teori hukum
TRANSCRIPT
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 1/19
TEORI HUKUMBAB I
PENDAHULAUN
Masyarakat diajak untuk memasuki dromologi berpikir, yang aktualisasinya muncul melalui
kritik, pembalikan pemikiran, bahkan penghancuran (dekonstruksi). pada pembahasan pertama
dalam makalah ini, penulis ingin mencoba menjelaskan tentang Teori Hukum, apa dan
bagaimana hubungannya dengan Dogmatik Hukum dan Filsafat Hukum.
Pada pembahasan kedua dalam makalah ini penulis menjelaskan tentang pokok-pokok
pembahasan teori hukum murni, yang terdiri atas pengertian Teori Hukum Murni Hans Kelsen,
serta perdebatan mengenai Teori ini di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen
disebut the pure theory of law mendapat tempat tersendiri karena berbeda dengan dua kutub
pendekatan yang berbeda antara mazhab hukum alam dan positivisme empiris. Beberapa ahli
menyebut pemikiran Kelsen sebagai jalan tengah dari dua aliran hukum yang telah ada
sebelumnya.
Pada bagian ketiga dari makalah ini, penulis menjelaskan tentang perdebatan para ahli hukum
seputar Struktur hukum, substansi hukum, dan Budaya Hukum, sebagaimana di kemukakan
oleh L. Friedman, serta relevansi teori hukum ini pada tananan hukum di Indonesia. Lawrence
M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan berfungsinya
semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga
komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal
substance), budaya hukum (legal culture)
Pada bagian keempat dari makalah ini, penulis menjelaskan perdebatan seputar Teori hukum
responsif yang dikemukakan oleh Nonet dan Zelnick, serta perkembangannya apakah relevan
dengan konteks di Indonesia. Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan
Zelnick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu hukum sebagai
pelayan kekuasaan represif (hukum represif), hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu
menjinakan represif dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai
fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif).
Dan pada bagian kelima atau bagian terakhir dari makalah ini, penulis ingin menjelaskan
tentang perkembangan Teori hukum Progresif di Indonesia sebagaiman dicetuskan oleh
Sartjipto Raharjo. Hukum Progresif lahir di Indonesia akibat gagalnya reformasi yang terjadi di
Indonesia dimana hal ini dimulai dari asumsi dasar bahwa hukum adalah institusi yang
bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan bahagia.
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 2/19
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI HUKUM
a. Pengertian Teori Hukum
Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, Teori hukum merupakan disiplin mandiri yang
perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait erat dengan ajaran hukum umum.
Perkembangan definitif dari teori hukum menjadi sebuah disiplin pada paruh waktu kedua dari
abad duapuluh diinspirasi oleh timbulnya ilmu ilmu baru atau cabang-cabang dari ilmu yang
sudah ada, seperti informatika, logika deontik, kibernetika, sosiologi hukum, Etiologi (hukum)
dan sejenisnya.
Menurut J.J.H. Bruggink, teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan
berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan
sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. Menurut Bruggink, definisi di atas
memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk, yakni seluruh pernyataan yang saling
berkaitan itu adalah hasil dari kegiatan teoritik bidang hukum. Dalam arti proses, yaitu kegiatan
teoritik tentang hukum atau pada dapat mengandung makna ganda lainnya, yaitu teori hukum
dalam arti luas dan teori hukum dalam arti sempit. Dalam arti luas, berarti menunjuk kepada
pemahaman tentang sifat berbgai bagian(cabang sub-disiplin) teori hukum, yaitu sosiologi
hukum, berbicara tentang keberlakuan faktual atau keberlakuan empirik dari hukum. Teori
hukum dalam arti sempit, berbicara tentang keberlakuan formal atau keberlakuan normatif dari
hukum. Filsafat hukum berbicara tentang keberlakuan evaluatif dari hukum, terakhir adalahdogmatik hukum, atau ilmu hukum dalam arti sempit. Terhadap keempat kegiatan penelitian
teoritik bidang hukum sendiri.
Disamping mengandung makna ganda diatas, teori hukum menurut Bruggink kajian diatas itu
Bruggink menjelaskan bahwa teori hukum dalam arti luas itu terdiri atas bagian bagian apa saja,
adalah masalah sulit sebab setiap penulis mengajukan pembagian sendiri dengan
menggunakan definisi yang sesuai dengannya.
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 3/19
b. Hubungan Dogmatik Hukum dan Teori Hukum
Sebelum saya berbicara jauh atau melangkah jauh dalam membahas hubungan dogmatik
hukum dan teori hukum, maka ada baiknya kita mengenal lebih dulu apa yang dimaksud
dengan Dogmatik Hukum. Dogmatik hukum (rechtsleer) atau Dogmatik hukum
(rechtdogmatiek), juga sering disebut sebagai ilmu hukum (rechtswetenschap), dalam arti
sempit bertujuan untuk memaparkan dan mensistematisasi serta dalam arti tertentu juga
menjelaskan (verklaren) hukum positif yang berlaku. Walaupun demikian dogmatik hukum itu
bukanlah ilmu netral yang bebas nilai. Sehingga jika cermati hubungan dogmatik hukum dengan
teori hukum tidak saling tumpang tindih, melainkan satu sama lain memiliki telaah sendiri-
sendiri (mandiri), sebagaimana dibawah ini :
a. Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal
(walaupun tidak a-normatif), maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini.
b. Dogmatik hukum berbicara tentang hukum. Teori hukum berbicara tentang cara yang
dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum
c. Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interpretasi tertentu menerapkan teks undang-
undang yang pada pandangan pertama tidak mengajukan pertanyaan tentang dapatdigunakannya teknik-teknik interpretasi, tentang sifat memaksa secara logikal dari penalaran
interpretasidan sejenisnya lagi.
c. Hubungan Filsafat hukum dan teori hukum
Sebelum saya membahas lebih jauh tentang hubungan filsafat hukum dan teori hukum, maka
saya ingin menjelaskan sedikit tentang pengertian daripada Filsafat Hukum. Filsafat hukum
adalah filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala hukum. Dalam filsafat
pertanyaan-pertanyaan yang palingdalam dibahas dalam hubungannya dengan landasan,
struktur, dan sejenisnya dari kenyataan. Menururt Jan Gijssels dan Mark van Hoecke filsafat
hukum memiliki telaah sebagai berikut :a. Ontologi hukum, penelitian tentang hakekat dari hukum, misalnya hakekat demokrasi,
hubungan hukum dengan moral
b. Aksiologi hukum, penentuan isi dan nilai seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan
dan lain-lain.
c. Idiologi hukum (ajaran idea)
d. Epistemologi hukum (ajaran pengetahuan), bentuk metafilsafat
e. Teleologi Hukum, hal menetukan makna dan tujuan hukum
f. Ajaran ilmu dari hukum, meta teori dari ilmu hukum
g. Logika hukum.
