suplementasi infusa daun sirih (piper betle l.) pada … · 4 uji fitokimia infusa daun sirih 8 5...
TRANSCRIPT
SUPLEMENTASI INFUSA DAUN SIRIH (Piper betle L.) PADA
AIR MINUM TERHADAP Salmonella sp. PADA USUS HALUS
PUYUH (Cortunix cortunix japonica) 0-4 MINGGU
FENSA EKA WIDJAYA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Suplementasi Infusa
Daun Sirih (Piper betle L.) pada Air Minum terhadap Salmonella sp. Pada Usus
Halus Puyuh (Cortunix cortunix japonica) 0-4 Minggu adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Fensa Eka Widjaya
NIM D24120048
ABSTRAK
FENSA EKA WIDJAYA. Suplementasi Infusa Daun Sirih (Piper betle L.) pada
Air Minum terhadap Salmonella sp. Pada Usus Halus Puyuh (Cortunix cortunix
japonica) 0-4 Minggu. Dibimbing oleh YULI RETNANI dan WIDYA HERMANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi Salmonella
typhimurium pada puyuh dengan menambahkan infusa daun sirih dalam air minum.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian. Penelitian pertama merupakan
evaluasi daya hambat daun sirih terhadap Salmonella typhimurium. Penelitian
kedua bertujuan untuk mengetahui daya simpan dosis tersebut dalam beberapa hari
(1, 3, 5, dan 7 hari). Penelitian ketiga bertujuan untuk mengevaluasi cemaran
Salmonella sp. pada usus halus puyuh yang diberi perlakuan selama empat minggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan dosis infusa yang tepat adalah
10%, 20%, dan 30% dari minuman. Penelitian ini memiliki 4 perlakuan yaitu: R0
= ransum komersial + Vita Stress; R1 = ransum komersial + 10% infusa daun sirih
dalam air minum; R2 = ransum komersial + 20% infusa daun sirih dalam air minum;
R3 = 30% infusa daun sirih dalam air minum. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian infusa daun sirih (R1, R2, dan R3) jika dibandingkan dengan kontrol
(R0), pemberian infusa mampu memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05)
dalam menurunkan koloni bakteri Salmonella sp. dalam usus halus puyuh.
Kata kunci: antibiotik herbal, infusa, Piper betle Linn, Salmonella typhimurium.
ABSTRACT
FENSA EKA WIDJAYA. Piper betle Leaf Infuse Supplementation in Drinking
Water to Reduce Salmonella sp. in Small Intestine of Quail (Cortunix cortunix
japonica) 0-4 Weeks. Supervised by YULI RETNANI and WIDYA HERMANA.
This research was aimed to reduce Salmonella typhimurium contamination in
quail which has given piper betle leaf infuse in drinking water. This research was
consisted of three steps. First step was evaluating inhibition zone of betle leaf
against Salmonella typhimurium. Second step was aimed to evaluate the right level
which stored in a few days (1, 3, 5, and 7 days). Third step was aimed to evaluate
Salmonella sp. in small intestine of quail that had given treatment for four weeks.
The results showed that right level of betle leaf infuse to use was 10%, 20%, and
30% which will gave in drinking water. This research had 4 treatments of: R0=
commercial rations + Vita Stress; R1= commercial rations + 10% betle leaf infuse
in drinking water; R2= commercial rations + 20% betle leaf infuse in drinking
water; R3= commercial rations + 30% betle leaf infuse in drinking water. Result
showed that addition of betle leaf infuse (R1, R2, and R3) compared to control
treatment (R0) could decreased colony of Salmonella sp. in small intestine of quail
significantly (P<0.05).
Key words: herbal antibiotic, infuse, Piper betle Linn, Salmonella typhimurium.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
SUPLEMENTASI INFUSA DAUN SIRIH (Piper betle L.) PADA
AIR MINUM TERHADAP Salmonella sp. PADA USUS HALUS
PUYUH (Cortunix cortunix japonica) 0-4 MINGGU
FENSA EKA WIDJAYA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Suplementasi Infusa Daun Sirih (Piper betle L.) pada Air Minum
terhadap Salmonella Pada Saluran Pencernaan Puyuh (Cortunix
cortunix japonica)
Nama : Fensa Eka Widjaya
NIM : D24120048
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Widya Hermana, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2016 ini ialah
antibiotik alami dengan judul Suplementasi Infusa Daun Sirih (Piper betle L.) pada
Air Minum terhadap Salmonella Sp. Pada Saluran Pencernaan Puyuh (Cortunix
cortunix japonica).
