tinjauan pustaka pkb afasia snh

14
AFASIA Pendahuluan Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Gangguan bahasa (afasia) sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Setiap kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke, tumor, trauma, demensia dan infeksi dapat menyebabkan gangguan bahasa.1 Definisi Afasia merupakan gangguan bahasa perolehan yang disebabkan oleh cedera atau adanya lesi di otak dan ditandai oleh gangguan pemahaman serta gangguan pengutaraan bahasa lisan maupun tertulis. Istilah perolehan menandakan bahwa gangguan itu timbul dalam masa perkembangan bahasa atau sesudahnya. Klasifikasi Beberapa jenis dari afasia, diantaranya : 1. Afasia Broca/ Afasia motorik/ Afasia ekspresif. Dalam banyak kasus disebabkan oleh GPDO, karena emboli di daerah arteri serebri media superior kiri. Tempat kerusakan di daerah fronto-parietal hemisfer kiri (daerah 1

Upload: muhammad-abdul-rahman

Post on 26-Oct-2015

140 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

AFASIA

Pendahuluan

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang

membangun kemampuan fungsi kognitif.

Gangguan bahasa (afasia) sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga

merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Setiap kerusakan otak yang disebabkan

oleh stroke, tumor, trauma, demensia dan infeksi dapat menyebabkan gangguan bahasa.1

Definisi

Afasia merupakan gangguan bahasa perolehan yang disebabkan oleh cedera atau

adanya lesi di otak dan ditandai oleh gangguan pemahaman serta gangguan pengutaraan

bahasa lisan maupun tertulis. Istilah perolehan menandakan bahwa gangguan itu timbul

dalam masa perkembangan bahasa atau sesudahnya.

Klasifikasi

Beberapa jenis dari afasia, diantaranya :

1. Afasia Broca/ Afasia motorik/ Afasia ekspresif.

Dalam banyak kasus disebabkan oleh GPDO, karena emboli di daerah arteri

serebri media superior kiri. Tempat kerusakan di daerah fronto-parietal hemisfer kiri

(daerah suprasylvi, baik operkulum maupun insula). Ditandai dengan bicara spontan

yang tidak lancar, gangguan dalam gramatika yg memperlihatkan pengurangan dan

penyederhanaan bentuk gramatika/ gangguan morfosintaksis. Meniru ucapan

terganggu, mengulangi satu dua kata masih bisa, tetapi mengulangi perkataan lebih

sukar atau sangat lengkap sangat terganggu.

2. Afasia Wernicke/ afasia sensorik/ afasia akustik.

Tempat kerusakan daerah posterior girus temporal atas di hemisfer kiri. Jika oleh

karena GPDO tepatnya daerah arteri serebri media inferior kiri. Bicaranya lancar,

dengan parafasia verbal (kata isi sedikit dan sering salah pakai) atau literal. Lagu

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

kalimat normal, sering banjir kata (logorhoea). Jika bicaranya lancar dan disertai

parafasia, hingga sama sekali tak dapat dipahami lagi disebut Jargon. Pemahaman

auditif sangat terganggu dan sepadan dengan gangguan yang terdapat pada berbicara

spontan. Meniru ucapan buruk, walau hanya sekata demi sekata.

3. Afasia konduksi/afasia sentral

Kerusakan pada bagian posterior fasikulus arkuatus di hemisfer kiri. Bicara

spontan lancar, hampir normal, tetapi tersendat-sendat karena mencari kata yg tepat

dan berusaha memperbaiki parafasia literal dan verbalnya. Yang menonjol dibanding

sindrom afasia lain ialah meniru perkataan yang sangat terganggu.

