surimi rudyanto kurniawan c3 12.70.0168 unika soegijapranata

22
Acara II PRODUK SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Rudyanto Kurniawan 12.70.0168 Kelompok: C3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Upload: reed-jones

Post on 26-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Surimi merupakan produk semi processed hasil olahan daging ikan yang merupakan bahan dasar dalam pembuatan makanan seperti nugget ikan, bakso ikan dan sebagainya. Dalam praktikum ini akan dilakukan pembuatan surimi dengan menggunakan pencampuran sukrosa, garam dan polifosfat yang berbeda konsentrasinya untuk setiap kelompok dan dilihat perbandingan hasilnya

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

Acara II

PRODUK SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Rudyanto Kurniawan 12.70.0168

Kelompok: C3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada tabel 1 berikut

ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi

Kel Perlakuan WHC (mg H2O)Sensoris

Kekenyalan Aroma

C1Sukrosa 2,5%

Polifosfat 0,1%Garam 2,5%

91515,400 + +++

C2Sukrosa 2,5%

Polifosfat 0,1%Garam 2,5%

77240,506 + ++

C3Sukrosa 2,5%

Polifosfat 0,3%Garam 2,5%

140421,941 ++ ++

C4Sukrosa 5%

Polifosfat 0,3%Garam 2,5%

70325,949 + +++

C5Sukrosa 5%

Polifosfat 0,5%Garam 2,5%

209843,882 ++ ++

C6Sukrosa 5%

Polifosfat 0,5%Garam 2,5%

150864,979 ++ ++

Keterangan:Kekenyalan: Aroma:+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Berdasarkan data hasil pengamatan surimi dalam tabel 1, dapat dilihat bahwa dalam

pembuatan surimi digunakan perlakuan yang berbeda tiap kelompok pada sukrosa dan

polifosfat, namun kadar garam yang digunakan sama. WHC atau water holding

capacity yang paling tinggi adalah WHC pada perlakuan dengan kadar sukrosa dan

polifosfat yang paling tinggi, yaitu pada kelompok C5 dengan WHC sebesar

209843,882 mg, yang paling rendah adalah pada perlakuan sukrosa tinggi dan polifosfat

sedang, yaitu kelompok C4 dengan WHC 70325,949 mg. Pada perlakuan sukrosa dan

polifosfat rendah, pada kelompok C1 dan C2 berturut - turut memiliki WHC 91515,400

1

Page 3: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

2

dan 77240,506 mg, yang lebih kecil daripada perlakuan sukrosa rendah dan polifosfat

sedang kelompok C3 dengan WHC 140421,941 mg, dan yang lebih tinggi adalah

perlakuan sukrosa dan polifosfat tinggi, pada kelompok C6 dengan WHC 150864,979

mg. Pada uji sensori kekenyalan, kelompok C1, C2 dan C4 mendapatkan hasil yang

sama yaitu menghasilkan surimi dengan tekstur yang tidak kenyal, sedangkan pada

kelompok C3, C5 dan C6 didapatkan hasil ketiganya menghasilkan surimi dengan

tekstur kenyal. Pada uji sensoris aroma, didapatkan hasil yang sama pada kelompok C1

dan C4 yaitu menghasilkan surimi dengan aroma yang sangat amis, sedangkan pada

kelompok C2, C3, C5 dan C6 didapatkan hasil surimi yang memiliki aroma yang amis.

Page 4: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

2. PEMBAHASAN

Praktikum yang dilakukan adalah praktikum “Surimi” dan adapun praktikum ini

bertujuan agar praktikan dapat mengetahui cara dan proses dalam pembuatan surimi.

Menurut Miyauchi (1970), surimi merupakan bahan dasar yang digunakan untuk

membuat berbagai makanan seperti sosis, nugget, dan bakso yang menggunakan daging

ikan sebagai bahan dasar dalam pembuatannya. Surimi juga diketahui sebagai produk

semi processed protein ikan. Ditambahkan juga dari pernyataan Benjakul et al(2005),

surimi mengandung protein miofibril yang larut di dalam garam. Surimi adalah produk

cacahan daging ikan yang memiliki karakteristik khusus dalam pembentukan gel. Pada

pembentukan sol dengan suhu kurang dari 40oC, kekuatan gel surimi meningkat. Hal

tersebut juga dapat diperkuat berdasarkan pernyataan Tanaka (2001), protein miofibril

pada surimi, dapat membentuk tekstur surimi yang kenyal dan elastis.