Skripsi ini merupakan tulisan ilmiah yang diperoleh dari studi hasil penelitian
yang telah dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2016. Penelitian yang telah
dilakukan bertujuan untuk mencari pengganti antibiotik sintetis dengan
menggunakan antibiotik alami pada ternak puyuh. Antibiotik alami yang digunakan
dalam penelitian kali ini adalah daun sirih. Pemberian kandungan senyawa aktif
dalam daun sirih tersebut adalah dengan cara melakukan ekstraksi terlebih dahulu
yang kemudian ditambahkan dalam air minum. Metode ekstraksi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode infusa. Pemilihan metode ini dikarenakan
metode infusa merupakan metode ekstraksi yang cukup mudah dengan hanya
menggunakan air saja sebgai pelarutnya. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan
penelitian yang dilakukan secara in vitro dan in vivo. Penelitian in vitro dilakukan
untuk mencari dosis yang tepat untuk diberikan kepada ternak. Penelitian in vivo
dilakukan untuk mengetahui respon ternak terhadap perlakuan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
Fensa Eka Widjaya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 1
Materi 1
Lokasi dan Waktu 3
Prosedur 4
Rancangan dan Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Potensi Daun Sirih sebagai Antibakteri 7
Daya Hambat Infusa Daun sirih 8
Cemaran Bakteri dalam Usus Halus 10
Persentase Hati dan Sekum 11
SIMPULAN DAN SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia daun sirih dalam 100 g bahan segar 2
2 Komposisi VitaStress 3
3 Komposisi pakan Sinta Feedmill BR-1 3
4 Uji fitokimia infusa daun sirih 8
5 Daya hambat infusa taraf 100%, 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25% 9
6 Diameter zona bening infusa daun sirih taraf 30%, 20%, dan 10% 10
7 Koloni bakteri Salmonella typhimurium yang terbentuk pada
clearence test 10
8 Cemaran bakteri Salmonella dalam usus halus melalui enrichment 11
9 Rataan dan simpangan persentase hati dan sekum 12
DAFTAR GAMBAR
1 Daun sirih varietas belanda 2
2 Diameter zona bening infusa daun sirih konsentrasi 100%, 50%, 25%,
12.5%, dan 6.25% 8
3 Diameter zona bening infusa daun sirih konsentrasi 30%, 20%, dan
10% 9
4 Uji clearence test infusa daun sirih konsentrasi 30%, 20%, dan 10% 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Korelasi Pearson antara konsentrasi infusa terhadap zona bening 15
2 Analisis ragam cemaran bakteri Salmonella 15
3 Uji Lanjut Duncan cemaran bakteri Salmonella 15
4 Analisis ragam bobot sekum 15
5 Analisis ragam bobot hati 15
PENDAHULUAN
Konsumsi produk ternak asal hewan terus meningkat setiap tahunnya (BPS
2014). Rerata pertumbuhan produksi komoditas peternakan per tahun sebesar 5.5%
per tahun untuk sapi, 8.94% untuk ayam ras petelur, 5.9% untuk ayam ras pedaging,
dan 2 237.68% (KEMENTAN 2015). Hal ini disebabkan karena kesadaran
masyarakat mulai meningkat akan pentingnya protein hewani bagi mereka. Produk
peternakan saat ini memiliki beberapa kendala dalam memasarkan produknya.
Salah satunya adalah adanya larangan penggunaan antibiotik untuk ternak.
Pemakaian antibiotik pada ternak memiliki tujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ternak yang sering disebut sebagai Antibiotic Growth Promotor
(AGP). Selain itu dengan menambahkan antibiotik, cemaran Salmonella dapat
berkurang pada produk ternak. Pelarangan penggunaan antibiotik disebabkan
karena menyebabkan residu pada produk ternak yang mampu membahayakan bagi
kesehatan konsumen yang mengkonsumsinya. Kejadian ini dapat menyebabkan
produk ternak Indonesia sulit untuk diterima oleh pasar internasional.
Pemakaian antibiotik alami dapat digunakan agar produk ternak dapat
diterima oleh pasar internasional. Antibiotik alami dapat diperoleh melalui tanaman
obat salah satunya adalah daun sirih. Pemberian daun sirih pada ternak diharapkan
mampu meningkatkan performa ternak, mengurangi mortalitas, dan mengurangi
cemaran salmonella pada produk ternak.
Menurut Sastroamidjojo (1997), Indonesia memiliki jenis tanaman obat yang
mencapai lebih dari 1 000 jenis, salah satunya yaitu sirih (Piper betle L.). Sirih
adalah tanaman tropis asli Indonesia (Kurniawan 2010). Sejak dahulu masyarakat
Indonesia sudah memanfaatkan tanaman ini untuk mengobati beberapa macam
penyakit seperti sakit gigi, batuk, mimisan, wasir, pusing, dan lainnya (Syukur dan
Hernani 1999). Kandungan zat aktif dari daun sirih ternyata sudah diteliti. Daun
sirih mengandung zat aktif berupa betlephenol yang dapat menghambat beberapa
bakteri (Sastroamidjojo 1997).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun
sirih (Piper betle L.) terhadap daya hambat bakteri Salmonella typhimurium dan
cemaran bakteri tersebut pada puyuh (Conturnix conturnix japonica).
METODE
Materi
Daun Sirih
Daun sirih yang digunakan adalah daun sirih varietas belanda yang diambil
dari daerah Nagrak, Sukabumi. Gambar daun sirih yang digunakan dapat dilihat
pada Gambar 1. Daun sirih yang diambil adalah daun sirih yang tua dan muda yang
masih segar. Daun tua adalah daun yang berada 3 daun dari ujung tangkai. Daun
muda adalah daun yang berada 1 dan 2 daun dari ujung tangkai. Komposisi kimia
daun sirih disajikan pada Tabel 1.
2
Gambar 1 Daun sirih varietas belanda
Tabel 1 Komposisi kimia daun sirih dalam 100 g bahan segar
Komponen kimia Kadar
Kadar air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Bahan mineral (g)
Kalsium (mg)
Fospor (mg)
Besi (mg)
Besi ion (mg)
Karoten (IU)
Tiamin (μg)
Riboflavin (μg)
Asam nikotinat (mg)
Vit. C (mg)
Iodium (μg)
Kalium nitrat (mg)
Gula reduksi: glukosa (%)
Gula non reduksi (%)
Gula total (%)
Minyak atsiri (%)
Tannin (%)
85.40
3.10
0.80
6.10
2.30
2.30
230.00
40.00
7.00
3.50
9 600.00
70.00
30.00
0.70
5.00
3.40
0.26-.42
1.4-3.2
0.6-2.5
2.4-5.6
0.8-1.8
1.0-1.3 Sumber : Rosman dan Suhirman (2006)
3
Infusa Daun Sirih
Pembuatan infusa daun sirih dibuat saat daun masih berada dalam keadaan
segar yang dicuci terlebih dahulu kemudian dihaluskan dengan blender sampai
menjadi halus. Perbandingan air dan daun sirih yang digunakan adalah 2 L air untuk
1 kg daun sirih. Daun sirih yang telah dihaluskan menggunakan blender kemudian
dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90 °C. Setelah itu ekstrak dipisahkan dengan
ampasnya dengan disaring dan diperas. Kemudian infusa diencerkan kembali
menjadi taraf 10%, 20%, dan 30% sebagai perlakuan untuk diberikan kepada puyuh.
