teori hukum

19
 TEORI HUKUM BAB I PENDAHULAUN Masyarakat diajak untuk memasuki dromologi berpikir, yang aktualisasinya muncul melalui kritik, pembalikan pemikiran, bahkan penghancuran (dekonstruksi). pada pembahasan pertama dalam makalah ini, penulis ingin mencoba menjelaskan tentang Teori Hukum, apa dan  bagaimana hubungannya dengan Dogmatik Hukum dan Filsafat Hukum. Pada pembahasan kedua dalam makalah ini penulis menjelaskan tentang pokok-pokok pembahasan teori hukum murni, yang terdiri atas pengertian Teori Hukum Murni Hans Kelsen, serta perdebatan mengenai Teori ini di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen disebut the pure theory of law mendapat tempat tersendiri karena berbeda dengan dua kutub  pendekatan yang berbeda antara mazhab hukum alam dan positivisme empiris. Beberapa ahli  menyebut pemikiran Kelsen sebagai jalan tengah dari dua aliran hukum yang telah ada sebelumnya. Pada bagian ketiga dari makalah ini, penulis menjelaskan tentang perdebatan para ahli hukum seputar Struktur hukum, substansi hukum, dan Budaya Hukum, sebagaimana di kemukakan  oleh L. Friedman, serta relevansi teori hukum ini pada tananan hukum di Indonesia. Lawrence  M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan berfungsinya  semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance), budaya hukum (legal culture) Pada bagian keempat dari makalah ini, penulis menjelaskan perdebatan seputar Teori hukum  responsif yang dikemukakan oleh Nonet dan Zelnick, serta perkembangannya apakah relevan  dengan konteks di Indonesia. Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan Zelnick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu hukum sebagai pelayan kekuasaan represif (hukum represif), hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakan represif dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai  fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif).  Dan pada bagian kelima atau bagian terakhir dari makalah ini, penulis ingin menjelaskan tentang perkembangan Teori hukum Progresif di Indonesia sebagaiman dicetuskan oleh Sartjipto Raharjo. Hukum Progresif lahir di Indonesia akibat gagalnya reformasi yang terjadi di Indonesia dimana hal ini dimulai dari asumsi dasar bahwa hukum adalah institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan bahagia.

Upload: icha-qiuties

Post on 17-Jul-2015

1.651 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 1/19

 

TEORI HUKUMBAB I

PENDAHULAUN

Masyarakat diajak untuk memasuki dromologi berpikir, yang aktualisasinya muncul melalui

kritik, pembalikan pemikiran, bahkan penghancuran (dekonstruksi). pada pembahasan pertama

dalam makalah ini, penulis ingin mencoba menjelaskan tentang Teori Hukum, apa dan

 

bagaimana hubungannya dengan Dogmatik Hukum dan Filsafat Hukum.

Pada pembahasan kedua dalam makalah ini penulis menjelaskan tentang pokok-pokok

pembahasan teori hukum murni, yang terdiri atas pengertian Teori Hukum Murni Hans Kelsen,

serta perdebatan mengenai Teori ini di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen

disebut the pure theory of law mendapat tempat tersendiri karena berbeda dengan dua kutub

 

pendekatan yang berbeda antara mazhab hukum alam dan positivisme empiris. Beberapa ahli

 

menyebut pemikiran Kelsen sebagai jalan tengah dari dua aliran hukum yang telah ada

sebelumnya.

Pada bagian ketiga dari makalah ini, penulis menjelaskan tentang perdebatan para ahli hukum

seputar Struktur hukum, substansi hukum, dan Budaya Hukum, sebagaimana di kemukakan

 

oleh L. Friedman, serta relevansi teori hukum ini pada tananan hukum di Indonesia. Lawrence

 

M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan berfungsinya

 

semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga

komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal

substance), budaya hukum (legal culture)

Pada bagian keempat dari makalah ini, penulis menjelaskan perdebatan seputar Teori hukum

 

responsif yang dikemukakan oleh Nonet dan Zelnick, serta perkembangannya apakah relevan

 

dengan konteks di Indonesia. Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan

Zelnick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu hukum sebagai

pelayan kekuasaan represif (hukum represif), hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu

menjinakan represif dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai

 

fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif).

 

Dan pada bagian kelima atau bagian terakhir dari makalah ini, penulis ingin menjelaskan

tentang perkembangan Teori hukum Progresif di Indonesia sebagaiman dicetuskan oleh

Sartjipto Raharjo. Hukum Progresif lahir di Indonesia akibat gagalnya reformasi yang terjadi di

Indonesia dimana hal ini dimulai dari asumsi dasar bahwa hukum adalah institusi yang

bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan bahagia.

Page 2: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 2/19

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI HUKUM

a. Pengertian Teori Hukum

Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, Teori hukum merupakan disiplin mandiri yang

 

perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait erat dengan ajaran hukum umum.

Perkembangan definitif dari teori hukum menjadi sebuah disiplin pada paruh waktu kedua dari

abad duapuluh diinspirasi oleh timbulnya ilmu ilmu baru atau cabang-cabang dari ilmu yang

sudah ada, seperti informatika, logika deontik, kibernetika, sosiologi hukum, Etiologi (hukum)

 

dan sejenisnya.

Menurut J.J.H. Bruggink, teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan

 

berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan

sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. Menurut Bruggink, definisi di atas

memiliki makna ganda, yaitu dapat berarti produk, yakni seluruh pernyataan yang saling

berkaitan itu adalah hasil dari kegiatan teoritik bidang hukum. Dalam arti proses, yaitu kegiatan

 

teoritik tentang hukum atau pada dapat mengandung makna ganda lainnya, yaitu teori hukum

 

dalam arti luas dan teori hukum dalam arti sempit. Dalam arti luas, berarti menunjuk kepada

 

pemahaman tentang sifat berbgai bagian(cabang sub-disiplin) teori hukum, yaitu sosiologi

hukum, berbicara tentang keberlakuan faktual atau keberlakuan empirik dari hukum. Teori

hukum dalam arti sempit, berbicara tentang keberlakuan formal atau keberlakuan normatif dari

hukum. Filsafat hukum berbicara tentang keberlakuan evaluatif dari hukum, terakhir adalahdogmatik hukum, atau ilmu hukum dalam arti sempit. Terhadap keempat kegiatan penelitian

 

teoritik bidang hukum sendiri.

Disamping mengandung makna ganda diatas, teori hukum menurut Bruggink kajian diatas itu

Bruggink menjelaskan bahwa teori hukum dalam arti luas itu terdiri atas bagian bagian apa saja,

 

adalah masalah sulit sebab setiap penulis mengajukan pembagian sendiri dengan

 

menggunakan definisi yang sesuai dengannya.

