tinjauan akurasi kode diagnosis utama pasien ... - …
TRANSCRIPT
TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT
INAP BERDASARKAN ICD-10 BANGSAL DAHLIA DI BADAN RSUD
SUKOHARJO PERIODE TRIWULAN IV TAHUN 2007
Retno Dwi Astuti1, Riyoko
2, Dewi Lena SK
2
Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar1, Dosen APIKES Mitra Husada Karanganyar
2
ABSTRAK Hasil pelayanan kesehatan pasien akan dicatat dalam dokumen rekam medis pasien, yang
nantinya akan ditentukan kode diagnosis dari kondisi atau penyakit pasien tersebut oleh petugas
koding setelah selesai pelayanan. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui keakuratan kode
diagnosis utama pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo
periode triwulan ke IV tahun 2007.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode observasi dan pendekatan yang
digunakan adalah retrospektif. Populasi dari penelitian ini adalah 159 dokumen rekam medis dan
besar sample 114 dokumen rekam medis yang ditentukan dengan menggunakan rumus slovin.
Tehnik pengambilan sample secara non random sampling.
Prosentase kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo yang akurat
sebesar 63 (55%), kode diagnosis utama yang tidak akurat sebesar 47 (41%) serta diagnosis utama
yang tidak dikode sebesar 4 (4%). Ketidakakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal
Dahlia di BRSUD Sukoharjo terdiri dari kesalahan pada Bab sebesar 6 (13%), pada Blok sebesar
5 (11%), pada Sub Blok sebesar 13 (28%), serta kesalahan pada Digit keempat sebesar 22 (47%).
Ketidak akuratan kode diagnosis utama terbesar terletak pada kesalahan Digit keempat, maka
diharapkan coder dalam mengkode diagnosis utama lebih memperhatikan kode Digit keempat
pada ICD-10 agar diperoleh kode yang tepat dan akurat. Ketidakakuratan kode diagnosis utama
tersebut disebabkan kurang tepatnya coder dalam menentukan kondisi utama serta tidak
digunakannya aturan reseleksi (MB1– MB5)
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa keakuratan kode diagnosis utama pada RM1 Bangsal Dahlia
di BRSUD Sukoharjo perlu ditingkatkan lagi. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara
memperhatikan prosedur tetap atau kebijakan rumah sakit yang telah dibuat dan meningkatkan
kualitas SDM dengan pelatihan atau pembelajaran tentang pengkodean diagnosis utama pasien
berdasarkan ICD-10. Perlu juga dibuatkan daftar singkatan diagnosis utama yang sering digunakan
oleh dokter untuk memudahkan coder dalam mengkode serta alokasi ruangan yang baik untuk
menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi petugas koding sehingga produktifitas yang
diinginkan dapat tercapai.
Kata Kunci : Diagnosis, akurasi kode, ICD-10
Kepustakaan : 13 (1991 – 2008)
PENDAHULUAN
Salah satu alasan pasien datang ke
pelayanan kesehatan adalah untuk
memeriksakan kondisi kesehatannya dari
penyakit yang diderita maupun cedera
seperti kecelakaan, penganiayaan, keracunan
dan lain- lain. Hasil pelayanan kesehatan
pasien akan dicatat dalam dokumen rekam
medis pasien, yang nantinya akan
ditentukan kode diagnosis dari kondisi atau
penyakit pasien tersebut oleh petugas koding
setelah selesai pelayanan.
Dalam mengkode diagnosis pasien,
petugas koding menggunakan buku ICD-10
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 1
yang sesuai dengan SK Dirjen YanMed no.
HK.00.051.4.00744 tahun 1996 tentang
“Penggunaan klasifikasi internasional
mengenai penyakit revisi ke sepuluh (ICD-
10) di rumah sakit”. Petugas koding harus
mampu menentukan diagnosis utama pasien
yang tercatat dalam dokumen rekam medis
pasien rawat inap. Diagnosis utama adalah
jenis penyakit utama yang diderita pasien
setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih
mendalam. Diagnosis utama dilihat pada
formulir ringkasan masuk dan keluar atau
resume. Diagnosis inilah yang harus dikode
secara akurat oleh petugas koding.
Diagnosis yang akurat adalah diagnosis yang
dapat dipertanggungjawabkan karena sudah
didukung pemeriksaan yang lengkap. Hasil
koding ini selanjutnya akan digunakan
sebagai acuan petugas rekam medis untuk
mengelompokkan diagnosis pasien tersebut
dalam kartu indeks penyakit. Kartu indeks
penyakit inilah yang akan digunakan untuk
menghitung berbagai angka statistik rumah
sakit atau menelusuri data dan informasi
tentang diagnosis tertentu untuk berbagai
keperluan.
Pengkodean diagnosis utama pasien
rawat inap di Badan Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo sering tidak sesuai dengan
kode pada ICD-10 khususnya pada kode
digit keempat. Ketidakakuratan kode
diagnosis utama tersebut disebabkan kurang
tepatnya coder dalam menentukan kondisi
utama serta tidak digunakannya aturan
reseleksi (MB1– MB5). Kesalahanan dalam
pengkodean ini dapat berpengaruh dalam
pelaporan statistik rumah sakit.
Apabila dalam mengkode diagnosis tidak
akurat maka dalam pembuatan laporan
morbiditas, mortalitas serta penghitungan
berbagai angka statistik rumah sakit akan
salah atau tidak akurat. Untuk menghasilkan
koding diagnosis yang akurat maka petugas
koding membutuhkan beberapa informasi
tambahan yaitu mengenai What, Why, Who,
Where, When (5W), How (1H). Sehingga
apabila kode diagnosisnya akurat maka
laporan yang dihasilkan juga sesuai.
Berdasarkan penelitian (Aprilia, 2003)
prosentase keakuratan kode diagnosis utama
sebesar 70% maka keakuratan kode
diagnosis penyakit akan mempengaruhi
kualitas laporan yang akan digunakan untuk
evaluasi pelayanan. Hal inilah yang
mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Tinjauan Akurasi
Kode Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap
Berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di
Badan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo Periode Triwulan Pertama Tahun
2007”.