Hubungan Filsafat Hukum dan Teori hukuma. Jika Teori Hukum mewujudkan sebuah meta-teori berkenaan dengan dogmatik hukum, maka
Filsafat Hukum memenuhi fungsi dari sebuah meta-displin berkenaan dengan Teori Hukum.
b. Secara struktural Teori Hukum terhubungkan pada Filsafat Hukum dengan cara yang sama
seperti Dogmatik Hukum, terhadap Teori Hukum.
c. Filsafat Hukum merupakan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan Teori Hukum.
d. Filsafat Hukum sebagai ajaran nilai dari Teori hukum dan Filsafat Hukum sebagai ajaran ilmu
dari Teori Hukum.
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 4/19
e. Filsafat Hukum sebagai ajaran ilmu dari teori Hukum dan sebagai ajaran pengetahuan
mewujudkan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan Teori Hukum tidak memerlukan
penjelasan lebih jauh, mengingat Filsafat Hukum di sini mengambil sebagian dari kegiatan-
kegiatan dan Teori Hukum itu sendiri sebagai objek studi.
Dari hal di atas dapatlah disimpulkan bahwa hubungan Teori Hukum dan Filsafat Hukum dapat
dirangkum sebagai sebuah hubungan meta-displin (filsafat hukum) terhadap disiplin objek(teori
hukum), dan terkait pada Filsafat Hukum secara esensial mewujudkan suatu pemikiran
spekulatif sedangkan Teori Hukum mengupayakan suatu pendekatan ilmiah-positif terhadap
gejala hukum. Dengan demikian maka Filsafat Hukum dapat bersifat rasional hanya atas dasar
kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri didiskusikan atau dapat didiskusikan.
Sebaliknya teori hukum itu rasional (atau tidaknya harus berupaya untuk demikian) atas dasar
kriteria umum, yang diterima setiap orang.
B. POKOK POKOK PEMBAHASAN TEORI HUKUM MURNI HANS KELSEN
a. Perkembangan Pemikiran Hans kelsen
Jika dilihat dari karya-karya yang dibuat oleh Hans Kelsen, pemikiran yang dikemukakan
meliputi tiga masalah utama, yaitu tentang teori hukum, negara, dan hukum internasioanl.Ketiga masalah tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena
saling terkait dan dikembangkan secara konsisten dan dikembangkan secara konsisten secara
logika hukum formal. Teori umum tentang hukum yang dikembangkan oleh Kelsen meliputi dua
aspek penting, yaitu hukum statis (nomostatics) yang melihat perbuatan yang diatur oleh
hukum, dan aspek dinamis (nomodinamic) yang melihat hukum yang mengatur perbuatan
tertentu.
Dari asal usulnya, teori hukum murni merupakan suatu bentuk pemberontakan yang ditujukan
terhadap Ilmu Hukum yang Ideologis, yaitu ajaran yang hanya mengembangkan hukum sebagai
alat pemerintahan suatu rezim dari Negaranegara totaliter. Teori ini hanya menerima hukum
sebagaimana adanya, yaitu dalam bentuk peraturan-peraturan yang ada. Bagian lain dari teori
Kelsen yang bersifat dasar adalah konsepsinya mengenai Grundnorm. Kecuali berfungsi
sebagai dasar juga sebagai tujuan yang harus diperhatikan oleh setiap hukum atau peraturan
yang ada. Semua hukum yang berada didalam kawasan rejim grundnorm tersebut harus
mengait kepadanya, oleh karena itu bisa juga dilihat sebagai induk yang melahirkan peraturan-
peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem tertentu. Grundnorm ini tidak perlu sama untuk
setiap tata hukum.
Ilmu hukum adalah ilmu normatif, demikian menurut Kelsen dan hukum itu semata-mata berada
dalam kawasan dunia sollen. Karakteristik dari norma adalah sifatnya yang hipotetis, lahir
bukan karena alami, melainkan karena kemauan dan akal manusia. Kemauan dan akal ini
menelorkan pernyataan yang berfungsi sebagai asumsi dasar. Teori Kelsen dapat dirumuskan
sebagai “suatu analisis tentang struktur hukum positif, yang dilakukan seeksak mungkin, suatu
analisis yang bebas dari semua pendapat etis atau politis mengenai suatu nilai”. Kelsen pada
dasarnya ingin menciptakan suatu ilmu pengetahuan huikum murni, menghilangkan dari semua
unsur-unsur yang tidak penting dan memisahkan jurisprudence dari ilmu-ilmu sosial,
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum analis denga tegas.
Friedman mengungkapkan dasar-dasar esensial dari pemikran Kelsen sebagai berikut :
1. Tujuan teori tentang hukum, seperti juga setiap ilmu, adalah untuk mengurangi kekalutan dan
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 5/19
meningkatkan kesatuan (unity).
2. Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah pengetahuan tentang hukum
yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada.
3. Ilmu hukum adalah normatif, bukanilmu alam
4. Sebagai suatu teori tentang norma-norma, teori hukum tidak berurusan dengan persoalan
efektivitas norma-norma hukum.
5. Suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara pengaturan dari isi yang
berubah-ubah menurut jalan atau pola yng spesifik. Hubungan antara teori hukum dengan
suatu sistem hukum positif tertentu adalah seperti antara hukum yang mungkin dan hukum
yang ada.
Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen disebut the pure theory of law mendapat tempat
tersendiri karena berbeda dengan dua kutub pendekatan yang berbeda antara mazhab hukum
alam dan positivisme empiris. Beberapa ahli menyebut pemikiran Kelsen sebagai jalan tengah
dari dua aliran hukum yang telah ada sebelumnya. Fokus utama teori hukum, menurut Hans
Kelsen, bukanlah salinan ide transendental yang sedikit banyak tidak sempurna. Teori hukum
murni ini tidak berusaha memandang hukum sebagai anak cucu keadilan, sebagai anak dariorang tua yang suci.
Menurut Kelsen, Hukum adalah sistem Norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan
aspek seharusnya atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang
harus dilakukan. Empirisme hukum melihat hukum dapat direduksi sebagai fakta sosial.
Sedangkan Kelsen berpendapat bahwa interpretasi hukum berhubungan dengan norma yang
non empiris. Norma tersebut memeliki struktur yang membatasi interpretasi hukum. Disisi lain
berbeda dengan mazhab hukum alam, Kelsen berpendapat bahwa hukum tidak dibatasi oleh
pertimbangan moral.
Ilmu hukum adalah “ilmu normatif”, demikian dinyatakan oleh Kelsen berkali-kali. Hukum itu
semata-mata berada dalam kawasan dunia sollen. Ciri hakiki dari norma adalah sifatnya yanghipotetis. Ia lahir bukan karena proses alami, melainkan karena kemauan dan akal manusia.
Kemauan dan akal ini menelorkan pernyataan yang berfungsi sebagai asumsi dasar atau
permulaan. Dinyatakan, bahwa berbuat begini atau begitu merupakan dalil yang umum dan
sebagai kelanjutannya harus diikuti oleh konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang demikian itu
akan dilaksanakan oleh kehendak manusia sendiri juga. Oleh karena itu salah satu ciri yang
menonjol pada teori Kelsen adalah paksanaan.
Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis
dalam suatu hirarkhi tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber
dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma
yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu norma dasar
(grundnorm). Sehingga, norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma
yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya,
semakin rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut. Norma yang paling
tinggi, yang menduduki puncak piramida, disebut oleh Kelsen dengan nama Grundnorm (norma
dasar).
Sistem hukum Indonesia pada dasarnya menganut teori yang dikembangkan oleh Hans Kelsen.
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 6/19
42 Hal ini tampak dalam rumusan hirarkhi peraturan perundangan-undangan Indonesia
sebagaimana dapat kita temukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 7 undang-undang
tersebut dinyatakan bahwa, Jenis dan hierarki Peraturan Perundangundangan adalah sebagai
berikut :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah.
Sebagai oposisi dari norma moral yang merupakan deduksi dari norm moral lain dengan
silogisme, norma hukum selalu diciptakan melalui kehendak (act of will). Sebagaimana sebuah
tindakan hanya dapat menciptakan hukum, bagaimana pun, harus sesuai dengan norma hukum
lain yang lebih tinggi dan memberikan otorisasi atas hukum baru tersebut. Kelsen berpendapat
bahwa inilah yang dimaksud sebagai Basic Norm yang merupakan presupposition dari sebuahvaliditas hukum tertinggi.teori tertentu yang dikembangkan ole kelsen dihasilkan dari analisis
perbandingan sistem hukum positif yang berbeda-beda, membentuk konsep dasar yang yang
dapat menggambarkan komunitas hukum. Masalah utama (subject matter) dalam teori umum
adalah norma hukum (legal norm) elemen-elemen, hubungannya, tata hukum sebagai suatu
kesatuan, strukturnya, hubungan antara tata hukum yang berbeda, dan akhirnya kesatuan
hukum di dalam tata hukum positif yang plural.the pure theory of law menekankan pada
pembedaan yang jelas antara hukum empiris dan keadilan transendental dengan
mengeluarkannya dari ruang lingkup kajian hukum.
Kelsen sangat skeptis terhadap teori-teori moral kaum objektivis, termasuk Immanuel Kant.
Kelsen tidak mengklain bahwa presupposition dari Norma Dasar adalah sebuah kepastian dan
merupakan kognisi rasional. Bagi Kelsen, Norma Dasar adalah bersifat optional. Senada
dengan itu, berarti orang yang percaya bahwa agama adalah normatif maka ia percaya bahwa
“setiap orang harus percaya dengan perintah Tuhan”. Tetapi, tidak ada dalam sebuah nature
yang akan memaksa seseorang mengadopsi satu perspektif normatif.
Berbagai istilah digunakan oleh Hans Kelsen guna menamai Teori Hukum Positif seperti Ilmu
Hukum Normatif dan Teori Juristik yang sebangun struktur argumentasinya. Sikap yang diambil
Hans Kelsen adalah pemurnian hukum dari kepentingan-kepentingan di luar hukum seperti
politik, keadilan, ideologi dan seterusnya. Hukum merupakan teknik sosial yang spesifik dengan
objek hukum positif. Kelsen juga menolak untuk memberikan definisi hukum sebagai suatu
perintah. Oleh karena definisi yang demikian itu mempergunakan pertimbangan-pertimbangan
subyektif dan politis, sedangkan yang dikehendaki ilmu pengetahuannya benar-benar objektif.
Perspektif Kelsen dalam memandang hukum tidak berusaha menggambarkan apa yang terjadi,
tetapi lebih menitik beratkan untuk menentukan peraturan-peraturan tertentu, meletakkan
norma-norma bagi tindakan yang harus diikuti orang.
Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ia menghendaki suatu gambaran tentang hukum
yang bersih dalam abstraksinya dan ketat dalam logikanya. Oleh karena itulah ia
menyampingkan hal-hal yang bersifat ideologis, oleh karena dianggapnya irasional. Teori
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 7/19
hukum yang murni juga tidak boleh dicemari oleh ilmu-ilmu politik, sosiologi, sejarah dan
pembicaraan tentang etika.
b. Penerapan Teori Hukum Murni Hans kelsen di Indonesia
Dengan masuknya kekuasaan Eropa ke Indonesia, masuk pulalah perkembangan pemikiran
yang terjadi di Eropa. Terutama ketika orang-orang Indonesia diberi kesempatan untuk
belajar/menempuh pendidikan di Eropa. Mahasiswa Indonesia yang membentuk Perhimpunan
Indonesia (Indische Vereniging) berkenalan dengan elemen-elemen ideologi Aufklarung
sebagai suatu ideologi sekuler yang terkait erat dengan perkembangan Rasionalisme,
Empirisme, Idealisme dan Posistivisme. Orang Indonesia mulai mengenal ajaran mengenai
hak-hak azasi, kemerdekaan, persamaan, demokrasi, republik, konstitusi, hukum, negara, dan
masyarakat. Pemikir-pemikir seperti John Locke, Thomas Hobbes, Rousseeua, Voltaire,
Imanuel Kant, Hans Kelsen, Hegel, Adam Smith dan Karl Marx mulai diketahui. Individualisme,
Liberalisme, Kapitalisme, Sosialisme, dan Marxisme juga telah dialami.
Ajaran hukum Hans Kelsen terdiri dari dua konsep.
1. Ajaran hukum murni (Reine Rechtlehre)
Bahwa hukum itu harus dipisahkan dari sosiologis, moral, politis, historis, dan sebagainya.
Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai mahluk rasional.
Baginya tidak mempersoalkan hukum itu dalam kenyataannya, tetapi mempersoalkan apa
hukumnya. Bahkan dalam ajaran hukum murni ini menolak keadilan dijadikan pembahasan
dalam ilmu hukum. Bagi Hans Kelsen keadilan adalah masalah ideologi yang ideal-irasional.
2. Stufenbau Thery
Ajaran ini pada mulanya dikemukakan oleh Adolf Merkl kemudian dipopulerkan oleh Hans
Kelsen. Teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari susunan norma yang
berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang
lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma semakin abstrak sifatnya, sebaliknya semakin rendah
suatu norma semakin kongkrit sifatnya.
Menurut Bagir Manan, hukum positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak
tertulis yang pada saat ini yang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan
ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara. Teori Hukum Murni
masih banyak dipakai di Indonesia, hal tersebut tercermin dengan masih
diikutinya/diterapkannya beberapa pemikiran dari Hans Kelsen dalam sistem kehidupan secara
yuridis. Dalam hubungan tugas hakim dan perundang-undangan masih terlihat pengaruh aliran
Aliran Legis (pandangan Legalisme), yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh berbuat selain
daripada menerapkan undang-undang secara tegas. Hakim hanya sekedar terompet
undangundang dan selain itu juga dalam penerapan hukum oleh para Hakim masih terpaku
peraturan perundang-undangan tertulis. Bahkan peraturan, perundang-undangan yang tertulis
dianggap keramat oleh banyak Hakim di Indonesia.
