struktur komunitas makrozoobenthos di …repository.umrah.ac.id/1801/1/jurnal skripsi.pdf ·...

13
1 STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI SERAI KELURAHAN SEI JANG KOTA TANJUNGPINANG Yusima Program Studi Manajeman Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpiang Kepulauan Riau Tel.: +6282389143252, Email : [email protected] ABSTRAK Estuari Sungai Serai Kelurahan Sei Jang merupakan salah satu sungai pasang surut yang berada di wilayah Kelurahan Sei Jang. Wilayah ini menyimpan berbagai potensi pesisir salah satunya makrozoobenthos. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos dan hubungan kepadatan makrozoobenthos terhadap kualitas perairan estuari Sungai Serai. Penelitian ini dilakukan di perairan estuari Sungai Serai. Penelitian ini menggunakan metode Random sampling dengan 30 titik pengamatan dan menggunakan transek 1x1 m 2 . Kondisi parameter Fisika-Kimia seperti suhu, salinitas, kekeruhan, oksigen terlarut dan pH perairan sungai Serai rata-rata masih dalam kategori baik menurut Kepmen LH No.51 Tahun 2004. Hasil penelitian dijumpai 6 jenis gastropoda yaitu Cerithidea cingulate, Chicoreus capucinus, Strombus labiatus, Monodonta labio, Terebralia sulcato dan Telescopium telescopium dan hasil indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominiasi pada perairan estuari Sungai Serai menunjukan bahwa indeks keseragaman dan keanekaragaman masih rendah dan dominasi menunjukkan bahwa sudah adanya jenis yang mendominasi perairan estuari Sungai Serai Analisis PCA menunjukan bahwa kepadatan makrozoobenthos berhubungan dengan kekeruhan dan bahan organik. Kata kunci : Estuari, gastropoda, makrozoobenthos, Tanjungpinang

Upload: lybao

Post on 08-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN

ESTUARI SUNGAI SERAI KELURAHAN SEI JANG KOTA

TANJUNGPINANG

Yusima

Program Studi Manajeman Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji,

Tanjungpiang Kepulauan Riau

Tel.: +6282389143252, Email : [email protected]

ABSTRAK

Estuari Sungai Serai Kelurahan Sei Jang merupakan salah satu sungai pasang surut yang

berada di wilayah Kelurahan Sei Jang. Wilayah ini menyimpan berbagai potensi pesisir salah

satunya makrozoobenthos. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur komunitas

makrozoobenthos dan hubungan kepadatan makrozoobenthos terhadap kualitas perairan

estuari Sungai Serai. Penelitian ini dilakukan di perairan estuari Sungai Serai. Penelitian ini

menggunakan metode Random sampling dengan 30 titik pengamatan dan menggunakan

transek 1x1 m2. Kondisi parameter Fisika-Kimia seperti suhu, salinitas, kekeruhan, oksigen

terlarut dan pH perairan sungai Serai rata-rata masih dalam kategori baik menurut Kepmen

LH No.51 Tahun 2004. Hasil penelitian dijumpai 6 jenis gastropoda yaitu Cerithidea

cingulate, Chicoreus capucinus, Strombus labiatus, Monodonta labio, Terebralia sulcato dan

Telescopium telescopium dan hasil indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominiasi pada

perairan estuari Sungai Serai menunjukan bahwa indeks keseragaman dan keanekaragaman

masih rendah dan dominasi menunjukkan bahwa sudah adanya jenis yang mendominasi

perairan estuari Sungai Serai Analisis PCA menunjukan bahwa kepadatan makrozoobenthos

berhubungan dengan kekeruhan dan bahan organik.

Kata kunci : Estuari, gastropoda, makrozoobenthos, Tanjungpinang

2

PENDAHULUAN

Sungai Serai Kelurahan Sei Jang

merupakan salah satu sungai pasang surut

yang berada di wilayah Kelurahan Sei Jang

yang merupakan salah satu ekosistem

perairan yang memiliki peran penting.

Wilayah ini menyimpan berbagai potensi

pesisir salah satunya makrozoobenthos.

Namun berbagai aktivitas yang terjadi di

kawasan Sungai Serai Kelurahan Sei Jang

menyebabkan terjadinya perubahan

kualitas lingkungan yang dapat merusak

lingkungan kawasan Perairan di Sungai

Serai dan juga akan berdampak terhadap

keberadaan organisme seperti

makrozoobenthos di perairan tersebut.

