t e s i s - universitas narotama surabayaskripsi.narotama.ac.id/files/12104120 - ira maya...
TRANSCRIPT
T E S I S
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEBAGAI PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum
Dalam Studi Magister Ilmu Hukum
Pada Program Pasca Sarjana Universitas Narotama
Oleh :
IRA MAYA SARI121.04.120
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANAUNIVERSITAS NAROTAMA
SURABAYA 2006
LEMBAR PENGESAHAN
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEBAGAI
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Telah disetujui
Pada tanggal 4 November 2006
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Maarten L. Shouhoka, SH., MS
Mengetahui
Ka. Program Studi
Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Universitas Narotama
Dr. Sadjijono SH, M. Hum
TESIS INI TELAH DISETUJUI
Tanggal , _______________________
Pembimbing
Dr. Maarten L. Shouhoka, SH., MS
Telah diuji pada
Tanggal : 4 Nopember 2006
TIM PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Maarten L. Souhoka, SH, MS ……………………….
Anggota 1. Rahmi Janed, SH, MH ……………………….
2. I.A.Budhivaya, SH, MH. ………………………
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
pada kesempatan yang berbahagia ini karena hanya atas perkenan rahmat dan
hidayahNya sematalah penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan tesis yang
berjudul “Pemutusan Hubungan Kerja sebagai Perselisihan Hubungan Industrial”
dengan baik guna memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Magister Ilmu
Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Narotama Surabaya.
Dengan segala keterbatasan penulis sadar bahwa terwujudnya tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak, untuk itu sudah sepantasnya penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih dengan tulus dan
sepenuh hati kepada:
1. Bapak HR. Djoko Soemadijo, SH Rektor Universitas Narotama Surabaya
selaku penanggung jawab penyelenggara Program Magister Ilmu Hukum.
2. Bapak Prof. DR. H.R. Sri Soemantri M.SH. MS., Direktur Program
Pascasarjana
3. Bapak Dr. H. Ismanto Hadi Santoso, Ir., MS Direktur Pelaksana Program
Pascasarjana
4. Bapak Dr. Sadjijono, SH., MH Ketua Program Pascasarjana Ilmu Hukum.
5. Bapak Dr. Maarten L. Shouhoka, SH., MS selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
6. Bapak dan Ibu Dosen dan karyawati Universitas Narotama yang telah banyak
membantu dan mendukung proses belajar dalam Program Studi Magister Ilmu
Hukum.
7. Bapak dan Ibu Panitia Penguji Universitas Narotama Surabaya khususnya
Pascasarjana ilmu hukum
8. DR. H. Drs. Ec. Teman Koesmono, MM dan Hj. Rr. Dewi Mutiara Endah Asri
yang mendampingi, memberikan semangat dan doa sehingga selesainya
pembuatan tesis ini.
9. Saudaraku tercinta Rita Anggraeni Sari, SH dan Ria Rezki Amelia yang selalu
mendukung, memberikan semangat dan perhatiannya.
10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu
kelancaran penulisan tesis ini.
Atas segala bantuan dan dorongan yang penulis tidak sebutkan semoga
mendapat rahmat dan hidayah dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini dan semoga dapat bermanfaat
guna menambah pengetahuan bagi yang membacanya.
Surabaya, Juni 2006
Penulis
ABSTRAK
Undang-Undang ketenagakerjaan bertujuan untuk memberikan kepastian didalam hubungan kerja, kepastian dalam bentuk perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja dan bagi kelangsungan perusahaan serta bermaksud untuk mencegah timbulnya masalah tenaga kerja. Ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 memberikan rumusan bahwa yang dimaksud dengan hukum ketenagakerjaan yaitu segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial merumuskan pengertian perselisihan hubungan industrial sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam suatu perusahaan.
