tesis tanah sebagai jaminan utang dalam … 1.pdf · berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan...
TRANSCRIPT
i
TESIS
TANAH SEBAGAI JAMINAN UTANG DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI
KABUPATEN GIANYAR
I WAYAN ADI PURNAMA SRIADA
1492461011
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
TANAH SEBAGAI JAMINAN UTANG DALAM PERJANJIAN
UTANG PIUTANG PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI
KABUPATEN GIANYAR
Tesis ini dibuat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana
I WAYAN ADI PURNAMA SRIADA
NIM. 1492461011
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 20 APRIL 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha,SH.,MS Dr. I Ketut Sudantra, S.H.,M.H NIP. 19440929 197302 1 001 NIP. 19601003 198503 1 003
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana
Dr. Desak Putu Dewi Kasih,SH.,M.Hum Prof. Dr.dr.A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19640402 198911 2 001 NIP. 19590215 198510 2 001
iv
Tesis Ini Telah Diuji
Pada Tanggal : 20 Mei 2016
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana
Nomor : 2355/UN14.4/HK/2016
Tanggal : 19 Mei 2016
Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS
Sekretaris : Dr. I Ketut Sudantra, SH.,MH
Anggota :
1. Prof. R.A Retno Murni, SH.,MH.,Ph.D
2. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum
3. Dr. I Nyoman Suyatna, SH., MH
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Dengan ini saya menyatakan yang sebenarnya bahwa :
Nama : I WAYAN ADI PURNAMA SRIADA, SH
NIM : 1492461011
Program Studi : Kenotariatan
Judul Tesis : TANAH SEBAGAI JAMINAN UTANG DALAM PERJANJIAN
UTANG PIUTANG PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI
KABUPATEN GIANYAR
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas dari plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010 dan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,20 April 2016
Yang membuat pernyataan
I WAYAN ADI PURNAMA SRIADA, SH
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu.
Puji syukur penulisan panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan artikel Tesis ini. Adapun
judul tesis ini adalah “TANAH SEBAGAI JAMINAN UTANG DALAM
PERJANJIAN UTANG PIUTANG PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI
KABUPATEN GIANYAR”. Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari masih
banyak terdapat kekurangan, untuk itu besar harapan penulis semoga tesis ini
memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat meraih Gelar Magister Kenotariatan pada
program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Penulisan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari para
pembimbing dan berbagai pihak yang mendukung dalam penulisan tesis ini. Untuk
itu melalui tulisan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS, selaku pembimbing pertama dan terima
kasih kepada Dr. I Ketut Sudantra, SH., MH selaku pembimbing kedua yang telah
sabar membimbing dalam penulisan tesis ini, memberikan dorongan semangat, dan
saran dalam penyelesaian tesis ini. Terimakasih kepada penguji Prof. Dr. RA Retno
Murni, SH., MH., Ph.D., Dr.Desak Putu Dewi Kasih., SH., M.Hum., dan Dr. I
Nyoman Suyatna SH., MH. Yang telah meluangkan waktu, memberi saran dan
masukan serta ilmu kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika.,
Sp.PD., KEMD, Selaku Rektor Universitas Udayana beserta staff atas kesempatan
yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada Program Pasca
Sarjana Universitas Udayana. Terimakasih kepada Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi.,
Sp.S(K) selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program
Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana dan kepada Dr.
Desak Putu Dewi Kasih SH., M.Hum., selaku Ketua Prodi Magister Kenotariatan
vii
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih juga penulis ucapkan
kepada Bapak/Ibu Dosen pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberi ilmu kepada penulis,
Bapak/Ibu staff administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan bantuan dalam proses
administrasi akademik selama penulis menjalani masa perkuliahan. Rekan-rekan
angkatan VII Mandiri Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang
telah memberikan semangat dan support dalam penyelesaian tesis ini.
Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada orang tua tercinta
Drs. I Wayan Nuka Sriada dan Ni Made Muryatini, yang telah senantiasa mendoakan,
mendukung dan memberikan semangat dalam penulisan tesis ini, dan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada istri tercinta Ni Putu Erna Valentini, SH, selalu sabar
mendukung dan tak henti-hentinya memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis
ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. I Made Arya Utama,
SH., MH dan I Made Dwita, SH yang selalu memberikan bimbingan dan saran dalam
penyelesaian tesis ini.
Sebagai akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan dibidang Kenotariatan
serta berguna bagi masyarakat.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om
Denpasar. 20 April 2016
I Wayan Adi Purnama Sriada
viii
ABSTRAK
TANAH SEBAGAI JAMINAN UTANG DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI KABUPATEN
GIANYAR
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengikatan tanah sebagai jaminan dalam perjanjian utang piutang pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten Gianyar. Latar belakang Penelitian ini terkait dengan aktifitas LPD di bidang jasa keuangan, seperti lembaga keuangan lainya sedangkan LPD tidak tunduk kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana proses pengikatan jaminan yang objeknya tanah hak milik dalam perjanjian utang piutang pada Lembaga Perkreditan Desa?; (2) bagaimanakah proses eksekusi tanah hak milik yang dijadikan jaminan dalam perjanjian utang-piutang pada Lembaga Perkreditan Desa, dalam hal debitur ingkar janji?
Permasalahan di atas dikaji dengan mengunakan metode penelitian hukum empiris karena permasalahan dikaji berdasarkan kenyataan yang ada dalam masyarakat dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses pengikatan jaminan yang obyeknya tanah dalam perjanjian utang piutang pada LPD di Kabupaten Gianyar terdapat tiga jenis proses yaitu : (1) proses pengikatan hanya dengan perjanjian kredit, (2) pengikatan mengunakan SKMHT, dan (3) pengikatan yang langsung didaftar APHT; Proses eksekusi tanah hak milik yang dijadikan jaminan dalam perjanjian utang-piutang pada LPD di Kabupaten Gianyar dalam hal debitur cidera janji adalah dengan cara : (1) Eksekusi berdasarkan pelaksanaan eksekusi melalui pelelangan umum. (2) Eksekusi dengan cara penjualan dibawah tangan. (3) Eksekusi yang dilakukan dengan cara penyitaan adat.. Kata Kunci : Perjanjian Utang Piutang, Lembaga Perkreditan Desa, Proses
Pengikatan, Proses Eksekusi.
ix
ABSTRACT LAND AS COLLATERAL IN THE LOAN AGREEMENT AT THE VILLAGE
CREDIT INSTITUTION IN THE REGENCY OF GIANYAR
The research aimed at analyzing the binding of land as collateral in the loan agreement at the Village Credit Institutions (LPD) in Gianyar. This research is important because LPD perform activities in the field of financial services like other financial institutions. However, LPD is not subject to the Law of the Republic of Indonesia Number 1 Year 2013 on Microfinance Institutions. The problems reviewed in this research are: (1) How does the binding process of land ownership as the collateral in the loan agreement at the Village Credit Institutions ?, (2) How is the process of execution of land property rights as collateral in the loan agreements at Village Credit Institutions, in the event that the debtor fails to repay the loan?