Benthos adalah organisme yang hidup

di dasar perairan (epifauna) atau di dalam

substrat dasar perairan (infauna) (Odum,

1993). Menurut Nybakken (1988),

organisme infauna dibagi menjadi tiga

golongan, yaitu makrozoobenthos

(berukuran lebih besar dari 1 mm),

meiozoobenthos (berukuran antara 0,1-1

mm), dan mikrozoobenthos (berukuran

lebih kecil dari 0,1 mm). Selanjutnya

Odum (1993) membedakan hewan benthos

berdasarkan cara makannya, yaitu

pemakan penyaring (filter feeder),

contohnya kerang dan pemakan deposit

(deposit feeder), contohnya siput. Di

samping itu, benthos dapat juga dibedakan

berdasarkan pergerakannya, yaitu hewan

bentik yang hidupnya menetap (sesil) dan

hewan bentik yang hidupnya relatif

berpindah (motil).

Makrozoobentos merupakan salah satu

kelompok terpenting dalam ekosistem

perairan sehubungan dengan peranannya

sebagai biota kunci dalam jaring makanan,

dan berfungsi sebagai degradator bahan

organik. Kondisi tersebut menjadikan biota

makrozoobentos memiliki fungsi sebagai

penyeimbang kondisi nutrisi lingkungan

dan dapat digunakan sebagai biota

indikator akan kondisi lingkungan

diwilayah perairan pesisir ( Andri at al.,

2012).

BAHAN DAN METODE

PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan

November 2017 sampai bulan Januari

2018. Lokasi penelitian bertempat di

perairan estuari Sungai Serai Kota

Tanjungpinang dan Laboratorium Fakultas

Ilmu Kelautan Perikanan UMRAH. Peta

lokasi penelitian dapat di lihat pada

Gambar 2 dan titik koordinat dapat dilihat

pada lampiran 1.

3

Pengambilan sampel makrozoobenthos

Tahapan penelitian sebagai berikut:

a. Lokasi pengamatan ditentukan

berdasarkan metode Random

dengan 30 titik sampling penelitian

dan dengan pertimbangan luas

lokasi pengambilan sampel dan

area yang menjadi habitat

makrozoobenthos di Sungai Serai

kelurahan Sei Jang kota

Tanjungpinang.

b. Masing-masing titik digunakan

sebagai pusat kuadran yang

berukuran 1x1 m2 (Damar, 1992).

Kuadran ini dipakai sebagai tempat

pengambilan sampel epifauna dan

treefauna.

Makrozoobenthos yang terdapat

dalam setiap kuadran yang berukuran

1x1 m2 dihitung masing-masing jenis

yang ditemukan. Pengambilan sampel

dilakukan pada saat surut, sehingga

dapat mempermudah dalam

menghitung dan setiap jenis/individu

disimpan dalam kantong plastik yang

diberi tanda menggunakan kertas label

dan selanjutnya didokumentasikan.

Identifikasi makrozoobenthos

dilakukan di Laboratorium Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Analisis data

Bahan organik substrat

Pengukuran kadar organik substrat

dilakukan dengan metoda gravimetrik.

Substrat-substrat pasir dan lumpur yang

didapatkan pada setiap kuadrat,

dikeringkan terlebih dahulu pada oven

pada suhu 6000C selama 24 jam. Substrat

yang telah kering diambil 15 gram

kemudian ditumbuk sampai halus dengan

mortar dan dimasukkan kedalam cawan

crus lalu ditimbang dengan menggunakan

timbangan digital. Sampel substrat tersebut

selanjutnya dibakar dalam furnace muffle

selama 4 jam pada suhu 6000C. sampel

substrat yang telah menjadi abu, kemudian

dimasukkan kedalam desikator untuk

mendinginkan dan menstabilkan suhu lalu

ditimbang kembali (Frith 1977 dan Suin

1997). Untuk mengukur kandungan bahan

organik substrat menggunakan rumus

sebagai berikut :

( )

( ) ( )

( )

4

kriteria :

kandungan bahan organik < 3,5 % : sangat

rendah

kandungan bahan organik 3,5 - 7 % :

rendah

kandungan bahan organik 7 – 17 % :

sedang

kandungan bahan organik 17 – 35 % :

tinggi

kandungan bahan organik > 35 % : sangat

tinggi (Siun, 1997)

Kepadatan makrozoobenthos

Kepadatan adalah jumlah

individu/organisme di suatu habitat yang

dinyatakan dalam jumlah per unit area

atau per satuan luas. Kepadatan

makrozoobenthos yang ada di setiap

stasiun penelitian dihitung berdasarkan

rumus sebagai berikut (Odum, 1917) :