Page 3: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 3/19

 

b. Hubungan Dogmatik Hukum dan Teori Hukum

Sebelum saya berbicara jauh atau melangkah jauh dalam membahas hubungan dogmatik

hukum dan teori hukum, maka ada baiknya kita mengenal lebih dulu apa yang dimaksud

 

dengan Dogmatik Hukum. Dogmatik hukum (rechtsleer) atau Dogmatik hukum

(rechtdogmatiek), juga sering disebut sebagai ilmu hukum (rechtswetenschap), dalam arti

sempit bertujuan untuk memaparkan dan mensistematisasi serta dalam arti tertentu juga

menjelaskan (verklaren) hukum positif yang berlaku. Walaupun demikian dogmatik hukum itu

bukanlah ilmu netral yang bebas nilai. Sehingga jika cermati hubungan dogmatik hukum dengan

teori hukum tidak saling tumpang tindih, melainkan satu sama lain memiliki telaah sendiri-

 

sendiri (mandiri), sebagaimana dibawah ini :

a. Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal

(walaupun tidak a-normatif), maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini.

b. Dogmatik hukum berbicara tentang hukum. Teori hukum berbicara tentang cara yang

dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum

c. Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interpretasi tertentu menerapkan teks undang-

 

undang yang pada pandangan pertama tidak mengajukan pertanyaan tentang dapatdigunakannya teknik-teknik interpretasi, tentang sifat memaksa secara logikal dari penalaran

interpretasidan sejenisnya lagi.

c. Hubungan Filsafat hukum dan teori hukum

Sebelum saya membahas lebih jauh tentang hubungan filsafat hukum dan teori hukum, maka

saya ingin menjelaskan sedikit tentang pengertian daripada Filsafat Hukum. Filsafat hukum

adalah filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala hukum. Dalam filsafat

pertanyaan-pertanyaan yang palingdalam dibahas dalam hubungannya dengan landasan,

 

struktur, dan sejenisnya dari kenyataan. Menururt Jan Gijssels dan Mark van Hoecke filsafat

hukum memiliki telaah sebagai berikut :a. Ontologi hukum, penelitian tentang hakekat dari hukum, misalnya hakekat demokrasi,

hubungan hukum dengan moral

b. Aksiologi hukum, penentuan isi dan nilai seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan

dan lain-lain.

c. Idiologi hukum (ajaran idea)

d. Epistemologi hukum (ajaran pengetahuan), bentuk metafilsafat

 

e. Teleologi Hukum, hal menetukan makna dan tujuan hukum

f. Ajaran ilmu dari hukum, meta teori dari ilmu hukum

g. Logika hukum.

Hubungan Filsafat Hukum dan Teori hukuma. Jika Teori Hukum mewujudkan sebuah meta-teori berkenaan dengan dogmatik hukum, maka

Filsafat Hukum memenuhi fungsi dari sebuah meta-displin berkenaan dengan Teori Hukum.

b. Secara struktural Teori Hukum terhubungkan pada Filsafat Hukum dengan cara yang sama

seperti Dogmatik Hukum, terhadap Teori Hukum.

c. Filsafat Hukum merupakan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan Teori Hukum.

 

d. Filsafat Hukum sebagai ajaran nilai dari Teori hukum dan Filsafat Hukum sebagai ajaran ilmu

dari Teori Hukum.

Page 4: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 4/19

 

e. Filsafat Hukum sebagai ajaran ilmu dari teori Hukum dan sebagai ajaran pengetahuan

mewujudkan sebuah meta-disiplin berkenaan dengan Teori Hukum tidak memerlukan

penjelasan lebih jauh, mengingat Filsafat Hukum di sini mengambil sebagian dari kegiatan-

 

kegiatan dan Teori Hukum itu sendiri sebagai objek studi.

Dari hal di atas dapatlah disimpulkan bahwa hubungan Teori Hukum dan Filsafat Hukum dapat

dirangkum sebagai sebuah hubungan meta-displin (filsafat hukum) terhadap disiplin objek(teori

hukum), dan terkait pada Filsafat Hukum secara esensial mewujudkan suatu pemikiran

spekulatif sedangkan Teori Hukum mengupayakan suatu pendekatan ilmiah-positif terhadap

 

gejala hukum. Dengan demikian maka Filsafat Hukum dapat bersifat rasional hanya atas dasar

 

kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri didiskusikan atau dapat didiskusikan.

 

Sebaliknya teori hukum itu rasional (atau tidaknya harus berupaya untuk demikian) atas dasar

kriteria umum, yang diterima setiap orang.

B. POKOK POKOK PEMBAHASAN TEORI HUKUM MURNI HANS KELSEN

a. Perkembangan Pemikiran Hans kelsen

Jika dilihat dari karya-karya yang dibuat oleh Hans Kelsen, pemikiran yang dikemukakan

 

meliputi tiga masalah utama, yaitu tentang teori hukum, negara, dan hukum internasioanl.Ketiga masalah tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena

saling terkait dan dikembangkan secara konsisten dan dikembangkan secara konsisten secara

logika hukum formal. Teori umum tentang hukum yang dikembangkan oleh Kelsen meliputi dua

 

aspek penting, yaitu hukum statis (nomostatics) yang melihat perbuatan yang diatur oleh

 

hukum, dan aspek dinamis (nomodinamic) yang melihat hukum yang mengatur perbuatan

tertentu.

Dari asal usulnya, teori hukum murni merupakan suatu bentuk pemberontakan yang ditujukan

terhadap Ilmu Hukum yang Ideologis, yaitu ajaran yang hanya mengembangkan hukum sebagai

 

alat pemerintahan suatu rezim dari Negaranegara totaliter. Teori ini hanya menerima hukum

 

sebagaimana adanya, yaitu dalam bentuk peraturan-peraturan yang ada. Bagian lain dari teori

 

Kelsen yang bersifat dasar adalah konsepsinya mengenai Grundnorm. Kecuali berfungsi

sebagai dasar juga sebagai tujuan yang harus diperhatikan oleh setiap hukum atau peraturan

yang ada. Semua hukum yang berada didalam kawasan rejim grundnorm tersebut harus

mengait kepadanya, oleh karena itu bisa juga dilihat sebagai induk yang melahirkan peraturan-

 

peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem tertentu. Grundnorm ini tidak perlu sama untuk

 

setiap tata hukum.

 

Ilmu hukum adalah ilmu normatif, demikian menurut Kelsen dan hukum itu semata-mata berada

dalam kawasan dunia sollen. Karakteristik dari norma adalah sifatnya yang hipotetis, lahir

bukan karena alami, melainkan karena kemauan dan akal manusia. Kemauan dan akal ini

menelorkan pernyataan yang berfungsi sebagai asumsi dasar. Teori Kelsen dapat dirumuskan

 

sebagai “suatu analisis tentang struktur hukum positif, yang dilakukan seeksak mungkin, suatu

analisis yang bebas dari semua pendapat etis atau politis mengenai suatu nilai”. Kelsen pada

dasarnya ingin menciptakan suatu ilmu pengetahuan huikum murni, menghilangkan dari semua

unsur-unsur yang tidak penting dan memisahkan jurisprudence dari ilmu-ilmu sosial,

sebagaimana yang dilakukan oleh kaum analis denga tegas.

Friedman mengungkapkan dasar-dasar esensial dari pemikran Kelsen sebagai berikut :

 

1. Tujuan teori tentang hukum, seperti juga setiap ilmu, adalah untuk mengurangi kekalutan dan

Page 5: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 5/19

 

meningkatkan kesatuan (unity).

2. Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah pengetahuan tentang hukum

yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada.

3. Ilmu hukum adalah normatif, bukanilmu alam

4. Sebagai suatu teori tentang norma-norma, teori hukum tidak berurusan dengan persoalan

efektivitas norma-norma hukum.

5. Suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara pengaturan dari isi yang

berubah-ubah menurut jalan atau pola yng spesifik. Hubungan antara teori hukum dengan

 

suatu sistem hukum positif tertentu adalah seperti antara hukum yang mungkin dan hukum

 

yang ada.

Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen disebut the pure theory of law mendapat tempat

tersendiri karena berbeda dengan dua kutub pendekatan yang berbeda antara mazhab hukum

alam dan positivisme empiris. Beberapa ahli menyebut pemikiran Kelsen sebagai jalan tengah

dari dua aliran hukum yang telah ada sebelumnya. Fokus utama teori hukum, menurut Hans

Kelsen, bukanlah salinan ide transendental yang sedikit banyak tidak sempurna. Teori hukum

 

murni ini tidak berusaha memandang hukum sebagai anak cucu keadilan, sebagai anak dariorang tua yang suci.