Ikan disusun dengan komponen yang paling besar adalah protein. Protein yang terdapat

dalam tubuh ikan contohnya adalah protein miofibril, protein stroma(protein jaringan

ikat) dan protein sarkoplasma. Protein yang paling banyak terdapat tubuh ikan adalah

protein miofibril (Andini, 2006). Menurut Ali & Elizabeth(2009), protein miofibril yang

penting sebagai parameter kualitas gel surimi adalah aktin, miosin dan aktomiosin

Menurut Suzuki (1981), gel yang dibentuk di dalam surimi merupakan gel yang kuat

dan elastis sehingga surimi dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi. Surimi dapat

terbagi atas 3 jenis yaitu mu-en surimi, ka-en surimi dan nama surimi, Imu-en surimi

adalah surimi yang dibuat tanpa adanya penambahan garam, ka-en surimi adalah surimi

yang dibuat dengan penambahan garam, kedua jenis surimi tersebut melalui tahap

pembekuan terlebih dahulu, berbeda dengan nama surimi, adalah surimi yang diproses

tanpa adanya proses pembekuan.

Ikan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal. Menurut Perangin angin et

al(1999) semua jenis ikan sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan dasar surimi,

namun untuk mendapatkan surimi dengan hasil yang maksimal, harus menggunakan

ikan yang berdaging warna putih, tidak terlalu amis, tidak berbau lumpur. Berdasarkan

syarat tersebut, maka ikan bawal telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan

3

Page 5: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

4

dasar dalam pembuatan surimi dengan kualitas baik.Menurut Benjakul(2012), dapat

digunakan ikan pelagis dengan daging yang berwarna gelap, apabila metode pemanasan

dan perlakuan yang diberikan benar, akan dapat meningkatkan kualitas dari surimi yang

dibuat. Menurut Tanaka(2001), untuk menjaga tekstur surimi, dilakukan penambahan

protein nabati, gula dan garam. Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi harus

memiliki kandungan lemak yang rendah, karena lemak yang ada di dalam ikan akan

mempengaruhi tekstur dari surimi yang dibuat. Selain itu, apabila kadar lemak semakin

tinggi, maka daging ikan akan lebih cepat mengalami ketengikan, apabila ikan yang

digunakan memiliki kandungan lemak tinggi, maka perlu dilakukan penanganan dengan

melakukan ekstraksi lemak untuk mengurangi kadar lemak di dalam ikan. Ditambahkan

juga dari pernyataan Koswara et al(2001), bahwa lemak yang tinggi juga dapat

mengakibatkan terjadinya oksidasi lemak yang akan mengubah proses gelasi secara

signifikan dan akan karena adanya oksidasi lemak maka ikan akan cepat mengalami

ketengikan. Ikan yang baik untuk pembuatan surimi adalah ikan dengan tingkat

keasaman yang mendekati netral yaitu antara pH 6,5 hingga pH 7. Menurut

Suzuki(1980) proses pembuatan surimi biasanya terdiri atas pencucian daging ikan,

filleting, minching, leaching, dewatering dan staining.

1.1. Proses Pembuatan Surimi

Dalam praktikum surimi ini, yang pertama dilakukan adalah mencuci daging ikan yang

akan digunakan untuk percobaan serta ditimbang beratnya, lalu dipisahkan dari kepala,

sirip, sisik, ekor, kulit dan isi perut, dan diambil daging putihnya sebanyak 100 gram.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suzuki (1981) bahwa daging ikan harus melalui

tahap pencucian terlebih dahulu setelah dipisahkan dari kulit, ekor, sirip, sisik serta isi

perut ikan. Kemudian daging ikan digiling sampai halus, dan selama penggilingan

berlangsung ditambahkan es batu. Menurut Andini(2009), penambahan es batu

bertujuan untuk menjaga tekstur daging ikan agar tidak mudah berubah dan tetap pada

kondisi yang bagus. Kemudian daging ikan yang sudah digiling, dicuci dengan air es

sebanyak 3 kali. Menurut Andini(2009), pencucian berulang dapat membantu dalam

menghilangkan darah, bau, lemak agar didapatkan daging ikan dengan hasil yang bagus.