The above problems were analyzed by using empirical legal research because of the problems studied by the reality that exists in the community associated with the legislation in force. The data used in this study are primary and secondary data.
Based on the research results, it can be concluded that (1) there are three types of processes in the binding process of land as the collateral in the loan agreement at LPD in Gianyar : (1) the binding process only with the credit agreement, (2) the binding using SKMHT, (3) and direct registration of APHT. The execution process of land property as collateral in the loan agreement of LPD in Gianyar in terms of debtor default is settled by (1) The execution through a public tender. (2) Execution by privately made method of selling. (3) Execution is carried out by customary foreclosure. Keywords: Loan Agreement, the Village Credit Institutions, Binding Process,
Execution process.
x
RINGKASAN
Tesis ini menganalisis tentang tanah sebagai jaminan utang piutang pada
Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Gianyar. Pada dasarnya setiap pengambilan
kredit dengan mengunakan hak milik atas tanah sebagai jaminan haruslah didaftar
hak tanggungan sebagai penjamin kepastian dan perlindungan hukum terhadap
kreditur dan mempermudah melakukan proses eksekusi jaminan pada saat debitur
cidera janji. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda–Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah.
Bab I menguraikan tetang latar blakang masalah yang berasal dari adanya
kesenjangan antara das sein dengan das solen yakni apa yang diharapkan oleh
peraturan perundang-undangan dangan penerapan undang-undang dilapangan oleh
masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka sub bab ini menguraikan
tentang rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, landasan teori, dan
metode penelitian yang digunakan
Bab II merupakan penjabaran dari kajian pustaka yang membahas mengenai
konsep LPD, kpnsep perjanjian kredit, konsep pembebanan hak tanggungan atas
tanah, wewenang notaris dan .konsep eksekusi jaminan.
Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah pertama
yang diuraikan dalam tiga sub bab antara lain : sub bab pertama menjelaskan tentang
proses pengikatan tanah sebagai jaminan utang piutang pada LPD di Kabupaten
Gianyar, sub bab dua menjelaskan mengenai faktor penyebab tidak dipasangnya
APHT langsung pada jaminan kredit di LPD, sub bab tiga menjelaskan mengenai
kekuatan mengikat perjanjian kredit dengan tanah sebagai jaminan kredit pada LPD.
Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan masalah keda yang
diuraikan dalam tiga sub bab antara lain : sub bab pertama menjelaskan tentang akibat
hukum terhadap tanah sebagai jaminan hutang yang tidak didaftar APHT oleh LPD,
sub bab dua menjelaskan tentang upaya hukum LPD selaku kreditur untuk
xi
memperoleh kembali hak atas benda jaminan, sub tiga menjelaskan tentang eksekusi
perjanjian dengan jaminan hak milik atas tanah pada LPD di Kabupaten Gianyar.
Bab V sebagai penutup yang menguraikan tentang simpulan dan saran dalam
penelitian ini. Adapun simpulan terhadap permasalahan pertama (1) diatas adalah :
Pengikatan tanah sebagai jaminan hutang pada LPD terdapat tiga jenis proses yaitu
proses pengikatan hanya dengan perjanjian kredit, pengikatan menggunakan
SKMHT, dan pendaftaran APHT, dan simpulan terhadap permasalahan kedua (2)
diatas adalah : Perjanjian kredit yang dibuat oleh LPD berkedudukan sebagai
perjanjian pokok yang mengikat para pihak yang membuatnya, dan Eksekusi terhadap
jaminan yang tidak didaftar APHT tetap dapat dilakukan oleh LPD dengan cara
kekeluargaan dan adat.
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : pertama (1)
adalah LPD selaku kreditur diharapkan melakukan pembuatan akta perjanjian kredit
secara notarial yang dibuat dihadapan notaris dan melakukan pendaftaran APHT
terhadap tanah yang digunakan sebagai jaminan hutang tanpa melihat besarnya
jumlah kredit, dengan didaftarnya APHT maka LPD akan memiliki hak preferent dan
hak eksekutorial. kepada pemerintah Provinsi Bali perlu adanya revisi mengenai
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Lembaga Perkreditan
Desa, untuk mewajibkan setiap LPD melakukan pendaftaran APHT terhadap kredit
dengan tanah sebagai jaminan hutang. Kedua (2) adalah : Kepada LPD diharapkan
untuk melakukan pendaftaran APHT terhadap hutang dengan tanah hak milik sebagai
jaminannya, untuk memperoleh Hak eksekutorial sehingga lebih mudah untuk
melakukan proses eksekusi langsung tanpa menungu putusan pengadilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap pada saat debitur melakukan wanprestasi.
xii
DAFTAR ISI
Hal
COVER ........................................................................................................ i
PERSYARATAN GELAR…………………………………………………… ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………………………………………. iv
UCAPAN TERIMAKASIH…………………………………………………… v
ABSTRAK……………………………………………………………………. vii
ABSTRACT…………………………………………………………………… viii
RINGKASAN…………………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 15
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................... 15
a. Tujuan Umum ......................................................................... 15
b. Tujuan Khusus ........................................................................ 15
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................... 16
a. Manfaat Teoritis ...................................................................... 16
b. Manfaat Praktis ....................................................................... 16
1.5 Landasan Teoritis dan kerangka berfikir ...................................... 17
1.5.1. Landasan Teoritis…………………………………………. 17
1.5.2. Kerangka Berfikir ............................................................. 28
1.6 Metode Penelitian ........................................................................ 29
a. Jenis Penelitian ...................................................................... 29
b. Sifat Penelitian ........................................................................ 29
xiii
c. Lokasi Penelitian ..................................................................... 30
d. Data dan Sumber Data ............................................................ 31
e. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 34
f. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 35
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LPD, PERJANJIAN UTANG
PIUTANG DENGAN TANAH SEBAGAI JAMINAN
2.1 Lembaga perkreditan desa di Bali ........................................ 36
2.1.1 Sejarah Lembaga Perkreditan Desa ............................. 36
2.1.2 Pengaturan Lembaga Perkreditan Desa ........................ 39
2.2 Tinjauan umum tentang perjanjian ........................................ 42
2.2.1 Pengertian perjanjian kredit ......................................... 42
2.2.2 Syarat-syarat sahnya perjanjian kredit ......................... 54
2.2.3 Asas-asas dalam perjanjian kredit ................................ 63
2.3 Tanah sebagai jaminan utang ................................................ 66