Tujuan penelitian adalah mengetahui
keakuratan kode diagnosis utama pasien
rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal
Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo periode triwulan ke IV
tahun 2007, Mengetahui jenis
pengelompokan diagnosis yang tercantum
dalam RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD
Sukoharjo, mengetahui tata cara pengkodean
mengenai diagnosis utama berdasarkan ICD-
10 di BRSUD Sukoharjo, mengetahui
keakuratan kode diagnosis utama pada RM 1
Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo,
2 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
mengetahui prosentase kode diagnosis
utama yang akurat dan tidak akurat Bangsal
Dahlia di BRSUD Sukoharjo, mengetahui
faktor- faktor yang mempengaruhi
keakuratan kode diagnosis utama di BRSUD
Sukoharjo.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rekam Medis
Dalam penyelenggaraan pelayanan di
rumah sakit tidak lepas dari peran serta
tenaga rekam medis. Menurut Permenkes
No. 269 MENKES/ PER/III/2008 rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan
dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien. (Depkes RI, 2008).
Sedangkan menurut Dirjen Yanmed No
78 TH 1991, pengertian rekam medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan,
diagnosis, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang diberikan kepada
seseorang pasien selama dirawat di rumah
sakit yang dilakukan di unit-unit rawat jalan
termasuk unit gawat darurat dan unit rawat
inap. (Sabarguna B, 2005).
B. Koding Berdasarkan ICD-10
Koding adalah pemberian penetapan
kode dengan menggunakan huruf atau angka
atau kombinasi huruf dalam angka yang
mewakili komponen data kegiatan dan
tindakan serta diagnosis yang ada di dalam
rekam medis harus diberi kode dan
selanjutnya di indeks agar memudahkan
pelayanan pada penyajian informasi untuk
menunjang pemantauan serta evaluasi
kualitas pelayanan kesehatan. (Depkes,1997)
Tujuan dari pemberian kode dengan
ICD-10 antara lain mempermudah
perekaman yang sistematis, mempermudah
analisis, interprestasi dan perbandingan data
morbiditas dan mortalitas yang dikumpulkan
dari berbagai daerah atau negara pada saat
yang berlainan serta menterjemahkan
diagnosis penyakit dari kata-kata menjadi
kode alfanumerik sehingga mudah untuk
penyimpanan, retrival dan analisis data.
(K.P.R.I. RSUD Dr. Setomo,1998)
ICD-10 edisi 1992 adalah kepanjangan
dari International Statistical Classification
of Diseases and Related Health Problem
Tenth Revision yaitu klasifikasi tentang
statistik internasional tentang penyakit dan
masalah kesehatan revisi ke-10. ICD-10
telah digunakan WHO sejak tahun 1993
dimana salah satu anggotanya adalah
Indonesia yang diharuskan menggunakan
dalam klasifikasi penyakit dan kondisi
kesehatan. Dalam praktek ICD-10
merupakan standar klasifikasi diagnosa
internasional yang berguna untuk
epidemiologi umum dan manajemen
kesehatan. Termasuk di dalamnya analisa
situasi kesehatan secara umum pada
kelompok populasi, monitoring angka
kejadian, prevalensi penyakit dan masalah
kesehatan dalam hubungannya dengan
variabel-variabel lain seperti karakteristik
dan keadaan individu yang terkena penyakit.
Hal ini juga merupakan hambatan
penggunaan ICD-10 untuk penelitian aspek
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 3
keuangan seperti pembayaran pasien atau
alokasi resources.
ICD-10 dapat digunakan untuk
klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan
lain yang terdapat pada beberapa macam
rekaman tentang kesehatan dan rekaman
vital. Dalam ICD-10 diutamakan untuk
klasifikasi penyakit dan cedera dengan
diagnosa formal tetapi tidak semua problem
atau alasan yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan dapat digolongkan
dengan cara ini. Akibatnya ICD-10
memberikan variasi yang luas mengenai,
tanda, gejala, temuan abnormal, keluhan dan
keadaan sosial yang berbeda dengan
diagnosis pada rekaman yang berhubungan
dengan kesehatan.
ICD-10 adalah klasifikasi dengan sumbu
yang bervariasi (Variable Axis
Classification) dimana data epidemiologi
dan data statistik penyakit dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Penyakit epidemi
b. Penyakit individual dan umum
c. Penyakit spesifik daerah tertentu
d. Penyakit perkembangan (development
disease)
e. Cedera
Beberapa model alternatif untuk
restruktur ICD utama telah diuji dan
keputusan akhir adalah menggunakan sistem
alfanumerik, yang akan memberikan
keseimbangan yang lebih baik bagi bab-bab
dan memungkinkan ruang yang cukup bagi
penambahan dan perubahan di masa yang
akan datang tanpa merubah kode.
Koding alfanumerik menggunakan satu
huruf yang diikuti tiga angka pada tingkat
empat karakter. Ukuran bab yang lebih besar
ditempati oleh satu angka, yang setiap
angkanya dapat menampung 100 kategori
tiga karakter. Dari 26 huruf yang tersedia, 25
telah dipakai kecuali huruf U. Hal ini untuk
mengantisipasi bila ada perubahan di masa
yang akan datang
Struktur ICD-10 dengan tiga kategori
karakter adalah:
A 23
Karakter pertama diikuti 2 angka
A s/d Z kecuali U
Kebanyakan kategori tiga karakter dibagi
lagi ke dalam subkategori untuk
memungkinkan kode dari penyakit yang
lebih spesifik, contoh :
A 35 . 9
Karakter diikuti point terakhir
pertama 2 angka angka lain
C. Faktor-faktor yang Berperan Dalam
Akurasi Kode
Untuk menghasilkan suatu kode yang
akurat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
tenaga medis, tenaga rekam medis (selaku
petugas koding), dan faktor eksternal.
