ta jurnal3

3
TOWARDS A THEORY OF CULTURAL INFLUENCE ON THE DEVELOPMENT OF ACCOUNTING SYSTEMS INTERNATIONALLY Sidney John Gray Jurnal ini membahas sejauh mana perbedaan akuntansi internasional, secara khususnya sistem pelaporan keuangan perusahaan, dimana mungkin dapat dijelaskan dan diprediksi oleh perbedaan dalam faktor budaya. International Classification and Environmental actors Ada dua pendekatan dalam klasifikasi internasional. Pertama pendekatan deduktif dimana faktor lingkungan diidentifikasi dan dihubungkan dengan praktik akuntansi nasional. Kedua, pendekatan induktif dimana menganalisis, mengembangkan, dan menjelaskan dengan mengacu pada berbagai factor ekonomi, sosial, politik dan budaya. Dalam beberapa studi mengenai klasifikasi internasional tampak bahwa mengidentifikasi kelompok besar. Selain itu, hubungan faktor lingkungan dan pola akuntansi yang telah ada hanya bersifat umum. Pentingnya budaya dalam penelitian dengan konteks klasifikasi belum dibuat eksplisit. Dengan demikian, pengaruh budaya pada akuntansi tampaknya telah banyak diabaikan dalam pengembangan ide-ide tentang klasifikasi internasional. The Cultural Dimension Budaya telah didefinisikan sebagai pemrograman pikiran kolektif yang membedakan anggota satu kelompok manusia dari yang lain (Hofstede). Tingkat integrasi budaya bervariasi antara masyarakat, subkultur dalam pangsa masyarakat karakteristik umum dengan subkultur lainnya. Culture, Societal Values and the Accounting Subculture Hofstede mendeteksi elemen struktur budaya dan khususnya elemen kuat yang berpengaruh terhadap perilaku didalam lingkungan kerja. Factor tersebut adalah individualism, power distance, uncertainty avoidance, dan masculinity. Dari factor ini jika orientasi nilai sosial terkait dengan pengembangan sistem FEBRIANANDA WISANG R 125020300111049

Upload: febriananda-wisang

Post on 10-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

TA jrnal 3

TRANSCRIPT

Page 1: Ta Jurnal3

TOWARDS A THEORY OF CULTURAL INFLUENCE ON THE DEVELOPMENT OF ACCOUNTING SYSTEMS INTERNATIONALLY

Sidney John Gray

Jurnal ini membahas sejauh mana perbedaan akuntansi internasional, secara khususnya sistem pelaporan keuangan perusahaan, dimana mungkin dapat dijelaskan dan diprediksi oleh perbedaan dalam faktor budaya.

International Classification and Environmental actors

Ada dua pendekatan dalam klasifikasi internasional. Pertama pendekatan deduktif dimana faktor lingkungan diidentifikasi dan dihubungkan dengan praktik akuntansi nasional. Kedua, pendekatan induktif dimana menganalisis, mengembangkan, dan menjelaskan dengan mengacu pada berbagai factor ekonomi, sosial, politik dan budaya.

Dalam beberapa studi mengenai klasifikasi internasional tampak bahwa mengidentifikasi kelompok besar. Selain itu, hubungan faktor lingkungan dan pola akuntansi yang telah ada hanya bersifat umum. Pentingnya budaya dalam penelitian dengan konteks klasifikasi belum dibuat eksplisit. Dengan demikian, pengaruh budaya pada akuntansi tampaknya telah banyak diabaikan dalam pengembangan ide-ide tentang klasifikasi internasional.

The Cultural Dimension

Budaya telah didefinisikan sebagai pemrograman pikiran kolektif yang membedakan anggota satu kelompok manusia dari yang lain (Hofstede). Tingkat integrasi budaya bervariasi antara masyarakat, subkultur dalam pangsa masyarakat karakteristik umum dengan subkultur lainnya.

Culture, Societal Values and the Accounting Subculture

Hofstede mendeteksi elemen struktur budaya dan khususnya elemen kuat yang berpengaruh terhadap perilaku didalam lingkungan kerja. Factor tersebut adalah individualism, power distance, uncertainty avoidance, dan masculinity. Dari factor ini jika orientasi nilai sosial terkait dengan pengembangan sistem akuntansi pada tingkat subkultur, maka dapat diartikan nilai-nilai tersebut menyerap sistem sosial suatu negara.