D = ni / A

Keterangan :

D = Kepadatan populasi

Ni = Jumlah individu satuan jenis

A = Luas petakan (plot) contoh (m2)

Indeks keanekaragaman

makrozoobenthos

Analisis data dilakukan menggunakan

Untuk mengetahui keanekaragaman

makrobentos digunakan persamaan indeks

Shannon-Wiener sebagai berikut (Odum,

1993dalam Wulandari, 2009) :

H’ = -∑ pi ln pi

Keterangan :

H’= Indeks keanekaragaman

pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i

(ind/m2)

N = Jumlah total individu (ind/m2)

Kisaran nilai indeks keanekaragaman

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

H’ < 2,306 = keanekaragam rendah

2,3026 < H’ < 6,9076 = keanekaragaman

sedang

H’ > 6,9078 = keanekaragaman tinggi

Indeks keseragaman makrozoobenthos

Indeks keseragaman digunakan untuk

menunjukkan sebaran makrozoobentos

dalam suatu komunitas. Indeks

keseragaman juga dihitung dengan formula

dari Shannom-Wiener (Odum, 1993 dalam

Wulandari,2009), yaitu sebagai berikut :

E =

Keterangan :

E = Indeks keseragaman

H’ = Indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener

Hmaks = Ln S (indeks keanekaragaman

maksimum)

S = Jumlah genus yang ditemukan

5

Nilai indeks keseragaman berkisar

antara 0-1. Semakin kecil nilai E

menunjukkan semakin kecil pula

keseragaman populasi makrozoobenthos,

artinya penyebaran jumlah individu tiap

genus tidak sama dan ada kecenderungan

bahwa suatu genus mendominansi

populasi tersebut. Sebaliknya semakin

besar nilai E, maka populasi menunjukkan

keseragaman, yaitu bahwa jumlah individu

setiap genus dapat dikatakan sama atau

tidak jauh berbeda (Odum, 1993 dalam

Wulandari,2009) adalah:

E ˂ 0,4 : Keseragaman Populasi

Rendah

0,4 ˂ E ˂ 0,6 : Keseragaman Populasi

Sedang

E ˃ 0,6 : Keseragaman Populasi

Tinggi

Indeks dominasi makrozoobenthos

Indeks dominansi digunakan untuk

melihat adanya dominansi oleh jenis

tertentu pada populasi makrozoobentos

dengan menggunakan Indeks Dominansi

Simpson (Odum, 1993dalamWulandari,

2009) dengan rumus sebagai berikut :

C = ∑ (

)

2

Keterangan :

C = Indeks dominansi Simpson

ni = Jumlah individu jenis ke –I (ind/m2)

N = Total individu semua jenis (ind/m2)

Nilai C berkisar antara 0 – 1. Apabila

nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak

ada individu yang mendominasi dan

biasanya diikuti dengan nilai E yang besar

(mendekati 1), sedangkan apabila nilai C

mendekati 1 berarti terjadi dominansi jenis

tertentu dan dicirikan dengan nilai E yang

lebih kecil atau mendekati 0 (Odum,

1993dalamWulandari, 2009).

Analisis komponen utama (Principal

Component Analysis, PCA)

Untuk mengetahui hubungan

kepadatan makrozoobenthos dengan

parameter kualitas air dan sedimen di

perairan estuari Sungai Serai dilakukan

dengan menggunakan Analisis Komponen

Utama (Principal Component Analysis,

PCA) dengan menggunakan software

minitab. Struktur komunitas

makrozoobenthos dilihat berdasarkan

kepadatan makrozoobenthos dihubungkan

dengan suhu, kekeruhan, kedalaman,

sedimen, pH dan DO. Bengen (2000)

menyatakan tujuan utama penggunaan

Analisa Komponen Utama antara lain :

1. Mempelajari suatu matriks data

dari sudut pandang kemiripan

antara individu (waktu

pengamatan, stasiun, kedalaman

dan lain-lain) atau hubungan antar

variabel (parameter fisika, kimia,

dan biologi perairan).

6

2. Mengekstraksi informasi esensial

yang terdapat dalam suatu

tabel/matriks data yang benar.

3. Menghasilkan suatu representasi

grafik yang memudahkan

interpretasi.