4. Afasia global/afasia total.

Semua aspek berbahasa dan bicara sangat terganggu. Kerusakan pada bagian-

bagian besar daerah fronto-temporo-parietal perisylvis di hemisfer kiri. Penyebab

tersering ialah sumbatan/ GPDO bagian terdepan arteri serebri media kiri. Bicara

spontan sangat tak lancar, pasien praktis tak bisa bicara, paling-paling memiliki

beberapa kata atau ucapan streotip. Oleh karena kerusakan besar dan luas, maka

banyak gangguan lain yang menyertainya, seperti hemiplegi kanan, hemianopsia,

hemianestesi, juga fungsi lain seperti kalkuli, praksis, agnosis hilang.Beberapa

penelitian menunjukan bilamana afasia global dalam beberapa minggu tak membaik,

maka dalam perhitungan jangka panjang harapan akan perbaikan yang penting juga

tipis.

5. Afasia transkortikal motorik/afasia dinamik/sindrom isolasi anterior.

Kerusakan daerah hemisfer kiri atau daerah yang berbatasan langsung dengan

Broca (didepan atau dibelakangnya) atau daerah premotorik medial atau superior.

Bahasa spontan terjadi pengurangan yang mencolok baik banyak maupun

kompleksitasnya. Perbedaan bicara spontan dan meniru ucapan tak menonjol, pasien

dapat mengulang satu kata atau kalimat pendek. Penemuan dan penamaan kata

terganggu, pemahaman bahasa lisan dan tertulis biasanya baik atau cukup baik.

6. Afasia transkortikal sensorik.

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

Kerusakan pada temporo-parieto-occipital di hemisfer kiri. Bicara spontannya

lancar, masih bisa meniru ucapan kata dan kalimat yang panjang tetapi tak dapat

memahaminya. Biasanya pemahaman auditif tak begitu terganggu dibanding dengan

afasia Wernicke.

7. Afasia transkortikal campuran/isolasi daerah bicara.

Kerusakan pada daerah-daerah besar kortek asosiasi anterior dan posterior, tetapi

daerah perisylvis tidak terkena. Bicara spontan tak ada atau hampir tak ada kecuali

ucapan singkat, diulang-ulang, tanpa arti, stereotip, tugas dan pertanyaan diulang

secara ekolalis, pemahaman sangat terganggu dan kemampuan membaca dan menulis.

8. Afasia anomis/afasia nominal/afasia amnestik.

Afasia jenis ini tak punya lokasi yang tepat, bisanya berkembang dari salah satu

afasia posterior, dan oleh karenanya lesi berlokasi pada daerah temporal, temporo-

parietal, temporo-occipital di hemisfer kiri. Yang terganggu ialah penemuan dan

penamaan kata, terutama isi yang jarang dipakai, baik kalau untuk berbicara maupun

yang menulis, sedangkan meniru ucapan normal.

BOSTON APHASIA TYPES

Jenis Afasia Kelancaran Meniru Ucapan Pemahaman

Afasia Global Tidak lancar Terganggu Terganggu

Afasia Broca Tidak lancar Terganggu Normal

Afasia Transkortikal

motorik

Tidak lancar Normal Normal

Afasia Transkortikal

campuran

Tidak lancar Normal Terganggu

Afasia wernick Lancar Terganggu Terganggu

Afasia Sensorik Lancar Normal Terganggu

Afasia Konduksi Lancar Terganggu Normal

Afasia Anomik Lancar Normal Normal

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

Diagnosis dan Pemeriksaan Afasia

Untuk afasia yang berat dan sedang dapat ditetapkan secara klinik non formal, sedangkan

afasia yang ringan dan meragukan perlu ditetapkan secara formal dengan tes afasia. Yang

mana penetapan jenis afasia (Broca, Wernicke, dan sebagainya) diperlukan untuk

menentukan letak lesi di otak (diagnostik) dan program rehabilitasinya (bina wicara = speech

therapy)

Langkah – langkah penetapan afasia :

1. Menentukan bahasa yang dikuasai pasien.

2. Menentukan kecekatan tangan (handedness).

3. Menetapkan golongan afasia fluent dan non fluent.

4. Menetapkan jenis afasia.

5. Menetapkan fungsi – fungsi luhur lainnya (persepsi, memori, emosi, dan kognitif).

6. Menetapkan dengan tes formal (Token Test, Peabody Vocabulary Test, Boston

Diagnostic Aphasia Test).