Professionalism versus Statutory ControlSemakin tinggi sifat individualisme dan semakin rendah power distance dan uncertainty avoidance maka semakin tinggi tingkat profesionalisme suatu negara.

Uniformity versus FlexibilitySemakin tinggi uncertainty avoidance dan power distance suatu Negara, diikuti rendahnya individualisme maka semakin tinggi tingkat keseragaman suatu negara.

Conservatism versus OptimismSemakin tinggi uncertainty avoidance dan semakin rendahnya individualisme serta maskulinitas suatu negara maka semakin tinggi tingkat conservatism suatu negara

Secrecy versus Transparency

FEBRIANANDA WISANG R125020300111049

Page 2: Ta Jurnal3

Semakin tinggi uncertainty avoidance dan power distance suatu Negara, diikuti rendahnya individualisme dan maskulinitasnya maka semakin tinggi tingkat kerahasiaannya.

Summary and Conclusion

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ada pola yang berbeda dari akuntansi dan pengembangan sistem pelaporan keuangan perusahaan berkaitan dengan faktor lingkungan. Dalam tulisan ini, penelitian empiris perlu dilakukan untuk menilai sejauh mana sebenarnya hubungan antara (a) nilai-nilai sosial dan nilai-nilai akuntansi, dan (b) usulan klasifikasi pengelompokan negara, berdasarkan pengaruh budaya, dan pengelompokan berasal dari analisis praktik akuntansi terkait untuk dimensi nilai subkultur akuntansi. Namun, untuk ini ia layak, pekerjaan lebih lanjut untuk mengoperasionalkan hubungan antara praktik akuntansi dan akuntansi nilai akan diperlukan, dan data lintas-budaya yang relevan dirakit dan terorganisir. Dalam menafsirkan hasil penelitian empiris yang berkaitan dengan budaya, pengaruh perubahan faktor-faktor lain juga perlu diperhitungkan, mengingat adanya pengaruh eksternal yang timbul dari penjajahan, perang, dan investasi asing, termasuk kegiatan perusahaan multinasional dan akuntansi internasional.

KOMENTAR

Segala aspek secara internasional memang tidak bisa dilepaskan dari factor budaya. Setiap Negara memiliki budaya yang berbeda dan berpengaruh secara kecil (kegiatan sehari-hari) maupun besar seperti dalam kebijakan pemerintah. Akuntansi pun juga tak bisa terlepas dari factor budaya. Factor budaya sering kali menjadi alasan bagaimana sebuah standar akuntansi internasional akan berhasil diterapkan.

System akuntansi internasional akan lebih mudah diterapkan pada Negara yang lebih mengedepankan kebersamaan dan mudah menerima serta menjalankan aturan. Disisi lain Negara yang individualis dan rentang kekuasaannya rendah akan sulit menjalankan system global tersebut. Sebab dalam system akuntansi internasional diperlukan adanya sifat legowo dalam penerapannya.

Indonesia sendiri, jika menganut pada scoring Hoftstede, memiliki skor sebagai berikut Power distance tinggi (78), Individualism rendah (14) Masculinity rendah (46) dan Uncertainty avoidance rendah (48). Skor tersebut jika dihubungkan dengan penelitian empiris dan mengadopsi hipotesis pada jurnal ini, akan didapatkan bahwa Indonesia adalah Negara yang Statutory Control (kurang profesional), seragam, konservatif dan transparan. Meskipun saya tidak tahu secara detail proses scoring tersebut, nampaknya hasil skor tersebut sesuai dengan apa yang saya pikirkan.

Indonesia memang memiliki rentang kekuasaan yang tinggi, meskipun tidak seperti Jepang atau Korea dimana bawahan akan selalu membungkuk kepada atasan, namun bawahan di Indonesia selalu mengikuti apa kata atasan dan terkadang tidak ada keberanian (atau sungkan) dalam mengomentari perintah atasan. Selain itu, Indonesia juga lebih seragam atau bisa dibilang mengikuti keputusan kelompok sehingga bisa dibilang kurang profesional dalam menjalankan tugasnya.

Oleh sebab itu, budaya nasional Indonesia yang lebih bersifat kolektif, seragam dan berasas pada peraturan nampaknya membuat Indonesia menjadi salah satu Negara yang mudah untuk mengaplikasikan standar akuntansi internasional, dalam hal ini IFRS.