snh dengan afasia motorik

41
BAB II PEMBAHASAN I. STROKE a. Definisi Stroke Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikular dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA). Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah yang terlokasir dan dapat teridentifikasi. Gangguan non fokal/ global tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain yang mungkin menyebabkannya, sehingga gejala non fokal tidak seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis fokal. b. Epidemiologi Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya

Upload: auliyaa-rahmah

Post on 26-Oct-2015

184 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

SNH

TRANSCRIPT

Page 1: SNH dengan afasia motorik

BAB II

PEMBAHASAN

I. STROKE

a. Definisi Stroke

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala atau tanda klinis

yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal

maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang tidak disebabkan oleh

sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak

(stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan

intraventrikular dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA).

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di

daerah yang terlokasir dan dapat teridentifikasi. Gangguan non fokal/ global tidak

selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain yang mungkin

menyebabkannya, sehingga gejala non fokal tidak seharusnya diinterpretasikan

sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis fokal.

b. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika

Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita

stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/

meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan

outcome stroke di berbagai negara. Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi

stroke padapada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥ 18 tahun.

Di antara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang

kulit putih serta 2,6% pada orang asia. Rata-rata mortalitas stroke pada laki-laki

lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan

perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Penurunan mortalitas stroke juga

dijumpai pada usia ≥ 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Dari survey ASNA di 28 RS seluruh Indonesia, diperoleh gambaran bahwa

penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu

yaitu 11,8% usia 45-64 tahun berjumlah 54,2 dan diatas usia 65 tahun tahun 33,5%.

Page 2: SNH dengan afasia motorik

Data-data lain ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar

24,5%.

c. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasin

berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifable, modifable, or

potentially modifable) dan bukti yang kuat (well documented or lesswell

documented).

1. Non modifable risk factors:

- Usia

- Jenis kelamin

- Berat badan lahir rendah

- Ras/etnik

- Genetik

2. Modifiable risk factors:

a. Well-documented and modifiable risk factor

- Hipertensi

- Terpapar asap rokok

- Diabetes

- Atrial fibrillation and certain other cardiac condition

- Dispilidemia

- Stenosis arteri karotis

- Terapi hormon postmenopause

- Poor diet

- Physical inactivity

- Obesitas dan distribusi lemak tubuh

b. Less well-documented and modifiable risk factor

- Sindroma metabolik

- Alcohol abuse

- Penyalahgunaan kontrasepsi oral

- Sleep disorded-breathing

- Nyeri kepala migren

2

Page 3: SNH dengan afasia motorik

- Hiperhomosisteinemia

- Peningkatan lipoprotein

- Elevated lipoprotein-associated phospolipase

- Hypercoagulability

- Inflamasi

- Infeksi

d. Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri

yang membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan sistem vertebrobasiler atau

semua cabang-cabangnya.

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 menit sampai

20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu

arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri

tersebut.Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke

daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses

yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa:

1. keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan

trombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan;

2. berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau

hiperviskositas darah;

3. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung

atau pembuluh darah ekstracranium;

4. rupture vascular di dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid.

e. Klasifikasi

Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, stroke perdarahan dan

stroke iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada

stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak,

sedangkan pada stroke iskemik terjadinya gangguan ketersediaan pada suatu area di

otak dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke

dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi

penanganan yang berbeda.

3

Page 4: SNH dengan afasia motorik

Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik atau stroke perdarahan adalah perdarahan yang tidak terkontrol di

otak. Perdarahan tersebut dapat menggenangi dan membunuh sel-sel otak, sekitar 20% stroke

adalah stroke hemoragik. Stroke hemoragik dapat dibagi menjadi:

1. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan intraserebral terjadi di dalam substansi atau parenkim otak (di

dalam pia mater). Penyebab utamanya adalah hipertensi, khususnya yang tidak

terkontrol. Penyebab lain yaitu malformasi arteriovenosa (AVM), Angioma

Cavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi anti-koagulan, dan angiopati. Pada

perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak ruptur atau pecah,

sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak, dan kadang menyebabkan otak

tertekan karena adanya penambahan volume cairan.

2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Penyebab tersering adalah rupturnya aneurisma arterial yang terletak di dasar

otak dan perdarahan dari malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan permukaan

piamater. Pecahnya aneurisma ini menyebabkan perdarahan yang akan langsung

berhubungan dengan LCS, sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan

TIK. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan diatesis, trauma, angiopati amiloid,

dan penggunaan obat.

Stroke Infark

Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. Stroke

infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Bila penurunan aliran

darah ke otak sampai 18 ml/100 gram jaringan otak/menit maka aktivitas listrik neuron

terhenti tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Penurunan

aliran darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan otak mati, yang sering

disebut sebagai infark.

Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat

penurunan aliran darah ke jaringan otak seperti yang dijelaskan di atas. Perjalanan klinis ini

dapat mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu:

1. Transient ischemic attack (TIA)

4

Page 5: SNH dengan afasia motorik

TIA adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya

berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli.

2. Reversible ischemic neurological deficit (RIND)

Gejala neurologis RIND juga akan menghilang, namun berlangsung lebih lama, yaitu

lebih dari 24 jam bahkan sampai 21 hari. Pada RIND ada kemungkinan dokter dapat

mengamati atau menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam waktu 24-48

jam. Sedangkan PRIND (prolonged Reversible Ischemic Neurological deficit) akan

membaik dalam beberapa hari, maksimal 3-4 hari.

3. Stroke in evolution (Progressing stroke)

Pada bentuk ini gejala dan tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.

Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang

bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis progressing stroke ditegakkan mungkin

karena dokter dapat mengamati sendiri secara langsung atau berdasarkan atas

keterangan pasien bila eristiwa sudah berlalu.

4. Complete stroke non-hemmoragic

Complete stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah

menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacam-macam

tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.

II. STROKE NON-HEMORAGIK

a. Definisi

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial

atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau

ketidakstabilan hemodinamik. Infark otak-kematian neuron, glia dan vaskulatur disebabkan

oleh tidak adanya oksigen atau nutrien atau terganggunya metabolisme. Tiap penyebab infark

(anoksia, iskemia, dan hipoglikemia) memiliki gambaran khas tersendiri, begitu pula zona

predileksi dan gambaran histopatologisnya.

b. Etiologi

1. Jendalan darah

Jendalan ini terlepas dari thrombus yang menempel pada katup jantung, atrium

kiri, atau segmen jantung yang hipokinetik pasca-infark jantung

2. Kristal Kolesterol

5

Page 6: SNH dengan afasia motorik

Kristal ini terlepas dari plak ateroma di dinding arteri karotis dan

vertebrobasilaris. Plak ini terbentuk selama bertahun tahun, dan bila mengalami

ulserasi akan melepaskan Kristal kolesterol dan bahan lipid lainnya.

3. Deposit metastasis

Sel-sel tumor ganas yang sampai di otak biasanya berasal dari karsinoma paru-

paru, payudara, ventrikulus, ginjal, tiroid, atau melanoma maligna.

4. Embolus Septik

Embolus ini berisi berbagai organisme yang mengalami proliferasi yang akhirnya

menyebabkan terjadinya end-arteritis, aneurisma mikotik, perforasi arteri, serebritis, abses

otak, atau kombinasi dari berbagai keadaan patologik tadi.

5. Embolus traumatik

a. Trauma pada vena sistemik, jantung, paru-paru, atau arteri aortokranial dapat

memasukan udara atau bahan padat asing ke dalam aliran darah yang akhirnya tiba di

otak.

b. Embolus lemak merupakan komplikasi trauma pada tulang panjang terutama yang

berisi sumsum tulang.

6. Gelembung nitrogen

Embolus gelembung nitrogen paling sering terjadi pada penyelam dan penerbang

yang perlengkapannya tidak berfungsi dan kemudian terjadi perubahan tekanan

atmosferik yang mendadak.

c. Patofisiologi

Mekanisme Atherosklerosis dan Atherotrombus

Deposit lemak (atheroma) atau plak akan merusak dinding arteri sehingga terjadi

penyempitan dan pengerasan yang menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang

disuplai oleh arteri tersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan

darah yang disebut trombi. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah lebih lanjut.

Pada beberapa kasus trombus akan membesar dan menutup lumen arteri, atau trombus dapat

terlepas dan membentuk emboli yang akan mengikuti aliran darah dan menyumbat arteri di

daerah lain. Pada kasus ini jaringan akan mati karen akehilangan suplai oksigen secara

cepat, jika terjadi di otak hal ini akan menyebabkan stroke.

6

Page 7: SNH dengan afasia motorik

Stroke iskemik yang disebabkan embolus dan thrombus erat hubungannya dengan

ateromasklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis

dengan cara :

- Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus.

- Trombus yang kemudian terlepas menjadi emboli.

- Menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang

kemudian dapat robek.

Emboli Otak

Hampir 90 % emboli otak berasal dari jantung, dan sebagian besar kasus emboli otak

terdapat di hemisferum serebri. Jenis embolus bervariasi sesuai dengan umur penderita.

Penyakit valvular reumatik lebih sering terjadi pada dewasa muda; sementara itu emboli yang

berasal dari aterosklerosis lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua.

d. Gejala Klinis2, 5, 7

Gejala-gejala stroke dapat ditemukan sebagai berikut

o Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.

o Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.

o Penglihatan ganda.

o Pusing.

o Bicara tidak jelas (rero).

o Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.

o Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.

o Pergerakan yang tidak biasa.

o Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

o Ketidakseimbangan dan terjatuh.

o Pingsan.

Secara spesifik, gejala stroke muncul berdasarkan daerah mana yang

mengalami kerusakan. Dapat dibagi dalam: 1

1. Sistem syaraf pusat

o Hemiplegi

o Numbness

7

Page 8: SNH dengan afasia motorik

o Sensoris menurun

2. Batang otak

o Gangguan penciuman, pengecapan, pendengaran, atau penglihatan

o Ptosis

o Refleks menurun

o Penurunan sensasi dan kelemahan otot wajah

o Gangguan keseimbangan dan nistagmus

o Gangguan pernapasan dan denyut jantung

o Kelemahan otot sternocleidomastoid sehingga tidak dapat menoleh ke

satu sisi

o Lidah tidak dapat digerakkan dari satu sisi ke sisi yang lain

3. Kortek serebri

o Aphasia

o Apraxia

o Defek lapangan penglihatan

o Defisit memori

o Hemineglect

o Gangguan berpikir, bingung, hiperseksual

4. Serebellum

o Gangguan berjalan

o Vertigo

o Gangguan Keseimbangan

e. Penegakan diagnosis3, 6, 7

Dalam melakukan diagnosis dan penanganan kasus stroke “D” Stroke Care”

dapat dijadikan sebagai langkah kunci secara cepat :

Deteksi : deteksi dini secara cepat dan tepat terhadap gejala stroke

Dispatch : system transportasi pasien secara cepat dan lebih awal.

Delivery : identifikasi, manajament dan transortasi.

Door : triasse secara tepat ke pusat-pusat pelayanan stroke.