Ternak
Ternak yang digunakan adalah puyuh dengan umur 1 hari sebanyak 400 ekor.
Ternak ditempatkan dalam kandang koloni dan dibagi menjadi 4 perlakuan dengan
5 ulangan. Setiap ulangan merupakan 1 kandang yang berisi 20 ekor puyuh.
Ransum dan Vitamin
Ransum dan vitamin yang digunakan adalah ransum komersil Sinta Feedmill
BR-1 dan VitaStress. VitaStress diberikan pada perlakuan kontrol (P0). Komposisi
ransum dan vitamin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Komposisi VitaStress
Kandungan Dosis dalam 1 kg
Vitamin A 6.000.000 IU
Vitamin D3 1.200.000 IU
Vitamin E 2.500 IU
Vitamin K 3.000 mg
Vitamin B1 2.000 mg
Vitamin B2 3.000 mg
Vitamin B6 1.000 mg
Vitamin B12 2 µg
Vitamin C 20.000 mg
Asam Nikotinat 15.000 mg
Calcium-D-Panthothenate 5.000 mg
Elektrolit (Na, K, C, Mg) 750.000 mg
Bahan pembawa (carrier) 1 kg Keterangan: Komposisi VitaStress produksi PT. Medion
Tabel 3 Komposisi nutrien ransum Sinta Feedmill BR-1
Nutrien Kandungan (%)
Abu Maks 6.5
Air 12
Protein 21-23
Lemak 4-8
Serat Kasar Maks 4
Ca 0.9-1.1
P 0.7-0.9 Keterangan: Komposisi pakan Sinta Feedmill BR-1 diperoleh dari katalog produk
4
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan sebanyak 20 kandang dengan ukuran 20cm x 30cm
x 30 cm. Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital, oven, plastik ransum,
plastik sampel, jangka sorong digital, Roche Yolk Colour Fan, cawan petri, tempat
pakan, dan tempat air minum.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2016. Pemeliharaan
puyuh dilaksanakan di peternakan Slamet Quail Farm, Desa Cilangkap, Cikembar,
Sukabumi. Uji daya hambat dan clearence test pada Salmonella typhimurium
dilakukan di Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan-2, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji total koloni bakteri Salmonella typhimurium
dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor. Analisis kualitatif fitokimia infusa daun sirih dilakukan di
Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor. Analisis kuantitatif fitokimia infusa daun sirih dilakukan di
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Taman Kencana, Bogor.
Prosedur
Penelitian Tahap Pertama
Tahap penelitian pertama merupakan penelitian pendahuluan berupa uji daya
hambat infusa daun sirih terhadap Salmonella typhimurium untuk memperolehi
konsentrasi yang tepat untuk diberikan kepada ternak. Konsentrasi terbaik
diperoleh dengan menguji infusa dalam taraf yang berbeda. Tiga hasil terbaik dalam
taraf yang rendah akan digunakan kembali untuk diuji daya hambatnya kemudian
diberikan pada ternak. Perlakuan pada tahap pertama adalah:
Perlakuan 1 (P0): Infusa daun sirih 100%
Perlakuan 2 (P1): Infusa daun sirih 50%
Perlakuan 3 (P2): Infusa daun sirih 25%
Perlakuan 4 (P3): Infusa daun sirih 12.5%
Perlakuan 5 (P4): Infusa daun sirih 6.25%
Penelitian Tahap Kedua
Penelitian tahap kedua menguji daya simpan infusa daun sirih yang akan
digunakan dengan cara disimpan dalam kulkas selama 1 minggu. Hal ini dilakukan
karena daun sirih yang akan diberikan disimpan terlebih dahulu di dalam kulkas
selama 1 minggu. Perlakuan pada tahap kedua adalah:
Perlakuan 1 (P0): daya hambat infusa yang disimpan selama 1 hari
Perlakuan 2 (P1): daya hambat infusa yang disimpan selama 3 hari
Perlakuan 3 (P2): daya hambat infusa yang disimpan selama 5 hari
Perlakuan 4 (P3): daya hambat infusa yang disimpan selama 7 hari
Penelitian Tahap Ketiga
Penelitian tahap ketiga untuk mengujikan infusa daun sirih taraf terbaik
kepada puyuh. Pemberian infusa dilakukan dengan mengencerkan infusa dalam air
5
minum dengan taraf tertentu. Pemberian infusa tersebut bertujuan untuk melihat
pengaruh berupa cemaran bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan puyuh
yang dipelihara selama 28 hari setelah diberikan infusa daun sirih. Perlakuan yang
diberikan adalah:
Perlakuan 1 (P0): air minum + VitaStress
Perlakuan 2 (P1): air minum + Infusa daun sirih 10%
Perlakuan 3 (P2): air minum + Infusa daun sirih 20%
Perlakuan 4 (P3): air minum + Infusa daun sirih 30%
Pembuatan Infusa Daun Sirih
Infusa daun sirih yang dibuat adalah infusa dengan perbandingan 1:2(b/v)
dimana 1kg daun sirih digunakan dalam 2L air. Daun sirih dibersihkan terlebih
dahulu dari benda asing menggunakan air bersih. Setelah itu daun sirih 1 kg
dicampur dengan air sebanyak 2 L kemudian digiling menggunakan blender.
Larutan dipanaskan pada suhu 90 °C dalam waktu 15 menit. Waktu dihitung mulai
suhu di dalam panci mencapai 90 °C. Suhu dalam panci diukur menggunakan
termometer. Setelah 15 menit, infusa diserka dan diperas sewaktu masih panas
melalui kain flanel. Infusa murni (100%) kemudian diencerkan menggunakan air
menjadi konsentrasi 10%, 20%, dan 30%.