Akan tetapi tidak semua sistem hukum nasional Indonesia secara bulat mengadopsi sistem
hukum yang berkembanga di Eropa, walaupun sebagian besar hukum peninggalan kolonial
Belanda masih tetap berlaku. teori hukum murni dalam perjalanannya tidak mampu
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 8/19
menjelaskan keadaan hukum secara holistik, maka Satjipto Rahardjo meminjam Sosiologi
Hukum sebagai alat bantu untuk menjelaskan persoalan tersebut. Penyebab utama gagalnya
suatu teori disebabkan karena teori bersifat instruktif.
C. TEORI HUKUM L. FRIEDMAN
a. Perdebatan Para Ahli Hukum seputar Substansi Hukum, Struktur Hukum, dan Budaya
Hukum
Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan
berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman
terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan
kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. komponen substansi hukum (legal
substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang
berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam
sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang merekasusun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap,
keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum.
Struktur Hukum yang kemudian dikembangkan di Indonesia terdiri dari :
1. Kehakiman (Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok kekuasaan
Kehakiman)
2. Kejaksaan (Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan)
3. Kepolisian (Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Kepolisian RI)
4. Advokat (Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat)
Struktur berhubungan dengan institusi dan kelembagaan hukum, bagaimana dengan polisinya,
hakimnya, jaksa dan pengacaranya. Semua itu harus ditata dalam sebuah struktur yang
sistemik. Kalau berbicara mengenai substansinya maka berbicara tentang bagaimana Undang-
undangnya, apakah sudah perundang-undangannya. Dalam budaya hukum, pembicaraan
difokuskan pada upaya-upaya untuk membentuk kesadaran hukum masyarakat, membentuk
pemahaman masyarakat memenuhi rasa keadilan, tidak diskriminatif, responsif atau tidak. Jadi
menata kembali materi peraturan terhadap hukum, dan memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat.
Substansi hukum dalam wujudnya sebagai peraturan perundangundangan, telah diterima
sebagai instrumen resmi yang memeproleh aspirasi untuk dikembangkan, yang diorientasikan
secara pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah sosial yang kontemporer. Hukum
dengan karakter yang demikian itu lebih dikenal dengan konsep hukum law as a tool of social
engineering dari Roscoe Pound,, atau yang di dalam terminologi Mochtar Kusumaatmadja
disebutkan sebagai hukum yang berfungsi seba-gai sarana untuk membantu perubahan
masyarakat.
Pembangunan hukum mrupakan suatu tindakan politik, bukan hukum. Pembangunan hukum
bukanlah pembangunan undang-undang, apalagi jumlah dan jenis undang-undang.
Pembangunan hukum pun bukanlah hukum dalam arti positif, sebagai suatu tindakan politik,
maka pembangunan hukum sedikit banyaknya akan bergantung pada kesungguhan aktor-aktor
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 9/19
politik. Merekalah yang memegang kendali dalam menentukan arahnya, begitu juga corak dan
materinya. Dari para politisilah lahir berbagai macam undang-undang. Secara formal
kelembagaan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berada dijantung utama pembentukan hukum.
Dari mereka inilah ide-ide sosial, ekonomi politik dibentuk dan atau diformulasikan secara
normatif menjadi kaedah hukum.
Norma hukum hanya merupakan salah satu bagian kecil dari kehidupan hukum. Secondary
rules yang dikonsepkan H.A.L Hart esensinya sama yaitu nilai-nilai, orientasi dan mimpi orang
tentang hukum atau hal hal yang berada diluar norma hukum positif model hart, memainkan
peranan yang amat menetukan bagi kapasitas hukum positif. Walaupun norma-norma hukum
yang terdapat dalam setiap undang-undang secara positif dianggap merupaka panduan nilai
dan orientasi dari setiap orang, akan tetapi secara empiris selalu saja ada
cacatcelahnya.perilaku orang selalu tidak sejalan dengan dengan norma-norma yang ada
dalam undang-undang. Penyebabnya sangat beragam, salah satunya adalah norma-norma itu
tidak sejalan dengan orientasi dan mimpi mereka. Itu sebabnya sebagian ahli hukum
mengatakan bahwa kehidupan hukum lebih merupakan sebuah mitos, bahkan kepastian hukum
dan kemanfaatan hukum hanyalah mitos yang indah.Substansi hukum bukanlah sesuatu yang mudah direncanakan, bahkan hal ini dapat dianggap
sebagai perkara yang sulit, namun bukan karena kesulitan itulah sehingga substansi hukum
perlu direncankan, melainkan substansi hukum juga sangat tergantung pada bidang apakah
yang hendak diatur. Perlu pula dperhatikan perkembangan sosial, ekonomi dan politik,
termasuk perkembangan-perkembangan ditingkat global yang semuanya sulit diprediksi. Sikap
politik yang paling pantas untuk diambil adalah meletakan atau menggariskan prinsip-prinsip
pengembangannya. Sebatas inilah blue printnya. Untuk itu maka gagasan dasar yang terdapat
dalam UUD 1945 itulah yang harus dijadikan prinsip-prinsip atau parameter dalam
pembentukan undang-undang apa saja, kesetaraan antar lembaga negara, hubungan yang
bersifat demokratis antara pemerintah pusat dengan daerah, hak asasi manusia (HAM) yang
meliputi hak sosial, ekonomi, hukum, dan pembangunan harus dijadikan sumber sekaligus
parameter dalam menguji substansi RUU atau UU yang akan dibentuk.
Berkaitan dengan budaya hukum (legal culture) ini, menurut Roger Cotterrell, konsep budaya
hukum itu menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang ada dalam berbagai
masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan tentang praktik-praktik
hukum, sikap warga negara terhadap hukum dan kemauan dan ketidakmauannya untuk
mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan
perilaku yang lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan
lembaga hukum. Dengan demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan
banyak tentang perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat
berfungsi pada masyarakat yang berbeda.
Aspek kultural menurut Friedman melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang
menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor nonteknis
yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Wibawa hukum melengkapi kehadiran dari
faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum memperlancar bekerjanya hukum
sehingga perilaku orang menjadi positif terhadap hukum. Wibawa hukum tidak hanya berkaitan
dengan hal-hal yang rasional, tetapi lebih daripada itu mengandung unsur-unsur spiritual, yaitu
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 10/19
kepercayaan. Kewibawaan hukum dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi psikologis
masyarakat yang menerima dan menghormati hukumnya.
Menurut Friedman budaya hukum diterjemahkan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan hukum dan lembaganya, baik secara positif, maupun negatif. Jika
masyarakat mempunyai nilai nilai yang positif, maka hukum akan diterima dengan baik,
sebaliknya jika negatif, masyarakat akan menentang dan menjauhi hukum dan bahkan
menganggap hukum tidak ada.membentuk undang-undang memang merupakan budaya
hukum. Tetapi mengandalakan undang-undang untuk membangun budaya hukum yang
berkarakter tunduk, patuh dan terikat pada norma hukum adalah jala pikiran yang setengah
sesat. Budaya hukum bukanlah hukum. Budaya hukum secara konseptual adalah soal-soal
yang ada di luar hukum.