Beberapa jenis pemeriksaan yang dapat digunakan dalam menegakan adanya gangguan

berbahasa atau afasia, diantaranya :

a. Token Test (DeRenzi, Vignolo, 1962).

Pemeriksaan ini pada tahun 1976 diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Tes ini

bertujuan menentukan diagnosis diferensial afasia ya atau tidak. Hanya memeriksa

pemahaman auditif tanpa menegendalikan daya ingat atau intelegensi. Lama tes 20-30 menit,

peka untuk melacak afasia yang ringan.

b. MTTDA (Minnesota Test For Differential Diagnosis Of Aphasia.)

Dikembangkan oleh Schuell thn 1965. Tujuannya untuk diagnosis differensial afasia

ya/tidak, diagnosis differensial afasia dengan/ tanpa apraksia, disartria, gangguan persepsi.

Lamanya tes rata-rata 3 jam. Cara ini tak membedakan afasia mana, tetapi mendasarkan atas

komplikasi afasia seperti komplikasi apraksia, perceptual, atau motoris. Keuntungannya dapat

mengetahui komplikasi seperti : afasia sederhana, afasia dengan gangguan visual, afasia

dengan gangguan sensorik-motorik, sindrom afasia yang irreversible, afasia dengan hasil

pemeriksaan menunjukkan adanya cedera otak umum., sedangkan kelemahan oleh karena skor

hanya +/-, maka bila tes diulang kemajuan seringkali tak nampak..

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

c. PICA (Porch Index Of Communicative Ability)

Disamping BDAE, cara ini paling sering digunakan di Amerika Serikat. Tujuannya

melakukan pemeriksaan afasia yang peka terhadap perubahan minimal dalam prestasi ,

membantu peramalan pemulihan, pemeriksaan komunikasi andal dan objektif yang tidak

tergantung dari penjelasan teori khusus mengenai gangguan-gangguan afasia. tes dilakukan

rata-rata selama 1 jam. PICA memeriksa fungsi bahasa diluar konteks komunikatif, maka

PICA merupakan pemeriksaan bahasa dan bukannya pemeriksaan komunikasi. Cara ini baik

bila ingin dipakai penelitian. Menggunakan alat pena, kunci, sikat gigi dll.

d. BDAE (Boston Diagnostik Aphasia Examination)

Bertujuan mendiagnosis afasia dan sindroma-sindroma afasia, serta memberikan

kesimpulan tentang lokalisasi serebral, mengukur tingkat prestasi seorang pasien dlm

melakukan berbagai tugas (dari awal afasia hingga tahap berikutnya untuk melihat kemajuan),

Melakukan penelitian yang luas mengenai kemungkinan dan gangguan segala modaliatas

bahasa, sebagai subyek pemandu terapi. Pemeriksaan ini menggunakan 27 subtes yang

dikelompokkan dalam 5 bagian, yaitu : bicara spontan, pemahaman auditif, ekspresi lisan,

membaca dengan pemahaman, menulis.

Waktu yang digunakan 1-3 jam, pemeriksaan BDAE adalah pemeriksaan bahasa yang

luas, dan mengetahui sindrom afasia yang mana dengan bantuan skor aspek kelancaran,

pemahaman auditif dan meniru ucapan.. Sehingga dengan cara ini dapat dibedakan Afasia

global, afasia motorik, afasia sensorik, transkortikal, afasia anomis, afasia konduksi.

e. TADIR (Tes Afasia Untuk Diagnosis Informasi Rehabilitasi).

Tes ini dilakukan dengan maksud :

- Membuat diagnosis afasia atau bukan afasia.

- Membuat diagnosis sindrom afasia

- Memberi informasi kepada pasien, lingkungan dan orang disekitarnya

- Menjadi titik tolak penanganan logopedi (rehabilitasi).