Dalam praktek sering terjadi kasus dan persoalan ketenagakerjaan yang menyangkut hubungan kerja yang merugikan pekerja seperti suatu kasus PHK yang diputus begitu saja tanpa melalui prosedur yang benar, yang pada akhirnya dapat merugikan pekerja.
Perselisihan hubungan industrial meliputi perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja, perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu perusahaan.
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, perintah.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban para pihak perjanjian kerja tidak mensyaratkan bentuk tertentu bisa dibuat secara tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak atau dilakukan secara lisan dalam hal perjanjian kerja dibuat secara tertulis maka harus dibuat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemutusan hubungan kerja merupakan pengakhiran hubungan kerja karena satu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha setelah hubungan kerja berakhir. Pekerja atau buruh tidak mempunyai kewajiban untuk bekerja pada pengusaha dan pengusaha tidak berkewajiban membayar upah kepada pekerja atau buruh.
Ketentuan mengenai PHK yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 berlaku untuk semua pihak yang terjadi dibadan usaha yang berbadan hukum atau tidak milik perseorangan milik persekutuan/milik badan hukum baik milik swasta milik negara maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah/imbalan dalam bentuk lain.
Pemerintah berkepentingan langsung dalam masalah PHK karena bertanggungjawab atas berputarnya roda perekonomian nasional dan terjaminnya ketertiban umum serta untuk melindungi pihak yang berekonomi lemah, oleh karena itu peraturan perundang-undangan melarang pengusaha melakukan PHK karena alasan-alasan tertentu dan mensyaratkan bahwa PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dampak dari perselisihan hubungan industrial dapat diselesaikan secara damai, namun juga dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Pengusaha pekerja dan serikat kerja dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Dalam segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat kerja atau dengan pekerja.
Jika dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, satu-satunya ialah memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari pengadilan hubungan industrial.
Masalah PHK merupakan masalah yang penting bagi pekerja karena dengan berakhirnya hubungan kerja merupakan awal kesengsaraan bagi pekerja yang berarti pekerja kehilangan mata pencaharian yang merupakan satu-satunya sumber pendapatan untuk menghidupi keluarganya.
Dalam Undang-undang No. 2 tahun 2004 penyelesaian perselisihan dapat dilakukan di luar pengadilan (pengadilan hubungan industrial) mekanisme ini tentunya lebih cepat dan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak karena penyelesaiannya berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat terdapat 5 bentuk penyelesaian yaitu melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase pengadilan hubungan industrial.
Dalam Undang-undang No. 2 tahun 2004 tersebut prosedur penyelesaian setiap perselisihan hubungan industrial harus terlebih dahulu dilakukan melalui perundingan bipartit dan jika perundingan tidak mencapai hasil maka ditempuh prosedur penyelesaian perselisihan hak. Dalam perundingan tidak tercapai kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan oleh pengadilan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan putusannya bersifat final. Penyelesaian perselisihan kepentingan dan perselisihan PHK dalam hal perundingan tidak tercapai kesepakatan penyelesaian, maka pihak-pihak dapat memilih penyelesaian dengan mediasi konsiliasi arbitrase. Jika pihak-pihak memilih mediasi atau konsiliasi dan tidak tercapai penyelesaian maka penyelesaian selanjutnya dilakukan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Dalam hal pihak-pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui mediasi konsiliasi atau arbitrase maka atas kesepakatan kedua belah pihak atau atas kemauan salah satu pihak penyelesaiannya dilakukan
oleh pengadilan PPHI perundingan paling lama 30 hari harus diselesaikan sejak tanggal dimulainya perundingan.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PANITIA PENGUJI........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1. Latar Belakang Masalah dan Rumusannnya .................................... 1
2. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
3. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
4. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 9
5. Metode Penelitian ........................................................................... 14
a. Pendekatan masalah ................................................................... 14
b. Sumber bahan hukum ................................................................. 15
c. Prosedur pengumpulan pengolahan bahan hukum ...................... 15
d. Analisis bahan hukum ................................................................ 16
6. Sistematika Penulisan ..................................................................... 16
BAB II KETENTUAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. ........................