1. Tenaga Medis
Penetapan diagnosa terhadap pasien
merupakan tanggung jawab tenaga medis
4 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
(Dokter, Bidan, Perawat) yang terkait dan
diagnosis tidak boleh diubah oleh karena
penulisan diagnosis harus sesuai aturan yang
terdapat dalam ICD-10.
2. Tenaga Rekam Medis
Tenaga rekam medis yang dimaksud
adalah petugas pemberi kode (koder) yang
bertangung jawab sebagai pemberi kode dari
suatu diagnosa yang sudah ditetapkan oleh
tenaga medis. Oleh karena itu harus ada
kerjasama yang baik antara koder dengan
tenaga medis jika terjadi suatu hal yang
kurang jelas atau kurang lengkap sehingga
kode yang dihasilkan akan tepat dan akurat.
3. Faktor Eksternal/ Luar
Yaitu faktor di luar petugas koding itu
sendiri, misalnya lingkungan kerja, beban
kerja dan lain-lain.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dilihat dari sifatnya
termasuk penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama menggambarkan atau
mendeskripsikan tentang keakurasian kode
diagnosis utama pada dokumen rekam medis
rawat inap berdasarkan ICD-10 secara
obyektif tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan dengan keadaan atau
variabel yang lain.
Metode penelitian ini adalah metode
observasi (pengamatan) yaitu suatu prosedur
yang terencana, yang meliputi melihat,
mengamati dan mencatat jumlah dan
aktifitas tertentu yang berhubungan dengan
keakurasian kode diagnosis utama pada
dokumen rekam medis rawat inap
berdasarkan ICD-10. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan retrospektif
karena dokumen rekam medis yang diteliti
adalah dokumen rekam medis pasien rawat
inap Bangsal Dahlia di BRSUD Sukohajo
periode triwulan IV tahun 2007.
B. Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional
Variabel dapat diartikan sebagai konsep
yang nilainya bervariasi. Definisi
Operasional adalah cara kerja atau
operasionalisme dari variabel yang kita
gunakan.
Tabel 1. Variabel Penelitian dan Devinisi
Operasional
No Variabel Definisi Operasional
1.
2.
Jenis
pengelom
pokan
diagnosis
Tata cara
pengkode
an
Berdasarkan penyakitnya,
diagnosis terdiri dari
diagnosis utama,
diagnosis komplikasi,
diagnosis kedua atau
diagnosis co-morbid.
Tata cara pengkodean
diagnosis utama pasien
rawat inap sesuai dengan
ICD-10.
3.
Akurasi
kode
diagnosa
utama
Akurasi kode diagnosis
utama di klasifikasaikan
menjadi :
a. Kode akurat adalah
penetapan kode
alfanumerik
terhadap diagnosis
pada formulir
ringkasan masuk
dan keluar sudah
sesuai dengan
aturan pengkodean
berdasarkan ICD-
10.
b. Kode tidak akurat
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 5
4.
5.
Diagnosis
Utama
Faktor
yang
mempeng
aruhi
akurasi
kode
adalah penetapan
kode alfanumerik
terhadap diagnosis
pada formulir
ringkasan masuk
dan keluar tidak
sesuai dengan
aturan pengkodean
berdasarkan ICD-
10, dan
dikategorikan
menurut kesalahan
pada Bab, Blok,
Sub Blok serta Digit
Keempat.
Diagnosis Utama adalah
Jenis penyakit utama yang
diderita pasien setelah
dilakukan pemeriksaan
yang lebih mendalam.
Faktor yang berpengaruh
dalam akurasi kode antara
lain tenaga medis, tenaga
rekam medis dan faktor
eksterna
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. (Arikunto, 2002). Populasi dari
penelitian ini adalah dokumen rekam medis
pasien rawat inap Bangsal Dahlia di Badan
Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo
periode triwulan IV tahuun 2007 yang
berjumlah 159 berkas. Sumber data (data
sekunder) untuk pengambilan nomor rekam
medis pasien rawat inap adalah buku register
di Bangsal Dahlia. Data yang dikumpulkan
adalah nomor rekam medis pasien yang
keluar rumah sakit baik hidup maupun mati
Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo pada
periode triwulan IV tahun 2007.
Besar sampel ditentukan dengan rumus
menurut Slovin:
n = N .
1 + N(e)2
Dimana:
n = Besar sampel
N = Besar populasi
e = Persen kelonggaran ketidak
telitian karena kesalahan
pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir atau
diinginkan yaitu sebesar 5%.
Dalam penelitian akurasi kode diagnosis
utama pasien rawat inap berdasarkan ICD-
10 Bangsal Dahlia Di Badan Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo periode triwulan
IV tahun 2007 terdapat 159 dokumen rekam
medis atau populasi, dari populasi ini dapat
digunakan untuk mencari sampel sebagai
berikut :
n = N .
1 + N(e)2
= 2%)5(1591
159
= 2)05,0(1591
159
= 0025,01591
159
x
= 398,01
159
= 398,1
159
= 113,7
= 114 dokumen rekam medis
6 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
Dari penghitungan sampel diatas maka
dokumen rekam medis (DRM) yang harus di
teliti sebanyak 114 DRM.
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini
pengambilan sampel dengan teknik non
random sampling, maksudnya pengambilan
sampel bukan secara acak atau random
adalah pengambilan sampel yang tidak
didasarkan atas kemungkinan yang dapat
diperhitungkan, tetapi semata - mata hanya
berdasarkan kepada segi - segi kepraktisan
belaka. Teknik non random sampling yang
digunakan yaitu teknik quota sampling,
maksudnya pengambilan sampel secara
quota dilakukan dengan cara menetapkan
sejumlah anggota sampel secara quotum
/jatah. Tehnik sampling ini dilakukan
dengan cara, pertama – tama menetapkan
quotum (jatah). Kemudian jumlah atau
quotum itulah yang dijadikan dasar untuk
mengambil unit sampel yang diperlukan.
Dalam penelitian ini sampel ditetapkan 114
dokumen rekam medis. Anggota populasi
manapun yang akan diambil tidak menjadi
soal, yang penting jumlah quotum yang
sudah ditetapkan dapat dipenuhi.
