bab ii teori hukum
DESCRIPTION
bab iiTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemilikan Silang (cross ownership) menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
Berdasarkan pemahaman Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maksud dari
kepemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang
sama pada pasar bersangkutan yang sama adalah kepemilikan saham dalam suatu perusahaan
yang mengakibatkan pemegang saham tersebut memegang kendali atas manajemen dan
penentuan arah, strategi dan jalannya kegiatan usaha, termasuk pada pembagian keuntungan dan
tindakan korporasi lainya seperti penyertaan modal, penggabungan, peleburan dan atau
pengambilalihan.12
Kepemilikan saham mayoritas pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 atau
yang lebih populer dikatakan kepemilikan silang (cross ownership) dapat dikatakan juga sebagai
kepemilikan terafiliasi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengakui akan adanya suatu
hubungan antar (group) pelaku usaha yang saling terafiliasi yang berkaitan satu dengan yang
lainnya, yang melakukan kegiatan produksi terhadap produk berupa barang dan/atau jasa sejenis
dan dipasarkan melalui pasar bersangkutan yang sama.13 Untuk mencegah makin menumpuknya
penguasaan produk atau pemasaran pada kelompok usaha tertentu yang cenderung dominan dan
merusak sistem persaingan usaha sehat yang ada dalam masyarakat, Pasal 27 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk memiliki saham mayoritas pada beberapa
perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
12 Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm.6.
13 Ahmad Yani 1, Op.Cit, hlm.38
12
bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha
yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, jika kepemilikan tersebut mengakibatkan:
1. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (limapuluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang dan/ atau jasa tertentu.
2. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75%
(tujuhpuluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang dan/atau jasa tertentu.
Dunia industri yang semakin kompleks melahirkan integrasi perusahaan, baik yang
berhubungan secara vertikal (misalnya distributor dengan produsen) maupun horizontal (antara
perusahaan yang beroperasi dalam bidang yang sama). Perlu disadari bahwa ketatnya persaingan
di dunia usaha menyebabkan perusahaan mengalami pengurangan dari sisi jumlah dan
peningkatan dari sisi capital/modal, sementara perusahaan-perusahaan negara memilih untuk
melakukan privatisasi. Menurut Von Der Fehrt14, motivasi perusahaan untuk bergabung atau
memiliki saham perusahaan pesaingnya tidak semata-mata untuk mengurangi persaingan tapi
juga dengan tujuan-tujuan ,antara lain :
1. Mengharapkan sinergi, contohnya, pengurangan biaya melalui kerjasama penjualan.
2. Pertimbangan keuangan, contohnya, investasi pendanaan ke perusahaan lain sebagai bagian
dari aset keuangan manajemen perusahaan.
3. Pembelajaran, contohnya, untuk mendapatkan informasi dari perusahaan lain tentang
bagaimana melakukan proses produksi tertentu.
Elemen-elemen atau unsur-unsur dari Pasal 27 Undang-Undang No.5 Tahun 1999,antara
lain adalah :
1. Pelaku Usaha
14Ahmad Kaylani, Negara dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, (Jakarta:Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indinesia, 2011), hlm.103-104.
13
Sesuai dengan definisinya dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ,
“Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.
Dengan definisi tersebut maka unsur-unsur yang harus dipenuhi sebagai pelaku usaha
adalah sebagai berikut :
1. Didirikan di Indonesia atau menurut Hukum Indonesia.
2. Berkedudukan di Indonesia.
3. Melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
2. Memiliki Saham Mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis pada pasar bersangkutan yang
sama.