1. Perjanjian Kerja ...............................................................................
2. Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industrial....................................
3. Pemutusan Hubungan Kerja dan Jenis Pemutusan
Hubungan Kerja...............................................................................
BAB III PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL .....................................................................................
1. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ...............
a. Penyelesaian melalui Bipartit .....................................................
b. Penyelesaian melalui Mediasi .....................................................
c. Penyelesaian melalui Konsiliasi .................................................
d. Penyelesaian melalui Arbitrase ...................................................
e. Pengadilan Hubungan Industrial .................................................
2. Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja........................................
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................
1. Kesimpulan .....................................................................................
2. Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah dan Rumusannya
Hubungan manusia dengan kerja sifatnya alami. Manusia dilahirkan
untuk bekerja sebab hanya dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tersedia di alam dan untuk menikmatinya
manusia harus bekerja karena semua yang tersedia di alam itu tidak semuanya
siap untuk di konsumsi. Melainkan harus diolah terlebih dahulu, dalam
prosesnya melibatkan banyak sumber daya manusia. Hubungan manusia
dengan pekerjaan sifatnya khusus karena perjanjian kerja melahirkan hubungan
kerja dipengaruhi oleh kepentingan para pihak baik para pihak pengusaha
ataupun pihak pekerja.
Secara umum pengusaha maupun pekerja adalah para pihak yang secara
bersamaan mempunyai kepentingan terhadap kelangsungan usaha perusahaan.
Kepentingan ini menghendaki keduanya saling berhubungan. Keserasian
hubungan termanifestasi pada kepuasan masing-masing pihak dalam
memenuhi kepentingan usahanya.
Dengan demikian kerja adalah suratan hidup bahkan dapat dikatakan
kerja adalah keharusan alami. Dalam perkembangannya hubungan manusia dan
pekerjaan sifatnya khusus karena perjanjian kerja melahirkan hubungan kerja.
Hubungan manusia dan pekerjaan bersifat khusus, karena perjanjian kerja yang
melahirkan hubungan kerja dipengaruhi oleh kepentingan semua pihak1.
Pembangunan ketenagakerjaan mencakup banyak dimensi dan
1Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Hukum Perburuhan di Indonesia, Cet 3,
Jakarta, 1999, hal 25
keterkaitan antara tenaga kerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat
sehingga diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif.
Pengaturan tersebut antara lain mencakup perencanaan tenaga kerja, pelayanan
penempatan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial, peningkatan
perlindungan tenaga kerja serta peningkatan produktifitas dan daya saing
tenaga kerja Indonesia. Hukum ketenagakerjaan merupakan hukum yang
tumbuh sejak revolusi industri sebagai alat perlindungan bagi orang-orang
yang bekerja untuk dikerjakan oleh orang lain didalam hubungan kerja
sehingga akan timbul hak dan kewajiban dan oleh sebab itu memerlukan
pengaturan yaitu lingkup hukum ketenagakerjaan yang membatasi diri dari
aturan yang menyangkut pekerjaan setiap orang dan hal-hal yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Alternatif lain untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia
dengan penempatan tenaga kerja di luar negeri.2 Dalam hal penempatan tenaga
kerja tersebut sudah barang tentu tidak dapat dilakukan secara sederhana
seperti penempatan kerja yang dilakukan di negara kita sendiri, oleh karena itu
tanpa bekerja kehidupan manusia mustahil dan manusia sebagai makhluk
pekerja atau sebagai pembuat alat tidak dapat bekerja sendirian untuk
menghidupi dirinya melainkan harus bekerja sama dengan manusia lainnya
yaitu adanya majikan atau pengusaha dan buruh atau pekerja.