Menurut Kelsen, Hukum adalah sistem Norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan

aspek seharusnya atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang

 

harus dilakukan. Empirisme hukum melihat hukum dapat direduksi sebagai fakta sosial.

 

Sedangkan Kelsen berpendapat bahwa interpretasi hukum berhubungan dengan norma yang

non empiris. Norma tersebut memeliki struktur yang membatasi interpretasi hukum. Disisi lain

berbeda dengan mazhab hukum alam, Kelsen berpendapat bahwa hukum tidak dibatasi oleh

pertimbangan moral.

 

Ilmu hukum adalah “ilmu normatif”, demikian dinyatakan oleh Kelsen berkali-kali. Hukum itu

semata-mata berada dalam kawasan dunia sollen. Ciri hakiki dari norma adalah sifatnya yanghipotetis. Ia lahir bukan karena proses alami, melainkan karena kemauan dan akal manusia.

Kemauan dan akal ini menelorkan pernyataan yang berfungsi sebagai asumsi dasar atau

permulaan. Dinyatakan, bahwa berbuat begini atau begitu merupakan dalil yang umum dan

sebagai kelanjutannya harus diikuti oleh konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang demikian itu

akan dilaksanakan oleh kehendak manusia sendiri juga. Oleh karena itu salah satu ciri yang

menonjol pada teori Kelsen adalah paksanaan.

 

Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis

dalam suatu hirarkhi tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber

dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan

berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma

 

yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu norma dasar

 

(grundnorm). Sehingga, norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma

yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya,

semakin rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut. Norma yang paling

tinggi, yang menduduki puncak piramida, disebut oleh Kelsen dengan nama Grundnorm (norma

 

dasar).

Sistem hukum Indonesia pada dasarnya menganut teori yang dikembangkan oleh Hans Kelsen.

Page 6: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 6/19

 

42 Hal ini tampak dalam rumusan hirarkhi peraturan perundangan-undangan Indonesia

sebagaimana dapat kita temukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 7 undang-undang

tersebut dinyatakan bahwa, Jenis dan hierarki Peraturan Perundangundangan adalah sebagai

berikut :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)

3. Peraturan Pemerintah

4. Peraturan Presiden

5. Peraturan Daerah.

Sebagai oposisi dari norma moral yang merupakan deduksi dari norm moral lain dengan

silogisme, norma hukum selalu diciptakan melalui kehendak (act of will). Sebagaimana sebuah

tindakan hanya dapat menciptakan hukum, bagaimana pun, harus sesuai dengan norma hukum

 

lain yang lebih tinggi dan memberikan otorisasi atas hukum baru tersebut. Kelsen berpendapat

 

bahwa inilah yang dimaksud sebagai Basic Norm yang merupakan presupposition dari sebuahvaliditas hukum tertinggi.teori tertentu yang dikembangkan ole kelsen dihasilkan dari analisis

perbandingan sistem hukum positif yang berbeda-beda, membentuk konsep dasar yang yang

dapat menggambarkan komunitas hukum. Masalah utama (subject matter) dalam teori umum

 

adalah norma hukum (legal norm) elemen-elemen, hubungannya, tata hukum sebagai suatu

kesatuan, strukturnya, hubungan antara tata hukum yang berbeda, dan akhirnya kesatuan

hukum di dalam tata hukum positif yang plural.the pure theory of law menekankan pada

pembedaan yang jelas antara hukum empiris dan keadilan transendental dengan

mengeluarkannya dari ruang lingkup kajian hukum.

 

Kelsen sangat skeptis terhadap teori-teori moral kaum objektivis, termasuk Immanuel Kant.

 

Kelsen tidak mengklain bahwa presupposition dari Norma Dasar adalah sebuah kepastian dan

 

merupakan kognisi rasional. Bagi Kelsen, Norma Dasar adalah bersifat optional. Senada

dengan itu, berarti orang yang percaya bahwa agama adalah normatif maka ia percaya bahwa

“setiap orang harus percaya dengan perintah Tuhan”. Tetapi, tidak ada dalam sebuah nature

yang akan memaksa seseorang mengadopsi satu perspektif normatif.

 

Berbagai istilah digunakan oleh Hans Kelsen guna menamai Teori Hukum Positif seperti Ilmu

 

Hukum Normatif dan Teori Juristik yang sebangun struktur argumentasinya. Sikap yang diambil

 

Hans Kelsen adalah pemurnian hukum dari kepentingan-kepentingan di luar hukum seperti

politik, keadilan, ideologi dan seterusnya. Hukum merupakan teknik sosial yang spesifik dengan

objek hukum positif. Kelsen juga menolak untuk memberikan definisi hukum sebagai suatu

perintah. Oleh karena definisi yang demikian itu mempergunakan pertimbangan-pertimbangan

 

subyektif dan politis, sedangkan yang dikehendaki ilmu pengetahuannya benar-benar objektif.

 

Perspektif Kelsen dalam memandang hukum tidak berusaha menggambarkan apa yang terjadi,

tetapi lebih menitik beratkan untuk menentukan peraturan-peraturan tertentu, meletakkan

norma-norma bagi tindakan yang harus diikuti orang.

Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ia menghendaki suatu gambaran tentang hukum

 

yang bersih dalam abstraksinya dan ketat dalam logikanya. Oleh karena itulah ia

menyampingkan hal-hal yang bersifat ideologis, oleh karena dianggapnya irasional. Teori

Page 7: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 7/19

 

hukum yang murni juga tidak boleh dicemari oleh ilmu-ilmu politik, sosiologi, sejarah dan

pembicaraan tentang etika.

b. Penerapan Teori Hukum Murni Hans kelsen di Indonesia

 

Dengan masuknya kekuasaan Eropa ke Indonesia, masuk pulalah perkembangan pemikiran

 

yang terjadi di Eropa. Terutama ketika orang-orang Indonesia diberi kesempatan untuk

belajar/menempuh pendidikan di Eropa. Mahasiswa Indonesia yang membentuk Perhimpunan

Indonesia (Indische Vereniging) berkenalan dengan elemen-elemen ideologi Aufklarung

sebagai suatu ideologi sekuler yang terkait erat dengan perkembangan Rasionalisme,

 

Empirisme, Idealisme dan Posistivisme. Orang Indonesia mulai mengenal ajaran mengenai

 

hak-hak azasi, kemerdekaan, persamaan, demokrasi, republik, konstitusi, hukum, negara, dan

 

masyarakat. Pemikir-pemikir seperti John Locke, Thomas Hobbes, Rousseeua, Voltaire,

Imanuel Kant, Hans Kelsen, Hegel, Adam Smith dan Karl Marx mulai diketahui. Individualisme,

Liberalisme, Kapitalisme, Sosialisme, dan Marxisme juga telah dialami.

Ajaran hukum Hans Kelsen terdiri dari dua konsep.

 

1. Ajaran hukum murni (Reine Rechtlehre)

Bahwa hukum itu harus dipisahkan dari sosiologis, moral, politis, historis, dan sebagainya.

Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai mahluk rasional.

Baginya tidak mempersoalkan hukum itu dalam kenyataannya, tetapi mempersoalkan apa

 

hukumnya. Bahkan dalam ajaran hukum murni ini menolak keadilan dijadikan pembahasan

dalam ilmu hukum. Bagi Hans Kelsen keadilan adalah masalah ideologi yang ideal-irasional.