Bentuk data yang umumnya dianalisa

dengan menggunakan analisa komponen

utama adalah matriks yang terdiri dari n

individu (baris) dan p variabel (kolom).

Proses pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan program Statistika.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum perairan Sungai Serai

1. Suhu ( 0C )

Hasil pengukuran suhu pada perairan

estuari Sungai Serai memiliki nilai rata-

rata yaitu 29,18 0C . Nilai suhu tertinggi

terdapat pada titik sampling ke 12 yaitu

30,6 0C dan nilai suhu terendah terdapat

pada titik sampling ke 22 yaitu 28,3 0C

(Gambar 3). Nilai suhu pada estuari

perairan Sungai Serai dengan rata-rata

pada setiap titik sampling menunjukan

nilai yang masih sesuai dengan baku mutu

yg di tetapkan yaitu 28-32 0C (Kepmen LH

No.51 Tahun 2004).

2. Salinitas ( 0/00 )

Hasil pengukuran salinitas pada

perairan estuari Sungai Serai memiliki

nilai rata-rata yaitu 23,23 0/00 . Nilai

salinitas tertinggi terdapat pada titik

sampling ke 5, 28 dan 15 yaitu 26 0/00 dan

nilai suhu terendah terdapat pada titik

sampling 7,14,16,21 dan 23 yaitu 20 0/00

(Gambar 4). Nilai suhu pada perairan

estuari Sungai Serai dengan rata-rata pada

setiap titik sampling menunjukan nilai

yang masih sesuai dengan baku mutu yang

ditetapkan yaitu s/d 34 0/00 (Kepmen LH

No.51 Tahun 2004).

3. Kekeruhan (NTU)

Hasil pengukuran kekeruhan pada

perairan estuari Sungai Serai memiliki

nilai rata-rata yaitu 5,04 NTU. Nilai

kekeruhan tertinggi terdapat pada titik

sampling ke 23 yaitu 8,17 NTU dan nilai

kekeruhan terendah terdapat pada titik

sampling ke 8 yaitu 2,28 NTU (Gambar 5).

Nilai kekeruhan pada perairan estuari

Sungai Serai memiliki nilai yang berbeda

cukup signifikan. Pada titik sampling ke

3,5,7,9,10,11,12,14,16,21,23,24 dan 28

memiliki nilai yang melebihi baku mutu

yaitu <5 NTU (Kepmen LH No.51 Tahun

2004). Pada titik sampling yang melebihi

baku mutu diduga karena pada titik lokasi

tersebut hutan mangrove yang di jumpai

sedikit dan berada di dekat kelong tancap (

tetap ) mengakibatkan tingkat sedimentasi

perairan menjadi tinggi, sehingga dengan

tingkat kekeruhan tersebut akan

berdampak pada biota di perairan estuari

Sungai Serai.

7

4. pH (Derajat keasaman)

Hasil pengukuran pH pada perairan

estuari Sungai Serai memiliki nilai rata-

rata yaitu 7,96 . Nilai pH tertinggi terdapat

pada titik sampling ke 15 yaitu 8,20 dan

nilai pH terendah terdapat pada titik

sampling ke 4 yaitu 7,60 (Gambar 6). nilai

pH pada perairan estuari Sungai Serai

dengan rata-rata pada setiap titik sampling

menunjukan nilai yang masih sesuai

dengan baku mutu yg di tetapkan yaitu 7 –

8,5 (Kepmen LH No.51 Tahun 2004).

5. Oksigen terlarut (DO)

Hasil pengukuran oksigen terlarut pada

perairan Sungai Serai memiliki nilai rata-

rata yaitu 6.30 mg/L. Nilai oksigen terlarut

tertinggi terdapat pada titik stasiun ke 8

yaitu 8,7 mg/L dan nilai oksigen terlarut

terendah terdapat pada titik stasiun ke 25

yaitu 3,4 mg/L (Gambar 7). nilai oksigen

terlarut pada perairan estuari Sungai Serai

memiliki nilai yang berbeda cukup

signifikan. Pada titik sampling ke

14,22,23,24,25 dan 26 memiliki nilai yang

tidak sesuai baku mutu yaitu >5

mg/L(Kepmen LH No.51 Tahun 2004).

Bahan organik subsrat

Hasil analisis sampel substrat dari 30

titik sampling menunjukan bahwa rata-rata

kandungan bahan organik pada perairan

estuari Sungai Serai yaitu 6,63 %. Nilai

kandungan bahan organik tertinggi adalah

pada titik sampling ke 4 yaitu 9,55 % dan

kandungan bahan organik terendah adalah

pada titik sampling ke 15 yaitu 3,46 %.

nilai ini menunjukan bahan organik pada

lokasi penelitian termasuk kedalam

keriteria Rendah, berdasarkan keriteria

kandungan bahan organik dalam sedimen

Siun (1977).