2 M. Rijijd Saru Maha, BPHN 2002, hal 2
Kedudukan dan peranan tenaga kerja didalam pelaksanaan pembangunan
nasional sangat penting baik sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai
tujuan pembangunan, oleh karena itu diperlukan peningkatan kualitas tenaga
kerja untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
perkembangan zaman serta peluang pasar di dalam dan luar negeri untuk
mencapai pembangunan nasional.
Dalam melaksanakan pekerjaan perlu adanya perjanjian kerja bersama,
persetujuan perburuhan kolektif, persetujuan perburuhan bersama.3 Menurut
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 1 ayat 21, perjanjian kerja bersama
adalah sebagai suatu perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat buruh atau
serikat-serikat buruh yang telah didaftarkan pada kementerian perburuhan
dengan majikan atau perkumpulan majikan, yang berbadan hukum yang
memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Sudah sejak lama pemogokan dikenal sebagai akibat timbulnya
perselisihan perburuhan terutama perselisihan kepentingan antara buruh dan
pengusaha sejak pemerintahan Hindia Belanda hingga sekarang ini pemerintah
yang berkuasa di Indonesia pernah melarang secara mutlak mogok dan lock out
pada perusahaan.
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja yang
dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.4
Mogok kerja dapat mengganggu ketentraman umum dan mengacaukan
3 Fx. Djumialdi dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan
Perburuhan Pancasila 1987, hal 10 4 HP Rajagukguk, Penggunaan Hak Mogok dan Lock Pout di Perusahaan Swasta,
Pasal 11 II Jakarta, 1990, hal 35
kehidupan ekonomi bangsa Indonesia, ajakan untuk mogok kerja pada saat
mogok kerja berlangsung harus dilakukan dengan tidak melanggar hukum.
Apabila mogok kerja dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mogok kerja tersebut mengakibatkan tindakan subversi
dengan cara melarang para pekerja atau buruh yang mogok kerja berada di
lokasi perusahaan.
Sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial yang selalu berinteraksi
dengan manusia lain maka merupakan suatu hal yang wajar jika dalam
interaksi tersebut terjadi perbedaan paham yang mengakibatkan konflik antara
satu dengan yang lain karena merupakan sesuatu yang lumrah maka yang
penting adalah bagaimana meminimalisir atau mencari penyelesaian dari
konflik tersebut sehingga konflik yang terjadi tidak menimbulkan ekses-ekses
negatif demikian halnya dalam bidang perburuhan dan ketenagakerjaan
meskipun para pihak terlibat didalamnya sudah diikat dalam perjanjian kerja
namun terjadi konflik tetap tidak dapat dihindari.
Pada dasarnya semua pihak baik pengusaha, pekerja, pemerintah maupun
masyarakat secara langsung atau tidak langsung mempunyai kepentingan atas
jalannya setiap perusahaan bagi setiap pekerja, perusahaan merupakan tempat
untuk berkarya dan berbakti. sekaligus sebagai sumber penghasilan dan
penghidupan kalau misalnya suatu perusahaan terpaksa harus ditutup maka
bukan saja pengusaha yang kehilangan modalnya tetapi juga seluruh karyawan
akan kehilangan pekerjaannya dan sumber penghidupannya.
Didorong oleh adanya kepentingan yang sama antara pengusaha dan
karyawan atas jalannya perusahaan dan dengan adanya keterlibatan keduanya
dalam proses produksi maka timbullah hubungan antara pengusaha dan pekerja
atau serikat pekerja hubungan tersebut dinamakan hubungan industrial.
Perusahaan bagi pemerintah mempunyai arti yang sangat penting karena
perusahaan betapapun kecilnya merupakan bagian dari kekuatan ekonomi
perusahaan yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Perusahaan merupakan salah satu sumber dan sarana yang efektif
untuk menjalankan kebijaksanaan pembagian pendapatan nasional oleh karena
itu pemerintah mempunyai kepentingan dan ikut bertanggung jawab atas
kelangsungan dan keberhasilan setiap perusahaan.