Pada Pasal 27 Undang-Undang No.5 tahun 1999 tidak menjelaskan secara eksplisit yang
dimaksud dalam terminolgi “saham mayoritas”. Oleh karena itu pengertian saham mayoritas
pada Pasal 27 Undang-Undang No 5 Tahun 1999 memerlukan penafsiran lebih lanjut. Peraturan
pertama mengenai saham di Indonesia adalah tertera pada Pasal 40 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang yang memberikan pengertian, “Modal perseroan harus dibagi dalam beberapa
sero atau saham, baik atas nama maupun dalam blanko”. Saham menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, adalah
a. Bagian; andil; sero ;
b. Surat bukti pemilikan bagian modal Perseroan Terbatas yang memberikan hak atas
deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor;
14
c. Hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan
bagian modal sehingga dianggap berbagi.15
Rumusan tentang saham juga dijabarkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.24/32/Kep/Dir, tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan
Kredit Dengan Agunan Saham, dalam Pasal 1 butir c disebutkan, saham adalah surat bukti
pemilikan suatu Perseroan Terbatas, baik yang diperjualbelikan di Pasar Modal maupun tidak.16
Sementara itu Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal17 menjelaskan, saham adalah bukti
pemilikan bagian modal Perseroan Terbatas yang memberi hak atas deviden dan lain-lain
menurut besar kecilnya modal yang disetor. Dari pengertian saham yang telah dijabarkan, secara
sederhana saham berarti bagian dari modal suatu perusahaan dalam hal ini Perseroan Terbatas.
Berdasarkan gabungan pengertian saham dan mayoritas tersebut, maka saham mayoritas
adalah bukti pemilikan modal Perseroan Terbatas dengan jumlah terbanyak yang
memperlihatkan ciri tertentu. Kamus Hukum Ekonomi ELIPS mengatakan bahwa, Pemegang
Saham atau Shareholder adalah pemilik suatu Perseroan Terbatas18 dan Pemegang Saham
Mayoritas atau majority shareholder adalah seorang diantara pemegang saham perseroan yang
menguasai lebih dari separuh jumlah saham perseroan tersebut.19 Didalam Undang-Undang No.8
tahun 1995 tentang Pasar Modal, pada penjelasan pasal 15 ayat 2 dijelaskan yang dimaksud
dengan mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki 50% (limapuluh persen) dari
15Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Nasional, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), hlm.977.
16Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung:CV.Nuansa Aulia,2006), hlm.49.
17 Departemen Keuangan RI-Badan Pelaksana Pasar Modal, Kamus Khusus Pasar Modal dan Uang, Jakarta,1974, hlm.49.
18 ELIPS, Kamus Hukum Ekonomi Elips, (Jakarta:Proyek ELIPS, 1997), hlm.150.19 Ibid., hlm.107.
15
modal yang ditempatkan dan disetor. Larangan kepemilikan saham mayoritas oleh pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha tersebut dibatasi oleh kondisi-kondisi berikut20 :
a. Pelaku usaha memiliki saham mayoritas pada dua atau lebih perusahaan/perseroan.
b. Kepemilikan saham mayoritas tersebut, dengan tetap memperhatikan apa yang diatur
dalam anggaran dasar perseroan, memberikan kewenangan yang lebih besar dengan
melakukan pengendalian atas perseroan.
c. Dua atau lebih perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sejenis.
d. Dua atau lebih perusahaan tersebut melakukan kegiatan usaha pada pasar bersangkutan
yang sama.
e. Kepemilikan pelaku usaha pada dua atau lebih perusahaan tersebut mengakibatkan satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai pangsa pasar sebesar 50%
(limapuluh persen) atas suatu barang/jasa atau menguasai pangsa pasar sebesar 75%
(tujuhpuluh lima persen) atas suatu barang/jasa.21
Sesuai dengan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 yang dimaksud
dengan pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah
pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan jasa yang sama atau sejenis atau substitusi
dari barang dan atau jasa tersebut. Pasar bersangkutan (relevant market) adalah merupakan
kombinasi dari pasar produk (a relevant product market) dan pasar geografis (a relevant
geographic market). Pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu
dikenal sebagai pasar geografis dalam hukum persaingan usaha dan pasar yang berkaitan dengan
barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan/atau jasa tersebut
20Ahmad Kalyani. Negara dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, (Jakarta: Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2011), hlm.106.
21Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm.21.
16
adalah pasar produk..22 Karena itu analisis mengenai pasar bersangkutan harus dilakukan melalui
analisis pasar produk dan pasar geografis.