D. TEORI HUKUM RESPONSIF
a. Sejarah Pemikiran Teori Responsif
Lahirnya teori hukum ini dilatararbelakangi dengan munculnya masalah-masalah sosial seperti
protes massal, kemiskinan, kejahatan, pencemaran lingkungan, kerusuhan kaum urban, danpenyagunaan kekuasaan yang melanda Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Hukum yang ada
pada saat itu ternyata tidak cukup untuk mengatasi keadaan tersebut. Di tengah rangkaian kritik
atas realitas krisis otooritas hukum itulah, Nonet-Zelnick mengajukan model hukum responsif.
Perubahan sosial dan keadilan sosial membutuhkan tatanan hukum yang responsif. kebutuhan
ini sesungguhnya telah menjadi tema utama dari semua ahli yang sepaham dengan semangat
fungsional, pragmatis, dan semangat purposif (berorientasikan tujuan), sepertinya Roscou
Pound, para penganut paham realisme hukum dan kritikus-kritikus kontemporer.
Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan Zelnick membedakan tiga
klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu hukum sebagai pelayan kekuasaan
represif (hukum represif), hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakan represif
dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai fasilitator dari berbagai
respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif). diantara ketiga tipe tersebut,
Nonet dan Zelnick berargumen bahwa hanya hukum responsif yang menjanjikan terteb
kelembagaan yang langgeng dan stabil. Nonet dan Zelnick lewat hukum Responsif,
menempatkan hukum sebagai sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan
aspirasi publik. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, maka tipe hukum ini mengedepankan
akomodasi untuk menerima perubahan-perubahan sosial demi mencapai keadilan dan
emansipasi publik. Kepedulian pada akomodasi sosial. Menyebabkan teori ini tergolong dalam
wilayah sosiological juurisprudence dan realist jurisprudence. Dua aliran tersebut pada intinya
menyatakan kajian hukum yang lebih empirik melampaui batas-batas formalisme, perluasaan
pengetahuan hukum, dan peran kebijakan dalam putusan hukum.
Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum.
Dalam hukum responsif tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui
subordinasi. Apa yang dipikrkan oleh Nonet dan Zelnick, menurut Prof. Satjipto Raharjo,
sebetulnya bisa dikembalikan kepada pertentangan antara analitical jurisprudence di satu pihak
dan sociological jurisprudence di pihak lain. Hukum responsif merupakan teori tentang profil
hukum yang dibutuhkan dalam masa transisi. Karena harus peka terhadap situasi transisi di
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 11/19
sekitarnya, maka hukum responsif tidak saja dituntut menjadi sistem yang terbuka, tetapi juga
harus mengandalkan keutamaan tujuan (the souvereignity of purpose), yaitu tujuan sosial yang
ingin dicapainya serta akibat-akibat yang timbul dari bekerjanya hukum itu.
Apa yang dikatakan Nonet dan Zelnick itu, sebetulnya ingin mengkritik model analitical
jurisprudence atau rechtdogmatic yang hanya berkutat di dalam sisten aturan hukum positif.
Model yang mereka sebut dengan tipe hukum otonom. Hukum responsif sebaliknya
pemahaman mengenai hukum melapaui peraturan atau teks-teks dokumen dan looking towards
pada hasil akhir, akibat, dan manfaat dari hukum itu. Analitical yurisprudence berkutat didalam
sistem hukum positif dan ini dekat dengan tipe hukum otonom pada Nonet. Baik aliran analistis
maupun Nonet melalui tipe hukum responsifnya menolak otonomi hukum yang bersifat final dan
tidak dapat digugat. Teori hukum responsif adalah teori hukum yang memuat pandangan kritis,
teori ini berpandangan bahwa hukum merupakan cara mencapai tujuan.
Hukum tidak hanya rules (logic&rules) tetapi juga ada logika-logika yag lain. Bahwa
memberlakukan yurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus diperkaya
dengan ilmu-ilmu sosial. Dan ini merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat
langsung dalam proses penegakan hukum, mulai dari Polisi, Jaksa, Hakim, dan Advokat untukbisa membebaskan diri dari belenggu hukum murni yang kakuh dan analistis. Produk hukum
yang berkarekter responsif proses pembuatannya bersifat partisipasif, yakni mengundang
sebanyak-banyaknya partsipasi semua elemen masyarakat, baik ari segi individu, ataupun
kelompok masyarakat dan juga harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau
kehendak dari masyarakat. Artinya produk hukum tersebut bukan dari penguasa untuk
melegitimasikan kekuasaannya.
Bagi tatanan hukum responsif, hukum merupakan institusi sosial. Oleh karena itu, hukum dilihat
dari sekedar suatu sistem peraturan belaka, melainkan juga bagaimana hukum menjalankan
fungsi-fungsi sosial dalam dan untuk masyarakatnya. Melihat hukum sebagai institusi sosial,
berarti melihat hukum itu dalam kerangka yang luas, yaitu yang melibatkan berbagai proses dan
kekuatan dalam masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Edwin M. Schur, sekalipun hukum itu
nampak sebagai perangkat norma-norma hukum, tetapi hukum merupakan hasil dari suatu
proses sosial, sebab hukum dibuat dan dirubah oleh usaha manusia dan hukum itu senantiasa
berada di dalam keadaan yang berubah pula.
Menurut catatan Nonet dan Zelnick masa dua puluh tahun terakhir merupakan masa bangkitnya
kembalai ketertarikan persoalan-persoalan dalam institusi-institusi hukum, yaitu bagaimana
institusi-institusi hukum bekerja, berbagai kekuatan yang mempengaruhinya, serta berbagai
keterbatasan dan kemampuannya. Sudah lama dirasakan bahwa pembentukan hukum,
paradilan, penyelenggara keamanan sangat mudah dipisahkan dari realitas sosial dan dari
prinsip keadilan itu sendiri. Kebangkitan ini mereflesikan dorongan akademik bahwa perspektif
dan metode studi ilmu sosial berlaku pula unutk analisis atas institusi hukum maupun semangat
pembaharuan.
Dalam konteks itulah, hukum responsif menurut Nonet dan Zelnick merupakan suatu upaya
dalam menjawab tantangan untuk melakukan sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial.