Yang perlu perhatian ialah pengambilan tes dilakukan dengan memperhatikan fungsi

kesadaran pasien, dimana kesadaran pasien harus baik. Juga harus dipertimbangkan fungsi

penglihatan dan pendengaran yang dapat mempengaruhi hasil penilaian (hemianopsi dan

apraksi tangan) bisa mempengaruhi hasil tes. Jangan lupa penglihatan dan pendengaran cukup

baik dan apakah pakai alat bantu. Waktu yang digunakan kurang lebih 1 jam.

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

Tes dengan menggunakan bahan kartu stimulus, formulir registrasi, alat perekam dan

kaset kosong. Yang mana hasil tes tersebut berupa skor kasar (nilai dengan poin-poin), yang

harus dikonversikan atau dirubah dulu dengan skor normal.

Jadi tes ini menggunakan metode :

- Berbicara

- Pemahaman bahasa lisan.

- Pemahaman bahasa tertulis.

- Menulis

Yang kesemuanya menghasilkan skor kasar yang kemudian dikonversikan dengan skor

norma, yaitu : nilai 1 = tidak mungkin, nilai 2 = sangat terganggu, nilai 3 = terganggu, nilai 4

= sedikit terganggu, nilai 5 = normal.

Aspek yang perlu diperhatikan oleh pemeriksa, selain itu berupa : konsentrasi,

kewaspadaan, rasa percaya diri, kesadaran mengenai penyakitnya, sikap mendengar, jika

kurang mengerti pasien tak segan untuk meminta pengulangan.

Langkah pertama dalam menentukan afasia atau bukan afasia, yaitu memakai subtes

Menyebut dan Menamai tingkat kata, dikatakan afasia bila 2 subtes tersebut terganggu (skor

norma 1-4). Jika salah satu bagian menghasilkan nilai 5, berarti seorang pasien tak bisa

dikatakan mengalami afasia. Misal seorang pasien mampu menamai secara tulisan tetapi

menamai lisan tak baik/ terganggu maka pasien tersebut hanya menderita apraksia verbal.(22)

Baru langkah berikutnya untuk menentukan seorang pasien menderita afasia jenis apa dengan

skor kelancaran, skor normal pemahaman bahasa lisan tingkat kata dan kalimat, skor normal

bicara berupa meniru ucapan.

1. Penatalaksanaan

Kebanyakan gangguan afasia berkaitan dengan penyakit vaskular dan trauma, dan

gangguan ini hampir selalu disertai dengan perbaikan spontan dengan tingkatan yang

bervariasi baik perbaikan itu dalam hitungan beberapa hari, minggu dan bulan setelah

terjadinya serangan stroke atau terjadinya kecelakaan.

Metode rehabilitasi penting dan sangat disarankan sebagai penanganan terhadap

seseorang dengan gangguan afasia.

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

3 pendekatan dalam rehabilitasi afasia :

Membantu pasien afasia dengan cara merubah gaya hidupnya melalui pengelolaan fungsi

komunikasi.

Mengurangi gangguan faktor lingkungan dgn menyingkirkan kebisingan pada peralatan

(TV, radio) dan optimalkan tanda, lambang, gambar pada buku komunikasi.

Memberikan alat bantu dan metode alternatif, melatih penderita afasia mengunakan alat

komunikasi alternatif.

Terapi wicara pada penderita afasia :

- Dilakukan seawal mungkin, segera dilakukan bila keadaan umum pasien sudah

memungkinkan pada fase akut penyakitnya.

- Hindarkan pemakaian komunikasi non linguistik (isyarat).

- Program terapi yang dibuat tergantung individual pasien dengan pertimbangan latar

belakang pendidikan, status sosial, kebiasaan pasien.

- Ciptakan motivasi penderita untuk mau belajar, bisa melalui stimuli verbal, tulisan atau

taktil. Dan diulang-ulang (repetisi) materi yg telah dikuasai penderita afasia.