3. Penguasan pangsa pasar lebih dari 50% (limapuluh persen) atau 75% (tujuhpuluh lima
persen)
Pangsa pasar menurut ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No.5 Tahun 1999
adalah presentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha
pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu. Penilaian pangsa pasar adalah
berdasarkan nilai penjualan yang dihasilkan suatu perusahaan dalam tahun tertentu. Penerapan
pangsa pasar tidak hanya terbatas pada apa yang telah terjadi tetapi juga dapat mencakup pangsa
pasar yang diharapkan terjadi berdasarkan penilaian yang dilakukan.23
Pasal 27 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 lahir sebagai norma yang menunjang tujuan
dari Undang-Undang tersebut dengan melarang adanya kepemilikan saham mayoritas oleh
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha pada beberapa perusahaan yang beroperasi pada pasar
yang sama jika kepemilikan tersebut mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50%
(limapuluh persen) atau 75% (tujuhpuluh lima persen).24
Secara singkat dapat dikatakan bahwa kekhawatiran KPPU terletak pada kemungkinan
munculnya efek berkurangnya persaingan (lessening competition) dengan adanya kepemilikan
silang ini. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak secara konkrit mengatur larangan
mengenai kepemilikan saham silang, tetapi hanya mengatur mengenai larangan kepemilikan
saham pada para pelaku usaha.
22 Pande Radja Silalahi, Posisi Dominan & Pemilikan Silang;Studi Kasus Persaingan Usaha, (Jakarta:Telaga Ilmu Indonesia, 2009), hlm.29.
23 Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op.Cit., hlm.6.
24 Ahmad Kaylani, Loc.Cit.
17
PT.A
PT.Y
MEREK K MEREK M
PT.X
Skema 3.1
Contoh Kepemilikan Silang Dalam Konteks Persaingan Usaha25
90% 90%
pasar yang bersangkutan
B. Kepemilikan Silang (cross ownership) yang Dilakukan oleh Temasek Holdings Menurut
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Awalnya Temasek melalui Singapore Telecom Mobile (SingTel) mengakuisisi saham
telkomsel dari KPN Belanda sebesar 22,3% (duapuluh dua koma tiga persen) pada akhir tahun
2001. Kemudian pada Juli 2002 SingTel meningkatkan kepemilikan sahamnya dengan
mengakuisisi kepemilikan Telkom pada Telkomsel menjadi sebesar 35% (tigapuluh lima persen)
dan sebagai kompensasinya Telkom mengalihkan aset Telkom Mobile ke Telkomsel termasuk
lisensi penggunaan DCS 1800. Pada tanggal 15 Desember 2002, Singapore Technologies
Telemedia (STT) memenangkan tender divestasi 41,9% (empatpuluh satu koma sembilan
persen) kepemilikan saham Indosat yang kemudian dimiliki melalui Indonesia Communications
Ltd. (ICL). Dengan demikian struktur kepemilikan temasek atas Indosat dan telkomsel dapat
dilihat pada skema berikut26 :
25 Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta:Forum Sahabat , 2008,), hlm.50.
26 PutusanPerkara No.07/KPPU-L/2007,Op.Cit., hlm.13-14.
18
Skema 3.2
Kepemilikan saham Temasek Holdings
100%
54,15%
100%
100%
100% 100%
100%
41,9%
35%
41,9%
35%
Temasek melalui 2 (dua) anak perusahaannya, yaitu Singapore Technologies Telemedia
(STT) dan Singapore Telecom Mobile (SingTel) telah menanamkan modalnya sebesar 41,94%
(empatpuluh satu koma sembilanpuluh empat persen) saham melalui Special Purpose Vehicle
(SPV) Indonesia Communications Ltd. (ICL) dan STT di Indosat, sedangkan SingTel telah
menguasai 35% (tigapuluh lima persen) saham di PT. Telkomsel. Apabila kepemilikan saham
dari kedua anak perusahaan Temasek itu digabungkan menjadi satu, maka terdapat penguasaan
19
Temasek Holdings (Private) Limited
Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd (STT)
Singapore Telecomunications Ltd.
STT Communications Ltd
Indonesia Communication Limited
PT. Indosat, Tbk
Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd.