Pengujian Daya Hambat Infusa Daun Sirih (Pratiwi 2008)
Peremajaan bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji difusi.
Bakteri dibakkan pada agar miring yang telah disterilkan kemudian diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 °C. Kultur bakteri diambil sebanyak 1 ose dan
diinokulasikan ke tabung reaksi yang berisi 10 mL media cair Natrium Broth steril,
kemudian diinkubasi pada shaker water bath selama 24 jam.
Kultur bakteri yang telah diremajakan kemudian diambil sebanyak 50 µL
menggunakan pipet mikro lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Kemudian
media selektif agar steril 15 mL dituangkan ke dalam cawan petri, lalu dicampur
merata dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. Setelah itu dibuat lubang
berdiameter 0.5 cm menggunakan pangkal pipet tetes, lalu ditetesi dengan infusa
daun sirih 5% dan 10%, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Daya
antibakteri setiap perlakuan ditunjukkan oleh diameter zona bening disekitar lubang.
Pemeliharaan
Pemeliharaan puyuh dilakukan selama 4 minggu sejak Day Old Quail (DOQ).
Pemeliharaan meliputi pembersihan kandang, tempat pakan, tempat air minum,
serta lingkungan sekitar kandang. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore
hari. Pakan dan minum puyuh diberikan ad libitum. Pengukuran bobot hati dan
sekum dilakukan saat panen. Digesta pada usus halus diisolasi untuk dianalisis
cemaran bakteri Salmonella yang terdapat di dalamnya.
Uji Kuantitatif Cemaran Bakteri Salmonella
Uji kuantitatif dilakukan untuk mengetahui total Colony Forming Unit (CFU)
bakteri Salmonella pada saluran pencernaan puyuh. Uji tersebut terdiri atas 2 uji
dengan melalui tahap pengayaan (enrichment) dan yang tidak melalui tahap
pengayaan bakteri terlebih dahulu. Pengujian dengan menggunakan tahap
6
pengayaan bakteri dilakukan apabila koloni bakteri yang terbentuk terlalu sedikit
pada pengujian tanpa melalui tahap pengayaan bakteri terlebih dahulu.
Uji tanpa pengayaan dilakukan dengan penambahan 9 mL pengencer (NaCl
fisiologis) pada 1 g sampel yang diencerkan sampai 10-4. Uji dengan pengayaan,
campuran 1 g sampel dan 9 mL pengencer tersebut dimasukkan terlebih dahulu
dalam medium enrichment (tertrationat) kemudian dimasukkan dalam inkubator
suhu 35±1 °C selama 2 x 24 jam setelah itu tahapan selanjutnya adalah sama baik
uji menggunakan pengayaan dan tanpa menggunakan pengayaan. Langkah
selanjutnya adalah masing-masing pengencer 10-1 sampai 10-4 dimasukkan dalam
cawan petri yang telah diberi kode secara duplo. Salmonella Shigela Agar (SSA)
kemudian dihomogenkan dengan cara membuat angka 8 pada cawan petri minimal
40 kali putaran. Agar ditunggu sampai beku kemudian dimasukkan kedalam
inkubator suhu 35±1 °C secara terbalik selama 2 x 24 jam. Sampel yang positif
diduga terdapat Salmonella sp. terbentuk koloni berwarna hitam yang berbentuk
seperti mata ikan.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian
pertama terdiri atas dua perlakuan menggunakan uji korelasi untuk mengetahui
korelasi perlakuan dengan hasil. Penelitian kedua dan ketiga menggunakan
Rancangan Acak Lengkap untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Model
matematik untuk percobaan ini dengan Rancangan Acak Lengkap (Steel dan Torrie
1993) dengan model matematika:
Y = μ +αi + εij Keterangan :
Yijk : pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
μ : rataan umum
αi : pengaruh utama faktor A taraf ke-i
βj : pengaruh utama faktor B taraf ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi dari faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j
εijk : pengaruh acak pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Steel dan
Torrie 1993). Data cemaran bakteri merupakan data kuantitatif yang akan
dilanjutkan dengan uji polynomial orthogonal untuk mengetahui trendline dari
pengaruh pemberian dosis dengan jumlah cemaran bakteri dalam usus halus puyuh.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah uji sumur difusi, clearence test, uji kualitatif dan
kuantitatif cemaran bakteri Salmonella typhimurium pada digesta usus halus,
mortalitas, bobot hati, dan bobot sekum puyuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Daun Sirih sebagai Antibakteri
Daun sirih dapat digunakan sebagai antibakteri karena mengandung 4.2%
minyak atsiri yang sebagian besar terdiri atas betephenol yang merupakan isomer
Euganol allypyrocatechine, Cineol methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen),
kavikol, kavibetol, estragol, dan terpinen (Sastroamidjojo 1997). Ekstrak sirih juga
mengandung beberapa komponen aktif yang mempunyai aktivitas antibakteri,
diantaranya adalah safrol dan kavibetol asetat (Arambewela et al. 2005), d-
germaken, lepidosen, kariopilen, murolen, selinenol, kadine, dan sineol
(Periyanayagam et al. 2011), alilpirokatekol (Battacharya et al. 2005),
hidroksikavikol, asam stearat, palmitat (Nalina dan Rahim 2007).
Komposisi daun sirih dalam 100 mL infus encer mengandung leusin 18.3 mg,
fenilalanin 14.2 mg, serine 22.1 mg, asam aspartat 23.0 mg, asam glutamat 29.7 mg,
metionin 13.5 mg, valin 3.8 mg, tirosin 1.2 mg asam amino dan butirat 20.2 mg.