2.3.1 Pengertian Hukum jaminan ............................................ 66
2.3.2 Subyek dan objek jaminan ............................................. 71
2.3.3 Hak atas tanah sebagai jaminan ..................................... 75
2.4 Bentuk-bentuk akta jaminan dan eksekusi ............................. 77
2.4.1 Tugas dan Wewenang Notaris ....................................... 77
2.4.2 Pengertian dan dasar Hukum Eksekusi........................... 82
2.4.3 Pengertian dasar Hak Tanggungan ................................ 84
BAB III. PROSES PENGIKATAN JAMINAN DI LEMBAGA PERKREDITAN
DESA
3.1 Proses pengikatan hak milik atas tanah sebagai jaminan pada LPD. 88
3.2 Faktor-Faktor Penyebab jaminan kredit berupa Hak Milik Atas
Tanah yang tidak diikat dengan APHT pada LPD ....................... 103
3.3 Kekuatan mengikat perjanjian kredit pada LPD ........................... 108
xiv
BAB IV. PROSES EKSEKUSI JAMINAN PADA LEMBAGA PERKREDITAN
DESA
4.1. Akibat Hukum Terhadap Tanah Sebagai jaminan Hutang Yang
Tidak Didaftar APHT oleh LPD ................................................. 113
4.2 Upaya Hukum LPD Selaku Kreditur Untuk Memperoleh
Kembali Hak Atas Benda jaminan ............................................. 118
4.3 Eksekusi Perjanjian Dengan Jaminan Hak Milik Atas Tanah
Pada LPD di Kabupaten Gianyar ……………………………. .... 122
BAB V. PENUTUP
5.1 Simpulan ..................................................................................... 134
5.2 Saran ........................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 137
DAFTAR INFORMAN
DAFTAR RESPONDEN LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Pada masa lalu, sudah biasa orang melakukan perjanjian pinjam meminjam
dengan melibatkan tanah. Misalnya, Ter Haar, seorang sarjana hukum adat dari
Belanda, yang melakukan penelitian tentang hukum adat di Indonesia telah
menemukan adanya perjanjian pinjam-meminjam tanah di mana sesorang pemilik
tanah meminjamkan tanahnya kepada orang lain untuk tempat tinggal atau untuk
diusahakan dengan perjanjian pinjam pakai1. Tanah juga biasa dipinjamkan kepada
orang lain dengan perjanjian sewa menyewa atau bagi hasil. Hukum yang berlaku
dalam perjanjian-perjanjian itu adalah hukum adat. Menurut hukum adat, perjanjian
sewa menyewa tanah adalah suatu perjanjian di mana pemilik tanah memberi ijin
kepada orang lain untuk menggunakan tanah sebagai tempat berusaha untuk waktu
tertentu, dengan menerima sejumlah uang sebagai sewa; sedangkan dalam perjanjian
bagi hasil, seorang pemilik tanah membuat perjanjian dengan orang lain untuk
mengerjakan tanahnya dengan perjanjian bahwa hasil dari tanah tersebut dibagi dua2
1 Ter Haar, 2001, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan Soebakti Poespononoto,
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 113.
2 Hilman Hadikusuma, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal. 228.
2
Adakalanya, seseorang pemilik tanah memerlukan sejumlah uang yang cukup
besar untuk suatu kepentingan tertentu. Untuk mendapatkan uang, pemilik tanah
dapat memanfaatkan tanahnya untuk memperoleh uang dengan beberapa cara.
Pertama, dia dapat menjual tanahnya untuk selama-lamanya kepada orang lain yang
bersedia membayar harga tanah itu. Dalam hukum adat, transaksi tersebut lazim
disebut jual lepas3. Apabila pemilik tanah tidak ingin melepaskan tanahnya untuk
selama-lamanya, pemilik tanah dapat melepaskan tanah itu untuk sementara, yaitu
menyerahkan tanahnya kepada seseorang yang bersedia membayarnya dengan harga
yang ditentukan, tetapi penyerahan itu hanya sementara sampai pemilik tanah
menebusnya kembali. Transaksi tersebut dalam hukum adat disebut jual gadai4.
Dalam hukum adat, ternyata sudah lama pula dikenal perjanjian pinjam uang
dengan tanah sebagai jaminan, Ter Haar menyebut hal itu dengan istilah penjaminan
(zekerheidstelling) dengan tanah, yang bisa dilakukan secara di bawah tangan
(onderhandse zekerheidstelling ) ataupun dengan sepengetahuan kepala-kepala adat.5
Hilman Hadikusuma menjelaskan hal ini dengan menyatakan bahwa perjanjian
pinjam meminjam dengan tanah sebagai jaminan kebanyakan terjadi dalam hubungan
utang-piutang yang melibatkan uang dengan jumlah yang agak besar. Misalnya,
seorang pemilik tanah, sebut saja A, meminjam uang tunai atau padi kepada
seseorang, sebut saja B, yang nilainya agak besar. Pemilik tanah memberikan jaminan
3 Ibid., hal. 224.
4 Ibid., hal. 225.
5 Ter Haar, op.cit., hal. 108-109.
3
tanah untuk utangnya itu. Apabila dikemudian hari ternyata A tidak mampu melunasi
utangnya kepada B, maka B dapat bertindak atas tanah jaminan itu, baik untuk
memiliki tanah itu atas dasar jual-beli dengan A; atau dapat menjual tanah jaminan
kepada orang lain dengan memperhitungkan piutangnya kepada A.6
. Pada masa sekarang, tanah juga lazim digunakan sebagai jaminan utang
dalam perjanjian pinjam meminjam uang di lembaga lembaga perbankan. Bank
adalah suatu lembaga keuangan yang melakukan kegiatan keuangan. Dana bank
bersumber dari modal sendiri, pinjaman pihak luar, dan simpanan pihak ketiga atau
dana yang dihimpun dari masyarakat. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat
merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank. Dana tersebut
sebagian besar dialokasikan untuk kredit, oleh karena kegiatan pemberian kredit
merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank.
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
Perbankan7 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan), definisi kredit adalah:
”...penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga”. Definisi kredit yang terkandung di dalam Undang-undang
Perbankan di atas terlalu sempit karena hanya membatasi kredit pada penyediaan
6 Hilman Hadikusuma, op.cit., hal. 229.
7 Undang-undang Perbankan yang kini berlaku adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790).
4
dana oleh bank. Sesungguhnya definisi kredit lebih luas dari pada itu. Difinisi yang
lebih luas ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/2/PBI/2005 yang menyatakan sebagai berikut:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk8 :
a) Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b) Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c) Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain
Pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya dilakukan dengan prosedur-
prosedur yang sesuai dengan standar bank. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang Perbankan, sebelum menyetujui permohonan yang diajukan calon
debitur untuk mendapatkan fasilitas kredit, pertama-tama bank akan melakukan
analisa secara yuridis dan ekonomis terhadap calon debitur, untuk menentukan
kemampuan dan kemauan calon debitur tersebut dalam membayar kembali fasilitas
kredit yang akan dinikmatinya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Setiap
permohonan kredit yang telah disetujui oleh pihak bank kemudian dituangkan dalam
bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit tersebut disepakati oleh kedua belah pihak,
yaitu kreditur (Bank) dan debitur (nasabah) sebagai suatu wujud dari asas kebebasan
berkontrak.