Telkomsel
lebih 50% (limapuluh persen) dari pangsa pasar telepon seluler di Indonesia.27 Hal tersebut
melanggar ketentuan dari Pasal 27 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang
mengatakan,
“Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.
Untuk menganalisa dan membuktikan apakah Temasek Holdings benar-benar melanggar
Pasal 27 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 seperti yang telah dinyatakan oleh KPPU,
terlebih dahulu harus dikaji berdasarkan unsur-unsur dar Pasal 27 huruf a Undang-Undang No.5
Tahun 1999 tersebut. Adapun unsur-unsur dari pasal tersebut adalah :
1. Pelaku Usaha
Sesuai dengan definisinya dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1999,
Pelaku Usaha adalah sebagai berikut:
“Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi”.
Untuk mengetahui apakah kelompok usaha Temasek masuk dalam kualifikasi Pelaku Usaha
maka perlu dibuktikan pemenuhan unsur-unsur Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 , sebagai berikut :
27 L.Budi Kagramanto, “Kepemilikan Silang Saham PT.Indosat Dan PT.Telkomsel Oleh Temasek Holding Company”, Mimbar Hukum volume 20 (Februari 2008), hlm.1-2.
20
a. Unsur “setiap orang atau badan usaha”.
b. Unsur “baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum”.
c. Unsur “didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia”.
Berdasarkan unsur-unsur diatas menurut Putusan KPPU No.07/KPPU-L/2007, Temasek
dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha walaupun tidak berbadan hukum Indonesia
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tersebut dengan menerapkan extraterritorial doctorine yaitu selain perusahaan yang didirikan di
Indonesia (menurut Hukum Indonesia), perusahaan yang didirikan diluar Indonesia pun (tidak
menurut Hukum Indonesia) dan berkedudukan diluar Indonesia dapat dijangkau atau dapat
masuk wilayah yurisdiksi hukum persaingan usaha di Indonesia selama perusahaan tersebut
melakukan kegiatan usaha di Indonesia.28
Keputusan KPPU menerapkan extraterritorial doctorine pada putusan
No.07/KPPU-L/2007 secara terbatas dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Salah satunya adalah
pada perkara No.07/KPPU-L/2004 mengenai persekongkolan tender penjualan 2 (dua) Very
Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina yang dimenangkan oleh Frontline Ltd. badan
usaha yang didirikan berdasarkan Hukum Bermuda, berkedudukan di Norway dan dengan pusat
manajemen keuangannya di New York, Amerika Serikat.29 Selain itu untuk menguatkan
argumennya, KPPU menyatakan bahwa pelaku usaha dapat ditentukan berdasarkan prinsip
single economic entity doctorine atau doktrin entitas ekonomi tunggal yaitu pelaku usaha dapat
diminta pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha lain dalam satu
kesatuan ekonomi, meskipun pelaku usaha yang pertama beroperasi di luar yurisdiksi hukum
28 Pande Radja Silalahi, Op.Cit., hlm.102.29 Ibid., hlm.103.
21
persaingan usaha suatu negara, sehingga hukum persaingan usaha dapat bersifat ekstrateritorial.30
Hal lain yang digunakan KPPU untuk menguatkan argumennya untuk menyatakan Temasek
sebagai pelaku usaha adalah konsideran c pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi
persaingan yang sehat dan wajar. Oleh karena itu sebagai suatu prinsip umum dalam hukum
persaingan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 memiliki yurisdiksi atas kondisi persaingan di
dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, tanpa memandang siapa pun dan di mana pun
pelaku usaha yang menyebabkan dampak terhadap kondisi persaingan tersebut.31
2. Memiliki Saham Mayoritas
Unsur kedua yang perlu dikaji adalah apakah para pelaku usaha memiliki saham
mayoritas pada perusahaan sejenis. Terhadap Pasal 27, Majelis Komisi berpendapat bahwa
setidak-tidaknya terdapat dua perspektif untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran terhadap
Pasal 27 yaitu perspektif minimalis dan maksimalis. Menurut perspektif minimalis telah terjadi
pelanggaran terhadap Pasal 27 apabila berdasarkan bukti yang cukup terpenuhi sekurang-
kurangnya 2 (dua) unsur penting yaitu,
a. Adanya pelaku usaha yang mengendalikan atau mendirikan beberapa perusahaan dalam
suatu pasar bersangkutan.
b. Pengendalian atau pendirian tersebut menghasilkan penguasaan pasar bagi pelaku usaha
tersebut lebih dari 50%.
