afasia dan sindrom afasik

28
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan REFERAT dengan judul Afasia dan sindrom afasil , yang bertujuan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh Coasistant Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati yang bertempat di RSUD Ciamis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan hal ini semata-mata karena ketidakmampuan penulis. Namun oleh karena dorongan keluarga, teman-teman dan bimbingan dari dosen-dosen maka tulisan ini dapat terwujud. Ciamis, Agustus 2013

Upload: tywa-leo

Post on 22-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Afasia Dan Sindrom Afasik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan REFERAT dengan judul

Afasia dan sindrom afasil , yang bertujuan untuk melengkapi persyaratan dalam

menempuh Coasistant Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas

Malahayati yang bertempat di RSUD Ciamis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan hal ini

semata-mata karena ketidakmampuan penulis. Namun oleh karena dorongan

keluarga, teman-teman dan bimbingan dari dosen-dosen maka tulisan ini dapat

terwujud.

Ciamis, Agustus 2013

Page 2: Afasia Dan Sindrom Afasik

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................

Daftar isi .........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi ..........................................................................................

II. Etilogi ........................................................................

III. Klasifikasi ..................................................................

IV. Pemeriksaa fisik ..........................................................

V. Penatalaksanaan..........................................................

VI. Prognosa.....................................................................

Daftar pustaka

Page 3: Afasia Dan Sindrom Afasik

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan sesuatu yang paling kompleks dari perilaku yang ditunjukkan

oleh manusia, karena bahasa melibatkan memori, belajar, keterampilan

penerimaan pesan, proses, dan ekspresi. Di dalam kehidupan sehari – hari,

individu selalu melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut

menggunakan kemampuan kita dalam bahasa. Berbicara dengan orang lain,

memperoleh kata – kata yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu, memahami

apa yang orang lain katakan, serta dalam membaca, menulis dan melakukan

isyaratpun termasuk dalam bagian dari penggunaan bahasa. Ketika satu atau

lebih dari penggunaan bahasa tidak lagi berfungsi dengan baik (yang dikarenakan

oleh cedera otak), maka kondisi tersebut dinamakan afasia. Afasia, A (= tidak)

fasia (= bicara) berarti seseorang tidak dapat lagi mengungkapkan apa yang dia

mau. Dia tidak bisa lagi menggunakan bahasa.

Page 4: Afasia Dan Sindrom Afasik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien meunjukan

gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Defek dasar pada

afasia adalah pada pemrosesan bahasa ditingkat integratif yang lebih tinggi.

Gangguan artikulasi dan praksis mungkin ada sebagai gejala yang menyertai.

Afasia biasanya berati hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak.

Kata afasia perkembangan ( sering juga disebut disfasia)di gunakan pada anak

bila mempunyai keterbelakangan spesifik yang diperoleh dalam proses

kemampuan berbahasa.

2. ETIOLOGI

Afasia dapat terjadi apabila ada gangguan peredaran darah otak. Dimana pada

umumnya telah ada penyakit lain yang mendahului gangguan peredaran darah

otak tersebut, yang paling sering dijumpai adalah penyakit kardiovaskuler

(penyakit jantung, hipertensi), kemudian penyakit/gangguan otak lainnya.

Page 5: Afasia Dan Sindrom Afasik

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi afasia umumnya didasarkan pada gejala klinisnya. Berdasarkan

manifestasi klinik afasia dibagi menjadi 2 yaitu: afasia lancar dan afasia tidal

lancar. Pada afasia lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, serta

irama yang baik, namun isi pembicaraan tidak berisi dan bermakna. Afasia lancar

meliputi 1. Afasia sensorik (wernicke) 2. Afasia konduksi 3. Afasia anomik 4.

Afasia transkortikal sensorik .

Pada afasia tidak lancar, pembicaraan pasien terbatas, sering disertai artikulasi

yang buruk. Afasia ini meliputi : 1. Afasia motorik 2. Afasia global 3. Afasia

transkortikal motorik.

Page 6: Afasia Dan Sindrom Afasik

a. Afasia Sensorik (wernicke)

Pada jenis afasia ini pemahaman bahasa pasien terganggu, umumnya pasien

tidak mampu memahami bahasa lisan dan apabila pasien menjawab, pasien

tidak tau apakah jawabannya salah (kalimat kosong). Umumnya pasien

dengan afasia jenis ini juga mengalami gangguan pada membaca atau

menulis. Lesi yang menyebabkan afasia sensorik terletak didaerah bahasa

bagian posterior.

b. Afasia konduksi

Pada afasia jenis ini pasien mengalami repetisi, selain itu pasien juga

mengalami gangguan dalam menulis, tidak bisa menamai, parafasia yang

jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan masih terpelihara,

terputusnya hubungan antara area wernic dan broca diduga menyebabkan

kelainan manifestasi ini.

c. Afasia anomik

Defeknya berupa kesulitan dalam menemukan kata-kata dan tidak mampu

menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Berbicara spontan biasanya

lancar namun bingun mencari kata-kata. Mengingat output bahasa relatif

terpelihara dan komprehensi lumayan utuh, pasien dengan afasia jenis ini

dapat menyesuaikan diri lebih baik dari afasia jenis yang lain

d. Afasia transkortikal

Ditandai dengan repetisi bahasa lisan yang baik, namun fungsi bahasa lainnya

terganggu. Ada 2 jenis afasia jenis ini :1. Afasia transkortikal sensorik dan

Page 7: Afasia Dan Sindrom Afasik

motorik. Pada afasia transkortikal sensorik pasien dapat mengulang dengan

baik namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya.