2. Stufenbau Thery

Ajaran ini pada mulanya dikemukakan oleh Adolf Merkl kemudian dipopulerkan oleh Hans

 

Kelsen. Teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari susunan norma yang

berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang

 

lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma semakin abstrak sifatnya, sebaliknya semakin rendah

suatu norma semakin kongkrit sifatnya.

Menurut Bagir Manan, hukum positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak

 

tertulis yang pada saat ini yang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan

 

ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara. Teori Hukum Murni

 

masih banyak dipakai di Indonesia, hal tersebut tercermin dengan masih

diikutinya/diterapkannya beberapa pemikiran dari Hans Kelsen dalam sistem kehidupan secara

yuridis. Dalam hubungan tugas hakim dan perundang-undangan masih terlihat pengaruh aliran

Aliran Legis (pandangan Legalisme), yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh berbuat selain

 

daripada menerapkan undang-undang secara tegas. Hakim hanya sekedar terompet

 

undangundang dan selain itu juga dalam penerapan hukum oleh para Hakim masih terpaku

peraturan perundang-undangan tertulis. Bahkan peraturan, perundang-undangan yang tertulis

dianggap keramat oleh banyak Hakim di Indonesia.

Akan tetapi tidak semua sistem hukum nasional Indonesia secara bulat mengadopsi sistem

 

hukum yang berkembanga di Eropa, walaupun sebagian besar hukum peninggalan kolonial

 

Belanda masih tetap berlaku. teori hukum murni dalam perjalanannya tidak mampu

Page 8: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 8/19

 

menjelaskan keadaan hukum secara holistik, maka Satjipto Rahardjo meminjam Sosiologi

Hukum sebagai alat bantu untuk menjelaskan persoalan tersebut. Penyebab utama gagalnya

suatu teori disebabkan karena teori bersifat instruktif.

C. TEORI HUKUM L. FRIEDMAN

a. Perdebatan Para Ahli Hukum seputar Substansi Hukum, Struktur Hukum, dan Budaya

Hukum

Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan

 

berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman

 

terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan

kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan

terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. komponen substansi hukum (legal

substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang

 

berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam

 

sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang merekasusun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap,

keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum.

Struktur Hukum yang kemudian dikembangkan di Indonesia terdiri dari :

1. Kehakiman (Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok kekuasaan

 

Kehakiman)

2. Kejaksaan (Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan)

3. Kepolisian (Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Kepolisian RI)

4. Advokat (Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat)

Struktur berhubungan dengan institusi dan kelembagaan hukum, bagaimana dengan polisinya,

 

hakimnya, jaksa dan pengacaranya. Semua itu harus ditata dalam sebuah struktur yang

 

sistemik. Kalau berbicara mengenai substansinya maka berbicara tentang bagaimana Undang-

undangnya, apakah sudah perundang-undangannya. Dalam budaya hukum, pembicaraan

difokuskan pada upaya-upaya untuk membentuk kesadaran hukum masyarakat, membentuk

pemahaman masyarakat memenuhi rasa keadilan, tidak diskriminatif, responsif atau tidak. Jadi

 

menata kembali materi peraturan terhadap hukum, dan memberikan pelayanan hukum kepada

 

masyarakat.

Substansi hukum dalam wujudnya sebagai peraturan perundangundangan, telah diterima

sebagai instrumen resmi yang memeproleh aspirasi untuk dikembangkan, yang diorientasikan

secara pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah sosial yang kontemporer. Hukum

dengan karakter yang demikian itu lebih dikenal dengan konsep hukum law as a tool of social

 

engineering dari Roscoe Pound,, atau yang di dalam terminologi Mochtar Kusumaatmadja

disebutkan sebagai hukum yang berfungsi seba-gai sarana untuk membantu perubahan

masyarakat.

Pembangunan hukum mrupakan suatu tindakan politik, bukan hukum. Pembangunan hukum

bukanlah pembangunan undang-undang, apalagi jumlah dan jenis undang-undang.

 

Pembangunan hukum pun bukanlah hukum dalam arti positif, sebagai suatu tindakan politik,

 

maka pembangunan hukum sedikit banyaknya akan bergantung pada kesungguhan aktor-aktor

Page 9: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 9/19

 

politik. Merekalah yang memegang kendali dalam menentukan arahnya, begitu juga corak dan

materinya. Dari para politisilah lahir berbagai macam undang-undang. Secara formal

kelembagaan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berada dijantung utama pembentukan hukum.

 

Dari mereka inilah ide-ide sosial, ekonomi politik dibentuk dan atau diformulasikan secara

 

normatif menjadi kaedah hukum.

Norma hukum hanya merupakan salah satu bagian kecil dari kehidupan hukum. Secondary

rules yang dikonsepkan H.A.L Hart esensinya sama yaitu nilai-nilai, orientasi dan mimpi orang

tentang hukum atau hal hal yang berada diluar norma hukum positif model hart, memainkan

 

peranan yang amat menetukan bagi kapasitas hukum positif. Walaupun norma-norma hukum

 

yang terdapat dalam setiap undang-undang secara positif dianggap merupaka panduan nilai

 

dan orientasi dari setiap orang, akan tetapi secara empiris selalu saja ada

cacatcelahnya.perilaku orang selalu tidak sejalan dengan dengan norma-norma yang ada

dalam undang-undang. Penyebabnya sangat beragam, salah satunya adalah norma-norma itu

tidak sejalan dengan orientasi dan mimpi mereka. Itu sebabnya sebagian ahli hukum

 

mengatakan bahwa kehidupan hukum lebih merupakan sebuah mitos, bahkan kepastian hukum

 

dan kemanfaatan hukum hanyalah mitos yang indah.Substansi hukum bukanlah sesuatu yang mudah direncanakan, bahkan hal ini dapat dianggap

sebagai perkara yang sulit, namun bukan karena kesulitan itulah sehingga substansi hukum

perlu direncankan, melainkan substansi hukum juga sangat tergantung pada bidang apakah

 

yang hendak diatur. Perlu pula dperhatikan perkembangan sosial, ekonomi dan politik,

 

termasuk perkembangan-perkembangan ditingkat global yang semuanya sulit diprediksi. Sikap

politik yang paling pantas untuk diambil adalah meletakan atau menggariskan prinsip-prinsip

pengembangannya. Sebatas inilah blue printnya. Untuk itu maka gagasan dasar yang terdapat

dalam UUD 1945 itulah yang harus dijadikan prinsip-prinsip atau parameter dalam

 

pembentukan undang-undang apa saja, kesetaraan antar lembaga negara, hubungan yang

 

bersifat demokratis antara pemerintah pusat dengan daerah, hak asasi manusia (HAM) yang

 

meliputi hak sosial, ekonomi, hukum, dan pembangunan harus dijadikan sumber sekaligus

parameter dalam menguji substansi RUU atau UU yang akan dibentuk.

Berkaitan dengan budaya hukum (legal culture) ini, menurut Roger Cotterrell, konsep budaya

hukum itu menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang ada dalam berbagai

masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan tentang praktik-praktik

 

hukum, sikap warga negara terhadap hukum dan kemauan dan ketidakmauannya untuk

 

mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan

perilaku yang lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan

lembaga hukum. Dengan demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan

banyak tentang perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat

 

berfungsi pada masyarakat yang berbeda.

 

Aspek kultural menurut Friedman melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang

menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor nonteknis

yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Wibawa hukum melengkapi kehadiran dari

faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum memperlancar bekerjanya hukum

 

sehingga perilaku orang menjadi positif terhadap hukum. Wibawa hukum tidak hanya berkaitan

 

dengan hal-hal yang rasional, tetapi lebih daripada itu mengandung unsur-unsur spiritual, yaitu

Page 10: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 10/19

 

kepercayaan. Kewibawaan hukum dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi psikologis

masyarakat yang menerima dan menghormati hukumnya.

