kinetika rudyanto kurniawan 12.70.0168 a2

32
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun Oleh : Nama: Rudyanto Kurniawan NIM: 12.70.0168 Kelompok A2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Acara I

Upload: james-gomez

Post on 13-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kinetika pembuatan vinegar atau cider dari sari apel yang dijus, percobaan meliputi jumlah mikroba, pH, total asam, dan Optical Density

TRANSCRIPT

Acara IKINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun Oleh :Nama: Rudyanto KurniawanNIM: 12.70.0168Kelompok A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG1. 2. 2015

16

3.

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pengujian Bab kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengujian Fermentasi Minuman Vinegar.KelPerlakuanWaktuMO tiap petakRata-rata MO tiap petakRata-rata MO tiap CCOD (nm)pHTotal asam (mg/ml)

1234

A1Sari apel + S. cereviciaeN0174488,253,3 x 1070,10903,1410,56

N247154586261,252,45 x 1080,49953,1113,44

N483839303234,751,39 x 1080,64283,2012,67

N723631202728,51,14 x 1081,28123,2412,48

N96212619818,57,4 x 1070,80543,2812,67

A2Sari apel + S. cereviciaeN0581241,6 x 1070,08893,1310,56

N2478809096863,44 x 1080,65783,1112,48

N481271301291261285,12 x 1080,79353,2012,29

N72170185168162171,256,85 x 1081,26313,2512,10

N96180198192183188,257,53 x 1080,64153,2812,48

A3Sari apel + S. cereviciaeN0232128 x 1060,10453,1410,37

N2476647280732,92 x 1080,73673,1313,06

N488077858180,753,23 x 1080,85303,1912,67

N728894909892,53,7 x 1081,16752,9012,48

N96140152177182162,756,51 x 1080,53773,2912,86

A4Sari apel + S. cereviciaeN0422841,6 x 1070,10033,1610,94

N2483961129596,53,86 x 1080,82733,1312,29

N4810615449109104,54,18 x 1080,73863,0912,10

N721071034510389,53,58 x 1081,38323,2312,48

N961071051371311204,8 x 1081,10553,2912,48

A5Sari apel + S. cereviciaeN0445341,6 x 1070,10223,1811,14

N24119835753783,12 x 1080,65393,1412,86

N483636403937,751,51 x 1080,71913,1912,67

N723447454141,751,67 x 1081,32563,2612,10

N9625363726311,04 x 1080,32423,2912,86

Pada Tabel 1. dapat dilihat pada praktikum kinetika ini digunakan bahan dasar sari apel dan starter Saccharomyces cereviceae, sebagai bahan dasar dalam praktikum. Jumlah MO tiap kelompok berbeda beda untuk tiap pengecekan per harinya. Pada kelompok A1 dapat dilihat bahwa rata rata MO tiap petak paling besar didapatkan pada N24 yaitu 61,25 tiap petak, dengan hasil yang terus menurun setelah N24, pada kelompok A2 rata rata MO terbesar didapatkan pada N96, dengan jumlah MO yang terus bertambah tiap pengecekan, pada kelompok A3 didapatkan rata rata MO terbesar pada saat N96 yaitu 162,75, dengan hasil yang terus bertambah tiap pengecekan, pada kelompok A4, didapatkan rata rata MO terbesar pada saat N96 dengan hasil yang berubah ubah tiap pengecekan, pada kelompok A5 didapatkan rata rata MO terbesar pada saat N24 dengan hasil yang berubah ubah tiap pengecekan. OD semua mengalami penurunan pada N96. Nilai pH tiap kelompok berubah ubah namun konstan pada angka yang berkisar antara pH 3,1 3,2. Pada nilai total asam, didapatkan nilai yang berubah ubah tiap pengecekan pada semua kelompok dengan nilai yang tak berurutan.