8 Sentosa Sembiring, 2012, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, hal. 149
5
Apabila seseorang ingin meminjam uang di bank dengan jumlah tertentu
umumnya diwajibkan menyertakan suatu jaminan. Jaminan yang digunakan baik
berupa barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak, termasuk tanah. Dalam
hal ini jaminan memiliki fungsi sebagai kompensasi dari uang yang dipinjam
tersebut. Di samping itu pula, jaminan merupakan suatu hak kebendaan bagi pihak
yang menjaminkan atau pihak yang memberikan jaminan, agar terjadi kepercayaan
diantara para pihak karena dalam setiap kredit selalu diperlukan jaminan. Pada
dasarnya jenis jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu jaminan
materiil (kebendaan) dan jaminan immateriil (perorangan). Jaminan perorangan tidak
memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh
harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang
bersangkutan. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti
memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat
melekatdan mengikuti benda yang bersangkutan.9
Dalam prakteknya, jaminan kebendaan yang paling banyak diminta oleh bank
maupun perseorangan yang memberikan kredit adalah tanah, karena secara ekonomis
tanah mempunyai prospek yang menguntungkan. Tanah juga mempunyai nilai
ekonomi yang senantiasa meningkat. Kondisi yang demikian ini disebabkan oleh nilai
permintaan dan ketersediaan barang (tanah) yang senantiasa semakin besar.
9 Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hal.
23.
6
Dalam hal tanah yang dijadikan jaminan, sesungguhnya secara yuridis benda
yang dijadikan jaminan adalah hak atas tanah, bukan tanah dalam pengertian yang
umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pikok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat: UUPA)
jenis-jenis hak atas tanah meliputi:
a. hak milik, b. hak guna usaha, c. hak guna bangunan, d. hak pakai, e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut hasil hutan, h. hak -hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Kemudian, berdasarkan Pasal 28 UUPA, hak-hak yang dapat dijadikan
jaminan hutang dengan di bebani Hak Tanggungan antara lain :10
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan.
Hal yang sama juga ditentukan oleh Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah (selanjutnya disingkat : UUHT) yang menyatakan bahwa Hak atas
tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah :
10 Boedi Harsono, 2002, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta
, hal. 45
7
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan
Selain Hak-hak atas tanah di atas, dalam UUHT juga disebutkan beberapa jenis hak
yang dapat dibebani hak tanggungan, yaitu hak pakai atas tanah negara (Pasal 2); hak
atas tanah berkut bangunan, tanamana dan hasil karya yang ada dan yang akan ada
yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas
dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (Pasal 4). Dalam Pasal 27
UUHT juga ditentukan bahwa : “Ketentuan undang-undang ini berlaku juga terhadap
pembebanan hak jaminan atas rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun.”
Hak atas tanah yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit pada bank
haruslah diikat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disingkat:
APHT). Akta ini dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai
dengan tugas dan wewenang yang disebut dalam UUHT. Wewenang PPAT membuat
APHT bersumber dari Pasal 1 angka 4 UUHT yang menyatakan bahwa : “Pejabat
akta tanah yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat yang diberi wewenang
untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah,
dan akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan menurut perundang-
undangan yang berlaku”
Agar mendapat perlindungan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh
undang-undang, maka tanah yang menjadi jaminan kredit wajib untuk diikat dengan
8
APHT agar memiliki kekuatan eksekutorial terhadap jaminan. Eksekusi hak
tanggungan disebutkan dalam Pasal 20 UUHT yang menyatakan bahwa :
1. Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan: a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
2. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
3. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
4. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.
5. Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
Adapun proses eksekusi jaminan jika terjadi wanprestasi dapat ditempuh melalui jalur
hukum dengan cara eksekusi obyek hak tanggungan antara lain melakukan eksekusi
atas kekuasaan sendiri dan melakukan eksekusi atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri berdasarkan sertifikat hak tanggungan. Dalamm praktek, penyelesaian kredit
bermasalah juga dapat dilakukan dengan cara penjualan tanah jaminan dengan
penjualan di bawah tangan. Cara ini dapat dilakukan apabila pihak debitur bersikap
kooperatif.
9
Menurut M. Yahya Harahap, ditinjau dari segi yuridis asas ini mengandung
makna bahwa eksekusi menurut hukum perdata adalah menjalankan putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap. Namun tidak semua putusan pengadilan dapat
dilaksanakan dieksekusi sebab pada prinsipnya hanya putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap sajala yang dapat dilaksanakan (in kracht vangewijsde). Selanjutnya
tidak semua putusan hakim dapat dilaksanakan hanya putusan condemnatoir sajalah
yang dapat dilaksanakan.11
Dewasa ini, di daerah Bali tidak hanya lembaga perbankan yang melakukan
aktivitas menyalurkan kredit kepada masyarakat. Hampir setiap kesatuan masyarakat
hukum adat desa pakraman di Bali mempunyai lembaga keuangan berbasis
komunitas yang disebut Lembaga Perkreditran Desa (selanjutnya disingkat: LPD).
Desa Pakraman sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum adat teritorial di Bali yang
bersifat sosial-religius yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Eksistensi
desa pakraman saat ini diatur berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1
Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2003.
Sejak dibentuk tahun 1984 melalui Surat Keputusan Gubernur Bali No. 972
Tahun 1984 tentang Pendirian Lembaga Perkreditan Desa di Provinsi Daerah
11 Yahya M Harahap, 1998, Ruang Lingkup Masalah Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta,
Gramedia hal. 72
10
Tingkat I Bali12, landasan yuridis LPD beberapa kali mengalami perubahan. Terakhir,
perubahan dilakukan melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002
Tentang Lembaga Perkreditan Desa. Berdasarkan Pasal 2 angka 1 peraturan daerah
ini, “LPD merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan
usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa”. Dewasa ini, keberadaan LPD
diakui oleh Negara berdasarkan Pasal 18B ayat (2) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang dengan tegas menyatakan bahwa Negara
mengakui kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya.
Pada tataran undang-undang, eksistensi LPD diakui berdasarkan Pasal 39 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(selanjutnya disebut UU LKM), yang menentukan bahwa : “Lembaga Perkreditan
Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta Lembaga sejenis yang telah ada sebelum
Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaanya berdasarkan Hukum
Adat dan tidak tunduk pada Undang-Undang ini.”
Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten yang LPDnya
mengalami perkembangan sangat bagus dilihat dari aktifitas LPD. Karena warga di
Kabupaten Gianyar sangat antusias dalam memajukan LPD yang dimiliki oleh
masing-masing desa pakraman di wilayah Kabupaten Gianyar.13
12 Ida Bagus Darsana, 2010, Peranan dan Kedudukan LPD Dalam Sistem Perbankan di
Indonesia, Majalah Ilmu Hukum Kertha Wicaksana, Nomor 1, Januari 2010, hal. 12 13 http://www.gianyarkab statistic perkembangan LPD Gianyarkab.go.id, diunduh pada
senin 23 Mei 2016
11
Lapangan usaha LPD disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) Perda LPD No. 8
Tahun 2002, yaitu mencakup:
a. Menerima dan menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk keuangan dan deposito;
b. Memberikan pinjaman hanya kepada krama desa; c. Menerima pinjaman dari lembaga lembaga keuangan maksimum sebesar
100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan kecuali batasan lainnya dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan dana;
d. Menyimpan kelebihan likuiditasnya pada BPD dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai.