Data : triase, evaluasi dan manajement saat di unit gawat darurat

UGD)

Decision : pemelihan terapi yang tepat.

8

Page 9: SNH dengan afasia motorik

Drug : terapi fibronolitik, terapi intra arteri.

Disposisi : cepat rujukan ke unit stroke, ICU

Menurut pedoman yang dibuat berdasarkan consensus National Institute of

Neurological Disorder and Stroke (NINDS), penanganan akut stroke di rumah sakit

bertujuan untuk :

Pasien segera ditangani dokter dalam 10 menit pertama.

Anamnesis, pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan neurologis) dan

pemeriksaa darah rutin dilakukan sesegera mungkin.

Pemeriksaan CT scan kepala dilakukan dalam 30 menit pertama.

Pembacaan CT scan kepala dilakukan dalam 20 menit pertama setelah

pemeriksaan pencitraan.

Keputusan terapi harus dikerjakan dalam 60 menit pertama.

Diagnosis stroke didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

o Anamnesis

Penilaian pasien yang diduga mengalami TIA atau stroke bergantung pada

waktu yag dilewati dari onset gejala. Jika pasien dinilai dalam 3-6 jam setelah

onset stroke, focus utama adalah untuk menegakkan diagnosis stroke, tipe

patologis dan keparahannya, dan apakah reperfusi dini, atau terapi antiplatelet

dan atau terapi endarterectomi karotis mungkin diindikasikan. Jika pasien

dinilai atau dinilai kembali setelah waktu ini, fokusnya bukanlah pada terapi

reperfusi tetapi pada memastikan dan meminimalkan resiko resiko stroke

ulang dan sekuel lain serta kompliikasi stroke.

Kontak pertama Antara klinisi dan pasien merupakan suatu kesempatan

yag krusial untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang layak dan

memperoleh informasi yang relevan dari saksi, keluarga atau catatatan medis

umum pasien.

Anamnesis tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini ( warle el

al, 2007)

1. Karekteristik gejala dan tanda : modalitas yang terlibat (motoric,

sensorik, visual), daerah anatomi yang terlibat, apakah gejala-gejala

tersebut fokal maupun nonfokal, apa kulitasnya ( apakah negative

misalnya hilangnya kemampuan motoris atau visual ) ataukah positif

9

Page 10: SNH dengan afasia motorik

( misalnya menyebabkan sentakan tungkai limb jering, tingkling,

halusinasi).

2. Konsukuensi fungsional (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa

mengangkat tangan )

3. Kecepatan onset dan perjalanan neurologis : Kapan gejala tersebu

dimulai, apakah onsetnya mendadak atau tidak, apakah gejala tersebut

lebih minimal atau lebih maksimal saat onset, apakah menyebar atau

semakin parah secara bertahap, hilang timbul ataukah progresig dalam

menit/ jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi Antara fungsi normal dan

abnormal.

4. Apakah ada kemungkinan presipitasi; apakah yang pasien sedang

lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset.

5. Apakah ada gejala-gejala yang menyertai: nyeri kepala, kejang epileptic,

pank dan anxietas, muntah dan nyeri dada.

6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga

yang relevan: apakah ada riwayat TIA atau storke terdahulu, apakah

riwayat hipertensi, hiperkolesterolaemia, diabetes mellitus

7. Apakah ada prilaku atau gaya hidup yang relevan.

Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik berdasarkan anamnesis

o Pemeriksaan fisik :

1. Ditemukan faktor risiko (hipertensi, kelainan jantung, dll) bising pada

auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya.

2. Adanya defisit neurologik.

Pemeriksaan neurologis yang dilakukan meliputi:

Pemeriksaan paresis anggota gerak dan dan postur tubuh, apakah

deserebrasi atau dekortikasi.

10

Page 11: SNH dengan afasia motorik

Pola pernapanasan pasien, untuk menilai adanya adanya

hambatan jalan napas atau kegagalan pernapasan.

Kelainan wajah karena paresis n. fasialialis.

Menilai tingkat kesadaran.

Menilai kemampuan berbahasa.

Menilai ketidakmampuan pasien untuk memperhatikan stimuli

pada satu sisi lapangan pandang atau menunjukkan neglect

simdrom.

Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapangan pandang dan tes

konfrontasi.

Pemeriksaan pupil dan reflek cahaya.

Sensasi, dengan pemeriksaan kornea dan wajah terhadap benda

tajam.

Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap

stimuli.

Pemeriksaan fungsi motoric, sensorik dan fungsi serebelum.

Pemeriksaan reflex fisilogis dan reflex patologis.

o Pemeriksaan Penunjang

1. Darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit, LED), hitung Jenis dan bila

perlu gambaran darah.

2. Komponen kimia darah, gas, elektrolit

3. Doppler, EKG, Ekhokardiograf, dll.

4. CT scan untuk membedakan infark dengan perdarahan.

5. Angiografi serebral (karotis, atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran

yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas.

6. Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitive dari CT scan dalam

mendeteksi infark serebri dni dan infark batang otak.

7. Pemeriksaan likuor serebrospinalis : serlngkall dapat membantu :

membedakan infark, perdorahan otak, baik PIS (perdarahan intraserebral)

maupun PSA (perdarahan subaraknoidal).