No Kandungan

Bahan Organik

(%)

Kriteria

1 >35 Sangat Tinggi

2 17 – 35 Tinggi

3 7 – 17 Sedang

4 3,5 – 7 Rendah

5 < 3,5 Sangat Rendah

Sumber : Siun, 1997

Identifikasi dan analisis

makrozoobenthos

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan pada perairan Sungai Serai

Kelurahan Sei Jang, Makrozoobentos yang

teridentifikasi sebanyak 6 jenis

makrobenthos. Adapun jenis makrobentos

yang ditemukan di perairan Sungai Serai.

Jumlah individu spesies yang

ditemukan dalam lokasi penelitian di

perairan Sungai Serai yaitu 129 individu

dari 6 jenis makrozoobenthos dan

kepadatan makrozoobenthos di perairan

Sungai Serai adalah 43.000 ind/ha, Jenis

makrozoobenthos yang paling banyak

adalah jenis Cerithidea cingulate

sebanyak 14.000 ind/ha dan Terebralia

sulcato sebanyak 10.333 ind/ha dan jenis

8

yang paling sedikit jenis Monodonta labio

sebanyak 5 individu. Jenis Cerithidea

cingulata ini memiliki cangkang tebal dan

kuat, sebagaimana dikatakan Dharma

(1988) bahwa Cerithidea cingulata

memiliki cangkang tebal dan kuat,

colimelia biasanya bergelung dan

mempunyai siphon canal yang pendek.

Struktur tubuh seperti ini menyebabkan

organisme tersebut tidak mudah dimangsa

oleh predator, sehingga keberadaanya

selalu melimpah.

Indeks keanekaragaman, keseragaman

dan dominasi makrozoobenthos

Indeks keanekaragaman yaitu 1,605,

nilai ini menunjukan bahwa pada lokasi

perairan Sungai Serai memiliki

keanekaragaman makrozoobenthos yang

masih rendah (jumlah jenis

makrozoobenthos yang ditemukan sedikit)

dan kesetabilan komunitas juga rendah,

sebaliknya keseimbangan suatu ekosistem

akan dapat dipertahankan dengan adanya

keanekaragaman yang tinggi. Menurut

Soegianto (1994), suatu komunitas

dikatakan mempunyai keanakeragaman

jenis tinggi jika komunitas itu disusun

banyak jenis dengan kelimpahan jenis

yang sama atau hampir sama, sebaliknya

jika komunitas itu disusun oleh sangat

sedikit jenis dan jika hanya sedikit jenis

yang mendominasi maka keanekaragaman

jenisnya rendah.

Indeks keseragaman (E) pada lokasi

perairan Sungai Serai yaitu 0,896, nilai ini

menunjukkan bahwa pada perairan Sungai

Serai memiliki keseragaman populasi

makrozoobenthos yang tinggi karena

keseragaman pada lokasi pengamatan

mendekati E > 0,6. Menurut Odum (1993)

Keseragaman makrozoobenthos yang

tinggi maka populasi menunjukkan

keseragaman yaitu bahwa jumlah individu

setiap genus dapat dikatakan sama atau

tidak jauh berbeda.

Nilai indeks domonansi yaitu 0,254,

nilai ini menunjukkan bahwa tidak ada

jenis individu makrozoobenthos yang

mendominansi pada perairan Sungai Serai.

Hal ini sesuai dengan peryataan Odum

(1993) yang menyatakan bahwa nilai

indeks dominansi yang tinggi menyatakan

konsentrasi dominansi yang tinggi (ada

individu yang mendominansi), sebaliknya

nilai indeks dominansi yang rendah

menyatakan konsentrasi yang rendah

(tidak ada yang dominan).

Hubungan kepadatan makrozoobenthos

dengan kualitas perairan

Untuk mengetahui hubungan kepadatan

makrozoobent dengan menggunakan

Analisis Komponen Utama (Principal

Component Analysis, PCA) dengan

menggunakan software minitab. Dapat di

lihat pada gambar hos dengan parameter

9

kualitas air dan bahan organik di Sungai

Serai dilakukan.