Dilihat dari lapangan usaha LPD di atas, dengan jelas dapat diketahui bahwa
LPD melakukan aktivitas-aktivitas sebagaimana layaknya suatu lembaga keuangan,
namun secara normatif, berdasarkan Pasal 39 UULKM, LPD dinyatakan tidak tunduk
kepada UULKM, melainkan sepenuhnya berdasarkan hukum adat. Hal itu juga
berarti, aktivitas LPD tidak terjangkau oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Menurut Pasal 6 Undang-undang ini, OJK melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan terhadap:
a. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
Dengan penjelasan dalam Pasal 39 UULKM, bahwa LPD sepenuhnya
berdasarkan hukum adat, berarti LPD juga tidak tunduk kepada Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan (selanjutnya disebut UUHT). Namun
12
berdasarkan penelitian penjajakan, dalam kenyataanya ditemukan praktek pengikatan
jaminan yang mengikuti prosedur-prosedur yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan, dengan demikian terdapat kesenjangan antara ketentuan
normatif (das sein) dengan kenyataan yang terjadi dalam praktek (das sollen),
terutama dalam pengikatan jaminan dan bagaimanakah proses eksekusi terhadap
jaminan yang secara normatif LPD tidak tunduk kepada UUHT melainkan LPD di
dirikan berdasarkan hukum adat. Mencermati uraian di atas, kini menarik untuk
diteliti mengenai praktek yang dilakukan oleh LPD dalam usahanya, terutama dalam
pemberian pinjaman kepada warga kesatuan masyarakat hukum adat desa pakraman,
apakah benar-benar berdasarkan tradisi yang berlaku di dalam hukum adat sesuai
dengan Pasal 39 UULKM atau mengikuti prosedur-prosedur pemberian pinjaman
menurut praktek perbankan. Penelitian ini sangat relevan dan penting, terutama
berkaitan dengan praktek pemberian pinjaman dengan hak atas tanah sebagai jaminan
utang. Sebab, seperti diuraikan di awal bab ini, tanah mempunyhai arti yang sangat
vital bagi kehidupan masyarakat, termasuk bagi kehidupan masyarakat hukum adat
desa pakraman. Sangat penting diketahui mengenai proses pengikatan jaminan yang
obyeknya hak milik atas tanah dalam perjanjian utang-piutang pada Lembaga
Perkeriditan Desa; serta mengenai proses eksekusi tanah yang dijadikan jaminan
dalam perjanjian, dalam hal debitur cidra janji.
Berdasarkan latar belakang tersebut menarik untuk diteliti dan diangkat
sebagai karya ilmiah dalam bentuk tesis terlihat adanya kesenjangan antara
pelaksanaan (das sein) dan pengaturan (das sollen) dengan judul “TANAH
13
SEBAGAI JAMINAN UTANG DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG
PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI KABUPATEN GIANYAR”
Untuk menunjukan bahwa penelitian yang dilakukan ini baru, peneliti telah
menelusuri beberapa penelitian sebelumnya yang berlatar belakang Pemberian Hak
Tanggungan terhadap Tanah Pekarangan desa. Adapun penelitian tersebut antara lain:
A. Penelitian dari Ni Nyoman Rumbiani, S.H, Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Udayana, Tahun 2013, dengan judul Perjanjian
Kredit Dengan Jaminan Hak Atas Tanah Pada Lembaga Perkreditan Desa Di
Kabupaten Gianyar ” Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini
adalah :
1. Persyaratan apakah yang harus dipenuhi oleh bukan krama desa
(krama tamiu) dalam mengajukan permohonan kredit di LPD
Kabupaten Gianyar ?
2. Bagaimanakah tanggung jawab serta upaya hukum yang dilakukn oleh
LPD di Kabupaten Gianyar apabila debitor wanprestasi?
B. Penelitian dari I Nyoman Gede Mudita, S.H, Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Brawijaya Tahun 2007, dengan judul : “Kedudukan
Akta Pengikatan Jaminan Yang Dibuat Oleh Notaris/PPAT Dalam Pemberian
Kredit Oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD)”. Rumusan masalah yang
terdapat dalam penelitian ini adalah :
14
1. Bagaimanakah kedudukan akta pengikatan jaminan yang dibuat oleh
Notaris/PPAT dalam pemberian kredit oleh Lembaga Perkreditan
Desa (LPD)?
2. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta
pengikatan jaminan yang telah dibuat, dan bagaimanakah peranan
Notaris/PPAT dalam hal terjadinya kredit macet di Lembaga
Perkreditan Desa (LPD)?
C. Penelitian dari Ni Nyoman Ayu Tri Agustini., S.H.., Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Udayana Tahun 2013, dengan judul : “Pengawasan
pemberian kredit dengan jaminan Sertipikat Hak Milik atas tanah tanpa akta
pemberian Hak Tanggungan pada Lembaga Perkreditan Desa di Kota
Denpasar”. Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kedudukan LPD selaku kreditor dalam penyelesaian
perjanjian kredit macet dengan jaminan sertifikat hak milik atas tanah
yang tidak diikat dengan APHT?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan dari badan pengawas internal
dan eksternal terhadap praktek pemberian kredit oleh LPD dengan
jaminan sertifikat hak milik atas tanah yang tidak diikat dengan
APHT?
Dari uraian penelitian diatas, sangat berbeda dengan penulisan tesis ini yang
menyangkut kajian hukum empiris tidak ditemukan kesamaan dengan penelitian yang
15
sedang dilakukan, tetapi lokasi dan cakupan penelitian berbeda, sehingga tingkat
originalitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumukan permasalahan yang akan
diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengikatan jaminan yang objeknya tanah hak milik dalam
perjanjian utang piutang pada Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten
Gianyar?
2. Bagaimanakah proses eksekusi tanah hak milik yang dijadikan jaminan dalam
perjanjian utang-piutang pada Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten
Gianyar, dalam hal debitur ingkar janji?
1.3 Tujuan Penulisan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari pada penelitian dalam tesis ini
meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara umum
mengenai bagaimanakah proses pengikatan jaminan yang dilakukan pada Lembaga
Perkreditan Desa yang objek jaminanya adalah hak milik atas tanah.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penulisan tesis ini adalah
sebagai berikut:
16
1. Untuk mengetahui proses pengikatan jaminan yang objeknya tanah
hak milik dalam perjanjian utang piutang pada Lembaga Perkreditan
Desa
2. Untuk mengetahui proses eksekusi tanah hak milik yang dijadikan
jaminan dalam perjanjian utang-piutang pada Lembaga Perkreditan
Desa, dalam hal debitur ingkar janji?
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan yang hendak dicapai dari penelitian dalam tesis ini
meliputi:
A. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran pemikiran khususnya dalam
penemuan asas asas, konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan
dengan permasalahan ini.
2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada
umumnya, maupun di bidang keperdataan dan jaminan pada
khususnya terutama di bidang jaminan utang yang berupa hak milik
atas tanah pada Lembaga Perkreditan Desa.
B. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Memberikan masukan bagi LPD dalam pembuatan perjanjian kredit
haruslah dengan akta notaris untuk menjamin kekuatan pembuktianya
17
dan Pemerintah Daerah Provinsi Bali dalam rangka melaksanakaan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8
Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa, Lembaran Daerah
Provinsi Bali Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Bali Nomor 4, Mengenai Lembaga Perkreditan Desa di Bali
yang berkembang dengan pesat, perlu adanya kewajiban bagi LPD
untuk mengikat jaminan berupa Hak Milik atas tanah dengan APHT
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.