Menurut Friedman budaya hukum diterjemahkan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang

 

berhubungan dengan hukum dan lembaganya, baik secara positif, maupun negatif. Jika

 

masyarakat mempunyai nilai nilai yang positif, maka hukum akan diterima dengan baik,

sebaliknya jika negatif, masyarakat akan menentang dan menjauhi hukum dan bahkan

menganggap hukum tidak ada.membentuk undang-undang memang merupakan budaya

hukum. Tetapi mengandalakan undang-undang untuk membangun budaya hukum yang

 

berkarakter tunduk, patuh dan terikat pada norma hukum adalah jala pikiran yang setengah

 

sesat. Budaya hukum bukanlah hukum. Budaya hukum secara konseptual adalah soal-soal

 

yang ada di luar hukum.

D. TEORI HUKUM RESPONSIF

a. Sejarah Pemikiran Teori Responsif

 

Lahirnya teori hukum ini dilatararbelakangi dengan munculnya masalah-masalah sosial seperti

 

protes massal, kemiskinan, kejahatan, pencemaran lingkungan, kerusuhan kaum urban, danpenyagunaan kekuasaan yang melanda Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Hukum yang ada

pada saat itu ternyata tidak cukup untuk mengatasi keadaan tersebut. Di tengah rangkaian kritik

atas realitas krisis otooritas hukum itulah, Nonet-Zelnick mengajukan model hukum responsif.

 

Perubahan sosial dan keadilan sosial membutuhkan tatanan hukum yang responsif. kebutuhan

 

ini sesungguhnya telah menjadi tema utama dari semua ahli yang sepaham dengan semangat

fungsional, pragmatis, dan semangat purposif (berorientasikan tujuan), sepertinya Roscou

Pound, para penganut paham realisme hukum dan kritikus-kritikus kontemporer.

Sebelum melangkah ke pemikiran hukum responsif, Nonet dan Zelnick membedakan tiga

 

klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu hukum sebagai pelayan kekuasaan

 

represif (hukum represif), hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakan represif

 

dan melindungi integritas dirinya (hukum otonom), dan hukum sebagai fasilitator dari berbagai

respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial (hukum responsif). diantara ketiga tipe tersebut,

Nonet dan Zelnick berargumen bahwa hanya hukum responsif yang menjanjikan terteb

kelembagaan yang langgeng dan stabil. Nonet dan Zelnick lewat hukum Responsif,

 

menempatkan hukum sebagai sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan

 

aspirasi publik. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, maka tipe hukum ini mengedepankan

 

akomodasi untuk menerima perubahan-perubahan sosial demi mencapai keadilan dan

emansipasi publik. Kepedulian pada akomodasi sosial. Menyebabkan teori ini tergolong dalam

wilayah sosiological juurisprudence dan realist jurisprudence. Dua aliran tersebut pada intinya

menyatakan kajian hukum yang lebih empirik melampaui batas-batas formalisme, perluasaan

 

pengetahuan hukum, dan peran kebijakan dalam putusan hukum.

 

Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum.

Dalam hukum responsif tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui

subordinasi. Apa yang dipikrkan oleh Nonet dan Zelnick, menurut Prof. Satjipto Raharjo,

sebetulnya bisa dikembalikan kepada pertentangan antara analitical jurisprudence di satu pihak

 

dan sociological jurisprudence di pihak lain. Hukum responsif merupakan teori tentang profil

 

hukum yang dibutuhkan dalam masa transisi. Karena harus peka terhadap situasi transisi di

Page 11: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 11/19

 

sekitarnya, maka hukum responsif tidak saja dituntut menjadi sistem yang terbuka, tetapi juga

harus mengandalkan keutamaan tujuan (the souvereignity of purpose), yaitu tujuan sosial yang

ingin dicapainya serta akibat-akibat yang timbul dari bekerjanya hukum itu.

 

Apa yang dikatakan Nonet dan Zelnick itu, sebetulnya ingin mengkritik model analitical

 

 jurisprudence atau rechtdogmatic yang hanya berkutat di dalam sisten aturan hukum positif.

Model yang mereka sebut dengan tipe hukum otonom. Hukum responsif sebaliknya

pemahaman mengenai hukum melapaui peraturan atau teks-teks dokumen dan looking towards

pada hasil akhir, akibat, dan manfaat dari hukum itu. Analitical yurisprudence berkutat didalam

 

sistem hukum positif dan ini dekat dengan tipe hukum otonom pada Nonet. Baik aliran analistis

 

maupun Nonet melalui tipe hukum responsifnya menolak otonomi hukum yang bersifat final dan

 

tidak dapat digugat. Teori hukum responsif adalah teori hukum yang memuat pandangan kritis,

teori ini berpandangan bahwa hukum merupakan cara mencapai tujuan.

Hukum tidak hanya rules (logic&rules) tetapi juga ada logika-logika yag lain. Bahwa

memberlakukan yurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus diperkaya

 

dengan ilmu-ilmu sosial. Dan ini merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat

 

langsung dalam proses penegakan hukum, mulai dari Polisi, Jaksa, Hakim, dan Advokat untukbisa membebaskan diri dari belenggu hukum murni yang kakuh dan analistis. Produk hukum

yang berkarekter responsif proses pembuatannya bersifat partisipasif, yakni mengundang

sebanyak-banyaknya partsipasi semua elemen masyarakat, baik ari segi individu, ataupun

 

kelompok masyarakat dan juga harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau

 

kehendak dari masyarakat. Artinya produk hukum tersebut bukan dari penguasa untuk

melegitimasikan kekuasaannya.

Bagi tatanan hukum responsif, hukum merupakan institusi sosial. Oleh karena itu, hukum dilihat

dari sekedar suatu sistem peraturan belaka, melainkan juga bagaimana hukum menjalankan

 

fungsi-fungsi sosial dalam dan untuk masyarakatnya. Melihat hukum sebagai institusi sosial,

berarti melihat hukum itu dalam kerangka yang luas, yaitu yang melibatkan berbagai proses dan

 

kekuatan dalam masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Edwin M. Schur, sekalipun hukum itu

nampak sebagai perangkat norma-norma hukum, tetapi hukum merupakan hasil dari suatu

proses sosial, sebab hukum dibuat dan dirubah oleh usaha manusia dan hukum itu senantiasa

berada di dalam keadaan yang berubah pula.

 

Menurut catatan Nonet dan Zelnick masa dua puluh tahun terakhir merupakan masa bangkitnya

 

kembalai ketertarikan persoalan-persoalan dalam institusi-institusi hukum, yaitu bagaimana

 

institusi-institusi hukum bekerja, berbagai kekuatan yang mempengaruhinya, serta berbagai

keterbatasan dan kemampuannya. Sudah lama dirasakan bahwa pembentukan hukum,

paradilan, penyelenggara keamanan sangat mudah dipisahkan dari realitas sosial dan dari

prinsip keadilan itu sendiri. Kebangkitan ini mereflesikan dorongan akademik bahwa perspektif

 

dan metode studi ilmu sosial berlaku pula unutk analisis atas institusi hukum maupun semangat

 

pembaharuan.

Dalam konteks itulah, hukum responsif menurut Nonet dan Zelnick merupakan suatu upaya

dalam menjawab tantangan untuk melakukan sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial.