Berdasarkan gambar grafik analisis

PCA (Principal Component Analysis)

dapat dilihat bahwa terdapat hubungan

kepadatan makrozoobenthos dan kualitas

perairan seperti suhu, salinitas, kekeruhan,

oksigen terlarut, pH dan bahan organik.

Kepadatan makrozoobenthos saling

berhubungan erat dengan suhu (0C) dan

salinitas (0/00), ini ditandai oleh pada titik

sampling 14 dan 10 di perairan Sungai

Serai. Kualitas perairan seperti kekeruhan

(NTU) dipengaruhi oleh bahan organik, ini

ditandai oleh pada titik sampling 1. pH

(Drajat keasaman) dipengaruhi oleh

oksigen terlarut (DO), ini ditandai oleh

pada titik sampling 23, 24, 27, 28, 29 dan

30 di perairan Sungai Serai Kota

Tanjungpinang.

Suhu (0C) dan salinitas (

0/00) memiliki

hubungan terhadap makrozoobentos di

suatu perairan. Suhu merupakan salah satu

faktor yang sangat penting dalam

mengontrol kehidupan dan penyebaran

organisme dalam suatu perairan. Suhu

akan mempengaruhi aktivitas metabolisme

dan perkembangbiakan dari organisme

tersebut (Nybakken, 1988).

Makrozoobenthos yang bersifat mobile

mempunyai kemampuan untuk bergerak

guna menghindari salinitas yang terlalu

rendah, namun bivalvia yang bersifat

sessile akan mengalami kematian jika

pengaruh air tawar berlangsung lama

(Effendi, 2003).

Kekeruhan (NTU) memiliki hubungan

terhadap bahan organik di suatu perairan.

Odum (1971) mengatakan bahwa

kekeruhan dapat berperan sebagai faktor

pembatas perairan oleh partikel-partikel

tanah, sebaliknya kekeruhan dapat

berperan sebagi indikator bagi

produktifitas hayati perairan jika

kekeruhan itu disebabkan oleh bahan-

bahan organik dan organisme hidup.

pH (Drajat keasaman) memiliki

hubungan terhadap oksigen terlarut (DO)

di suatu perairan. Menurut Anonymous

(2010), laju peningkatan pH akan

dilakukan oleh nilai pH awal. Sebagai

contoh : kebutuhan jumlah ion karbonat

perlu di tambahkan untuk meningkatkan

satu satuan pH akan jauh lebih banyak

apabila awal nya 6,3 dibandingkan hal

10

yang sama di lakukan pada pH 7,5.

Kenaikan pH yang terjadi diimbangi oleh

kadar CO2 terlarut dalam air. Sehingga

CO2 akan menurunkan pH, sebaliknya

pada pada kadar O2.

Pengelolaan perairan Sungai Serai

Pada perairan dinamis diantaranya

Sungai Serai, polutan-polutan yang pada

umumnya berasal dari limbah domestik

terakumulasi karena rendahnya kecepatan

pergantian air. Untuk mencegah bertambah

buruknya kualitas perairan Sungai Serai

yang sudah mulai terganggu ini, upaya

pengelolaan lingkungan perairan sangat

penting untuk dilaksanakan, berdasarkan

hasil penelitian beberapa langkah

pengelolaan yang perlu diperhatikan di

perairan sungai serai antara lain :

1. Kondisi kualiatas perairan sungai

serai berdasarkan hasil di ketahui

bahwa nilai kekeruhan (NTU) dan

oksigen terlarut (DO) melebihi

baku mutu yang ditetapkan.

Buruknya kondisi perairan tersebut

diduga karena limbah domestik.

untuk penanganan limbah

domestik, pemerintah lokal harus

lebih memikirkan pembuangan

limbah domestik yang masuk ke

perairan Sungai. Upaya ini dapat

dilakukan dengan cara menampung

limbah dalam suatu tempat

tertentu, berupa kolam permanen

terbuat dari semen sehingga

perembesan cairan limbah ke

dalam air tanah dapat dieliminasi.

2. Partisipasi masyarakat dalam

melakukan pengelolaan lingkungan

perairan Sungai Serai sangat

diharapkan dalam menanggulangi

masalah limbah rumah tangga

dengan cara meningkatkan fasilitas

drainasi rumah tangganya. Selain

itu, dipastikan masyarakat tidak

membuang limbah makanan,

minyak untuk memasak, dan

limbah-limbah domestik lainnya

seperti deterjen ke perairan situ. Di

samping itu, kerja sama yang baik

juga perlu dijalin oleh pemerintah

lokal dan pusat dalam hal

pemantauan, finansial, maupun

menyebarluaskan pengetahuan

tentang lingkungan.

