203841164 case afasia ec stroke iskemik

Upload: timi-mustika

Post on 16-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN KASUS

    AFASIA e.c. STROKE ISKEMIK

    Pembimbing :

    Dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S

    Penyusun :

    Galuh Maharani Sukma

    030.06.099

    Kepaniteraan Klinik Neurologi

    Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon

    Periode 21 Januari 23 Februari 2013

    Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

  • STATUS PASIEN

    A. Identitas Pasien

    Nama : Ny. E

    Jenis kelamin : Perempuan

    Usia : 42 tahun

    Agama : Islam

    Status Pernikahan : Menikah

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Pendidikan : SMP

    Alamat : Jalan Bumi Baru No 14, Cilegon

    Suku bangsa : Sunda

    Tanggal Masuk Rumah Sakit : 16 Januari 2013

    B. Anamnesis

    Dilakukan alloanamnesis terhadap suami dan kakak pasien pada tanggal 22 Januari 2013 di Bangsal Anggrek RSUD Kota Cilegon

    Keluhan Utama

    Penurunan kesadaran 3 jam SMRS

    Keluhan Tambahan

    Lemas pada bagian tubuh sebelah kanan, tidak bisa bicara, tersedak saat makan atau minum.

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cilegon dengan keluhan kesadarannya menurun sejak 3 jam SMRS. Suami pasien mengatakan saat mandi pagi tadi, pasien merasa lemas pada sisi sebelah kanan tubuh sehingga pasien dipapah ke tempat tidur dan dibaringkan. Saat itu pasien masih sadar, bicaranya pelo, dan tersedak saat diberi makanan dan minuman. Beberapa jam kemudian, pasien tidak dapat berbicara dan kesadarannya semakin menurun. Pasien tidak mengeluhkan sakit

  • kepala, mual, muntah, pusing berputar dan penglihatan berbayang. Riwayat trauma sebelumnya disangkal.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien menderita hipertensi sejak sekitar 5 tahun yang lalu namun jarang kontrol dan tidak rutin mengkonsumsi obat anti hipertensinya. Riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus, maupun penyakit lainnya disangkal.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, sakit jantung, maupun penyakit lainnya dalam keluarga disangkal.

    Riwayat Kebiasaan

    Pasien tidak merokok, minum alkohol, maupun mengkonsumsi obat-obatan. Pasien jarang berolah raga.

    C. Pemeriksaan Fisik

    Tanggal 22 Januari 2013

    Status Generalis

    Keadaan Umum : lemah, sakit sedang

    Kesadaran : compos mentis

    Sikap : berbaring pasif

    Kooperasi : kooperatif

    Tanda vital :

    Tek. Darah : 140/90 mmHg

    Nadi : 72 kali/menit

    Laju Napas : 18 kali/ menit

    Suhu : 36,5C

  • BB : 75 kg

    Keadaan lokal : baik

    Pulsasi Aa.Carotis : reguler, cukup, equal kanan dan kiri

    Pemb. darah perifer : capillary refill time < 2 detik

    Kel. Getah bening : tidak teraba membesar

    Columna vertebralis : lurus ditengah

    Jantung

    Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

    Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midklavikularis sinistra

    Perkusi :

    Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra

    Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

    Batas kiri : ICS V midklavikularis sinistra

    Auskultasi : Bunyi jantung I normal, Bunyi jantung II normal, reguler, tidak terdengar murmur dan gallop

    Paru

    Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis

    Palpasi : vocal fremitus simetris di kedua hemithoraks

    Perkusi : sonor pada kedua hemithoraks

    Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar wheezing.

    Abdomen

    Inspeksi : datar

    Auskultasi : bising usus (+) normal

    Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran hepar dan lien

    Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-)

  • Ekstremitas : tidak ada deformitas, akral hangat, oedem (-)

    Status Neurologis

    GCS : E4 M6 V(disartria berat)

    Rangsang selaput otak

    a. Kaku kuduk : (-)

    b. Laseque : >70/ >70

    c. Laseque menyilang : -/-

    d. Kernig : >135/ >135

    e. Brudzinski I : -/-

    f. Brudzinski II : -/-

    Peningkatan tekanan intrakranial :

    a. Penurunan kesadaran : (-)

    b. Muntah proyektil : (-)

    c. Sakit kepala : (-)

    d. Edema papil : tidak dilakukan pemeriksaan

    Saraf-saraf Kranialis

    N. I : tidak dilakukan pemeriksaan

    N.II : pupil bulat, isokor, RCL +/+, RCTL +/+

    N. III, IV, dan VI

    Kanan Kiri

    Kelopak mata : normal normal

    Pergerakan bola mata

    Nasal baik baik

    Temporal baik baik

    Nasal atas baik baik

    Temporal atas baik baik

  • Temporal bawah baik baik

    Exophtalmus : (-) (-)

    Nistagmus : (-) (-)

    N.V

    Kanan Kiri

    Cabang motorik baik baik

    Cabang sensorik

    Opthalmikus baik baik

    Maxillaris baik baik

    Mandibularis baik baik

    N.VII

    Kanan Kiri

    Motorik orbitofrontalis baik baik

    Motorik orbicularis oculi baik baik

    Motorik orbicularis oris sulcus nasolabialis mendatar

    Pengecap 2/3 anterior lidah baik baik

    N.VIII

    Kanan Kiri

    Vestibular

    Vertigo (-) (-)

    Nistagmus (-) (-)

    Cochlearis

    Tuli konduktif (-) (-)