Page 6: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

5

Kemudian dilakukan penyaringan dengan kain saring. Menurut Tanaka(2001),

penambahan zat – zat tertentu seperti gula sukrosa, garam, dan polifosfat yang

dilakukan guna untuk menjaga gel surimi serta membantu dalam pengawetan surimi

agar tidak cepat rusak. Hal tersebut sesuai dengan penambahan yang dilakukan dalam

praktikum ini, adalah untuk mendapatkan surimi dengan kualitas yang baik dan tidak

cepat rusak. Penambahan gula dan polifosfat dapat menjaga tekstur gel dengan

mencegah proses denaturasi protein pada suhu rendah dan meningkatkan kekuatan gel.

Pertama dilakukan penambahan sukrosa 2,5% untuk kelompok 1-3 dan sukrosa 5%

untuk kelompok 4-6. Menurut Suzuki (1981), sukrosa juga dikenal sebagai

cryoprotective agent yaitu zat yang melindungi dan mencegah terjadinya denaturasi

dalam daging ikan. Perlindungan tersebut dapat meliputi kelarutan, daya ikat

air/WHC(water holding capacity), emulsi, dan warna. Kemudian dilakukan

penambahan garam 2,5%. Karena ada penambahan garam, maka dapat disimpulkan

bahwa surimi yang dibuat dalam praktikum ini adalah mu-en surimi, seperti pernyataan

Suzuki(1981) bahwa mu-en surimi dibuat dengan penambahan garam. Shimizu &

Toyohara (1994), penambahan garam dalam surimi adalah bertujuan untuk menjaga

agar proses pembentukan gel bisa lebih optimal. Kadar garam yang biasa digunakan

adalah sekitar 2-3%, apabila kadar garam kurang dari 2% maka miofibril tidak dapat

larut, dan apabila kadar garam melebihi 12%, maka miofibril akan terhidrasi dan terjadi

salting out. Lalu ditambahkan polifosfat 0,1% untuk kelompok 1 dan 2, polifosfat 0,3%

untuk kelompok 3 dan 4, dan polifosfat 0,5% untuk kelompok 5 dan 6. Menurut

Nopianti et al(2010), penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan tingkat

permotongan, karena penambahan polifosfat dapat menurunkan viskositas pasta ikan.

Penambahan polifosfat juga dapat membantu dalam pembentukan gel, meningkatkan

pH, dan menjaga WHC. Biasanya penambahan polifosfat diiringi dengan penambahan

gula sukrosa untuk menyatukan atau menggabungkan fungsinya agar pembentukan gel

dan kualitas surimi optimal.

Kemudian surimi dimasukkan ke dalam wadah dan dimasukkan ke dalam freezer

selama 1 malam. Setelah 1 malam, surimi di-thawing, lalu diukur tingkat hardness,

WHC, dan kualitas sensoris yang mencakup kekenyalan dan aroma. Menurut Singh &

D. R. Heldman(2001), untuk mengawetkan bahan pangan dan menjaga kualitasnya

Page 7: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

6

dapat dilakukan proses pembekuan atau freezeing pada yang sangat rendah, yaitu sekitar

-10oC hingga -20oC. Maka tujuan dari pembekuan selama 1 malam adalah untuk

mengawetkan surimi. Menurut Andini et al(2009) surimi yang disimpan pada suhu yang

sangat rendah dapat mengalami perubahan – perubahan tertentu, seperti perubahan

biokimia pada penurunan sifat gelasi karena denaturasi dari protein dalam surimi.

Ditambahkan juga oleh Winarno(1994) bahwa produk – produk beku biasanya

cenderung mengalami denaturasi protein yang menyebabkan penurunan tekstur,

oksidasi lemak dan dehidrasi. Menurut Soeparno(1994), daging memiliki daya ikat air

atau biasa disebut sebagai WHC(water holding capacity), dan penurunan atau kenaikan

dari WHC dapat mempengaruhi tekstur dari bahan pangan. Maka WHC juga merupakan

komponen yang penting untuk ditinjau dalam praktikum ini.