1

Grafik 1. Hubungan Antara Jumlah Sel dan Lama Waktu Inkubasi

Pada grafik 1. Jumlah sel pada kelompok A2 dan A3 mengalami peningkatan untuk setiap waktu pengecekan, pada kelompok A1 dan A5 jumlah sel semakin sedikit pada waktu pengecekan hari ke 2 sampai hari ke 4, pada kelompok A4, mengalami peningkatan pada hari ke 3 tetapi mengalami penurunan pada hari ke 4 dan ke 5.

Grafik 2. Hubungan Antara Absorbansi dan Waktu Inkubasi

Pada grafik 2. dapat dilihat, pada setiap kelompok, nilai absorbansi meningkat sampai hari ke 4, tetapi mengalami penurunan pada hai ke 5.

Grafik 3. Hubungan Antara Jumlah Sel dan pH

Pada grafik 3. dapat dilihat pada setiap kelompok pH mengalami peningkatan dan disertai dengan peningkatan jumlah sel. Tetapi pada kelompok A1 dan A5 jumlah sel menurun ketika pH meningkat. Pada kelompok A3 ketika pada saat pH menurun, jumlah sel meningkat.

Grafik 4. Hubungan Antara Jumlah Sel dan Absorbansi

Pada grafik 4. dapat dibahwa semakin tinggi jumlah sel, maka penyerapan cahaya akan menjadi semakin berkurang. Hal tersebut terjadi untuk setiap kelompok. Namun ada beberapa yang berfluktuasi, saat jumlah sel meningkat, OD meningkat, tetapi menurun pada saat jumlah sel tertinggi.

Grafik 5. Hubungan Antara Jumah Sel dan Total Asam

Pada grafik 5. dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah bakteri, maka total asam yang dihasilkan juga meningkat. Hal tersebut terjadi pada kelompok A2 dan A3. 3

2. PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini, akan dibuat salah satu produk fermentasi yang akan dibuat adalah minuman beralkohol yang dbuat dari apel malng dengan kultur yeast yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Minuman ini sering disebut dengan vinergar. Hal utama yang akan diamati adalah kinetika fermentasi dalam produksi minuman beralkohol. Menurut Winarno et al. (1984), fermentasi merupakan proses perubahan gula menjadi alkohol dan CO2. Proses fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi atau disebut dengan starter. Hasil fermentasi sangat dipengaruhi oleh jenis substrat dan jenis mikroorganisme yang digunakan serta proses metabolisme yang terjadi selama fermentasi. Menurut Fardiaz (1992), pada proses fermentasi, terjadi disimilasi anaerob oleh substrat(contohnya karbohidrat). Hasil dari disimilasi anaerob adalah asam organik seperti asam laktat, asam asetat dan asam format. . Hasil lain dari proses fermentasi adalah gas hidrogen dan karbondioksida. Selain itu juga ada proses fermentasi yang disebut sebagagi proses fermentasi alkohol, yaitu proses anaerob.

Dalam praktikum ini, dapat disimpulkan fermentasi yang akan dilakukan adalah fermentasi alkohol karea melibatkam yeast Sacharomycess. Menurut Dolge et al (2012), cider atau vinergar merupakan minuman fermentasi yang dibuat dari sari apel atau jus apel. Metode yang digunakan untuk pembuatan vinegar dapat dibedakan menjadi 2 cara yaitu dengan cara tradisional (tanpa penambahan gula dan CO2), disebut juga dengan natural cider atau cider alami. Metode yang lain adalah dengan menggunakan apel segar yang ditambahkan dengan gula dan CO2, disebut juga dengan sparkling cider. Dalam praktikum ini,

Dalam jurnal Wang et al. (2005), dikatakan bahwa penggunaan gula yang berbeda dapat mempengaruhi proses fermentasi alkohol Jus apel mengandung beberapa jenis gula, antara lain yaitu fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Fruktosa adalah kandungan gula tertinggi dalam jus apel dengan kadar hingga 70%. Saccharomyces cerevisiae yang ditambahkan dalam pembuatan vinegar ini berguna untuk mempercepat katalisis dan menyempurnakan konversi gula menjadi alkohol tanpa menyebabkan pembentukan off-flavor. Namun, kandungan fruktosa yang tinggi dapat menyebabkan konsentrasi residu gula tinggi, sehingga menimbulkan off-taste pada produk akhir. Hal ini dikarenakan Saccharomyces cerevisiae bersifat lebih glucophilic (suka glukosa) sehingga proses pemecahan fruktosa yang lama atau lambat. Dengan kata lain, proses fermentasi akan berlangsung lebih cepat apabila gula yang digunakan adalah glukosa.