  • Tuli sensorineural (-) (-)

    N.IX dan X

    Motorik : deviasi uvula ke kanan

    Sensorik : refleks muntah (+)

    N.XI

    kanan kiri

    Mengangkat bahu tvd tvd

    Menoleh baik baik

    N.XII

    Pergerakan lidah : deviasi ke kanan

    Atrofi : (-)

    Fasikulasi : (-)

    Tremor : (-)

    Sistem Motorik

    Kekuatan motorik 0 0 0 0 2 2 4 4

    0 0 0 0 2 2 2 2

    Gerakan Involunter

    Tremor : (-)

    Chorea : (-)

    Athetose : (-)

    Mioklonik : (-)

  • Tics : (-)

    Tonus : melemah disebelah kanan

    Sistem sensorik : melemah disebelah kanan

    Fungsi cerebellar dan koordinasi

    Ataxia : tidak valid dinilai

    Tes Rhomberg : tidak valid dinilai

    Disdiadokinesia : tidak valid dinilai

    Jari-jari : tidak valid dinilai

    Jari-hidung : tidak valid dinilai

    Tumit-lutut : tidak valid dinilai

    Rebound phenomenon : tidak valid dinilai

    Hipotoni : tidak valid dinilai

    Fungsi luhur : sulit dinilai (disartria berat)

    Fungsi otonom

    Miksi : terpasang kateter

    Defekasi : baik

    Sekresi keringat : baik

    Refleks fisiologis

    Kanan kiri

    Kornea (+) (+)

    Bisep (+1) (+2)

    Trisep (+1) (+2)

    Lutut (+1) (+2)

  • Tumit (+1) (+2)

    Refleks Patologis

    Hoffman Tromer (-) (-)

    Babinsky (-) (-)

    Chaddock (-) (-)

    Oppenheim (-) (-)

    Gordon (-) (-)

    Schaeffer (-) (-)

    Klonus tumit (-) (-)

    Klonus lutut (-) (-)

    Keadaan Psikis

    Intelegensia : baik

    Demensia : (-)

    Tanda regresi : (-)

    D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    a. Darah :

    16/1/2013 17/1/2013a. Hemoglobin 14,5 gr/dLb. Hematokrit 42%c. Trombosit 228000/mm3

    d. Leukosit 6900/mm3e. Gula darah

    sewaktu150 mg/dL

    f. As.urat 6,0g. SGOT 19h. SGPT 16i. Protein total 7,95j. Albumin 4,60k. Globulin 3,35l. Bilirubin total 0,66

  • m. Bilirubin direk 0,17

    n. Bilirubin indirek 0,50

    o. GDP 128

    p. GDPP 128

    q. Kolesterol total 205

    r. HDL 14

    s. LDL 153

    t. Trigliserida 139

    b. Urinalisa (18 Januari 2013)

    Urobilinogen : +

    Protein urin : -

    Berat Jenis : 1,025

    Bilirubin : -

    Keton trace : +

    Nitrit : -

    pH : 6,0

    Leukosit : -

    Darah samar : -

    Glukosa : -

    Warna : kuning

    Kejernihan : keruh

    Sedimen

    Epitel : +/LPK

    Leukosit : 3-4/LPB

    Eritrosit : 0-1/LPB

    Silinder : -

  • Kristal : -

    Bakteri : -

    E. PEMERIKSAAN PENCITRAAN

    a. Foto polos thoraks

    Tidak tampak kardiomegali

    Tidak tampak proses spesifik

    b. CT Scan kepala tanpa kontras

    Infark pada daerah kapsula interna kiri dan corona radiata kiri.

    Tidak tampak perdarahan intraparenkim

    F. RESUME

    Pasien, perempuan, 42 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Kota Cilegon dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Pagi harinya, saat mandi pasien merasa tubuh bagian kanan lemas, lidahnya pelo, dan tersedah saat makan dan minum. Lama kelamaan pasien menjadi sulit bicara, dan kesadarannya terus menurun sehingga dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), pusing berputar (-) dan penglihatan berbayang (-), trauma sebelumnya (-). Riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu namun tidak terkontrol.

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 72 kali/menit, laju napas 18 kali/ menit, suhu 36,5C. Status generalis dalam batas normal. Pada status neurologis, ditemukan keadaan pasien sebagai berikut :

    GCS : E4M6Vdisartria berat

    Pupil : bulat isokor, 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+

    TRM : kaku kuduk (-), laseq >70/>70, kernig >135/>135

    Peningkatan TIK : (-)

    Nervus kranialis : parese N.VII dextra sentral

    Parese N.IX dan X dextra

  • Parese N. XII dextra sentral

    Motorik : 0 0 0 0 2 2 4 4 ,

    0 0 0 0 2 2 2 2 Refleks fisiologis berkurang di sisi sebelah kanan

    Refleks patologis negatif

    Sensorik : berkurang pada sisi tubuh sebelah kanan

    Pada pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras didapatkan Infark pada daerah kapsula interna kiri dan corona radiata kiri.