2. Penelitian ini di harapkan memberikan masukan dan informasi bagi
masyarakat mengenai tata cara pengikatan jaminan dan proses
eksekusi jaminan pada Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten
Gianyar
1.5 Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir.
1.5.1 Landasan Teoritis
Dalam mengkaji data dan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam tesis
ini, maka akan digunakan teori-teori sebagai berikut :
1. Teori Perjanjian.
Perjanjian pada umumnya dibuat dengan maksud dan tujuan yang beraneka
ragam. Salah satunya dibuat untuk mendapatkan kredit, dalam setiap pemberian
kredit didasari oleh kepercayaan dan adanya jaminan, dengan harapan kredit yang di
pinjamnya akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang dibuat dan sesuai
18
dengan benda yang dijaminkanya, berdasarkan pengertian dari Pasal 1313
KUHPerdata tentang perjanjian, yang menjadi dasar pengikat suatu perjanjian adalah
“perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada
satu orang atau lehih” apabila dua orang atau lebih sepakat untuk melakukan suatu
perikatan , maka terjadilah suatu kesepaktan untuk melalukan suatu ikatan, dalam
Pasal 1121 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Tiada sepakat yang sah apabila
sepakat itu diberikan karena kehilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau
penipuan”. Roscoe Pound, mengatakan suatu kesepakatan mengikat karena memang
merupakan keinginan para pihak yang menginginkan kesepakatan itu mengikat. Para
pihak sendirilah yang pada intinya menyatakan kehendaknya untuk mengikatkan diri.
Kata sepakat antara subjek terjadi secara disadari antara yang satu dengan yang lain,
dan diantaranya saling mengikatkan diri sehingga subjek hukum yang satu berhak
atas prestasi dan begitu juga dengan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para
pihak.
Dalam teori perjanjian, kata sepakat, merupakan hal yang paling penting.
George W. Paton, menyebut, kehendak yang “senyatanya” bukan kehendak yang
“dipernyatakan” sebagaimana disebutnya, “a secret mental reservation should be a
bar to enforcement since the test is the real will and not the will as declared”.
Kehendak tersebut harus diberitahukan pada pihak lain, tidak menjadi soal apakah
disampaikan secara lisan maupun tertulis, bahkan dengan bahasa isyarat sekalipun
19
atau dengan cara membisu sekalipun tetap dapat terjadi perjanjian asal ada kata
sepakat.14
Hal ini berarti kata sepakat tidak hanya ”kesesuaian” kehendak antar para
pihak yang berjanji saja, tetapi juga menyangkut kehendak dan pernyataan dari
kehendak para pihak itu harus sesuai, atau persesuaian kehendak, dan tidak sekedar
persesuaian sehingga tidak timbul cacat kehendak. Konsekuensi adanya kesepakatan
untuk mengikatkan diri bahwa semua pihak telah menyetujui materi yang
diperjanjikan, tidak ada paksaan atau di bawah tekanan.
R. Wirjono Prodjodikoro, ”kalau seseorang berjanji melaksanakan sesuatu
hal, maka janji ini dalam hukum pada hakikatnya ditujukan kepada orang lain”.
Bahwa sifat pokok dari perjanjian adalah hubungan hukum antara orang-orang
berdasarkan atas suatu janji, wajib untuk melakukan sesuatu hal, dan orang lain tentu
berhak menuntut pelaksanaan suatu janji itu.15 Pendapat lain dikemukakan oleh
subekti yang mendefinisikan perjanjian sebagai berikut ; ”Perjanjian merupakan
suatu peristiwa apabila seseorang berjanji kepada seseorang yang lain ataupun jika
dua orang tersebut saling berjanji dan mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
hal”.16
Pendapat lain dikemukakan oleh Rutten dalam Purwahid Patrik yang
menyatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan yang terjadi sesuai dengan formalitas-
14 Sudargo Gautama, 2006, Indonesia Buisness Law, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal 231
15 Wirjono Prodjodikoro, 1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Cet VIII, Sumur, Bandung, hal. 11
16 R.Soebekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermas, Jakarta, hal. 45
20
formalitas dari peraturan hukum yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua
atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari
kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan masing-
masing pihak secara timbal balik.
Pada umumnya suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun secara
tertulis maka dari itu suatu perjanjian sifatnya sebagai alat bukti jika dikemudian hari
terjadi permasalahan. Terhadap perjanjian yang ditentukan oleh Undang-undang
harus dibuat dalam bentuk tertentu, apabila bentuk tersebut tidak sesuai, maka
perjanjian tersebut dikatakan tidak memnuhi syarat yang ditentukan oleh Undang-
Undang, perjanjian yang bentuknya tertulis tidak hanya digunakan sebagai
pembuktian saja jika terjadi permasalahan antara kedua belah pihak tetapi merupakan
hal utama untuk adanya (bestnwaarde) perjanjian tersebut.17
Perjanjian kredit yang telah ditetapkan oleh pihak kreditur merupakan suatu
perjanjian baku, yang melahirkan hukum bagi kedua belah pihak. Bahwa pihak
kreditur dengan pihak debitur saling terikat untuk melaksanakan isi dari perjanjian
yang telah disepakati. Selain mengemukakan kontrak baku dapat diterima sebagai
perjanjian berdasarkan kemauan dan kepercayaan antara kedua belah pihak untuk
mengikatkan diri kepada perjanjian.
Dengan demikian dalam perjanjian kredit terdapat kesepakatan kedua belah
pihak yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit dimana akan melahirkan suatu
17 Purwahid Patrik, 1988. Hukum Perdata II. Undip: Semarang, hal. 3
21
perikatan diantara kedua belah pihak. Definisi perikatan tidak diatur dalam buku III
KUHPerdata tentang perikatan, akan tetapi definisi perikatan terdapat dalam
pengetahuan ilmu hukum. Perikatan merupakan suatu hubungan hukum dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih, pihak yang satu bertkewajiban
atas sesuatu dan pihak yang lain berhak atas prestasi.18 Adapun syarat yang harus
dipenuhi dalam peminjaman kredit antara lain :
1. Kepercayaan : Keyakinan pihak kreditur atas prestasi yang diberikan oleh
pihak debitur, yang dibayar sesuai dengan waktu perjanjian
2. Waktu : merupakan jangka waktu antara penerimaan kredit dan
pembayarannya, waktu tersebut sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah
pihak antara kreditur dengan debitur.
3. Prestasi : Merupakan objek yang diperjanjikan berupa prestasi pada
saat terjadinya kesepakatan pemberian pinjaman oleh kreditur kepada debitur.
4. Resiko : Adalah Hal yang kemungkinan terjadi selama jangka waktu
dari penyaluran kredit hingga pelunasan pinjaman tersebut maka diperlukan
pengikatan jaminan atau angunan yang dimiliki debitur.