Algoritma dan penilaian dengan skor.7

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke dengan yang lain;

a. Penetapan jenis stroke berdasarkan skor siraj

11

Page 12: SNH dengan afasia motorik

b. Penetapan jenis stroke berdasarkan skor algoritma stroke gajah mada

12

Page 13: SNH dengan afasia motorik

f. Diagnosa Banding

Perbedaan stroke emboli dan stroke trombosis

13

KRITERIA DIAGNOSA TROMBOSIS EMBOLI

UMUR 50-70 tahun Semua umur

ONSET bangun tidur tak tentu

Perjalanan bertahap cepat

GEJALA PENYERTA :    

Sakit kepala - -

Muntah - -

Vertigo + / - + / -

FAKTOR RESIKO :

Hipertensi + / - -

Peny. Jantung ASHD RhHD

Diabetes ++ -

Hiperlipid ++ -

Page 14: SNH dengan afasia motorik

g. Penatalaksanaan7

1. Fase Akut (0-14 hari sesudah onset penyakit)

o Anti edema otak

1. gliserol 10% per infus, 1 gr/kgBB/hari dalam 6 jam

2. kortikosteroid: dexametason bolus 10-20 mg iv, diikuti 4-5 mg/6 jam selama

beberaa hari lalu tappering off.

o Anti agregasi trombosit

Asam asetil salisilat seperti aspirin, aspilet, dll. Dosis rendah 80-300 mg/hari

o Antikoagulansia: heparin

o Neuro Protectif: Citicoline, piracetam, nimodipine

2. Fase Pasca Akut

Sasaran pengobatan dititikberatkan pada rehabilitasi pasien dan pencegahan

terulangnya stroke.

h. Rehabilitasi3

Program rehabilitasi penderita stroke diberikan setelah terjadi dan bermodalkan

kesembuhan anatomis, dengan tujuan agar tercapai kesembuhan fungsional, melalui

proses belajar kembali (relearning). Caranya ialah dengan memberikan

sensasi/stimulasi sesering mungkin pada bagian yang menderita, dan mengajarkan

kembali kepada penderita tentang pengaturan posisi dan gerak tubuh/anggota yang

berorientasi pada perkembangan motorik sejak masa bayi.

Program rehabilitasi dimulai ketika penderita mulai dirawat, yaitu sebelum

program mobilisasi dan latihan aktif, dimulai dengan pemberian posisi (positioning)

yang menguntungkan pemulihan fungsi tubuh, mencegah spastisitas dan sikap tubuh

abnormal; dan dengan nasehat serta pengarahan kepada penderita dan keluarganya.

Tujuan rehabilitasi adalah mengurangi, meniadakan sisa gejala dari strok dan

mengajarkan penderita untuk dapat hidup menolong diri sendiri dengan sisa

kecacatan yang ada. Seringnya latihan dapat mencegah komplikasi kekakuan otot,

ulkus dekubitus dan membantu menyiapkan latihan mobilisasinya.

Adapun tim rehabilitasi medis terdiri dari dokter (Rehabilitasi Medik,

Neurologist, Internist dll), perawat rehabilitasi medik, fisioterapist, terapist okupasi,

terapist wicara, ortotis – prostetis, psychologis.

14

Page 15: SNH dengan afasia motorik

Tindakan mobilisasi perlu menunggu waktu. Stroke trombosis tanpa

komplikasi/penyakit lain dimobilisasi mulai 2-3 hari setelah serangan.

Trombosis/emboli dengan infark miokardium tanpa komplikasi, program mobilisasi

dilakukan setelah minggu ke-3; namun jika penderita segera menjadi stabil tanpa

aritmia, mobilisasi dapat dilakukan dengan hati-hati mulai pada hari ke-10.

Sedangkan rehabilitasi pada stroke yang sedang berkembang (progressing stroke),

menunggu sampai tercapai stroke komplet, baru mulai diberikan latihan pasif; untuk

proses/lesi vertebro-basilar, perlu menunggu sampai 72 jam, sebelum menetapkan tak

adanya progresi lagi (stroke permanen).

i. Pencegahan1

1. Pencegahan primer

Mengurangi/mengendalikan faktor risiko misalnya dengan mengurangi merokok

atau kebiasaan lain yang dapat meningkatkan faktor risiko.

2. Pencegahan sekunder

Mengurangi risiko pada pasien yang sakit atau faktor risiko yang telah

teridentifikasi melalui skrining.

3. Pencegahan tersier

Mencegah/mengurangi komplikasi pada pasien yang sudah menderita stroke.

Pendidikan dan penyuluhan kepada penderita, keluarga dan masyarakat

tentang bahaya penyakit stroke perlu diberikan. Demikian pula cara-cara

menghindarinya, dan bagaimana/kepada siapa selayaknya mereka segera minta

pertolongan bila terserang stroke.

III. AFASIA

a. Anatomi dan Fisiologi Berbahasa6

Mengenali dan mengklasifikasi afasia membutuhkan pemahaman fugsi berbahasa,

disini dikemukakan konsep berbahasa yang sangat disederhanakan.

Semua stimulus pendengaran dihantar dari perifer melalui system auditif ke area

auditif primer di girus hisch, pada kedua lobus temporalis. Di hemisfer dominan dari area

auditif di bagian posterior lobus temporalis superior. Informasi dar hemisfer yang non

dominan dihantar melalui korpus kalosum ke area asosiasi auditif di hemisfer dominan.