    G. DIAGNOSA KERJA

    Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra e.c Stroke Iskemik

    Afasia Broca

    Hipertensi stage II

    Diagnosa Etiologi : Stroke iskemik

    Diagnosa Topik : Infark kapsula interna kiri dan corona radiata kiri

    H. PENATALAKSANAAN

    O2 3 liter/menit

    IVFD RL 20 tpm

    Inj. Ranitidin 2x1 amp

    Inj. Citicholine 3x500 mg

    Inj. Piracetam 3x3 gram

    Plasmin 3x1

  • Aspilet 1x80 mg

    CPG 1X75 mg

    Amlodipine 1x10 mg

    Fisioterapi

    Terapi wicara

    I. PROGNOSIS

    Ad vitam : Dubia ad bonam

    Ad functionam : Dubia ad malam

    Ad sanationam : Dubia ad malam

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    PENDAHULUAN

    Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersring ke tiga di negara

    Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan.Menurut American

    Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun, dan 500.000

    penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di

    Amerika adalah 50- 100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai

    menurun sejak

    awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun hingga

    5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian

    penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik terhadap faktor resiko

    penyakit stroke.1

    Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan

    prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitia yang

    minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke

    pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar

    50/100.000 penduduk. Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes

    RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di

    Indonesia.1

    Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan yang tepat

    pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan pengetahuan tentang

    patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan pencegahan dan pengobatan tersebut,

    agar dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.1

    DEFINISI

    Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal atau global yang timbul akibat

    gangguan aliran darah di otak (bukan oleh karena tumor atau trauma kepala) dengan

    manifestasi hemidefisit motorik, dapat disertai dengan atau tanpa hemidefisit sensorik,

    kelumpuhan saraf otak, aphasia, dan penurunan kesadaran.2

  • Stroke juga dikenal sebagai serangan serebrovaskuler (CVA), yang terjadi ketika

    suplai darah ke bagian otak terhenti. Hal ini akan menyebabkan kematian sel dalam beberapa

    menit. Kerusakan otak akibat stroke bisa berlanjut hingga beberapa hari setelah serangan.2

    EPIDEMIOLOGI

    Di Amerika Serikat frekuensi stroke pertama adalah lebih dari 400.000 per tahun.

    Jumlah ini akan meningkat menjadi satu juta per tahun pada tahun 2050. Namun, insiden

    stroke di seluruh dunia tidak diketahui.3

    Stroke adalah penyebab kematian yang utama ketiga dan penyebab utama kecatatan di

    Amerika Serikat. setelah penyakit jantung dan kanker pada kelompok usia lanjut, sedangkan

    di Indonesia menduduki peringkat pertama.Usia harapan hidup bertambah akibat

    keberhasilan dan kemajuan di bidang sosial ekonomi, serta perbaikan di bidang pangan. Hal

    ini mempunyai dampak dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut. 3,4

    Penyakit serebrovaskuler adalah penyebab kematian kedua di seluruh dunia pada

    tahun 1990, yang membunuh lebih dari 4,3 juta orang. Penyakit ini juga penyebab kelima

    hilangnya produktivitas, sebagaimana diukur dengan disability-adjusted life years (DALYs).

    Pada tahun 1990, penyakit kardiovaskuler menyebabkan 38,5 juta DALY di seluruh dunia. 3

    Resiko stroke lebih tinggi pada pria ketimbang wanita. Walaupun stroke sering

    dianggap penyakit yang dialami orang tua, 25% stroke terjadi pada orang yang berusia di

    bawah 65 tahun. 3

    KLASIFIKASI

    1. Stroke Iskemik Tipe Emboli

    Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, atau dari sirkulasi sisi-kanan

    (paradoxical emboli). Sumber-sumber emboli kardiogenik adalah trombus valvular

    (misalnya, pada stenosis mitral, endokarditis, prosthetic valve); trombus mural (misalnya,

    pada infark miokard fibrilasi atrium, kardiomiopati dilatasi); dan atrial myxoma. Infark

    miokard berbubungan dengan 2-3% insiden stroke emboli, yang terjadi 85% pada bulan

    pertama setelah infark miokard. 4

    Infark lakunar bertanggung jawab atas 13-20% dari semua infark serebri dan biasanya

    melibatkan pembuluh darah kecil pada subkorteks serebri dan batang otak. Infark lakunar

    sering terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil, seperti diabetes dan

    hipertensi. Emboli halus atau proses in situ yang disebut lipohyalinosis diduga

  • menyebabkan infark lakunar. Sindrom lakunar yang paling sering adalah stroke motorik

    murni, sensoris murni, dan hemiparesis ataksik. 4

    2. Stroke Iskemik Tipe Trombosis

    Tempat yang paling sering terjadi oklusi trombosis adalah titik-titik percabangan arteri

    serebri, khususnya pada distribusi arteri karotis interna. Stenosis arterial (yaitu, turbulensi

    aliran darah), atherosklerosis, dan perlengketan platelet menyebabkan pembentukan

    bekuan darah yang menyumbat arteri tersebut. Penyebab trombosis yang kurang sering

    adalah polisitemia, sickle cell anemia, defesiensi protein C, displasia fibromuskular pada

    arteri-arteri serebri, dan vasokonstriksi lama pada migren. Setiap proses yang

    menyebabkan diseksi arteri serebri juga dapat menyebabkan stroke trombosis (misalnya,

    trauma, diseksi aorta thorakal, arteritis). Kadangkala, hiperfusi distal ke arteri yang

    stenosis atau tersumbat atau hiperfusi pada regio yang rentan antara kedua batas arteri

    serebri dapat menyebabkan stroke iskemik.4

    PATOFISIOLOGI

    Adanya plak atherosklerosis pada percabangan arteri-arteri akan sangat membantu

    timbulnya trombosis dan oklusi pada tempat-tempat tersebut. Pada ondartertis luetika dinding

    arteri itu pula menebal berkat adanya radang leutik. Lumennya akan menyempit sehingga