Untuk itu pemerintah melalui peraturan perundang-undangan,
kebijaksanaan fiskal dan moneter, kebijaksanaan produksi dan distribusi,
ekspor dan impor, ikut mengendalikan perusahaan, mengawasi dan
melindungi, menyediakan fasilitas, menciptakan kondisi yang mendorong bagi
pertumbuhan perusahaan, menciptakan kedamaian atau ketenangan kerja dalam
perusahaan.
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 151 ayat (2) dalam
hal segala upaya telah dilakukan tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindari maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh
pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh atau dengan pekerja atau
buruh apabila pekerja atau buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota
serikat pekerja atau serikat buruh. Tujuannya adalah untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang timbul antara pihak pengusaha atau majikan
dengan pekerja atau buruh yang dalam hal ini penyelesaian permasalahan
tersebut diwakilkan kepada serikat pekerja yang ada atau berdiri di suatu
tempat pekerja dalam penyelesaian permasalahan tersebut akan dilaksanakan
pada tingkat bipartit.5
Hubungan industrial sebagai suatu sistem sangat tepat untuk
dilaksanakan di negara Indonesia karena berlandaskan falsafah bangsa.
Hubungan industrial pada dasarnya dikembangkan dari semangat kegotong
royongan dan kebersamaan diantara pelaku proses produksi serta semangat
musyawarah untuk mencapai mufakat. Hubungan industrial menghindari atau
tidak mengenal adanya konflik atas perbedaan kepentingan.
Lembaga kerjasama Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu
perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja atau
serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan atau unsur pekerja atau buruh.6
Lembaga kerjasama tripartit adalah forum komunikasi konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari
unsur organisasi pengusaha serikat pekerja atau serikat buruh dan pemerintah.7
Untuk memecahkan masalah bersama dibidang ketenagakerjaan didirikan di
tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan kotamadya. Lembaga ini bertujuan
5 Depnaker RI “Pedoman Pelaksanaan Perburuhan Hubungan Industrial Pancasila
1985, hal 166 Undang-Undang No. 3 Tahun 2003, hal 67 Ibid
menjadi wadah pengembangan gagasan kerjasama yang serasi antara
pemerintah dan pengusaha guna mewujudkan hubungan industrial,
meningkatkan produksi dan produktivitas serta perluasan kesempatan kerja,
pemerataan pendapatan dan hasil-hasil dalam pembangunan dalam rangka
pemantapan ketahanan nasional.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut ada beberapa masalah
pokok dalam penelitian yaitu:
1. Bagaimanakah ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja sebagai suatu
perselisihan hubungan industrial?
2. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial?
2. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menemukan ketentuan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
2. Untuk mengetahui dan menemukan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu hukum
ketenagakerjaan dan mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologis dan konsisten dengan membahas penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dan bertujuan untuk mencari dan menemukan serta
menganalisa peraturan perundang-undangan serta keterangan lain yang ada
relevansinya dengan permasalahan dalam penulisan tesis ini.
3. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi para pekerja
menyangkut permasalahan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara
sepihak oleh perusahaan dengan harapan apabila terjadi pemutusan hubungan
kerja pihak pengusaha memperhatikan hak-hak pekerja sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
1. Manfaat teroritis
Memberikan sumbangan yang bernilai teoritis bagi ilmu pengetahuan
berupa konsep pemikiran yang bermanfaat dalam kaitannya dengan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam penyelesaian perselisihan
hubungan industrial di Indonesia.
b. Sebagai bahan pemikiran dan pertimbangan dalam mengambil
kebijaksanaan yang nantinya dapat dituangkan dalam peraturan
pelaksanaan yang mengatur penyelesaian perburuhan di Indonesia.