Menurut Dolge et al. (2012), aroma cider sangat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi komponen aromatik yang terkandung di dalamnya. Aroma ini dapat ditimbulkan dari buah apel itu sendiri (tergantung dari jenis apel yang digunakan), komponen yang dihasilkan oleh yeast selama fermentasi alkohol, serta komponen yang dihasilkan selama proses ageing. Komponen aromatik tersebut terdiri dari ester, alkohol, asam lemak, aldehid, keton, terpene, dan lactone. Dalam fermentasi alkohol, produk utama yang dihasilkan adalah etanol dan gliserol, lalu diikuti dengan ester. Ester yang paling utama disini adalah etil asetat. Selain itu, kandungan polifenol pada apel juga berkontribusi terhadap kualitas sensori cider. Tinggi rendahnya kandungan polifenol ini dipengaruhi oleh varietas apel, iklim, tingkat kematangan, penyimpanan, dan pengolahan.

Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah persiapan buah apel segar kemudian di juice untuk diambil sarinya, namun bahan harus segera diproses untuk menghindari proses browning. Sari apel yang didapatkan harus disterilisasi dengan dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian di-autoklaf. Menurut Potter & Hotchkiss (1995), tujuan dari sterilisasi adalah untuk mematikan mikroorganisme patogen dan untuk mengurangi resiko cemaran. Kemudian sari apel dibiarkan sampai dingin lalu ditambahkan dengan biakan yeast secara aseptis untuk menghindari kontaminasi. Menurut Hadioetomo (1993), pada penggunaan teknik secara aseptis, memiliki tujuan untuk mengurangi cemaran dari lingkungan sekitar laboratorium. Bila teknik aseptis dilakukan dengan benar maka organisme yang tumbuh hanyalah mikroorganisme yang akann dibiakkan. Kemudian campuran bahan di shaker. Menurut Winarno et al (1980), proses shaker bertujuan untuk meningkatkan laju alir udara, sehingga laju transfer oksigen tidak terhambat. Oksigen akan mengoptimalkan pertumbuhan starter di dalam proses. Ditambahkan juga dari Said (1987), shaker memiliki fungsi lain sebagai agitator yang menjamin suspensi sel mikroba dan medium nutrient dalam keadaaan yang seragam. Kemudian dilakukan inkubasi selama 5 hari.

Kemudian setiap pagi saat praktikum dilaksanakan, larutan sampel vinegar diambil secara aseptis untuk beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan adalah pengukuran biomassa, absorbansi, titrasi dan pengukuran pH. Pengukuran biomassa Saccharomyces cerevisiae (N0), dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama Haemocytometer. Pengukuran biomassa ini juga dilakukan untuk menentukan N24, N48, N72, dan N96. Menurut Hadioetomo (1993), haemocytometer digunakan untuk menghitung sel yang ukurannya hampir sama dengan sel darah merah. Alat ini terdiri atas ruang hitung yang terdiri atas petak petak dengan ukuran kecil untuk dihitung di bawah mikroskop. Alat ini digunakan untuk menghitung sel yang memiliki densitas >104 sel/ml. Dalam jurnal Chen & Chang (2011), dikatakan bahwa haemoctometer dirancang sebenarnya untuk menghitung sel darah merah. Alat ini terdiri atas kota kotak atau petak petak ruang hitung dengan kedalaman tertentu. Pada masing masing kotak terdapat kotak kotak mikroskopik yang tergores pada permukaan kaca. Batas yang ada pada kotak tersebut adalah 3 garis dengan ukura 4 x 4 kotak.