Berdasarkan data dari hasil pengamatan tabel 1, dapat dilihat bahwa perlakuan tiap

kelompok terhadap surimi yang dibuat adalah berbeda satu sama lain, namun kadar

garam yang digunakan sama. Pada kelompok C1 dan C2, diberi perlakuan polifosfat dan

sukrosa rendah, pada kelompok C3 diberi perlakuan sukrosa rendah dan polifosfat

sedang, pada kelompok C4 diberi perlakuan sukrosa tinggi dan polifosfat sedang, dan

pada kelompok C5 & C6 diberi perlakuan sukrosa tinggi dan polifosfat sedang. Hal ini

dilakukan untuk melihat perbandingan satu sama lain pada hasil akhir surimi untuk

melihat mana yang lebih baik. Menurut Santana et al(2012) penambahan yang paling

ideal untuk menjaga kualitas surimi adalah pada sukrosa 4%, polifosfat 0,2% dan

sorbitol 4%. Menurut Satya & Chandra(2011) selain sukrosa , dapat juga digunakan

chitosan sebagai alternatif dari sukrosa sebagai cryoprotecting agent untuk menghindari

rasa yang terlalu manis pada hasil akhir surimi. Chitosan juga dapat meningkatkan

kekuatan gel pada surimi.Namun penggunaan chitosan sebagai cryoprotecting agent

alternati masih sangat jarang. Ditambahkan juga oleh Ali & Allah(2013) bahwa

penambahan chitosan juga dapat mempengaruhi warna putih atau whiteness dari surimi

di mana dengan penambahan konsentrasi yang semakin tinggi maka tingkat whiteness

dari surimi akan semakin meningkat.

.WHC atau water holding capacity yang paling tinggi adalah WHC pada perlakuan

dengan kadar sukrosa dan polifosfat yang paling tinggi, yaitu pada kelompok C5 dengan

Page 8: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

7

WHC sebesar 209843,882 mg, yang paling rendah adalah pada perlakuan sukrosa dan

polifosfat sedang, yaitu kelompok C4 dengan WHC 70325,949 mg. Pada perlakuan

sukrosa dan polifosfat rendah, pada kelompok C1 dan C2 berturut - turut memiliki

WHC 91515,400 dan 77240,506 mg, yang lebih kecil daripada perlakuan sukrosa dan

polifosfat sedang kelompok C3 dengan WHC 140421,941 mg, dan yang lebih tinggi

adalah perlakuan sukrosa dan polifosfat tinggi, pada kelompok C6 dengan WHC

150864,979 mg. Hasil yang didapatkan dalam percobaan tersebut kurang sesuai dengan

pernyataan Gopakumar(1997) bahwa dengan semakin tingginya penambahan sukrosa

dan polifosfat yang termasuk dalam cryoprotecting agent maka WHC pada surimi akan

semakin baik, dan WHC itu sendiri merupakan daya pengikatan air oleh protein, jadi

seharusnya WHC semakin baik dengan semakin banyaknya sukrosa dan polifosfat

namun pada hasil praktikum tidak demikian. Ditambahkan juga oleh Butkuss(1970)

bahwa sukrosa dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, di mana adanya tegangan

permukaan pada air semakin meningkat sehingga molekul air yang dapat keluar

semakin sedikit dan kualitas protein lebih terjaga dan tetap baik. Dapat disimpulkan,

dengan penambahan cryorprotectant seharusnya dapat meningkatkan WHC pada

surimi. Ketidaksesuaian tersebut dapat terjadi karena ada suatu kemungkinan.

Pada uji sensori kekenyalan, kelompok C1, C2 dan C4 mendapatkan hasil yang sama

yaitu menghasilkan surimi dengan tekstur yang tidak kenyal, sedangkan pada kelompok

C3, C5 dan C6 didapatkan hasil ketiganya menghasilkan surimi dengan tekstur kenyal.