    memudahkan timbulnya trombosis dan oklusi di daerah tersebut. 5

    Pada periarteritis tuberkulous, berkat radang tuberkuleus di sekitar arteri itu, dinding

    arteri juga akan menebal dan lumennya akan menyempit, yang akan memudakan terjadi

    trombosis dan oklusi. 5

    Pada arteritis primer Takayasu ditemukan suatu poliarteritis oklusif primer (sebab

    tidak diketahui) pada cabang-cabang dari arkus aorta. Sewaktu-waktu juga dikira bahwa

    sebab dari suatu trombosis adalah suatu tromboangiitis obliterans (Burger).5

    Pada suatu stroke juga selalu hendaknya diperhatikan apakah penderita itu tidak pula

    menderita (a) hipertensi, (b) penyakit jantung, (c) diabetes mellitus, (d) dan

    hiperkolesterolemia. 5

    Infark serebri biasanya terjadi pada orang tua. Usianya biasanya telah melebihi 60

    tahun. Bila infark itu dijumpai pada orang muda, harus diingat kemungkinan-kemungkinan

    lain, seperti endaeteritis leutika, periarteritis tuberkulosa atau Takayasu. 5

    Suatu trombosis serebri memperlihatkan awitan (onset) yang khas. Penyakit ini

    hampir selalu mulai di waktu bangun tidur atau paling sedikit sewaktu inaktif (tidak bekerja

  • dan lain-lain). Sebabnya sewaktu tidur tensi darah itu selalu akan menurun dan memudahkan

    timbulnya suatu trombosis. 5

    Tidak jarang terjadi seseorang penderita yang mula-mula dirawat karena infark

    jantung, tidak lama kemudian pula mendapat trombosis serebri. Di sini pula suatu penurunan

    tensi sewaktu mendapat infark jantung memudahkan timbulnya trombosis serebri. 5

    Di samping itu kemungkinan stroke itu ditimbulkan oleh suatu embolus harus selalu

    diingat. Faktor-faktor yang memudahkan timbulnya suatu trombosis serebri adalah (Trias dari

    Circhow):5

    a. Kelainan pada pembuluh darah (seperti atherosklerosis atau suatu radang

    leutik/tuberkulus dan lain-lain)

    b. Kelainan pada darah (polisitemia, hiperkoaglasi seperti semasa nifas dan sewaktu

    mempergunakan pil KB dan lain-lain)

    c. Perlambatan pada aliran darah (seperti sewaktu tidur, shok misalnya sewaktu

    mendapat infark jantung dan menderita gastroenteritis yang ganas dan lain-lain)

    MANIFESTASI KLINIS

    Trombosis suatu arteri tertentu akan memberikan gejala yang khas bagi penyumbatan arteri

    tersebut. 5

    1. Trombosis A. Karotis interna

    Pada penderita muda yang memiliki sirkulus arteriosus Willisi yang baik, tidak akan

    tampak suatu defisit neurologis. Pada orang yang telah lanjut umurnya dan memiliki

    sirkulus arteriosus Willisi yang tidak dapat lagi berfungsi dengan baik akan tampak

    gejala-gejala seperti berikut: 5

    a. Hemiplegia di sisi kontraleteral

    b. Afasia, bila a. karotis interna yang tersebut ini memperdarahi hemisfer yang dominan

    c. Buta (amaurosis) pada mata di sisi ipsilateral. Ini timbul karena ikut sertanya

    tersumbat a. oftalmika di sisi ipsilateral.

    2. Trombosis A. serebri anterior

    Gejala-gejala yang akan tampak: 5

    a. Monoplegi tungkai di sisi kontralateral. (mungkin pula tampak suatu hemiparese

    dengan monoplegi pada tungkai dan monoparese pada tangan di sisi kontralateral)

    b. Hemianestesia atau gangguan sensibilitas yang terbatas pada kaki di sisi kontralateral

    3. Trombosis A. serebri media

  • Gejala-gejala yang akan tampak adalah: 5

    a. Hemiparese kontralateral

    b. Hemianestesia kontralateral

    c. Afasia, bila yang tersumbat adalah a. serebri media di hemisfer yang dominan.

    4. Trombosis A. serebri posterior

    Gejala-gejala yang akan tampak adalah: 5

    a. Transient hemiparesis di sisi kontralateral

    b. Transient hemianestesia di sisi kontralateral.

    c. Hemianopsi homonim dengan bagian sentral yang bebas

    d. Afasia motorik, bila a. serebri posterior yang tersumbat adalah di hemisfer yang

    dominan

    5. Trombosis A. serebellaris posterior inferior

    Trombosis a. serebellaris posterior inferior akan menimbulkan sindrom Wallenberg,

    dengan gejala-gejala: 5

    a. Hemihipestesi alternans

    b. Parese N. IX dan N. X di sisi homolateral.

    c. Vertigo

    d. Ataksia (di sisi homolateral)

    e. Horner di sisi homolateral

    6. Trombosis A. serebellaris superior

    Trombosis arteri ini akan memperlihatkan: 5

    a. Ataksia hemiserebelaris ipsilateral

    b. Hemianestesia kontralateral

    7. Trombosis A. basillaris

    Akan memperlihatkan: 5

    a. Vertigo

    b. Anestesia di seluruh tubuh

    c. Tetraplegia

    d. Koma dengan pupil yang isokor dan kecil

    8. Trombosis A. spinalis anterior

  • Trombosis a. spinalis anterior akan menimbulkan mielomalasia dengan gejala-gejala : 5

    a. Paraplegia

    b. Gangguan sensibilitas (semua kualitas) setinggi lesi

    c. Gangguan miksi, defekasi, dan fungsi genitalia.