Menurut mereka, suatu sintesis dapat dicapai bila kajian tentang pengalaman hukum

 

menemukan kembali persambungannya denga ilmu hukum klasik yang sifatnya lebih intelektual

 

akademik. Ilmu hukum selalu lebih dari sekedar bidang akademik yang dpahami oleh hanya

Page 12: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 12/19

 

segelintir orang. Teori hukum tidaklah buta terhadap konsekuensi sosial dan tidak pula kebal

dari pengaruh sosial. Ilmu hukum memperoleh fokus dan kedalaman, ketika ia secara sadar

mempertimbangkan implikasi-implikasi yang dimilikinya untuk tindakan atau perencanaan

 

kelembagaan. Menurut Nonet dan Zelnick, untuk membuat ilmu hukum lebih relevan dan lebih

hidup, harus ada reintegrasi antara teori hukum, teori politik, dan teori sosial. Teori Pound

mengenai keseimbangan kepentingan-kepentingan sosial, merupakan sebuah usaha yang lebih

eksplisit untuk mengembangkan sebuah model hukum responsif itu.

b. Teori Hukum Responsif Dalam Konteks Hukum di Indonesia

 

Di era reformasi sekarang ini yang sudah berjalan lebih dari satu dekade hukum responsif

 

masih dalam proses. Membutuhkan waktu lama agar hukum responsif dapat dijalankan sesuai

 

dengan sebenar- benarnya sehingga demokrasi yang hakiki dapat terwujud demi kemakmuran

dan kesejahteraan masyarakat. Substansi hukum dalam wujudnya sebagai peraturan

perundang- undangan, telah diterima sebagai instrumen resmi yang memeproleh aspirasi untuk

dikembangkan, yang diorientasikan secara pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah

 

sosial yang kontemporer.

 

Di Indonesia belum siap untuk menerapkan hukum responsif yang sesungguhnya karena krisishukum yang terjadi sudah terlanjur dalam, aksi massa sudah sangat sulit dikendalikan baik

dengan cara yang represif ataupun responsif sekalipun. Luapan rasa kebebasan yang selama

orde baru terkekang dan mencapai titik kejenuhan akhirnya keluar dan meledak. Adalah hal

 

yang wajar dalam waktu awal suatu rezim terjadi pergolakan, karena banyak yang kecewa

 

dengan rezim yang sebelumnya. Setiap orang mempunyai pandangan dan pendapat serta cara

sendiri-sendiri yang pada intinya memiliki tujuan dan fungsi yang sama, yaitu membawa

perubahan yang lebih baik. Namun karena perbedaan pandangan dan penaf siran sehingga

sangat mungkin akan terjadinya gesekan satu sama lain. Dalam hal ini pemerintahpun juga

 

belum mampu mengendalikan situasi, karena mereka yang ada di dalamnya juga sering silang

 

pendapat bahkan tak jarang terjadi adu mulut atau baku hantam antar anggota legeslatif.

 

Cita-cita reformasi yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat madani selalu mengalami

kendala baik dari dalam ataupun dari luar. Dapat kita lihat intervensi asing dalam dunia usaha di

Indonesia begitu mendominasi, sehingga setiap produk hukum baik itu Undang-undang, Perpu,

Perda dan produk hukum yang lain selalu berpihak pada pihak asing. Karena pemerintah belum

 

berani meninggalkan campur tangan asing, mungkin rasa ketergantunagn tersebut sudah

 

terlanjur mendalam.

Reformasi di negera kita seakan berjalan ditempat, bahkan ada yang mengatakan lebih parah

sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo : “Rupanya reformasi sudah mulai

menukik terlalu dalam sehingga tidak hanya sampai akar rumput, tetapi didibaratkan akuarium.

Maka pasir dan kotoran ikut terobok-obok sampai ke permuakaan. Akuarium menjadi keruh”.

 

Sangat menarik kiasan yang diutarakan oleh beliau, memang benar adanya bahwa saat ini

Negara kita sudah walaupun reformasi sudah berjalan satu decade namun kondisi bangsa kita

malah jauh lebih buruk dari sebelemunya (masa orde baru). Bukan pada hal-hal yang sifatnya

umum (general) saja yang mengalami kemerosotan, tapi juga hal-hal yang sifatnya urgen

seperti ideology, produk hukum berserta aparat penegaknya ataupun lembaga Negara baik

 

ekskutif, yudikatif ataupun legeslatif juga sudah amburadul, inilah yang mungin disbutkan

 

Satjipto Rahardjo sebagai akuarium.

Page 13: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 13/19

 

Khusus bagi lembaga yudikatif saat ini kondisinya semakin memprihatinkan, seolah-olah hukum

hanya berpihak pada mereka-mereka yang berkompeten di dalamnya, termasuk pihak swasta

sebagai pengusaha yang notabe-nya telah dikuasai pihak asing, yang juga ikut dalam

 

pembuatan produk hukum tersebut. Yang terjadi saat ini adalah kekerasan dan premanisme di

 

mana-mana, hal ini terjadi karena kekuasaan dikendalikan oleh para intelektual-intelektual

semu yang berkultur preman dan sebenarnya tidak memiliki kompetensi untuk menjadi

penguasa. Mereka hanya mementingkan diri sendiri dan segelintir orang di sekitarnya.

Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa saat ini yang harus dilakukan untuk membantu terwujudnya

 

reformasi salah satunya adalah memunculkan atau mengangkat orang-orang baik yang

memiliki mentalitas dan kualitas yang terpuji. Seberanya mereka pernah menjadi bagian dari

 

penguasa, namun mereka tersisih karena mereka tidak bisa bermain menurut kultur preman

yang dimiliki oleh punguasa kita saat ini. Masih banyak orang-orang baik di negera kita, oleh

 jarena itu marilah kita bersatu memunculkan dan mengangkat mereka dan menolak massa

permanisme. Mudah-mudahan dengan munculnya mereka ke pemerintahan yang berbekal

 

mentalitas dan kualitas yang terpuji dapat membawa kebangkitan kembali Indonesia.

 

E. TEORI HUKUM PROGRESIFa. Sejarah Pemikiran Hukum Progresif

Sejarah konfigurasi politik di Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut dan naik pasang

secara bergantian antara demokratis dan otoriter. Dengan logika pembangunan ekonomi yang

 

menjadi prioritas utamanya, periode Orde Baru menampilkan watak otoriter-birokratis. Orde

 

baru tampil sebagai Negara kuat yang mengatasi berbagai kekuatan yang ada dalam

masyarakat dan berwatak intervensionis. Dalam konfigurasi demikian hak-hak politik rakyat

mendapat tekanan atau pembatasan-pemabatasan.

Agenda reformasi yang menjadi tuntutan masyarakat adalah bagaimana terpenuhinya rasa

 

keadilan ditengah masyarakat. Namun didalam realitanya, ukuran rasa keadilan masyarakat itu

tidak jelas. Menurut Hakim Agung Abdul Rachman Saleh, rasa keadilan masyarakat yangdituntut harus mampu dipenuhi oleh para hakim itu tidak mudah. Hal ini dikarenakan ukuran

rasa keadilan masyarakat tidak jelas.

Dalam diskursus pemikiran hukum di Indonesia, label tentang "hukum progresif" sudah sangat

sering terdengar. Salah satu faktor dari cepatnya penyebaran gaung tersebut tidak lain karena

 

memang eksponen utamanya, yakni Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., adalah seorang kolumnis

 

yang sangat produktif. Produktivitas Pak Tjip (demikian panggilan akrab untuk beliau),

 

tampaknya berangkat dari motto hidupnya sebagai intelektual, yakni seorang intelektual adalah

orang yang berpikir dengan tangannya. Faktor lain yang mempopulerkan hukum progresif

adalah munculnya sekelompok orang-orang muda yang "tergoda" dengan corak berpikir di luar

arus utama (mainstream) seperti diajukan Pak Tjip. Berkat semangat dan bantuan orang-orang

 

muda inilah karya-karya lama Pak Tjip itu dapat dikompilasi dan dikemas ulang untuk kemudian

 

disajikan kembali kepada para pemerhati dan pegiat hukum di Tanah Air.