(Notoatmodjo S, 2005)
F. Teknik dan Analisis Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah
data primer yaitu diagnosis utama pada
formulir ringkasan masuk dan keluar (RM
1). Data yang terkumpul dilakukan
pengolahan dengan tahap sebagai berikut:
Pengumpulan (Collecting) adalah
mengumpulkan data yang berupa diagnosis
utama dan kode diagnosis utama yang
tertulis dalam formulir ringkasan masuk dan
keluar (RM 1) Bangsal Dahlia periode
triwulan IV tahun 2007; Edit (Editing)
adalah data-data yang diperoleh dari hasil
pengamatan terhadap diagnosis utama
pasien dilakukan pengkodean kemudian
diedit sesuai dengan tujuan penelitian ini
yaitu mengetahui akurasi kode diagnosis
utama; Klasifikasi (Classification) adalah
setelah melalui proses editing maka data
dikelompokkan menjadi dua yaitu kode
diagnosis utama akurat dan kode diagnosis
utama tidak akurat beserta jumlahnya;
Tabulasi (Tabulating) adalah dari hasil
pengelompokan berdasarkan klasifikasi kode
diagnosis utama, data diperjelas dengan
dimasukkan ke dalam tabel dan ditampilkan
dalam bentuk grafik. Kemudian dilakukan
analisis data untuk pelaporan dalam
pengambilan keputusan; Memaparkan
(Narasi) adalah memaparkan hasil penelitian
dalam bentuk kalimat.
Analisa data hasil penelitian
menggunakan analisa deskriptif yaitu
menguraikan hasil-hasil penelitian di
lapangan mengenai keakuratan kode
diagnosis utama dengan dianalisis
berdasarkan teori-teori yang relevan antara
lain ICD-10, Terminologi Medis, dan IPLK
(Ilmu Penyakit dan Laboratorium
Kesehatan).
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 7
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Jenis Pengelompokan Diagnosis yang
Tercantum pada RM 1 Bangsal Dahlia
di BRSUD Sukoharjo
Diagnosis adalah penetapan jenis
penyakit tertentu berdasarkan analisis hasil
anamnesa dan pemeriksaan yang teliti. Di
Badan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo penulisan diagnosis utama pasien
rawat inap di tulis pada formulir ringkasan
masuk dan keluar (RM 1). Diagnosis yang
terdapat pada formulir ringkasan masuk dan
keluar (RM 1) ada dua macam yaitu
diagnosis utama dan diagnosis komplikasi.
Dari diagnosis yang diperoleh ditunjang
dengan hasil keterangan atau informasi yang
mendukung diagnosis yang terdapat pada
formulir lainnya. Pengelompokan jenis
formulir pasien rawat inap bangsal dahlia di
BRSUD Sukoharjo periode triwulan IV
tahun 2007 adalah sebagai berikut :
a. Anamnese ( RM 3 )
b. Suhu,dan nadi ( RM 4 )
c. Perjalanan penyakit perintah dokter dan
pengobatan(CM 4)
d. Lembar untuk penempelan hasil
pemeriksaan penunjang ( RM 7)
e. Ringkasan keluar atau resume
f. (RM 8 )
g. Lembar penempelan salinan resep
h. ( RM 19 )
i. Penempelan kores ponden
j. ( RM 20 )
k. Pengkajian perawatan(RM20)
l. Asuhan keperawatan
m. ( ASKEP )
n. Ringkasan pasien pulang
o. ( RM 22 )
Keterangan pada formulir tersebut tidak
seluruhnya terisi lengkap, tetapi seluruh
formulir RM 1 – RM 22 selalu digunakan.
2. Tata Cara Pengkodean Mengenai
Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10
di BRSUD Sukoharjo
Di Badan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo, diagnosis utama ditulis pada
formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar
(RM 1) dan resume (RM 8) oleh dokter yang
merawat pasien. Diagnosis utama ini
didapatkan dari penyakit utama yang
diderita pasien setelah dilakukan
pemeriksaan yang lebih mendalam. Tetapi
dokter kadang tidak menulis diagnosis
utama pasien pada formulir RM 1.
Tata cara pengkodean diagnosis utama
pasien rawat inap yang dilakukan oleh
petugas koding indeksing di Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo sesuai
dengan prosedur pemberian kode penyakit
rekam medis No. 44/P.RM/VII/98 adalah
sebagai berikut :
a. Menerima dokumen rekam medis yang
sudah lengkap dari petugas analisa
assembling.
b. Buku pedoman untuk klasifikasi
penyakit dipakai ICD-X.
c. Penulisan kode nomor harus jelas
didalam kotak yang telah tersedia pada
lembar rekam medis (CM-1), termasuk
memperhatikan dua clasification,
morphologi of neoplasma dan external
causa of injury + poisoning.
8 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
55% 41%
4%
Akurat Tidak akurat Tidak di kode
d. Bila petugas yang mengkode menemui
kesulitan harus dikonsultasikan ke dokter
yang merawat termasuk istilah diagnosis
pada lembar rekam medis yang tidak
dapat ditentukan pada buku ICD.
e. Semua diagnosa tertulis pada lembar
rekam medis (CM-1) meliputi diagnosa
utama, dan komplikasi penyakit harus
dikoding.
f. Dokumen rekam medis diserahkan ke
petugas indeksing.
Petugas koding di Badan Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo dalam
melaksanakan pengkodean diagnosis utama
sudah sesuai dengan prosedur pemberian
kode penyakit rekam medis No.
44/P.RM/VII/98 yang ada di rumah sakit.
Tetapi untuk pengkodean dua clasification,
morphologi of neoplasma dan external
causa of injury + poisoning belum
dilaksanakan.