4. Tinjauan Pustaka
Pengertian hubungan industrial adalah keseluruhan hubungan kerja sama
antara pihak yang tersebut dalam proses produksi di suatu perusahaan menurut
Lalu Husni. Hubungan industrial merupakan sistem hubungan yang terbentuk
antara pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha
pekerja dan pemerintah dengan demikian jelaslah bahwa dalam hubungan
industrial pihak pemerintah masuk sebagai salah satu unsur penting
didalamnya sebagai pihak yang merencanakan membuat mengawasi berbagai
kebijakan di bidang ketenagakerjaan.8
Sedangkan pengertian perselisihan hubungan industrial menurut Undang-
Undang No. 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan
industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh atau serikat
pekerja atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak
perselisihan kepentingan. Perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh dalam suatu perusahaan.
Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan
hubungan kerja, untuk itu penulis merasa perlu sedikit menjelaskan pengertian
pemutusan hubungan kerja. Pengertian lebih lanjut menurut RG. Kartasapoetra
dan AG Kartasapoetra sebagai berikut:
Pemutusan hubungan kerja yang biasa dan dapat dianggap wajar terjadinya
sehubungan keinginan perorangan atau perbuatan perorangan dalam inisiatif
atau niat pemulanya di kemukakan oleh buruh itu sendiri. 9
Inisiatif atau niat pemula buruh : buruh memang telah mempunyai niat
untuk pindah pekerjaan karena keinginannya untuk mempunyai jenjang kerja
yang tetap lebih baik lagi bagi perkembangan kehidupannya di hari depan;
buruh memang berniat meninggalkan perusahaan itu karena ingin mencari
lapangan kerja lain daripada bekerja di perusahaan itu yang selalu tidak
8 Lalu Husni, Pengantar Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Press, Jakarta,
2005, hal 1169 Kartasapoetra RG, AG. Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia
Berdasarkan Pancasila, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal 294
memberi kepuasan baginya; buruh memang telah berniat untuk meninggalkan
perusahaan itu sehubungan keluarganya pindah ke tempat lain atau karena
kesehatannya tidak mengizinkan; buruh menang telah berniat untuk pindah dari
perusahaan itu dan untuk mempercepat terwujudnya keinginan itu dengan
sengaja melakukan ulah-ulah yang tidak cocok dengan keinginannya.
Pengusaha berinisiatif atau niat pemula pengusaha memang telah mempunyai
niat untuk memberhentikan buruh karena buruh yang bersangkutan selalu
melakukan pelanggaran disiplin kerja; pengusaha telah mempunyai niat untuk
memberhentikan buruh karena buruh yang bersangkutan dikarenakan buruh itu
sering melakukan ulah-ulah yang tidak terpuji dan mengganggu ketentraman
kerja buruh lainnya.
Jadi dalam hal ini pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pengusaha
hanya akan berlangsung terhadap buruh yang bersangkutan sesuai dengan niat
atau keinginan yang telah diajukan secara langsung kepada pihak pengusaha.
Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dapat dikatakan sebagai
masa onslak atau masa pemecatan para buruh di perusahaan, hal ini dianggap
terjadi jika dalam suatu perusahaan dalam satu bulan pengusaha memutuskan
hubungan kerja dengan sepuluh orang buruh atau lebih atau mengadakan
rentetan pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad
untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Pengertian pengusaha yang tercantum pada pasal 1 ayat (6) Undang-
Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial sebagai berikut:
a. Organisasi perorangan persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
b. Organisasi perseorangan persekutuan atau badan hukum secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Organisasi perseorangan persekutuan atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud oleh huruf a
dan b yang berkedudukan di luar Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan perusahaan pasal 6 ayat (7) adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak milik
perseorangan milik persekutuan atau milik badan hukum baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja atau buruh
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus
dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah/imbalan
dalam bentuk lain.
Selanjutnya yang dimaksud dengan pekerja atau buruh yang diatur dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 pada pasal 6 ayat (9) adalah:
Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain sedangkan serikat pekerja atau serikat buruh adalah
organisasi yang dibentuk dari oleh dan untuk pekerja atau buruh baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja atau buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja buruh dan keluarganya.