Pengukuran asborbansi menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Menurut Ewing (1985), spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur penyerapan radiasi oleh larutan. Menurut Wilford (1987), absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi, tebal media dan intensitas penyinaran. Ditambahkan juga dari pernyataan Fox (1991), bahwa metode absorbansi dipengaruhi oleh kejernihan dan konsentrasi larutan. Semakin keruh larutan maka absorbansi akan semakin tinggi.

2.1. Hubungan Antara Waktu dan Jumlah Sel

Pada kelompok A1 dapat dilihat bahwa rata rata MO tiap petak paling besar didapatkan pada N24 yaitu 61,25 tiap petak, dengan hasil yang terus menurun setelah N24, pada kelompok A2 rata rata MO terbesar didapatkan pada N96, dengan jumlah MO yang terus bertambah tiap pengecekan, pada kelompok A3 didapatkan rata rata MO terbesar pada saat N96 yaitu 162,75, dengan hasil yang terus bertambah tiap pengecekan, pada kelompok A4, didapatkan rata rata MO terbesar pada saat N96 dengan hasil yang berubah ubah tiap pengecekan, pada kelompok A5 didapatkan rata rata MO terbesar pada saat N24 dengan hasil yang berubah ubah tiap pengecekan. Menurut Triwahyui et al (2012), selama fermentasi berlangsung, yeast yang digunakan akan mengalami percepatan dalam pertumbuhan pada waktu 24 48 jam. Fase eksponensial dalam proses pertumbuhan yeast terjadi pada waktu 48 jam, setelah 48 jam yeast akan memasuki fase stasioner karena faktor pertumbuhan yang ada di dalam media menjadi semakin terbatas. Jumlah gula yang ada di dalam media terbatas, sehingga jika yeast kekurangan gula, maka kemampuan fermentasi akan menurun dan produksi alkohol menurun dan lama kelamaan yeast akan mati karena kehabisan sumber energi. Ditambahkan juga dari jurnal Amenaghawon et al (2012), bahwa pada yeast, fase kematian juga dipengaruhi oleh produksi etanol. Semakin naik jumlah etanol, maka jumlah sel akah semakin menurun. Etanol yang dihasilkan selama fermentasi juga akan terakumulasi di dalam media dan menghambat pertumbuhan yeast, karena etanol ini terbentuk dari gula yang ada di dalam media sehingga persediaan makanan yeast berkurang dan mempercepat fase kematian yeast.

Dapat simpulkan, jumlah mikroorganisme yang berubah atau menurun dapat disebabkan oleh kesalahan saat penghitungan karena penggunaan mikroskop dan menggunakan haemocytometer merupakan hal yang cukup susah. Namun ada kemungkinan lain yaitu karena adalah proses pembentukan etanol di dalam media dan perbedaan kandungan gula yang terdapat dalam sari apel untuk tiap kelompok karena tiap apel bisa saja mengandung kadar gula yang berbeda. Karena gula yang kurang sehingga fase kematian yeast semakin cepat sehingga menghasilkan hasil yang berbeda beda tiap kelompok.

2.2. Hubungan Antara Waktu dan Optical DensityMenurut jurnal Jomdecha & Prateepasen (2006), optical density kultur yeast adalah pengukuran terhadap jumlah sel yeast yang ada di dalam kultur yang bersifat cair. Nilai OD adalah banyaknya sinar yang dapat diteruskan oleh kultur cair. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa jika OD dikaitkan dengan waktu fermentasi, maka hasil yang diperoleh berfluktuasi. Berikut adalah grakfik hubungan antara waktu dan optical density.