3. Untuk masalah kelong tancap yang

berada di perairan estuari Sungai

Serai, diperlukan kebijakan

pengelola dalam perizinan, tidak

sembarangan mengizinkan

masyarakat melakukan kegiatan

tersebut, perlu pertimbangkan atas

asas daya dukung lingkungan

perairan estuari Sungai Serai.

11

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian hubungan

indeks biologi makrozoobenthos dan

kualitas perairan estuari Sungai Serai

Kelurahan Sei Jang Kecamatan Bukit

Bestari Kota Tanjungpinang dapat

disimpulkan bahwa :

1. Skruktur komunitas

makrozoobenthos di perairan

estuari Sungai Serai didapatkan 6

jenis dari kelas gastropoda yaitu

Cerithidea cingulate, Chicoreus

capucinus, Strombus labiatus,

Monodonta labio, Terebralia

sulcato dan Telescopium

telescopium dan hasil indeks

keanekaragaman, keseragaman dan

dominiasi pada perairan estuari

Sungai Serai menunjukan bahwa

indeks keseragaman yang rendah,

indeks keseragaman yang tinggi

dan indeks dominasi menunjukkan

bahwa tidak adanya jenis

makrozoobenthos yang

mendominasi perairan estuari

Sungai Serai.

2. Hubungan kepadatan

makrozoobenthos dan kualitas

perairan estuari Sungai Serai

menunjukan kepadatan

makrozoobenthos memiliki

hubungan kedekatan dengan suhu

(0C) dan salinitas (

0/00) ini ditandai

oleh titik sampling 14 ( 29,4 0C, 25

0/00 ) dan 10 (29,3

0C, 22

0/00) di

perairan sungai. Kualitas perairan

seperti kekeruhan (NTU) saling

berhubungan dengan bahan

organik, ini ditandai oleh titik

sampling 1 (5,88 NTU) dan pH

(Derajat keasaman) dipengaruhi

oleh oksigen terlarut (DO) ini

ditandai oleh titik sampling 23, 24,

27, 28, 29 dan 30 di perairan

estuari Sungai Serai Kota

Tanjungpinang.

Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Perlu adanya penelitian selanjutnya

lebih detail tentang biologi,

parameter fisika dan kimia di

perairan Sungai Serai dan

hubungan beberapa parameter

lengkap dengan kondisi parameter

lainnya yang belum ada guna untuk

memberi informasi lebih baik dan

terperinci.

2. Perlunya perhatian lebih terhadap

ekosistem pesisir perairan baik dari

masyarakat, mahasiswa/i dan

pemerintah karena sungai telah di

jadikan tempat pembangunan,

penyempitan lahan dan

12

pembuangan sampah domistik

maupun industri.

DAFTAR PUSTAKA

Andri, Y.S., Hadi, E., Muhammad, Z.

2012. Struktur Komunitas

Makrozoobentos di Perairan Morosari,

Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

Journal of Marine Research1 (2): 235-

242.

Afif, J. Ngabekti, S., Pribadi, T.A. 2014.

Keanekaragaman Makrozoobentos

sebagai Indikator Kualitas Perairan di

Ekosistem Mangrove Wilayah Tapak

Kelurahan Tugurejo Kota Semarang.

Unnes Journal of Life Sciense 3(1): 47-

52.

Darma, B. 1992. Siput dan Kerang

Indonesia : Indonesian Shells. Penerbit

PT. Sarana Graha, Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air

Bagi Pengelolaan Sumber Daya

Dan Lingkungan Perairan. Penerbit

Kanisius : Jakarta

Ernawati, SK., Niartiningsih, A,

Nessa,MN., Omar, SBA. 2013.

Suksesi Makrozoobentos di Hutan

Mangrove Alami dan Rehabilitasi, di

Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan.

Jurnal Bionature. 14 (1): 49-60.

Frith, D.W. 1977. A premiliary list of

macrofauna from a mangrove forest

and adjacent biotipes at Surin Island,

Western Peninsular Thailand. Pukhet

Marine Biology Centre Research

Bulletin. (17): 14.

Handayani, S.T., B. Suharto, Marsoedi.

2001. Penentuan Status Kualitas

Perairan Sungai Brantas Hulu

dengan Biomonitoring

Makrozoobenthos: Tinjauan dari

Pencemaran Bahan Organik. Jurnal

Biosain 1 (1): 30-38.