Salah satu dari sekian banyak idenya tentang hukum adalah apa yang disebut pemikiran hukum

progresif , yaitu semacam refleksi dari perjalanan inteletualnya selama menjadi musafir ilmu.

Esensi utama pemikirannya, berangkat dari konsep bahwa hukum bukan sebagai sebuah

 

produk yang selesai ketika diundangkan atau hukum tidak selesai ketika tertera menjadi kalimat

 

yang rapih dan bagus, tetapi melalui proses pemaknaan yang tidak pernah berhenti maka

Page 14: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 14/19

 

hukum akan menampilkan jati dirinya yaitu sebagai sebuah ilmu. Proses pemaknaan itu

digambarkannya sebagai sebuah proses pendewasaan sekaligus pematangan, sebagaimana

sejarah melalui periodesasi ilmu memperlihatkan runtuh dan bangunnya sebuah teori, yang

 

dalam terrminologi kuhn disebut sebagai “lompatan paradigmatik” 

Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan secara

matematis bahwa yang dinamakan adil bila seseorang mendapatkan bagian yang sama dengan

orang lain. Demikian pula, keadilan tidak cukup dimaknai dengan simbol angka sebagaimana

tertulis dalam sanksi-sanksi KUHP, misalnya angka 15 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya.

Karena keadilan sesungguhnya terdapat dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut

 

(metafisis), terumus secara filosofis oleh petugas hukum/hakim.

 

Menurut Pak Tjip, semua aspek yang berhubungan dengan hukum progresif dapat dipadatkan

ke dalam konsep progresivisme. Ada beberapa kata kunci yang layak untuk diperhatikan tatkala

kita ingin mengangkat pengertian progresivisme itu. Kata-kata kunci tersebut dapat pula

ditempatkan sebagai postulat yang melekat pada pemikiran hukum progresif. Kata-kata kunci

 

tersebut antara lain adalah:

1. Hukum progresif itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Pada hakikatnya setiap

manusia itu baik, sehingga sifat ini layak menjadi modal dalam membangun kehidupan

berhukumnya. Hukum bukan raja (segalanya), tetapi sekadar alat bagi manusia untuk memberi

 

rahmat kepada dunia dan kemanusiaan. Hukum tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan

 

untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih besar. Maka, setiap ada masalah dalam dan dengan

hukum, hukumlah yang ditinjau serta diperbaiki, bukan manusia yang dipaksapaksa untuk

dimasukkan ke dalam skema hukum.

2. Hukum progresif itu harus pro-rakyat dan pro-keadilan. Hukum itu harus berpihak kepada

 

rakyat. Keadilan harus didudukkan di atas peraturan. Para penegak hukum harus berani

 

menerobos kekakuan teks peraturan (diistilahkan sebagai "mobilisasi hukum" jika memang teks

 

itu mencederai rasa keadilan rakyat. Prinsip pro-rakyat dan pro-keadilan ini merupakan ukuran-

ukuran untuk menghindari agar progresivisme ini tidak mengalami kemerosotan,

penyelewengan, penyalahgunaan, dan hal negatif lainnya.

3. Hukum progresif bertujuan mengantarkan manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan.

 

Hukum harus memiliki tujuan lebih jauh daripada yang diajukan oleh falsafah liberal. Pada

 

falsafah pascaliberal, hukum harus mensejahterakan dan membahagiakan. Hal ini juga sejalan

 

dengan cara pandang orang Timur yang memberikan pengutamaan pada kebahagiaan.

4. Hukum progresif selalu dalam proses menjadi (law as a process, law in the making). Hukum

bukan institusi yang final, melainkan ditentukan oleh kemampuannya mengabdi kepada

manusia. Ia terus-menerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat

 

kesempurnaan yang lebih baik. Setiap tahap dalam perjalanan hukum adalah putusan-putusan

 

yang dibuat guna mencapai ideal hukum, baik yang dilakukan legislatif, yudikatif, maupun

eksekutif. Setiap putusan bersifat terminal menuju kepada putusan berikutnya yang lebih baik.

Hukum tidak pernah bisa meminggirkan sama sekali kekuatankekuatan otonom masyarakat

untuk mengatur ketertibannya sendiri. Kekuatankekuatan tersebut akan selalu ada, sekalipun

 

dalam bentuk terpendam (laten). Pada saat-saat tertentu ia akan muncul dan mengambil alih

 

pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh hukum negara. Maka, sebaiknya

Page 15: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 15/19

 

memang hukum itu dibiarkan mengalir saja.

5. Hukum progresif menekankan hidup baik sebagai dasar hukum yang baik. Dasar hukum

terletak pada perilaku bangsanya sendiri karena perilaku bangsa itulah yang menentukan

 

kualitas berhukum bangsa tersebut. Fundamen hukum tidak terletak pada bahan hukum (legal

 

stuff), sistem hukum, berpikir hukum, dan sebagainya, melainkan lebih pada manusia atau

perilaku manusia. Di tangan perilaku buru, sistem hukum akan menjadi rusak, tetapi tidak di

tangan orangorang dengan perilaku baik.

6. Hukum progresif memiliki tipe responsif. Dalam tipe responsif, hukum akan

 

selalu dikaitkan pada tujuan-tujuan di luar narasi tekstual hukum itu sendiri, yang disebut oleh

 

Nonet dan Selznick sebagai "the souverignity of purpose". Pendapat ini sekaligus mengritik

 

doktrin due process of law. Tipe responsif menolak otonomi hukum yang bersifat final dan tidak

dapat digugat.

7. Hukum progersif membangun negara hukum yang berhatinurani. Dalam bernegara hukum,

yang utama adalah kultur, "the cultural primacy." Kultur yang dimaksud adalah kultur

 

pembahagiaan rakyat. Keadaan tersebut dapat dicapai apabila kita tidak berkutat pada "the

 

legal structure of the state" melainkan harus lebih mengutamakan "a state with conscience".Dalam bentuk pertanyaan, hal tersebut akan berbunyi: "bernegara hukum untuk apa?" dan

dijawab dengan: "bernegara untuk membahagiakan rakyat."

8. Hukum progresif itu merobohkan, mengganti, dan membebaskan. Hukum progresif menolak

sikap status quo dan submisif. Sikap status quo menyebabkan kita tidak berani melakukan

perubahan dan menganggap doktrin sebagai sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Sikap

demikian hanya merujuk kepada maksim "rakyat untuk hukum".

 

Hukum progresif menganggap bahwa keadilan tidak hanya di pengadilan,tapi ada dimana-

 

mana,dan itu kelebihan utama dari pemikiran hukum progresif. Anggapan ini bisa

 

menjerumuskan jika diartikan secara artifisial dan tidak bertanggung jawab,sebab pemberian

diskresi yang berlebihan akan menyebabkan hukum akan kehilangan fungsinya sebagai kontrol

sosial. Hukum tidak dapat lagi mengatur masyarakat karena penafsiran yang bebas terhadap

keadilan, maka jadilah suatu struktur sosial kembali pada hukum rimba, siapa kuat dia yang

 

menang karena aturan bersifat fleksibel.

Penegakan hukum berdasarkan perubahan dalam masyarakat juga bisa berakibat pada sulitnya

 

keteraturan itu diciptakan, sebab masyarakat selain mempunyai sifat selalu berubah juga

terbentuk dari banyak identitas dan unsur serta bersifat majemuk tentang pemahaman keadilan.