Daun sirih yang lebih tua mengandung minyak atsiri, diastase, dan gula yang jauh
lebih banyak dibandingkan daun yang lebih muda, sedangkan kandungan tanin pada
daun muda dan daun tua adalah sama (Darwis 1991). Komponen-komponen kimia
yang terkandung dalam daun sirih dapat dilihat dalam Tabel 1. Salim (2006)
melaporkan bahwa analisis fitokimia yang meliputi uji kualitatif terhadap tanin,
alkaloid, dan flavonoid pada air rebusan daun sirih menunjukkan hasil positif,
sedangkan uji saponin, tripernoid dan steroid menunjukkan hasil negatif.
Pembuatan air rebusan daun sirih dilakukan dengan cara merebus 200 g daun sirih
dalam 1 L air mendidih sampai volumenya menjadi 100 mL. Analisis fitokimia
yang telah dilakukan terhadap infusa daun sirih menunjukkan bahwa kandungan
senyawa aktif dalam infusa daun sirih lebih banyak daripada air rebusan daun sirih.
Kandungan senyawa aktif infusa daun sirih dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil penelitian Row dan Ho (2009), fenolik merupakan komponen yang
berperan sebagai antimikroba. Menurut Chakraborty dan Shah (2011) yang
berperan sebagai bahan antimikroba dari sirih adalah sterol. Daun sirih
mengandung fenolik dan sterol. Menurut Friedman et al. (2002), komponen dalam
daun sirih yang aktif sebagai bahan antimikroba adalah karvakrol, eugenol,
kavibetol, dan isomer eugenol. Ekstrak etanol daun sirih hijau lebih efektif daripada
daun sirih yang diekstrak dengan pelarut air dalam menghambat pertumbuhan
bakteri patogen (Kaveti et al. 2011). Ekstrak daun sirih utuh dengan perebusan
tanpa dicacah terlebih dahulu tidak efektif dalam menghambat bakteri patogen.
Ekstrak volatil, non volatil, dan atsiri nya efektif dalam menghambat bakteri E. coli,
S. aureus, P. aeruginosa, S. thypurium, dan L. monocytogenes (Mawaddah 2008).
Bakteri yang paling efektif dihambat pertumbuhannya oleh semua fraksi sirih
adalah bakteri Salmonella typhimurium dengan diameter penghambatan antara 10-
26 mm (Arambewela 2005). Ekstrak daun sirih mampu menghambat dengan baik
pertumbuhan Salmonella pada konsentrasi 15%(v/v) dan mampu membunuh
seluruh Salmonella pada konsentrasi 20%(v/v) dengan %b/v 1:1 dan 1:2 (Sylviana
dan Kusumaningrum 2008).
8
Tabel 4 Uji fitokimia infusa daun sirih
Komponen Kimia Kadar Kategori
Alkaloid +++ tinggi
Flavonoid +++ tinggi
Phenol Hidrokuinon +++ tinggi
Steroid ++ sedang
Triterpenoid ++ sedang
Tanin + sendah
Saponin ++ sedang Hasil analisis Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB (2016)
Daya Hambat Infusa Daun Sirih
Aplikasi pemberian infusa pada ternak perlu mempertimbangkan beberapa
aspek yang akan mempengaruhi penentuan konsentrasi infusa yang tepat untuk
diberikan kepada ternak. Konsentrasi diperoleh dengan cara mencari taraf dalam
beberapa level yang diturunkan secara bertahap setengah dari levelnya. Konsentrasi
yang diuji berada pada level 6.25% sampai 100%. Hasil yang diuji disajikan pada
Gambar 2 dan Tabel 5. Diameter zona bening terbaik berada pada konsentrasi 100%
dan yang terendah pada 6.25%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa diameter
zona bening meningkat dengan meningkatnya taraf yang diuji. Ekstrak panas daun
sirih pada suhu 100°C mampu menghasilkan diamter penghambatan 2mm terhadap
Salmonella. Ekstrak panas tidak efektif dalam menghambat Salmonella
typhimurium. Tetapi ekstrak volatil dan minyak atsiri efektif dalam menghambat
salmonella (Mawaddah 2008). Penelitian yang telah dilakukan, infusa efektif
menghambat Salmonella typhimurium.
Gambar 2 Diameter zona bening infusa daun sirih konsentrasi 100%, 50%, 25%,
12.5%, dan 6.25%
9
Tabel 5 Daya hambat infusa taraf 100%, 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%
Taraf Diameter zona bening (mm) Kategori
100% 14 tinggi
50% 9 tinggi
25% 4.5 sedang
12.5% 2.5 rendah
6.25% 2 rendah Hasil analisis Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan-2, Fakultas Teknologi Pertanian IPB
(2016)
Zona bening tertinggi yang diperoleh bukan menjadi acuan bagi infusa daun
sirih untuk diberikan kepada ternak. Konsentrasi infusa tinggi yang diberikan erat
kaitannya dengan jumlah zat aktif yang juga tinggi jumlahnya. Hal ini mampu
mengakibatkan palatabilitas pakan dapat berkurang yang memicu terjadinya
penurunan konsumsi pakan. Infusa daun sirih yang diberikan kepada ternak
nantinya terdiri atas tiga taraf berupa taraf tinggi, sedang, dan, rendah. Taraf
tersebut ditentukan berdasarkan Pan et al. (2009) yang menyatakan bahwa daya
hambat terhadap bakteri terdiri dari kuat (> 6mm), sedang (3-6mm), dan lemah (<3
mm). Daya hambat rendah, sedang, dan kuat pada infusa daun sirih diduga dapat
diperoleh pada taraf 10%, 20%, dan 30%. Uji daya hambat dilakukan kembali untuk
menguji daya hambat infusa daun sirih taraf 10%, 20%, dan 30% yang disajikan
pada Gambar 3 dan Tabel 6. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa taraf 30%
memiliki daya hambat yang tinggi yaitu diameter zona bening lebih dari 6 mm.