18 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hal. 2
(Selanjutnya disebut Purwahid Patrik II)
22
Adanya kemungkinan resiko akibat dari jangka waktu pemberian kredit
hingga sampai pelunasan pinjaman maka pihak perbangkan selaku pemberi kredit
melakukan penilaian terhadap :19
1. Penilaian watak
2. Penilaian kemampuan
3. Penilaian modal
4. Penilaian angunan
5. Penilaian prospek usaha
Suatu perjanjian pinjam meminjam sah apabila kewajiban yang timbul dari
perjanjian tersebut dapat dipenuhi, dan apabila tidak dapat dipenuhi maka dapat
untuk dipaksakan pelaksanaanya, apabila pihak yang berkewajiban tidak dapat
memenuhi kewajibanya sesuai dengan apa yang diperjanjikan, maka dapat dikatakan
pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. Dari uraian diatas sangat relevan untuk
menjawab rumusan masalah pertama mengenai proses pengikatan jaminan yang
objeknya tanah hak milik pada Lembaga Perkreditan Desa, dalam praktiknya LPD
dalam mengikat suatu jaminan yang berupa hak milik atas tanah seringkali tidak
diikat dengan APHT, pengikatan terhadap jaminan hanya dibuatkan perjanjian kredit
saja, atau surat kuasa membebankan hak Tanggungan (SKMHT) pada notaris karena
jumblah kreditnya tidak banyak.
19 Rahmadi Usman, 2001, Aspek Hukum Perbangkan Syariah di Indonesia. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, hal. 236
23
2. Teori Kepastian Hukum
Sudah umum bilamana kepastian sudah menjadi bagian dari suatu hukum, hal
ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan
kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai
pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan
utama dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah
dilakukan mengenai hukum semenjak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai
pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam
hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan
akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan
yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
Teori Kepastian Hukum dalam penelitian ini berkaitan dengan, Pengikatan
Jaminan pada Lembaga Perkreditan Desa yang objek jaminanya adalah Hak Milik
atas Tanah. Adapun beberapa pendapat ahli mengenai Kepastian Hukum diantaranya:
a. Gustaf Radbruch mengemukakan dalam pengertian hukum dapat dibedakan
menjadi tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai kepada
pengertian hukum yang memadai. Aspek yang pertama adalah keadilan
dalam arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang
di depan pengadilan. Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas.
Aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai. Aspek yang ketiga adalah kepastian hukum atau
24
legalitas. Aspek ini menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai
peraturan yang harus ditaati
b. Peter Mahmud Marzuki mengemukakan, kepastian hukum mengandung dua
pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat
individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan,
dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum itu, individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara
kepada setiap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal
dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan
hakim yang lainya untuk kasus serupa yang telah diputus.
c. Menurut J.M Otto kepastian hukum memiliki unsur-unsur sebagai berikut20
a. Adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan
Negara
b. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara
konsisten dan berpegang pada aturan hukum tersebut.
c. Rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum
d. Hakim yang bebas dan gtidak memihak secara konsisten menerapkan
aturan hukum tersebut
e. Putusan Hakim dilaksanakan secara nyata
20 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Perdana Media Group,
Jakarta, hal. 158
25
Dengan dijaminkanya hak milik atas tanah maka perlu adanya kepastian
hukum mengeni hak yang mengikat dan membebani tanah hak milik yang dijadikan
jaminan utang. Sehingga teori ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang
kedua mengenai eksekusi tanah hak milik yang dijadikan jaminan pada Lembaga
Perkreditan Desa, karena perlu adanya kepastian hukum terhadap kreditur maupun
debitur yang dalam hal ini untuk menjamin pelunasan suatu kredit pada Lembaga
Perkreditan Desa.
3. Teori Perlindungan Hukum.
Perlindungan Hukum yang diberikan oleh suatu Negara kepada rakyatnya
akan menciptakan kenyamanan, keamanan dan ketertiban masyarakat, dalam
hubunganya antara Negara dan masyarakat dapat dijaga kepentinganya.
Hukum merupakan perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma
ataupun kaidah. Hukum sebagai kumpulan peraturan yang bersifat umum dan
normatif, umum yaitu berlaku bagi semua orang dan normatif karena mengatur
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh orang lakukan, serta menentukan
bagaimana mematuhi suatu aturan dan kaedah.21
Wujud dari Hukum dalam masyarakat adalah memberikan suatu perlindungan
hukum kepada masyarakan yang kepentinganya tergangu. Menurut Sudikno
Mertokusumo, bahwa hukum bertujuan untuk tercapainya ketertiban dalam
masyarakat, diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuan
21 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta
hal. 39
26
yang diinginkan dan berfungsi membagi hak dan kewajiban antara perorangan dan
masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan memecahkan masalah hukum
serta memelihara kepastian hukum. Menurut Subekti bahwa tujuan hukum itu
mengabdi kepada tujuan Negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan
bagi rakyat.22
Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subyek hukum dengan objek
hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan kewajiban
dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, agar masyarakat merasa
aman. Hal ini menunjukan bahwa perlindungan hukum dapat memberi jaminan atau
kepastian bahwa seseorang akan mendapat apa yang telah menjadi hak dan
kewajibanya.
Menurut Philipus M Hadjon Perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum
berbahasa belanda dikenal dengan sebutan rechtsbescherming van de burgers.23
Pendapat ini menunjukan bahwa perlindungan hukum merupakan terjemahan dari
bahasa belanda yaitu Rechtbeschrming. Dari pengertianya dalam kata perlindungan
terdapat suatu usaha yang dilakukan untuk mendapat hak-hak yang dilindungi sesuai
dengan kewajiban yang dilakukan. Menurut Fitzgerald menjelaskan teori
perlindungan hukum salmond bahwa hukum bertujuan untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena prlindungan
22 Ibid, hal. 57-61 23 Philipus M hadjon, 1998, perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia, Bina Ilmu Surabaya,
hal. 1
27
terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai
kepentingan dilain pihak.24
Teori ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua mengenai
eksekusi tanah hak milik yang dijadikan jaminan pada Lembaga Perkreditan Desa.
Sebagai landasan berpijak karena sesuai dengan prinsip memberikan kepastian
hukum, maka UUHT mengambil prinsip mendaftarkan tanah yang dijadikan jaminan
kredit harus dibebani hak tanggungan. Gunan memproleh kepastian hukum kepada
pemberi maupun penerima kredit
24 Satjipto raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 69
28
1.5.2 Kerangka Berfikir
Latar Belakang Rumusan masalah
1.LPD melayani kegiatan jasa keuangan untuk warga desanya.
2.LPD tidak tunduk kepada UU Perbankan dan UU LKM.
3 Hak atas tanah yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit haruslah diikat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan
1.Bagaimana proses pengikatan jaminan yang objeknya tanah hak milik dalam perjanjian utang piutang pada Lembaga Perkreditan Desa?
2.Bagaimanakah proses eksekusi tanah hak milik yang dijadikan jaminan dalam perjanjian utang-piutang pada Lembaga Perkreditan Desa, dalam hal debitur ingkar janji?
Landasan Teoritis
Teori Perjanjian.