3. Keakuratan Kode Diagnosis Utama
pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD
Sukoharjo
Kode diagnosis utama dapat
diidentifikasikan menjadi kode yang akurat
dan tidak akurat. Kode akurat adalah
penetapan kode diagnosis utama yang tepat,
lengkap dan sesuai ICD-10 berdasarkan
diagnosis utama pada formulir ringkasan
riwayat masuk dan keluar (RM 1) serta
resume yang telah ditentukan. Sedangkan
kode tidak akurat adalah penetapan kode
diagnosis utama yang tidak lengkap dan
tidak sesuai dengan aturan pengkodean ICD-
10.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kode diagnosis utama yang akurat sebanyak
63, diagnosis utama yang tidak akurat
sebanyak 47 serta diagnosis tidak dikode
sebanyak 4 kode.
4. Prosentase Kode Diagnosis Utama
yang Akurat dan Tidak Akurat
Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo
Hasil perhitungan dari 114 kode
diagnosis utama yang diteliti pada dokumen
rekam medis pasien rawat inap, didapatkan
prosentase kode diagnosis utama yang
akurat dan tidak akurat sebagai berikut :
Diagram 1. Prosentase Keakuratan
Penulisan Kode Diagnosis Utama Badan
RSUD Sukoharjo Periode Triwulan ke IV
Tahun 2007
a. Prosentase Kode Diagnosis Utama
Akurat.
Dari hasil penelitian akurasi kode
diagnosis pasien rawat inap berdasarkan
ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode
triwulan IV tahun 2007 terdapat 63 (55%)
kode diagnosis yang akurat atau sesuai
dengan aturan pengkodean ICD-10 pada
formulir ringkasan masuk dan keluar
(RM1). Contoh kode diagnosis yang akurat
adalah sebagai berikut:
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 9
Pasien dengan nomor rekam Medis :
07 05 72
Diagnosis utama pada RM1
: Common Cold
Diagnosis utama pada resume
: Common Cold
Diagnosis utama berdasarkan ICD-10:
Acute Nasopharyngitis (Common
Cold)
Kode diagnosis utama pada RM1
: J00
Kode diagnosis pada ICD-10
: J00
b. Prosentase Kode Diagnosis Utama yang
Tidak Akurat
Dari hasil penelitian akurasi kode
diagnosis pasien rawat inap berdasarkan
ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode
triwulan IV tahun 2007 terdapat 47 (41%)
kode diagnosis yang tidak akurat atau tidak
sesuai dengan aturan pengkodean ICD-10
pada formulir ringkasan masuk dan keluar
(RM1). Kode terbanyak pada JOO – J99
sebanyak 9 kode, sedangkan data terkecil
pada kode COO – D48, LOO – L99, ROO
– R99 sebanyak 1 kode. Contoh kode
diagnosis yang tidak akurat adalah sebagai
berikut :
Pasien dengan nomor rekam medis :
00 17 94
Diagnosis utama pada RM1
: Myoma uteri
Diagnosis utama pada resume
: Myoma uteri
Diagnosis utama berdasarkan ICD-10
: uterus , NOS.Neoplasm, uncertain
whether benign or malignant
Kode diagnosis utama pada RM1
: D25.9
Kode diagnosis pada ICD-10
: C55.9 M-8000/1
Ketidakakuratan kode diagnosis utama
pada RM 1 Bangsal Dahlia Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo dapat
dikategorikan dalam kesalahan pada Bab,
Blok, Sub Blok serta kesalahan pada digit
keempat sebagai berikut:
Tabel 2. Ketidakakuratan Kode Diagnosis
Utama Menurut Kategori Bab Bangsal
Dahlia di BRSUD Sukoharjo Periode
Triwulan IV Tahun 2007
N
o
No.
RM
Diagno
sis
Pada
RM1
Diagnosis
berdasark
an ICD-10
Kode
Diagno
sis
Pada
RM1
Kode
diagno
sis
berdas
arkan
ICD-
10
1 07
06 75
Tumor
submandi bula
Lip, oral
cavity and
pharynx. Neoplasm,
uncertain
whether benign or
malignant
D37.0.
D37.0
M-8000/1
2 00
09
57
Klinis
vertigo
Other
dissociative
(convensio
n) disorders
R42 F44.8
3 07 09
14
Metrorh
egi
Post partum
haemarrhag
e (atanic) NOS
N29.1 O72.1
4 07
16 69
Hyphe
ma
Contusion
of eyeball and orbital
tissues
traumatic hyphema
H21 S05.1
5 07 07
88
CKR
Concussion
.
commotion
cerebri
S06.0 S06.0
W19.4
10 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
6 06 45
15
Retensio urine
≠≠
vetebra thorak
VII
Fracture of thoracic
vertebra
R33 S22.0
Jumlah 6
Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD
Sukoharjo Triwulan IV Tahun 2007
Berdasarkan tabel 2 didapatkan 6 (13%)
kode diagnosis utama yang tidak akurat
kategori kesalahan pada Bab.
Tabel 3. Ketidakakuratan Kode
Diagnosis Utama Menurut Kategori Blok
Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo
Periode Triwulan IV Tahun 2007
N
o
No.
RM
Diagn
osis
Pada
RM1
Diagnosis
berdasark
an ICD-10
Kode
Diagn
osis
Pada
RM1
Kode
diagno
sis
berdas
arkan
ICD-
10
1
00
17
94
Myoma uteri
Uterus,
NOS. Neoplasm,
uncertain
whether benign or
malignant
D25.9
C55.9
M-
8000/1
2
00
21 82
PPOM
Chronic
obstructive
pulmonary disease
unspecified
J81 J44.9
3
07
06
85
Hepatitis
Inflommatory liver
disease unspecified
hepatitis
NOS
K27.0 K75.9
4 07 01
09
Eritem
a
Multiforme
Bullous Pemphigoi
d
L51.9 L12.0
5 07 04
71
Metror
hegi
Post
partum haemarrhag
e (atanic)
NOS
N29.1 O72.1
Jumlah 5
Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo
Triwulan IV Tahun 2007
Berdasarkan tabel 3 didapatkan 5 (11%)
kode diagnosis utama yang tidak akurat
kategori kesalahan pada Blok.
Tabel 4. Ketidakakuratan Kode
Diagnosis Utama Menurut Kategori Sub
Blok Bangsal Dahlia di BRSUD
Sukoharjo Periode Triwulan IV Tahun
2007.