Jadi, perilaku yang dilarang adalah memiliki pengendalian atau mendirikan beberapa
perusahaan, dan akibat yang dilarang adalah penguasaan pasar lebih dari 50%. Perspektif
minimalis juga menganggap telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 27, apabila terbukti ada
30 Putusan Perkara No.07/KPPU-L/2007, Op.Cit., hlm.61.31 Ibid., hlm.62.
22
pelaku usaha yang memiliki saham mayoritas di dua atau lebih perusahaan yang bersaing dalam
suatu pasar yang bersangkutan dan kepemilikan tersebut menghasilkan penguasaan pasar lebih
dari 50%. Pendekatan yang digunakan adalah per se rule karena dari segi rumusannya ketentuan
Pasal 27 tidak mencantumkan salah satu dari dua kalimat “dapat menimbulkan praktek
monopoli” dan atau “persaingan usaha tidak sehat”32
Berbeda dengan perspektif minimalis, perspektif maksimalis berpendapat bahwa telah
terjadi pelanggaran terhadap Pasal 27 apabila selain terpenuhi 2 (dua) unsur dalam perspektif
maximalis juga terpenuhi unsur lainnya yaitu adanya praktek usaha yang menimbulkan dampak
negatif terhadap persaingan.33 Dalam perspektif ini praktek usaha yang dilarang adalah
penyalahgunaan penguasaan dipasar yang menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rule of reason karena tugas Komisi secara umum
adalah menilai ada tidaknya dampak negatif suatu praktek usaha terhadap persaingan. Mengenai
perspektif terhadap Pasal 27, Majelis Komisi dalam perkara ini menggunakan perspektif
maksimalis.
Berdasarkan fakta yang diperoleh oleh KPPU, Temasek melalui anak perusahaannya
memiliki 35% (tigapuluh lima persen) saham di Telkomsel dan 41,94% (empatpuluh satu koma
sembilanpuluh empat persen) saham di Indosat. Pemegang saham Indosat lainnya adalah
Pemerintah Republik Indonesia sebesar 15% (limabelas persen) dan publik sebesar 44,05%
(empatpuluh empat koma nol lima persen).34 Pada Telkomsel pemegang saham lainnya yaitu
PT.Telekomunikasi Indonesia, Tbk sebesar 65% (enampuluh lima persen). Walaupun pada
Telkomsel saham yang dimiliki oleh Temasek tidak sebesar pada Indosat, Temasek tetap
memenuhi unsur memiliki saham mayoritas karena Temasek mempunyai kendali atas
32 Ibid., hlm.625.33 Pande Radja Silalahi, Op.Cit., hlm.109.34 Ibid., hlm.73.
23
perusahaan telekomunikasi tersebut melalui anak-anak perusahaannya dan kendali atas pasar
telekomunikasi seluler yang sangat menguntungkan di Indonesia (market power). Majelis
Komisi juga berpendapat arti saham mayoritas dalam Pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tidak dapat diartikan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini
dikarenakan kekhususan dari Pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi.35
3. Pasar bersangkutan yang sama.
Pengertian pasar bersangkutan (relevant market) terdapat dalam pasal 1 angka 10
Undang-Undang No.5 tahun 1999 yaitu :
“Pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh
pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari
barang dan atau jasa tertentu.”
Didalam putusannya KPPU menyatakan bahwa pasar yang berkaitan dengan jangkauan
atau daerah pemasaran tertentu dalam hukum persaingan usaha dikenal dengan pasar geografis.