Kondisi ini akan melahirkan hukum yang bisa mengakibatkan ketimpangan, juga karena hukum

berlaku adalah kehendak mayoritas, maka akan terjadi diskriminasi terhadap kelompok

 

minoritas.

Page 16: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 16/19

 

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut J.J.H. Bruggink, teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan

 

berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan putusan hukum, dan

 

sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. hubungan dogmatik hukum dengan

 

teori hukum tidak saling tumpang tindih, melainkan satu sama lain memiliki telaah sendiri-

sendiri (mandiri), sebagaimana dibawah ini :

a. Dogmatik hukum mempelajari aturan-aturan hukum itu dari suatu sudut pandang teknikal

(walaupun tidak a-normatif), maka teori hukum merupakan refleksi terhadap teknik hukum ini.

 

b. Dogmatik hukum berbicara tentang hukum. Teori hukum berbicara tentang cara yang

dengannya ilmuwan hukum berbicara tentang hukum.c. Dogmatik hukum mencoba lewat teknik-teknik interpretasi tertentu menerapkan teks undang-

undang yang pada pandangan pertama tidak mengajukan pertanyaan tentang dapat

digunakannya teknik-teknik interpretasi, tentang sifat memaksa secara logikal dari penalaran

 

interpretasidan sejenisnya lagi.

 

Teori Hukum dan Filsafat Hukum dapat dirangkum sebagai sebuah hubungan meta-displin

(filsafat hukum) terhadap disiplin objek(teori hukum), dan terkait pada Filsafat Hukum secara

esensial mewujudkan suatu pemikiran spekulatif sedangkan Teori Hukum mengupayakan suatu

pendekatan ilmiah-positif terhadap gejala hukum.

 

Ilmu hukum adalah “ilmu normatif”, demikian dinyatakan oleh Kelsen berkali-kali. Hukum itu

semata-mata berada dalam kawasan dunia sollen. Ciri hakiki dari norma adalah sifatnya yanghipotetis. Sikap yang diambil Hans Kelsen adalah pemurnian hukum dari kepentingan-

kepentingan di luar hukum seperti politik, keadilan, ideologi dan seterusnya. Hukum merupakan

teknik sosial yang spesifik dengan objek hukum positif. Kelsen juga menolak untuk memberikan

definisi hukum sebagai suatu perintah.

 

Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan

 

berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman

 

terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan

kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan

terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. komponen substansi hukum (legal

substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang

 

berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam

 

sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka

susun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap,

keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum.

Hukum responsif berorientasi pada hasil, pada tujuan-tujuan yang akan dicapai di luar hukum.

 

Dalam hukum responsif tatanan hukum dinegosiasikan, bukan dimenangkan melalui

 

subordinasi. Hukum tidak hanya rules (logic&rules) tetapi juga ada logika-logika yag lain. Bahwa

Page 17: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 17/19

 

memberlakukan yurisprudence saja tidak cukup, tetapi penegakan hukum harus diperkaya

dengan ilmu-ilmu sosial.

Hukum responsif menurut Nonet dan Zelnick merupakan suatu upaya dalam menjawab

 

tantangan untuk melakukan sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial. Menurut mereka, suatu

sintesis dapat dicapai bila kajian tentang pengalaman hukum menemukan kembali

persambungannya denga ilmu hukum klasik yang sifatnya lebih intelektual akademik

Salah satu dari sekian banyak ide Sartjipto Raharjo adalah tentang hukum adalah apa yang

disebut pemikiran hukum progresif , yaitu semacam refleksi dari perjalanan inteletualnya

 

selama menjadi musafir ilmu. Esensi utama pemikirannya, berangkat dari konsep bahwa hukum

 

bukan sebagai sebuah produk yang selesai ketika diundangkan atau hukum tidak selesai ketika

 

tertera menjadi kalimat yang rapih dan bagus, tetapi melalui proses pemaknaan yang tidak

pernah berhenti maka hukum akan menampilkan jati dirinya yaitu sebagai sebuah ilmu.

Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat dirumuskan secara

matematis bahwa yang dinamakan adil bila seseorang mendapatkan bagian yang sama dengan

 

orang lain. Demikian pula, keadilan tidak cukup dimaknai dengan simbol angka sebagaimana

 

tertulis dalam sanksi-sanksi KUHP, misalnya angka 15 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya.Karena keadilan sesungguhnya terdapat dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut

(metafisis), terumus secara filosofis oleh hakim.

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 18/19

 

 

Buku

Arinanto Satya , Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, Pusat Studi Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, Jakarta, 2008

 Assiddiqie Jimly &M Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum Sekretariat Jenderal &

kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006

Ayyub Andi Saleh, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in Book and Law in Action”

Menuju Penemuan Hukum (Rechtsvinding), Yarsif Watampone, Jakarta, 2006

 

Dimyati Khudzaifah , Teorisasi Hukum, Muhamadiyah Press, Surakarta, 2004

Friedman L, Teori dan Filsafat hukum: Telaah kritis atasi Teori-Teori Hukum (susunann I), judul

asli Legal Theory, penerjemah: Mohammad Arifin, Cetakan kedua, (Jakarta,PT Raja Grafindo

Persada 1993)

Friedman Lawrence M, 1977, Law and Society An Introduction, New Jersey: Prentice Hall Inc

Kusumaatmadja, 1986, Fungsi dan Perkem-bangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,

Bandung: Binacipta

 

Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2009Manan Bagir, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2004

Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang‐undangan; Dasar‐Dasar dan Pembentukannya,

Sekretariat KIH – UI, Jakarta, 1996, hal. 28. Dikutip dari Hans Kelsen, General Theory of Law

 

and State, New York, Russell & Russell, 1945

Nonet Philippe & Philip Zelnick, Law and Society in Transition:Toward Tanggapanive Law,

London:Harper and Row Publisher, 1978

Pound Roscoe , 1989, Pengantar Filsafat Hukum, Jakar-ta: Bhratara, hal. 51. Mochtar

Rahardjo Satjipto , Peningkatan Wibawa Hukum Melalui Pembinaan Budaya Hukum, Makalah

 

pada Lokakarya Pembangunan Bidang Hukum Repelita VII, BPHN, Jakarta

 

Raharjo Satjipto , hukum progresif (penjelajak suatu gagasan) makalah disamapaikan pada

acara jumpa Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Undip Semaraang, tanggal 4 september 2004

Raharjo Sartjipto , Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980.

Rahardjo Satjipto dalam Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, & Markus Y. Hage, Teori

 

Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Surabaya: Kita, 2006)

Rahardjo Satjipto , Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia (Yogyakarta: Genta

 

Publishing, 2009)

Rahardjo Satjipto , Membedah Hukum Progresif (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006)

Rahardjo Satjipto , Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan

Hukum (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007)

 

Rahardjo Satjipto , Hukum dan Perilaku: Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik (Jakarta:

 

Penerbit Buku Kompas, 2009)

Rahardjo Satjipto , Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya (Yogyakarta: Genta

Publishing, 2009

Roger Cotterrell, 1984, The Sociology of Law An Introduction, London: Butterworths

Rahardjo Satjipto , Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cet.6

 

Salman Otje S &Anton Susanto, Teori Hukum (mengingat, mengumpulkan, dan membuka

Page 19: TEORI HUKUM

5/14/2018 TEORI HUKUM - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/teori-hukum-55a824a646d32 19/19

 

kembali) PT Rafika Aditama, Bandung, 2010

Artikel

Artikel Utama, Jurnal Keadilan,Vol. 2 No. 1 Tahun 2002

Internet

www.setneg.go.id arah pemikiranpembangunan hukum pasca Perubahan UUD 1945