Menurut mereka, suatu sintesis dapat dicapai bila kajian tentang pengalaman hukum
menemukan kembali persambungannya denga ilmu hukum klasik yang sifatnya lebih intelektual
akademik. Ilmu hukum selalu lebih dari sekedar bidang akademik yang dpahami oleh hanya
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 12/19
segelintir orang. Teori hukum tidaklah buta terhadap konsekuensi sosial dan tidak pula kebal
dari pengaruh sosial. Ilmu hukum memperoleh fokus dan kedalaman, ketika ia secara sadar
mempertimbangkan implikasi-implikasi yang dimilikinya untuk tindakan atau perencanaan
kelembagaan. Menurut Nonet dan Zelnick, untuk membuat ilmu hukum lebih relevan dan lebih
hidup, harus ada reintegrasi antara teori hukum, teori politik, dan teori sosial. Teori Pound
mengenai keseimbangan kepentingan-kepentingan sosial, merupakan sebuah usaha yang lebih
eksplisit untuk mengembangkan sebuah model hukum responsif itu.
b. Teori Hukum Responsif Dalam Konteks Hukum di Indonesia
Di era reformasi sekarang ini yang sudah berjalan lebih dari satu dekade hukum responsif
masih dalam proses. Membutuhkan waktu lama agar hukum responsif dapat dijalankan sesuai
dengan sebenar- benarnya sehingga demokrasi yang hakiki dapat terwujud demi kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat. Substansi hukum dalam wujudnya sebagai peraturan
perundang- undangan, telah diterima sebagai instrumen resmi yang memeproleh aspirasi untuk
dikembangkan, yang diorientasikan secara pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah
sosial yang kontemporer.
Di Indonesia belum siap untuk menerapkan hukum responsif yang sesungguhnya karena krisishukum yang terjadi sudah terlanjur dalam, aksi massa sudah sangat sulit dikendalikan baik
dengan cara yang represif ataupun responsif sekalipun. Luapan rasa kebebasan yang selama
orde baru terkekang dan mencapai titik kejenuhan akhirnya keluar dan meledak. Adalah hal
yang wajar dalam waktu awal suatu rezim terjadi pergolakan, karena banyak yang kecewa
dengan rezim yang sebelumnya. Setiap orang mempunyai pandangan dan pendapat serta cara
sendiri-sendiri yang pada intinya memiliki tujuan dan fungsi yang sama, yaitu membawa
perubahan yang lebih baik. Namun karena perbedaan pandangan dan penaf siran sehingga
sangat mungkin akan terjadinya gesekan satu sama lain. Dalam hal ini pemerintahpun juga
belum mampu mengendalikan situasi, karena mereka yang ada di dalamnya juga sering silang
pendapat bahkan tak jarang terjadi adu mulut atau baku hantam antar anggota legeslatif.
Cita-cita reformasi yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat madani selalu mengalami
kendala baik dari dalam ataupun dari luar. Dapat kita lihat intervensi asing dalam dunia usaha di
Indonesia begitu mendominasi, sehingga setiap produk hukum baik itu Undang-undang, Perpu,
Perda dan produk hukum yang lain selalu berpihak pada pihak asing. Karena pemerintah belum
berani meninggalkan campur tangan asing, mungkin rasa ketergantunagn tersebut sudah
terlanjur mendalam.
Reformasi di negera kita seakan berjalan ditempat, bahkan ada yang mengatakan lebih parah
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo : “Rupanya reformasi sudah mulai
menukik terlalu dalam sehingga tidak hanya sampai akar rumput, tetapi didibaratkan akuarium.
Maka pasir dan kotoran ikut terobok-obok sampai ke permuakaan. Akuarium menjadi keruh”.
Sangat menarik kiasan yang diutarakan oleh beliau, memang benar adanya bahwa saat ini
Negara kita sudah walaupun reformasi sudah berjalan satu decade namun kondisi bangsa kita
malah jauh lebih buruk dari sebelemunya (masa orde baru). Bukan pada hal-hal yang sifatnya
umum (general) saja yang mengalami kemerosotan, tapi juga hal-hal yang sifatnya urgen
seperti ideology, produk hukum berserta aparat penegaknya ataupun lembaga Negara baik
ekskutif, yudikatif ataupun legeslatif juga sudah amburadul, inilah yang mungin disbutkan
Satjipto Rahardjo sebagai akuarium.
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 13/19
Khusus bagi lembaga yudikatif saat ini kondisinya semakin memprihatinkan, seolah-olah hukum
hanya berpihak pada mereka-mereka yang berkompeten di dalamnya, termasuk pihak swasta
sebagai pengusaha yang notabe-nya telah dikuasai pihak asing, yang juga ikut dalam
pembuatan produk hukum tersebut. Yang terjadi saat ini adalah kekerasan dan premanisme di
mana-mana, hal ini terjadi karena kekuasaan dikendalikan oleh para intelektual-intelektual
semu yang berkultur preman dan sebenarnya tidak memiliki kompetensi untuk menjadi
penguasa. Mereka hanya mementingkan diri sendiri dan segelintir orang di sekitarnya.
Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa saat ini yang harus dilakukan untuk membantu terwujudnya
reformasi salah satunya adalah memunculkan atau mengangkat orang-orang baik yang
memiliki mentalitas dan kualitas yang terpuji. Seberanya mereka pernah menjadi bagian dari
penguasa, namun mereka tersisih karena mereka tidak bisa bermain menurut kultur preman
yang dimiliki oleh punguasa kita saat ini. Masih banyak orang-orang baik di negera kita, oleh
jarena itu marilah kita bersatu memunculkan dan mengangkat mereka dan menolak massa
permanisme. Mudah-mudahan dengan munculnya mereka ke pemerintahan yang berbekal
mentalitas dan kualitas yang terpuji dapat membawa kebangkitan kembali Indonesia.
E. TEORI HUKUM PROGRESIFa. Sejarah Pemikiran Hukum Progresif
Sejarah konfigurasi politik di Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut dan naik pasang
secara bergantian antara demokratis dan otoriter. Dengan logika pembangunan ekonomi yang
menjadi prioritas utamanya, periode Orde Baru menampilkan watak otoriter-birokratis. Orde
baru tampil sebagai Negara kuat yang mengatasi berbagai kekuatan yang ada dalam
masyarakat dan berwatak intervensionis. Dalam konfigurasi demikian hak-hak politik rakyat
mendapat tekanan atau pembatasan-pemabatasan.
Agenda reformasi yang menjadi tuntutan masyarakat adalah bagaimana terpenuhinya rasa
keadilan ditengah masyarakat. Namun didalam realitanya, ukuran rasa keadilan masyarakat itu
tidak jelas. Menurut Hakim Agung Abdul Rachman Saleh, rasa keadilan masyarakat yangdituntut harus mampu dipenuhi oleh para hakim itu tidak mudah. Hal ini dikarenakan ukuran
rasa keadilan masyarakat tidak jelas.
Dalam diskursus pemikiran hukum di Indonesia, label tentang "hukum progresif" sudah sangat
sering terdengar. Salah satu faktor dari cepatnya penyebaran gaung tersebut tidak lain karena
memang eksponen utamanya, yakni Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., adalah seorang kolumnis
yang sangat produktif. Produktivitas Pak Tjip (demikian panggilan akrab untuk beliau),
tampaknya berangkat dari motto hidupnya sebagai intelektual, yakni seorang intelektual adalah
orang yang berpikir dengan tangannya. Faktor lain yang mempopulerkan hukum progresif
adalah munculnya sekelompok orang-orang muda yang "tergoda" dengan corak berpikir di luar
arus utama (mainstream) seperti diajukan Pak Tjip. Berkat semangat dan bantuan orang-orang
muda inilah karya-karya lama Pak Tjip itu dapat dikompilasi dan dikemas ulang untuk kemudian
disajikan kembali kepada para pemerhati dan pegiat hukum di Tanah Air.