    TATALAKSANA STROKE ISKEMIK

    Manajemen Stroke di IGD

    Manajemen stroke iskemik fase akut sama halnya seperti serangan stroke iskemik yang

    pertama yaitu dilakukan ABC sesuai dengan kedaruratan. 6

    a. Airway and Breathing.

    Pembebasan jalan napas bagian atas merupakan prioritas yang pertama supaya bersih dan

    bebas hambatan, setelah itu dilakukan penilaian tingkat kesadaran, kemampuan bicara

    dan kontrol pernapasan dengan cepat hanya dengan menanyakan nama dan alamat

    penderita. Pemeriksaan orofaring dan mulut dilakukan untuk melihat sisa makanan, gigi

    palsu yang lepas dan benda asing di mulut. Perlu diperhatikan bahwa pemasangan gudel

    dapat merangsang gag-reflek yang agak sulit ditoleransi penderita.

    b. Sirkulasi :

    stabilitasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang adekuat. Termasuk

    komponen sirkulasi adalah denyut nadi, frekuensi detak jantung dan tekanan darah. Jadi

    pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan kedua sisi, jika terjadi perbedaan nyata maka

    kemungkinan terdapat diseksi aorta atau karotis. Keadaan ini seterusnya bermanifestasi

    terhadap kedaruratan neurologi.

    Prinsip perawatan dan pengobatan umum pada stroke akut adalah mempertahankan

    kondisi agar dapat menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta makanan yang cukup agar

    metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis, ini dilakukan:6

    1. Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC

    2. Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiratorius dan urinarius

    3. Menjamin nutrisi, cairan, dan elektrolit yang stabil dan optimal.

    4. Mencegah dekubitus dengan trombosis vena dalam

    5. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat antasida/pump inhibitor/

  • 6. Menilai kemampuan menelan penderita, untuk menentukan apakah dapat diberikan

    makanan per oral atau dengan NGT.

    Karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka harus dilakukan

    evaluasi dan diagnosis klinik yang cepat, sistemik dan cermat, meliputi:7

    1. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas saat serangan, gejala

    lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan, gangguan visual,

    penurunan kesadaran, serta faktor- faktor resiko stroke (hipertensi, hiperkolesterol,

    diabetes, dll).

    2. Pemeriksaan Fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.

    Pemeriksaan kepala dan leher (misal cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,

    dan tanda- tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan dada

    (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.

    3. Pemeriksaan Neurologik dan Skala stroke, Pemeriksaan neurologik terutama

    pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara jalan,

    refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini

    adalah NIHSS (NATIONAL Institutes of Health Stroke Scale).

    Terapi Trombolitik

    Satu-satunya obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian r-TPA

    (recombinant-tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut dengan

    syarat-syarat tertentu baik I.V maupun intra arteri dalam waktu kurang dari 3 jam setelah

    onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran trombus dan reperfusi

    jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan ireversibel pada otak yang terkena terutama

    penumbra. 9

    Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.

    Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid. Obat ini diharapkan akan

    memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan trombus baru. Efek

    antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil

    pembentukan fibrin dan propagasi trombus. Binding heparin dengan AT III menginaktivasi

    enzim-enzim, sehingga koagulasi meningkat, yang bekerja terhadap thrombin (Iia), Faktor X

    a dan Faktor IX a. Pada saat ini para ahli belum merekomendasikan terapi antikoagulan pada

    stroke dan sepakat memberikan untuk mengobati trombus vena dalam yang merupakan

    komplikasi/penyulit stroke akut. 9

  • Gambar 1: Mekanisme Kerja r-TPA2

    Terapi Antikoagulan

    Pada fase akut stroke iskemik, heparin merupakan antikoagulan yang serung dipakai.

    Alasan pemakaiannya adalah (1) heparin mengurangi frekuensi DVT dan emboli pulmonal,

    (2) mencegah dan memperkecil pembentukan trombosis intraarterial pada penderita stroke

    dengan demikian mencegah perburukan stroke (karena propagasi trombus). Dalam hal ini

    sampai sekarang, heparin belum terbukti mempengaruhi keluaran stroke iskemik (embolik)

    dan masih kontroversial.

    Pemberian heparin pada stroke kardio-embolik masih tetap diberikan di beberapa

    senter di Amerika dan dilakukan seperti direkomendasikan oleh Cerebral Embolism Study

    Group (1983). Perlu diingatkan bahwa bahwa perdarahan intraserebral yang cepat pada

    pemberian heparin terutama pada orang tua, hipertensi berat dan infark yang luas.

    Penggunaan heparin subkutan lebih disukai daripada intravena dan pemberian heparin

    dilakukan hanya untuk beberapa hari sambil menunggu efek oral antikoagulan yang lebih

    efisien tetapi efektivitasnya penuh setelah beberapa hari pemberian. Akhir-akhir ini

    dilaporkan oleh Kay menfaat yang lebih baik dari Fraxiparine, dervat heparin yang lebih

    stabil dengan efek samping yang lebih ringan. Pengobatan diberikan dengan pemberian

    subkutan dan meskipun belum dipakai secara luas, tetapi telah dicoba pada stroke embolik

    mendahului pemberian oral antikoagulan.