Teori Kepastian Hukum
Teori Perlindungan
Hukum.
Metode Penelitian
1.Jenis penelitian : empiris 2.Sifat Penelitian : Deskriftif Analitis 3.Data dan Sumber data a.Data Primer (Lapangan) b.Data Skunder (Kepustakaan) 4.Teknik pengumpulan data a.data lapangan (wawancara) b.Data Kepustakaan (Studi dokumen) 5. Teknik pengolahan dan analisis data. Setelah semua data terkumpul baik dta lapangan dan data kepustakaan, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan masalah. Data tersebut dianalisa sedmikian rupa dan dikaitkan dengan teori-teori yang relevan antaralain : Teori Perjanjian, Teori kepastian Hukum Dan Teori Perlindungan Hukum, dan kemudian disajikan secara deskriftif analitis
29
1.6 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini merupakan penelitian hukum
empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian tentang pemberlakuan suatu
peraturan yang bersifat normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu
yang terjadi dalam masyarakat.25
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah empiris, karena mendekati
masalah dari kenyataan yang ada dalam masyarakat, kemudian dikaitkan dengan
peraturan yang berlaku. Pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002
tentang Lembaga Perkreditan Desa dan UUHT menyebutkan bahwa unuk mengikat
suatu jaminan berupa hak milik atas tanah haruslah diikat dengan APHT yang dibuat
oleh Notaris/PPAT, sedangkan dalam kenyataanya ada beberapa jaminan berupa hak
milik atas tanah yang tidak di ikat dengan APHT sesuai dengan amanat UUHT dalam
memberikan kepastian hukum bagi kreditur maupun debitur..
b. Sifat Penelitian.
Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriftif analitis.
Penelitian yang bersifat deskriftif analitis bertujuan untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainya,26 maka dapat
25 Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
bandung, hal. 134
26 Sarjono soekamto, 1996, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, hal. 10
30
diambil data obyektif karena ingin mengambarkan kenyataan yang terjadi pada LPD
di Kabupaten Gianyar.
c. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada LPD di
Kabupaten Gianyar. Terpilihnya Kabupaten Gianyar sebagai lokasi penelitian karena
Kabupaten Gianyar merupakan salah satu Kabupaten di Bali yang berkembang. Dari
271 desa yang ada di Kabupaten Gianyar 270 desa diantaranya telah memiliki LPD
sebagai penunjang ekonomi.27 Dari sekian desa, hanya 1 (satu) desa saja yang belum
memiliki LPD karena desa tersebut belum memiliki awig-awig tentang LPD, karena
awig-awig merupakan dasar dari pendirian suatu LPD di desa pakraman.
Populasi adalah keseluruhan dari objek pengamatan atau objek penelitian,
sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Karena
populasi sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak mungkin untuk diteliti seluruh
populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel yang
memberikan gambaran tentang objek penelitian secara tepat dan benar.28
Dalam penelitian ini ditetapkan 3 (tiga) Lembaga Perkreditan Desa di wilayah
Kabupaten Gianyar sebagai sampel penelitian yang telah di pilih secara purposive
sampling. Pemilihan sampel penelitian ini didasarkan pada pertimbangan mengenai
perkembangan dan kemajuan dari Lembaga Perkreditan Desa tersebut. Berdasarkan
27 http://www.gianyarkab.go.id, diunduh pada hari senin 25 Januari 2016
28 Rony Hatnijo Soemitro, 1998, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta hal. 10
31
hasil penelitian pendahuluan (penjajakan) Maka LPD yang di pilih adalah LPD Desa
Pakraman Padangtegal di Kecamatan Ubud, LPD Desa Pakraman Junjungan di
Kecamatan Ubud, dan LPD Desa Pakraman Tegallalang di Kecamatan Tegallalang.
d. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
skunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari penelitian di lapangan dan
informan yang mengalami langsung perjanjian kredit dengan jaminan hak milik atas
tanah yang tidak diikat dengan APHT yang diproleh dari LPD yang berada di
Kabupaten Gianyar.
Data data sekuner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Bahan hukum Primer berupa peraturan Perundang-Undangan yang terkait
dengan permasalahan , seperti :
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3632).
b. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan dari Undang – Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor. 182,
Tambahan Lembaran Negara Nomor. 3790).
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
32
1999 Tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4357);
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2004 Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491);
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 111,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang
Lembaga Keuangan Mikro (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);
g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3696);
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3746);
33
i. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Lembaga
Perkreditan Desa (Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor. 20 Tahun
2002, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3);
j. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang
Lembaga Perkreditan Desa (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2007
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3);
k. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Tentang
Lembaga Perkreditan Desa (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2012
Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 4);
l. Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Pengurus Dan
Pengawas Internal Lembaga Perkreditan Desa (Berita Daerah Provinsi
Bali Tahun 2008 Nomor 16); Bahan Hukum Primer yang merupakan
bahan bahan hukum yang mengikat.
2. Bahan hukum sekunder yang merupakan bahan pendukung yang
memeberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Menurut Robert
Watt : “All of the materials in the library are used basically to assist the
resercht in understanding the law”29 yang berarti semua bahan dalam
perpustakaan yang pada dasarnya digunakan sebagai bahan penelitian dalam
29 Robert Watt, 2001, Concise Legal Reserch, The federation Press, Leichhardt, NSW, hal. 1
34
penelitian hukum. Dalam penulisan karya ilmiah ini yang digunakan adalah
bahan hukum sekunder yang bersumber dari literatur yang berkaitan dengan
masalah.
3. Bahan hukum tersier merupakan data penunjang. Yakni bahan-bahan yang
member petunjuk dan penjelasan terhadap data data primer dan data sekunder,
diantaranya kamus dan ensiklopedia.30
d. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode wawancara. Wawancara atau interview adalah situasi antara pribadi bertatap
muka (face to face) ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan
yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah
penelitian.31 Untuk memperoleh data dari informan yakni kepala Lembaga
Perkreditan Desa yang ada di wilayah penelitian. Agar hasil wawancara memiliki
nilai validitas dan reabilitas dalam berwawancara digunakan alat berupa pedoman
wawancara atau Interview guide.32
Untuk mengumpulkan data kepustakaan digunakan teknik studi dokumen
yaitu dengan penelusuran literatur dan mencatat bahan bahan dari buku-buku
literature yang terkait dengan masalah didalam penelitian ini.
30 Bambang Sunggono, 2003, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hal. 114 31 Amirudin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal. 82 32 Program Studi Magister Kenotariatan Unud, 2013, Buku Pedoman Pendidikan Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Udayana, Denpasar , hal. 63
35
e. Teknik Pengolahan dan Analitis Data.
Setelah semua data terkumpul baik dari data kepustakaan maupun lapangan
kemudian diklasifikasikan sesuai dengan masalah. Data tersebut dianalitis sedemikian
rupa dikaitkan dengan teori-teori yang relevan. Kemudian ditarik kesimpulan untuk
menjawab permasalahan. Tahapan tahapan pengolahan data yang dilalui adalah
mengunakan data kualitatif dan akhirnya data tersebut disajikan secara deskriftif
analitis.33
33 Ibid., hal. 73