Taraf 20% memiliki daya hambat sedang yaitu diameter zona bening berada pada
rentang 3mm sampai 6 mm. Taraf 10% memiliki daya hambat rendah dengan
diameter zona bening kurang dari 3 mm, sehingga taraf 30% (kuat), 20% (sedang),
dan 10% (rendah) mampu digunakan secara in vivo pada ternak.
Gambar 3 Diameter zona bening infusa daun sirih konsentrasi 30%, 20%, dan 10%
10
Tabel 6 Diameter zona bening infusa daun sirih taraf 30%, 20%, dan 10%
Taraf Diameter Zona Bening (mm) Kategori
30% 7 tinggi
20% 3.5 sedang
10% 2.5 rendah Hasil analisis Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan-2, Fakultas Teknologi Pertanian IPB
(2016)
Taraf yang telah ditentukan belum dapat digunakan untuk mengetahui
efektifitasnya dalam menghambat koloni bakteri. Uji clearence test dilakukan
untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang mampu dihambat oleh infusa daun
sirih. Uji tersebut dilakukan dengan menggunakan taraf 30%, 20%, 10%, dan 0%
yang disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4. Melalui uji yang telah dilakukan
ternyata koloni bakteri mampu dihambat sepenuhnya pada pemberian infusa daun
sirih dengan taraf 30%, 20%, dan 10%. Koloni terbentuk pada perlakuan kontrol
yang tidak diberikan ekstrak daun sirih. Jumlah koloni yang terbentuk cukup
banyak sehingga dinyatakan Terlalu Banyak Untuk Dihitung (TBUD) yang
dinyatakan ketika jumlah koloni bakteri lebih dari 300.
Tabel 7 Koloni bakteri Salmonella typhimurium yang terbentuk pada clearence test
Taraf (%) Koloni Bakteri (CFU mL-1)
30 0
20 0
10 0
0 TBUD Hasil analisis Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan-2, Fakultas Teknologi Pertanian IPB
(2016)
Gambar 4 Uji clearence test infusa daun sirih konsentrasi 30%, 20%, dan 10%
11
Cemaran Bakteri dalam Usus Halus
Cemaran bakteri yang terdapat pada produk ternak salah satunya dapat
disebabkan dari infeksi pada usus halus sehingga bakteri mampu masuk dalam
pembuluh darah dan dideposit dalam daging atau organ tubuh. Salmonella
merupakan salah satu bakteri yang paling umum menyebabkan keracunan makanan
di negara berkembang (Del-Portillo 2000). Kontaminasi Salmonella dapat berasal
dari kotoran dan lingkungan kandang unggas (Dickson dan Anderson 1992). Hasil
pengujian Salmonella pada produk pangan asal hewan di Laboratorium Pengujian
Mutu Produk Peternakan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kontaminasi
Salmonella pada produk asal hewan bervariasi misalnya unggas 50%, babi 15% dan
sapi atau kambing kurang lebih 1% dan jumlah Salmonella pada produk ternak
harus 0%. Situasi tersebut menggambarkan bahwa unggas merupakan ternak yang
berpotensi besar sebagai sumber penularan Salmonella sp. (Nugroho 2004).
Pengujian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri
Salmonella typhimurium pada saluran usus halus. Pengujian yang dilakukan adalah
perhitungan jumlah koloni bakteri dalam usus halus dengan dilakukan tahap
pengayaan bakteri terlebih dahulu. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 8. Uji
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat koloni bakteri yang terbentuk
pada seluruh perlakuan. Seluruh perlakuan pemberian infusa daun sirih (P1, P2, dan
P3) ternyata memberikan pengaruh yang signifikan (P<0.05) terhadap jumlah
koloni bakteri jika dibandingkan dengan kontrol (P0). Jumlah koloni Salmonella
tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (P0). Perlakuan P1 dan P2 memberikan
pengaruh yang signifikan (P<0.05) terhadap penurunan jumlah koloni Salmonella
jika dibandingkan dengan P0. Perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda signifikan
(P>0.05) dalam penurunan koloni Salmonella. Pemberian infusa daun sirih
konsentrasi tertinggi (P3) memiliki kemampuan penurunan jumlah koloni
Salmonella terbaik jika dibandingkan dengan P0, P1, dan P2 karena signifikan
berbeda (P<0.05). Grafik penurunan jumlah bakteri dapat dilihat pada Gambar 5.
Penurunan jumlah bakteri yang paling signifikan terjadi pada perlakuan P1 terhadap
P0 selisihnya. Selisih tersebut semakin berkurang seiring bertambahnya infusa daun
sirih yang diberikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data cenderung berpola
kubik. Hal ini dibuktikan melalui uji polinomial orthogonal dimana pemberian
infusa daun sirih memberikan respon bersifat polynomial (kubik) terhadap jumlah
cemaran bakteri Salmonella dalam usus halus puyuh.
Tabel 8 Cemaran bakteri Salmonella dalam usus halus melalui enrichment
Perlakuan Jumlah Koloni (CFU
mL-1)
P0 3.86 x 104c
P1 2.64 x 103b
P2 8.18 x 102b
P3 6 x 100a Hasil analisis Laboratorium Bakteriologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB (2016)
Keterangan:P0= pakan basal + VitaStress; P1= pakan basal + 10% infusa daun sirih dalam air
minum; P2= pakan basal + 20% infusa daun sirih dalam air minum; P3= pakan basal +
30% infusa daun sirih dalam air minum.