Pada uji sensoris aroma, didapatkan hasil yang sama pada kelompok C1 dan C4 yaitu

menghasilkan surimi dengan aroma yang sangat amis, sedangkan pada kelompok C2,

C3, C5 dan C6 didapatkan hasil surimi yang memiliki aroma yang amis. Menurut Huda

et al(2001), penambahan polifosfat akan membuat tekstur dari surimi menjadi semakin

lembut dan aroma menjadi semakin tidak amis, dan hal tersebut benar, pada kelompok

C5 dan C6 didapatkan hasil kenyal, namun pada kelompok C4 didapatkan hasil yang

kurang sesuai, di mana didapatkan hasil yang kurang kenyal dibandingkan dengan C3

dengan cryoprotectant yang lebih rendah. Pada segi aroma, juga cukup sesuai, namun

pada kelompok C4, didapatkan hasil yang kurang sesuai di mana aromanya lebih amis

daripada kelompok C2 dan C3. Ketidaksesuaian tersebut kemungkinan dapat terjadi

seperti pernyataan Gopakumar(1997), bahwa pada saat dilakukan pembekuan,

Page 9: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

8

kemampuan mengemulsi, mengikat lemak, membentuk gel, dan mengikat air akan

menurun sehingga faktor – faktor tersebut dapat mempengaruhi tekstur dan aroma dari

surimi, atau adapun kelemahan dari metode sensoris seperti pernyataan Petrucci(1992)

bahwa metode sensoris merupakan metode yang mudah, tidak membutuhkan biaya

besar, dan tidak memerlukan peralatan khusus. Namun kelemahan dari metode sensoris

adalah sulit untuk menentukan standart karena perbedaan persepsi tiap penguji.

Page 10: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

3. KESIMPULAN

Surimi adalah produk setengah jadi yang dibuat dari cacahan ikan.

Surimi mengandung protein miofibril penting seperti aktin, miosin dan

aktomiosin.

Untuk mendapatkan surimi dengan kualitas yang baik adalah menggunakan

daging ikan yang berwarna putih, tidak beraroma lumpur

Proses pencucian dilakukan berulang kali untuk mencuci bersih komponen –

komponen seperti darah, dan agar baunya tidak terlalu amis

Daging berwarna gelap juga bisa menjadi surimi dengan kualitas yang baik

dengan perlakuan yang tepat.

Surimi dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu mu-en surimi, ka-en surimi dan nama

surimi

Dalam praktikum ini yang dibuat adalah surimi dengan jenis mu-en.

Sukrosa dapat berperan sebagai cryoprotecting agent yang dapat membantu dalam

mencegah denaturasi protein

Polifosfat digunakan untuk meningkatkan kekuatan gel

Garam dapat mendukung pembentukan gel yang optimal

WHC adalah daya ikat air oleh protein yang penting dalam gelasi dan

pembentukan emulsi

Apabila penggunaan sukrosa dan polifosfat semakin tinggi maka nilai WHC akan

meningkat

Sebagai alternatif, chitosan dapat digunakan sebagai alternatif cryoprotecting

agent

Chitosan dapat meningkatkan kekuatan gel surimi

Polifosfat dapat mengurangi bau amis dari ikan

Semarang, 9 September 2014 Asisten dosenDea Nathania

Rudyanto Kurniawan12.70.0168

9

Page 11: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

4. DAFTAR PUSTAKA

Ali Jafarpour, Elisabeth, M. Gorcyza. (2009). Rheological Characteristics and Microstructure of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel

Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Benjakul, Soottawat, Chutima Tongkaew, Wonnop Visessanguan. (2005). Effect of Reducing Agents on Physicochemical Properties and Gel-forming Ability of Surimi Produced from Frozen Fish

Butkus, H. (1970). Acceletate Denaturation of Myosin in Frozen Solution. J Food Sci.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.

Gopakumar, K. (1997). Tropical Fishery Product. Science Publishes Inc. Uniter Kingom

Habib Allah Hajidoun, Ali Jafarpour (2013) The Influence of Chitosan on Textural Properties of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi

Huda, Nurul,  Aminah Abdullah dan Abdul Salam Babji. (2001). Functional properties of surimi powder from three Malaysian marine Fish. International Journal of Food Science and Technology 2001, 36, 401±406.

Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.

Meriit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and Processing Second Edition. Her Majesty’s Stationery Office. Edinburgh.

Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.

Nopianti, Rodiana, Nurul Huda, and Noryati Ismail. (2010). Loss of functional properties of proteins during frozen storage and improvement of gel-forming properties of surimi. As. J. Food Ag-Ind. 3(06), 535-547.