N
o
No.
R
M
Diagno
sis
Pada
RM1
Diagnosis
berdasarka
n ICD-10
Kod
e
Diag
nosis
Pada
RM1
Kode
diagno
sis
berdas
arkan
ICD-
10
1 00
06 56
Koma
hipoglikemia
pada
DM tipe II
Non insulin
– dependent DM tipe II
E16.
2
E11.0
2 00
09 17
Katarak
mata
Senile
cataract, unspecified
H26.
0
H25.9
3 00
04
70
Katarak
mata
Senile
cataract,
unspecified
H26 H25.9
4 00
36
61
Katarak
mata
Senile
cataract
unspecified.
H26 H25.9
5 00 06
38
Katarak mata
Senile cataract
unspecified
H26.0
H25.9
6 00 36
55
SH Intracerebral
haemmorrh
age, unspecified
I61.9 I61.9
7 03
92
13
SNH Cerebral
infarction,
unspecified
I64 I63.9
8 07
07
92
SNH Cerebral
infarction,
unspecified
I64 I63.9
9 07
01
45
ISPA Acute upper
respiratory
infections
of multiple and
unspecified site
J00 J06.9
10 04
66
58
ISPA Acute upper
respiratory
infection, unspectified
J00 J06.9
11 02
47 48
Status
asmatikus
Status
asmthaticus
J46 J46
12 00
50
69
Append
icitis
interval
Other
appendicitis
K35.
9
K36
13 07
19
99
Febris Fever
unspecified
R56.
0
R50.9
Jumlah 13
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 11
Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo
Triwulan IV Tahun 2007
Berdasarkan tabel 4 didapatkan 13
(28%) kode diagnosis utama yang tidak
akurat kategori kesalahan pada Sub Blok
Tabel 5. Ketidakakuratan Kode Diagnosis
Utama Menurut Kategori Digit Keempat
Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo
Periode Triwulan IV Tahun 2007
No No.
RM
Diagno
sis
Pada
RM1
Diagnosi
s
berdasar
kan
ICD-10
Kode
Diagno
sis
Pada
RM1
Kode
diagno
sis
berdas
arkan
ICD-
10
1.
07
14
76
Klinis Thifoid
Typhoid fever
A01.4 A01.0
2.
07
11 87
Demam
paratif
oid
Paratyphoid fever,
unspectifi
ed
A01.0 A01.4
3.
07
18
97
Klinis
Thypoi
d
Typhoid fever
A01.4 A01.0
4.
07
05 65
DM
dengan CRF
Unspecifi
ed
diabetes
mellitus
E14 E14.2+
5. 05 05
52
DM
Unspecifi
ed
Diabetes Mellitus
E14 E14.6
6.
00
23 96
DM
Unspecifi
ed diabetes
mellitus
with other
specified
complication
E14 E14.6
7. 07 14
26
DM
Unspecifi
ed
Diabetes Mellitus.
Without
complication
E14 E14.9
8.
05
28
32
DM
Unspecifi
ed diabetes
mellitus.
Without complicat
ion
E14 E14.9
9.
00
98 58
DM
Unspecifi
ed diabetes
mellitus. Without
complicat
ion
E14 E14.9
10. 07 06 32
Psikosomatis
Other
somataform
disorders
F45.9 F45.8
11. 06 11
23
Katara
k mata
Infantile,
juvenile and
presenile
cataract
H26.0 H26.9
12.
06
37
35
Tonsili
tis
cronis
Chronic tonsilitis
J35.1 J35.0
13. 02 52
22
Tonsillitis
cronis
Chronic
tonsilitis J35.1 J35.0
14.
07
18 52
Paru
obstruklif
Chronic obstructi
ve
pulmonary disease,
unspecifi
ed
J44 J44.9
15.
03
02 19
Penyak
it paru obstruk
tif menah
un
Chronic obstructi
ve
pulmanory disease
unspecified
J44 J44.9
16.
07
05
47
Status
Asmati
kus
Status
Asthmati
cus
J46.0 J46
17.
01
70
56
Gastritis
Gastritis,
unspectifi
ed
K29.5 K29.7
18. 01 70
57
Gastriti
s
Gastritis, unspecifi
ed
K29.5 K29.7
19. 01 70
59
Gastriti
s
Gastritis unspecifi
ed
K29.5 K29.7
20. 07 11
81
UTI
Urinary
tract infection,
site not
specified
N39.9 N39.0
21.
01
24 97
UTI
Uraninar
y tract
infection, site not
specified
N39.9 N39.0
22.
00
24 74
Fraktur
VL II
Fracture of lumbar
vertebrat
a
S32.0 S32.00
Jumlah 22
Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo
Triwulan IV Tahun 2007
Berdasarkan tabel 5 didapatkan 22
(47%) kode diagnosis utama yang tidak
akurat kategori kesalahan pada Digit
keempat.
12 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
c. Prosentase Diagnosis Utama dengan
Data tidak di Kode pada RM1
Dari hasil penelitian akurasi kode
diagnosis pasien rawat inap berdasarkan
ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode
triwulan IV tahun 2007 terdapat 4 atau 4%
dokumen rekam medis yang tidak di kode
pada formulir ringkasan masuk dan keluar
(RM1). Contoh diagnosis utama yang tidak
dikode pada RM1 adalah sebagai berikut :
Pasien dengan nomor rekam medis:
01 75 13
Diagnosis utama pada RM1 : BPH
Diagnosis utama pada resume : BPH
Diagnosis utama berdasarkan ICD-10 : Hyperplasia of prostate. Hypertrophy (Benign).