15

Page 16: SNH dengan afasia motorik

Area ini asosiasi auditif dapat dianggap sebagai pusat identifikasi kata dan dikenal

sebagai area Wernicke. Setelah suara diidentifikasi sebagai symbol bahasa, informasi ini

diteruskan ke area pengenalan kata yang mungkin terletak di bagian inferior lobus parieatal di

hemisfer yang dominan. Pengenalan symbol bahasa didasarkan pada pengalaman masa

silam. Fungs area pengenalan bahasa bukan saja mengenali symbol bahasa, namun mengenai

hubungan satu symbol dengan symbol lainya. Bila fungsi ini telah dilaksanakan, informasi

disampaika kembali ke atau melalui area Wernicke ke area-area di otak, yang berkaitan

dengan encoding atau berespon terhadap bahasa., diikuti penyampaian informasi ke area

identifikasi kata. Komonikasi ditegakkan Antara area idenifikasi kata dengan area encoding

motor melalui serabut asosiasi yang menghubungkan bagian posterior girus temporal superior

dengan area operkuler pada lobus frontal.

Area encoding motoric ( area broca ) bertanggung jawa untuk koversi preliminier

symbol bahasa ke aktivitas motor. Informasi dari area encoding motor disampaikan ke area

motor primer pada hemisfer untuk dikonfersi menjadi gerakan motoric yang dibibutukan ,

yang memproduksi bicara (speech). Pada waktu yang bersamaan, terdapat komonikasi area

broca dengan area suplamenter yang terletak dibagian medius girus frontal superior.

Selanjutnya terjadi komonikasi dari area motoric suplamenter ke area motoric primer.

Lengkung refleks dari area broca melalui area mtorik suplamenter ke area motoric

primer tampaknya bertanggung jawab terhadap kemulusan konversi informasi di area motoric

primer menjadi impuls yang memproduksi bicara (speech).

b. Pemeriksaan

Pemeriksaan Kelancaran Bahasa6

Kelancaran berbicara verbal merupakan refleksi efisiensi menemukan kata. Bila

kemampuan ini diperiksa secara khusus dapat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada

lesi otak yang ringan atau pada dimensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi dengan tes

kelancaran, menemukan kata yaitu jumlah kata-kata trtentu yang dapat diucapkan selama

jangka waktu terbatas. Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan

selama jangka waktu 1 menit,, atau menyebutkan kata-kata yang mullai dengan huruf tertentu

misalnya huruf s atay huruf b dalam satu menit.

Menyebutkan nama hewan : pasien disuruh untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya

nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita cata jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya

16

Page 17: SNH dengan afasia motorik

parafasia. Seorang yang normal umumnya menyebutkan 18-20 detik nama hewan selama 60

detik dengan variasi 5-7.

Pemeriksaan pemahaman bahasa lisan6

Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit untuk dievaluasi.

Langkah berikut dapat digunaan untuk mengevaluasi pemahaman secara klinis, yaiu dengan

cara konversasi, suruhan, pilihan dan menunjuk.

Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya

memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemerksaa.

Suruhan. Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan

kesulitannyya misalnya mengambil pensil, letakkan di kotak, dan taruh kotak di atas meja

( suruhan ini dapat gagal pada pasien dengan apraksia dan gangguan motoric, walaupun

pemahamannya baik, hal ini harus diperhtikan oleh pemeriksa ).

Ya atau tidak. Kapada pasien dapat diberikan tugas bentuk pertanyaan yang dijawan

dengan ya atau tidak. Mengingat kemungkinan salah 50%, jumlah pertanyaan harus banyak

paling sedikit 6 pertanyaan, misalnya :

“Adakah yang bernama santoso ?”

Apakah AC dalam ruangan ini mati ?”

“Apakah ruang kamar ini mati ?”

“Apakah diluar sedang hujan ?”

Menunjuk. Kita mulai dengan suruan yang mudah dipahami dan kemudian meningkat

pada yang lebih sulit . Misalnya tunjuk bahu atau tunjuk gelas yang ada disamping televisi.

Menunjuk kita mulai dengan suruhan yang mudah dipahami dan kemudian meningkat

pada yang lebih susah. Misalnya tunjuk lampu kemudian tunjuk gelas yang ada disamping

radio.

Pemeriksaan sederhana ini yang dapat dilakukan disisi ranjang yang mampu menilai

kemampuan pemahaman dengan baik sekali namun dapat memberikan gambaran kasar

mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komperhensi adalah kompleks.

Pemeriksaan repetisi

Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang mula-mula kata

yang sederhana seperti satu patah kata, kemudian ditingkatkan menjadi satu

kalimat.Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada pemeriksaan repetisi ini didaptkan

afasia, salah tata bahasa, kelupaan dan penambahan.Orang normal umumnya mampu

17

Page 18: SNH dengan afasia motorik

mengulang kalimat yang mengandung 19 suku kata.Banyak pasien afasia yang mengalami

kesulitan dalam mengulang namun ada juga yang menunjukan kemampuan yang baik dalam

hal mengulang, dan sering lebih baik dari pada berbicara spontan.Umumnya dapat dikatakan

bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan mengulang mempunyai patologis yang

melibatkan daerah peri-sylvian.Bila kemampuan mengulang terpeliharamaka daerah peri-

sylvian bebas dari kelainan patologis.

Umumnya daerah ekstra sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek repetisi

terletak didaerah perbatasan vaskuler (area water-shed).

Pemeriksaan menamai dan menemukan kata

Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi berbahasa.Hal ini

sedikit banyak terganggu pada semua penderita afasia.Dengan demikian semua tes yang

digunakan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan

menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama dan hal ini disebut

anomia.

Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari

objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometric, symbol matematika atau nama

suatu tindakan. Dalam hal ini harus digunakan barang yang sering digunakan dan barang

yang jarang ditemui.Karena pada sebagian besar kasus pasien masih bisa menamai barang

yang sering dilihat namun lamban dalam mendeskripsikan kegunaan atau parafasia pada

objek yang jarang dijumpainya.