10

Page 12: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

11

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut.

Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.

Santana, P., Huda, N. dan Yang, T. A. (2012). Technology for production of surimi powder and potential of applications. A review. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323 (2012).

Sarker, Md. Zaidul Islam, M. Abd Elgadir, Sahena Ferdosh, Md. Jahurul Haque Akanda, Mohd Yazid Abdul Manap dan Takahiro Noda. (2012). Effect of Some Biopolymers on the Rheological Behavior of Surimi Gel. A Review. Molecules 2012, 17, 5733-5744; doi:10.3390/molecules17055733.

Satya Sadhan, Dey & Krushna, Chandra Dora. (2011).Suitability of Chitosan as Cryoprotectant on Croaker Fish (Johnius gangeticus) Surimi during Frozen Storage

Shimizu YH., and Toyohara H. (1994). Fish Jelly Product. Handout. Sakyo Kyoto: Facultyof Agric Kyoto. Kitashirakawa University.

Singh, R. P. & R. Heldman. (2001). Introduction to food Engineering. 3rd Edition. Academic Press. Glasgow.

Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press. Yogyakarta.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and Technology. Jepang.

Tina, N., Nurul, H. dan Ruzita, A. (2010). Surimi-like Material: Challenges and Prospect. A Review. International Food Research Journal 17: 509-517 (2010).

Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerella pinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.

Yasir Ali Arfat, Soottawat Benjakul. (2012). Gelling Characteristics of Surimi from Yellow Stripe Trevally (Selaroides leptolepis)

Page 13: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

12

Winarno, F.G. (1994). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 14: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus WHC:

Luas A = 13

a (h0+4h1+2 h2+4 h3+h4)

Luas B = 13

a (h0+4 h1+2 h2+4 h3+h4)

Luas area basah = LA – LB

Kandungan air bebas = mg H2O = luas areabasah−8,0

0,0948

Kelompok E1

Luas A = 13

20(9,7+4 ×15,4+2× 17+4 ×15,2+7,2) = 1182

Luas B = 13

20(9,7+4×15+2 ×+4× 0,8+7,2) = 174

Luas area basah = 1182 – 174 = 1008

Kandungan air bebas = mg H2O = 1008−8,0

0,0948 = 10548,523 mg

Kelompok E2

LA=13

18,7 (10,5+(4 ×16,5 )+(2×18,5 )+( 4×17,9 )+ (2× 16,9 )+8 )

LA=1414,34

LB=13

18,7(10,5+ (4 × 2,9 )+(2× 1,2 )+(4 × 0,9 )+(2 ×2 )+8)

LB=249,96

Luas area basah=1414,34−249,96=1164,38

mg H 2O=1164,38−8,00,0948

=12198,10

Kelompok E3

LA=13

18,7 (10,5+(4 ×16,5 )+(2×18,5 )+( 4×17,9 )+ (2× 16,9 )+8 )

13

Page 15: Surimi Rudyanto Kurniawan C3 12.70.0168 Unika Soegijapranata

14

LA=1414,34

LB=13

18,7(10,5+ (4 × 2,9 )+(2× 1,2 )+(4 × 0,9 )+(2×2 )+8)

LB=249,96

Luas area basah=1414,34−249,96=1164,38

mg H 2O=1164,38−8,00,0948

=6902,954

Kelompok E4

LA=13

19(9,6+4 × 16,8+2× 18,7+4 ×15,6+9,7) = 1.179,9

LA=13

19(9,6+4 × 1,2+2× 0,3+4 ×1,4+9,7) ¿191,9

Luas area basah = 1179,9-191,9 = 988

Kandungan air bebas = mg H 2O=988−8,00,0948

¿10.337,55

Kelompok E5

LA=13

18,7 (10,5+(4 ×16,5 )+(2×18,5 )+( 4×17,9 )+ (2× 16,9 )+8 )

LA=1414,34

LB=13

18,7(10,5+ (4 × 2,9 )+(2× 1,2 )+(4 × 0,9 )+(2 ×2 )+8)

LB=249,96

Luas area basah=1414,34−249,96=1164,38

mg H 2O=1164,38−8,00,0948

=15396,624

5.2. Jurnal

5.3. Laporan sementara