Berdasarkan grafik tersebut, nilai absorbansi meningkat sampai hari ke 4, tetapi mengalami penurunan pada hari ke 5. Menurut Jomdecha & Prateepasen (2006), seharusnya nilai OD akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu inkubasi. Karena semakin lama waktu inkubasi, sel yeast yang bertunas akan semakin banyak, sehingga jumlah yeast akan semakin banyak dan menghasilkan OD yang semakin tinggi. Ada kemungkinan lain proses shaker tidak berjalan dengan baik sehingga OD semakin rendah. Menurut Rahman (1992), shaker digunakan untuk aerasi, dan dalam aplikasinya, harus dilakukan pengaturan yang tepat untuk menghindari kegagalan aerasi. Apabila aerasi tidak berjalan dengan baik akan menghambat transfer udara dalam sampel sehingga tidak ada sirkulasi O2 yang baik sehingga yeast tidak dapat berkembang dengan baik. Namun hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Winarno et al (1980) bahwa yeast Saccharomyces cereviceae dapat tumbuh baik pada kondisi anaerob karena fermentasi gula yang lebih cepat. Namun hal tersebut juga akan menyebabkan fase kematian yeast lebih cepat karena fase eksponensial juga akan berjalan lebih cepat.

Sehingga dari pernyataan pernyataan di atas, dapat disimpulkan kesalahan dapat terletak pada saat aerasi yang kurang sempurna, sehingga sirkulasi oksigen tidak stabil yang menyebabkan yeast mati atau juga karena kondisi anaerob yang diciptakan oleh aerasi yang gagal sehingga yeast mati lebih cepat dan OD juga menurun. Selain itu kesalahan lain juga dapat terjadi pada saat proses spektrofotometri. Menurut Sudarmadji & Suhardi (2000), penggunaan cuvet spektrofotometer yang kotor dapat menyebabkan ketidakteraturan hasil absornbansi, Selain itu dapat juga disebabkan karena dalam menggunakan alat spektrofotometer seperti cuvet yang digunakan kotor atau telah tergores, ukuran cuvet yang tidak seragam, penempatan cuvet yang tidak tepat, ada gelembung gas dalam larutan, dan kekurangsempurnaan dalam penyiapan larutan sampel atau blanko. Adapun juga kemungkinan lain, yaitu tidak ada proses pengadukan sebelum sampel diuji. Karena apabila tidak dihomogenkan, ada kemungkinan yeast yang tumbuh tidak merata. Menurut Said (1987), proses pengadukan dapat juga berguna sebagai agitasi untuke menghomogenkan suspensi sel mikroba pada medium

2.3.Hubungan Antara Jumlah Sel dan pH

Pada beberapa kelompok pH mengalami peningkatan dan disertai dengan peningkatan jumlah sel. Tetapi pada kelompok A1 dan A5 jumlah sel menurun ketika pH meningkat. Pada kelompok A3 ketika pada saat pH menurun, jumlah sel meningkat Pada grafik hubungan jumlah sel dengan pH dapat diketahui pada kelompok A1 dan A5 semakin meningkatnya jumlah mikroba maka nilai pH akan semakin tinggi, sebaliknya pada kelompok A2 dan A3 semakin tinggi jumlah sel yang tumbuh maka nilai pH akan semakin tinggi. Menurut Winarno et al (1984), pada proses fermentasi, perubahan pada komponen komponen gula yang ada di dalam sampel substrat, akan dipecah menjadi alkohol dan CO2. Semakin tinggi kadar alkohol yang dihasilkan, yeast akan mati karena tidak tahan terhadap kondisi asam. Sehingga dapat disimpulkan apabila pH semakin rendah maka yeast juga akan semakin bertambah.

2.4.Hubungan Antara Jumlah Sel dan Optical DensityMenurut Jomdecha & Prateepasen (2006) optical density atau OD menggambarkan tentang fungsi dari morfologi sel seperti ukuran dan bentuk, karena kedua hal tersebut dapat mempengaruhi banyaknya sinar yang ditransmisikan atau disebarkan dalam larut. Beliau mengatakan bahwa pertumbuhan yeast menunjukkan hubungan antara nilai OD dan jumlah sel. Berikut adalah grafik hubungan antara nilai OD dengan jumlah sel tiap cc.

Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah sel, maka penyerapan cahaya akan menjadi semakin berkurang. Hal tersebut terjadi untuk setiap kelompok. Namun ada beberapa yang berfluktuasi, saat jumlah sel meningkat, OD meningkat, tetapi menurun pada saat jumlah sel tertinggi. Menurut Jomdecha & Prateepasen (2006), semakin tinggi jumlah sel, maka nilai OD juga akan menjadi semakin tinggi. Namun ada hal lain yang dapat terjadi, pada awal tahap pertumbuhan sel yeast, pertumbuhan akan berlangsung lambat karena adaptasi sel dengan lingkungan media yang baru. Kemudian setelah memasukin fase lag, pertumbuhan sel akan menjadi semakin cepat setelah sel bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru, kemudian memasuki fase eksponensial, pada tahap ini pertumbuhan sel menjadi semakin cepat daripada fase lag karena sel sudah benar benar bisa beradaptasi dengan lingkungan. Menurut Sudarmadji & Suhardi (2000), nilai absorbansi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan larutan, sehingga apabila larutan semakin keruh maka absorbansi akan semakin meningkat. Semakin besar nilai absorbansi, maka dapat disimpulkan jumlah sel semakin meningkatkan nilai OD. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori di atas. Kemungkinan yang dapat disimpulkan adalah cuvet yang digunakan saat percobaan kurang bersih sehingga menyebabkan pembacaan salah. Menurut Sudarmadji & Suhardi (2000), penggunaan cuvet spektrofotometer yang kotor dapat menyebabkan ketidakteraturan hasil absornbansi, Selain itu dapat juga disebabkan karena dalam menggunakan alat spektrofotometer seperti cuvet yang digunakan kotor atau telah tergores, ukuran cuvet yang tidak seragam, penempatan cuvet yang tidak tepat, ada gelembung gas dalam larutan, dan kekurangsempurnaan dalam penyiapan larutan sampel atau blanko.

2.5.Hubungan Jumlah Sel dan Total Asam

Pada grafik 5. dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah bakteri, maka total asam yang dihasilkan juga meningkat. Hal tersebut terjadi pada kelompok A2 dan A3. Menurut Kwartiningsih & Nuning (2005), pada saat fermentasi, akan dihasilkan asam asetat karena metabolisme sel yeast. Asam asetat juga dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O. Sehingga kemungkinan yang terjadi adalah awalnya terbentuk asam asetat, tetapi pada beberapa hari terbentuk air dan karbondioksida sehingga akan mengembalikan metabolisme fermentasi sehingga menghasilkan total asam yang berbeda.

14

3. KESIMPULAN

Fermentasi adalah proses perubahan gula menjadi alkohol dan CO2 yang melibatkan organisme fermentative. Hasil fermentasi dipengaruhi oleh jenis substrat, jenis mikroorganisme, dan proses metabolisme yang terjadi selama fermentasi. Proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan vinegar adalah fermentasi alkohol. Tujuan dari sterilisasi sari apel adalah untuk mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam proses fermentasi. Shaker berfungsi untuk meningkatkan laju transfer O2 dan untuk menghomogenkan suspensi sel mikroba dan medium nutrient. Haemocytometer adalah ruang hitung yang terdiri atas petak petak berukuran kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop. Absorbansi adalah nilai konstan dari intensitas penyerapan yang dipengaruhi oleh konsentrasi, tebal media, dan intensitas penyinaran. Pertumbuhan sel yeast harus mengikuti kurva pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase lag, log, stationer, dan kematian. Nilai OD akan semakin meningkat seiring dengan semakin lama waktu inkubasi karena semakin lama waktu inkubasi, sel yeast akan semakin bertambah banyak. Semakin tinggi jumlah sel tiap cc semakin tinggi pula nilai OD. Perlakuan shaker yang kurang sesuai akan menyebabkan pertumbuhan sel yeast menjadi kurang maksimal Cuvet yang kotor akan menyebabkan absorbansi semakin meningkat dan hasil menjadi tidak akurat

Semarang, 26 Juni 2015Praktikan, Asisten Dosen: Bernadus Daniel Metta Meliani Chaterine MeilaniRudyanto Kurniawan

1312.70.0168

4.DAFTAR PUSTAKA

Amenaghawon, N.A, Okieimen, C.O and Ogbeide, S.E. (2012). Kinetic Modelling of Ethanol Inhibition during Alcohol fermentation of Corn Stover using Saccharomyces cerevisiae. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA), pp.798-803.

Chen, Y. W. and Chiang, P. J. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Dolge, R. R.; Z. Kruma; and D. Karklina. (2012). Aroma Composition and Polyphenol Content of Ciders Available in Latvian Market. World Academy of Science, Engineering and Technology 67.

Ewing, G.W. (1985).Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fox, P. F. ( 1991 ). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, 5th 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.

Potter. N.N. & Hotchkiss.J.H. (1995). Food Science 5th.Chapman &Hall.inc. NewYork.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

14Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 34.

Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; and G. Zhao. (2005). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of the Institute of Brewing 110(4), 340346.

Wilford, L. D. R. (1987). Chemistry for First Examinations. Blackie. London.

Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. ( 1984 ). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

5. LAMPIRAN

5.1 PerhitunganPerhitungan A1Rata-rata MO tiap petakN0 = = 8,25N24 = = 61,25N48 = = 34,75N72 = = 28,5N96 = = 18,5

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 3,3 x 107N24 = = 2,45 x 108N48 = = 1,39 x 108N72 = = 1,14 x 108N96 = = 7,4 x 107

Total asamN0 = = 10,56 mg/mlN24 = = 13,44 mg/mlN48 = = 12,67 mg/mlN72 = = 12,48 mg/mlN96 = = 12,67 mg/ml

Perhitungan A2Rata-rata MO tiap petakN0 = = 4N24 = = 86N48 = = 128N72 = = 171,25N96 = = 188,25

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,44 x 108N48 = = 5,12 x 108N72 = = 6,85 x 108N96 = = 7,53 x 108

Total asamN0 = = 10,56 mg/mlN24 = = 12,48 mg/mlN48 = = 12,29 mg/mlN72 = = 12,10 mg/mlN96 = = 12,48 mg/ml

Perhitungan A3Rata-rata MO tiap petakN0 = = 2N24 = = 73N48 = = 80.75N72 = = 92.5N96 = = 162.75

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 8,00 x 107N24 = = 29,2 x 107N48 = = 32,3x 107N72 = = 37 x 107N96 = = 65,1 x 107

Total asamN0 = = 10,368 mg/mlN24 = = 13,056mg/mlN48 = = 12,67 mg/mlN72 = = 12,48 mg/mlN96 = = 12,86 mg/ml

Perhitungan A4Rata-rata MO tiap petakN0 = = 4N24 = = 96,5N48 = = 104,5N72 = = 89,5N96 = = 120

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,86 x 108N48 = = 4,18 x 108N72 = = 3,58 x 108N96 = = 4,8 x 108

Total asamN0 = = 10,94 mg/mlN24 = = 12,29 mg/mlN48 = = 12,10 mg/mlN72 = = 12,48 mg/mlN96 = = 12,48 mg/ml

Perhitungan A5Rata-rata MO tiap petakN0 = = 4N24 = = 78N48 = = 37,75N72 = =41,75N96 = = 31

Rata-rata MO tiap ccN0 = = 1,6 x 107N24 = = 3,12 x 108N48 = = 1,51 x 108N72 = = 1,67 x 108N96 = = 1,04 x 108

Total asamN0 = = 11,14 mg/mlN24 = = 12,86 mg/mlN48 = = 12,67 mg/mlN72 = = 12,10 mg/mlN96 = = 12,86 mg/ml