Sebaliknya afasia transkortikal motorik , pasien mampu melakukan repetisi,

memahami, dan membaca dengan baik namun dalam bicara spontan tampak

terbatas seperti pasien afasia brocca. Afasia jenis ini disebabkan oleh lesi yang

berupa infark yang luas berbentuk bulan sabit di area perbatasan pembuluh

darah serebral mayor.

e. Afasia motorik (broca)

Merupakan afasia yang sering dijumpai. Gejalanya meliputi bicara yang tidak

lancar, disartia, serta nampak melakukan upaya bila hendak berbicara.

Repetisi dan membaca sama terganggunya dengan berbicara spontan.

Pemahan auditif dan pemahaman membaca nampaknya tidak terganggu,

namun pemahan kalimat dengan tata bahasa yang kompleks sering terganggu.

Lesi yang menyebabkan afasia motorik mencakup area brodman 44-45 dan

sekitarnya.

f. Afasia global

Afasa jenis ini merupakan afasia yang paling berat. Afasia inbi ditandai

dengan tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi

beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotipik. Afasia jenis ini

disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah

bahasa. Penyebab lesi yang paling sering adalah sumbatan arteri carotis

Page 8: Afasia Dan Sindrom Afasik

interna atau serebri media pada pangkalnya. Afasia jenis ini biasanya di

barengi dengan hemiparesis atau hemiplegia

Page 9: Afasia Dan Sindrom Afasik
Page 10: Afasia Dan Sindrom Afasik
Page 11: Afasia Dan Sindrom Afasik
Page 12: Afasia Dan Sindrom Afasik

Selain itu pada klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomik, afasia

dibedakan atas:

Sindroma afasia peri sylvian:

Afasia broca

Afasia wernick

Afasia konduksi

Sindroma afasia daerah perbatasan (border zone)

Afasia transkortikal motorik

Afasia transkortikal sensorik

Sindroma afasia subkortikal

Afasia talamik

Afasia striatal

Sindroma afasia non lokalisasi

Afasia anomik

Afasia global

Page 13: Afasia Dan Sindrom Afasik

4. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan klinis fungsi bahasa meliputi:

a. Kelancaran berbicara

Apakah pasien dapatmengeluarkan frase atau kalimat dengan panjang yang

normal (lima atau lebih kata) secara spontan. Jika bebicara banyak tidak

lancar, maka tata bahasa sintak umumnya juga abnormal.

Cara pemeriksaan:

Menyebutkan nama hewan : pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin

nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan

yang ada, misalnya parafasia. Skor orang normal umumnya mampu

menyebutkan 18-20 nama hewan selama 60 detik. Usia merupakan faktor

yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang normal denga

usia dibawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan

simpang baku 4,5. Kemampuan iini akan berkurang menjadi 17 pada usia

70an dan menjadi 15,5 pada usia 80an. Bila scor kirang dari 13 pada orang

yabg normal dibawah usia 70 tahun , perludicurigai adanya gangguan dalam

berbicara verbal.

b. Pengertian / komprehensi

Sejumlah benda dijajarkan di depan pasien, dan pasien diperintahkan

menunjuk benda yang disebutkan oleh pemeriksa, misalnya pulpen, jam

tangan, kunci, apakah pasien mampu melakukannya? Apakah pasien dapat

Page 14: Afasia Dan Sindrom Afasik

melakukan perintah yang lebih kompleks ( coba anda ambilkan kunci dan

berikan pulpen kepada saya. Apakah pasien dapat mengerti konsep dibalik

pertanyaan? ( apakah nama debu yang tertinggal setelah rokok habis?

c. Repetisi

Apakah pasien dapat mengulangi kata tunggal atau seluruh kalimat seperti,

jika tidak dan tetapi?

Cara pemeriksaan:

Pasien disuruh mengulangi apa yang diucapkan oleh pemeriksa mula-mula

sederhana kemudian lebih sulit:

Map

Bola

Kereta

Rumah sakit

Sungai barito

Lapangan latihan

Kereta api malam

Besok aku pergi dinas

Rumah ini selalu rapi

Sukur anak itu naik kelas

Seandainya si amat tidak naik kelas

Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini

didapatkan parafasia, salah tata bahas, kelupaan dan penambahan.