Pengertian pekerja menurut pendapat Hartono Widodo Judiantoro adalah
orang yang bekerja pada seorang pengusaha dengan menerima upah.10 Sedang
definisi serikat pekerja menurut International Union of Food and Allied
Workers Association yang secara sederhana merumuskan sebagai suatu
organisasi permanen yang demokratis dan dijalankan oleh buruh. Adapun
tujuan serikat buruh adalah:
1. Melindungi kaum buruh di tempat kerja mereka.
2. Meningkatkan dan memperbaiki kondisi kerja mereka melalui perundingan
kolektif.
3. Memperbaiki taraf dan pengetahuan kaum buruh tentang persoalan yang ada
di dalam masyarakat.
Berbagai negara biasanya pembentukan serikat buruh harus mendapatkan
pengakuan legal dari menteri yang mengurus masalah perburuhan untuk
10Hartono Widodo Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perburuhan, Rajawali
Persada, Jakarta, hal 6
mendapatkan pengakuan tersebut, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
seperti mendapat dukungan kaum buruh sebagai wakil mereka dalam proses
perundingan kolektif, kebutuhan membentuk serikat buruh tidak terhindarkan
karena dalam sistem masyarakat industri sekarang ada 2 kelompok masyarakat.
Menekan upah buruh serendah mungkin sebaliknya justru ingin agar
mereka dapat mendapatkan upah yang tinggi oleh karena pertentangan ini dan
juga berdasarkan pengalaman dan perjuangan mereka kaum buruh sadar bahwa
mereka harus bersatu padu untuk menghadapi majikan mereka. Inilah tujuan
alamiah dari suatu serikat buruh, pengalaman telah mengajarkan pada buruh
betapa sulitnya bagi mereka untuk berjuang sendiri-sendiri sebagai individu
buruh sama sekali tidak memiliki kekuatan yang berarti majikan akan dengan
mudah dan leluasa memecat buruhnya dalam hubungan kerja.
Buruh menyadari benar bahwa tidak ada lain sarana bagi mereka
mempertahankan hidup selain menjual tenaga kerja tetapi pekerjaan hanya
dapat dipasarkan tenaga kerja yang dikuasai oleh pihak majikan sebagai
pemodal. Oleh karena itu buruh biasanya akan sangat tergantung pada
kehendak majikannya, ia harus menjadi budak yang melayani pemodal sebagai
tuannya tetapi dengan bersatu buruh tidak lagi lemah melalui serikat buruh
yang kuat buruh dapat menghadapi kaum majikan dengan sejajar. Dengan
demikian kaum buruh dapat meraih kembali harga diri mereka yang telah
mereka jual di pasar tenaga kerja.
5. Metode Penelitian
Tipe penelitian ini adalah normatif atau disebut juga penelitian hukum
normatif menurut Philipus M. Hadjon dengan karakter keilmuan dari hukum
itu sendiri karena itu pemilihan metode penelitian senantiasa dibatasi oleh
rumusan masalah objek yang diteliti,11 yaitu suatu penelitian dengan cara
membahas asas-asas hukum, doktrin hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan penyelesaian perselisihan perburuhan
hubungan industrial.
a. Pendekatan Masalah
Untuk memecahkan atau menjawab masalah yang telah ditengahkan dalam
rumusan masalah sebagai objek penelitian maka digunakan pendekatan
yakni pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan
konseptual.
b. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-
bahan hukum terdiri dari:
1. Sumber bahan hukum primer
Sumber bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagakerjaan baik dalam UUD 1945, Peraturan pemerintah,
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan peraturan lainnya.
11Philipus M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Majalah
Yundika Fak. Hukum UNAIR No. 61 Nop. Desember 1994 Surabaya
2. Sumber bahan hukum sekunder
Sumber bahan hukum yang terdiri dari buku-buku artikel, hasil seminar,
laporan penelitian jurnal di bidang ketenagakerjaan dan penyelesaian
perselisihan perburuhan.