Kode diagnosis utama pada RM1 : -
Kode diagnosis pada ICD-10 : N40
5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Keakuratan Kode Diagnosis Utama di
BRSUD Sukoharjo
Di Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo, faktor yang mempengaruhi
keakuratan kode diagnosis pasien rawat inap
antara lain :
a. Dokter seringkali tidak jelas dalam
menuliskan diagnosis utama pasien pada
RM 1 dan resume.
b. Petugas koding kesulitan dalam
membaca diagnosis yang telah ditulis
oleh dokter.
c. Petugas koding kurang memperhatikan
informasi yang mendukung atau
penyebab lain yang mempengaruhi kode
diagnosis utama.
d. Ruang untuk petugas koding berdekatan
dengan tempat untuk mengurus klaim
Asuransi Kesehatan (ASKES), sehingga
suasana tidak mendukung dan area kerja
yang sempit.
B. Pembahasan
1. Jenis Pengelompokan Diagnosis yang
Tercantum pada RM 1 Bangsal Dahlia
di BRSUD Sukoharjo
Dari hasil penelitian diketahui pada
formulir masuk dan keluar (RM1) di Badan
Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo
terdapat dua diagnosis yaitu diagnosis utama
dan komplikasi. Pada formulir masuk dan
keluar (RM1) tidak ada kolom untuk
diagnosis kedua atau diagnosis co-morbid,
sehingga dokter sering salah dalam menulis
diagnosis kedua atau diagnosis co-morbid
pada kolom diagnosis komplikasi. Untuk
mengurangi kesalahan tersebut sebaiknya
pada formulir masuk dan keluar (RM 1)
ditambah kolom untuk diagnosis kedua atau
diagnosis co-morbid.
2. Tata Cara Pengkodean Mengenai
Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10
Di BRSUD Sukoharjo
Dari hasil penelitian dapat diketahui
bahwa tata cara pengkodean di Badan
Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo
belum sesuai dengan teori pada ICD-10.
Dalam mengkode diagnosis utama pasien
petugas koding kurang memperhatikan
tunjuk silang (cross references) dan lihat
“see” dan “see also” yang terdapat dalam
indeks. Dalam mengkode selain
memperhatikan tunjuk silang, juga harus
mengikuti inclusion dan exclusion term
dibawah kode atau dibawah chapter untuk
mendapatkan kode yang sesuai dengan
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 13
diagnosis utama pasien rawat inap pada
RM1.
Dokter juga seringkali tidak jelas dalam
menulis diagnosis utama pasien yang
menyebabkan petugas koding kesulitan
dalam melakukan pengkodean. Akibatnya
kode yang dimasukkan kurang sesuai
dengan diagnosis utama pasien yang
berpengaruh pada pelaporan rumah sakit.
Untuk mendapatkan kode diagnosis utama
yang akurat, ada petunjuk sederhana dalam
menentukan kode yaitu:
a. Identifikasi pernyataan yang ingin
dikode dan lihat pada indek alfabetik
yang sesuai.
b. Cari letak lead term.
c. Baca dan ikuti setiap catatan yang ada di
bawah lead term.
d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda
kurung sesudah lead term
e. Ikuti secara hati-hati setiap tunjuk silang
(cross references) dan lihat “see” dan
“see also” yang terdapat dalam indek.
f. Rujuk pada daftar tabulasi untuk
kesesuaian nomor kode yang dipilih.
g. Ikuti inclusion dan exclusion term
dibawah kode atau dibawah chapter.
h. Cantumkan kode yang dipilih.
3. Keakuratan Kode Diagnosis Utama
pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD
Sukoharjo.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
kode diagnosis utama pasien rawat inap
pada RM 1 yang akurat sebanyak 63 , Kode
diagnosis utama yang tidak akurat 47 serta 4
diagnosis utama yang tidak dikode.
Ketidakakuratan kode diagnosis utama
tersebut disebabkan kurang tepatnya coder
dalam menentukan kondisi utama serta tidak
digunakannya aturan reseleksi (MB1–
MB5). Sehingga kode yang dihasilkan tidak
sesuai dengan ICD-10.
Untuk menghasilkan keakuratan kode
yang ditetapkan, Coder harus mampu
menggunakan dan menerapkan aturan
reseleksi (MB1– MB5) dan perlu
diperhatikan juga sarana yang digunakan
dalam pengkodean yaitu ICD-10 volume
1,2 dan 3, Kamus kedokteran, Kamus
Bahasa Inggris serta tatacara pengkodean
diagnosis utama yang benar berdasarkan
ICD-10.
Dengan demikian kode diagnosis utama
yang dihasilkan akan lebih akurat dan
menghasilkan informasi yang sesuai dengan
kebutuhan rumah sakit atau manajemen.
4. Prosentase Kode Diagnosis Utama
yang Akurat dan Tidak Akurat di
BRSUD Sukoharjo
Dari hasil penelitian dapat diketahui
bahwa prosentase kode diagnosis utama
yang akurat adalah sebesar 63 (55%), kode
diagnosis utama yang tidak akurat sebesar
47 (41%) serta diagnosis utama yang tidak
dikode sebesar 4 (4%).
Ketidakakuratan kode diagnosis utama
pada RM 1 Bangsal Dahlia di Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo terdiri dari
kesalahan pada Bab sebesar 6 (13%), pada
Blok sebesar 5 (11%), pada Sub Blok
sebesar 13 (28%), serta kesalahan pada
Digit keempat sebesar 22 (47%).
Ketidakakuratan kode diagnosis utama
terbesar terletak pada kesalahan Digit
14 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
keempat, maka diharapkan coder dalam
mengkode diagnosis utama lebih
memperhatikan kode Digit keempat pada
ICD-10 agar diperoleh kode yang tepat dan
akurat.
Hal ini menunjukkan bahwa akurasi
kode diagnosis utama di Badan Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo sebagian besar
tidak akurat. Untuk mendapatkan prosentase
kode yang lebih akurat, sebaiknya dalam
pengkodean diagnosis utama dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang terdapat pada
ICD-10 sehingga data yang didapatkan
akurat.
5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi
Keakuratan Kode Diagnosis Utama Di
BRSUD Sukoharjo
Tenaga medis yang bertanggung jawab
terhadap penulisan diagnosis utama pada
DRM, jika dalam menuliskan diagnosis
utama secara jelas, lengkap dan dapat dibaca
maka akan memudahkan petugas koding
dalam memberi kode. Dalam hal ini
kerjasama yang baik antara petugas koding
dan tenaga medis sangat diperlukan.
Sehingga jika terjadi suatu hal yang kurang
jelas atau kurang lengkap dapat diatasi dan
kode yang dihasilkan akan tepat dan akurat.
Selain itu karena tenaga medis dalam
menuliskan diagnosis utama sering
disingkat, pembuatan daftar singkatan
diagnosis yang sering muncul sangat
dibutuhkan dan perlu disosialisasikan
keseluruh pengguna rekam medis, sehingga
diagnosis yang dimaksud bisa dimengerti
dan dapat menghasilkan kode yang akurat.
Petugas koding mempunyai peranan penting
dalam akurasi kode untuk senantiasa
berusaha meningkatkan kemampuan,
ketekunan, ketelatenan dan ketelitiannya
sehingga diharapkan dapat menghasilkan
kode yang akurat.
Selain penulisan diagnosis utama yang
kurang jelas dan lengkap serta kurang
telitinya petugas koding dalam mengkode
diagnosis utama, penyebab lain
ketidakakuratan kode diagnosis utama pada
RM 1 rawat inap di Badan Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo yaitu suasana
kerja yang kurang mendukung. Diantaranya
ruang untuk petugas koding kurang
ergonomi karena berdekatan dengan tempat
untuk mengurus klaim dari asuransi
kesehatan (ASKES), sehingga suasananya
lebih ramai dan mengganggu kosentrasi
petugas koding dan area kerja yang sempit.
Untuk menghasilkan akurasi kode, suasana
kerja pada unit rekam medis sangat
berpengaruh karena dibutuhkan kosentrasi
serta ketelatenan dari petugas koding.
Suasana kerja yang tenang, teratur dan
strategis dapat meningkatkan kosentrasi dan
ketelitian dari petugas koding sehingga
mendukung kinerja dan produktifitasnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengelompokan diagnosis utama pada
RM 1 Bangsal Dahlia di Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo ada dua
macam yaitu diagnosis utama dan
diagnosis komplikasi.
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 15
2. Tata cara pengkodean diagnosis utama
pada RM 1 di Badan Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo terdapat dalam
prosedur pemberian kode penyakit rekam
medis No. 44/P.RM/VII/98, belum
sesuai dengan tata cara pengkodean
dalam ICD-10, terutama pada
pengkodean dua clasification,
morphologi of neoplasma dan external
causa of injury + poisoning.
3. Keakuratan kode diagnosis utama pada
RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD
Sukoharjo yang akurat sebanyak 63
(55%), Kode diagnosis utama yang tidak
akurat 47 (41%) serta 4 (4%) diagnosis
utama yang tidak ada kode.
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi
keakuratan kode diagnosis utama yaitu
tulisan dokter dalam menuliskan
diagnosis utama. Hal ini juga
dipengaruhi oleh ketelitian coder dalam
mengkode serta ruang untuk petugas
koding kurang ergonomi karena
berdekatan dengan tempat untuk
mengurus klaim dari Asuransi Kesehatan
(ASKES) dan area kerja yang sempit.
B. Saran
1. Pada formulir RM 1 sebaiknya ditambah
kolom untuk diagnosis kedua atau
diagnosis co-morbid sehingga dokter
dapat menulis dengan benar diagnosis
kedua pada kolom co-morbid.
2. Dalam mengkode diagnosis utama
neoplasma maupun carsinoma
sebaiknya memperhatikan kode untuk
pengkodean dua clasification,
morphologi of neoplasma dan external
causa of injury + poisoning.
3. Pengkodean tidak akurat terbanyak pada
kesalahan digit keempat. Diharapkan
coder lebih memperhatikan kode digit
keempat pada ICD-10 agar diperoleh
kode yang tepat dan perlu dibuat daftar
singkatan yang sering digunakan dokter
untuk memudahkan coder dalam
pengkodean diagnosis utama.
4. Perlu peningkatan kualitas SDM melalui
pelatihan atau pembelajaran tentang
pengkodean diagnosis utama untuk
menambah pengetahuan dan
keterampilan coder.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S, 2002. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek Edisi Revisi V,
Rineka Cipta, Jakarta.
DepKes RI , 1999. Pedoman
Penggunaan ICD-10 Seri 1,Jakarta
_________ , 1991. Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Rekam Medis,
Jakarta.
_________ , 1997. Pengelolaan Rekam
Medis Rumah Sakit Di Indonesia
Revisi I, Jakarta.
K.P.R.I. RSUD. Dr. Soetomo, 1998.
Klasifikasi Statistik Internasional
Tentang Penyakit Dan Masalah
Kesehatan (ICD-10, Volume 2),
Surabaya. Hal 25 -103
16 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-9551, VOL.II, NO.1, MARET 2008, Hal 1-17
Notoatmodjo S, 2005. Metodologi
Penelitian Kesehatan Edisi Revisi
ketiga, Jakarta. Hal 88
PerMenKes RI No
269/MENKES/PER/III/2008.
Tentang Rekam Medis, Jakarta.
Shofari B, 2002. PSRK 01 Buku 1 Modul
Pembelajaran Rekam Medis Dan
Dokumentasi Rekam Medis,
PORMIKI, Semarang. Hal 6 – 7
Taufiqurrohman M, 2003. Metodologi
Penelitian Kedokteran Dan
Kesehatan CSGF (The Community Of
Self Help Group Forum), Surakarta.
Hal 37
Umar H, 1996. Petunjuk Lengkap Sekripsi
Dan Tesis , PT Raja Grafindo Utama,
Jakarta.
Wijono D, 1999. Manajemen Mutu
Pelayanan Kesehatan Vol.2,
Airlangga University Press,
Surabaya. Hal 1265
World Health Organization, 1992.
International Statistical Clasification
Of Diseases And Related Health
Problems(ICD-10, Volume 1),
Geneva.
________________ , 1993. International
Statistical Clasification Of Diseases
And Related Health Problems (ICD-
10, Volume 3), Geneva.
Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama... (Retno DA,dkk) 17