Angka yang disertai huruf kecil berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0.05)
12
Gambar 5 Grafik hubungan jumlah penambahan infusa daun sirih terhadap jumlah
koloni bakteri Salmonella pada usus halus puyuh
Persentase Hati dan Sekum
Rataan persentase hati dan sekum ditunjukkan pada Tabel 9. Persentase hati
dan sekum ternyata tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan (P<0.05). Ciri
terjadi infeksi bakteri salah satunya adalah terdapat peningkatan jumlah mikroba
dalam sekum (Hoffman et al. 2009). Ciri terjadinya infeksi yang lain adalah
terjadinya sirosis hati (Sevastianos dan Dourakis 2003). Tidak ditemukan adanya
pembesaran hati dan sekum pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan tidak diikuti dengan indikasi terjadinya infeksi bakteri pada hati dan
sekum. Persentase hati dan sekum berada pada nilai yang normal. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Saraswati et al. (2015) bahwa rataan bobot hati puyuh sebesar
2.83 g. Hasil sekum juga tidak jauh berbeda dengan penelitian Mardiansyah (2013)
yang menyatakan bahwa persentase bobot sekum puyuh berkisar 0.53%-0.74%.
Tabel 9 Rataan dan simpangan baku persentase hati dan sekum
Perlakuan Hati (%) Sekum (%)
𝑋±SB 𝑋±SB
P0 2.31±0.16 0.59±0.20
P1 2.40±0.14 0.57±0.13
P2 2.28±0.05 0.53±0.16
P3 2.53±0.43 0.72±0.12
Keterangan: 𝑋 = rataan SB = simpangan baku
P0= pakan basal + vitastress; P1= pakan basal + 10% infusa daun sirih dalam air minum;
P2= pakan basal + 20% infusa daun sirih dalam air minum; P3= pakan basal + 30%
infusa daun sirih dalam air minum.
38600
2640818 6
y = -5,5213x3 + 336,33x2 - 6407,2x + 38600
R² = 1
-5000
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5
KO
LO
NI
BA
KT
ER
I S
AL
MO
NE
LL
A (
CF
U/M
L)
TARAF PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRIH (%)
KOLONI BAKTERI
Koloni Bakteri Poly. (Koloni Bakteri)
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Semakin tinggi konsentrasi infusa daun sirih maka semakin tinggi pula daya
hambat terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Konsentrasi infusa daun sirih
yang aplikatif untuk diujikan kepada ternak berada pada level 10% - 30%.
Penggunaan infusa daun sirih dengan taraf 10%, 20%, dan 30% mampu
menurunkan koloni bakteri Salmonella typhimurium dalam usus halus puyuh.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi pengaruh pemberian
infusa daun sirih terhadap puyuh petelur. Penelitian mengenai pemberian infusa
daun sirih terhadap ternak lainnya juga perlu dilakukan. Selain itu juga dapat
dilakukan penelitian mengenai jenis pengolahan ekstrak daun sirih dalam bentuk
powder dan diaplikasikan kepada ternak puyuh.
DAFTAR PUSTAKA
Arambewela L, Kumaratunga KGA, Dias K. 2005. Studies on Piper betle of Sri
Lanka. J Natn Sci Foundation Sri Lanka. 33: 133-139.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Konsumsi kalori dan protein penduduk
Indonesia dan provinsi. Badan Pusat Statistik: Jakarta (ID)
Battacharya S, Subramanian M, Roychauolhury S, Bauri AK, Kamat JP,
Chattopadhyay S, Bandyopadhyay SK. 2005. Radioprotective property of the
ethanoloc extract of Piper Bettle leaf. J Radiat Res. 46: 165-171.
Chakraborty D, Shah B. 2011. Antimicrobial, anti-oxidative and anti-hemolytic
activity of Piper betle leaf extracts. J Pharm Pharmaceutical Sci. 3: 192-199.
Darwis SN. 1991. Potensi sirih (Piper betle Linn.) sebagai tanaman obat. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia. 1(1): 11-12.
Dell-Portillo FG. 2000. Molecular and Cellular Biology of Salmonella
Pathogenesis. Techonomic Publishing Company, Inc: Cancaster (US).
Dickson JS, Anderson ME. 1992. Microbial decontamination of food carcasses by
washing and sanitizing syatems. J Food Protec. 55:133-140.
Friedman M, Henika PR, Mandrell RE. 2002. Bacterial activities of plant essential
oil and some of their isolated constituent against Campyloader jejuni,
Escherichia coli, Listeria monocytogenes, and Salmonella enterica. J Food
Protection. 65: 1545-1560.
Hoffmann C, David AH, Nana M, Thomas K, Amy T, David A, Frederic B. 2009.
Community wide response of the gut microbiota to enteropathogenic
Citrobacter rodentium infection revealed by deep sequencing. Infection and
Immunity. 77(10): 4468-4678.
Kaveti B, Tan L, Sarnnia, Kuan TS, Baig M. 2011. Antibacterial activity of Piper
betle leaves. J Pharm Teach Pract. 2(3): 129-132.
14
Mawaddah R. 2008. Kajian hasil riset potensi antimikroba alami dan aplikasinya
dalam bahan pangan di Pusat Informasi Teknologi Pertanian Fateta IPB.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nalina T, Rahim ZHA. 2007. The crude aqueous extract of Piper betle L. and its
antibacterial effect towards Streptococcus mutans. Am J Biotech Biochem. 3:
10-15.
Nugroho WS. 2004. Tingkat cemaran Salmonella sp.pada telur ayam ras di tingkat
peternakan kabupaten Sleman Yogyakarta. Prosiding Lokakarya Nasional
Keamanan Pangan Produk Pertanian. 13(2): 160-165.
Pan X, Chen F, Wu T, Tang H, Zhao Z. 2009. The acid, bile tolerance and
antimicrobial property of Lactobaccilus acidophillus NIT. J Food Control. 20
: 598-602.
Periyanayagam K, Mubeen M, Sakeem, Mohamed M, Basha, Sathik S. 2011.
Phytochemical studies and GC/MS analysis on the isolated essential oil from
the leaves of Piper Betle var. Siguramanil 1 (SGM1). J Pharm Res. 4: 2411-
2413.
