terjadi karena

infeksi/

dehidrasi.

2. Kaji pentingnya

latihan nafas, batuk

efektif, perubahan

posisi sering, dan

masukan cairan

adekuat

2. Aktifitas ini

meningkatkan

mobilisasi dan

pengeluaran

sekret untuk

menurunkan

resiko terjadi

infeksi paru

3. Tunjukkan dan bantu

pasien tentang

pembuangan tisu dan

sputum

3. Cegah

penyebaran

patogen melalui

cairan

4. Dorong

keseimbangan antara

4. Menurunkan

konsumsi/

Page 26: Asuhan Keperawatan Emfisema

teknik, perubahan

pola hidup untuk

meningkatkan

lingkungan yang

aman.

aktifitas dan istirahat kebutuhan

keseimbangan

oksigen dan

memperbaiki

pertahanan pasien

terhadap infeksi,

meningkatkan

penyembuhan

5. Dapatkan spesimen

dengan

batuk/penghisapan

untuk pewarnaan

kuman gram kultur /

sensitivitas

5. Dilakukan untuk

mengidentifikasik

an organisme

penyebab dan

kerentanan

terhadap berbagai

anti mikrobia.

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan dan criteria

hasilIntervensi Rasional

3. 1. Gangguan

pertukaran gas

yang berhubungan

dengan

peningkatan kerja

pernapasan,

hipoksemia secara

reversible/meneta

p.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3x24 jam

maka ganguan

pernapasan berkurang.

Dengan kriteria hasil:

1. Frekuensi

pernapasan 16-

20x/menit

2. Irama pernapasan

normal.

3. Tidak ada Dispnea

saat istirahat.

1. Tingkatkan

keseimbangan asam-

basa dan cegah

komplikasi akibat

ketidakseimbangan

asam-basa

1. Untuk mencegah

adanya asidosis

dan alkalosis

respiratori

maupun

metabolisme.

2. Fasilitasi kepatenan

jalan napas

2. Agar pasien

mendapatkan

napas secara

adekuat.

3. Analisis secara kritis

data laboratorium

pasien untuk

membantu

3. Agar dapat lebih

mudah

mengambil

tindakan yang

Page 27: Asuhan Keperawatan Emfisema

pengambilan

keputusan klinis.

tepat untuk

pasien.

4. Gunakan alat buatan

untuk membantu

pasien bernapas

4. Alat bantu

pernapsan

diberikan untuk

memperlancar

pernapasan

pasien.

5. Berikan oksigen dan

pantau

efektivitasnya

5. Pasien dapat

memeperlancar

pernapasannya.

6. Kumpulkan dan

analisis data pasien

untuk memastikan

kepatenan jalan

napas dan

adekuatnya

pertukaran gas.

6. Perawat

mengetahui

reaksi pasien

setelah diberikan

bantuan alat

buatan

peernapasan.

7. Tingkatkan pola

pernapasan spontan

yang optimal dalam

memaksimalkan

pertukaran oksigen

dan karbondioksida

di dalam paru.

7. Agar pasien dapat

meningkatkan

pola pernapasan

secara normal.

16-20x/menit

8. Pantau tanda-tanda

vital pasien

8. Menentukan dan

mencegah

komplikasi pada

pasien.

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan dan kriteria

hasilIntervensi Rasional

Page 28: Asuhan Keperawatan Emfisema

. 1. Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

nutrisi: kurang

dari kebutuhan

tubuh yang

berhubungan

dengan

penurunan nafsu

makan.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3x 24 jam

maka nutrisi klien

tercukupi. Dengan

kriteria hasil:

1. Pasien akan

mempertahankan

berat badan

2. Mempertahnkan

massa tubuh dan

berat badan dalam

batas normal.

3. Selera makan

meningkat

1. Berikan makanan yang

sesuai dengan pilihan

klien

1. Meningkatkan

nafsu makan klien

karena sesuai

dengan keinginan

klien.

2. Pertahankan makan

pasien sesuai jadwal

makan dan kudapan

2. Agar intake

nutrisi pasien

terpenuhi sesuai

kebutuhan.

3. Beritahukan kepada

pasien pentingnya

memenuhi kebutuhan

nutrisi tubuh

3. Pasien dapat

mengetahui dan

mengerti tentang

pentingnya

memenuhi

kebutuhan nutrisi.

4. Timbang berat badan

setiap hari sesuai

dengan indikasi.

4. Mengetahui intake

cairan yang

masuk.

5. Temani pasien ke

kamar mandi setelah

makan/mengudap.

5. Untuk

mengobservasi

adanya muntah

yang disengaja.

6. Tindakan kolaboratif

Berikan diet sesuai

kebutuhan:

a. Makanan lunak

b. Berikan obat

sesuai indikasi

antiemetik

6. Tujuannya:

a. Berguna untuk

membuat

program diet

untuk memenuhi

kebutuhan

individu.

b. Untuk menekan

timbulnya

rangsangan yang

Page 29: Asuhan Keperawatan Emfisema

dapat

menghambat

intake oral.