Bila pasien kesulitan ia dapat dibantu dengan memberikan suku kata pertama atau

dengan menggunakan kalimat penuntun. Ada pula pasien yang bisa menjelaskan kegunaan

dari sebuah barang namun tidak tahu apa nama barangnya. Area bahasa diposterior adalah

area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan. Area ini biasa disebut area

Wernicke.Area bahasa pada bagian frontal berfungsi untuk memproduksi bahasa.Area

brodman 44 merupakan area broca.

Pemeriksaan system bahasa

Evaluasi system bahasa harus dilakukan secara sistematis.Perlu diperhatikan

bagaimana pasien berbicara spontan, komperhensi, repetisi, dan menamai.

18

Page 19: SNH dengan afasia motorik

Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa.Selain itu perlu pula

diperiksa sisi otak mana yang dominan dengan melihat penggunaan tangan.Dengan

melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat diidentifikasi

adanya afasia serta jenisnya.Pasien yang afasia biasanya selalu agrafia dan sering aleksia.

Pemeriksaan penggunaan tangan

Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat.Sebelum

menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan dengan melihat penggunaan

tangan. Tanyakan pada pasien apakah ia kidal atau kandal. Banyak orang kidal yang sudah

diajarkan untuk menulis dengan menggunakan tangan kanan sejak kecil, oleh karena itu

observasi dengan cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan apakah seseorang kidal.

Suruh pasien mempergakan tangan mana yang digunakan untuk memegang pisau.

Tanyakan pula apakah ada kecenderungan menggunakan tangan yang lain. Spectrum

penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat kanan sedikit kuat dari kiri, kiri sedikit

lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang cenderung kandal dan kidalnya

hampir sama.

Pemeriksaan berbicara spontan

Langkah pertama dalam menilai berbahasa adalah mendengarkan bagaimana pasien

berbicara spontan atau bercerita.Dengan mendengarkan pasien berbicara spontan atau

bercerita kita dapat memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien

berbahasa.Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau bercerita dan perhatikan apakah

bicaranya pelo, cadel, tertegun, disprosodik, afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan

kata dan perseverasi.

Parafasia adalah menggantikan kata diantaranya ada parafasia semantic/verbal yang

menggantikan satu kata dengan kata lain sedang fonemik/literal menggantikan suatu bunyi

dengan yang lain.

Afasia motoric yang berat biasanya mudah dideteksi karena bicaranya sangat terbatas

atau tidak ada.Afasia adalah kesulitan dalam memahami dan atau memproduksi bahasa yang

disebabkan oleh gangguan yang melibatkan hemisfer otak.

Pada semua pasien dengan afasia didapatkan gangguan juga gangguan membaca dan

menulis. Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit banyak terganggu, bicara spontan,

mengulang, menamai, pemahaman, bahasa, membaca dan menulis.Pada lesi frontal pasien

tidak bicara atau sanagt sedikit bicara, mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya

19

Page 20: SNH dengan afasia motorik

dalam bicara.Selain itu gramatikanya sangat sedikit dan menyisipkan bunyi yang salah serta

ada preservasi. Pasien sadar akan kekurangannya. Pemahaman terhadap bahasa dan tulisan

kurang terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis

sering tidak mungkin atau sangat terganggu baik menulis maupun isi tulisan.

Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak mengucapkan baik

dan irama kalimat juga baik, namun didaptkan gangguan berat dalam memformulasikan dan

menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak memiliki arti.Bahasa lisan dan tulisan tidak

atau kurang dipahami, dan menulis secara motoric terpelihara, namun isi tulisan tak menentu.

Pasien tidak terlalu sadar akan kekurangannya.

Afasia yang pertama disebutkan adalah afasia broca atau motoric atau afasia

ekspresif.Afasia jenis kedua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.

Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas bahasa.

Pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata yang selalu diulang dengan

artikulasi dan irama yang buruk dan tidak bermakna. Hal ini disebut afasia global.Lesi

biasanya melibatkan semua daerah bahasa disekitar fisura sylviii.

Kadang afasia ditandai dengan kesulitan menemukan nama sedangkan modalitas

lainnya relative utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai suatu benda.Afasia amnestic ini

sering merupakan sisa afasia yang hampir pulih pada afasia yang tersebut dahulu namun

dapat juga dijumpai pada berbagai gangguan otak yang difus.Afasia amnestic mempunyai

nilai lokalisasi yang kecil.

c. Klasifikasi Afasia

Dasar untuk mengklasifikasikan afasia beragam. Diantaranya ada yang mendasarkannya

pada:

- Manifestasi klinik

- Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

- Gabungan pendekatan 1 dan 2

Pada klasifikasi yang berdasarkan manifestasi klinik ada yang membagi atas dasar lancarnya

bicara.Pada klasifikasi ini didapatkan afasia yang berbentuk:

- Lancar

- Tidak lancar

Afasia yang lancar

20

Page 21: SNH dengan afasia motorik

Pada afasia yang lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, irama dan

prosodi baik, namun sering isi bicara tidak bermakna tanpa isi. Kata yang digunakan sering

salah dan didapatkan parafasia.

Afasia yang lancar (fluent):

- Afasia reseptif

- Afasia konduksi

- Afasia amnestic

- Afasia transkortikal

Seorang afasia yang tidak lancar mungkin akan mengatakan “mana…rokok…beli..” tetapi

yang lancar “rokok beli kemana dia gimana”.