Hutabarat, S. dan S.M Evans. 1985.

Pengantar Oseanografi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

Indrawan, G.S., Yusup, D.S., Ulinuha, D.

2016. Asosiasi Makrozoobentos pada

Padang Lamun di Pantai Merta Segara

Sanur, Bali. Jurnal Biologi 20 (1): 11-

16.

Indrayanti, DM., Fahrudin,

A.,Setiobudiandi, I. 2015. Penilaian

Jasa Ekosistem Mangrove di Teluk

Blanakan Kabupaten Subam, Jurnal

Ilmu Pertanian Indonesia

(JIPI), ISSN 0853-4217, EISSN

2443- 3462, 20 (2): 91-96.

Izmiarti. 2010. Komunitas

Makrozoobentos di Banda Bakali Kota

Padang. Jurnal Biospectrum 6 (1): 34-

40.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2004.

Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup No. 201 tahun 2004 Tentang

Kriteria Baku dan Pedoman

Penentuan Kerusakan Mangrove.

Lampiran I: Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut ;

Suatu Pendekatan Ekologis.

Diterjemahkanoleh M. Ediman, D.G.

Bengen M. Hutomo dan S. Sukarjo.

Gramedia. Jakarta. 402 hal.

Odum, Eugene P. 1993. Dasar-Dasar

Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta. 687

hlm.

13

Pratiwi, R. 2010. Asosiasi Krustacea di

Ekosistem Padang Lamun Perairan

Teluk Lampung. Jurnal 15 (2): 66-76.

Purnami, A.T., Sunarto., Setyono, P. 2010.

Study of Bentos Community Based on

Diversity and Similarity Index in

Cengklik DAM Boyolali. Ekosains 2

(2): 50-65.

Putri, A.M.S dan Widyorini, N. 2016

Hubungan Sekstur Sedimen dengan

Kandungan bahan organik dan

Kelimpahan Makrozoobenthos di

Muara Sungai banjir Kanal Timur

Semarang. Saintek Perikanan 12 (1):

75-79.

Rahmawati, S., Fahmi., Yusuf, D.S. 2012.

Komunitas Padang Lamun dan Ikan

Pantai di Perairan Kendari. Sulawesi

Tanggara. Jurnal Ilmu Kelautan 17 (4):

109-198.

Riniatsih. I dan Widianingsih. 2007.

Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerang-

Kerang (bivalve) di Ekosistem padang

Lamun, Perairan Jepara. Jurnal Ilmu

Kelautan. 12 (1): 53-58.

Ruswahyuni. 2008. Struktur Komunitas

Makrozoobentos yang Berasosiasi

dengan Lamun Pada Pantai Berpasir

di Jepara. Jurnal Saintek Perikanan,

3 (2 ): 33-36.

Sharma, R., Kumar, A., Vyas, V. 2013.

Diversity of Macrozoobenthos in

Morand River-A Tributary of Ganjal

River in Narmada Basin. Intl J Adv

Fish Aquatic Sciens 1 (1): 57-65.

Sinaga, E.L.R., Muhtadi, A., Bakti, D.

2016. Profil Suhu, Oksigen Terlarut dan

pH Secara Vertikal Selama 24 Jam di

Danau Kelapa Gading Kabupaten

Asahan Sumatra Urata. Omni-Akuatika

12 (2): 114-124.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&B.

Bandung: Alfabeta.

Patty, S.I. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas

dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema.

Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax 1

(3): 148-157.

Usman, K.O 2014. Analisis Sedimen pada

Muara Sungai Komering Koya

Palembang. Jurnal Teknik Sipil dan

Lingkungan 2 (2): 210.

Wardhana, W. A., (1994), Dampak

Pencemaran Lingkungan,

Yogyakarta.

Wulandari. 2009. Substrat Dasar dan

Parameter Oseanografi Sebagai

Penentu Keberadaan Gastropoda dan

Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten

Rembang. [Jurnal]. Jurusan Ilmu

Kelautan Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Semarang.

Yusima, 2018. Kondisi Umum Perairan

Sungai Serai Kota Tanjungpinang,

Praktik Lapang, UMRAH,

Kepulauan Riau.

Zulkifli, H dan Setiawan, D. 2011.

Struktur dan Fungsi Komunitas

Makrozoobentos di perairan Sungai

Musi Kawasan Pulokerto sebagai

Instrumen Biomonitoring. Jurnal

Natur Indonesia. 14 (1): 95-99.