Salah satu dari sekian banyak idenya tentang hukum adalah apa yang disebut pemikiran hukum
progresif , yaitu semacam refleksi dari perjalanan inteletualnya selama menjadi musafir ilmu.
Esensi utama pemikirannya, berangkat dari konsep bahwa hukum bukan sebagai sebuah
produk yang selesai ketika diundangkan atau hukum tidak selesai ketika tertera menjadi kalimat
yang rapih dan bagus, tetapi melalui proses pemaknaan yang tidak pernah berhenti maka
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 14/19
hukum akan menampilkan jati dirinya yaitu sebagai sebuah ilmu. Proses pemaknaan itu
digambarkannya sebagai sebuah proses pendewasaan sekaligus pematangan, sebagaimana
sejarah melalui periodesasi ilmu memperlihatkan runtuh dan bangunnya sebuah teori, yang
dalam terrminologi kuhn disebut sebagai “lompatan paradigmatik”
Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan secara
matematis bahwa yang dinamakan adil bila seseorang mendapatkan bagian yang sama dengan
orang lain. Demikian pula, keadilan tidak cukup dimaknai dengan simbol angka sebagaimana
tertulis dalam sanksi-sanksi KUHP, misalnya angka 15 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya.
Karena keadilan sesungguhnya terdapat dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut
(metafisis), terumus secara filosofis oleh petugas hukum/hakim.
Menurut Pak Tjip, semua aspek yang berhubungan dengan hukum progresif dapat dipadatkan
ke dalam konsep progresivisme. Ada beberapa kata kunci yang layak untuk diperhatikan tatkala
kita ingin mengangkat pengertian progresivisme itu. Kata-kata kunci tersebut dapat pula
ditempatkan sebagai postulat yang melekat pada pemikiran hukum progresif. Kata-kata kunci
tersebut antara lain adalah:
1. Hukum progresif itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Pada hakikatnya setiap
manusia itu baik, sehingga sifat ini layak menjadi modal dalam membangun kehidupan
berhukumnya. Hukum bukan raja (segalanya), tetapi sekadar alat bagi manusia untuk memberi
rahmat kepada dunia dan kemanusiaan. Hukum tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan
untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih besar. Maka, setiap ada masalah dalam dan dengan
hukum, hukumlah yang ditinjau serta diperbaiki, bukan manusia yang dipaksapaksa untuk
dimasukkan ke dalam skema hukum.
2. Hukum progresif itu harus pro-rakyat dan pro-keadilan. Hukum itu harus berpihak kepada
rakyat. Keadilan harus didudukkan di atas peraturan. Para penegak hukum harus berani
menerobos kekakuan teks peraturan (diistilahkan sebagai "mobilisasi hukum" jika memang teks
itu mencederai rasa keadilan rakyat. Prinsip pro-rakyat dan pro-keadilan ini merupakan ukuran-
ukuran untuk menghindari agar progresivisme ini tidak mengalami kemerosotan,
penyelewengan, penyalahgunaan, dan hal negatif lainnya.
3. Hukum progresif bertujuan mengantarkan manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan.
Hukum harus memiliki tujuan lebih jauh daripada yang diajukan oleh falsafah liberal. Pada
falsafah pascaliberal, hukum harus mensejahterakan dan membahagiakan. Hal ini juga sejalan
dengan cara pandang orang Timur yang memberikan pengutamaan pada kebahagiaan.
4. Hukum progresif selalu dalam proses menjadi (law as a process, law in the making). Hukum
bukan institusi yang final, melainkan ditentukan oleh kemampuannya mengabdi kepada
manusia. Ia terus-menerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat
kesempurnaan yang lebih baik. Setiap tahap dalam perjalanan hukum adalah putusan-putusan
yang dibuat guna mencapai ideal hukum, baik yang dilakukan legislatif, yudikatif, maupun
eksekutif. Setiap putusan bersifat terminal menuju kepada putusan berikutnya yang lebih baik.
Hukum tidak pernah bisa meminggirkan sama sekali kekuatankekuatan otonom masyarakat
untuk mengatur ketertibannya sendiri. Kekuatankekuatan tersebut akan selalu ada, sekalipun
dalam bentuk terpendam (laten). Pada saat-saat tertentu ia akan muncul dan mengambil alih
pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh hukum negara. Maka, sebaiknya
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 15/19
memang hukum itu dibiarkan mengalir saja.
5. Hukum progresif menekankan hidup baik sebagai dasar hukum yang baik. Dasar hukum
terletak pada perilaku bangsanya sendiri karena perilaku bangsa itulah yang menentukan
kualitas berhukum bangsa tersebut. Fundamen hukum tidak terletak pada bahan hukum (legal
stuff), sistem hukum, berpikir hukum, dan sebagainya, melainkan lebih pada manusia atau
perilaku manusia. Di tangan perilaku buru, sistem hukum akan menjadi rusak, tetapi tidak di
tangan orangorang dengan perilaku baik.
6. Hukum progresif memiliki tipe responsif. Dalam tipe responsif, hukum akan
selalu dikaitkan pada tujuan-tujuan di luar narasi tekstual hukum itu sendiri, yang disebut oleh
Nonet dan Selznick sebagai "the souverignity of purpose". Pendapat ini sekaligus mengritik
doktrin due process of law. Tipe responsif menolak otonomi hukum yang bersifat final dan tidak
dapat digugat.
7. Hukum progersif membangun negara hukum yang berhatinurani. Dalam bernegara hukum,
yang utama adalah kultur, "the cultural primacy." Kultur yang dimaksud adalah kultur
pembahagiaan rakyat. Keadaan tersebut dapat dicapai apabila kita tidak berkutat pada "the
legal structure of the state" melainkan harus lebih mengutamakan "a state with conscience".Dalam bentuk pertanyaan, hal tersebut akan berbunyi: "bernegara hukum untuk apa?" dan
dijawab dengan: "bernegara untuk membahagiakan rakyat."
8. Hukum progresif itu merobohkan, mengganti, dan membebaskan. Hukum progresif menolak
sikap status quo dan submisif. Sikap status quo menyebabkan kita tidak berani melakukan
perubahan dan menganggap doktrin sebagai sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Sikap
demikian hanya merujuk kepada maksim "rakyat untuk hukum".
Hukum progresif menganggap bahwa keadilan tidak hanya di pengadilan,tapi ada dimana-
mana,dan itu kelebihan utama dari pemikiran hukum progresif. Anggapan ini bisa
menjerumuskan jika diartikan secara artifisial dan tidak bertanggung jawab,sebab pemberian
diskresi yang berlebihan akan menyebabkan hukum akan kehilangan fungsinya sebagai kontrol
sosial. Hukum tidak dapat lagi mengatur masyarakat karena penafsiran yang bebas terhadap
keadilan, maka jadilah suatu struktur sosial kembali pada hukum rimba, siapa kuat dia yang
menang karena aturan bersifat fleksibel.