    Pemberian heparin diberikan secara intravena dimulai dengan bolus 5000 Unit dan

    selanjutnya diberikan 10.000 15.00 Unit per hari dengan mempertahankan APTT 1 - 2

    (satu setengah sampai dua setengah) kali normal selama 2-3 hari dan kemudian diberikan oral

  • antikoagulan (warfarin) dengan target INR 2-3. Biasanya dalam 2-3 hari setelah optimalisasi

    dosis warfarin, pemeberian heparin dihentikan dan pengobatan diteruskan dengan oral

    antikoagulan.10

    Tatalaksana Edema Serebri

    Tidak ada terapi medis spesifik yang direkomendasikan untuk penggunaan rutin yang pada

    pasien dengan stroke iskemik akut, kecuali aspirin.11

    Osmotik diuretik, terutama manitol, adalah salah satu agen yang secara luas

    digunakan pada pengobatan edema serebri. Manitol bisa menurunkan tekanan intrakranial

    dengan menurunkan semua isi air dan volume cairan serebro spinal dan dengan menurunkan

    volume darah berhubungan dengan vasokonstriksi. Manitol juga meningkatkan perfusi

    serebral dengan menurunkan viskositas atau dengan mengubah reaksi sel darah merah.

    Sebagai agen pengusir radikal bebas, manitol berperan sebagai pelindung melawan jejas

    biokimia. 11

    Manitol dilaporkan bisa menurunkan edema serebri, ukuran infark dan defisit

    neurologi pada beberapa contoh experimental dari stroke iskemik, walaupun pertama kali

    diberikan dalam waktu 6 jam setelah onset stroke. 11

    Edema serebri pada manusia diterapi dengan manitol yang diketahui bisa menurunkan

    tekanan intrakranial beberapa penyakit dan diketahui bisa menurunkan case falality pada

    edema serebri berhubungan dengan gagal hepatik. Pada penelitian stroke arteri teritori serebri

    media, mordalitas terapi yang mencakup osmothy pada awalnya efektif tetapi kontrol tekanan

    intrakranial tetap dilakukan pada jumlah kecil pasien. 11

    Komplikasi paling biasa dari terapi manitol ialah ketidakseimbangan cairan dan

    elektrolit, edema kardiopulmonal dan rebound edema serebri. Manitol juga bisa

    menyebabkan gagal ginjal pada dosis terapetik dan reaksi hipersensitivitas bisa terjadi.

    Walaupun ada beberapa laporan yang tidak dapat membuktikan efek yang menguntungkan

    dari manitol pada stroke iskemik/hemoragik. American Heart Assosiation merekomendasikan

    penggunaan manitol secara luas digunakan pada stroke akut di seluruh dunia. Hampir 70%

    dari dokter di Cina menggunakan manitol atau gliserol secara rutin pada stroke akut dan

    manitol digunakan secara rutin pada stroke akut pada beberapa negara Eropa

    Teknik Pemberian

    Diuretik osmotik (Manitol 20%)

    Dosis : 0,5 -1 gr/kg BB diberikan dalam 30

  • Untuk mencegah rebound diberikan ulangan manitol setelah 6 jam dengan dosis 0,25-0,5

    gr/kg BB dalam waktu 30 detik.

    Baik kelompok Mathew/Meyer di luar negeri maupun kelompok penulis di Jakarta,

    memperoleh hasil yang cepat dan sempurna dalam memulihkan fungsi serebral pada

    penderita dengan stroke iskhemik pada tahap dini. Bukti-bukti telah diperoleh bahwa terapi

    glycerol baik per oral (1,5 g/Kg/BB sehari), maupun per infus sebagai larutan glycerol dalam

    larutan garam fisiologik (500 cc sehari dalam 5-6 jam) memperbaiki CBF dan juga

    metabolisme serebral di kawasan yang iskhemik. Keuntungan yang didapatkan disertai

    perbaikan dan lonjakan pemakaian O2 sehingga meniadakan produksi asam laktat yang cepat

    mengakibatkan timbulnya edema serebri regional. Juga restorasi fosfat anorganik telah

    terbukti dipercepat oleh glycerol, sehingga terjadi sintesis fosfolipid di dalam kawasan

    iskhemia serebri. Pada penderita diabetes yang mengidap stroke, glycerol memberikan

    keuntungan lebih besar, oleh karena glycerol merupakan sumber karbohidrat yang

    menimbulkan hiperglikemia/glukosuria. Bagi penderita stroke yang hipertensif dan

    mempunyai gangguan ginjal, glycerol bertindak sebagai diuretikum. Manfaat glycerol

    tersebut di atas tidak atau jarang disertai efek samping yang berbahaya. Cara penggunaannya

    adalah sebagai berikut : 11

    a. Penggunaan per oral :

    Dosis : 1,5 gram/kgBB sehari diberi dalam 3 atau 4 angsuran

    Cara pemberian : 25-30 cc glyserol dilarutkan dalam 200 cc air dan diminum sekaligus atau

    dicicil asal habis dalam sampai 1 jam, tiga kali sehari, selama 10 hingga 15 menit.

    Catatan: gliserol adalah sama dengan glyserine.

    b. Penggunaan per infus:

    Dosis : 500 cc 10% glyserol (Biomedis, TNI, Jakarta) sehari.