3. Sumber bahan hukum tertier
Sumber bahan hukum yang menunjang dan memberi penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum dan
bahan hukum yang didapat di lapangan.
c. Prosedur Pengumpulan Pengolahan Bahan Hukum
1. Bahan hukum tersebut kemudian dilakukan pengolahan dan dianalisa
secara sistematis sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai penjelasan perselisihan perburuhan hubungan industrial dan
hasilnya disusun secara sistematis dalam uraian pembahasan berdasarkan
penelitian dan analisa akan ditarik kesimpulan dan saran yang dianggap
bermanfaat.
2. Untuk memperoleh bahan hukum penelitian yang valid prosedur
pengumpulan dan pengolahan bahan hukum yang benar dimana
penulisan tesis ini dilakukan dengan membaca mempelajari dan
memahami beberapa literatur dan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pokok permasalahan yang akan digunakan sebagai pembanding
antara teori dan kenyataan yang kemudian diambil suatu keputusan
dalam penulisan tesis ini.
d. Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah dikelompokkan dan diklasifikasikan selanjutnya
dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif dengan analisis tersebut
langkah-langkah yang ditempuh didasarkan dalam logika yuridis sehingga
permasalahan dapat dijelaskan dalam penulisan tesis ini.
6. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini disusun dengan sistematis, pembahasan yang terbagi
dalam empat bab yang terdiri atas:
Bab I Pendahuluan membahas latar belakang masalah rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang
terdiri dari pendekatan masalah bahan hukum prosedur pengumpulan bahan
hukum pengolahan dan analisis bahan hukum.
Bab II Ketentuan pemutusan hubungan kerja membahas uraian tentang
perjanjian kerja, jenis-jenis perselisihan hubungan industrial dan pemutusan
hubungan kerja.
Bab III Prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
membahas uraian tentang tata cara penyelesaian perselisihan hubungan
industrial di luar pengadilan : penyelesaian melalui Bipartit, penyelesaian
melalui mediasi, penyelesaian melalui konsiliasi, penyelesaian melalui
arbitrase, penyelesaian pemutusan hubungan kerja.
Bab IV Penutup membahas uraian tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Mochamad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Pradnya, Jakarta, 1993.
Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Hukum Perburuhan di Indonesia, Cet 3, Jakarta, 1999
Fx. Djumialdi dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, 1987
Hartono Widodo Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perburuhan, Rajawali Perss, Jakarta, 1992
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan di Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 1994
Kartasapoetra RG, AG. Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila, Sinar Grafika, Jakarta, 1994
Lalu Husni, Pengantar Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2005
Lalu Husni, Penyelesaian Perlisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan dan di luar Pengadilan, Jakarta, 2005
Mashudi H., Badan Pembinaan Hukum Nasional, Dept. Kehakiman dan HAM Jakarta, 2003
Philipus M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Majalah Yundika Fak. Hukum UNAIR No. 61 Nop. Desember 1994 Surabaya
Rajagukguk HP, Penggunaan Hak Mogok dan Lock out di Perusahaan Swasta, Pasal 11 II Jakarta, 1990
Rajagukguk HP, Perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Suatu Tindakan dari Sudut Sejarah Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993
Ridwan Halim A. Tanya Jawab Perburuhan Indonesia, Ghalia, Indonesia, 1983
Ronny Hanitijo Soemitro, Hukum dan Masalah Penyelesaian Konflik, Majalah Hukum Fakultas Hukum UNDIP Semarang, 1984
Sendjun Manurung, Hukum Perburuhan di Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 1994
Soebekti R, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, 1984
Soemarno P., Tanya Jawab HIP dan Ketenagakerjaan, Apollo, Surabaya 1997
Sri Subiandhini Gultom, Aspek Hukum Hubungan Industrial, Jakarta, 2005
Wiwoho Soedjono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Sinar Grafika, Jakarta, 1996
Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan