surgical sepsis

20
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Sepsis adalah sindroma klinis yang menunjukkan adanya “severe infection. Sindroma ini dikarakteristikkan oleh tanda-tanda inflamasi yang terjadi pada jaringan dimana diawali oleh infeksi. Adanya Infeksi berawal dari identifikasi mikroorganisme dalam jaringan host atau aliran darah, ditambah respon inflamasi. Pada target infeksi, terdapat tanda-tanda klasik rubor, kalor, dolor dan di bidang-bidang seperti kulit atau jaringan subkutan yang umum. paling sering infeksi pada individu normal dengan host defense yang utuh dikaitkan dengan manifestasi lokal, ditambah manifestasi sistemik seperti suhu tinggi, peningkatan sel darah putih (WBC) count, takikardia, atau takipnea. Manifestasi sistemik yang disebutkan di atas merupakan sistemic inflamatory respon syndrome (SIRS). 2

Upload: william-sulistyono

Post on 12-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat stase bedah

TRANSCRIPT

Page 1: surgical sepsis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sepsis adalah sindroma klinis yang menunjukkan adanya “severe

infection”. Sindroma ini dikarakteristikkan oleh tanda-tanda inflamasi yang

terjadi pada jaringan dimana diawali oleh infeksi.

Adanya Infeksi berawal dari identifikasi mikroorganisme dalam

jaringan host atau aliran darah, ditambah respon inflamasi. Pada target

infeksi, terdapat tanda-tanda klasik rubor, kalor, dolor dan di bidang-

bidang seperti kulit atau jaringan subkutan yang umum. paling sering

infeksi pada individu normal dengan host defense yang utuh dikaitkan

dengan manifestasi lokal, ditambah manifestasi sistemik seperti suhu

tinggi, peningkatan sel darah putih (WBC) count, takikardia, atau takipnea.

Manifestasi sistemik yang disebutkan di atas merupakan sistemic

inflamatory respon syndrome (SIRS).

2

Page 2: surgical sepsis

SIRS dapat disebabkan oleh berbagai proses penyakit, termasuk

pankreatitis, politrauma, keganasan, dan reaksi transfusi, serta infeksi.

Kriteria yang ketat untuk SIRS (takikardia, takipnea, demam, dan

peningkatan jumlah WBC) telah diperluas untuk mencakup

indikator klinis tambahan tercantum. Pasien terdiagnosa sepsis jika

mereka memenuhi kriteria klinis untuk SIRS dan memiliki

bukti dari sumber lokal atau infeksi sistemik.

Criteria for Systemic Inflammatory Response Syndrome

General variablesFever [core temp >38.3°C (100.9°F)]Hypothermia [core temp <36°C (96.8°F)]Heart rate >90 bpmTachypneaAltered mental statusSignificant edema or positive fluid balance (>20 mL/kg over 24 h)Hyperglycemia in the absence of diabetes

Inflammatory variablesLeukocytosis (WBC >12,000)Leukopenia (WBC <4000)Bandemia (>10% band forms)Plasma C-reactive protein > 2 s.d. above normal valuePlasma procalcitonin >2 s.d. above normal value

Hemodynamic variablesArterial hypotension (SBP <90 mmHg, MAP <70, or SBP decrease >40 mmHg)SVO2 >70%Cardiac index >3.5 L/min per square meter

Organ dysfunction variablesArterial hypoxemiaAcute oliguriaCreatinine increaseCoagulation abnormalitiesThrombocytopeniaHyperbilirubinemia

Tissue perfusion variablesHyperlactatemiaDecreased capillary filling

bpm = beats per minute; MAP = mean arterial pressure; SBP = systolic blood pressure; s.d. = standard deviations; SVO2 = venous oxygen saturation; WBC = white blood cell count.

2.2 Etiologi

3

Page 3: surgical sepsis

Common Pathogens in Surgical Patients

Gram-positive aerobic cocciStaphylococcus aureusStaphylococcus epidermidisStreptococcus pyogenesStreptococcus pneumoniaeEnterococcus faecium, E. faecalis

Gram-negative aerobic bacilliEscherichia coliHaemophilus influenzaeKlebsiella pneumoniaeProteus mirabilisEnterobacter cloacae, E. aerogenesSerratia marcescensAcinetobacter calcoaceticusCitrobacter freundiiPseudomonas aeruginosaXanthomonas maltophilia

Anaerobes Gram-positive

Clostridium difficileClostridium perfringens, C. tetani, C. septicumPeptostreptococcus spp.

Gram-negativeBacteroides fragilisFusobacterium spp.Other bacteriaMycobacterium avium-intracellulareMycobacterium tuberculosisNocardia asteroidesLegionella pneumophilaListeria monocytogenes

FungiAspergillus fumigatus, A. niger, A. terreus, A. flavusBlastomyces dermatitidisCandida albicansCandida glabrata, C. parapsilosis, C. kruseiCoccidioides immitisCryptococcus neoformansHistoplasma capsulatumMucor/Rhizopus

VirusesCytomegalovirusEpstein-Barr virusHepatitis A, B, C virusesHerpes simplex virusHIVVaricella-zoster virus

2.2.1 Bakteri

4

Page 4: surgical sepsis

Bakteri bertanggung jawab dalam sebagian besar infeksi

pada pembedahan. Spesies tertentu diidentifikasi menggunakan

pewarnaan dan pembiakkan di media tertentu.

Bakteri gram positif yang sering menyebabkan infeksi pada

pasien bedah meliputi komensal aerobik di kulit (Staphylococcus

aureus, epidermidis dan Streptococcus pyogenes) dan organisme

enterik seperti E. faecalis dan faecium. Komensal aerobik

menyebabkan besar persentase surgical site infection (SSI), baik

sendiri atau bersama dengan patogen lainnya.

Enterococci dapat menyebabkan infeksi nosokomial (Infeksi

saluran kemih dan bakteremia) pada pasien immunocompromised

atau sakit kronis. Ada banyak bakteri gram-negatif patogen yang

dapat menyebabkan infeksi pada pasien bedah. Kebanyakan jenis

gram negatif yang menginfeksi seperti Enterobacteriaceae,

termasuk E. coli, Klebsiella pneumoniae,Serratia marcescens, dan

Enterobacter, Citrobacter, dan Acinetobacter spp.

Organisme anaerob tidak dapat tumbuh atau berkembang di

udara, karena kebanyakan tidak memiliki enzim katalase, yang

memungkinkan untuk metabolisme oksigen. Anaerob adalah flora

asli dominan di banyak bagian tubuh manusia, dengan spesies

tertentu tergantung pada organ. Misalnya, Propionibacterium acnes

dan spesies lainnya merupakan komponen utama dari mikroflora

kulit dan menyebabkan manifestasi infeksi jerawat. Seperti

disebutkan di atas, sejumlah besar anaerob berkontribusi pada

mikroflora dari orofaring dan colorectum.

2.2.2 Fungi

5

Page 5: surgical sepsis

Jamur biasanya diidentifikasi dengan menggunakan

pewarnaan khusus (misalnya, kalium hidroksida,tinta india,

methenamine silver, atau Giemsa).

Identifikasi awal dibantu oleh mengamati bentuk

percabangan dan pembentukan sekat dalam spesimen berwarna

atau biakan. sedangkan pada identifikasi lanjut berdasarkan

karakteristik pertumbuhan media khusus, mirip dengan bakteri,

serta pada kapasitas untuk pertumbuhan pada suhu yang berbeda.

Jamur sering menyebabkan infeksi nosokomial pada pasien bedah

sebagian besar dari infeksi polymicrobial atau fungemia (misalnya,

C. albicans dan spesies terkait), penyebab yang jarang dari infeksi

jaringan lunak yang agresif (misalnya, Mucor, Rhizopus, dan Spp

Absidia.), Dan disebut patogen oportunistik yang menyebabkan

infeksi pada host immunocompromised (misalnya, Aspergillus

fumigatus,niger,terreus, dan lainnya.

2.2.3 Virus

Karena ukurannya yang kecil dan kebutuhan untuk

pertumbuhan dalam sel, virus sulit untuk berkembang biak,

sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk pengambilan

keputusan klinis.

Sebelumnya, infeksi virus diidentifikasi dengan cara tidak

langsung (yaitu, respon antibodi host). Kemajuan terbaru dalam

teknologi telah memungkinkan untuk identifikasi adanya DNA virus

atau RNA menggunakan metode seperti “polymerase chain

reaction”. Sama halnya pada banyak infeksi jamur, infeksi virus

paling sering terjadi pada pasien bedah yang mengalami

immunocompromised, terutama mereka yang menerima

imunosupresi untuk mencegah penolakan dari transplantasi organ.

Virus yang berhubungan termasuk adenovirus, cytomegalovirus,

Epstein-Barr virus, herpes simplex virus, dan virus varicella-zoster.

Selain itu, virus hepatitis dan HIV perlu diwaspadai.

6

Page 6: surgical sepsis

2.3 Epidemiologi

Pasien bedah terhitung satu per tiga dari semua pasien yang

mengalami sepsis. Pada penelitian terbaru terhadap surgical sepsis di

USA antara tahun 2002 sampai 2006, satu sampai dua persen dari semua

pasien bedah mengalami sepsis setelah menjalani prosedur bedah elektif.

Infeksi yang terjadi pada tempat insisi bedah atau sekitarnya dalam

waktu 30 hari (surgical-site infection) merupakan kasus penting yang

menyebabkan morbiditas dan mortalitas, serta perawatan yang lama

pasca pembedahan di rumah sakit.

2.4 Faktor resiko

Faktor demografi yang menjadi faktor predisposisi terjadinya sepsis

antara lain dilihat dari usia tua, jenis kelamin laki-laki, status sosial yang

rendah dan perawatan yang kurang di rumah sakit. Faktor perawatan di

rumah sakit berkaitan dengan status nutrisi yang rendah, pemberian

immunosupressan sebelum pembedahan, pemberian steroid, emergency

surgery dan pasien dengan lebih dari satu operasi.

Selain hal- hal tersebut, ada faktor predisposisi lain yang juga

berperan dalam kejadian morbiditas yaitu riwayat diabetes, kerusakan

hepar, dan cardiovascular compromise.

Hiperglikemia pasca pembedahan juga bisa menjadi faktor yang kuat

terjadinya surgical site infection satelah pembedahan.

Faktor genetik berhubungan dengan variasi individu dalam

berespon terhadap infeksi dan kejadian sepsis. ( TNF-α dan TNF-β, IL-1

receptor antagonist, heat-shock protein, IL-6, IL-10 dan CD 38)

Derajat dari luka kontaminasi pada saat pembedahan sangat

penting menjadi prediktor terjadinya surgical site infection. Berdasarkan

klasifikasi yang dikembangkan oleh National Research Council di USA,

7

Page 7: surgical sepsis

luka pembedahan diklasifikasikan menjadi luka bersih, bersih

terkontaminasi, kontaminasi atau kotor. Resiko terjadi infeksi pada luka

bersih dan bersih terkontaminasi relatif rendah, Sedangkan resiko pada

luka kontaminasi lebih tinggi.

Wound Class, Representative Procedures, and Expected Infection RatesWound Class Examples of Cases Expected Infection

Wound Class Examples of Cases Expected Infection RatesClean (class I) Hernia repair, breast biopsy 1.0–5.4%

Clean/contaminated Cholecystectomy 2.1–9.5%classII elective GI surgery(not colon)

Clean/contaminated (classII) Colorectal surgery 9.4–25%

Contaminated (class III) Penetrating abdominal trauma, large tissue injury, enterotomy during bowel obstruction 3.4–13.2%

Dirty (class IV) Perforated diverticulitis,

necrotizing soft tissue infections 3.1- 12.8%

2.5 Patofisiologi

Tahap 1: Initiation of Localised Inflammatory Response

8

Page 8: surgical sepsis

Proses awal dari respon inflamasi lokal tergantung pada

etiologinya. Pada trauma, iskemia dan kondisi steril seperti

pankreatitis, trauma langsung ke jaringan menyebabkan pelepasan

sitokin inflamasi. Dengan infeksi, respon tubuh menjadi lebih

komplex. Pathogen-associated molecular pathogens (PAMP "s),

mengaktifkan respon inflamasi melalui aktivasi Toll-Like Reseptors

(TLR" s). Toll-Like Reseptor akan berikatan dengan PAMP yang

merupakan bagian dari proses infeksi memulai pelepasan sitokin

lokal.

Sitokin umumnya yang terkait dengan SIRS adalah TNF-α,

interleukin (terutama IL-1, IL-6 dan IL-8) dan makrofag protein

inflamasi 1-α. Pelepasan sitokin lokal membantu mengontrol respon

inflamasi, namun rilis sistemik memicu pengembangan menjadi

respon inflamasi general

Tahap 2: systemic cytokine release

pelepasan sitokin ke sistemik dalam jumlah kecil memiliki

fungsi dalam menjaga homeostasis. TNF-α dan IL-1 yang dirilis

sistemik bertanggung jawab atas pelepasan hormon stres

(noradrenalin, vasopressin dan aktivasi sistem renin-angiotensin)

yang menimbulkan demam. IL-6 yang bertanggung jawab dalam

pelepasan sistemik protein C-reaktif (CRP) dan prokalsitonin pada

fase akut. Selain itu, aktivasi komplemen dan aktivasi kaskade

koagulasi terjadi. Menariknya, infeksi memicu lebih banyak TNF-α

rilis daripada trauma, sehingga itulah alasan mengapa demam

lebih jelas dalam infeksi. pada tahap awal infeksi atau trauma,

perubahan ini berfungsi menjaga homeostasis pasien, tetapi jika

tidak bisa terkontrol, akan berlanjut ke tahap 3 terjadi, di mana

produk inflamasi akan menyebabkan multiple organ disfunction

Tahap 3: Destructive Systemic Inflammatory Response

9

Page 9: surgical sepsis

Pada awalnya berfungsi mempertahankan homeostasis,

respon inflamasi sistemik menjadi berlebihan dan merusak fisiologi

pasien. Sitokin yang beredar memicu aktivasi kaskade koagulasi,

aktivasi kaskade komplemen, aktivasi prostaglandin, juga aktivasi

faktor platelet dan leukotrien. proses ini pada akhirnya memicu

proses inflamasi lebih lanjut yang menyebabkan kerusakan dan

disfungsi dari berbagai organ.

TNF dan IL-1 memicu endotel vaskular untuk

mengekspresikan faktor jaringan. Faktor jaringan pada gilirannya

menyebabkan aktivasi kaskade koagulasi, dengan merilis

protrombin dan platelet activating factor. Hal ini menyebabkan

trombosis mikrovaskular, yang mengganggu pertukaran oksigen

dan aliran nutrisi di tingkat lokal; dimana proses ini menyebabkan

kerusakan dan disfungsi organ.

Aktivasi komplemen juga terjadi seiring dengan proses

lainnya. Aktivasi C3a dan C5a menyebabkan pelepasan sitokin

sistemik lebih lanjut dan menyebabkan vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan

kerusakan endotel vaskular yang selanjutnya mengakibatkan

disfungsi organ.

Efek sistemik lebih lanjut dari proses inflamasi ini, dikontrol

oleh sitokin dan komplemen, meliputi peningkatan rilis dari nitrat

oksida, platelet activating factor dan leukosit.

Rilis oksida nitrat berlebihan, menyebabkan disfungsi mitokondria

dan hipoksia seluler. Hipoksia seluler ini yang kemudian

mengganggu fungsi organ.

2.6 Penatalaksanaan

Manajemen penanganan untuk kasus surgical sepsis prinsipnya

harus secepatnya dan mengontrol sumber infeksi. Mengontrol sumber

infeksi bisa melalui prosedur pembedahan atau non-bedah. Melalui

10

Page 10: surgical sepsis

tindakan non bedah bisa dilakukan drainase abses (computed tomography

or ultrasound-guided percutaneus abscess drainage) jika memungkinkan.

Untuk penanganan keseluruhan pada pasien sepsis termasuk

surgical sepsis telah diatur dalam “surviving sepsis campaign” yaitu:

2.6.1 Penanganan awal:

1. Resusitasi.

Mencakup tindakan airway, breathing, circulation dengan

oksigen, terapi cairan (kristaloid dan/atau

koloid),vasopressor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.

Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau mengalami

hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP

≥ 65 mmHg, urine ≥ 0,5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen ≥ 70%

2. Diagnosis

Pemeriksaan kultur,paling tidak kultur darah,secara klinis perlu

dilakukan sebelum pemberian antimikroba. Selain untuk

mencari penyebab, kultur juga penting dalam pilihan

antimikroba yang dipakai terkait resistensi kuman terhadap

antimikroba. Pemeriksaan lain yang dapat dipakai untuk

diagnosa yaitu pemeriksaan radiologi yang sesuai untuk

konfirmasi sumber infeksi.

3. Pemberian antimikroba

Pemberian antimikroba pada pasien sepsis diberikan intravena

segera walaupun hasil kultur belum diketahui. Maka itu,

antimiroba yang diberikan sebaiknya berdasarkan empiris dan

berspektrum luas namun berhati-hati pada pasien yang

mempunyai alergi terhadap antimikroba yang akan dipakai.

4. Eliminasi sumber infeksi.

Diagnosis anatomis spesifik yang dicurigai sebagai sumber

infeksi harus ditegakkan secara cepat setelah penanganan awal

(resusitasi) untuk mengontrol infeksi yang terjadi (misalnya,

infeksi jaringan yang nekrosis, peritonitis, cholangitis, dll)

11

Page 11: surgical sepsis

2.6.2 Terapi suportif

1. terapi cairan.

Cairan yang diberikan berupa kristaloid atau koloid, kristaloid

yang diberikan 1000 ml, dengan target CVP 8-12 mmHg

2. terapi vasopressors/inotropic.

Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik. teratasi

dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih

hipotensi. Vasopressor diberikan melalui dosis rendah dan

dinaikkan mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik

90mmHg. Dapat dipakai dopamin atau nor-epinefrin.

3. terapi steroid.

Jika respon hipotensi tidak membaik dengan pemberian cairan

dan vasopressor, hidrokortison intravena dapat diberikan dengan

dosis ≤ 300 mg/hari untuk shock sepsis pada orang dewasa.

4. Tranfusi darah

Tranfusi diberikan bila hemoglobin menurun atau < 7.0 g/dl.

Trenfusi yang diberikan berupa packed red cell

5. Oksigenasi.

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai

dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi berat,

ventilasi mekanik segera dilakukan.

2.7 Preventif

12

Page 12: surgical sepsis

Prinsip Umum dari pencegahan infeksi pembedahan yaitu untuk

mengurangi kehadiran mikroba baik eksogen (operator bedah dan

lingkungan ruang operasi) dan endogen (pasien) yang disebut tidakan

profilaksis, dan terdiri dari penggunaan modalitas mekanik, bahan kimia,

dan antimikroba, atau kombinasi dari metode ini. Seperti yang telah

diketaui, mikroflora kulit (pasien dan operator bedah) merupakan potensi

sumber mikroba yang dapat menyerang tubuh selama trauma, cedera

termal, atau intervensi bedah. Untuk alasan ini, personil kamar operasi

harus melakukan sterilitas baik dalam mencuci tangan dengan

menggunakan antibakteri maupun menggunakan alat-alat pembedahan

yang steril. Demikian pula, penerapan agen antibakteri pada kulit pasien

terutama pada bagian yang akan dibuat sayatan. Juga, jika perlu, hair

removal harus dilakukan menggunakan clipper daripada pisau cukur.

2.7.1 mengontrol sumber infeksi

terapi utama infectious surgical disease terdiri dari drainase semua

materi purulen, debridement dari semua yang terinfeksi. Modalitas

pengobatan lain seperti agen antimikroba, penting dalam efektifitas

pembedahan Berkaitan dengan pengobatan infeksi bedah dan hasil

keseluruhan.

2.7.2 penggunaan antimikroba yang tepat

Setiap antimikroba dipilih berdasarkan jenis, mekanisme aksi, dan

aktivitas spektrumnya. Profilaksis adalah administrasi agen antimikroba

sebelum memulai prosedur bedah yang spesifik untuk mengurangi jumlah

mikroba yang masuk ke rongga tubuh atau jaringan. Agen dipilih sesuai

dengan aktivitas mereka terhadap mikroba kemungkinan akan hadir pada

Situs bedah, berdasarkan pengetahuan mikroflora host. Misalnya, pasien

yang menjalani operasi elektif kolorektal harus menerima antimikroba

profilaksis ditujukan terhadap tumbuhan kulit, aerob gram negatif, dan

13

Page 13: surgical sepsis

bakteri amuba. Ada berbagai macam agen yang memenuhi

kriteria.

Semua antimikroba memiliki tingkat Sensitivitas yang mungkin

berbeda. Dokter harus mengkonfirmasi antimikroba yang sesuai pemilihan

ini dapat bervariasi tergantung pada lokasi.

Menurut definisi, profilaksis terbatas pada waktu sebelum dan selama

prosedur operasi; dalam sebagian besar kasus hanya dosis tunggal

antibiotik diperlukan, dan hanya untuk beberapa jenis prosedur (lihat

Infeksi Situs Bedah bawah). Namun, pasien yang menjalani kompleks,

prosedur berkepanjangan di mana durasi operasi melebihi obat serum

paruh harus menerima dosis tambahan atau dosis agen antimikroba.

Terapi empiris terdiri penggunaan agen antimikroba atau agen

ketika risiko infeksi bedah tinggi, berdasarkan mendasari

proses penyakit (misalnya, pecah usus buntu), atau ketika kontaminasi

signifikan selama operasi telah terjadi (misalnya, usus tidak memadai

persiapan atau tumpahan besar isi usus). Jelas, profilaksis menyatu ke

dalam terapi empirik dalam situasi di mana risiko

meningkat infeksi nyata karena temuan intraoperatif. Terapi empirik juga

sering digunakan pada pasien sakit kritis di antaranya potensi

Situs infeksi telah diidentifikasi dan sepsis berat atau syok septik terjadi.

Selalu, terapi empirik harus dibatasi untuk penggunaan singkat

obat (3 sampai 5 hari), dan harus dibatasi sesegera mungkin berdasarkan

data mikrobiologis (yaitu, tidak adanya kultur positif) ditambah dengan

perbaikan dalam perjalanan klinis pasien.

14

Page 14: surgical sepsis

Prophylactic Use of Antibiotics

Site Antibiotic Alternative

Cardiovascular

surgery

Gastroduodenal

area

Biliary tract with active infection(e.g., cholecystitis)

Colorectal surgery, obstructedsmall bowel

Head and neck

Neurosurgical

procedures

Orthopedic surgery

Breast, hernia

Cefazolin, cefuroxime

Cefazolin, cefotetan, cefoxitin,

ampicillin-sulbactam

Ampicillin-sulbactam, ticarcillin-

clavulanate,

piperacillintazobactam

Cefazolin plus metronidazole, ertapenem, ticarcillinclavulanate,piperacillin-tazobactam

Cefazolin

Cefazolin

Cefazolin,

ceftriaxone

Cefazolin

Vancomycin

Fluoroquinolone

Fluoroquinolone plus clindamycin orMetronidazole

Gentamicin or fluoroquinolone plusclindamycin or metronidazole

Aminoglycoside plus clindamycin

Vancomycin

Vancomycin

Vancomycin

15