Sedangkan barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau susbtitusi dari barang dan atau jasa
tertentu dikenal sebagai pasar produk. Karena itu analisis mengenai pasar bersangkutan
dilakukan melalui analisis pasar produk dan pasar geografis.36 Analisis pasar produk pada intinya
bertujuan untuk menentukan jenis barang dan atau jasa yang sejenis atau tidak sejenis atau
merupakan substitusinya yang saling bersaing satu sama lain pada suatu perkara dan Analisis
pasar geografis bertujuan untuk menjelaskan di area mana saja pasar produk yang telah
didefinisikan saling bersaing satu sama lain.37
35 Putusan Perkara No.07/KPPU-L/2007, Op.Cit., hlm.633.36 Ibid., hlm.5.37 Ibid., hlm.7.
24
KPPU menyatakan bahwa PT. Telkomsel dan PT. Indosat saling bersaing dalam pasar
geografis yang sama yaitu layanan telekomunikasi selular di seluruh wilayah Indonesia dan
dalam pasar produk yang sama yaitu layanan telekomunikasi selular.38 Layanan dari PT.
Telkomsel meliputi layanan telekomunikasi selular dual band 900/1800 di atas jaringan GSM,
GPRS, Wi-Fi, EDGE, dan 3-G Techonology (pada produk Kartu Halo, Simpati, dan Kartu As).
Sedangkan layanan PT.Indosat mencakup telekomunikasi selular (Matrix, Mentari, IM3),
telephony service (SLI, VOIP Telephony, StarOne), dan multimedia service (IM2 dan Lintas
Artha). Kartu Halo, Simpati, dan Kartu As adalah layanan dari PT. Telkomsel dalam kategori
selular. Dalam kategori yang sama, PT. Indosat memiliki layanan dengan produk Matrix,
Mentari, dan IM3. PT. Telkomsel tidak memliliki layanan SLI, VOIP Telephony, FWA, internet
service, dan multimedia lainnya sebagaimana dimiliki oleh PT. Indosat Tbk. Oleh karena itu PT.
Telkomsel dan PT. Indosat saling bersaing dalam pasar produk yang sama yaitu layanan
telekomunikasi selular dan pasar geografis yang sama yaitu di seluruh wilayah Indonesia.
4. Penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% (limapuluh persen) oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.
Pangsa pasar adalah merupakan besarnya bagian atau luasnya total pasar yang dapat
dikuasai oleh suatu perusahaan yang biasanya dinyatakan dengan persentase.39 Telkomsel dan
Indosat menguasai pangsa pasar sebesar 88.09% pada tahun pertama cross ownership terjadi dan
pada tahun 2006 meningkat menjadi 89.64%. Secara rata-rata pangsa pasar Telkomsel dan
Indosat di Indonesia adalah 89,16%.40 Oleh karena itu, kendali Temasek Holding Company
terhadap Indosat dan Telkomsel memenuhi unsur ini.
Tabel 3.1
38 Ibid.39 Sofyan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.95.40 Putusan KPPU Perkara No.07/KPPU-L/2007, Op.Cit., hlm.639.
25
Pangsa Pasar Layanan Telekomunikasi Seluler Periode 2001-200641
Tahun Pangsa Pasar Telkomsel dan Indosat
secara Bersama-
sama
Gabungan Pendapatan
Usaha
Pendapatan Usaha XL
Pangsa Pasar XL
2001 76.34% 6,688 2,073.03 23.66%2002 83.58% 10,845 2,130.41 16.42%
Periode Cross
Ownership 2003-2006
2003 88.09% 16,624 2,198.48 11.91%2004 89.74% 22,107% 2,528.48 10.26%2005 90.97% 29,778% 2,956.38 9.03%2006 89.64% 38,373% 4,437.17 10.36%
Rata-rata 2003-2006
89.61%
Berdasarkan seluruh uraian diatas, menurut KPPU, kelompok usaha Temasek memenuhi
unsur-unsur Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan menerapkan teori
extraterritorial doctorine dan prinsip single economic entity doctorine sebagai subjek hukum
persaingan usaha dan memiliki kendali terhadap Telkomsel dan Indosat dengan memiliki saham
mayoritas dan menguasai lebih dari 50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis barang dan
atau jasa tertentu, yaitu dalam bidang jasa telekomunikasi seluler sesuai dengan unsur-unsur
Pasal 27 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 .
41 Ibid.
26