Page 15: Afasia Dan Sindrom Afasik

Orang normal pada umumnya dapat mengulang kalimat yang

mengandung 19 suku kata . banyak pasien afasia yang kesulitan

dalam mengulang(repetisi), namun ada juga yang menunjukan

kemampuan yang baik dalam mengulang kata. Umumnya dapat

dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan

mengulang mempunyai kelainan patologis yang melibatkan daerah

peri sylfian. Bila kemampuan mengulang terpelihara maka daerah

peri sylfian bebas dari kelainan patologis.

d. Menyebutkan nama

Misalnya nama benda sehari hari, seperti jam tangan, pulpen dan benda-

benda yang kurang familiar; pena, gasper, kumparan (kegagalan dalam

menyebutkan benda disebut anomia

Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek,

bagian dari objek, bagian tubuh, warna dan bila perlu gambar geometrik,

simbol matematik atau nama suatu tindakan. Dalam hal ini perlu digunakan

item yang sering digunakan ( misalnya sisir,arloji) dan yang jarang diemui

atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih

mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat

dan tepat, namun lamban dan tertegun.

Cara pemeriksaan:

Jelaskan pada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama beberapa

objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan

Page 16: Afasia Dan Sindrom Afasik

memperlihatkan misalnya arloji (jarum, menit, detik) lensa kaca mata. Objek

yang terdapat dalam ruangan : meja, kursi, lampu, pintu, meja, jendela atau

bagian tubuh: mata, hidung, mulut, ibu jari, lutut. Warna : merah, biru,

kuning, hijau. Bagian dari objek: jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu.

Perhatikan apakah pasien dapat menyebutkan nama obyek dengan cepat

atau lamban atau tertegun. Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama

objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut dari antara beberapa nama

objek.

Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan

gangguan

5. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada pada penyebabnya,

misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak dan sebagainya. Tidak ada

penanganan atau terapi spesifik untuk afasia yang benar-benar efektif untuk

mengobati afasia. Saat ini penangan yang paling efektif untuk afasia adalah

dengan terapi wicara/bina wicara.

Prinsip umum terapi wicara:

Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik

jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain hasil terapi akan lebih

baik jik apasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari

dibandingkan melakukan banyak sesi dalam 1 hari.

Page 17: Afasia Dan Sindrom Afasik

Efektifitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan

berbagai bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam

bentuk musik dan stimulus visual dalam bentuk gambar serta lukisan

Peningakata kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama

mengikuti sesi terhadap terapi akan memberikan hsail yang lebih baik.

Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering

digunakan :

Terapi kognitif linguistik

Terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa.

Sebagai contoh , beberapa latihan akan mengahruskan pasien untuk

menginterprestasikan karateristik dan suara dengan nada emosi yang

berbeda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata

gembira.

Program stimulus

Terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensorik termasuk

gambar-gambar dan musik. Program inidiperkenalkan dengan tingkat

kesukaran yang meningkat.

Stimulation fascilitation therapi

Terapi ini lebih fokus pada arti dan susunan kalimat dari bahasa.

Stimulus utama yang digunakan adalah audio. Prinsip terapi ini yaitu

peningkatan kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan

dengan pengulangan.

Page 18: Afasia Dan Sindrom Afasik

PACE (promoting aphasic comunicative effectivness)

Bentuk terapi ini yang paling terkenal, terapi ini bertujuan

meningkatkan kemampuan berkomunikasi degan menggunakan

percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini pasien akan terlibat

percakapan dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang

spontan, jenis terapi ini menggunakan lukisan, gambar, serta benda-

benda visual. Benda-benda ini digunakan pasien untuk sumber ide

untuk dikomunikasikan dalam percakapan.

Transcranial magnetic stimulation (SMT)

Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area

otak yang diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa

setelah stroke. Dengan menekan fungsi bagian otak tersebut

diharapkan pemulihan akan cepat. Beberapa studi menunjukan hasil

yang menggembirakan, tetapi masih diperlukan studi yang lebih besar

untuk membuktikan efektifitas terapi ini.

\

6. PROGNOSA

Page 19: Afasia Dan Sindrom Afasik

Prognosis kesembuhan bervariasi, tergantung pada ukuran lesi, umur dan

keadaan umum pasien. Secara umum pasien dengan klinis yang lebih ringan

memiliki prognosa bagus. Afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit

disembuhkan memiliki prognosa buruk seperti, tumor otak.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Afasia Dan Sindrom Afasik

Ginsberg, L. Neurologi, Edisi 8, Erlangga, Jakarta, 2005.

Harsono, Neurologi, Cetakan 7, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2009

Satyanegara, Ilmu Bedah Saraf, Edisi 4, PT Gramedia Pustaka Utama, 2010

Lumbantobing, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental, FKUI, Jakarta,

2000