    Cara pemberian : Infus tetes, 30 tetes per menit sehingga habis dalam 5-6 jam. Diberikan 500

    cc setiap hari, selama 5 hari berturut-turut, kemudian pemberian infus dihentikan selama 2

    hari dan selanjutnya dapat diteruskan selama 5 hari lagi secara berturut-turut. 11

    Dengan pemberian glyserol per os tida dijumpai efek samping. Pemberian per infus,

    adakalanya menimbulkan hemoglobinuria. Cara mengatasinya ialah sebagai berikut:

    encerkan glyserol 10% itu dengan larutan garam fisiologik melalui penampung yang

    menerima tetesan baik dari botol glyserol 10% maupun dari botol larutan garam fisiologik

    tambahan. Perbaikan fungsi serebral dapat disaksikan setelah pemberian infus glycerol

    pertama. Jika setelah pemberian infus kelima sudah diperoleh perbaikan yang sempurna,

  • maka orangsakit tidak diberikan infus lagi. Dalam hal ini orangsakit dapat dipulangkan

    setelah 5-7 hari rawatan rumah sakit. Jika perbaikan lebih lanjut masih diharapkan, maka

    infus glycerol diteruskan sampai orangsakit menerima 10 kali. Menurut pengalaman

    pemberian infus lebih dari 10 kali tidak efektif, oleh karena kalau dengan 10 kali infus

    glycerol tidak lagi didapati kemajuan, pemberian-pemberian berikutnya hanya berarti

    penghamburan uang. 11

    Steroid dapat dicoba, steroid diharapkan dapat mengurangi edema vasogenik, steroid

    dapat meredakan edema serebri yang mengelilingi infark atau daerah dimana sel membran

    tidak sepenuhnya rusak. Efikasi steroid meragukan; peningkatan resiko perdarahan, infeksi

    dan eksaserbasi diabetes dilaporkan ketika steroid digunakan pada pasien stroke. Pada kasus-

    kasus tertentu seperti anak muda, ada edema yang sangat impressive melaporkan zona

    infarknya masih kecil. Pada kasus-kasus jarang seperti ini, steroid dapat menolong. 11

    Dosis steroid yang diberikan adalah 8-10 mg IV, diikuti 4 mg/6 jam im untuk 10 hari.

    Tapperly off (penyusutan bertahap dosis sampai berhenti sama sekali) dilakukan sekitar 7

    hari. 11

    Terapi antiplatelet

    Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru-baru ini sangat

    dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST (International Stroke Trial) dan CAST (Chinese

    Aspirin Stroke Trial) memberikan bahwa pemberian aspirin pada fase akut menurunkan

    frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke akut. 10

    Analisis gabungan dari hasil IST dan CAST menunjukkan bahwa kematian dini,

    stroke rekuren, atau kematian lambat dapat dicegah pada 1 pasien dengan stroke akut dengan

    memberikan aspirin pada 100 pasien dengan stroke akut.10

    Terapi Neuroprotektor

    Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang kedua adalah dengan obat-obat

    neuroproteksi: yaitu obat-obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan

    kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini berperan dalam menginhibisi

    dan mengibah reversibilitas neuronal yang menganggu akibat ischemic cascade. Termasuk

    dalam kaskade ini adalah kegagalan hemostasis kalsium, produksi berlebih radikal bebas,

    disfungsi neurotransmitter, edema serebri, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi

    mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan

    dapat berlangsung sampai 10 hari. 10

  • Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:10

    a. Ca-channel blocker, nimodipin: manfaat pada stroke iskemik kurang meyakinkan.

    b. Obat-obat antagonis pre sinaptik dari Excitatory Amino Acid (EAA) seperti

    phenytoin, lubeluzole, dan propentophiline kesemuanya ternyata juga kurang efektif pada

    uji klinik. Sedangkan obat antagonis post-sinaptik terhdap EAA seperti Cerestat,

    dizocilpime, dextorphan, dextrometorphan, selfotel dan eliprodil telah ditinggalkan

    karena kurang efektif dan mempunyai potensi efek samping yang serius.

    c. Obat-obat yang mensupresi pelepasan asam arakhidonat dan membran sel seperti

    prostasiklin ternyata tidak bermanfaat sebagai vasodilator (efek hipotensif) maupun

    sebagai antiplatelet, pada stroke iskemik akut.

    d. Obat-obat anti radikal bebas seperti lazaroid seperti tyrilazad mesylat dan

    propentofyline, keduanya tidak dapat digunakan karena tidak efektif.

    Secara umum dapat dikatakan, saat ini belum ada obat-obat neuroprotektif yang dapat

    dipakai pada iskemik stroke akut meskipun pada binatang percobaan jelas mempengaruhi dan

    memperbaiki sel-sel penumbra.10

    Di samping obat-obatan di atas, telah ada dilaporkan usaha pengobatan dengan tujuan

    memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme regional di daerah iskemia otak.10

    Obat-obat ini misalnya: Citicoline, Pentoxyfilline, Pirasetam. Penggunaan obat ini

    melalui beberapa percobaan klinis dianggap bermanfaat, dalam skala kecil. Seperti halnya

    dengan obat-obat lain pada stroke akut, variasi penderita dan sulitnya memperoleh sampel

    yang identik dan kecilnya jumlah penderita yang diselidiki menyebabkan hasil-hasil terapi

    yang kontroversial.10

    Di masa yang akan datang diperlukan metode penelitian yang lebih seksama dan

    percobaan dalam skala besar, akan dapat membantu menentukan efek obat-obat ini secara

    lebih teliti. 10

    PROGNOSIS

    Prognosis setelah terjadi stroke iskemik akut sangat beragam, tergantung pada

    keadaan premorbid, keparahan stroke, usia, dan komplikasi-komplikasi post-stroke. 11

    Angka kematian: pada penelitian stroke Framingham and Rochester, angka kematian

    keseluruhan pada 30 hari setelah stroke adalah 28 persen. Angka kematian 30 hari setelah

    stroke iskemik adalah 19 persen. Angka harapan hidup 1 tahun pada pasien dengan stroke

    iskemik pada penelitian Framingham adalah 77%. 11

  • Morbiditas: pada orang yang selamat dari stroke pada Framingham Heart Study, 31

    persen butuh bantuan untuk dirinya, 20 % butuh bantuan saat berjalan, dan 71 persen

    mengalami gangguan kemampuan vokasional pada follow-up jangka panjang. 11

    DEFINISI AFASIA

    Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia.

    Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau muncul sendiri.

    ETIOLOGI

    Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan berbahasa diatur.

    Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.

    PATOFISIOLOGI

    Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri

    Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.

    Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.

    Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk

  • impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.

    Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area Wernicke.

    KLASIFIKASI

    Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan kepada:

    Manifestasi klinik

    Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

    Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik

    Gambar 1. Area pengaturan bahasa pada otak. Lesi pada area ini akan menyebabkan afasia

    Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas:

    Afasia tidak lancar atau non-fluent

    Afasia lancar atau fluentBerdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan:

    Sindrom afasia peri-silvian

  • o Afasia Broca (motorik, ekspresif)

    o Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)

    o Afasia konduksi

    Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)

    o Afasia transkortikal motorik

    o Afasia transkortikal sensorik

    o Afasia transkortikal campuran

    Sindrom afasia subkortikal

    o Afasia talamik

    o Afasia striatal

    Sindrom afasia non-lokalisasi

    o Afasian anomik

    o Afasia global

    Sebagai tambahan, ada yang disebut dengan parafasia. Parafasia ialah mensubstitusi kata. Ada 2 jenis parafasia, yaitu parafasia semantik (verbal) dan parafasia fonemik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata dengan kata lain, misalnya kucing dengan anjing. Parafasia fonemik ialah mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi lain, misalnya bir dengan kir

    DIAGNOSIS

    Diagnosis afasia ialah berdasarkan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.

    Manifestasi Klinik

    Afasia tidak lancar. Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.Gambaran klinisnya ialah:

    Pasien tampak sulit memulai bicara

    Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)

    Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks

    Artikulasi umumnya terganggu

  • Irama bicara terganggu

    Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks

    Pengulanan (repetisi) buruk

    Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk

    Afasia lancar. Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali. Gambaran klinisnya ialah:

    Keluaran bicara yang lancar

    Panjang kalimat normal

    Artikulasi dan irama bicara baik

    Terdapat parafasia

    Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk

    Repetisis terganggu

    Menulis lancar tadi tidak ada arti Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar dan tertegun-tegun: mana... rokok... beli.Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar: rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan

    Afasia Broca (motorik, ekspresif).

    Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca tidak terganggu, tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia Broca ialah bergaya afasia non-fluent.

    Afasia Wernicke (sensorik, reseptif).

    Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti apa yang dia sendiri katakan. Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia fluent.

    Afasia global

    Adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara berulang- ulang, misalnya baaah, baaah, baaah atau maaa, maaa, maaa. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global hampir selalu disertai dengan hemiparese atau hemiplegia.

  • Pemeriksaan tambahan

    Pemeriksaan laboratorium, hanya diperlukan tergantung dari penyebab kerusakan otaknya. Diagnosis afasia terutama berasal dari pemeriksaan klinik dan kejiwaan karena afasia merupakan tanda klinis.

    Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi lesi dan mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography) Scan efektif untuk mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang sudah lebih dari 48 jam. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi stroke sesegera mungkin sampai 1 jam setelah onset. Penggunaan kontras mungkin perlu untuk mendeteksi tumor.

    PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya, misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.

    Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara.

    Prinsip umum dari terapi wicara adalah:

    Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan jumlah hari yang lebih banyak pula.

    Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.

    0 Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.

    PROGNOSA

    Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut.

    Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Japardi, Patofisiologi stroke infark akibat tromboemboli. USU digital library. 2002.

    2. Always, 2009. Stroke essentials for primary care, current clinical practice, Humana

    Press, USA.

    3. Weiner, HL. Stroke, dalam Buku Saku Neurologi, Edisi 5, Penerbit EGC, Jakarta,

    2001

    4. Jauch, EC. Acute stroke management, dalam www.eMedicine.com, Updated MAY

    24, 2005.Diakses pada 25 Mei 2011.

    5. Mardjono, Mahar dan Sidharta Priguna, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat,

    Jakarta, 1997

    6. Adams, Guidelines for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke: A

    Guideline From the American Heart Association/ American Stroke Association

    Stroke Council, Clinical Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and

    Intervention Council, and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality

    of Care Outcomes in Research Interdisciplinary Working Groups: The American

    Academy of Neurology affirms the value of this guideline as an educational tool for

    neurologists. Stroke 2007;38;1655-1711.

    7. American Stroke Association. Stroke, 2000. Dikutip dari stroke. ahajournals.org.

    8. Guidelines Stroke 2007, PERDOSSI. Diunduh dari http://dc118.4shared.com/img/-

    DDtRwSP/preview.html

    9. Gordon, NF. Apakah Stroke Itu? Dalam Stroke : Panduan Lengkap, PT Rajagrafindo

    Persada, Jakarta, 2000

    10. Wibowo, S. Bofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika.

    2001.

    11. Sidharta, P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat 2004.