Pratiwi SI. 2008. Aktivitas antibakteri tepung daun jarak (Jatropha curcas L,) pada
berbagai bakteri saluran pencernaan ayam broiler secara in vitro [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian
Pertanian Tahun 2015–2019. Kementerian Pertanian: Jakarta (ID)
Kurniawan MB. 2010. Mengenal Hewan dan Tumbuhan Asli Indonesia. Jakarta
(ID): Cikal Aksara.
Rosman R, Suhirman S. 2006. Sirih tanaman obat yang perlu mendapat sentuhan
tekonologi budaya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
12(1) : 13-15.
Row LCM, Ho JC. 2009. The antimicrobial activity, mosquito larvicidal activity,
antioxidant property and tyrosinase inhibition of Piper betle Var. Siguramanil
1 (SGM1). J Pharm Res. 4: 2411-2413.
Salim A. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai senyawa
antihiperglikemia pada tikus putih galur Sparaque-dawley. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Sastroamidjojo S. 1997. Obat Asli Indonesia. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
Sevastianos VA, Dourakis SP. 2003. Pathogenesis, diagnosis, and therapy of
infections complicating patients with chronic liver disease. Annals of
Gastroenterology. 16(4). 300-315.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.
Sylviana, Kusumaningrum HD. 2008. Prevalensi Salmonella dari potongan karkas
ayam di beberapa pasar tradisional dan swalayan di daerah Bogor serta upaya
pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional dan Kongres PATPI 2008.
Hal: 1154-1162.
Syukur C, Hernani. 1999. Budidaya Tanaman Obat Tradisional. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
15
Lampiran 1 Korelasi Pearson konsentrasi infusa terhadap zona bening
Perlakuan Konsentrasi Zonabening
Konsentrasi Korelasi Pearson 1 0.99
Signifikansi 0.001
Ulangan 5 5
Zonabening Korelasi Pearson 0.992 1
Signifikansi 0.001
Ulangan 5 5
Lampiran 2 Analisis ragam cemaran bakteri Salmonella
Sumber Keragaman Db JK KT F 0,05 F Hit
Perlakuan 3 6.859 2.286 57.674 0.000
Ortogonal
Linier 1 5.716 5.716 144.178 0.000
Kuadratik 1 0.683 0.683 17.238 0.001
Kubik 1 0.460 0.460 11.606 0.004
Galat 16 0.634 0.040
Total 19 7.494 Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
Lampiran 3 Uji lanjut Duncan cemaran bakteri Salmonella
Perlakuan Ulangan Superskrip
1 2 3
30% pemberian infusa daun sirih 5 -0.2456
20% pemberian infusa daun sirih 5 0.3309
10% pemberian infusa daun sirih 5 1.0532
0% pemberian infusa daun sirih 5 1.2160
Lampiran 4 Analisis ragam bobot sekum
Sumber Keragaman Db JK KT F 0,05 F Hit
Perlakuan 3 0.151 0.050 1.054 0.381
Galat 36 1.717 0.048
Total 39 1.868 Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
Lampiran 5 Analisis ragam bobot hati
Sumber Keragaman Db JK KT F 0,05 F Hit
Perlakuan 3 0.197 0.066 0.699 0.559
Galat 36 3.382 0.094
Total 39 3.579 Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama Fensa Eka Widjaya dilahirkan di
Surabaya pada tanggal 17 September 1994 dari pasangan
Bapak Hari Widjaya dan Ibu Nanik Khoirul Jamilah. Penulis
merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Penulis
mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Margie Surabaya
pada tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama Margie
Surabaya pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas
Negeri 5 Surabaya pada tahun 2009.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2012 melalui program Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Jurusan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam
organisasi kemahasiswaan di kampus dengan menjadi anggona Himpunan
Mahasiswa Ilmu Nutrisi Peternakan (HIMASITER) pada tahun 2014-2015. Penulis
juga aktif dalam mengikuti ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) di tahun
2013, 2014, dan 2015. Penulis mengikuti PKM di tahun 2013 sebagai ketua PKMP
yang berjudul Suplemetasi Jus Kulit Manggis (Garcia mangostana L.) sebagai
Sumber Antioksidan untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas Telur Puyuh di
Lingkungan Tropis, tahun 2014 sebagai ketua PKMP yang berjudul Pengujian
Efektivitas Pangan Rakitan Siap Saji sebagai Pengganti Pangan Utama Manusia,
sebagai Pangan Alternatif dan di tahun 2015 sebagai anggota PKMP yang berjudul
Pengaruh Penambahan Limbah Biodiesel Kemiri Sunan (Reutealis trisperma)
sebagai Sumber Saponin terhadap Karakteristik Fermentasi, Defaunasi Protozoa,
dan Produksi Gas Metana Cairan Rumen secara In Vitro. Penulis juga sempat
memperoleh penghargaan sebagai juara gelar produk terbaik pada Indonesia
Animal Science Competition (IASC) yang diselenggarakan oleh Universitas
Brawijaya pada tahun 2014.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc
dan Ibu Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku pembimbing skripsi, Bapak Dr Ir Iwan
Prihantoro, M.Si sebagai dosen pembahas seminar pada tanggal 29 April 2016, Ibu
Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr sebagai dosen penguji sidang, dan Ibu Dr. Ir. Sri Darwati,
M.Si sebagai dosen penguji sidang yang telah banyak memberikan saran dan
masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk
Bapak Slamet Riyadi beserta rekan-rekan dari peternakan puyuh “Slamet Quail
Farm” atas izin yang diberikan untuk menggunakan ternak puyuh di peternakan
tersebut. Selain itu, penulis ucapkan juga terima kasih untuk Febby, Eka, dan Ulfa
selaku rekan penelitian yang saling membantu pada penelitian. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Agus Somantri, Mbak Ari, serta Ibu Nunung
yang telah membantu analisis laboratorium selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya. Terakhir, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih untuk
INTP 49 atas momen dan kenangan bersama kalian.