Penegakan hukum berdasarkan perubahan dalam masyarakat juga bisa berakibat pada sulitnya
keteraturan itu diciptakan, sebab masyarakat selain mempunyai sifat selalu berubah juga
terbentuk dari banyak identitas dan unsur serta bersifat majemuk tentang pemahaman keadilan.
Kondisi ini akan melahirkan hukum yang bisa mengakibatkan ketimpangan, juga karena hukum
berlaku adalah kehendak mayoritas, maka akan terjadi diskriminasi terhadap kelompok
minoritas.
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 16/19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut J.J.H. Bruggink, teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan
berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan putusan hukum, dan
sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. hubungan dogmatik hukum dengan
teori hukum tidak saling tumpang tindih, melainkan satu sama lain memiliki telaah sendiri-
sendiri (mandiri), sebagaimana dibawah ini :
a. Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal
(walaupun tidak a-normatif), maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini.
b. Dogmatik hukum berbicara tentang hukum. Teori hukum berbicara tentang cara yang
dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum.c. Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interpretasi tertentu menerapkan teks undang-
undang yang pada pandangan pertama tidak mengajukan pertanyaan tentang dapat
digunakannya teknik-teknik interpretasi, tentang sifat memaksa secara logikal dari penalaran
interpretasidan sejenisnya lagi.
Teori Hukum dan Filsafat Hukum dapat dirangkum sebagai sebuah hubungan meta-displin
(filsafat hukum) terhadap disiplin objek(teori hukum), dan terkait pada Filsafat Hukum secara
esensial mewujudkan suatu pemikiran spekulatif sedangkan Teori Hukum mengupayakan suatu
pendekatan ilmiah-positif terhadap gejala hukum.
Ilmu hukum adalah “ilmu normatif”, demikian dinyatakan oleh Kelsen berkali-kali. Hukum itu
semata-mata berada dalam kawasan dunia sollen. Ciri hakiki dari norma adalah sifatnya yanghipotetis. Sikap yang diambil Hans Kelsen adalah pemurnian hukum dari kepentingan-
kepentingan di luar hukum seperti politik, keadilan, ideologi dan seterusnya. Hukum merupakan
teknik sosial yang spesifik dengan objek hukum positif. Kelsen juga menolak untuk memberikan
definisi hukum sebagai suatu perintah.
Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan
berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman
terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan
kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. komponen substansi hukum (legal
substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang
berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam
sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka
susun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap,
keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum.
Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum.
Dalam hukum responsif tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui
subordinasi. Hukum tidak hanya rules (logic&rules) tetapi juga ada logika-logika yag lain. Bahwa
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 17/19
memberlakukan yurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus diperkaya
dengan ilmu-ilmu sosial.
Hukum responsif menurut Nonet dan Zelnick merupakan suatu upaya dalam menjawab
tantangan untuk melakukan sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial. Menurut mereka, suatu
sintesis dapat dicapai bila kajian tentang pengalaman hukum menemukan kembali
persambungannya denga ilmu hukum klasik yang sifatnya lebih intelektual akademik
Salah satu dari sekian banyak ide Sartjipto Raharjo adalah tentang hukum adalah apa yang
disebut pemikiran hukum progresif , yaitu semacam refleksi dari perjalanan inteletualnya
selama menjadi musafir ilmu. Esensi utama pemikirannya, berangkat dari konsep bahwa hukum
bukan sebagai sebuah produk yang selesai ketika diundangkan atau hukum tidak selesai ketika
tertera menjadi kalimat yang rapih dan bagus, tetapi melalui proses pemaknaan yang tidak
pernah berhenti maka hukum akan menampilkan jati dirinya yaitu sebagai sebuah ilmu.
Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan secara
matematis bahwa yang dinamakan adil bila seseorang mendapatkan bagian yang sama dengan
orang lain. Demikian pula, keadilan tidak cukup dimaknai dengan simbol angka sebagaimana
tertulis dalam sanksi-sanksi KUHP, misalnya angka 15 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya.Karena keadilan sesungguhnya terdapat dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut
(metafisis), terumus secara filosofis oleh hakim.
DAFTAR PUSTAKA
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 18/19
Buku
Arinanto Satya , Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, Pusat Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, Jakarta, 2008
Assiddiqie Jimly &M Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum Sekretariat Jenderal &
kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006
Ayyub Andi Saleh, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in Book and Law in Action”
Menuju Penemuan Hukum (Rechtsvinding), Yarsif Watampone, Jakarta, 2006
Dimyati Khudzaifah , Teorisasi Hukum, Muhamadiyah Press, Surakarta, 2004
Friedman L, Teori dan Filsafat hukum: Telaah kritis atasi Teori-Teori Hukum (susunann I), judul
asli Legal Theory, penerjemah: Mohammad Arifin, Cetakan kedua, (Jakarta,PT Raja Grafindo
Persada 1993)
Friedman Lawrence M, 1977, Law and Society An Introduction, New Jersey: Prentice Hall Inc
Kusumaatmadja, 1986, Fungsi dan Perkem-bangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,
Bandung: Binacipta
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2009Manan Bagir, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2004
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang‐undangan; Dasar‐Dasar dan Pembentukannya,
Sekretariat KIH – UI, Jakarta, 1996, hal. 28. Dikutip dari Hans Kelsen, General Theory of Law
and State, New York, Russell & Russell, 1945
Nonet Philippe & Philip Zelnick, Law and Society in Transition:Toward Tanggapanive Law,
London:Harper and Row Publisher, 1978
Pound Roscoe , 1989, Pengantar Filsafat Hukum, Jakar-ta: Bhratara, hal. 51. Mochtar
Rahardjo Satjipto , Peningkatan Wibawa Hukum Melalui Pembinaan Budaya Hukum, Makalah
pada Lokakarya Pembangunan Bidang Hukum Repelita VII, BPHN, Jakarta
Raharjo Satjipto , hukum progresif (penjelajak suatu gagasan) makalah disamapaikan pada
acara jumpa Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Undip Semaraang, tanggal 4 september 2004
Raharjo Sartjipto , Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980.
Rahardjo Satjipto dalam Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, & Markus Y. Hage, Teori
Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Surabaya: Kita, 2006)
Rahardjo Satjipto , Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009)
Rahardjo Satjipto , Membedah Hukum Progresif (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006)
Rahardjo Satjipto , Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan
Hukum (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007)
Rahardjo Satjipto , Hukum dan Perilaku: Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2009)
Rahardjo Satjipto , Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009
Roger Cotterrell, 1984, The Sociology of Law An Introduction, London: Butterworths
Rahardjo Satjipto , Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cet.6
Salman Otje S &Anton Susanto, Teori Hukum (mengingat, mengumpulkan, dan membuka
5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 19/19
kembali) PT Rafika Aditama, Bandung, 2010
Artikel
Artikel Utama, Jurnal Keadilan,Vol. 2 No. 1 Tahun 2002
Internet
www.setneg.go.id arah pemikiranpembangunan hukum pasca Perubahan UUD 1945