- Terapi pribadi yang diselingi terapi kelompok.

- Mengikut sertakan keluarga sangat mutlak.

Terapi wicara sedini mungkin setelah pasien stabil secara medik dan neurologik, fase

awal 3-5 kali/ seminggu selama 2-3 bulan, yang kemudian dievaluasi bila ada kemajuan dan

mulai mendatar bisa dilanjutkan dengan 1-2 kali/ seminggu tetap evaluasi rutin.

Macam terapi wicara pada berbagai kondisi afasia :

1. Afasia global, lebih banyak menekankan peningkatan keluarga berkomunikasi dengan

penderita dibanding meningkatkan kemampuan bahasa penderita :

a. Gunakan suara, ekspresi wajah.

b. Gunakan gerak isyarat sederhana.

c. Menunjuk benda sekitar untuk masukan visual.

2.Afasia Broca, meningkatkan kemampuan mengeluarkan suara sesukanya, sebagai alat

ekspresikan maksudnya, bisa dengan bantuan cermin, gambar atau dengan foto-foto.

3. Afasia Wernicke/ sensorik, ditekankan pada peningkatan komprehensi pendengaran dan

umpan balik, mengembangkan kesadaran adanya gangguan komunikasi.

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

4. Afasia konduksi, gangguan repetisi kata yg berat :

a. Mengurangi kecepatan bicara.

b. Belajar mengawali bicara dengan yg mudah.

Biasanya pasien afasia konduksi sadar akan kekurangannya dan berusaha memperbaikinya.

1. Afasia anomis, mengindividualkan kata-kata target, melatih mencari sinonim dan definisi

kata-kata target, latihan visual kata target.

7. Prognosis

Prognosis afasia bergantung banyak faktor, seperti parahnya afasia di satu pihak dan

adanya gangguan tambahan, wawasan terhadap penyakitnya, usia dan faktor pribadi dilain

pihak. Selain itu hal penyebab afasia ikut mempengaruhi. Luasnya cedera, semakin terbatas

kerusakan, semakin besar pula kemungkinan pemulihan

Sindroma afasia, hampir semua penelitian mengungkapkan bahwa pasien dengan afasia

Global dan afasia Wernicke mempunyai kemungkinan paling kecil untuk pulih sempurna (21).

Yang mana tingkat pemahaman auditif sesuai dengan kemungkinan untuk pulih. Pasien afasia

Broca, afasia konduksi, atau afasia anomis ternyata mempunyai kemungkinan lebih besar

untuk pulih

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Pkb Afasia Snh

DAFTAR PUSTAKA

1. Kolegium Neurologi Indonesia Perdossi, Modul Neurobehaviour, Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi, Jakarta, 2008

2. Adam RD, Victor M. Principle of neurologi, 7th ed, new york : Mc Graw Hill, 2001; 921-875

3. World Health Orgaization : Stroke, 1989, Recommendation on stroke prevention, diagnosis and therapu. Stroke, 20 ; 1407-31

4. Brown MM. Cerebro vaskuler disease; Epidemiology, History, Examination and Differential Diagnosis. Hasrt Y, Kennedy A eds. Medicine International Neurology. Medicine Group (journals) Ltd. Abingdon, 1996; 35-41.

5. Thorvaldsen et al. Strokeincidence, case fatality and mortality in thr WHO Monica Projecy. Stroke. 1995; 26: 402-408.

6. Mahar Mardjono, Pedoman dalam manajemen stroke mutakhir, Berita kedokteran masyarakat, BP UGM 1988: 1-8.

7. Noerjanto M. Stroke non hemoragik. Dalam Hadinoto S.(ed) stroke pengelolaan mutakhir. BP UNDIP Semarang 1992; 29-46.

8. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update: A Report From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation, 119: 21-181.

9. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available from: http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm [accessed 17 March 2009].

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta: PERDOSSI.

11. Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta: Yayasan Stroke Indonesia. Available from:     http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4[accessed 10 March 2009].

9