Gambaran klinikmya:

- Keluaran bicara yang lancar

- Panjang kalimat normal

- Artikulasi baik

- Prosodi baik

- Anomi

- Terdapat parafasia fonemik dan semantic

- Komperhensi auditif dan membaca buruk

- Repetisi terganggu

- Menulis lancar tapi isinya kosong

Afasia tidak lancar

Dari berbicara spontan tidak begitu sulit bagi pemeriksa untuk menentukan apakah

afasianya jenis lancar atau tidak lancar.Penyandang afasia yang menggunakan kalimat

pendek dan kurang baik gramatikanya dianggap tak lancar.Kebanyakan penyandang afasia

yang tidak lancar mempunyai deficit dalam artikuilasi dan juga dalam irama bicara.

Gambaran klinik afasia tak lancar:

- Pasien tampak sulit memulai bicara

- Panjang kalimat berkurang

- Gramatika bahasa berkurang dan kurang kompleks

- Artikulasi umumnya terganggu

- Irama kalimat dan bicara terganggu

21

Page 22: SNH dengan afasia motorik

- Pemahaman lumayan baik

- Pengulangan buruk

- Kemampuan menamai dan menyebut nama benda buruk

- Terdapat kesalahan parafasia

Pada afasia yang tidak lancar output keluaran bicara terbatas, sering disertai artikulasi yang

buruk, bicara dalam bentuk yang sederhana bicara singkat berbentuk gaya telegram. Afasia

yang tidak lancar mencakup:

- Afasia ekspresif

- Afasia global

Pada klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomic afasia dibedakan atas:

Sindrom afasia peri-silvian:

- Afasia broca

- Afasia Wernicke

- Afasia konduksi

Sindrom afasia daerah perbatasan:

- Afasia transkortikal motoric

- Afasia transkortikal sensorik

- Afasia transkortikal campuran

Sindrom afasia subkortikal:

- Afasia talamik

- Afasia striatal

Sindrom afasia non-lokalisasi

- Afasiaanomik

- Afasia global

Selain itu, ada klasifikasi yang merujuk pada linguistic dalam hal ini afasia dapat dibedakan

atas:

- Afasia semantic

- Afasia sintaktik

- Afasia pragmatic

22

Page 23: SNH dengan afasia motorik

- Afasia jargon

- Afasia global

d. Gejala dan Gambaran Klinik Afasia

AFASIA GLOBAL

Afasia global adalah bentuk afasia yang paling berat.Keadaan ini ditandai oleh tidak

adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang

diucapkan secara berulang.Komprehensi sangat terbatas misalnya hanya mengenal namanya

saja atau dua patah kata saja. Mengulang juga sama berat gangguannya seperti bicara

spontan. Membaca dan menulis juga terganggu berat.Afasia global disebabkan oleh lesi luas

yang merusak sebagian besar atau semua daerah bahasa.Penyebab lesi yang paling sering

ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media pada pangkalnya.Kemungkinan

untuk pulih sangat buruk.Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia

yang menyebabkan invaliditas kronis yang parah.

AFASIA BROCA

Afasia broca ditandai dengan bicara yang tidak lancar dan disartria serta tampak

melakukan upaya bila bicara.Pasien paling sering menggunakan kata benda dan kata kerja.

Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata bahasa.mengulang dan membaca kuat sama

terganggunya seperti berbicara spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca

tampak tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang kompleks

sering terganggu. Ciri klinik:

- Bicara tidak lancar

- Tampak sulit memulai bicara

- Kalimatnya pendek

- Pengulangan

- Kemampuan menamai buruk

- Kesalahan parafasia

- Pemahaman lumayan

- Gramatika bahasa kurang tidak kompleks

- Irama kalimat dan irama bicara terganggu

23

Page 24: SNH dengan afasia motorik

Menamai dapat menunjukan jawaban yang parafasik.Lesi yang menyebabkan afasia broca

mencakup daerah brodman 44 dan sekitarnya. Lesi yang menyebabkan afasia broca biasanya

melibatkan operculum frontal area brodman 45 dan 44 dan massa alba frontal dalam tidak

melibatkan korteks motoric bawah dan massa alba paraventrikular. Selain itu ada pasien

dengan lesi dikorteks peri-rolandik dengan kerusakan massa alba yang ekstensif.

Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya didaerah broca dikorteks

tanpa melibatkan jaringan disekitarnya maka tidak akan terjadi afasia.penderita afasia broca

sering mengalami perubahan emosional seperti frustasi dan depresi. Prognosis umumnya

lebih baik daripada afasia global.Karena pemahaman relative baik, pasien dapat beradaptasi

dengan lingkungannya.

AFASIA WERNICKE

Afasia Wernicke pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik pasien afasia

wernickeditandai dengan ketidak mampuan dalam memahami bahasa lisan dan bila ia

menjawab iapun tidak mampu mengetahui apakah jawabannya salah. Ia tidak mampu

memahami kata yang diucapkannya dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya,

apakah benar atau salah. Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong berisi parafasia dan

neologisme.Pengulangan terganggu berat, naming umumnya parafasik.Membaca dan menulis

juga terganggu berat. Gambaran klinik:

- Keluaran afasik yang lancar

- Panjang kalimat normal

- Artikulasi baik

- Prosodi baik

- Anomia

- Parafasia fonemik dan semantic

- Komperhensi auditif dan membaca buruk

- Repetisi terganggu

- Menulis lancar tapi isinya kosong

Penderita afasia Wernicke ada yang menderita hemiparese ada pula yang tidak.Penderita

yang tanpa hemiparese karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa yaitu bicara

yang kacau disertai banyak parafasia dan neologisme bisa disangka psikosis.Lesi yang

menyebabkan jenis afasia Wernicke terletak di daerah bahasa bagian posterior.Semakin berat

24

Page 25: SNH dengan afasia motorik

defek dalam komperhensi auditif semakin besar kemungkinan lesi mencakup bagian posterior

dari girus temporal superior.Bila pemahaman kata tunggal terpelihara namun kata kompleks

terganggu lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus temporal superior.

Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak isthmus

temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks temporal. Prognosisnya buruk

walaupun dengan terapi wicara yang intensif.

AFASIA KONDUKSI

Afasia konduksi ini merupakan gangguan berbahasa yang lancar yang ditandai oleh

gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan dalam membaca kuat-kuat, gangguan dalam

menulis, parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan

terpelihara.Anomianya berat.Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan broca diduga

menyebabkan manifestasi klinik kelainan ini.Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan

pada beberapa pasien. Sering lesi ada di massa arkuatus yang menghubungkan korteks

temporal dan frontal.

AFASIA TRANSKORTIKAL

Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik namun fungsi bahasa

lainnya terganggu.Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa namun

komperhensinya lumayan.Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar namun

komperhensinya buruk.Pasien dengan afasia motoric transkortikal mampu mengulang,

memahami, dan membaca, namun dalam bicara spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia

broca. Sebaliknya pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang dengan baik

namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulangnya.Bicara spontannya dan

memahami lancar tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke.Sesekali ada pasien yang

menderita kombinasi dari afasia transkortikal motoric dan sensorik.Pasien ini mampu

mengulangi kalimat yang panjang juga dalam bahasa asing dengan tepat.Mudah

mencetusakan repetisipada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi echolalia.

Gambaran klinik afasia sensorik:

- Keluaran lancar

- Pemahaman buruk

- Repetisi baik

- Echolalia

25

Page 26: SNH dengan afasia motorik

- Komperhensi auditif dan membaca terganggu

- Deficit motoric dan sensorik jarang dijumpai

- Didapatkan deficit lapangan pandang disebelah kanan

Gambaran klinik afasia motoric:

- Keluaran tidak lancar

- Pemahaman baik

- Repetisi baik

- Inisiasi output terlambat

- Ungkapan singkat

- Parafasia semantic

- Echolalia

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:

- Tidak lancar

- Komperhensi baik

- Repetisi baik

- Echolalia mencolok

Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan sabit

didalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor.Afasia transkortikal tidak

mengenai atau tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior area 22 dan 44

dan lingkungan sekitarnyadan korteks peri sylvian parietal.Korteks peri sylvian yang utuh ini

dibutuhkan untuk kemampuan mengulang yang baik.Penyebab seringnya adalah anoksia

sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun seperti yang dijumpai pada henti jantung,

oklusi atau stenosisi berat arteri karotis, anoksia oleh keracunan karbon monoksida,

demensia.

AFASIA ANOMIA

Afasia anomiA ditandai dengan kesulitan dalam menemukan kata dan tidak mampu

naming benda yang ada dihadapannya.Disebut juga afasia nominal atau amnestic. Berbicara

spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata dan

terdapat parafasia mengenai nama objek. Gambaran kliniknya:

- Keluaran lancar

26

Page 27: SNH dengan afasia motorik

- Komperhensi baik

- Repetisi baik

- Gangguan dalam menemukan kata

Lesinya memiliki lokalisasi sempit. Anomia dapat begitu ringan sehingga hampr tidak

terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian berat sehingga keluaran spontan

tidak lancar dan isinya kosong.Prognosisnya tergantung pada beratnya defek inisial. Karena

output bahasa relative terpelihara dan komperhensi lumayan utuh, pasien demikian dapat

menyesuaikan diri dengan lebih baik dari pada jenis afasia lain yang lebih berat. Afasia dapat

juga terjadi oleh lesi subkortikal bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di thalamus putamen

kaudatus dapat menyebab kan afasia anomik jika ada perdarahan atau infark.

Bentuk

Afasia

Ekspresi Komprehensi

Verbal

Repetisi Menamai Membaca Menulis

Broca Tak

Lancar

Baik Buruk Buruk Variaso Buruk

Wernicke Lancar Terganggu Buruk Buruk Buruk Buruk

Global Tak

Lancar

Terganggu Buruk Buruk Buruk Buruk

Konduksi Lancar Baik Buruk Buruk Variasi Buruk

Nominal Lancar Baik Baik Buruk Variasi Variasi

27

Page 28: SNH dengan afasia motorik

T. Motorik Tak

Lancar

Baik Baik Buruk Variasi Buruk

T. Sensorik Lancar Terganggu Baik Buruk Buruk Buruk

DAFTAR PUSTAKA

1. Free encyclopedia. Stroke. Online: (http://www.en.wikipedia.org/, diakses 20

September 2007. Last modified 5 Oktober 2013).

2. Misbach, Jusuf dan Kalim, Harmani. Stroke Mengancam Usia Produktif. Online:

(http://www.medicastore.com/stroke/, diakses 04 September 2013. Last modified

2006).

3. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Ed 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

2005. Hal 81-115.

4. Eliawati, Hadibrata. Stroke. Kuliah Ilmu Penyakit Syaraf. Laboratorium Ilmu

Penyakit Syaraf PSKU. Samarinda. 2005.

5. American Heart Association. Stroke. Online: (http://www.americanheart.org/, diakses

20 September 2007. Last modified 5 Oktober 2013).

6. Lumbantobing, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakulas Kedokteran

Universitas Indonesia. Djakarta. 2012. 156-175.

7. Gofir, Abdul. Manajement Stroke. Pustaka Cendika Pres. Pustaka Cendika Pres.

Yogyakarta. 2011.

28