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan dan kriteria

hasilIntervensi Rasional

5. 1. Ansietas yang

berhubungan

dengan adanya

ancaman

kematian yang

dibayangkan

(Ketidakmampua

n utnuk

bernapas).

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3x 24 jam

maka ansietas klien

berkurang. Dengan

kriteria hasil:

1. Pasien dapat

meneruskan

aktivitas yang

dibutuhkan

meskipun

mengalami

kecemasan

2. Menunjukkan

kemampuan untuk

berfokus pada

pengetahuan dan

keterampilan yang

baru

3. Mengidentifikasi

gejala yang

merupakan

indicator ansietas

pasien sendiri

4. Mengkomunikasik

an kebutuhan dan

1. Kaji dan

dokumentasikan

tingkat kecemasan

pasien, termasuk

reaksi fisik klien.

1. Mengetahui

tingkat

kecemasan klien.

2. Beri dorongan kepada

pasien untuk

mengungkapkan

secara verbal pikiran

dan perasaan untuk

mengeksternalisasi

ansietas

2. Pasien dapat

merasakan

kenyamanan

setelah

mengungkapakan

perasaan dan

pkiran.

3. Sediakan pengalihan

melalui televise,

radio, permainan serta

berikan terapi okupasi

3. Untuk

menurunkan

ansietas klien dan

memperluas

fokus.

4. Dorong pasien untuk

mengekspresikan

kemarahan dan iritasi

serta izinkan pasien

untuk menangis.

4. Agar pasien bisa

lebih tenang dan

merasa lega

dengan ekspresi

emosi.

5. Informasikan tentang

gejala-gejala ansietas

5. Pasien

mengetahui gejal-

gelala cemas

6. Berikan obat untuk 6. Ansietas pasien

Page 30: Asuhan Keperawatan Emfisema

perasaan negative

secara tepat

5. Memiliki tanda-

tanda vital dalam

batas normal.

meurunkan ansietas,

jika perlu.

dapat ditekan

dengan obat anti-

ansietas.

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria

HasilIntervensi Rasional

6. Kurangnya

pengetahuan yang

berhubungan

dengan informasi

yang tidak

adekuat mengenai

proses penyakit

dan pengobatan.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3x 24 jam maka

Klien mampu untuk

mengetahui

pengertian/informasi

tentang penyakit dan

pengobatan. Dengan

kriteria hasil:

a. Menyatakan

pemahaman kondisi

atau proses penyakit

dan tindakan.

b. Mengidentifikasi

hubungan

tanda/gejala yang

ada dari proses

penyakit dan

menghubungkan

dengan faktor

penyebab.

1. Diskusikan obat

pernafasan, efek

samping dan reaksi

yang tak diinginkan

1. Penting bagi pasien

memahami

perbedaan antara

efek samping

mengganggu dan

efek samping

merugikan

2. Berikan informasi

tentang rencana

pengobatan yang

akan dilakukan

2. Menurunkan

ansietas dan dapat

menimbulkan

perbaikan partisipasi

pada rencana

pengobatan

3. Beri penyuluhan

sesuai dengan

tingkat pemahaman

klien, ulangi

informasi bila

diperlukan.

3. Meningkatkan

pemahaman klien

tentang penyakit dan

pengobatan yang

akan dilakukan.

4. Fasilitasi

Pembelajaran

4. Meningkatkan

kemampuan untuk

memproses dan

memahami

informasi yang ingin

Page 31: Asuhan Keperawatan Emfisema

diketahui klien.

5. Berikan waktu

kepada pasien untuk

mengajukan

pertanyaan

5. klien dapat

menanyakan apa

yang ingin diketahui

klien tentang

penyakitnya ataupun

yang lainnya

Page 32: Asuhan Keperawatan Emfisema

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering

diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua

kondisi.

Penyebab atau etiologi emfisema yaitu: merokok, keturunan, infeksi,

polusi udara, dan hipotesis elastase-antielastase. Pada emfisema paru, terdapat

pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal,

yang disertai kerusakan dinding alveolus.

Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:

1. pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.

2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.

3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita

sampai membungkuk.

4. Bibir tampak kebiruan

5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun

6. Batuk menahun

Pemeriksaan penunjang pada kasus emfisema dapat dilakukan sebagai

berikut: pengukuran fungsi paru (Spirometri), pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan radiologis.

Sasaran utama pengobatan emfisema adalah untuk memeprbaiki kualitas

hidup, memperlambat progresi penyakit, dan utnuk mengatasi obstruksi jalan

napas untuk menghilangkan hipoksia.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada klien dengan gangguan pernapasan “emfisema” adalah

sebagai berikut: pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan.

4.2 Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu untuk  melakukan asuhan

keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu

berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai

Page 33: Asuhan Keperawatan Emfisema

pentingnya  hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus

dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

Page 34: Asuhan Keperawatan Emfisema

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Davey Patrick. 2005. At a Glance MEDICINE. Jakarta: Erlangga

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC

Kozier dan ERB. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Robins dan Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC

Tambayong, Jan. 2001. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Tamsuri, Anas. 2008. Klien Gangguan Pernapasan: Seri Asuhan Keperawatan.

Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC